SIMULASI TIME LAPSE RESISTIVITY PADA MODEL FISIK
MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY Beta Arroma Piskora1), Karyanto2), Rizka3)
1)Mahasiswa Program Studi Teknik Geofisika ITERA
2)Staf pengajar Program Studi Teknik Geofisika UNILA
3)Staf Pengajar Program Studi Teknik Geofisika ITERA Email : [email protected]
ABSTRAK
Kandungan air pada batuan sangat mempengaruhi nilai resistivitas batuan, karena air merupakan elektrolit kuat yang mampu mengalirkan arus listrik dengan baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas batuan, salah satunya adalah air, jika semakin banyak jumlah air pada suatu batuan maka nilai resistivitas batuan tersebut akan semakin menurun. Untuk mendeteksi keberadaan dan arah pergerakan air pada tanah dapat dilakukan penelitian Geolistrik Time Lapse Resistivity dengan menggunakan metode Electrical Resistivity Tomography (ERT). Time Lapse Resistivity merupakan konsep akuisisi Geolistrik selang waktu, dimana akuisisi dilakukan berulang pada suatu titik yang sama dengan rentang waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan Metode Electrical Resistivity Tomography dengan konfigurasi Dipole-dipole pada sebuah model fisik berukuran 100 X 50 X 20 cm3 berlapis (tuff, pasir halus, lempung, pasir kasar dan kerikil), menggunakan satu lintasan sepanjang 96 cm dengan jumlah elektroda 4 buah dan mengalami perpindahan elektroda sebanyak 21 kali, serta jumlah n adalah 14. Berdasarkan hasil pengolahan inversi 2D didapatkan nilai resistivitas rata- rata lapisan tuff sebesar 78,29 Ωm (kondisi kering), 56,72 Ωm (kondisi ditambah 2,3%
air) dan 50,9 Ωm (kondisi ditambah 4,6% air), lapisan pasir halus sebesar 59,84 Ωm (kondisi kering), 47,12 Ωm (kondisi ditambah 2,3% air) dan 44,72 Ωm (kondisi ditambah 4,6% air), lapisan lempung sebesar 34,53 Ωm (kondisi kering), 26,59 Ωm (kondisi ditambah 2,3% air) dan 24,3 Ωm (kondisi ditambah 4,6% air), lapisan pasir kasar sebesar 20,2 Ωm (kondisi kering), 14,36 Ωm (kondisi ditambah 2,3%) dan 13,4 Ωm (kondisi ditambah 4,6% air) serta lapisan kerikil sebesar 9,66 Ωm (kondisi kering), 4,15 Ωm (kondisi ditambah 2,3% air) dan 3,15 Ωm (kondisi ditambah 4,6% air). Hasil Time Lapse Resistivity menggambarkan pergerakan air ke arahkedal aman 7 – 11 cm.
Kata kunci: Time Lapse Resistivity, Electrical Resistivity Tomography, inversi 2D.
ABSTRACT
The water content in rocks greatly affects the resistivity value of rocks, because water is an electrolyte that is able to conduct electric current properly. There are several factors that affect the resistivity value of rock, one of which is water, the more that amount of water in a rock, the resistivity value of the rock will decrease. To detect the presence and direction of movement of water on the ground, a Time Lapse Resistivity study with Geoelectrical measurements using the Electrical Resistivity Tomography (ERT) method can be conducted. Time Lapse Resistivity is a concept time-lapse Geoelectric acquisition, where the acquisition is repeated at a point that is equal to a certain time span. The study uses the electrical resistivity tomography method using the Dipole- dipole configuration on a physical model measuring 100 X 50 X 20 cm2 layered (tuff, fine sand, clay, coarse sand and gravel) using 96 cm long path with 4 electrodes experiencing and time displacement 21 times, the number of n is 14. From the results of 2D inversion processing, the average resistivity value of the tuff layer is 78,29 Ωm (dry), 56,72 Ωm (add 2,3% water) and 50,9 Ωm (add 4,6% water), fine sand layer is 59,84 Ωm (dry conditions), 47,12 Ωm (add 2,3% water) and 44,72 Ωm (add 4,6%
water), clay layer is 34,53 Ωm (dry conditions), 26,59 Ωm (add 2,3% water) and 24,3 Ωm (add 4,6% water) coarse sand layer is 20,2 Ωm (dry conditions), 14,36 Ωm (add 2,3% water) and 13,4 Ωm (add 4,6% water) and gravel layer is 9,66 Ωm (dry conditions), 4,15 Ωm (add 2,3% water) and 3,15 Ωm (add 4,6% water). The result of Time Lapse Resistivity illustrate the movement of water in the direction which is in the depth 7 – 11 cm.
Keywords: Time Lapse Resistivity, Electrical Resistivity Tomography, 2D inversion.
Pendahuluan
Kandungan air pada batuan sangat mempengaruhi nilai resistivitas batuan, karena air merupakan media penghantar listrik yang baik[1]. Semakin banyak kandungan air pada suatu batuan maka nilai resistivitas akan semakin menurun. Untuk mengetahui keberadaan air di dalam bumi dapat dilakukan survei geofisika, salah satunya menggunakan metode Geolistrik Resistivitas.
Berdasarkan hasil pengukuran Geolistrik
Resistivitas dapat mengetahui nilai resistivitas semu .
Resistivitas semu tidak bisa mencerminkan secara langsung kondisi bawah permukaan bumi, dimana harganya dapat dihitung dengan[2].
(1)
Untuk menghasilkan nilai resistivitas bawah permukaan bumi perlu pengolahan nilai resistivitas semu, yaitu dengan cara menginversikan nilai resistivitas semu tersebut. Inversi yang
dilakukan adalah inversi nonlinier[3]. Dimana respon model setelah dilakukan inversi 2D adalah
(2)
(3) (4) Dimana ∆q adalah vektor perubahan parameter model, dan J adalah turunan parsial pada Matriks Jacobian, I merupakan matriks identitas, λ merupakan faktor pengali, atau sering disebut faktor damping, Rd merupakan weighting matriks.
Metode Geolistrik yang digunakan pada penelitian ini adalah Time Lapse Resistivity atau dikenal juga dengan sebutan 4-D Resistivity. 4-D Resistivity dilakukan untuk monitoring pergerakan suatu material fluida di bawah bumi, seperti; pergerakan air tanah, aliran lindi akibat sampah, identifikasi air panas pada daerah panas bumi dan lain sebagainya[4]. Pengambilan data Electrical Resistivity Tomography dilakukan secara berulang pada titik yang sama minimal tiga kali
pengukuran agar bisa dilakukan Time Lapse Resistivity. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran dengan skala laboraorium yaitu simulasi pada sebuah model fisik dengan Time Lapse Resistivity dengan prinsip Electrical Resistivity Tomography (ERT). Dimana pengambilan data dilakukan pada sebuah model fisik di dalam box kaca, yang tersusun oleh lapisan batu kerikil, pasir, lempung (tanah liat), pasir, dan tuff dari bawah ke atas.
ERT dalam skala laboratorium seperti ini sudah pernah dilakukan sebelumnya[5], dimana model litologi homogen, menggunakan konfigurasi Schlumberger dan tidak dilanjutkan dengan Time Lapse Resistivity. Time Lapse Resistivity dilakukan untuk memonitoring perubahan akibat bertambahnya kandungan air pada model fisik berlapis, adapun lapisan yang dibuat adalah tuff, pasir halus, lempung, pasir kasar dan kerikir dari atas ke bawah. Dengan penelitian skala laboratoriom ini dapat menggambarkan kondisi bumi yang sebenarnya.
Gambar 1. Desain akuisisi konfigurasi Dipole-dipole[6]
Konfigurasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Dipole-dipole (Gambar 1). Berdasarkan Gambar 1 nilai r1 merupakan jarak C1 ke C2, r2 merupakan jarak C2 ke P2, r3 merupakan jarak dari C1 ke P1 dan r4 merupakan jarak dari C2 ke P1. Nilai faktor geometri dari konfigurasi Dipole-dipole dapat dihitung dengan persamaan 2.
Pengukuran dilakukan tiga kali dengan kondisi berbeda yaitu kering, ditambah air sebanyak 2,3% dan 4,6% dari total volume model fisik.
(5) Dimana, a merupakan spasi antara dua elektroda arus atau dua elektoda potensial dan na merupakan spasi antara elektroda arus dengan elektroda potensial.
Tujuan penelitian ini adalah dapat mengetahui perubahan penampang inversi 2D ketika kondisi kering,
ditambah air sebanyak 2,3% dan 4,6%
dari total volume model fisik dan monitoring Time Lapse Resistivity akibat bertambahnya kandungan air.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil dan Laboratorium Eksplorasi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera menggunakan konfigurasi Dipole-dipole. Parameter yang diukur adalah kuat arus listrik (I), beda potensial (ΔV) dan resistivitas semu ( ).
Spasi elektroda yang digunakan 4 cm, panjang lintasan 96 cm, menggunakan 4 elektroda dengan perpindahan sebanyak 21 kali, jumlah n sebanyak 14 dan jumlah datum point sebanyak 217 buah.
Pengukuran data resistivitas dengan metode Electrical Resistivity Tomography dilakukan tiga kali dalam
selang waktu dengan perbedaan kondisi, dimana kondisi kering, ditambah air sebanyak 2,3% dan 4,6% dari total volume model fisik.
Sebelum pembuatan model fisik material pasir dan tanah liat dilakukan uji analisis saringan di Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil untuk pemisahan butir materialnya. Pasir yang digunakan merupakan pasir yang lolos saringan nomor 4 dengan ukuran butir kurang dari 4,75 milimeter dan lempung merupakan tanah liat yang lolos saringan nomor 100 dengan ukuran butir kurang dari 0,174 milimeter. Model fisik yang dibuat berlapis seperti pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2 (a) Bentuk model fisik (b)ketebalan model fisik
Desain akusisi dengan menggunakan konfigurasi Dipole-dipole spasi elektroda yang digunakan adalah 4 cm, panjang lintasan 96 cm dengan menggunakan 4 buah elektroda dipindahkan sebanyak 21 kali, jumlah n adalah 14 dan jumlah datum point sebanyak 217 buah Gambar 3.
Gambar 3 Desain akuisisi konfigurasi Dipole-dipole
Hasil dan pembahasan
Data pengukuran Geolistrik resistivitas dengan metode Electrical Resistivity Tomography ini menggunakan alat NANIURA. Pengambilan data dilakukan di Laboratorim Eksplorasi Teknik Geofisika sebanyak tiga kali pada titik yang sama dengan kondisi model yang berbeda. Adapun hasil pengukurannya 2D adalah:
1. Kering
Gambar 4 Hasil inversi 2D ketika kondisi kering Berdasarkan hasil pengukuran
resistivitas model fisik pada kondisi kering dengan konfigurasi Dipole-dipole (Gambar 4). Nilai resistivitas pada lapisan tuff adalah 10,03–198,2 Ωm, lapisan pasir halus memiliki nilai resistivitas 9,49–130,86 Ωm, lapisan lempung memiliki nilai resistivitas 4,48–
115,5 Ωm, lapisan pasir kasar memiliki nilai resistivitas 3,09–53,8 Ωm dan lapisan kerikil memiliki nilai resistivitas 12,42–178,96 Ωm. Nilai resistivitas rata- rata dari kondisi kering adalah 78,29 Ωm (tuff), 59,84 Ωm (pasir halus), 34,53 Ωm (lempung), 20,2 Ωm (pasir kasar) dan
9,66 Ωm (kerikil). Adapun nilai resistivitas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai resistivitas model fisik ketika kondisi kering
Lapisan Minimum (Ωm)
Maksimum (Ωm)
Rata- rata (Ωm)
Tuff 10,03 198,20 78,29
Pasir halus
9,49 130,86 59,84
Lempung 4,48 115,5 34,53 Pasir
kasar
3,09 53,8 20,2
Kerikil 12,42 178,96 9,66
2. Ditambah 2,3% air
Gambar 5 Hasil inversi 2D ketika ditambah 2,3% air Berdasarkan hasil pengukuran
resistivitas model fisik pada kondisi kering dengan konfigurasi Dipole-dipole (Gambar 5). Nilai resistivitas pada
lapisan tuff adalah 17,47–127,06 Ωm, lapisan pasir halus memiliki nilai resistivitas 8,69–104 Ωm, lapisan lempung memiliki nilai resistivitas 3,06–
63,38 Ωm, lapisan pasir kasar memiliki nilai resistivitas 2,96–35,8 Ωm dan lapisan kerikil memiliki nilai resistivitas 8,37–145,67 Ωm. Sedangkan nilai resistivitas rata-rata dari kondisi ditambah air sebanyak 2,3% adalah 56,72 Ωm (tuff), 47,12 Ωm (pasir halus), 26,59 Ωm (lempung), 14,36 Ωm (pasir kasar) dan 4,15 Ωm (kerikil). Adapun nilai resistivitas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai resistivitas model fisik ketika ditambah 2,3% air Lapisan Minimum
(Ωm)
Maksimum (Ωm)
Rata- rata (Ωm)
Tuff 17,47 127,06 56,72
Pasir halus
8,69 104 47,12
Lempung 3,06 63,38 26,59 Pasir
kasar
2,96 35,8 14,36
Kerikil 8,37 145,67 4,15
3. Ditambah 4,6% air
Gambar 6 Hasil inversi 2D ketika ditambah 4,6% air
Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas model fisik pada kondisi kering dengan konfigurasi Dipole- dipole. Pada Gambar 6 dapat diperoleh nilai resistivitas pada lapisan tuff 23,3–
101,78 Ωm, pada lapisan pasir halus 12,1–143,95 Ωm, pada lapisan lempung nilai resistivitas 4,98–63,03 Ωm, pada lapisan pasir kasar nilai resistivitas 2,32–13,65 Ωm dan pada lapisan kerikil nilai resistivitas 3,27–131,29 Ωm.
Sedangkan nilai resistivitas rata-rata pada kondisi ditambah air 4,6% adalah 50,9 Ωm (tuff), 44,72 Ωm (pasir halus), 24,3 Ωm (lempung), 13,4 Ωm (pasir kasar) dan 3,15 Ωm (kerikil). Adapun nilai resistivitas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai resitivitas model fisik ketika ditambah air 4,6%
Lapisan Minimum (Ωm)
Maksimum (Ωm)
Rata- rata (Ωm)
Tuff 23,3 101,78 50,9
Pasir halus
12,1 143,95 44,72
Lempung 4,98 63,03 24,3
Pasir kasar
2,32 13,65 13,4
Kerikil 3,27 131,29 3,15
Berdasarkan perubahan nilai resistivitas semu dapat dilihat bahwa nilai resistivitas semu semakin kecil ketika volume air ditambah. Sehingga hambatan yang dilewati arus akan
semakin kecil untuk sampai pada targetnya. Pada Gambar 8 terdapat tiga grafik nilai resistivitas dimana grafik warna biru merupakan nilai resistivitas ketika model kering dengan nilai resistivitas yang lebih tinggi. Grafik warna merah merupakan grafik nilai resistivitas ketika kondisi ditambah 2,3% air dengan sebaran nilai resistivitas pertengahan atau sedang.
Sedangkan grafik warna hijau merupakan grafik nilai resistivitas ketika ditambah 4,6% air dengan sebaran nilai resistivitas paling rendah.
Penurunan nilai resistivitas ini merupakan pengaruh dari ion-ion elektrolit yang ada pada air.
Gambar 7Penampang Time Lapse Resistivity Berdasarkan Gambar 7 dapat
dilihat bahwa persentase perubahan terbagi ke dalam dua zona yaitu zona persentase tinggi dan zona persentase rendah. Zona persentase tinggi merupakan daerah yang terjadi
perubahan nilai resistivitas yang sangat signifikan pada penampang Time Lapse Resistivity dengan nilai persentasi 5,6%
di kedalaman 7–11 cm. Hal ini terjadi karena fluida yang bergerak ke zona tersebut banyak dan terendapkan pada
zona tersebut. Sedangkan zona persentase rendah sebesar 0,2%
merupakan daerah yang mengalami sedikit perubahan nilai resistivitas.
Berdasarkan persentase penambahan volume air pada lapisan pasir merupakan yang mengalami perubahan nilai persentase yang sangat kontras. Hal ini terjadi karena pasir merupakan lapisan akuifer yang bagus sehingga air yang ditambahkan akan bergerak dan tersimpan pada lapisan tersebut. Sementara lapisan lainnya tidak mengalami perubahan yang sangat kontas sehingga nilai persentase pada Time Lapse Resistivity rendah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sementara pada bab sebelumnya pada penelitian ini
“Simulasi Time Lapse Resistivity Pada Model Fisik Menggunakan Metode Electrical Resistivity Tomography”
adalah sebagai berikut:
1. Perubahan nilai resistivitas rata- rata model fisik:
a. Tuff dari 78,29 Ωm kondisi kering, 56,79 Ωm ditambah 2,3% air, dan 50,9 Ωm ditambah 4,6% air.
b. Pasir halus dari 59,84 Ωm kondisi kering, 47,12 Ωm ditambah 2,3% air, dan 44,72 Ωm ditambah 4,6% air.
c. Lempung dari 34,53 Ωm kondisi kering, 26,59 Ωm ditambah 2,3% air, dan 24,3 Ωm ditambah 4,6% air.
d. Pasir kasar dari 20,2 Ωm kondisi kering, 14,36 Ωm ditambah 2,3% air, dan 13,4 Ωm ditambah 4,6% air.
e. Kerikil dari 9,66 Ωm kondisi kering, 4,15 Ωm ditambah 2,3%
air, dan 3,15 Ωm ditambah 4,6%
air.
Penurunan nilai resistivitas setiap lapisan ini terjadi akibat bertambahan jumlah air yang terkandung pada setiap lapisan.
Semakin banyak air pada lapisan tersebut maka ion-ion elektrolit juga semakin banyak, sehingga arus listrik yang diinjeksikan akan mudah dialirkan oleh ion-ion elektrolit tersebut. Semakin mudah arus listrik mengalir melalui sebuah material maka material tersebut konduktor atau semikonduktor yang mampu mengalirkan arus listrik dengan baik.
2. Pada pengolahan data Time Lapse Resistivity terdapat dua zona persentase perubahan yaitu zona persentase tinggi dan zona persentase rendah. Zona persentasi tinggi merupakan daerah yang terjadi perubahan yang sangat signifikan yaitu sebesar 5,6% pada kedalaman 7-11 cm dengan lapisan pasir kasar. Sedangkan zona persentase rendah merupakan daerah yang mengalami sedikit perubahan nilai resistivitas yaitu sekitar 0,2%.
Daftar pustaka
[1] Bai, W., Kong, L., & Guo, A.
(2013). Effects of physical properties on electrical conductivity of compacted lateritic soil. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering, 5(5), 406–411.
https://doi.org/10.1016/j.jrmge.2013.07.
003
[2] Telford, W. M., Geldrat, L. P. &
Sheriff, R. E., 1990. Applied Geophysics. 2nd ed. Cambridge:
Cambridge University Press.
[3] Grandis, H., 2009. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Bandung:
Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI).
[4] Kuswanto, A., (2015).
Pengembangan Metode Geolistrik 4-D untuk Perembesan Bawah Tanah.
[5]
Suryo, E. A., Suroso, Zaika. S., Ato'urrahman. M. (2016). Pengaruh Kepadatan dan Kadar Air Tanah Pasir Terhadap Nilai Resistivitas pada Model Fisik dengan Metode Geolistrik. 10(3), 178–186 Sipil, J. T., Teknik, F., Universitas Brawijaya.
[6] Reynolds, J. M., 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. Chichester:
John Wiley and Sons Ltd.
Lampiran
Gambar 8 Trend data (217 datum) Time Lapse Resistivity kering, 2,3% air dan 4,6% air dari total volume model fisik