• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Stateless person merupakan orang yang tidak dianggap sebagai warga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Stateless person merupakan orang yang tidak dianggap sebagai warga"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stateless person merupakan orang yang tidak dianggap sebagai warga negara oleh negara mana pun menurut operasi hukumnya. Stateless tidak memiliki identitas diri, dibuktikan dengan tidak memiliki dokumen resmi yang sah dari suatu negara yang bersangkutan. Pada tahun 2014 terdapat 3,5 juta stateless person dari 77 negara.1 Jumlah stateless person di seluruh dunia mencapai sepuluh juta, hal ini berdasarkan perkiraan dari United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR). Sulit untuk memperkirakan jumlah aslinya karena tidak seperti pengungsi, stateless person di kebanyakan negara tidak terdaftar, tidak diberikan status hukum dan tidak terdokumentasi.

Stateless terdapat di seluruh dunia termasuk negara Malaysia. Malaysia dikenal sebagai negara yang bergantung pada jutaan pekerja migran. Pekerja migran ini sebagian besar diyakini berada di negara itu secara ilegal, baik masuk tanpa dokumen yang tepat atau tetap tinggal setelah habis masa berlakunya dan secara turun-temurun.2 Namun, Kebanyakan stateless person di Malaysia bukan

1 UNHCR, 2014, UNHCRAGlobal Trends ForcedADisplacement in 2014, Diakses dalam: https://www.unhcr.org/556725e69.pdf (17/3/2021; 19.30 WIB)

2 Zsombor Peter, 2020, Malaysia Rounds up Hundreds of Undocumented Migrants amid

Coronavirus Fears, Diakses dalam: https://www.voanews.com/east-asia-pacific/malaysia-rounds-hundreds-undocumented-migrants-amid-coronavirus-fears (15/7/2021’ 8.30 WIB)

(2)

2

orang asing atau pekerja migran tersebut.3 Mereka adalah orang-orang yang telah hidup lama dan sebagian besar lahir di Malaysia. Orang-orang tersebut tidak bisa membuktikan kewarganegaraannya karena tidak memiliki dokumen, padahal mereka asli penduduk Malaysia. Pada saat Malaysia merdeka tahun 1957, mereka tidak segera mendaftarkan diri sebagai warga negara, sehingga masalah stateless ini berlanjut hingga turun-temurun.

Berdasarkan data dari Global Trends UNHCR, stateless person di Malaysia pada tahun 2014 diperkirakan berjumlah 40.000 orang. Setelah adanya kerjasama dengan LSM lokal Malaysia, UNHCR dapat mengidentifikasi jumlah stateless yaitu tahun 2015 berjumlah 11.689 individu, tahun 2016 berjumlah 10.931 individu dan tahun 2017 berjumlah 10.068 individu.4 Jumlah tersebut hanya mencakup komunitas Tamil India di Malaysia bagian barat, sedangkan untuk Malaysia bagian timur belum diketahui. Undang-undang kewarganegaraan di Malaysia menjadi salah satu penghalang bagi stateless person. Malaysia memiliki prinsip hukum jus sanguinis, yang artinya perolehan kewarganegaraan ditetapkan berdasarkan garis keturunan atau keluarga.5 Padahal stateless di Malaysia kebanyakan memiliki akses terbatas dalam informasi mengenai garis keturunan dan latar belakang mereka.

3 Eric Paulsen, 2019, Comment:AAResolving statelessness in Malaysia, Diakses dalam: https://www.thestar.com.my/news/nation/2019/09/15/resolving-statelessness-in-malaysia

(24/02/2020; 11.48WIB)

4 UNHCR, 2014–2017, UNHCR Global Trends Forced Displacement, Global Leader on Statistics on Refugees.

5 Rohmatin Bonasir, 2020, Ibu orang Indonesia,Abapak warga Malaysia: 'Saya lahir dan besar di negeri ini, tapi takApunya status warga negara, tak boleh bersekolah dan takut ditangkap polisi', Diakses dalam: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-51113441#:~:text=Hukum%20Malaysia%20menganut%20prinsip%20jus,tua%20ataupun%20sala h%20satunya%20saja (10/3/2021; 8.34 WIB)

(3)

3

Berdasarkan Konstitusi, setiap orang yang lahir di negara yang tidak lahir sebagai warga negara lain dan yang tidak memperoleh kewarganegaraan lain dalam waktu satu tahun setelah lahir adalah warga negara Malaysia berdasarkan hukum. Namun dalam beberapa kasus aturan ini tidak berlaku, Malaysia memiliki standar pembuktian yang tinggi bagi stateless.6 Selain itu, National Registration Department Malaysia memiliki prosedur yang mengharuskan kehadiran dua saksi, yang minimal 15 tahun lebih tua dari subjek untuk pencatatan kelahiran terlambat.7 Mereka yang lahir di Malaysia sebelum tahun 1957 tetap tidak memiliki kewarganegaraan karena mereka tidak dapat menemukan saksi untuk mendukung permohonan mereka. Mereka harus menunjukkan bahwa saksi lebih tua dari pemohon, yang artinya berusia di atas 64 paling tidak jika mereka berusia satu tahun pada saat itu.

Sebagai upaya untuk menangani stateless di Malaysia, diperlukan peran dari United Nations High Commissioner for Refugees. General Assembly of United Nations telah memberikan mandat pada United Nations High Commissioner for Refugees untuk melindungi dan menjamin hak hak stateless person. Stateless person adalah salah satu kelompok yang menjadi perhatian UNHCR. Mandat UNHCR berdasarkan pada serangkaian Resolusi Majelis Umum, khususnya

6 Mr Tan Kian Leong, 2020, The Burden of Being Stateless: Revisiting Than Siew Beng and Lim Jen Hsian, Universitas Malaya Law Review, Diakses dalam: https://www.umlawreview.com/lex-in-breve/the-burden-of-being-stateless-revisiting-than-siew-beng-and-lim-jen-hsian (29/5/2021; 8.31 WIB)

7 Saravanan M Sinapan, 2020, Statelessness will remain unresolved until the NRD policy is addressed, Diakses dalam: https://www.malaysiakini.com/letters/555350 (15/7/2021; 9.04 WIB)

(4)

4

Resolusi 50/152 tahun 1995 dan 61/137 tahun 2006 yang mempercayakan UNHCR dengan tanggung jawab untuk permasalahan stateless.8

Mengingat terjadi penurunan jumlah stateless di Malaysia pada tahun 2014 sampai 2017, serta adanya program kampanye #Ibelong untuk mengakhiri stateless dari UNHCR yang dimulai pada tahun 2014, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana peran UNHCR dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia pada tahun 2014 sampai 2017. Memperhatikan bahwa terdapat ribuan stateless di Malaysia, serta belum adanya kerangka hukum Malaysia yang mengatur mengenai stateless. Penulis memilih negara Malaysia untuk diteliti karena melihat standar hukum untuk memiliki kewarganegaraan di Malaysia yang sulit dijangkau bagi stateless dan kebanyakan stateless merupakan orang asli Malaysia. Pemerintah Federal Malaysia pertama kali mengeluarkan blueprint India Malaysia pada tahun 2017 yang berisi sistem izin lebih cepat untuk memberikan kewarganegaraan kepada orang India yang tinggal atau lahir di Malaysia sebelum tahun 1957.9 Hal ini menunjukkan adanya kemajuan Pemerintah Malaysia dalam menangani permasalahan stateless.10 Semua upaya sebelumnya berasal dari aspirasi partai politik, akademisi atau masyarakat sipil yang melobi pemerintah untuk menangani permasalahan stateless. Oleh karena itu sebuah penjabaran peran UNHCR dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia dirasa perlu untuk diketahui.

8 UNHCR, 2014, Handbook OnAProtection Of Stateless Persons: Under The 1954 Convention Relating ToAThe Status Of Stateless Persons, Geneva : UNHCR.

9 The Straits Times, 2017, Blueprint to help Malaysian Indians, Diakses dalam: https://www.straitstimes.com/asia/se-as ia/blueprint-to-help-malaysian-indians (9/6/2021; 19.13 WIB)

10 Denison Jayasooria, 2017, Reviewing the M'sian Indian Blueprint and Sedic, four months later, Diakses dalam: https://www.malaysiakini.com/news/395133 (7/4/2021; 2.04 WIB)

(5)

5

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti mengambil rumusan masalah penelitian yaitu “Bagaimana peran United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia tahun 2014-2017 ?”.

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan menggambarkan peran United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia.

b. Untuk mengetahui kompleksitas permasalahan stateless yang terjadi di Malaysia.

c. Untuk mengetahui temuan dari peran yang dilakukan UNHCR dalam menangani masalah stateless di Malaysia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dalam skripsi ini dikelompokkan menjadi dua yaitu:

(6)

6

a. Manfaat Akademis

Peneliti berharap bahwa penelitian ini ke depannya dapat dijadikan sebagai referensi pemikiran dan informasi bagi mahasiswa Hubungan Internasional serta penelitian-penelitian yang membahas mengenai stateless dan peran UNHCR dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia. Dalam penelitian ini juga menjelaskan peran UNHCR berdasarkan konsep organisasi internasional menurut Harold K. Jacobson, peneliti berharap konsep tersebut dapat menjadi sebagai alat analisa untuk mengidentifikasi peran suatu organisasi internasional.

b. Manfaat Praktis

Peneliti berharap bahwa hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk menambah informasi dan referensi bagi peneliti-peneliti berikutnya. Dalam hal tersebut, digunakan oleh peneliti yang ingin menggunakan skripsi ini sebagai masukan utama ataupun tambahan yang berhubungan dengan penelitian mengenai peran UNHCR dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia.

1.4 PENELITIAN TERDAHULU

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa referensi tambahan dari penelitian terdahulu yang isinya memiliki relevansi dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu memiliki tujuan untuk membantu dalam pengumpulan dan pengelolaan data juga sebagai batasan dalam menulis. Penulis berharap penelitian-penelitian terdahulu ini dapat membantu mencari tahu tentang perbedaan fokus

(7)

7

dengan skripsi ini. Penulis mengelompokkan penelitian terdahulu menjadi tiga yaitu literatur yang membahas mengenai peran UNHCR, stateless dan stateless di Malaysia

Penelitian pertama adalah skripsi dari Andi Ulfah Tiara Patunru yang berjudul “Peranan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Pengungsi Korban Perang Saudara Di Suriah”.11 Skripsi tersebut memiliki persamaan subjek dengan penelitian penulis yaitu Peran UNHCR. Perbedaan dengan penelitian penulis berada pada objek penelitian yaitu refugees dan stateless person. Skripsi ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualiatif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan dan mendeskripsikan apa peran yang dilakukan UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah dan mengetahui bagaimana kerjasama UNHCR dengan organisasi regional lain.

UNHCR memiliki tugas penting bagi pengungsi Suriah yang harus pergi mengungsi ke luar wilayah negaranya. Dalam masalah ini, UNHCR memiliki dua peran yaitu pertama sebagai penentu status pengungsi Suriah (determinator). Staf UNHCR di Turki telah membuat pos pendaftaran pengungsi di perbatasan Suriah– Turki untuk menetapkan status pengungsi. Pengungsi-pengungsi tersebut akan ditempatkan di kamp pengungsian Turki. Di dalam kamp, pengungsi Suriah akan mendapatkan bantuan kemanusiaan dibawah UNHCR dan pemerintah setempat yaitu Direktorat Bencana dan Manajemen Darurat Kabinet Turki. Pemerintah Turki juga membantu dalam memberikan data spesifik mengenai pengungsi terutama

11 Andi Ulfah Tiara Patunru, 2014, Peranan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Pengungsi Korban Perang Saudara Di Suriah, Makassar : Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Diakses dalam:

(8)

8

terkait kebutuhan khusus dan penyakit menular yang diderita. Peran kedua UNHCR adalah sebagai inisiator dan fasilisator perlindungan dan bantuan kemanusiaan. Dalam menjalankan peran ini, UNHCR bekerjasama dengan organisasi regional lain yaitu UNFPA, UNICEF, WFP, WHO dan ICRC.12

Penelitian kedua adalah skripsi dari Dewanto Try Hutomo yang berjudul “Peranan United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Perlindungan Pengungsi Rohingya Di Indonesia”.13 Skripsi ini membahas peran UNHCR sama seperti penelitian Andi Ulfah Tiara Patunru, namun yang berbeda adalah pada objek penelitiannya. Penelitian Dewanto fokus pada perlindungan pengungsi Rohingya dan penelitian Andi fokus pada perlindungan pengungsi Suriah. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif.

Dewanto menjelaskan bahwa peran UNHCR bagi pengungsi rohingya adalah menjamin keamanan dan memastikan mereka masuk wilayah negara yang aman. Mereka juga melakukan pelatihan, sosialisasi dan korespondensi dengan pemerintah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memastikan Indonesia menerapkan prinsip perlindungan internasional bagi para pengungsi rohingya. UNHCR juga bekerjasama dengan sekolah negeri Indonesia untuk menyediakan kelas bagi anak pengungsi. Selain itu, UNHCR juga mengurus identitas pengungsi agar mereka tidak dideportasi oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Indonesia. Dalam melakukan tugasnya, UNHCR bekerjasama dengan organisasi reginal seperti WFP (World

12 Ibid. Hal 57-58

13 Dewanto Try Hutomo, 2018, Peranan United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Perlindungan Pengungsi Rohingya Di Indonesia, Yogyakarta : Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Diakses dalam:

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8328/SKRIPSI%20LENGKAP.pdf?sequence =1&isAllowed=y (6/6/2021; 20.00 WIB)

(9)

9

Food Programme), WHO (World Health Organization), IOM (International Organization of Migration), ICRC (International Committee of the Red Cross), UNDP (United Nations Development Programme) dan UNICEF (United Nations Children’s Fund).

Penelitian ketiga adalah jurnal dari Paulus Salvio Renno Renyaan yang berjudul “Peranan UNHCR (United Nation High Commission For Refugees) Dalam Memberikan Perlindungan Kepada Pengungsi Korban Konflik Suriah Yang Berada Di Negara Transit Hongaria”.14 Persamaan dengan penelitian penulis adalah subjeknya yang sama-sama membahas mengenai peran UNHCR. Perbedaannya adalah objek penelitian, penulis membahas stateless di Malaysia dan Paulus membahas pengungsi korban konflik Suriah di negara transit Hongaria. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pengumpulan data studi pustaka dan wawancara perwakilan UNHCR di Indonesia.

Dalam memberikan perlindungan atas hak-hak pengungsi dan memenuhi kebutuhan pengungsi, UNHCR bekerjasama dengan NGO yaitu Hungarian Helsinki Committee, Menedek Association (social work), Coredelia Foundation (rehabilitation of torture victims and holders of PTSD) dan UN OPCAT (Optional Protocol to the UN Convention against Torture). UNHCR juga membantu dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sandang dan papan serta pengawasan terhadap keberadaan dan keselamatan pengungsi.

14 Paulus Salvio Renno Renyaan, 2015, Peranan UNHCR ( United Nation High Commission For Refugees) Dalam Memberikan Perlindungan Kepada Pengungsi Korban Konflik Suriah Yang Berada Di Negara Transit Hongaria, Diakses dari : http://e-journal.uajy.ac.id/9161/1/JURNALHK10912.pdf (24/3/2021; 14.43 WIB)

(10)

10

Penelitian keempat adalah skripsi dari Lucky Deriputra Harefa yang berjudul “Peran UNHCR Terhad ap Pengungsi Nigeria, Korban Kelompok Radikal Boko Haram”.15 Persamaan dengan penelitian penulis adalah subjeknya yang sama-sama membahas peran UNHCR. Perbedaanya adalah objek penelitian, penulis membahas stateless di Malaysia dan Lucky membahas pengungsi Nigeria. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan konsep peran organisasi internasional.

Kelompok Radikal Boko Haram merupakan ancaman bagi pemerintah Nigeria. Banyak warga Nigeria melarikan diri ke daerah daerah yang aman konflik seperti negara negara tetangga Nigeria yaitu Kemarun, Niger dan Chad. Banyak negara tidak siap dengan kedatangan pengungsi dan mengingat negara negara di kawasan Afrika tersebut tidak tergolong negara maju. Berdasarkan penelitian ini, peran UNHCR dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi Nigeria sudah dilakukan dengan baik. UNHCR telah memberikan perlindungan pada pengungsi dengan adanya pembangunan tempat pengungsian di beberapa daerah, pemenuhan kebutuhan pangan, pemenuhan kesehatan dengan mendirikan klinik dan rumah sakit, pemenuhan pendidikan bagi anak-anak pengungsi dengan mendirikan sekolah dasar dan sekolah menengah, ketahanan pangan dan nutrisi, akses energi dengan pemanfaatan dari panel-penel surya, air dan sanitasi, serta pemberdayaan komunitas dan pengelolaan diri dengan memberikan program pelatihan dan memberikan bantuan modal usaha. Selain itu, UNCHR juga melakukan kerjasama

15 Lucky Deriputra Harefa, 2015, Peran UNHCR Terhadap Pengungsi Nigeria, Korban Kelompok Radikal Boko Haram, Diakses dalam: http://e-journal.uajy.ac.id/9183/1/1HK11092.pdf (24/3/2021; 17.23 WIB)

(11)

11

pemerintah Nigeria, Kamerun, Chad dan Niger. Dalam melakukan tugasnya, UNHCR juga bekerja sama dengan WHO (World Health Organization), WFP (World Food Programme), ACTED (Agency for Technical Cooperation and Development), IOM (International Organization for Migration) dan organisasi internasional lainnya.

Penelitian kelima adalah jurnal dari Ni Made Maha Putri Paramitha yang berjudul “Peranan UNHCR Terhadap Perlindungan Pengungsi Rohingya Di Aceh Indonesia”.16 Persamaan dengan penelitian penulis adalah sama-sama membahas peran UNHCR. Perbedaannya adalah objek penelitian, penulis membahas stateless di Malaysia dan Putri membahas pengungsi Rohingya di Aceh. Jurnal ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian hukum normatif.

Peran yang dilakukan sesuai dengan statutaUNHCR yaitu screening in dan screening out, dimana UNHCR melakukan pendataan pada pengungsi untuk menetapkan statusnya sebagai pengungsi diterima atau tidak. Pendataan tersebut dilakukan dengan turun langsung ke lapangan dalam sosialisasi kepada masyarakat terkait keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh, sehingga masyarakat Aceh diharapkan dapat menerima dan tidak mengalami kecanggungan. Selain itu, UNHCR juga melaksanakan kewajibannya untuk secara berkala memberikan informasi mengenai data statistik pengungsi bulanan sebagai wujud transparansi Perwakilan UNHCR di Indonesia.

16 Ni Made Maha Putri Paramitha, 2016, Peranan UNHCR Terhadap Perlindungan Pengungsi Rohingya Di Aceh Indonesia, Diakses dalam: https://core.ac.uk/download/pdf/35392631.pdf (24/3/2021; 8.24 WIB)

(12)

12

Penelitian keenam adalah Jurnal dari Metnico V. Bawulang yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Warga Negara Asing Yang Tidak Memiliki Status Kewarganegaraan Di Indonesia”.17 Penelitian Metnico ini membahas bagaimana perlindungan hukum bagi stateless di Indonesia menurut Konvensi Internasional. Persamaan dengan penelitian peneliti adalah sama-sama membahas tentang stateless. Perbedaannya adalah subjek penelitian, peneliti fokus pada peran UNHCR dan Metnico fokus pada Perlindungan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.

Metnico menjelaskan bahwa saat ini banyak masyarakat internasional melakukan pengawasan terhadap perdagangan manusia dan mereka dalam kondisi kurangnya pendaftaran kelahiran. Pengaturan hukum tentang warga negara asing yang berstatus stateless di Indonesia terdapat di UU No. 6 Tahun 2011, peraturan ini belum berjalan meskipun pemerintah sudah berupaya mengawasi.18 Hal tersebut terjadi karena banyaknya imigran asing yang masuk ke Indonesia. Sebenarnya kejadian ini juga memberi dampak positif yaitu terkait globalisasi terjadinya modernisasi, peningkatan pendidikan, menambah pengetahuan dan pengalaman yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu penulis juga menjelaskan tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan bagi warga negara asing yang berstatus stateless di Indonesia.

17 Metnico V. Bawulang, 2018, Perlindungan Hukum Bagi Warga Negara Asing Yang Tidak Memiliki Status Kewarganegaraan Di Indonesia, Lex Et Societas, Vol. VI/No.2/April/2018, Diakses dalam: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/19958 (6/6/2021; 20.14 WIB)

(13)

13

Penelitian ketujuh adalah artikel dari Rahmawati Novia Sigit yang berjudul “Perlindungan Terhadap Orang Tanpa Kewarganegaraan (Stateless People) Dalam Hukum Internasional (Studi Kasus Etnis Rohingya Di Myanmar)”.19 Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Metnico yaitu sama-sama membahas mengenai stateless. Namun perbedaannya adalah subjek perlindungan hukum tersebut. Penelitian ini lebih memfokuskan pada perlindungan hukum stateless di Myanmar dan penelitian Metnico fokus pada perlindungan hukum stateless di Indonesia. Artikel ini mendeskripsikan tentang pengaturan hukum internasional tentang perlindungan terhadap hak-hak stateless person. Upaya perlindungan akan fokus pada etnis rohingya di Myanmar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan historis.

Rahmawati membahas tentang upaya menyelesaikan kasus pelanggaran Hukum Internasional oleh pemerintah Myanmar. PBB telah melakukan kwajibannya dalam memberikan perlindungan bagi etnis rohingya melalui Hukum Internasional dengan berbagai macam deklarasi dan konvensi internasional.20 Fenomena ini menyangkut HAM yang digunakan untuk melindungi kelompok etnis di seluruh dunia dari diskriminasi dan kekerasan. Myanmar perlu meratifikasi Konvensi 1954 dan Konvensi 1961. Dalam artikel ini dikatakan bahwa masalah stateless di Myanmar sudah sangat kompleks.

19 Rahmawati Novia Sigit, 2018, Perlindungan Terhadap Orang Tanpa Kewarganegaraan (Stateless People) Dalam Hukum Internasional (Studi Kasus Etnis Rohingya Di Myanmar), Jambi : Fakultas Hukum Universitas Jambi, Diakses dalam:

https://repository.unja.ac.id/4301/1/RRB10014288-ARTIKEL.pdf (6/6/2021; 20.23 WIB) 20 Ibid. Hal 8

(14)

14

Penelitian kedelapan adalah Jurnal dari Shuvro Prosun Sarker yang berjudul “Reducing Statelessness: A New Call for India”.21 Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian ketiga dan keempat yaitu membahas tentang stateless. Namun, penelitian Shuvro juga memiliki perbedaan yaitu pada fokus pembahasan. Penelitian ini untuk mengetahui kelompok-kelompok di India yang stateless dan menemukan cara untuk melindungi mereka di bawah perlindungan negara atau internasional. India menerima banyak kedatangan warga asing yang telah mengalami pelanggaran hak asasi. India juga belum meratifikasi Konvensi 1954 dan 1961 tentang stateless. Sesuai prinsip hukum Internasional yaitu non refoulment, pengungsi yang stateless harus diperbolehkan masuk. Selain itu juga prinsip non diskriminasi terhadap ras dan etnis.

Shuvro membahas bahwa India menerima tekanan dari organisasi pengungsi dan badan pengawas hak asasi manusia untuk memberikan perlindungan kepada mereka yang tidak termasuk dalam konvensi pengungsi atau konvensi stateless. Definisi stateless secara de jure adalah orang yang mengalami penganiayaan, karena terdapat konflik hukum yang mengakibatkan keadaan stateless tanpa disengaja, diskriminasi atau pelanggaran oleh Negara. Stateless secara de facto dianggap sebagai akibat dari tindakan individu seperti melarikan diri dari negara karena penganiayaan yang dilakukan oleh Negara. Negara harus memperlakukan sama antara stateless dan refugees. Stateless person meskipun tidak memiliki ikatan hukum dengan suatu negara namun seesuai prinsip HAM

21 Shuvro Prosun Sarker, Reducing Statelessness: A New Call for India, Diakses dalam: http://www.mcrg.ac.in/rw%20files/RW43_44/4.pdf (24/02/2020; 21.07 WIB)

(15)

15

harus tetap dilindungi. Saat ini Pengadilan Tinggi Delhi dan Pengadilan Tinggi Karnataka telah menetapkan hak-hak kewarganegaraan anak-anak Tibet yang lahir di India pada tahun 1950-1987.22 Mereka dapat menggunakan hak mereka untuk memilih.

Penelitian kesembilan oleh Rodziana Mohamed Razali yang berjudul “Addressing Statelessness in Malaysia: New Hope and Remaining Challenges”.23 Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yaitu membahas tentang stateless di Malaysia. Namun, perbedaan keduanya pada subjek penelitian. Rodziana menjelaskan upaya Malaysia menyelesaikan keadaan stateless dengan memastikan tidak ada anak yang lahir stateless dan meningkatkan data tentang stateless.

Jurnal ini menjelaskan beberapa kemajuan yang dibuat untuk mengatasi kewarganegaraan di perbatasan Malaysia. Selain itu juga membahas masalah yang masih sulit diatasi dan tantangan-tantangan lain yang muncul. Pada akhirnya semua lembaga negara Malaysia yang memiliki kepentingan terlibat secara langsung dalam mengatasi stateless. Keterlibatan advokasi untuk mengatasi masalah kewarganegaraan di Malaysia didukung oleh Pemerintah. Pemerintah bekerjasama dengan UNHCR untuk mewujudkan tujuan Kampanye #Ibelong.24 Kerjasama ini menargetkan kemudahan dalam akses pencatatan kelahiran dan pembentukan status kewarganegaraan. Mengingat populasi stateless terbanyak berada di Sabah. Saat ini

22 Ibid. Hal 84

23 Rodziana Mohamed Razali, 2017, Addressing Statelessness in Malaysia: New Hope and Remaining Challenges, Institute on Statelessness and Inclusion, Statelessness Working Paper Series No. 2017/06, Diakses dalam https://www.institutesi.org/WP2017_09.pdf (24/02/2020; 22.48 WIB) 24 Ibid, hal 10

(16)

16

keterlibatan lebih terfokus oleh pejabat negara, advokat dan hakim. Keadaan ini didorong untuk segera mengubah ketentuan kewarganegaraan yang masih mengandung unsur-unsur diskriminatif. Mengingat alasan sosial, politik dan ekonomi yang melatarbelakangi ketentuan undang-undang dan kebijakan kewarganegaraan Malaysia. Pendekatan mengenai hak asasi manusia harus dimanfaatkan dan dipromosikan dengan kuat untuk mengatasi masalah stateless ini.

Penelitian kesepuluh oleh Azlinariah Abdullah Azharudin Mohamed Dali dan Mohamad Rodzi Abd Razak yang berjudul “Surviving Stateless Refugees: The Uncertain Future Of Rohingya’s Children In Malaysia”.25 Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian Rodziana yaitu membahas stateless di Malaysia. Perbedaan keduanya berada pada subjek penelitian yaitu penelitian Rodziana pada perubahan aturan stateless Malaysia dan penelitian ini fokus pada stateless Rohingya di Malaysia. Penelitian ini bersifat kualitatif.

Malaysia telah menerima migrasi massal dari pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari pembantaian sporadis serta penganiayaan terhadap pemerintah Myanmar. Menurut UNHCR pengungsi ini berjumlah 154.000 pada akhir Maret 2017. Pengungsi Rohingya telah berada di Malaysia sejak adanya kejadian kampanye genosida oleh pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Perilaku melarikan diri dari Myanmar tersebut dilakukan secara ilegal. Para pengungsi ini pergi bersama dengan anak mereka kemudian diidentifikasi sebagai

25 Azlinariah Abdullah Azharudin Mohamed Dali Dan Mohamad Rodzi Abd Razak, 2018, Surviving Stateless Refugees: The Uncertain Future Of Rohingya’s Children In Malaysia, Malaysian Journal of History, Politics & Strategic Studies, National University of Malaysia, Vol. 45 (1) (July 2018): 177-195, ISSN 2180-0251 (electronic), 0126-5644, Diakses dalam:

(17)

17

migran ilegal. Dari perspektif hukum, anak-anak Myanmar yang lahir di Malaysia dianggap tidak ada karena kelahiran mereka tidak didokumentasikan. Karena itu membuat anak-anak menjadi stateless memiliki masa depan yang tidak menjanjikan. Terlepas dari berbagai tantangan dan ketidakpastian, masyarakat telah mempersiapkan diri untuk hidup di pinggiran, memiliki tekad untuk menjalani kehidupan mereka sebagai manusia dan tetap menjadi Muslim. Mereka hidup tanpa kartu identitas, sehingga sulit mendapatkan pekerjaan atau bahkan perlindungan medis.

Jurnal ini membahas tentang diskriminasi yang dihadapi oleh Rohingya di Malaysia, serta mengusulkan langkah-langkah efektif untuk menghilangkan diskriminasi tersebut. Dalam proses penelitian ini, penulis mengunjungi dua pusat anak-anak Rohingya yaitu Selayang yang berada di pinggiran Kuala Lumpur dan Cheras Baru, Selangor. Penulis menyimpulkan bahwa solusi yang tepat adalah memindahkan mereka ke negara-negara dunia ketiga karena Asia Tenggara memusuhi mereka, sebab pengaruh Rezim militer Burma di negara ASEAN. Saat ini, UNHCR juga sedang berdiskusi dengan Kementerian Pendidikan Malaysia tentang kemungkinan mengizinkan anak-anak pengungsi menerima pendidikan formal di sekolah-sekolah lokal.26

26 Ibid, hal 13

(18)

18

Tabel 1.1 Posisi Penelitian No. Nama & Judul

Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil

1. Andi Ulfah Tiara 1 Patunru “Peranan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Pengungsi Korban Perang Saudara Di Suriah” Jenis Penelitian : Deskriptif Kualitatfi Alat Analisa: Konsep Organisasi Internasional

UNHCR memiliki dua peran yaitu pertama sebagai penentu status pengungsi Suriah (determinator). Staf UNHCR di Turki telah membuat pos pendaftaran pengungsi di perbatasan Suriah–Turki untuk menetapkan status pengungsi. Pemerintah Turki juga membantu dalam memberikan data spesifik mengenai pengungsi terutama terkait kebutuhan khusus dan penyakit menular yang diderita. Peran kedua UNHCR adalah sebagai inisiator dan fasilisator perlindungan dan bantuan

kemanusiaan. Dalam

menjalankan peran ini, UNHCR bekerjasama dengan organisasi regional lain yaitu

UNFPA, UNICEF, WFP,

WHO dan ICRC.

2. Dewanto Try Hutomo “Peranan United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Perlindungan Pengungsi Rohingya Di Indonesia” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif

Peran UNHCR bagi pengungsi Rohingya adalah untuk memastikan keamanan dan memastikan akses mereka ke wilayah aman negara. Mereka juga melakukan pelatihan, sosialisasi dan korespondensi dengan pemerintah Indonesia. Hal ini untuk memastikan bahwa Indonesia menerapkan prinsip-prinsip perlindungan internasional terhadap pengungsi Rohingya. UNHCR

(19)

19

No. Nama & Judul Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil

juga bekerja sama dengan sekolah umum Indonesia untuk memberikan kursus bagi anak-anak pengungsi. Dalam

menjalankan tugasnya,

UNHCR bekerjasama dengan organisasi regional seperti WFP (World Food Program),

WHO (World Health

Organization), IOM

(International Organization for

Migration), ICRC

(International Committee of the Red Cross), UNDP (United

Nations Development

Program) dan (United Nations Children’s Fund). 3. Paulus Salvio Renno Renyaan “Peranan UNHCR( United Nation High Commission For Refugees) Dalam Memberikan Perlindungan Kepada Pengungsi Korban Konflik Suriah Yang Berada Di Negara Transit Hongaria” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif Alat Analisa: Pendekatan Hukum Normatif

Dalam hal memberikan

perlindungan dan pemenuhan kebutuhan pengungsi, UNHCR bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat yaitu Helsinki Committee of

Hungaria, Menedek

Association (pekerjaan sosial),

Coredelia Foundation

(rehabilitasi korban penyiksaan dan pemegang PTSD) dan UN OPCAT. UNHCR berperan dalam pemenuhan kebutuhan dasar, sandang dan papan, serta

memantau keberadaan pengungsi.. 4. Ni Made Maha Putri Paramitha “Peranan UNHCR Terhadap Perlindungan Jenis Penelitian; Deskriptif Kualitatif Alat Analisa: Pendekatan

Peran yang dimainkan oleh UNHCR adalah peran UNHCR di bidang screening in dan screening out, di mana pengungsi dicatat oleh UNHCR untuk menentukan

(20)

20

No. Nama & Judul Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil Pengungsi Rohingya Di Aceh Indonesia” Hukum Normatif

apakah mereka adalah

pengungsi. UNHCR turun langsung ke lapangan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh,

agar masyarakat bisa

menerimanya tanpa rasa malu. Selain itu, sebagai bentuk transparansi UNHCR di Indonesia, UNHCR juga berkewajiban memberikan informasi statistik pengungsi bulanan secara berkala.

5. Lucky Deriputra Harefa “Peran UNHCR Terhadap Pengungsi Nigeria, Korban Kelompok Radikal Boko Haram” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif Alat Analisa: Konsep Peran Organisasi Internasional .

Kelompok militan Boko Haram

menjadi ancaman bagi

pemerintah Nigeria. Banyak orang Nigeria telah melarikan diri ke daerah yang aman dari konflik seperti negara tetangga Nigeria Cameron, Niger, dan Chad. Peran UNHCR dalam memberikan perlindungan bagi pengungsi Nigeria telah dilakukan dengan baik, UNHCR telah memberikan solusi permanen kepada para pengungsi dan mencari solusi jangka panjang. Selain itu, UNHCR juga telah menjalin kerjasama dengan pemerintah Nigeria, Kamerun, Chad dan Niger. Tidak hanya bekerja sama dengan negara, UNHCR juga bekerja sama dengan WHO, WFP, ACTED, IOM dan organisasi internasional terkait lainnya untuk

(21)

21

No. Nama & Judul Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil

memberikan fasilitas bagi pengungsi. 6. Metnico V. Bawulang “Perlindungan Hukum Bagi Warga Negara Asing Yang Tidak Memiliki Status Kewarganegaraa n Di Indonesia” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif Alat Analisa: pendekatan Hukum Normatif

Pengaturan hukum bagi warga negara asing stateless di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011. Meski pemerintah berusaha memantau, peraturan tersebut tidak berjalan normal. Hal ini terjadi karena banyaknya imigran yang

masuk ke Indonesia.

Pemerintah berupaya

memberikan kewarganegaraan. Jika pemohon memenuhi persyaratan, kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh

melalui prosedur kewarganegaraan. 7. Rahmawati Novia Sigit “Perlindungan Terhadap Orang Tanpa Kewarganegaraa n (Stateless People) Dalam Hukum Internasional (Studi Kasus Etnis Rohingya Di Myanmar)” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif Alat Analisa: yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan historis. PBB sudah melaksanakan upaya proteksi untuk etnis

rohingya lewat Hukum

Internasional dengan

bermacam berbagai deklarasi

serta kesepakatan

internasional. Dikatakan bahwa

HAM digunakan untuk

melindungi kelompok etnis di segala dunia dari diskrimasi serta kekerasan. Myanmar seharusnya meratifikasi konvensi stateless 1954 dan konvensi 1961. Permasalahan stateless di Myanmar telah sangat kompleks. 8. Shuvro Prosun Sarker “ Reducing Statelessness: A Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif

India sudah menerima banyak migrasi yang mengalami pelanggaran hak asasi. Walaupun demikian, India

(22)

22

No. Nama & Judul Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil

New Call for India”

belum meratifikasi Konvensi stateless 1954 dan konvensi stateless 1961. Sesuai prinsip hukum Internasional ialah non refoulment, pengungsi yang stateless tidak boleh dicegah masuk. Tidak hanya itu, terdapat juga prinsip non diskriminasi terhadap ras serta etnis. Definisi stateless secara de jure merupakan orang yang menghadapi penganiayaan, karena terdapat konflik hukum yang bisa menyebabkan stateless tanpa disengaja,

diskriminasi ataupun

pelanggaran oleh Negeri. Stateless secara de facto karena aksi orang melarikan diri dari negera karena penganiayaan. Negera wajib memperlakukan sama antara stateless serta refugees. Stateless person walaupun tidak mempunyai hukum dengan sesuatu negera tetapi sesuai prinsip HAM wajib senantiasa dilindungi. 9. Rodziana Mohamed Razali “Addressing Statelessness in Malaysia: New Hope and Remaining Challenges” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif

Seluruh lembaga negera yang mempunyai kepentingan ikut serta secara langsung dalam menangani stateless. Terdapat keterlibatan advokasi untuk menangani permasalahan kewarganegaraan di Malaysia

yang didukung oleh

Pemerintah. Pemerintah berkolaborasi dengan UNHCR

mewujudkan Kampanye

(23)

23

No. Nama & Judul Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil menargetkan kemudahan

dalam akses pencatatan kelahiran serta pembuatan status kewarganegaraan. Paradigma hak asasi manusia wajib dimanfaatkan serta

dipromosikan untuk menangani permasalahan stateless ini. 10. Azlinariah Abdullah Azharudin Mohamed Dali Dan Mohamad Rodzi Abd Razak ”Surviving Stateless Refugees: The Uncertain Future Of Rohingya’s Children In Malaysia” Jenis Penelitian: Deskriptif Kualitatif

Malaysia sudah menarik migrasi massal para pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari pembantaian sporadis dan penganiayaan pemerintah Myanmar. Sikap melarikan diri dari Myanmar merupakan ilegal. Para pengungsi ini bersama dengan anak mereka diidentifikasi sebagai migran ilegal. Dari perspektif hukum, anak-anak Myanmar yang lahir di Malaysia diakui stateless karena tidak ada bukti yang didokumentasikan. Solusi yang sesuai dengan memindahkan mereka ke negara-negara dunia ketiga karena Asia Tenggara memusuhi mereka terkait pengaruh Rezim militer Burma di negera ASEAN. Saat ini, UNHCR berdiskusi dengan

Departemen Pendidikan

Malaysia untuk mengizinkan

anak-anak pengungsi

menerima pembelajaran resmi di sekolah- sekolah lokal. 11. Pristina Widya

“Peran United Nations High

Jenis Penelitian:

Stateless person di Malaysia

mengalami berbagai

(24)

24

No. Nama & Judul Penelitian Jenis Penelitian dan Alat Analisa Hasil Commissioner For Refugees (UNHCR) Dalam Menangani Permasalahan Stateless Di Malaysia” Deskriptif Kualitatif Alat Analisa: Konsep Organisasi Internasional ,Konsep Stateless

UNHCR sebagai organisasi internasional memiliki peran sebagai Penegak Aturan (normatif), Pemberi Informasi (informatif) dan Pelaksana Kebijakan (operasional). Peran ini kemudian dianalisis bagi stateless person di Malaysia menggunakan konsep stateless.

Dari kesepuluh penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai perbandingan penelitian yang penulis akan lakukan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan yang dapat dimaknai telah dikelompokkan dengan dibentuk cluster yaitu peran UNHCR, stateless dan stateless di Malaysia. Pengelompokan cluster tersebut sesuai dengan kebutuhan peneliti yang berkaitan dengan judul penelitian. Sedangkan untuk perbedaannya, penulis memiliki permasalahan yang berbeda dimana penelitian ini lebih memfokuskan tentang bagaimana peran UNHCR dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia.

1.5 KERANGKA KONSEPTUAL

1.5.1 Konsep Organisasi Internasional

Konsep organisasi internasional dapat membantu mendeskripsikan tugas suatu organisasi internasional dan memberikan pedoman ketika organisasi

(25)

25

internasional tersebut sudah mengidentifikasi perannya. Organisasi internasional menurut Michael Hass terdapat dua pengertian yaitu: (i) sebagai suatu lembaga atau struktur yang memiliki serangkaian peraturan, keanggotaan, jadwal, tempat dan waktu pertemuan; (ii) organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan utuh dimana tidak ada aspek non-lembaga dalam istilah organisasi internasional.27 Selain itu, Archer mengartikan bahwa organisasi internasional sebagai sebuah struktur formal berkesinambungan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan anggota-anggotanya dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mencapai tujuan yang sama.28 Dalam arti luas, organisasi internasional ini juga dapat diartikan sebagai suatu ikatan antar subjek yang melintasi batas-batas negara, dimana ikatan tersebut terbentuk berdasarkan suatu kesepakatan dan memiliki lembaga bersama.

Menurut Andre Pareira, peran utama organisasi internasional dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai inisiator, fasilitator, determinator dan mediator.29 Organisasi internasional sebagai inisiator dilihat dari perannya dalam melakukan kerjasama serta mengajukan solusi atas fenomena atau permasalahan yang dihadapi. Bentuk kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan individu, masyarakat/komunitas, organisasi dan negara. Organisasi internasional sebagai fasilitator dilihat dari peranannya untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan dan mencapai tujuan organisasi. Organisasi

27 Michael Hass dalam James N. Rosenau, 1969, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory, New York: The Free Pers, hal 131.

28 Clive Archer, 1983, International Organization, George Allen and Unwin Publisher London, hal 35.

29 Andre Pareira, 1999, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal 135.

(26)

26

internasional sebagai determinator dilihat dari perannya dalam memberi dan mengambil keputusan dalam suatu permasalahan atau fenomena. Sebagai mediator, organisasi internasional memiliki peran sebagai penengah dalam menyelesaikan suatu konflik atau masalah yang terjadi antar anggotanya.

Peran organisasi internasional menurut J. Samuel Barkin dapat dilihat dari segi bantuan kemanusiaan dan hak asasi manusia.30 Dalam hal segi bantuan manusia, organisasi internasional berperan untuk mencari kasus yang menyangkut dengan fenomena di masyarakat, serta mempromosikan dan mengakui hak hak asasi manusia. Organisasi internasional memantau komitmen dari suatu negara dari kesepakatan yang telah disetujui. Selain itu, juga menentukan dan mendefinisikan berbagai macam kategori dari hak hak yang ada pada masyakarat. Peran ini dapat memberikan hasil yang efektif atas penerapan hak asasi manusia.

Dalam hal bantuan kemanusiaan, organisasi internasional memiliki peran untuk mengidentifikasi dan mempublikasikan wilayah-wilayah yang membutuhkan bantuan. Organisasi internasional memfokuskan diri untuk mencari adanya dana bantuan kemanusiaan, memenuhi kebutuhan dasar dari jutaan orang yang membutuhkan bantuan dan menyediakan bantuan yang dibutuhkan. Organisasi internasional akan mengidentifikasi kebutuhan dari suatu daerah dan memberikan bantuan langsung menggunakan dana yang dimiliki. Melalui kebutuhan kemanusiaan sebuah organisasi internasional dapat memberikan jutaan manusia kebutuhan dasar.

30 J. Samuel Barkin, 2006, International Organization: Theories and Institutions, PALGRAVE

MACMILLAN, Diakses dalam:

https://stackofideas.files.wordpress.com/2012/02/j_samuel_barkin_international_organization_the bookfi-org.pdf (27/03/2021; 14.30 WIB)

(27)

27

Menurut Harold K. Jacobson, fungsi organisasi internasional dikategorikan menjadi lima yaitu fungsi informatif, normatif,role-creating, role supervisory dan operasional.31 Fungsi informatif terdiri dari pengumpulan, penganalisaan, penukaran dan penyebaran berbagai data dan fakta yang terjadi di dunia internasional. Dalam hal ini organisasi internasional memiliki perwakilan melalui staf mereka untuk tujuan di dunia internasional. Fungsi normatif dari organisasi internasional terdiri atas standar tujuan dan deklarasi organisasi tersebut. Fungsi ini tidak terikat oleh legalisasi hukum melainkan ketetapannya dipengaruhi keadaan lingkungan domestik dan politik internasional.

Fungsi role-creating terdiri dari standar tujuan dan deklarasi organisasi yang dibatasi oleh frame legalitas hokum yang memengaruhinya. Organisasi internasional membuat aturan baru atau mengupayakan agar peraturan atau perjanjian yang telah disepakati, dapat ditandatangani dan diratifikasi untuk mengikat pihak-pihak yang terlibat langsung misalnya negara. Peraturan yang dibuat tersebut bersifat mengikat pada hukum, maka negara-negara anggota organisasi internasional harus melakukan ratifikasi atas suatu aturan yang hanya berlaku bagi yang meratifikasi saja. Fungsi role-supervisory dari organisasi internasional meliputi pengambilan tindakan atau keputusan untuk menjamin penegakan berlakunya peraturan oleh para aktor internasional. Fungsi ini memerlukan beberapa langkah dalam pengoperasiannya, berawal dari penyusunan fakta-fakta yang didapat dari pelanggaran yang terjadi kemudian fakta-fakta

31 Harold K. Jacobson, 1984, Network of Interdependence: International Organizations and The Global Political System, The University of California: Knopf, hal.88-90.

(28)

28

diverifikasi untuk menjadi pembebanan saksi. Peran ini berkaitan dengan pengawasan atau pengambilan keputusan untuk menjamin penegakan berlakunya sebuah peraturan oleh para aktor internasional. Organisasi internasional dapat menetapkan ukuran-ukuran pelanggaran dan menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu peraturan dengan pemberian sanksi. Fungsi operasional dari organisasi internasional meliputi pemanfaatan dan pengoperasian segala sumber daya di organisasi tersebut. Sebagai contoh dalam hal ini yaitu pendanaan, pengoperasian, pemanfaatan sumber daya manusia, sub organisasi dan penyebaran operasi militer.

Fungsi merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai mandat dan kemampuannya. Sedangkan peran adalah kondisi yang bersifat opsional atau tidak wajib, dimana tidak semua fungsi utama yang ada dilakukan. Fungsi informatif diimplementasikan dalam sebuah peran disebut sebagai pemberi informasi. Fungsi normatif dalam sebuah peran disebut sebagai penegak aturan, fungsi role-creating dalam sebuah peran disebut sebagai pembuat kebijakan, fungsi role supervisory dalam sebuah peran disebut sebagai pengawas dan fungsi operasional disebut sebagai pelaksana kebijakan. UNHCR sebagai organisasi internasional memiliki beberapa fungsi berdasarkan mandatnya. Namun, tidak semua fungsi tersebut dilakukan dalam sebuah peran.

UNHCR dalam penelitian ini memiliki fungsi informatif, normatif dan operasional. Fungsi informatif diimplementasikan sebagai pemberi informasi dapat dilihat dengan adanya UNHCR senantiasa memberikan informasi mengenai partner UNHCR di Malaysia. UNHCR juga memberikan data mengenai stateless dan

(29)

29

mengadakan forum atau konferensi melalui program kampanye #Ibelong dengan kerangka kerja the Global Action Plan to End Statelessness: 2014–2024. Malaysia menyetujui empat dari sepuluh kerangka kerja yang ada. Fungsi normatif diimplementasikan dalam peran sebagai penegak aturan, dapat dilihat dari adanya program pemberian bantuan hukum pada stateless person dan mendorong Malaysia untuk meratifikasi konvensi stateless. Fungsi operasional diimplementasikan dalam peran sebagai pelaksana kebijakan. Peran ini dapat dilihat dari pengoperasian program kerjasama dengan DHRRA (Development of Human Resources for Rural Areas) dan pemberian pendanaan.

1.5.2 Konsep Stateless

Stateless dibagi menjadi dua yaitu stateless de jure dan stateless de facto. Menurut Konvensi 1954 tentang stateless person, stateless de jure merupakan suatu keadaan seseorang yang tidak diakui kewarganegaraannya secara nasional oleh negara manapun berdasarkan hukum nasionalnya.32 Definisi tersebut tidak mencakup pada seseorang yang telah melakukan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan non-politik serius atau tindakan lain yang tidak sesudia dengan tujuan dan prinsip PBB. Konvensi 1954 juga melarang negara mengusir stateless person di wilayah mereka kecuali untuk alasan keamanan nasional atau ketertiban umum. Stateless de jure tidak berhak atas kewarganegaraan apa pun baik karena tidak diberi kewarganegaraan saat lahir atau semasa hidupnya kehilangan kewargangeraan dan tidak mendapatkan

32 UNHCR, 2005, Nationality and Statelessness : A Handbook For Parliamentarians, Switzerland: Inter-Parliamentary Union.

(30)

30

yang baru.33 Definisi ini mengikat semua negara pihak konvensi dan berlaku untuk negara lain karena Komisi Hukum Internasional telah menyimpulkan bahwa itu adalah bagian dari hukum kebiasaan internasional. Stateless person yang merupakan pengungsi menurut Konvensi 1951 berhak atas perlindungan berdasarkan instrumen itu. Jika seseorang adalah pengungsi dan stateless, kedua jenis status tersebut harus diakui secara eksplisit. Demikian pula, standar perlakuan disediakan untuk bentuk perlindungan termasuk refoulement, negara harus menerapkan standar ini kepada individu stateless yang memenuhi syarat untuk perlindungan tersebut.

Menurut Jason Tucker, Stateless de facto (fakta) merupakan orang yang memiliki kewarganegaraan, tetapi tidak mendapat perlindungan dari negara kebangsaannya karena pada umumnya mereka tinggal di luar wilayah negara itu atau bisa dikatakan sebagai orang yang kewarganegaraannya tidak efektif.34 Sedangkan menurut Massey, Stateless de facto adalah orang yang berada di luar negara kebangsaan mereka dan tidak mampu atau karena alasan yang sah, tidak bersedia memanfaatkan perlindungan salah satu negara tersebut.35 Dalam Undang-Undang Final Konvensi 1961, meskipun tidak mendefinisikan secara de facto keadaan stateless, UNHCR menetapkan rekomendasi bahwa orang-orang tersebut

33 UNHCR, 2010, Legal and Protection Policy Research Series UNHCR and De Facto Statelessness, hal 61, Diakses dalam: http://www.unhcr.org/4bc2ddeb9.pdf (29/3/2021;10.04 WIB)

34 Paul Weis, 1979, “Nationality and Statelessness in International Law”, Edisi Kedua, tanpa penerbit, Nethelands, h.164 yang dimuat dalam Jason Tucker, 2014, “Questioning de facto Statelessness By Looking at de facto Citizenship”, Tilburg Law Review, h. 277.

35 Massey, 2010, Legal and Protection Policy Research Series, UNHCR and De Facto statelessness, LPPR 10/01, Diakses dalam: http://www.unhcr.org/4bc2ddeb9.pdf (3/3/2020; 23.39 WIB)

(31)

31

mendapat manfaat dari ketentuan dalam Konvensi 1961 untuk memperoleh kewarganegaraan yang efektif.

Stateless de facto tidak masuk dalam konvensi stateless. Salah satu alasan mengapa UNHCR memilih untuk tidak memperluas definisi hukum tentang stateless dengan memasukkan stateless de facto, karena akan membutuhkan perpanjangan mandatnya.36 Dengan cara ini, UNHCR akan bertanggung jawab atas orang-orang yang tidak menikmati hak-hak mereka terkait kewarganegaraan dan masih berada di wilayah kewarganegaraannya. Oleh karena itu, memperluas definisi akan mengharuskan UNHCR untuk mencampuri kedaulatan negara. UNHCR umumnya tidak dapat ikut campur dalam urusan dalam negeri suatu negara berdaulat kecuali ada situasi lintas batas yang serupa dengan pergerakan pengungsi. Sedangkan menurut Malaysia sebagai negara yang belum meratifikasi Konvensi 1954 dan Konvensi 1961, pengertian stateless berdasarkan hukum internasional yaitu mereka yang tidak diakui sebagai warga negara oleh negara bagian mana pun di bawah pelaksanaan hukumnya.37 Jadi, stateless menurut Konvensi PBB dan Pemerintah Malaysia memiliki definisi yang sama.

Stateless person tidak memiliki identitas diri. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak memiliki dokumen resmi seperti paspor atau dokumen yang sah dari negara bersangkutan.38 Banyak stateless person menghadapi pelecehan,

36 Kateryna Ustymenko, 2013, Defining Statelessness: The Conception of the Definition and Why It Matters Today, Partial Fulfillment of the Requirements for Bachelors Degree in Human Rights Institute for the Study of Human Rights , New York: Columbia University

37 Tamara Joan Duraisingam, 2016, Chronology of Policies affecting potentially Stateless Persons and Refugees in Malaysia, The Institute on Statelessness and Inclusion, Statelessness Working Paper Series No. 2016/07.

38 UNHCR GLOBAL APPEAL 2014-2015, Addressing Statelessness, Diakses dalam:

(32)

32

diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Keadaan tersebut merupakan hal umum dalam kehidupan sehari-hari mereka.39 Mereka juga tidak bisa menggunakan hak-hak dasar terkait dengan kewarganegaraan seperti berpartisipasi dalam proses politik, tidak dapat bepergian dengan bebas, tidak memiliki akses ke layanan yang didanai publik seperti pendidikan, perawatan kesehatan dan kesejahteraan.

Stateless terjadi karena berbagai faktor. Faktor tersebut seperti diskriminasi terhadap kelompok etnis, agama, gender, munculnya negara baru, transfer antar negara dan konflik hukum kewarganegaraan.40 Stateless seringkali terjadi karena hasil dari kebijakan negara yang bertujuan untuk mengecualikan komunitas yang dianggap orang luar. Hal tersebut misalnya orang di Rakhine Myanmar mencapai lebih dari 810.000 yang tidak memiliki kewarganegaraan berdasarkan undang-undang kewarganegaraan Myanmar saat ini.41 Myanmar menetapkan bahwa hanya anggota kelompok etnis tertentu yang memenuhi syarat untuk menjadi warga negara.

1.6 METODE PENELITIAN

39 Helen Brunt, A position paper on " The vulnerability of Bajau Laut (Sama Dilaut) Children

in Sabah"' Diakses dalam:

http://www.aprrn.info/1/images/PDF/Bajau_Laut_position_paper_FINAL.pdf (24/02/2020; 22.09 WIB)

40 UNHCR, Statelessness Around the World, diakses dalam: https://www.unhcr.org/statelessness-around-the-world.html (24/02/2020; 22.44 WIB)

(33)

33

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memiliki tujuan untuk mendeksripsikan atau menjelaskan berbagai fenomena alamiah ataupun fenomena buatan manusia yang ada. Fenomena tersebut berupa objek bentuk, aktivitas, karakteristik, hubungan, kesamaan, dan perbedaan satu fenomena dengan fenomena lainnya.42 Penelitian ini berusaha menjabarkan kondisi, hubungan, proses yang berlangsung, atau kecenderungan yang sedang berlangsung.43 Penelitian ini menjabarkan bagaimana peran UNHCR dalam menangani permasalahan stateless di Malaysia tahun 2014-2017.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari, mengumpulkan dan mempelajari serta meneliti data data yang terkumpul dari buku, jurnal, laporan resmi, website resmi, arsip dan sebagainya yang berkaitan dengan kasus penelitian.44

Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini diambil dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur, hasil penelitian dan sebagainya. Data sekunder mencakup dokumen-dokumen, buku, jurnal, skripsi, hasil penelitian yang berwujud laporan dan seterusnya. Literatur yang digunakan

42 Yanuar Ikbar, 2014, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional, Bandung: Refika Aditama. 43 Ibid.

44Elmer E. Rasmuson Library, Library Research Process, diakses dalam: https://library.uaf.edu/ls101-research-process (18/03/2021, 13:09 WIB)

(34)

34

sebagai sumber data sekunder adalah penelitian-penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis penelitian deskriptif, peneliti menggunakan teknik analisa data kualitatif. Teknik analisa data kualitatif menggunakan dan menggabungkan data, dokumen kredibel untuk mendapatkan informasi. Data data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan konsep dan teori hubungan internasional untuk dapat melihat fenomena yang diteliti.45 Teknik analisa data kualitatif memiliki tiga alur kegiatan, yaitu:46

1. Reduksi Data

Peneliti memilah-milah data yang relevan dengan topik penelitian dan membuang data data yang tidak diperlukan

2. Penyajian data

Peneliti memahami fenomena yang terjadi secara detail dan menganalisis bagaimana strategi untuk menangani fenomena tersebut. 3. Menarik Kesimpulan

Peneliti mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat dan proposisi.

1.7 RUANG LINGKUP PENELITIAN

45 John W. Cresswell, 2014, Research Design Qualitative, Quantitative, Mixed Method Approaches, SAGE, hal 123.

(35)

35

a. Batasan Waktu

Batasan waktu bertujuan agar peneliti fokus pada rentang waktu penelitian, sehingga tidak jauh dari bahasan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi waktu penelitian yakni pada tahun 2014 sampai 2017. Pada tahun 2014 UNHCR meluncurkan kampanye #Ibelong dan Global Action Plan to End Statelessness 2014 sampai 2024 yang berisi sepuluh langkah serta target pencapaian negara dengan dukungan dari UNHCR. Pada tahun 2017, Pemerintah Federal Malaysia pertama kali mengeluarkan blueprint India, hal ini menunjukkan adanya kemajuan Pemerintah Malaysia dalam menangani permasalahan stateless untuk pertama kali.

b. Batasan Materi

Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi materi penelitian hanya pada peran UNHCR menangani permasalahan stateless di Malaysia sesuai dengan perannya sebagai pemberi informasi (informatif), penegak aturan (normatif) dan pelaksana kebijakan (operasional).

1.8 ARGUMEN DASAR

Sesuai dengan konsep organisasi internasional menurut Harold K. Jacobson, UNHCR memiliki fungsi informatif, normatif dan operasional. Fungsi informatif diimplementasikan dalam sebuah peran sebagai pemberi informasi, dapat dilihat dengan adanya UNHCR yang memiliki perwakilannya di Malaysia yaitu di Kuala Lumpur. UNHCR melaksanakan perannya dengan senantiasa memberikan data

(36)

36

mengenai partner UNHCR, memberikan informasi mengenai kegiatan selama di Malaysia dan melaksanakan konferensi tentang stateless. Informasi mengenai program ini ditujukan bagi penerima manfaat seperti pemerintah, mitra dan masyarat. Program yang dijalankan melalui kampanye #Ibelong dengan kerangka kerja the Global Action Plan to End Statelessness: 2014–2024. Rencana ini dikembangkan dengan berkonsultasi dengan Negara, masyarakat sipil, dan organisasi internasional. Malaysia menyetujui empat dari sepuluh kerangka kerja yang ada. Fungsi normatif diimplementasikan dalam peran sebagai penegak aturan. UNHCR menjalankan peran ini dapat dilihat dari adanya program pemberian bantuan hukum pada stateless person dan mendorong Malaysia untuk meratifikasi konvensi stateless. Fungsi operasional diimplementasikan dalam peran sebagai pelaksana kebijakan. Peran ini dapat dilihat dari pengoperasian program kerjasama dengan DHRRA (Development of Human Resources for Rural Areas) melalui bantuan teknis langsung dari UNHCR. Fungsi UNHCR ini merupakan implementasi dalam wujud nyata secara langsung yaitu secara door to door. Selain itu, UNHCR juga memberikan pendanaan untuk operasional di Malaysia.

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yang setiap babnya terdiri atas sub-sub yang saling berhubungan:

BAB I PENDAHULUAN

(37)

37 1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Kerangka Konseptual

1.5.1 Konsep Peran Organisasi Internasional 1.5.2 Konsep Stateless

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian 1.6.2 Teknik Analisa Data 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data 1.7 Ruang Lingkup Penelitian

1.8 Argumen Pokok 1.9 Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PERMASALAHAN STATELESS DI MALAYSIA

2.1 Gambaran Umum UNHCR

2.2 Eksistensi UNHCR Di Malaysia 2.3 Permasalahan Stateless Di Malaysia

(38)

38

BAB III PERAN UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) SEBAGAI PEMBERI INFORMASI

3.1 Menyediakan Data Tentang Partner UNHCR Di Malaysia

3.2 Melaksanakan Kampanye #Ibelong

BAB IV PERAN UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) SEBAGAI PENEGAK ATURAN DAN PELAKSANA KEBIJAKAN

4.1 UNHCR Sebagai Penegak Aturan

4.1.1 Mendorong Pemerintah Malaysia Untuk Meratifikasi Konvensi Konvensi Statelessness 4.1.2 Memberikan Bantuan Hukum

4.2 UNHCR Sebagai Pelaksana Kebijakan 4.2.1 Melaksanakan Proyek Pemetaan dan Bantuan Hukum

4.2.2 Memberikan Pendanaan Untuk Stateless di Malaysia

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

Gambar

Tabel 1.1 Posisi Penelitian  No.  Nama & Judul

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: ada hubungan positif dukungan suami dan kecemasan dengan kualitas tidur ibu hamil, tidak ada hubungan dukungan suami

larangan durhaka kepada orang tua, larangan dusta, larangan egois, larangan eksploitasi orang lain, larangan hidup seperti binatang, larangan ikut campur, larangan ikut/ikutan,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan oleh peneliti berkaitan tentang pengelolaan program Penguatan Pendidikan Karakter mengenai

1. Keputusan Gubernur tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan/Atau Lahan di Kalimantan Selatan. Penetapan Status Siaga

Kepribadian tokoh utama “Aku” yang merupakan seorang seniman atau penulis, dalam dirinya memiliki perasaan atau perilaku yang disadarinya ataupun tidak sadar,

Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubu ngan Indu strial dan Jaminan Sosial Tenaga

Dalam penulisan ilmiah ini penulis, membuat penulisan dengan judul membuat aplikasi website dengan Content Management System (CMS) Joomla untuk suatu website informasi film dengan