• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Pendorong Perilaku Beresiko pada Pekerja Seks Komersial (PSK) : Studi Kasus Lokalisasi Tanjung Desa Batu Merah Kota Ambon T1 462011026 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Pendorong Perilaku Beresiko pada Pekerja Seks Komersial (PSK) : Studi Kasus Lokalisasi Tanjung Desa Batu Merah Kota Ambon T1 462011026 BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS

Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian berdampak

pada penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga

menimbulkan satu penyakit yang disebut AIDS. HIV menyerang

sel-sel darah putih yang dimana sel-sel darah putih itu

merupakan bagian dari sitem kekebalan tubuh yang berfungsi

melindungi tubuh dari serangan penyakit.

Manusia yang terinfeksi HIV akan berpotensi sebagai

pembawa (carrier) dan penularan virus tersebut selama

hidupnya. AIDS (Aqquired Immune Deficiency syndrom)

kumpulan gejala penyakit spesifik yang disebabkan oleh

rusaknya system kekebalan tubuh oleh virus HIV (Komisi

penangulangan AIDS Provinsi Maluku,2015).

2.1.2. Cara Penularan HIV/AIDS

Menurut Departemen kesehatan RI (2008) penularan HIV/AIDS

(2)

2 2.1.2.1. Penularan Seksual

Secara umum dapat dikatakan, hubungan

seksual adalah cara penularan HIV/AIDS yang paling

sering terjadi. Virus dapat ditularkan dari seseorang

yang terinfeksi kepada pasangan seksualnya, baik itu

sesama jenis (Homoseks) kelamin atau sebaliknya

berbeda jenis kelamin (Heteroseks), atau ada yang

mendonorkan semennya kepada orang lain. Hubungan

seksual tersebut adalah hubungan seksual dengan

penetrasi penis-vagina, penis-anus atau kontak mulut.

Resiko terinfeksi HIV/AIDS melalui hubungan seksual

tergantung kepada beberapa hal:

a. Kemungkinan Bahwa Pasangan Seksual Terinfeksi HIV.

Angka kejadian infeksi HIV pada penduduk

seksual aktif sangat bervariasi antara satu daerah

dengan daerah lainnya, juga berbeda antara satu

kelompok penduduk dengan kelompok penduduknya

lainnya dalam satu daerah.Kemungkinan proporsi

seseorang terinfeksi HIV terbanyak melalui hubungan

heteroseksual maka kelompok masyarakat yang

(3)

laki-3

laki yang sering kali melakukan hubungan seks

dengan PSK.

b. Penularan HIV/AIDS melalui Hubungan Seksual Berganti-ganti Pasangan.

Semua hubungan seksual yang dilakukan

dengan cara berganti-ganti pasang mempunyai

resiko penularan infeksi HIV. Namun, resiko tertinggi

terjadinya infeksi HIV pada pria dan wanita ialah

mereka yang berlaku sebagai penerima dari

hubungan seksual anal dengan pasangan seksual

yang terinfeksi HIV. Hubungan cara vaginal

kemungkinan membawa resiko tinggi bagi pria dan

wanita heteroseksual dari pada oral-genital.Kontak

oral-genital memungkinkan penularan HIV.

2.1.2.2. Penularan Parental

Penularan ini terjadi melalui transfusi dengan

darah yang terinfeksi HIV atau produk darah atau

penggunaan jarum yang terkontaminasi dengan HIV

(4)

4

2.1.2.3. Penularan Perinatal

Penularan dari seorang wanita kepada janin

yang dikandungnya atau bayinya.Penularan ini dapat

terjadi sebelum, selama, atau beberapa saat setelah

bayi dilahirkan. Resiko penularan HIV dalam rahim si ibu

atau selama proses kelahiran sebesar 20-40%.

2.1.3. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS

Pada saat seseorang terinfeksi HIV maka diperlukan

waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus

masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan

keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan

pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam

tubuh manusia.Tahap ini disebut sebagai periode

jendela.Sebelum masuk tahap AIDS, maka orang tersebut

dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV

(Departemen kesehatan RI, 2008).

Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang

bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan

lainnya dan bahkan bisa diperpanjang menjadi 3 tahun. Sejak

masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan

(5)

5

tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan

hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS. Dimana akan

muncul berbagai infeksi seperti infeksi jamur, virus-virus lain,

kanker dan sebagainya (Departemen kesehatan RI, 2008).

2.1.4. Pencegahan HIV/AIDS

Menurut Depkes (KPA Nasional, 2005) penyebaran

HIV/AIDS dan pencegahannya dapat dilakukan dengan prinsip

“ABC” yang telah efektif untuk menurunkan jumlah penularan

HIV/AIDS. Prinsip “ABC” itu adalah :

A: Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin

hubungan jangka panjang dengan pasangan.

B: Bersikap saling setia dengan pasangan dalam

hubungan.

C: Cegah dengan memakai kondom secara benar dan

konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak

mampu melaksanakan A dan B (Kondom). Untuk

penularan non-seksual, berlaku prinsip “ D dan E” yaitu:

D: Drug: say no to atau katakan tidak pada

(6)

6

E: Equipment: no sharing atau jangan memakai alat

suntik secara bergantian.

2.2. Konsep Pekerja Seks Komersial (PSK)

2.2.1. Definisi PSK (Pekerja Seks Komersial)

Merupakan kelompok yang terbiasa melakukan

aktivitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap,

dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi di kelompok

tersebut. Pekerja Seks Komersial (PSK) lebih beresiko

menimbulkan Infeksi Menular Seksul (IMS) karena

mereka sering bertukar pasangan seks. Semakin

banyak jumlah pasangan seksnya semakin besar

kesempatan terinfeksi IMS dan menularkan ke orang

lain (Depkes RI, 2009).

2.2.2. Ciri-ciri Pekerja Seks Komersial (PSK)

Pada umumnya seorang Pekerja Seks

Komersial (PSK) adalah wanita yang memiliki

kesempurnaan secara fisik. Hal ini mutlak dibutuhkan

karena merupakan modal dasar perempuan tersebut

untuk terjun dan hidup sebagai PSK. Mereka dituntut

untuk tetap mempertahankan kecantikan agar tetap

(7)

7

Ciri-ciri khas dari pelacur menurut Jajuli (2010), sebagai

berikut :

a. Wanita, lawan pelacur ialah gigolo (pelacur pria,

lonte laki-laki).

b. Cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif menarik, baik

wajah maupun tubuhnya. Bisa merangsang selera

seks kaum pria.

c. Pakaiannya sangat menyolok, beraneka warna,

sering aneh-aneh/eksentrik untuk menarik perhatian

kaum pria.Menggunakan teknik-teknik seksual yang

mekanistis, cepat, tidak hadir secara psikis (afwezig,

absent minded), tanpa emosi atau afeksi.

d. Pelacur-pelacur profesional dari kelas rendah dan

menengah kebanyakan berasal dari strata ekonomi

yang rendah.

2.3. Prinsip Perilaku

Prinsip-prinsip dasar perilaku manusia menurut Sunaryo

(2002), sebagai berikut :

a. Manusia berbeda perilakunya karena kemampuannya tidak

sama. Prinsip ini penting untuk memahami mengapa

seseorang berbuat dan berperilaku berbeda-beda. Adanya

(8)

8

sama kemampuannya. Selain itu juga karena perbedaannya

menyerap informasi dari suatu gejala dan ada pula yang

beranggapan bahwa perbedaan kemampuan itu disebabkan

oleh kombinasi dari keduanya.

b. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.

Manusia berperilaku karena didorong oleh serangkaian

kebutuhan. Yang dimaksud kebutuhan adalah beberapa

pernyataan di dalam diri seseorang yang menyebabkan

seseorang itu berbuat sesuatu untuk mencapainya sebagai

suatu obyek atau hasil. Kebutuhan seseorang berbeda

dengan kebutuhan orang lain. Kadangkala seseorang yang

sudah berhasil memenuhi kebutuhan yang satu, misalnya

kebutuhan mencari makan atau papan, kebutuhannya akan

berlanjut dan berubah atau berkembang, berganti dengan

kebutuhan yang lain. Kebutuhan yang sekarang mendorong

seseorang bisa merupakan hal yang potensial dan bisa juga

tidak untuk melakukan perilakunya di kemudian hari.

c. Orang berpikir tentang masa depan dan membuat pilihan

tentang bagaimana bertindak.

Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dipenuhi lewat

perilakunya masing-masing. Di dalam banyak hal, seseorang

dihadapkan dengan sejumlah kebutuhan, yang potensial

(9)

9

mendasarkan suatu anggapan yang menunjukkan

bagaimana menganalisa dan meramalkan rangkaian

tindakan apakah yang akan diikuti oleh seseorang manakala

ia mempunyai kesempatan untuk membuat pilihan mengenai

perilakunya.

d. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya

dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya.

Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif,

dimana seseorang mencoba membuat lingkungannya itu

mempunyai arti baginya. Proses yang aktif ini melibatkan

seorang individu mengakui secara selektif aspek-aspek yang

berada di lingkungan, menilai apa yang dilihatnya dalam

hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan

mengevaluasi apa yang dialami itu dalam kaitannya dengan

kebutuhan-kebutuhan dan nilai lainnya. Oleh karena

kebutuhan dan pengalaman seseorang itu berbeda sifatnya,

maka persepsinya terhadap lingkungan juga akan berbeda.

e. Seseorang itu mempunyai rasa senang atau tidak senang.

Orang-orang jarang bertindak netral mengenai suatu hal

yang mereka ketahui dan alami. Orang cenderung untuk

mengevaluasi sesuatu sesuatu yang mereka alami dengan

cara senang atau tidak senang. Perasaan senang dan tidak

(10)

10

berbeda dengan orang lain dalam rangka menanggapi suatu

hal.

f. Banyak faktor yang menentukan perilaku seseorang.

Perilaku seseorang itu ditentukan oleh banyak faktor.

Adakalanya perilaku seseorang dipengaruhi oleh

kemampuannya, ada pula karena kebutuhannya dan ada

juga yang karena dipengaruhi oleh pengalaman dan

lingkungannya.

Dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar perilaku

manusia berbeda antara individu yang satu dengan individu

yang lainnya, hal yang membedakan itu dapat dari tingkat

kebutuhan manusia, cara berpikir, pengalaman masa lalu, dan

perasaan.

2.4. Faktor Penyebab Perilaku Beresiko Penularan HIV/AIDS Dalam kaitannya dengan penularan HIV/AIDS, dikenal

adanya perilaku seksual beresiko dan perilaku seksual aman.

Perilaku seksual beresiko adalah segala perilaku seksual yang

menimbulkan resiko dan memungkinkan terjadinya

(11)

11

tertular HIV/AIDSjika orang tersebut berada pada suatu

kesempatan untuk terkena virus karena perilaku seksualnya.

Perilaku seksual aman adalah segala perilaku seksual

yang terhindar dari suatu potensi penularan resiko tertular

maupun menularkan HIV/AIDS. Perilaku seksual aman adalah

segala perilaku seksual yang tidak memungkinkan terjadinya

penularan/infeksi HIV/AIDS. Sehubungan dengan hal tersebut

maka dalam kontek penanggulangan HIV/AIDS terjadi

perubahan perilaku pada yang prinsipnya adalah perubahan

dari perilaku yang berisiko terjadinya penularan menjadi

perilaku yang aman (Depkes, 2005).

Perilaku beresiko terhadap penularan HIV/AIDS

menurut Depkes RI (2011):

a. Berhubungan seks tidak aman (tanpa menggunakan

kondom)

b. Ganti – ganti pasangan seks

c. Prostitusi

d. Melakukan hubungan seks secara anal

Perilaku yang memudahkan seseorang tertular IMS,

termasuk HIV/AIDS menurut Depkes RI (2011) yaitu :

a. Sering berganti-ganti pasangan seksual atau mempunyai

lebih dari satu pasangan seksual, baik yang dikenal maupun

(12)

12

b. Mempunyai pasangan seksual yang mempunyai pasangan

seksual lainnya.

c. Terus melakukan hubungan seksual walaupun mempunyai

keluhan IMS dan tidak diberitahukan kepada pasangannya

tentang hal tersebut.

d. Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan

seksual dengan pasangan yang beresiko.

e. Pemakaian jarum suntik secara bersama-sama secara

bergantian.

2.5. Faktor pendorong perilaku beresiko HIV/AIDS 2.5.1. Biologis

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan

seksual merupakan respons alamiah dari berfungsinya

organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Kebutuhan

biologis adalah prasyarat untuk tercapainya hubungan

yang memuaskan antara organisme dengan lingkungan

fisiknya, sedangkan kebutuhan antarpribadi merupakan

prasyarat untuk membentuk hubungan yang

memuaskan antara manusia dengan lingkungan

(13)

13

biologis, kebutuhan antarpribadi memerlukan

pemuasaan yang optimal. Terlalu sedikit atau banyak

pemuasan yang terjadi akan menimbulkan akibat-akibat

yang tidak menyenangkan (Sunaryo, 2002).

2.5.2. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan tempat

berlangsungnya berbagai kegiatan, interaksi sosial

antara berbagai kelompok. Pengaruh lingkungan sosial

terhadap perilaku seseorang sangat bervariasi

sumbernya. Semua Informasi yang didapat baik dari

media masa, lingkungan tempat tinggal, teman kerja,

maupun orang-orang terdekatnya menjadi sumber

utama sebagai satu contoh untuk diikuti (Dewa,2014).

Dalam konsep ini lingkungan sosial memberikan

pengaruh dan dampak terhadap perilaku Pekerja Seks

Komersial (PSK) dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

2.5.3. Psikologis

Menurut Jajuli, (2010) Jika dilihat dari sisi

psikologis, berbagai faktor psikologis yang merupakan

penyebab perempuan bekerja sebagai Pekerja Seks

(14)

14

a. Kehidupan seksual yang abnormal, misalnya

hieperseksual dan sadis

b. Kepribadian yang lemah,misalnya cepat meniru

c. Moralitas rendah dan kurang berkembang,

misalnya kurang dapat membedakan baik dan

buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh dan

lainnya.

d. Memiliki motif kemewahan, yaitu menjadi

kemewahan sebagai tujuan utamanya.

2.5.4. Ekonomi

Sebagian besar alasan Pekerja Seks Komersial

(PSK) masuk ke dalam dunia prostitusi diakibatkan

karena tekanan ekonomi. Hal ini telah menjadi alasan

utama dimana keadaan ekonomi memaksa seseorang

untuk menjalani prostitusi. Termasuk dalam faktor ini

antara lain berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi

rendah, kebutuhan mendesak untuk mendapatkan uang

guna membiayai diri sendiri maupun keluarganya, tidak

mempunyai sumber penghasilan dan tingkat pendidikan

(15)

15 2.6. Prespektif Teoritis

Para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang bertempat

tinggal di Lokalisasi Tanjung Desa Batu Merah Kota Ambon

sering melakukan kegiatan dengan memberikan layanan

hubungan seksual kepada para pelanggan dengan tujuan

kegiatan tersebut dapat menghasilkan uang untuk memenuhi

kebutuhan dari para Pekerja Seks Komersial (PSK). Dengan

tidak berhentinya kegiatan tersebut pemerintah Kota Ambon

mengadakan beberapa program dalam upaya membantu para

Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk memproteksi diri terhadap

penyebaran HIV/AIDS baik melakukan pemeriksaan rutin

kesehatan seksual maupun edukasi mengenai kesehatan

seksual itu sendiri.

Namun, upaya ini tidak mempengaruhi para Pekerja

Seks Komersial (PSK) untuk tidak melakukan perilaku beresiko

HIV/AIDS. Perilaku beresiko tersebut adalah melakukan

hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa memproteksi

diri dengan menjaga kesehatan reproduksi. Peneliti bertujuan

untuk menggambarkan dan mencari tahu secara mendalam

mengenai faktor pendorong perilaku beresiko para Pekerja

Seks Komersial (PSK) di Lokalisasi Tanjung Desa Batu Merah

(16)

16

sebagai acuan dalam instrumen penelitian yaitu faktor biologis,

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.36/MEN/2007 tentang Kurikulum Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Edisi

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Minat dalam Menggunakan Kontrasepsi

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan strategi know-want- learn (KWL) dalam peningkatan berfikir siswa dalam proses pembelajaran IPS, untu mengetahui

Hal ini dikarenakan lingkungan kerja merupakan kondisi atau keadaan yang ada di sekitar guru selama melakukan aktivitas yang dapat mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas-tugas di

X tentang permasalahan agribisnis jambu mete dan upaya yang perlu ditempuh dalam meningkatkan peranan jambu mete dalam meningkatkan pendapatan petani dan ekonomi wilayah

Metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi

Lift truck (Forklift) adalah jenis kendaran pengangkut yang biasa digunakan untuk memindahkan barang dan sebagai alat penyusun barang, yang penggunaanya tidak dapat di lakukan oleh

In the first decade after completion of the human genome project, it is liable to have a very different “phenotype.” While 20th century functional neuroimaging studies were aimed