commit to user
1
Hubungan antara Penerimaan Teman Sebaya dan Iklim Sekolah dengan Bullying pada
Siswa SMP Negeri 11 Surakarta
The Relation of Peer Acceptance, School Climate and Bullying on Students of SMP Negeri 11 Surakarta
Rizka Arum Putri Pertiwi, Tuti Hardjajani, Nugraha Arif Karyanta
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Kekerasan di sekolah merupakan permasalahan serius yang terjadi dalam dunia pendidikan. Salah satu bentuk kekerasan tersebut adalah bullying, yaitu perilaku agresif yang menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang. Perilaku ini paling banyak ditemukan pada masa remaja yang terwujud dalam bentuk bullying fisik, verbal, sosial maupun cyberbullying. Terjadinya bullying diduga terkait dengan penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah. Penerimaan teman sebaya yang rendah dan iklim sekolah yang negatif diduga akan menjadi akar dari timbulnya bullying pada remaja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying, (2) Hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan bullying, dan (3) Hubungan antara iklim sekolah dengan bullying.
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, dengan populasi seluruh siswa SMP N 11 Surakarta. Responden penelitian berjumlah 187 siswa yang diperoleh dengan teknik stratified cluster sampling. Instrumen dalam penelitian ini berupa skala bullying, skala penerimaan teman sebaya dan skala iklim sekolah. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisis regresi berganda, adapun uji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis korelasi parsial.
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05) dan Fhitung = 37,986 > Ftabel = 3,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying. Hasil analisis korelasi parsial menunjukkan bahwa ada hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan bullying dengan r = -0,208, dan p = 0,004 (<0,05) serta ada hubungan antara iklim sekolah dengan bullying dengan nilai r = -0,354 dan p = 0,000 (<0,05). Nilai R2 sebesar 0,292, artinya penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah secara bersama-sama memberi sumbangan efektif sebesar 29,2%.
Kata kunci: bullying, penerimaan teman sebaya, iklim sekolah, siswa SMP PENDAHULUAN
Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder dan juga merupakan salah satu tempat bagi anak untuk tumbuh dan berkembang selama perjalanan hidupnya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan jiwa anak. Sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat di samping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini banyak ditemukan permasalahan
dalam dunia pendidikan yang dapat
mempengaruhi kejiwaan anak. Salah satu isu yang cukup serius adalah masalah kekerasan di sekolah.
Salah satu bentuk kekerasan di lingkungan sekolah di antaranya adalah bullying
commit to user
2
(perisakan) yaitu perilaku mengancam, menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman. Seseorang dikatakan menjadi korban bullying apabila diperlakukan secara negatif (sengaja membuat luka atau ketidaknyamanan melalui kontak fisik, perkataan atau dengan cara lain) sekali atau berkali-kali bahkan sering atau sudah menjadi pola oleh seseorang atau lebih (Coloroso, 2006). Lebih jauh Rudi (2010) menekankan
perilaku bullying pada adanya
ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban. Ketidakseimbangan kekuatan ini
disalahgunakan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk menyakiti korban secara mental maupun fisik secara berulang kali.
Bullying diyakini dapat membawa dampak
buruk bagi korban maupun pelaku. Seseorang yang menjadi korban bullying dapat menderita karena masalah emosional dan perilaku.
Bullying dapat menimbulkan perasaan tidak
aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita stres yang dapat berakhir dengan bunuh diri (Rudi, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Copeland terhadap 1.420 orang di Barat Laut Carolina. Seseorang yang pernah mengalami bullying pada usia anak-anak, ketika dewasa cenderung memiliki gangguan psikologis berupa kecemasan, mudah panik dan depresi, menggunakan obat-obatan terlarang, bahkan beberapa di antaranya melakukan tindakan bunuh diri. Hal yang sama juga terjadi bagi para pelaku bullying. Para pelaku
mengalami risiko peningkatan gangguan kepribadian yang cenderung anti sosial (Copeland, 2013). Smokowski dan Kopasz (2005) juga menyatakan bahwa korban bullying cenderung memiliki harga diri yang rendah serta resiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi.
Menyikapi gambaran buram kekerasan pada anak di Indonesia, KPAI mengadakan survai di 9 provinsi pada tahun 2012. Sebanyak 1026 responden anak (SD/MI, SMP/MTs dan
SMA/MA) yang berhasil ditemui dan
memberikan pengakuannya tercatat 87,6% responden anak mengaku mengalami tindak kekerasan di lingkungan sekolah. Terjadinya kekerasan di sekolah disebabkan oleh banyak hal, diantaranya sistem dan peraturan sekolah tidak memiliki perspektif perlindungan anak, selain itu siswa jarang diberikan materi tentang perlindungan anak dan pendampingan sebaya, sehingga bullying dan kekerasan terjadi di antara siswa karena rendahnya pemahaman siswa (Ihsan, 2013).
Kasus bullying tidak hanya ditemukan di kota-kota besar. Kota Surakarta yang dicanangkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) pun ternyata tidak luput dari adanya bullying di sekolah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hertinjung (2013) terhadap 212 siswa kelas 4 dan 5 dari 3 SD di Kecamatan Laweyan Surakarta, yaitu SDN Mangkuyudan 2, SDN
Bumi 2, dan SD Muhammadiyah 16
menunjukkan, bahwa sebesar 43% anak melakukan bullying verbal, bullying relasional sebesar 30% dan bullying fisik 27%.
commit to user
3
SMP Negeri 11 Surakarta adalah salah satu sekolah yang tidak terlepas dari praktek
bullying. Beberapa anak menunjukkan sikap
yang nakal, kurang bersahabat dan tidak kooperatif sehingga sering membuat keonaran dengan mengganggu siswa lain, bahkan beberapa di antaranya ada yang berkelahi. Banyak faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku bullying. Salah satunya adalah pengaruh penerimaan teman sebaya (Hurlock, 1980). Penerimaan teman sebaya merupakan tingkat dimana individu disukai atau tidak disukai oleh teman sebayanya (Rubin dkk., dalam Oberle, dkk., 2010). Menjadi individu yang disukai dan diterima dalam suatu kelompok pertemanan merupakan suatu hal yang penting pada masa remaja, karena merupakan prasyarat untuk mendapatkan
feedback dari teman sebaya dan dapat mencoba
berbagai gaya hubungan atau kepribadian yang berbeda dari masa ke masa (Adams dalam Kartika, 2005). Oleh karena itu, pada masa remaja individu menjadi lebih memperhatikan bagaimana pandangan teman sebaya terhadap diri mereka.
Remaja yang merasa telah diterima oleh teman
sebayanya akan mudah menyukai dan
menerima diri sendiri sehingga keadaan tersebut akan membantu remaja dalam proses penyesuaian diri. Sementara itu, remaja yang memiliki pengalaman dikucilkan oleh teman sebaya akan merasa sedih, stres, dan frustrasi (Santrock, 2007). Remaja yang menarik diri, ditolak oleh sebaya atau menjadi korban dan merasa kesepian, memiliki resiko untuk
mengalami depresi. Lebih jauh dijelaskan pula bahwa penolakan dan pengabaian oleh sebaya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kenakalan remaja. Oleh karena itu, remaja yang mengembangkan perilaku agresif sebagai reaksi atas penerimaan atau penolakan teman sebaya berpotensi melakukan perilaku
bullying sebagai reaksi psikologis atas
ketidakpuasan yang diterima (Priyatna, 2010).
Bullying dilakukan remaja sebagai upaya untuk
mendapatkan perhatian, penghargaan dan pengakuan dari lingkungan pergaulannya. Selain kebutuhan akan penerimaan teman sebaya, remaja juga memerlukan lingkungan yang positif untuk mendukung perkembangan sosioemosionalnya. Meskipun lingkungan sekolah merupakan faktor kedua setelah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah berperan cukup besar dalam perkembangan tingkah laku remaja. Astuti (2008) menyebutkan bahwa lingkungan sekolah yang tidak harmonis dan diskriminatif dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying. Hoy dan Miskel (1982) mendefinisikan situasi, suasana atau atmosfer suatu karakteristik
internal dalam suatu sekolah yang
membedakannya dengan sekolah lain dan mempengaruhi perilaku orang-orang di dalamnya dengan iklim sekolah.
Iklim sekolah yang positif menimbulkan adanya perasaan akan komunitas (sense of
community) yang dapat mengurangi secara
signifikan munculnya perilaku bermasalah seperti keterlibatan narkoba, kenakalan remaja dan tindak kekerasan seperti bullying (Gregory,
commit to user
4
dkk., 2011). Sementara itu, siswa yang mempersepsikan sekolah sebagai lingkungan yang tidak bersahabat, penuh dengan ketidakadilan dan tidak mendukung, akan cenderung melanggar peraturan sekolah. Mengganggu siswa lain dan melakukan perilaku bullying menjadi suatu hal yang umum terjadi di dalam lingkungan sekolah yang tidak positif. Studi lain juga menunjukkan bahwa siswa yang bersekolah di tempat yang penuh dengan konflik, dengan persepsi yang buruk terhadap lingkungan sosial akan lebih cenderung terlibat di dalam perilaku bullying (Nansel dkk., 2001).
Berdasarkan beberapa uraian yang telah disampaikan, timbul ketertarikan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta.
DASAR TEORI
A. Bullying
Bullying adalah suatu tindakan agresif
yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang
dengan sengaja menyalahgunakan
ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan untuk menyakiti atau membuat korban merasa tidak nyaman baik secara fisik maupun mental.
Bentuk-bentuk bullying terbagi atas empat kategori, yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying sosial/relasional, dan
cyberbullying (Priyatna, 2010).
B. Penerimaan Teman Sebaya
Penerimaan teman sebaya adalah suatu keadaan sejauh mana individu diterima, disukai atau dihargai oleh anggota lain dari kelompok sebaya.
Aspek penerimaan teman sebaya pada penelitian ini menggunakan aspek kombinasi dari Parker (1993) dan Kristi (1992), yaitu validation and caring, help
and guidance, intimate exchange,
companionship, kepercayaan, penghargaan
dan penghormatan.
C. Iklim Sekolah
Iklim sekolah adalah suatu kualitas atau keadaan dari lingkungan sekolah, mencakup berbagai norma, harapan, kebijakan yang dapat mempengaruhi pola perilaku individu dan kelompok di dalamnya serta menjadi sebuah karakteristik yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Aspek iklim sekolah yaitu safety,
teaching and learning, interpersonal
relationships dan institutional environment
(Nixon, 2010).
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Sampel penelitian ditentukan dengan metode stratified cluster
commit to user
5
Tabel 1. Data Sampel Uji Coba dan Penelitian
Kelas Jumlah Siswa Keterangan
VII E 33 Kelas uji coba VIII A 34 Kelas uji coba IX A 30 Kelas uji coba VII C 34 Kelas penelitian VII D 33 Kelas penelitian VIII B 30 Kelas penelitian VIII E 31 Kelas penelitian IX B 32 Kelas penelitian IX C 31 Kelas penelitian
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala bullying (jumlah aitem 23, reliabilitas 0.775), skala penerimaan teman sebaya (jumlah aitem 36, reliabilitas 0.915) dan skala iklim sekolah (jumlah aitem 39, reliabilitas 0.887) yang disusun sendiri oleh peneliti serta telah di uji-cobakan kepada sampel.
Pengumpulan data penelitian dilakukan secara klasikal dengan memanfaatkan waktu mata pelajaran bimbingan dan konseling. Waktu yang dipergunakan siswa untuk mengisi skala berkisar antara 35-40 menit.
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda dan analisis korelasi parsial. Pada penelitian ini disertakan pula hasil penghitungan sumbangan relatif dan sumbangan efektif, analisis deskriptif dan analisis tambahan yang dapat menunjang hasil penelitian.
HASIL- HASIL
A. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik, peneliti melakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai Fhitung 37,986 > Ftabel
3,05 dan p = 0,000<0,05. Hal ini berarti
bahwa terdapat hubungan antara
penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Nilai R-square sebesar 0,292 yang berarti bahwa penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah secara bersama-sama menyumbang 29,2% terhadap variabel
bullying. Nilai R = 0,541 menunjukkan
keeratan hubungan berada pada level sedang (0,400 – 0,599).
Uji hipotesis kedua dan ketiga dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi parsial. Hasil penghitungan variabel penerimaan teman sebaya dengan bullying menunjukkan hasil P (0,004) < 0,05 dan correlation = -0,208. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan rendah antara penerimaan teman sebaya dengan bullying. Arah hubungannya adalah negatif, artinya semakin baik penerimaan teman sebaya maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan.
Uji hipotesis ketiga menunjukkan hasil P (0,000) < 0,05 dan correlation = -0,354. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara iklim sekolah dengan bullying. Arah hubungan yang negatif menandakan bahwa semakin baik iklim sekolahnya, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan.
commit to user
6
B. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
1. Sumbangan Relatif
a. Penerimaan teman sebaya 32,5% b. Iklim sekolah 67,5%
2. Sumbangan Efektif
a. Penerimaan teman sebaya 9,5% b. Iklim sekolah 19,7%
c. Total sumbangan sebesar 29,2%,
sementara 70,8% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain.
C. Analisis Deskriptif
Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif
Variabel Kategorisasi Jumlah %
Bullying Rendah 171 91 % Sedang 16 9 % Tinggi 0 0 % Penerimaan Teman Sebaya Rendah 0 0 % Sedang 85 45 % Tinggi 102 55 % Iklim Sekolah Rendah 0 0 % Sedang 69 37 % Tinggi 118 63 % D. Analisis Tambahan
1. Jenis Bullying yang Dilakukan Siswa Dengan membandingkan nilai rata-rata pada tiap-tiap jenis bullying diketahui bahwa jenis bullying yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal (28%), selanjutnya bullying sosial (25%),
bullying fisik (24%) dan terakhir cyberbullying (23%).
2. Perbedaan Bullying oleh Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan
Analisis tambahan ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan bullying ditinjau dari jenis kelamin. Jenis analisis yang digunakan adalah uji t untuk sampel bebas (independent sample t-test). Nilai t-hitung > t-tabel (7,056 > 1,973) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan,
bahwa ada perbedaan rata-rata bullying antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Dari rata-rata dapat dilihat, bahwa laki-laki melakukan bullying yang lebih tinggi (33,89) daripada siswa perempuan (27,14).
Selanjutnya, diketahui pula siswa laki-laki cenderung melakukan bullying lebih tinggi pada seluruh aspek bullying dibandingkan siswa perempuan. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa laki-laki pada aspek
bullying fisik (1,377) lebih tinggi
daripada nilai rata-rata siswa perempuan (1,108). Pada aspek bullying verbal, siswa laki-laki juga menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi (1.683) dibandingkan siswa perempuan (1,326). Hal yang sama tampak pada aspek
bullying sosial, yaitu laki-laki
menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi (1,481) dibandingkan siswa perempuan (1,173). Demikian pula pada aspek
cyberbullying siswa perempuan
menunjukkan nilai yang lebih rendah (1.081) daripada siswa laki-laki (1,301).
commit to user
7
3. Perbedaan Bullying berdasarkan Tingkatan Kelas
Analisis tambahan ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan bullying ditinjau dari tingkatan kelas. Jenis analisis yang digunakan adalah uji varian satu jalan atau one way ANOVA. Hasil uji one way
ANOVA menunjukkan nilai signifikansi
sebesar 0,024 (<0,05), maka Ho ditolak.
Artinya ada perbedaan bullying antara siswa kelas VII, kelas VIII dan kelas IX. Berdasarkan hasil rata-rata diketahui pula siswa kelas VIII
menunjukkan kecenderungan
melakukan bullying lebih tinggi (32,43) dibandingkan dengan siswa kelas VII (29,29) dan kelas IX (29,34).
PEMBAHASAN
Hasil uji hipotesis menunjukkan, bahwa hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Hasil tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai Fhitung 37,986 > Ftabel
3,05 dan p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti, bahwa semakin tinggi penerimaan teman sebaya dan semakin baik iklim sekolah, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa. Hasil tersebut menunjukkan adanya kebutuhan akan penerimaan teman sebaya pada masa remaja. Penerimaan teman sebaya dan keikutsertaan remaja dalam kegiatan kelompok
dapat memperkuat citra diri dan penilaian diri yang positif sehingga remaja akan menghindari perilaku agresif seperti bullying (Hardiyanti dan Dewi, 2013). Selain itu, iklim sekolah sebagai faktor eksternal juga turut berperan dalam mengontrol bullying pada remaja. Iklim sekolah yang baik dapat menjaga remaja dari resiko pengalaman peningkatan emosi dan masalah perilaku (Loukas, dkk., 2004).
Hasil analisis data secara parsial menunjukkan, bahwa hipotesis kedua diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan teman sebaya dan bullying. Hal ini diketahui dengan melihat hasil penghitungan yang menunjukkan p-value sebesar 0,004 < p = 0,05, r = -0,208. Arah hubungannya adalah negatif, artinya semakin tinggi tingkat penerimaan teman sebaya, maka akan semakin rendah
bullying yang dilakukan. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soliha (2010) yang menyebutkan, bahwa terdapat hubungan yang negatif antara penerimaan teman sebaya dan tendensi agresivitas relasional. Sejalan dengan penelitian tersebut Wentzel (1997) menemukan, bahwa penerimaan teman sebaya memiliki hubungan yang positif dengan perkembangan akademis, fungsi sosial, dan kesejahteraan psikologis pada anak dan remaja. Sebaliknya, remaja yang sering diabaikan dan tidak diterima oleh teman-temannya akan merasa tidak nyaman dan bisa melakukan tindakan yang negatif. Pengabaian dan penolakan dari teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan yang selanjutnya
commit to user
8
berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal.
Hasil uji analisis secara parsial berikutnya menunjukkan, bahwa hipotesis yang ketiga diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta. Hasil yang diperoleh yaitu p-value sebesar 0,000 < 0,05, r = -0,354. Arah hubungannya adalah negatif karena nilai r bertanda negatif, artinya semakin positif iklim sekolahnya, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriah (2014) yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan perilaku kekerasan pada siswa SMA Negeri Karangpandan. Cross, dkk (2010) berpendapat iklim sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada siswa untuk berperilaku menyimpang. Sebaliknya, kondisi sekolah yang baik dapat meningkatkan pengetahuan, moral, dan pengalaman siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran di sekolah. Berdasarkan hasil perhitungan sumbangan relatif dan efektif dari masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat menunjukkan, bahwa iklim sekolah lebih dominan dalam mempengaruhi bullying dibandingkan dengan penerimaan teman sebaya. Lebih dominannya pengaruh iklim sekolah terhadap bullying kemungkinan disebabkan karena masalah
bullying adalah masalah sosial, yang terjadi
akibat sistem dan hasil interaksi di lingkungan
(Astuti, 2008). Masalah bullying melibatkan lebih banyak jaringan dan pihak, sehingga dalam hal ini iklim sekolah yang melibatkan lebih banyak elemen di dalamnya berperan lebih dominan terhadap terjadinya bullying pada remaja dibandingkan dengan penerimaan teman sebaya.
Hasil analisis tambahan pada penelitian ini mengungkapkan, bahwa jenis bullying yang paling banyak dilakukan adalah jenis bullying verbal, siswa laki-laki terlibat bullying lebih tinggi dibanding siswa perempuan, dan kelas VIII terlibat bullying lebih tinggi dibandingkan tingkatan kelas lainnya. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahardayani dan Ahyani (2008) yang menyatakan sebanyak 94% dari 180 remaja pernah melakukan bullying dan jenis tindakan yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal, yaitu mengejek dan memberi julukan. Keterlibatan bullying yang tinggi pada siswa laki-laki sejalan dengan temuan dari beberapa penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki kemungkinan 4 sampai 5 kali lebih besar menjadi bullies (pelaku) atau bully victim (korban bully) dibandingkan dengan anak perempuan.
Pada penelitian ini diketahui subjek yang terlibat dalam bullying menunjukkan peningkatan pada kelas VIII dan menurun pada kelas IX. Hal ini sesuai dengan penelitian Nansel, dkk (2001) yang menyebutkan bullying paling sering muncul pada kelas VI hingga kelas VIII. Pintado (2006) juga menyatakan,
commit to user
9
bahwa berdasarkan tingkatan kelas, siswa kelas delapan memiliki kecenderungan melakukan
bullying verbal lebih tinggi daripada siswa
kelas tujuh.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat diambil sebuah simpulan bahwa terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya dan iklim sekolah dengan bullying pada siswa SMP Negeri 11 Surakarta.
B. Saran
1. Untuk Siswa
Siswa diharapkan mampu
mengembangkan perilaku positif sebagai upaya agar diterima oleh lingkungan sebayanya. Siswa juga diharapkan memahami dan menyadari dampak dari perilaku bullying dan tidak ragu untuk menghentikan serta melapor kepada guru atau orang dewasa yang dipercaya, jika mengalami ataupun menjadi saksi dari tindakan bullying.
2. Untuk Guru
Guru harus bersikap serius terhadap setiap laporan bullying yang diterima dan segera mengambil langkah untuk meresponsnya. Guru juga diharapkan mampu menjadi model prososial bagi para siswanya.
3. Untuk Sekolah
Pihak sekolah diharapkan dapat menanamkan kesamaan persepsi tentang
bullying melalui pemberian informasi
secara menyeluruh mengenai bullying, dampak, dan penanganan yang harus dilakukan kepada siswa dan seluruh staf sekolah.
4. Untuk Peneliti Selanjutnya
Mengembangkan variabel psikologis lain di luar variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini, seperti faktor kepribadian maupun faktor lingkungan keluarga. Meninjau bullying dari berbagai macam sudut pandang, baik sebagai pelaku, korban, maupun
bystanders (saksi mata).
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, P. R. 2008. Meredam Bullying: 3 Cara Efektif
Mengatasi Kekerasan pada Anak. Jakarta:
Grasindo.
Coloroso, Barbara. 2006. Penindas, Tertindas, &
Penonton: Konsep Memutus Mata Rantai Kekerasan Anak. Jakarta: Serambi.
Copeland, W. E., Wolke, D., Angold, D., Costello, E. J. 2013. Adult Psychiatric Outcomes of Bullying and Being Bullied by Peers in Childhood and Adolescence. Journal of JAMA Psychiatry. 2013; 70(4): 419-426.
Cross, A. B., Gottfredson, D. C., Wilson, D. M., Rorie, M., Connell, N. 2010. Implementation Quality and Positive Experiences in AfterSchool Programs.
American Journal Community Psychology (2010)
45:370–380. Department of Criminology and Criminal Justice, University of Maryland.
Fitriah, R. N. 2014. Hubungan antara Iklim Sekolah dan Harga Diri dengan Perilaku Kekerasan pada Siswa kelas XI SMA Negeri Karangpandan. Skripsi. Surakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Gregory, A., Cornell, D., & Fan, X. 2011. The
Relationship of School Structure and Support to Suspension Rates for Black and White High
commit to user
10
School Students. American Educational Research
Journal. August 2011, Vol. 48, No. 4, pp. 904–
934.
Hertinjung, W. S. 2013. Bentuk-bentuk Bullying di Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional
Parenting 2013. Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hoy, W. K., dan Miskell. 1982. Educational
Administration: Theory, Research and Practice.
New York: Random House.
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
Ihsan, M. 2013. Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan. Laporan Monitoring dan Evaluasi
KPAI. Jakarta Pusat: Komisi Perlindungan Anak
Indonesia.
Kartika, Y. 2005. Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya pada Remaja. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Kristi, A. P. 1992. Menciptakan Kepribadian Sehat. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo.
Loukas, A., Suzuki, R., Horton, K.D. 2004. Examining the Moderating Role of Perceived School Climate in Early Adolescent Adjustment.
Journal of Research on Adolescence, 14, 2,
209-233.
Mahardayani, I. H. dan Ahyani, L. N. 2008. Identifikasi Perilaku Bullying pada Remaja di Kabupaten Kudus. Jurnal. Fakultas Psikologi: Universitas Maria Kudus.
Nansel, T. R., Overpeck, M., Pilla R. S., Ruan, W. J., Simons-Morton, B., dan Scheidt, P. 2001.
Bullying Behaviors Among US Youth: Prevalence
and Association with Psychosocial Adjustment.
Journal of the American Medical Association.
285(16), 2094-2100.
Nixon, Carol. 2010. Keeping Students Learning: School Climate and Student Support Systems. Center for
Social and Emotional Education. Vol. 1 No. 1
January 2010.
Oberle, E., Reichl, K. A., Thomson, K. C. 2010. Understanding the Link Between Social and Emotional Well-Being and Peer Relation in Early
Adolescence: Gender Specific Predictor of Peer
Acceptance. Journal of Youth
Adolescence, 39,
1330-1342. DOI: 10.1007/s10964-009-9486-9
Parker, J. G., Asher, S. R. 1993. Friendship and Friendship Quality in Middle Childhood : Links with Peer Group Acceptance and Feelings of Loneliness and Social Dissatifaction. Journal of
Developmental Psychology. America: APA Inc.
Vol. 29 No. 4 (611-621).
Pintado, I. 2006. Perceptions of School Climate and
Bullying in Middle Schools. Dissertations. USA:
University of South Florida.
Priyatna, A. 2010. Lets End Bullying: Memahami,
Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Rudi, T. 2010. Informasi Perihal Bullying. Buku digital. Diunduh pada 15 Januari 2014 dari http://bigloveadagio.wordpress.com/
Santrock, J. W. 2005. Adolescent: Perkembangan Masa
Remaja. Jakarta: Erlangga.
Smokowski, P. R. & Kopasz, K. H. 2005. Bullying in School: an Overview of Types, Effects, Family Characteristics, and Intervention Strategies.
Children & Schools Journal, 27(2), 101-110.
Soliha, U. 2010. Hubungan antara Persepsi terhadap Penerimaan Teman Sebaya dengan Tendensi Agresivitas Relasional pada Remaja Putri di SMPN 27 Semarang. Jurnal Psikologi Undip. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Wentzel, K. R. dan Caldwell, K. 1997. Friendship, Peer Acceptance, and Group Membership: Relations to Academic Achievement in Middle School. Journal
of Child Development, vol 68, number 6, pg.