• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) PADA MASA PERALIHAN PEMERINTAHAN SOEKARNO MENUJU SOEHARTO (1965-1966).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GERAKAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) PADA MASA PERALIHAN PEMERINTAHAN SOEKARNO MENUJU SOEHARTO (1965-1966)."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

GERAKAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

PADA MASA PERALIHAN PEMERINTAHAN SOEKARNO MENUJU SOEHARTO

(1965-1966)

Oleh

Sugeng Teza Bastaman

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Sugeng Teza Bastaman 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

No. Daftar FPIPS : 1519/UN.40.2.3/PL/2013

GERAKAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

PADA MASA PERALIHAN PEMERINTAHAN SOEKARNO MENUJU SOEHARTO (1965-1966)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

OLEH

SUGENG TEZA BASTAMAN 0806990

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(4)

ABSTRAK

Skripsi berjudul “Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (Hmi) Pada Masa Peralihan

Kekuasaan Soekarno Menuju Soeharto 1965-1966” berisi mengenai gerakan HMI

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan Penelitian...7

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ...7

1.5 Metode dan Teknik Penelitian ...7

1.6 Sistematika Penulisan ...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...11

2.1 Gerakan Mahasiswa ...11

2.2 Himpunan Mahasiswa Islam ...16

2.3 Pemerintahan Soekarno ...22

2.4 Pemerintahan Soeharto ...27

BAB III METODE PENELITIAN...32

3.1 Tahap Persiapan Penelitian ...34

3.1.1 Pemilihan Pengajuan Tema Penelitian ...34

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ...35

3.1.3 Proses Bimbingan ...36

3.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ...36

3.2.1 Heurisitk ...36

3.2.1.1 Sumber Tertulis ...37

3.2.1.2 Wawancara ...38

3.2.2 Kritik Sumber ...40

3.2.2.1Kritik Eksternal ...41

3.2.2.2Kritik Internal ...41

3.2.3 Interpretasi ...43

3.2.4 Historigrafi ...46

(6)

BAB IV PERAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) SEBAGAI

KEKUATAN GERAKAN 1965-1966...49

4.1 Situasi Politik Indonesia Tahun 1965-1966 ...49

4.1.1 TNI AD Pada Masa Demokrasi Terpimpin...49

4.1.2 Menguatnya Pengaruh PKI ...54

4.1.3 Perseteruan HMI Versus PKI ...56

4.1.4 Kedekatan Soekarno dan PKI ...61

4.2 Transisi Kekuasaan dari Soekarno Menuju Soeharto ...63

4.2.1 Peristiwa-Peristiwa Yang Menjadi Titik Balik Peralihan ...64

4.2.1.1 Gestapu ...64

4.2.1.2 Situasi Pasca Gestapu Memanas ...65

4.2.2 Gerakan HMI 1965-19664 ...67

4.2.2.1 Pembentukan KAMI ...68

4.2.2.2 Tuntutan KAMI ...69

4.4.2.3 KAMI Dibubarkan ...70

4.3 Pergantian Pemerintahan ...72

4.3.1 Aksi yang Mengarah Kepada Soekarno ...72

4.3.2 Supersemar, Proses Peralihan Pemerintahan ...73

4.4 Sikap HMI Terhadap Soekarno 1965-1966 ...75

4.4.1 Sikap Soekarno Terhadap HMI ...75

4.4.2 Sikap HMI Terhadap Soekarno Sebelum Gestapu ...76

4.4.3 Sikap HMI Terhadap Soekarno Pasca Gestapu...78

4.5 Sikap HMI Terhadap Soeharto 1965-1966 ...80

4.5.1 Soeharto Mulai Dikenal Pasca Gestapu ...80

4.5.2 Sikap HMI Terhadap Soeharto ...83

BAB V KESIMPULAN ...86 DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mahasiswa adalah kelompok sosial masyarakat yang mempunyai kapasitas intelektual untuk memahami kondisi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini terjadi karena mahasiswa adalah orang-orang yang mempunyai kesempatan lebih mengenyam pendidikan, sehingga kemampuan

berpikir kritis banyak dimiliki kalangan ini. Sikap kritis dalam diri mahasiswa tidak terlepas dari kondisi negara serta pemerintah yang sedang berkuasa, keresahan sosial serta dampak dari kebijakan pemerintah akan menjadi sorotan mahasiswa. Kekuasaan akan selalu diawasi dan dikritisi oleh mahasiswa, sedangkan representasi dari kekuasaan ialah pemerintahan dalam suatu negara (Indrayana, 2011: 5).

Keresahan sosial yang dimaksud biasanya berawal dari kesejahteraan rakyat, sedang kebijakan pemerintah harus bertujuan mensejahterakan rakyat. Tujuan dan tugas pemerintah terhadap rakyatnya ialah untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dalam keseluruhan dan dalam arti yang seluas-luasnya (Prodjodikoro, 1981: 31). Ketika kesejahteraan belum tercapai maka sikap kritis mahasiswa akan selalu berbuah pergerakan mahasiswa, disinilah pemerintah dituntut untuk mampu mengakomodir aspirasi mahasiswa, karena aspirasi yang tidak tertampung biasanya mengakibatkan tindakan yang anarkis dari aksi demonstrasi mahasiswa.

Gerakan mahasiswa biasanya berupa sikap mengkritik atau menolak yang direpresentasikan dalam bentuk tulisan ataupun aksi demonstrasi melalui wadah organisasi terhadap kebijakan pemerintah. Gerakan mahasiswa sebagai agen

(8)

Dalam posisinya sebagai agen kontrol sosial, mahasiswa harus bertindak objektif, logis, rasional, dan proporsional agar dapat melakukan justifikasi obyektif terhadap setiap persoalan yang terjadi dengan mengambil posisi penengah/pengontrol situasi dan keinginan masyarakat, aktivitas pergerakan mahasiswa dilihat pula sebagai salah satu ukuran kepuasan masyarakat. Mahasiswa yang mengambil posisi kontrol sosial tentu saja harus mempunyai konsensus bersama guna memahami masyarakat melalui kajian-kajian intern tiap organisasi pergerakan mengenai format Indonesia masa depan untuk kemudian

menggiring ke arah tersebut.

Format ini akan menjadi semacam visi besar mahasiswa yang harus ditegaskan kepada seluruh pelaku politik. Dalam mainframe inilah mahasiswa dapat menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosialnya dengan menggunakan

mass power dan institusional power yang dimilikinya. Kontrol sosial yang

dilakukan yakni berkaitan dengan segala hal yang terjadi di Indonesia, terutama yang berhubungan tentang tindakan atau kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara.

Menurut Nasution dalam bukunya Demokrasi Konstitusional, demokrasi adalah nilai-nilai dan norma-norma yang harus menjiwai dan mencerminkan keseluruhan proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Nasution, 2011: 5). Demokrasi berarti pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perwakilan), setelah adanya proses pemilihan umum yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Darmawan, 2009: 1). Penguasa utama dalam negara demokratis adalah pemilik kuasa : rakyat (Indrayana, 2011: 9). Negara yang demokratis akan mengakomodir gerakan mahasiswa menjadi salah satu aspirasi rakyat karena mahasiswa merupakan salah satu komponen rakyat.

(9)

dalamnya. Salah satu organisasi pergerakan mahasiswa tertua di Indonesia adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI bermula dari Yogyakarta, berawal dari beberapa kalangan mahasiswa diprakarsai oleh lafran pane seorang mahasiswa STI yang menyadari akan kebutuhan rohani dari tiga kampus besar dikota pelajar tersebut yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI), dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada. Berdiri 14 Rabiulawal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947 (Sitompul, 1994: 11-12).

HMI merupakan organisasi yang telah lama berdiri, banyak hal yang telah

dilakukan dalam mengikuti jejak langkah Bangsa Indonesia. HMI lahir tanpa campur tangan pihak manapun, dicetuskan oleh mahasiswa sendiri. Organisasi ini lahir di ruang kuliah, di tengah semangat kebangsaan yang tinggi. Politik, sosial, ekonomi, agama dan kebudayaan turut mematangkan keberadaannya di tengah-tengah bangsa.

HMI yang telah lama menjadi organisasi pergerakan terus berkembang menjadi organisasi besar, memiliki jaringan luas dari daerah hingga nasional, dengan berbagai cabang di hampir tiap kabupaten/kota dan dengan umur yang sudah puluhan tahun berkecimpung didunia pergerakan mahasiswa, HMI kini sudah memiliki alumni yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dengan perannya masing-masing. Banyak alumni HMI yang mendapat peran penting dalam dunia pemerintahan. Baik sebagai elit pusat maupun daerah. Sekarang siklus kembali berputar. Alumni HMI yang sudah berperan dalam lingkup pemerintah tersebut tentunya akan dikawal juga oleh HMI yang masih aktif sebagai mahasiswa.

Kondisi demikian dapat dimanfaatkan untuk melakukan perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. HMI sebagai organisasi kader tidak hanya berkutat pada perdebatan soal konsep dan ideologi. Tetapi juga bergerak

(10)

Pada 1960-an, HMI dihadapkan dengan pengaruh komunisme yaitu ideologi yang bertolak belakang dengan HMI. Dampak dari perbedaan ideologi yang sangat kuat antara pemahaman anti Tuhan dari dasar filsafat komunis dengan pemahaman keislaman dari organisasi HMI menjadikan PKI dan HMI selalu dalam posisi berseberangan. Pertengahan tahun 1965 saat PKI kembali menjadi partai yang besar, perseteruan dengan HMI kembali muncul. Pada masa ini posisi menjadi terbalik, HMI adalah pihak yang ingin dibubarkan oleh PKI. Ini dibuktikan saat ceramah D.N. Aidit di depan masa dan underbouw PKI tanggal 13

Maret 1965, Ia mengatakan : “Seharusnya tidak ada keraguan untuk

membubarkan HMI. Saya menyokong penuh tuntutan pemuda, pelajar dan mahasiswa yang menuntut pembubaran HMI” (Sitompul, 2008: 211).

PKI sangat gigih berusaha membubarkan HMI, kegigihan ini tidak terlepas dari keberadaan HMI yang menganut ideologi berlawanan dengan PKI dan tentu berbeda garis politik secara nasional. Pada saat itu PKI sebagai partai mempunyai kekuatan yang sangat besar, lebih dari 27 juta rakyat Indonesia dinyatakan sebagai anggota PKI atau organisasi-organisasi massanya (Ricklefs, 2007: 425). Dalam situasi ini HMI melakukan lobi politik melalui banyak tokoh yang bersimpati terhadap HMI, baik kalangan militer, politisi, maupun tokoh-tokoh agama (Sitompul, 2008: 211).

Pada tanggal 30 September malam – pagi 1 Oktober 1965 ketegangan meletus karena terjadinya suatu percobaan kudeta di Jakarta (Ricklefs, 2007: 425). Kudeta ini mengawali runtuhnya kekuatan PKI dan melahirkan gerakan mahasiswa yang diprakarsai oleh HMI bertujuan menumpas PKI dan menggugat kekuasaan Soekarno. Badan koordinasi aksi mahasiswa, yang terbentuk dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), dimana HMI sebagai tulang punggungnya, dibentuk 25 Oktober 1965 dengan restu Menteri Perguruan Tinggi

dan Ilmu Penegetahuan (PTIP) dengan tujuan utama menumpas habis PKI (Sitompul, 2008: 215).

(11)

Januari 1966 terus berlanjut dengan dukungan tentara, KAMI berseberangan dengan Soekarno yang tak kunjung menyampaikan “solusi politik” berkaitan dengan percobaan kudeta yang diduga dilakukan oleh PKI (Wardaya, 2009: 77).

HMI melalui KAMI pada saat itu menjadi salah satu kekuatan politik yang tidak bisa diremehkan. Dengan kekuatan gerakan aksi mahasiswa, KAMI mengutarakan pokok perjuangan yang dituangkan dalam Tri Tuntutan Rakyat (disingkat; Tritura) yang meliputi: 1) pembubaran PKI untuk jangka pendek; konsekuensi logis untuk jangka panjang ialah pernyataan perang terhadap setiap

bentuk dominasi kekuatan tertentu yang ingin memenangkan kehendak golongan tertentu; 2) penurunan harga, yang pada waktu pencetusan Tritura mempunyai esensi penurunan tingkat harga kebutuhan pokok sehari-hari secara nominal. Konsekuensi logis untuk jangka panjang ialah rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi; 3) pembubaran atau perombakan Kabinet Dwikora dengan sasaran jangka panjang berupa pemerintahan yang efisien, kompak dan efektif.

Menanggapi tuntutan mahasiswa pada tanggal 21 Februari 1966, Soekarno merombak Kabinet Dwikora dan mengantinya menjadi “Kabinet Dwikora yang disempurnakan”. Dalam kabinet ini Nasution dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan, oleh Soekarno dua orang yang dicurigai terlibat dalam insiden berdarah 1 Oktober 1965 yakni Omar Dhani dan Soebandrio dipertahankan dalam Kabinet (Wardaya, 2009: 77). Melihat pencopotan Nasution dan dipertahankannya orang-orang “kiri” dalam kabinet mahasiswa malah merasa kecewa (Wardaya, 2009 : 77).

Hari pelantikan kabinet yakni tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa melalui KAMI dimana HMI menjadi penggeraknya mengadakan demontrasi besar-besaran di seputar Istana Negara, sehingga sejumlah menteri harus datang dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter (Wardaya, 2009: 78). Dalam

(12)

tembok-tembok di Bogor dan khususnya di rumah Hartini (istri Soekarno) dicoret-coret dengan tulisan yang menyatakan bahwa Hartini adalah “pelacur” (Wardaya, 2009: 65). Soekarno semakin geram dengan aksi mahasiswa yang dipelopori KAMI karena semakin mengarah pada dirinya, dalam pidatonya Soekarno sempat menyinggung pamflet yang yang menuduhnya sebagai pengkhianat bangsa karena mahasiswa telah menuduhnya mendukung Gerakan 30 September (Wardaya, 2009: 66).

Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang dikeluarkan Soekarno tahun

1966 peristiwa dimana Soekarno memandatkan wewenang eksekutif kepada Soeharto merupakan awal terjadinya pergantian kekuasaan dari Soekarno menuju Soeharto. Dikeluarkannya surat perintah tersebut tidak terlepas dari tekanan demonstrasi mahasiswa kepada Soekarno untuk segera membenahi masalah yang termuat dalam tritura.

Kajian mengenai gerakan mahasiswa memang menarik untuk diketahui, mengingat mahasiswa merupakan salah satu elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa ini. Hal ini tentu saja sangat beralasan mengingat

bagaimana pentingnya peran mahasiswa yang selalu menjadi aktor perubahan

dalam setiap momen bersejarah di Indonesia dan HMI merupakan salah satu

organisasi mahasiswa yang mempunyai andil dalam dunia pergerakan mahasiswa

di Indonesia.

Berdasarkan pemaparan yang sudah diuraikan, maka peneliti bermaksud mengangkat peristiwa tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul :

Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pada Masa Peralihan Pemerintahan Soekarno Menuju Soeharto (1965-1966).

1.2 Rumusan Masalah

Masalah secara umum adalah “Bagaimana gerakan Himpunan Mahasiswa

Islam (HMI) pada masa peralihan pemerintahan Soekarno menuju Soeharto (1965-1966)?” adapun rumusan dan pembatasan masalah secara rinci adalah sebagai berikut:

(13)

2. Bagaimana proses peralihan pemerintahan Soekarno menuju Soeharto ? 3. Peristiwa-peristiwa penting apakah yang terjadi saat peralihan kekuasaan

Soekarno menuju Soeharto?

4. Bagaimana Sikap HMI terhadap Soekarno tahun 1965-1966? 5. Bagaimana Sikap HMI terhadap Soeharto tahun 1965-1966?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian secara

umum adalah untuk mengetahui gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masa peralihan pemerintahan Soekarno menuju Soeharto (1965-1966). Adapun rincian tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan situasi politik nasional antara tahun 1965-1966

2. Mendeskripsikan proses peralihan pemerintahan Soekarno menuju Soeharto 3. Menjelaskan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi saat peralihan kekuasaan

Soekarno menuju Soeharto

4. Mendeskripsikan bagaimana Sikap HMI terhadap Soekarno 5. Mendeskripsikan bagaimana Sikap HMI terhadap Soeharto

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian secara khusus yang penulis harapkan adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi dan referensi dalam mengetahui Sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia

2. Penelitian ini diharapkan menjadi media pengetahuan perjalanan mahasiwa pergerakan bagi seluruh mahasiswa

3. Penelitian ini diharapkan memberi semangat baru pada penulis dalam mempelajari dunia pergerakan mahasiswa

1.5 Metode dan Teknik Penelitian

(14)

1. Heuristik

Di dalam heuristik, peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dan sesuai dengan masalah yang diangkat oleh peneliti. Sumber-sumber tersebut berasal dari Sumber-sumber buku, hasil browsing internet dan wawancara. 2. Kritik

Setelah tahap mencari dan mengumpulkan sumber, berikutnya peneliti melakukan kritik atas sumber, yaitu dengan melakukan analisis terhadap sumber yang telah peneliti peroleh apakah sesuai dengan masalah. Pada tahap ini, kritik yang

dilakukan dibagi menjadi dua, Eksternal dan Internal. Kritik Eksternal ditunjukan untuk melihat orientasi sumber. Dalam kritik Eksternal dipersoalkan tokoh yang menjadi sumber lisan, umur, daya ingat. Sedangkan dalam kritik Internal lebih ditunjukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan perbuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Pada tahap ini peneliti membandingkan isi dari buku satu dengan buku yang lainnnya apakah ada kesesuaian dengan masalah yang peneliti angkat.

3. Interpretasi

Tahap yang ketiga adalah interpretasi, dalam tahap ini penelisi melakukan proses penafsiran dan menyusun makna kata-kata yang diperoleh setelah proses kritik sumber dengan cara menghubungkan satu fakta dengan yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang sejarah gerakan Himpunan Mahasiswa Islam. Di dalam Interpretasi juga terdapat eksplanasi yaitu penjelasan.

4. Historiografi

Tahap terakhir dalam metode historis adalah historiografi, yakni proses penelitian yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya mengenai Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pada Masa Peralihan Pemerintahan Soekarno Menuju Soeharto (1965-1966).

(15)

ditemukan, dianalisis, ditafsirkan kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan yang ilmiah sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia (Ismaun, 1992: 125-131).

Dalam upaya mengumpulkan bahan untuk keperluan penyusunan proposal skripsi, penulis melakukan teknik penelitian dengan menggunakan studi literatur, teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang dapat menunjang penelitian.

Pada penelitian skripsi ini, peneliti pun menggunakan teknik studi literatur atau studi kepustakaan dan wawancara, antara lain :

1. Studi Literatur

Studi litelatur digunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dengan mempelajari buku-buku, artikel-artikel, majalah, dan koran dapat membantu peneliti dalam memecahkan masalah yang akan dikaji.

2. Wawancara

Teknik ini dilakukan dengan cara berkomunikasi dan berdikusi dengan pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Penyusunan skripsi ini akan dilakukan beberapa wawancara, diantaranya dengan pengurus dan kader Himpunan Mahasiswa Islam angkatan tahun 1965-1966 yang saat itu memiliki andil dalam gerakan HMI.

Untuk selengkapnya, pembahasan mengenai metode dan teknik penelitian akan di bahas dalam bab III.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan dalam skripsi ini tersusun menurut sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metodologi dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

(16)

pembahasan karya-karya tersebut sehingga penelitian skripsi ini dapat melengkapi apa yang belum ada dari buku-buku tersebut.

Bab III Metode Penelitian pada bab ini akan dibahas langkah-langkah metode dan teknik penelitian yang penulis gunakan dalam mencari sumber, cara pengolahan sumber serta analisis dan cara penulisannya. Metode yang dipakai adalah metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi, sedangkan teknik penelitian menggunakan teknik studi literatur atau studi kepustakaan dan wawancara.

Bab IV Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam Pada Masa Peralihan Pemerintahan Soekarno Menuju Soeharto (1965-1966), pada bab ini akan mencakup tentang uraian yang berisi penjelasan-penjelasan terhadap aspek-aspek yang ditanyakan dalam perumusan masalah sebagai bahan kajian. Pembahasan dalam bab ini terbagi menjadi lima sub pokok bahasan yang meliputi pembahasan mengenai, situasi politik nasional antara tahun 1965-1966, proses peralihan pemerintahan Soekarno menuju Soeharto, peristiwa-peristiwa penting apakah yang terjadi saat peralihan kekuasaan Soekarno menuju Soeharto, sikap HMI terhadap Soekarno, dan sikap HMI terhadap Soeharto.

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi yang diambil. Metode yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab permasalahan tentang gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masa peralihan Pemerintahan Soekarno menuju Soeharto (1965-1966) adalah metode

historis atau metode sejarah dengan menggunakan studi litelatur, dilakukan dengan membaca dan mengkaji buku-buku, artikel, arsip, dokumen dan beberapa karya ilmiah lainnya yang menunjang dengan penelitian ini, selain itu peneliti melakukan wawancara dengan beberapa orang yang relevan dijadikan narasumber untuk dapat melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Menurut Sukardi (2003: 203) dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan, Penelitian sejarah adalah salah satu penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematik, berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab, pengaruh atau perkembangan kejadian yang mungkin membantu dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang.

Menurut Kuntowijoyo (2003: xii), metode sejarah merupakan petunjuk khusus tentang bahan, kritik, interpretasi, dan penyajian sejarah. Adapun pengertian metode historis menurut Gottschalk (1986: 32) yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta yang telah diperoleh. Sementara Sjamsuddin (1996: 63) mengartikan metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana

(18)

Adapun beberapa tahapan dalam penelitian sejarah ini mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penelitian sejarah, menurut Ismaun (1992: 125-136), mengandung empat tahapan penting, yaitu:

1. Heuristik (Pengumpulan sumber-sumber sejarah)

Heuristik merupakan sebuah usaha untuk mencari sumber-sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian.

2. Kritik atau Analisis Sumber

Kritik sejarah atau kritik sumber yaitu peneliti melakukan penilaian terhadap

sumber baik isi ataupun bentuknya.

3. Interpretasi (Menafsirkan Sumber Sejarah)

Interpretasi adalah kegiatan melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah yang diperoleh dari sumber sejarah selama kegiatan penelitian berlangsung.

4. Historiografi (Penelitian Sejarah)

Historiografi disebut juga penelitian sejarah, merupakan tahap akhir dalam penelitian sejarah. Historiografi adalah upaya menyusun dan mengolah fakta yang ditemukan sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh, yang tersusun dalam bentuk karya tulis, menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan disertai dengan penggunaan tata bahasa penelitian yang baik dan benar.

Pendekatan historis yang dipilih oleh peneliti dalam penyusunan skripsi ini didukung pula dengan penggunaan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan yang menggunakan satu disiplin ilmu yang dominan, yang ditunjang atau dilengkapi oleh ilmu-ilmu sosial lainnya sebagai pelengkap, sehingga dalam hal ini, sejarah menggunakan konsep-konsep ilmu sosial sebagai alat analisisnya (Sjamsuddin, 1996: 222).

Beberapa konsep dari ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan politik,

(19)

lain seperti sejarah, memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi, sehingga pemahaman tentang masalah tersebut, baik keleluasaan maupun kedalamannya akan semakin jelas.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memaparkan berbagai langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian sehingga dapat menjadi karya tulis ilmiah yang sesuai dengan ketentuan keilmuan. Langkah-langkah yang dilakukan terbagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan pelaporan penelitian.

3.1 Persiapan Penelitian

Tahap ini merupakan kegiatan awal bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Adapun beberapa langkah yang ditempuh oleh peneliti pada tahap ini adalah sebagai berikut.

3.1.1 Pemilihan dan Pengajuan Tema Penelitian

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian adalah menentukan tema atau memilih topik penelitian. Proses pemilihan tema dilakukan setelah peneliti mengikuti perkuliahan, serta membaca berbagai literatur-literatur sejarah yang peneliti dapatkan dengan mengunjungi berbagai perpustakaan. Peneliti juga melakukan konsultasi dengan beberapa dosen pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah mengenai tema-tema yang bisa dijadikan kajian dalam skripsi. Setelah bebarapa waktu peneliti mencari dan memilih tema yang didapat dengan jalan membaca buku-buku bertemakan sejarah dan melalui diskusi-diskusi kecil yang dilakukan peneliti dengan teman mahasiswa. Sehingga kemudian pada akhirnya peneliti memilih kajian mengenai Sejarah Nasional Indonesia yaitu mengenai gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masa peralihan Pemerintahan Soekarno menuju Soeharto (1965-1966).

Judul tersebut kemudian diajukan kepada Tim Pertimbangan dan

(20)

tersebut, dengan artian bahwa tema tersebut belum ada yang mengkajinya atau layak untuk dikaji atau diteliti. Judul skripsi yang diajukan adalah gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masa peralihan Pemerintahan Soekarno menuju Soeharto (1965-1966).

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Penyusunan rancangan penelitian merupakan tahap kedua yang harus dilaksanakan setelah mengajukan tema penelitian. Rancangan penelitian yang berupa proposal penelitian merupakan salah satu prosedur yang harus dipenuhi

oleh peneliti sebelum melakukan penelitian. Usulan penelitian yang berupa proposal penelitian, sebelumnya diajukan terlebih dahulu pada Dr. Agus Mulyana, M.Hum seperti yang diusulkan oleh Drs. Ayi Budi Santoso, M.Si selaku Ketua TPPS. Setelah mendapat rekomendasi untuk segera diseminarkan dari Dr. Agus Mulyana, M.Hum kemudian usulan penelitian tersebut diserahkan kepada TPPS untuk dipresentasikan dalam seminar.

Setelah proposal tersebut mendapat persetujuan, maka pengesahan untuk penyusunan skripsi ini dikeluarkan melalui surat keputusan (SK) Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan sekaligus penentuan calon pembimbing I dan pembimbing II. Pada dasarnya sistematika dari proposal penelitian ini memuat judul penelitian, tujuan penelitian serta pembahasan tinjauan pustaka yang didalamnya berisi daftar literatur dan konsep-konsep penting yang digunakan oleh peneliti dalam pembahasan masalah, dan juga dipaparkan secara singkat mengenai metodologi penelitian dan yang terakhir adalah sistematika penelitian.

Proposal penelitian skripsi yang telah disusun oleh peneliti, kemudian diseminarkan pada Agustus 2012. Seminar diselenggarakan dan mendapat Surat Keputusan No.067/TPPS/JPS/PEM/2012. Judul skripsi yang disetujui adalah gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masa peralihan Pemerintahan

(21)

M.Hum, Drs. Ayi Budi Santoso, M.Si, serta Andi Suwirta, S.Pd., M.Hum. Seminar yang diselenggarakan, selanjutnya menentukan pula pembimbing I dan II, yaitu Dr. Agus Mulyana, M.Hum sebagai pembimbing I dan Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum sebagai pembimbing II.

3.1.3 Proses Bimbingan

Pada tahap ini, peneliti mulai melaksanakan proses bimbingan, baik dengan pembimbing I yaitu Dr. Agus Mulyana, M.Hum dan Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum selaku pembimbing II yang sesuai dengan ketetapan dalam seminar

proposal. Proses bimbingan dilakukan melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini peneliti lakukan agar terjalin komunikasi yang baik antara peneliti dan pihak pembimbing berkenaan dengan permasalahan dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti beranggapan bahwa tahapan ini sangat diperlukan untuk dapat menemukan langkah yang paling tepat dalam proses penyusunan skripsi, dengan jalan berdiskusi dan bertanya mengenai permasalahan yang sedang dikaji serta untuk mendapatkan petunjuk/arahan mengenai penelitian skripsi maupun dalam melaksanakan proses penelitian. Setiap hasil penelitian dan penelitian diajukan pada pertemuan dengan masing-masing pembimbing dan tercatat dalam lembar bimbingan.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan faktor terpenting dari proses penelitian dalam rangka mendapatkan data dan fakta yang diperlukan. Langkah awal dalam tahapan ini dibagi kedalam beberapa bagian yaitu sebagai berikut.

3.2.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Pada tahap heuristik yaitu tahap pengumpulan data yamg relevan dengan

masalah penelitian. Menurut Helius Sjamsuddin (1996: 73) sumber sejarah

(historical sources) merupakan segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung

(22)

peningalan-peninggalan (relics or remain) dan kedua catatan-catatan (records) yang terbagi ke dalam catatan tertulis dan lisan.

Sumber sejarah yang peneliti gunakan dalam penelitian ini berupa catatan tertulis berupa buku, dokumen, dan surat kabar yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Adapun metode yang digunakan dalam rangka mencari sumber tertulis ini, seperti yang telah disebutkan pada awal bab adalah melalui studi literatur. Studi literatur ini dilakukan dengan cara membaca sejumlah literatur yang berupa buku, majalah, surat kabar, artikel, dokumen, serta

catatan-catatan lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian sedangkan sumber lisan didapatan dari wawancara terhadap pelaku sejarah.

3.2.1.1 Sumber Tertulis

Pada tahap heuristik ini dilakukan pengumpulan sumber-sumber tertulis dilakukan dengan jalan mengunjungi perpustakaan-perpustakaan kampus, dan perpustakaan-perpustakaan umum yang sesuai dengan judul yang dikaji ataupun dengan jalan mengunjungi beberapa toko buku, seperti.

1. Di Perpustakaan UPI, sebagai tempat pencarian sumber tertulis untuk pertama kalinya dilakukan peneliti pada Agustus 2012 yaitu dengan membaca skripsi yang sudah ditulis sebelumnya mengenai sejarah pergerakan mahasiswa. 2. Kantor Sekretariat HMI Cabang Bandung dilakukan pada bulan Agustus 2012,

peneliti mendapatkan berbagai sumber yang berkaitan dan membahas tentang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

3. Perpustakaan Daerah yang berada di Jln. Soekarno-Hatta, pada kunjungan tanggal 28 September 2012, di perpustakaan tersebut peneliti memperoleh sumber-sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan pergerakan mahasiswa, PKI dan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.

4. Di Perpustakaan Museum Konfrensi Asia Afrika (KAA), pada kunjungan

tanggal 13 Oktober 2012 peneliti mendapatkan sumber berupa buku yang menulis mengenai pergerakan mahasiswa Bandung.

(23)

koleksi dari para sahabat untuk melengkapi sumber buku mengenai sejarah pemerintahan akhir Soekarno dan pemerintahan awal Soeharto.

6. Penelusuran juga dilakukan melalui internet (browsing) yang dilakukan untuk mendapatkan tambahan informasi agar dapat mengisi kekurangan-kekurangan dari sumber-sumber buku.

3.2.1.2 Wawancara

Pada tahapan ini, peneliti mulai mencari pelaku dan saksi yang dianggap dapat memberikan informasi untuk menjawab permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian skripsi ini. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan beberapa orang yang dianggap memiliki informasi mengenai gerakan HMI tahun 1965-1966, teknik wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap sumber tertulis (Kuntowijoyo, 2003: 74). Teknik wawancara ini berkaitan erat dengan penggunaan sejarah lisan (oral history), seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2003) bahwa:

Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali permasalahan sejarah bahkan zaman modern ini yang tidak tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolong. selain sebagai metode, sejarah lisan juga dipergunakan sebagai sumber sejarah (Kuntowijoyo, 2003: 28-30).

Adapun proses wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara langsung yaitu dengan mendatangi ke tempat tinggal para narasumber setelah adanya kesepakatan terlebih dahulu mengenai waktu dan tempat dilakukannya wawancara. Teknik wawancara individual ini dipilih mengingat kesibukan

narasumber yang berbeda satu sama lainnya, sehingga kurang memungkinkan untuk dilaksanakannya wawancara secara simultan.

Pada umumnya pelaksanaan wawancara dibedakan dua jenis, yaitu:

(24)

terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya dengan maksud untuk mengontrol dan mengukur isi wawancara supaya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan. Semua responden yang diseleksi untuk diwawancarai diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan tata urutan yang seragam. 2. Wawancara tidak terstruktur atau tidak terencana adalah wawancara yang

tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang tetap yang harus dipatuhi peneliti (Koentjaraningrat, 1994: 138).

Kebaikan penggabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur adalah tujuan wawancara lebih terfokus, data lebih mudah diperoleh serta narasumber lebih bebas untuk mengungkapkan segala sesuatu yang diketahuinya.

Dalam teknis pelaksanaannya, peneliti menggabungkan kedua cara tersebut, yaitu dengan mencoba menyususun daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, kemudian diikuti dengan wawancara yang tidak terstruktur, yaitu peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan

pertanyaan sebelumnya dengan tujuan untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang berkembang kepada narasumber yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

Narasumber ialah orang yang menjadi pelaku langsung gerakan mahasiswa, pengurus HMI periode 1965-1966 dan kader HMI tahun 1960-an. Dalam menentukan narasumber yang diwawancara, peneliti melakukan kategorisasi kepada setiap narasumber agar memperoleh sumber informasi yang tepat untuk dimasukkan dalam penelitian skripsi ini. Kategori narasumber ini dilakukan menjadi dua, yaitu pelaku dan saksi. Pertama, pelaku, mereka adalah pelaku dalam pergerakan mahasiswa 1965-1966. Kedua, saksi, saksi adalah mereka yang mengetahui atau mengamati bagaimana peristiwa itu terjadi, seperti narasumber yang aktif sebagai kader HMI pada masa itu .

(25)

melakukan sebuah kontak dan janji, dari janji disepakati untuk melakukan sebuah pertemuan di rumah beliau, sehingga proses wawancara yang terjadi begitu terfokus terhadap permasalahan yang peneliti kaji. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap kader HMI Jakarta yang saat itu mengikuti aksi-aksi KAMI yaitu Ibu Warnida Anom dan juga wawancara terhadap suaminya Bapak Gambar Anom yang saat itu merupakan kader HMI Yogyakarta dan sekaligus menjadi anggota KAMI Yogyakarta. Peneliti mengajukan pertanyaan mengenai kondisi yang terjadi didalam tubuh HMI yang menggerakan kadernya untuk melakuakan

demonstrasi terhadap kekuasaan Soekarno.

Narasumber selanjutnya adalah Bapak Fadel Muhammad. Alasan peneliti memilih beliau dikarenakan tokoh tersebut merupakan salah tokoh yang menjadi saksi peristiwa pergerakan mahasiswa karena beliau adalah kader HMI yang aktif pada saat itu. Dalam proses wawancara, peneliti menggunakan proses wawancara terukur, ini karena peneliti hanya bisa sekali bertemu dengan beliau, mengingat jauhnya jarak dan terbatasnya biaya. Adapun proses pertemuan dengan beliau yaitu dengan cara membuat janji dan mendatangi rumah beliau. Pertanyaan yang peneliti ajukan adalah seputar kondisi yang terjadi pada saat pergerakan mahasiswa 1965-1966.

Narasumber terakhir adalah Rully Chaerul Azwar, seorang anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pemasalahan pendidikan, beliau merupakan mahasiswa pergerakan HMI tahun 1970an. Alasan peneliti mewawancarai beliau adalah karena beliau merupakan anggota DPR dari komisi yang membidangi permasalahan pendidikan. Maka pentingnya wawancara dengan beliau adalah untuk mengetahui perspektif gerakan mahasiswa dari seorang Wakil Rakyat.

3.2.2 Kritik Sumber

Setelah melakukan kegiatan pengumpulan sumber, tahap selanjutnya

(26)

karena hal ini akan menjadikan karya sejarah sebagai sebuah produk dari proses ilmiah itu sendiri yang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Proses kritik sumber merupakan penggabungan dari pengetahuan, sikap ragu-ragu (skeptis), menggunakan akal sehat dan sikap percaya begitu saja (Jacques dan Henry F. Graff dalam Sjamsuddin, 1996: 104).

3.2.2.1 Kritik Eksternal

Kegiatan ini berhubungan dengan otentitas atau keaslian sumber sejarah dari penampilan luarnya (fisik) (Kuntowijoyo, 1997: 99). Pada dasarnya kritik ini

digunakan untuk memeriksa otentitas sumber asli sejarah yang biasanya berupa dokumen atau arsip.

Kritik eksternal terhadap dokumen adalah untuk meneliti sumbernya. Suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal muasalnya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 1996: 105). Namun, kritik eksternal terhadap dokumen ini tidak dilakukan oleh peneliti karena peneliti tidak menggunakan dokumen sebagai sumber penelitian.

3.2.2.2 Kritik Internal

Kritik internal merupakan kegiatan meneliti atau menguji aspek isi dari sumber yang didapatkan, sebagaimana dikemukakan Helius Sjamsuddin bahwa

kritik internal menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber dengan

mengadakan evaluasi terhadap kesaksian/tulisan dan memutuskan kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak (Sjamsuddin, 1996: 111).

Dalam melakukan kritik internal terhadap sumber tertulis, berupa buku-buku referensi, peneliti membandingkannya antara buku-buku yang satu dengan buku-buku yang lainnya. Sedangkan, untuk sumber tertulis berupa dokumen-dokumen,

peneliti berbekal kepercayaan terhadap pihak instansi tersebut bahwa sumber tersebut asli.

(27)

maupun peneliti yang berlatarbelakang akademis, sama-sama memberikan kontribusi dalam penelitian skripsi ini, serta membantu peneliti dalam menilai dan melakukan kritik eksternal dan internal keseluruhan sumber yang dipakai dilihat dari ruang lingkup dan pokok bahasannya, maka peneliti mencoba untuk mengelompokkannya ke dalam tiga kelompok yaitu.

1. Sumber yang khusus membahas tentang HMI, diantaranya sumber yang ditulis oleh Agussalim Sitompul yaitu yang berudul : Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam (1994), Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah

Perjuangan Bangsa Indonesia (2008), HMI : Mengayuh Diantara Cita dan Kritik (2008) dan Usaha-usaha Mendirikan Negara Islam dan Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia (2008).

2. Sumber yang membahas tentang PKI terutama dari tahun 1948 sampai tahun1960-an diantaranya adalah Fic (2005), Redaktur Great Publisher (2009), Wardaya (2009).

3. Sumber yang membahas mengenai pemberitaan Soekarno dan Soeharto dari berbagai bidang kehidupan di antaranya adalah tulisan Martowidjojo (1990), Sjamsuddin (1993), Crouch (1999), Feith (1995), Anwar (2006), Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (1993), Ricklefs (2005), Soebijono (1995), Susilo (2009), Wardaya (2009), Yusufpati (2007).

Pengklasifikasian juga untuk mempermudah peneliti dalam memahami dan sekaligus menilai sumber dari perspektif yang berbeda. Sehingga dari topik yang sama akan terlihat persamaan dan perbedaannya serta apa yang menjadi titik berat seorang peneliti dalam tulisannya serta sejauh mana unsur subjektifitas peneliti dengan latar belakang institusi yang diwakilinya.

Peneliti menemukan buku yang mempunyai kesamaan topik namun berbeda perspektif, yaitu buku karya Susilo yang berjudul Soeharto : Biografi

Singkat 1921-2008, buku ini lebih banyak membahas tentang keburukan dan

(28)

mengetahui tapi membiarkan peristiwa tersebut (Susilo, 2009: 80). Selain itu, buku ini menjelaskan tentang Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang keluar di tahun 1966 dianggap merupakan sebuah tekanan kepada Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Kontroversi perihal Supersemar berkaitan dengan cara penyampaian surat tersebut. Supersemar diberikan bukan atas prakarsa Soekarno, melainkan diberikan dibawah tekanan yang datang dari Angkatan Darat dan demonstrasi mahasiswa (Susilo, 2009: 82). Sedangkan buku karya Yusufpati yang berjudul HM Soeharto : Membangun Citra Islam, buku

karya Soebijono yang berjudul Dwifungsi ABRI : Perkembangan dan Peranannya

dalam Kehidupan Politik di Indonesia serta buku karya Effendy yang berjudul

Beringin Membangun : Sejarah Politik Partai Golkar adalah buku-buku yang

lebih membahas tentang citra baik Soeharto, dukungan terhadap Soeharto serta kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan Soeharto baik dalam kehidupan pribadi maupun secara politik. Unsur subjektif sangat terasa dalam buku-buku ini dan bisa ditafsirkan Soehartosentris.

Kritik internal juga dilakukan dalam menganalisis dan mengkaji mengenai hasil dari wawancara. Sebelum melakukan teknik wawancara, peneliti terlebih dahulu menganalisa dua hal dari saksi yaitu:

1. Apakah ia mampu memberikan kesaksian, kemampuan itu antara lain berdasarkan kehadirannya pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa.

2. Apakah ia mampu memberi kesaksian yang benar. Hal tersebut menyangkut kepentingan peneliti terhadap peristiwa tersebut. Kita harus mengetahui apakah ia mempunyai alasan untuk menutup-nutupi sesuatu peristiwa bahkan melebih-lebihkannya atau tidak.

Dalam mengkritik hasil teknik wawancara maka peneliti membagi menjadi dua bagian. Pertama, mengidentifikasi narasumber yang diwawancarai apakah ia

(29)

Setelah melakukan kritik sumber, peneliti melaksanakan tahap interpretasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengolah, menyusun, dan menafsirkan fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya. Kemudian fakta yang telah diperoleh tersebut dirangkaikan dan dihubungkan satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dimana peristiwa yang satu dimasukkan ke dalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya (Ismaun, 1992: 131) atau menurut Kuntowijoyo, interpretasi merupakan kegiatan analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) data-data yang telah diperoleh (1997:

100).

Penafsiran dilakukan dengan jalan mengolah beberapa fakta-fakta yang telah dikritisi dan merujukan beberapa referensi yang dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar dalam penyusunan skripsi ini. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam tahap ini, peneliti mencoba menyusun fakta-fakta dan menafsirkannya dengan cara saling dihubungkan dan dirangkaikan, sehingga akan terbentuk fakta-fakta yang kebenarannya telah teruji dan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang dikaji mengenai gerakan HMI dan dampaknya terhadap perubahan kekuasaan di Indonesia pada tahun 1965-1966.

Dalam mengkaji permasalahan dalam skripsi ini peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner, yaitu pendekatan dengan memakai disiplin-disiplin ilmu yang berasal dari satu rumpun ilmu sosial, dengan ilmu sejarah sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan, yaitu dengan menggunakan konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu sosiologi dan politik. Dengan menggunakan pendekatan ilmu tersebut, maka kita akan dapat mengkaji peristiwa yang menjadi permasalahan dengan sudut pandang sosiologi dan politik. Misalnya perubahan apa yang terlihat pada rakyat Indonesia sebagai dampak dari perubahan kekuasaan di Indonesia.

(30)

untuk membedah mengenai keberadaan PKI dan pengaruhnya terhadap masyarakat yang pada perioe 1960an diklaim mempunyai anggota hingga 60 juta orang. Pengaruh TNI AD digunakan untuk melihat seberapa besar kekuatan TNI AD sehingga mampu mempengaruhi jalannya pemerintahan. Membahas Kebijakan politik Soekarno guna mengetahui apa penyebab terdesaknya posisi Soekarno sebagai kepala pemerintahan. Serta bahasan mengenai pergerakan mahasiswa terutama pergerakan yang dilakukan oleh HMI sehingga mampu membuat perubahan, yaitu peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto.

Setelah fakta yang satu dengan fakta yang lainnya dihubungkan, maka akan diperoleh suatu rekonstruksi sejarah yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Dalam penelitian ini, pokok permasalahan dibagi menjadi tiga, yaitu latar belakang dari pergerakan mahasiswa tahun 1965-1966, pelaksanaan pergerakan mahasiswa dan dampak yang muncul dari pelaksanaan pergerakan mahasiswa terhadap peralihan kekuasaan di Indonesia pada tahun 1965-1966. Fakta yang diseleksi dan ditafsirkan, selanjutnya dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan skripsi ini.

Sebagai contoh dalam kegiatan interpretasi adalah mengenai pernyataan : Mahasiswa pada saat itu didukung oleh Menteri Pertahanan dan keamanan Jenderal, A.H. Nasution yang pada saat itu mempunyai pengaruh besar di dalam tubuh Angkatan Darat. Demonstrasi mahasiswa yang berlangsung mulai bulan Januari 1966 terus berlanjut dengan dukungan tentara, mahasiswa berseberangan

dengan Soekarno yang tak kunjung menyampaikan “solusi politik” berkaitan dengan percobaan kudeta yang diduga dilakukan oleh PKI (Wardaya, 2009: 77).

D.N Aidit di depan masa dan underbouw PKI tanggal 13 Maret 1965, Ia

mengatakan : “Seharusnya tidak ada keraguan untuk membubarkan HMI. Saya menyokong penuh tuntutan pemuda, pelajar dan mahasiswa yang menuntut

pembubaran HMI” (Sitompul, 2008: 211).

(31)

memaksa pom-pom bensin menjual bahan bakar lebih rendah dari yang ditetapkan

oleh pemerintah” (Wardaya 2009: 69).

Tiga pernyataan tersebut merupakan fakta sejarah yang belum menjadi kisah sejarah. Untuk mendapat kisah sejarah, fakta-fakta tersebut dengan melalui interpretasi dan sintesis peneliti susun menjadi suatu keseluruhan yang harmonis, masuk akal dan dapat dipahami, seperti:

“PKI menuntut bubarnya HMI dikarenakan perbedaan ideologi dan bisa menjadi penghambat eksistensi PKI di dunia politik. Sedangkan Mahasiswa didukung

oleh TNI AD karena dalam gerakan yang dilakukan terdapat tuntutan mengenai pengusutan tuntas tragedi 30 September yang diduga didalangi oleh PKI dan dinyatakan dengan tegas melaui tuntutan tritura yaitu bubarkan PKI. Tapi gerakan mahasiswa sendiri mengakibatkan suasana tidak kondusif, sehingga melahirkan antipati dari tubuh TNI sendiri yaitu dianggap anarkis”.

3.2.4 Historiografi

Tahapan penelitian dan interpretasi sejarah merupakan merupakan dua kegiatan yang tidak terpisah melainkan bersamaan (Sjamsuddin, 1996: 153). Pada bagian ini peneliti menyajikan hasil temuan-temuan dari sumber-sumber yang telah peneliti kumpulkan, seleksi, analisis, dan rekonstruksi secara analitis dan imajinatif berdasarkan fakta-fakta yang peneliti temukan. Hasil rekonstruksi tersebut peneliti tuangkan melalui penelitian sejarah atau disebut historiografi. Historiografi merupakan proses penyusunan dan penuangan seluruh hasil penelitian ke dalam bentuk tulisan.

Peneliti tidak hanya terdorong untuk mencipta ulang, tetapi juga berusaha memberikan penafsiran terhadap berbagai permasalahan yang diangkat dalam kajian ini. Tulisan yang dibuat peneliti untuk menjadi judul skripsi adalah :

“Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pada Masa Peralihan

Pemerintahan Soekarno Menuju Soeharto (1965-1966)”

3.3 Laporan Penelitian

(32)

disebut historiografi. Dalam tahap ini, seluruh daya pikiran dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam suatu penelitian utuh yang disebut historiografi (Sjamsuddin, 1996: 153).

Dalam tahap ini, laporan hasil penelitian dituangkan ke dalam bentuk karya ilmiah yang disebut skripsi. Laporan tersebut disusun secara ilmiah, yakni dengan menggunakan metode-metode yang telah dirumuskan dan teknis

penelitian yang sesuai dengan pedoman penelitian karya ilmiah yang dikeluarkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia.

Sistematika laporan penelitian terbagi dalam lima bagian, yaitu :

Bab I Pendahuluan menjelaskan kerangka pemikiran mengenai pentingnya penelitian terhadap Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pada Masa Peralihan Pemerintahan Soekarno Menuju Soeharto (1965-1966). Untuk memfokuskan penelitian maka bab ini dilengkapi pula dengan rumusan masalah dan pembatasan masalah. Bab ini juga memuat mengenai tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan serta dilengkapi dengan uraian sistematika penelitian..

Bab II Tinjauan Pustaka bab ini berisi kajian pustaka yang digunakan dalam mengkaji permasalahan. Kemudian selain membahas sumber yang digunakan yang berhubungan dengan permasalahan juga membahas tentang konsep-konsep yang akan dipakai dalam skripsi ini.

Bab III Metodologi penelitian bab ini berisi tentang metode dan teknik yang digunakan peneliti dalam mencari sumber. Di dalamnya dipaparkan mengenai metode historis, sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik studi literatur dan wawancara.

(33)

mengenai, situasi politik nasional antara tahun 1965-1966, proses peralihan pemerintahan Soekarno menuju Soeharto, peristiwa-peristiwa penting apakah yang terjadi saat peralihan kekuasaan Soekarno menuju Soeharto, sikap HMI terhadap Soekarno, dan sikap HMI terhadap Soeharto.

Bab V Kesimpulan pada bab ini akan dikemukakan mengenai jawaban terhadap masalah-masalah secara keseluruhan setelah pengkajian pada bab sebelumnya.

Selain itu ditambah pula berbagai atribut buku lainnya dari mulai kata

(34)

86

Sugeng Teza Bastaman, 2013

Gerakan himpunan mahasiswa islam (HMI) pada masa peralihan pemerintahan soekarno menuju BAB V

KESIMPULAN

Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian yang berjudul “Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pada Masa Peralihan Pemerintahan

Soekarno Menuju Soeharto (1965-1966)”. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

permasalahan penelitian yang telah dibahas dalam bab IV. Terdapat enam hal yang dapat disimpulkan berdasarkan permasalahan telah dibahas, yaitu:

Pertama, pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi banyak pergulatan

politik. Benturan paling besar adalah menguatnya pengaruh politik PKI akibat dari kondisi sosial masyarakat dengan kelompok Islam termasuk HMI, paham komunis PKI yang mengadung unsur atheis menjadi penyebab terjadinya pertentangan. Kesulitan ekonomi yang terjadi saat itu ditambah dengan dukungan Soekarno yang menganggap bahwa PKI merupakan kekuatan revolusi membuat PKI menjadi partai yang kuat. Sementara itu, perseteruan antara HMI dan PKI memaksa HMI bersinggungan dengan persoalan politik karena jelas PKI merupakan partai yang aktif dalam kegiatan politik praktis. Kondisi politik ini menjadi terbalik ketika terjadi peristiwa Gestapu.

Kedua, kekacauan politik di tanah air sebagai akibat dari ketidakstabilan

ekonomi dan politik terjadi dimana-mana. Ketidakstabilan ini memicu terjadinya peristiwa-peristiwa politik di Tanah Air. Peristiwa besar yang sekaligus menjadi titik balik perubahan politik adalah Gerakan 30 September 1965 yang mengakibatkan terbunuhnya 7 perwira Angkatan Darat (AD). Gestapu merupakan peristiwa yang menyebabkan PKI menjadi partai yang dituntut untuk dibubarkan. HMI yang awalnya organisasi yang hendak dibubarkan oleh PKI menjadi pihak yang pada akhirnya menuntut pembubaran PKI. Organisasi lain yang anti

(35)

Sugeng Teza Bastaman, 2013

Gerakan himpunan mahasiswa islam (HMI) pada masa peralihan pemerintahan soekarno menuju muncul sebagai tokoh yang mulai dikenal masyarakat luas. Berbagai masalah muncul pasca Gestapu dan memicu gerakan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). KAMI merupakan organisasi aksi gabungan dari berbagai organisasi mahasiswa seperti HMI, PMKRI, PMII, GMNI dan lain sebagainya, menyerukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) terhadap pemerintah. Keadaan menjadi semakin tidak terkendali pasca terbunuhnya Arif Rahman Hakim dan Jubaedah karena berondongan peluru Pasukan Pribadi Presiden, Resimen Cakrabirawa.

Ketiga, dengan alasan bahwa tindakan mahasiswa merupakan rongrongan

penghambat jalannya revolusi, maka Soekarno membubarkan KAMI diseluruh Indonesia dan mahasiswa dilarang berkumpul lebih dari lima orang. Meskipun demikian, gelombang massa aksi malah kian membesar dan sulit untuk dibendung, tak ayal protes pun semakin mengarah kepada Soekarno karena selain tidak menggubris Tritura, Soekarno dianggap semena-mena terhadap aksi. tanggal 11 Maret 1966 sebuah perintah tertulis untuk bertindak atas nama presiden mengatasi keadaan diberikan kepada Soeharto, surat perintah ini kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Sikap mahasiswa terhadap Soekarno tidak terlepas dari sikap HMI karena gelombang aksi mahasiswa pada saat itu didominasi oleh massa HMI.

Keempat, sikap HMI terhadap Soekarno sebelum terjadi Gestapu

merupakan sikap defensif karena sedang menghadapi pengganyangan oleh PKI. Kondisi psikologis Soekarno yang saat itu sangat keras dengan pandangan revolusioner, maka HMI harus memperlihatkan diri sebagai organisasi yang progresif dan revolusioner, militan dan tidak loyo seperti harapan Soekarno agar tidak dibubarkan. Sikap HMI terhadap Soekarno pasca terjadi Gestapu adalah menuntut Soekarno membubarkan PKI karena dianggap menjadi dalang Gestapu.

(36)

Aksi-Sugeng Teza Bastaman, 2013

Gerakan himpunan mahasiswa islam (HMI) pada masa peralihan pemerintahan soekarno menuju aksi mahasiswa ini sejalan dengan pandangan TNI AD yang juga berencana membubarkan PKI.

Kelima, Sikap HMI terhadap Soeharto jelas terlihat ketika terjadi

demonstrasi-demonstrasi ricuh, hanya Soeharto yang mampu menenangkan demonstrasi ricuh mahasiswa yang didominasi HMI. Dukungan HMI kepada Soeharto berlanjut ketika terjadi Supersemar, pelarangan PKI dan ormas-ormasnya oleh Soeharto sebagai pemegang madat Supersemar menegaskan bahwa yang berbau PKI harus dibersihkan. Sikap Soeharto yang tegas membubarkan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Al Jawi, A. 2010. Tiga Pilar Kehidupan Mahasiswa. Bandung : Lotus Mandiri.

Budiardjo, M. 2004. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Beise, K. 2004. Apakah Soekarno Terlibat? Peristiwa G 30 S. Yogyakarta : Ombak.

Center for Information Analysis. 1999. Gerakan 30 September : Antara Fakta dan

Rekayasa. Yogyakarta: Media Pressindo.

Darmawan, C. 2009. Memahami Demokrasi Perspektif Teoritis dan Empiris. Bandung: Pustaka Aulia Press.

Disjarahmil TNI-AD (Dinas Sejarah Militer TNI-Angkatan Darat). 1972.

Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI-Angkatan Darat. Bandung-Jakarta:

Fa Mahjuma.

Effendy, B, dkk. 2012. Beringin Membangun : Sejarah Politik Partai Golkar. Jakarta: Grafindo.

Feith, H. dan L. Castles. (ed.). 1988. Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Jakarta: LP3ES.

Fic, M V. 2005. Kudeta 1 Oktober 1965 : Sebuah Studi tentang Konspirasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Humboldt, W V. 2010. Liberalisme. Jakarta: Freedom Institute.

Indrayana, D. 2011. Indonesia Optimis. Jakarta: BIP (Kelompok Gramedia).

Ismaun. (1992). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Bandung.

Kartono, K. 1989. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Kepemimpinan

Abnormal Itu ?. Jakarta : Rajawali Pers.

(38)

Lubis, M. 1987. Catatan Subversif. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia dan PT. Penerbit Gramedia.

Nafis, M W. 2005. Kesaksian Intelektual. Jakarta : Paramadina.

Nasution, A B. 2011. Demokrasi Konstitusional. Jakarta : Kompas.

Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Prodjodikoro, W. 1981. Asas-asas Ilmu Negara dan Politik. Jakarta: Eresco.

Pusjarahsi TNI (Pusat Sejarah dan Tradisi TNI). 2000. Sejarah TNI : Jilid I s/d IV. Jakarta: Mabes TNI.

Pusjarah TNI (Pusat Sejarah TNI). 2009. Komunisme di Indonesia : Jilid I s/d V. Jakarta: Yayaan Kajian Citra Bangsa.

Raillon, F. 1985. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta : LP3ES

Ricklefs, M. C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Rivai, V. dan Mulyadi, D. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali Pers.

Roeder, O G. 1976. Anak Desa : Biografi Presiden Soeharto. Jakarta : PT. Gunung Agung

Sitompul, A. 2004. Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta: Misaka Galiza.

Sitompul, A. 2007. Usaha-usaha Mendirikan Negara Islam dan Pelaksanaan

Syariat Islam di Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza.

Sitompul, A. 2008. HMI Mengayuh di Antara Cita dan Kritik. Jakarta: Misaka Galiza.

Sitompul, A. 2008. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan

Bangsa Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza.

Soebijono, dkk. 1995. Dwifungsi ABRI : Perkembangan dan Peranannya dalam

Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada

(39)

Soerojo, S. 1988. Siapa Menabur Angin akan Menuai Badai. Jakarta: C.V Sri Murni.

Suharsih, dkk. 2007. Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa dan

Perubahan Sosial. Yogyakarta : Resist Book.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sulastomo. 1989. Hari-hari yang Panjang 1963-1966. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Sulastomo. 2008. Hari-hari yang panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru:

Sebuah Memoar. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Sundhaussen, U. 1986. Politik Militer Indonesia 1945-1967: menuju dwifungsi ABRI. Jakarta: LP3ES.

Supriyatmono, H. 1994. Nasution Dwifungsi ABRI dan Kontribusi Ke Arah

Reformasi Politik. Surakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Susilo, T A. 2009. Soeharto : Biografi Singkat 1921-2008. Yogyakarta : Garasi.

Syafiie, I. dan Azhari. 2005. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Syamsuddin, A. 2008. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. Rakyat Merdeka Books.

Wardaya, B T. 2009. Membongkar Supersemar: Dari CIA Hingga Kudeta

Merangkak Melawan Bung Karno. Yogyakarta : Galang Press.

Referensi

Dokumen terkait