• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Predator Sycanus annulicornis

2.1.1 Biologi Sycanus SP Kingdom : Animalia Divisi : Arthopoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera Famili : Reduvidae Genus : Sycanus

Spesies : Sycanus annulicornis Dohrn 2.2 Siklus Hidup Sycanus annulicornis Dohrn

Gambar 2.1 Siklus Hidup S. annulicornis (Abdul dkk, 2016) TELUR 15-19 Hari - - NIMFA 75,9 -76 Hari - - IMAGO

(2)

2 2.2.1 Telur

Sycanus annulicornis meletakan telurnya yang berwarna coklat secara

berkelompok yang direkatkan antara satu dengan yang lain secara vertikal hingga kelapisan bawah. Imago betina S. annulicornis dapat meletakkan 1-4 kelompok telur dalam sekali hidupnya. Satu kelompok telur terdiri dari 40 butir telur. Telur-telur yang fertil berubah menjadi coklat gelap dan diselimuti oleh selaput yang berwarna putih kekuningan, sedangkan telur yang tidak fertil menjadi mengkerut setelah beberapa hari. Periode inkubsi telur 15-19 hari. Persentase telur yang menetas dari setiap kelompok telur adalah 18,77% (Abdul dkk, 2016).

Gambar 2.2 (1) Betina meletakan telurnya secara berkelompok, (2) kelompok telur yang sudah direkatkan, (3) Kelompok telur yang fertil,

(4) Kelompok telur yang tidak fertil Sumber : Abdul dkk, 2016 2.2.2 Nimfa

Nimfa Sycanus annulicornis mengalami 5 instar. Nimfa yang baru menetas masih lemah dan berwarna jingga polos. Nimfa yang baru menetas biasanya berkumpul di sekitar kelompok telur dan memakan sisa-sisa telur yang belum menetas. Setelah 2 hari, nimfa akan menyebar dan bergerak dengan cepat untuk menemukan mangsanya.

(3)

3

Gambar 2.3 (1) Telur yang baru menetas dan menjadi nimfa instar 1, dan

(2) nimfa instar 1 yang telah menyebar Sumber : Abdul dkk, 2016

Rata-rata jumlah nimfa instar 1 yang menetas dari 1 kelompok telur (fertilitasi) adalah sebanyak 18,4 ekor (Sahid dkk, 2016). Data pertumbuhan (panjang dan berat tubuh) dan perkembangan setiap tahap nimfa dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rata-rata periode perkembangan, ukuran dan berat nimfa

S. annulicornis Nimfa Periode (hari) Panjang (mm) Berat (mg) Instar 1 16,6 17 0,98 Instar 2 15,1 48 2,07 Instar 3 12,0 73 13,25 Instar 4 12,4 113 35,61 Instar 5 19,8 154 89,36 Sumber : Abdul dkk, 2016

(4)

4

Gambar 2.4 Proses pergantian kulit dari nimfa instar 3 ke instar 4 Sumber : Abdul dkk, 2016

Mortalitas nimfa hanya terjadi pada instar ke-1 dan ke-2 dengan persentase berturut-turut sebesar 6,5 % dan 1,6 %. Nimfa instar ke-2, ke-3 dan ke-4 berwarna orange dan abdomen berwarna coklat kehitaman. Nimfa instar ke-5 yang berwarna kuning orange kecoklatan dengan abdomen berwarna hitam (Sahid dkk, 2016).

Instar 1 Instar 2 Instar 3

Instar 4 Instar 5

Gambar 2.5 Nimfa S. annulicornis instar 1 hingga instar 5 Sumber : Afandi, 2018

(5)

5

Lama proses pergantian kulit ini berlangung selama 15-25 menit. Pada waktu pergantian kulit, nimfa tidak aktif bergerak dan sangat lemah. Selama proses ini berlangsung nimfa dapat menjadi mangsa bagi nimfa lainnya ketika mangsanya tidak tersedia. Namun beberapa saat setelah proses tersebut, nimfa akan kembali aktif dan bergerak dengan cepat (Sahid dkk, 2016).

2.2.3 Imago

Nimfa ke-5 yang baru ganti kulit menjadi imago berwarna kuning jingga dibagian toraks dan abdomen, dengan sayap yang transparan dan tungkat berwarna putih (Gambar 2.6 1). Setelah tiga jam kemudian pada bagian toraks, abdomen dan tungkai warna berubah menjadi hitam, sedangkan sayapnya berwarna jingga kecoklatan (Gambar 2.5 2).

Gambar 2.6 (1) S. annulicornis yang baru berganti kulit menjadi imago dewasa (2) S. annulicornis dewasa setelah 4 jam berganti kulit

Sumber : Abdul dkk, 2016

Lama hidup imago betina yang diamati mulai dari proses ganti kulit nimfa instar ke-5 menjadi imago hingga kematiannya adalah 6 hari, sedangkan imago jantan hingga kematiannya adalah 5 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat abdomen imago. Ujung imago jantan terlihat mendatar, sedangkan ujung abdomen imago betina meruncing (Sahid dkk, 2016).

(6)

6

Gambar 2.7 (1) Kelamin imago jantan, (2) Kelamin imago betina Sumber : Abdul dkk, 2016

Rasio jenis kelamin jantan : betina adalah 3:4. Imago betina memiliki ukuran dan berat tubuh yang lebih besar dari pada jantan. Siklus hidup imago S.

annulicornis jantan dan betina berturut-turut adalah 7 dan 8 hari (Abdul,

2016).

Tabel 2.2 Perbedaan Imago jantan dan betina

Keterangan Jantan Betina

Lama hidup imago (hari) 5 hari 6 hari

Berat imago (mg) 12,25 27,99

Panjang tubuh (mm) 7 10

Sumber : Abdul dkk, 2016 2.3 Perlakuan Kawin

Setelah 6–10 hari ganti kulit terakhir, imago jantan dan betina digabungkan agar berkopulasi untuk bereproduksi menghasilkan generasi berikutnya. Menurut Abdul dkk, urutan perilaku kawin yang diamati pada S. annulicornis, yaitu: munculnya gairah (arousal), pendekatan (approach), posisi jantan di atas betina (riding over), kopulasi, dan pasca kopulasi.

(7)

7 2.3.1 Gairah dan Pendekatan

Perilaku kawin diawali dengan memandang ke alat kelamin lawan jenisnya. Betina yang masih virgin digairahkan dengan cepat setelah jantan memandang alat kelaminnya. Jantan yang masih virgin mendekati betina dengan memanjangkan antena dan rostrumnya. Respon pendekatan terjadi setelah jantan menyentuh betina dengan antenanya dan meletakkan kaki depan di atas betina. Waktu yang diperlukan untuk memunculkan gairah hingga proses mendekati ± 3,4 menit.

2.3.2 Posisi Jantan dan Betina

Jantan memegang betina dengan kakinya dan menekan bagian thoraks anterior betina dengan ujung labialnya. Jantan naik ke tubuh betina dalam posisi dorsoventral (Gambar 2.8 1). Pada spesies ini, waktu yang diperlukan untuk perilaku ini sangat singkat, yaitu ± 2,7 detik.

2.3.3 Kompulasi

Setelah posisi jantan naik ke tubuh betina, jantan memanjangkan alat kelaminnya hingga terkoneksi dengan alat kelamin betina. Selama kopulasi (Gambar 2.8 2), sepasang serangga ini tidak melakukan pergerakan. Lama berlangsungnya kopulasi ± 3,2 menit. Akhir kopulasi dicirikan oleh terkulainya antena jantan dan betina ke bawah, yang diikuti oleh pemisahan pasangan kawin. Keberhasilan kopulasi dibuktikan dengan injeksi kapsul spermatofor setelah akhir kopulasi (Abdul dkk, 2016).

(8)

8

1 2

Gambar 2.8 (1) Posisi jantan naik ke tubuh betina (Riding over) (2). Kopulasi

Sumber : Afandi, 2018 2.3 Ulat Api

2.3.1 Setothosea asigna

Klasifikasi S. asigna menurut (Sastrosayono, 2003) adalah sebagai berikut: Phylum : Arthropoda

Class : Insekta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea

Species : Setothosea asigna van Eecke

Gambar 2.9 (1) Ulat Api S. asigna Sumber : Afandi, 2018

(9)

9

Sethotosea asigna biasanya meletakkan telurnya berderet 3-4 baris sejajar

dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 16 – 17. Satu tumpukan telur terdiri dari 44 butir dan seekor ngengat betina selama hidupnya mampu menghasilkan telur 300 – 400 butir. Telur biasanya menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Telur S. asigna pipih dan berwarna kuning muda (Buana dan Siahaan, 2003).

Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang menyerupai piramida) pada bagian punggungnya. Selain itu pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat berganti kulit 7 – 8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm2 (Prawirosukarto, 2003).

2.3.2 Gejala Serangan Ulat Api

Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela-jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar.Mulai instar ke 3 biasanya ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering disebut gejala melidi (Buana dan Siahaan, 2003).

Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk S. asigna dan S. nitens pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5 - 10 ekor perpelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun ke atas dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda (Prawirosukarto, 2003).

(10)

10

Gambar 2.10 Gejala yang di timbulkan ulat api Sumber : Afandi, 2018

2.3.3 Pengendalian

Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan kemudian dimusnahkan.

2. Pengendalian secara hayati, dilakukan dengan penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa Sycanus

annulicornis, Eocanthecona sp, Penggunaan virus seperti Granulosis

Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur

Bacillus thuringiensis.

3. Penggunaan insektisida, dilakukan dengan penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot dan penyemprotan udara dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi.

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidup S. annulicornis (Abdul dkk, 2016) TELUR 15-19 Hari - - NIMFA 75,9 -76 Hari - - IMAGO
Gambar 2.2 (1) Betina meletakan telurnya secara berkelompok, (2) kelompok  telur yang sudah direkatkan, (3) Kelompok telur yang fertil,
Tabel  2.1  Rata-rata  periode  perkembangan,  ukuran  dan  berat  nimfa               S
Gambar 2.5 Nimfa S. annulicornis instar 1 hingga instar 5  Sumber : Afandi, 2018
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 1 Nilai Rerata, Selang, Koefisien Keragaman Fenotip, Koefisien Keragaman Genetik, dan Heritabilitas Karakter Kuantitatif dalam Populasi BM UB 1 Karakter Tinggi Tanaman cm

upaya tanggung jawab sosial. b) Menggunakan ekolabel atau ekologo pada produk atau bahan pemasaran. c) Melibatkan konsumen dalam pemasaran hijau, perusahaan memotivasi.. konsumen

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah: (a) Untuk mengetahui penganturan hukum positif di Indonesia mengenai tindak pidana

231 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan, telp.

Meskipun sistem pengendalian internal sudah dilakukan dengan baik pada aktivitas operasi suatu entitas tetapi belum bisa diterapkan secara efektif tidak berpengaruh terhadap

Proses merumuskan ide yang berasal dari kumpulan pertanyaan yang terus-menerus hadir pada diri seniman, hal seperti itu memerlukan keseimbangan dengan cara menemukan dan

Agregat merupakan material penyusun utama plat beton perkerasan kaku. Mutu agregat sangat mempengaruhi tingkat ketahanan dan keawetan kontruksi perkerasan kaku. Penurunan muka

berhubungan dengan pelaksanaan syariat Islam; aparat yang selama ini menjadi backing bisnis minuman keras, pelacuran, dan perjudian; aparat penegak syariat Islam yang