• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia Lembaga jaminan kebendaan dapat berupa hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai.

1

Menurut Djuhaendah Hasan, jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitor melakukan cidera janji (wanprestasi). Di dalam jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang menjadi objek jaminan sehingga dalam pratek jaminan kebendaan lebih disukai dari pada jaminan perorangan karena sifatnya yang lebih menguntungkan pihak kreditor.

2

Salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia merupakan salah satu lembaga jaminan atas benda bergerak yang sering digunakan dalam berbagai aktifitas bisnis di masyarakat karena mudah proses untuk pengikatannya.

1 Mariam Darus Badrulzaman, 1998, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 68.

2 Djuhaendah Hasan, 1998, Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Proyek Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 70.

(2)

Sejalan dengan perkembangan lembaga jaminan yang dikehendaki, agar dituangkan dalam aturan-aturan hukum yang lebih baku, terutama lembaga jaminan fidusia yang pada awalnya hanya bersumber pada Burgerlijke Wetbook (BW). Pada tanggal 9 September 1999 Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia dalam rapat paripurna memutuskan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) jaminan fidusia untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan disahkan RUU Fidusia oleh Presiden maka terpenuhilah pengaturan fidusia secara komprehensif dan memberikan kejelasan serta kepastian hukum.

Jaminan fidusia ini biasanya sering dilakukan oleh pihak debitor atau penerima pinjaman terutama untuk golongan ekonomi menengah ke bawah.

Hal tersebut dikarenakan, benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tetap berada di tangan debitor, sedangkan hak kepemilikannya saja yang diberikan sebagai jaminan kepada kreditor. Dengan demikian, denda objek jaminan fidusia tersebut masih dapat dipergunakan pihak debitor dalam aktifitas sehari-harinya.

Tujuan dari pengaturan lembaga fidusia ini diharapkan dapat

memperkecil kesulitan yang dihadapi oleh para pihak terutama kreditor yang

ternyata debitor tidak memenuhi prestasinya sebagaimana mestinya, apabila

benda di tangan debitor. Eksitensi fidusia sebagai lembaga jaminan di

Indonesia dulunya hanya didasari pada yurisprudensi. Hal ini dikarenakan

tidak jelasnya konsep mengenai objek fidusia itu sendiri, baik dari sejak

lahirnya fidusia dan pengakuannya dalam yurisprudensi tersebut.

(3)

Pada awalnya, lembaga jaminan fidusia ini dikenal dalam lembaga hukum Romawi dengan nama fiducia cum creditore, sedangkan di Indonesia sendiri kebendaan Fidusia diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerechtshop (HGH) tanggal 18 Agustus 1932, dan khususnya adalah

pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum possesorium sulit dibayangkan apabila dimengerti dan dipahami oleh orang Indonesia. Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possesorium ini bukan hanya monopoli hukum Barat saja. Kalau diteliti dan dicermati, dalam hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi demikian.

3

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dalam Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik itu berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

Ada hal yang harus didasari bahwa pada Pasal 2 UUJF juga memberikan suatu batasan terhadap ruang lingkup berlakunya setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia.

3 Subagya, 2004, Ringkasan Hukum Jaminan, Pasca Hukum UII, Yogyakarta, hlm. 13.

(4)

Hal ini kembali dipertegas melalui rumusan dalam Pasal 3 UUJF yang menyatakan bahwasanya UUJF tidak berlaku terhadap:

1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftarkan.

2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) meter atau lebih.

3. Hipotik atas pesawat terbang.

4. Gadai.

Lembaga jaminan fidusia ini digunakan secara luas dalam berbagai transaksi pinjam meminjam atau kredit karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, serta adanya kepastian hukum dengan cara mendaftarkan jaminan fidusia tersebut. Pendaftaran jaminan fidusia tersebut memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan.

Hal ini berbeda dengan gadai walaupun objek gadai hampir sama

dengan objek fidusia yaitu juga sama-sama benda bergerak berwujud, namun

karena objek gadai berada pada penerima gadai, maka objek gadai tersebut

tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kesehariannya oleh si

pemberi gadai seperti sepeda motor, mobil dan sebagainya. Apabila tidak

dilakukan maka akan mengalami kekurangan. Hal ini dinyatakan oleh Mariam

Darus bahwasanya jika menalaah sistem hukum jaminan maka tampaklah

(5)

bahwa hukum jaminan belum berada dalam sistem hukum yang bulat dan tuntas dimana pengaturannya masih bersifat sporadic dan belum tuntas.

4

Fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia adalah penyelenggaraan pelayanan hukum terhadap pendaftaran jaminan fidusia untuk terciptanya tertib hukum di masyarakatsebagaimana keinginan dari UUJF itu sendiri. Jika dilihat dari arti fungsi, maka fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia lebih bersifat administratif, tetapi tidak hanya semata-mata hanya berfungsi administratif maksudnya ketika jaminan fidusia didaftarkan fungsi substantif lebih dominan. Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia menurut sosiologis adalah merupakan aspek dinamis kedudukan status, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.

5

Jaminan fidusia dilakukan dengan akta notaris. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UUJF, yang menyatakan bahwa “Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia”. Akta tersebut kemudian didaftarkan ke Kementrian Hukum dan HAM. Sebelum akta notaris tersebut keluar, maka objek jaminan fidusia tidak bisa diambil oleh pihak pembiayaan jika kredit mengalami masalah. Pendaftaran ke Kemenkumham tersebut adalah untuk menimbulkan hubungan perikatan antara konsumen dengan

4 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hlm. 1.

5 Soejono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 243.

(6)

lembaga pembiayaan. Jika belum didaftarkan ke Kemenkumham, maka pihak konsumen dengan lembaga pembiayaan belum mempunyai hubungan hukum.

6

Hal tersebut diatur dalam Pasal 11-12 UUJF yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 11:

(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Pasal 12:

(1) Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

(2) Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

(3) Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.

(4) Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.

Selain diatur dalam UUJF, pendaftaran jaminan fidusia juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan (PMK Fidusia).

Pasal 1 dan 3 PMK Fidusia menyebutkan bahwa:

Pasal 1: Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia.

6 Leasing Dilarang Tarik Kendaraan Nasabah, diakses dari http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/26/leasing-dilarang-tarik-kendaraan-nasabah

(7)

Pasal 3: Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, fidusia harus dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembebanan fidusia dan pendaftaran fidusia. Pembebanan fidusia harus dilakukan dengan akta notariil dan selanjutnya didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Peran notaris dalam mendorong kreditor untuk mendaftarkan akta jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) dan perlindungan hukum bagi kreditor dalam pengikatan jaminan fidusia yang akta jaminan fidusianya hanya dicatat dalam buku register notaris. Berdasarkan Pasal 15 ayat(2) huruf (e) dan Pasal 16 ayat (1) huruf (l) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) memberikan peran kepada notaris untuk mendorong kreditor mendaftarkan akta jaminan fidusia keKantor Pendaftaran Fidusia.

Perlindungan hukum bagi kreditor yang akta jaminan fidusianya hanya dicatat dalam buku register notaris sangatlah lemah karena menyebabkan kreditor tidak dapat menuntut haknya sebagai kreditor preferent berdasarkan Undang- UndangNomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Proses pendaftaran jaminan fidusia yang membutuhkan waktu lama

kini tidak akan terjadi lagi. Dikarenakan terhitung tanggal 5 Maret 2013,

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum dan Hak

Asasi Manusia (Kemenkumham) telah meluncurkan sistem fidusia

elektronik.berdasarkan Surat Edaran Ditjen AHU No. AHU-06.OT.03.01

(8)

Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System) dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia.

Pembentukan sistem ini merupakan wujud usaha Kemenkumham untuk menegakkan isi dari Pasal 14 ayat (1) UUJF yang berbunyi: “Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran”. Pasal tersebut belum dapat dilaksanakan secara sempurna pada sistem yang lama, yaitu sistem pendaftaran jaminan fidusia manual karena jumlah sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana yang ada di KPF tidak sebanding dengan besarnya jumlah permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia yang masuk setiap harinya, sehingga terjadi penumpukan arsip pendaftaran Jaminan Fidusia di KPF dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

7

Selain itu, pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik juga bertujuan agar seluruh pendaftaran jaminan fidusia dapat terdata secara nasional dalam database Ditjen AHU sehingga asas publisitas semakin meningkat.

8

Berbagai pihak yang sering kali berhadapan dengan urusan di bidang jaminan fidusia mulai dari pemberi fidusia (debitor), penerima fidusia (kreditor), bank persepsi yang menerima pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), Kantor Pendaftaran

7 Ivone Dwiratna, 2 Mei 2013, Kupas Tuntas Fidusia Online, Langkah Hebat Situs Sibuk Pendulang PNBP (online), http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/05/02/kupas-tuntas- fidusia-online-langkah-hebat-situs-sibuk-pendulang-pnbp-552337.html

8 Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 30.

(9)

Fidusia (KPF), serta Notaris turut mendukung dan menyambut baik dibentuknya sistem ini dengan harapan pelayanan jasa hukum bidang Jaminan Fidusia dapat menjadi lebih cepat, praktis dan akurat.

Setelah berjalannya sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik (online system) berbagai keuntungan mulai dirasakan oleh para pemohon pendaftaran jaminan fidusia, antara lain pengajuan permohonan pendaftaran menjadi lebih mudah tanpa harus mendatangi KPF dan Sertifikat Jaminan Fidusia terbit tepat waktu serta dapat dicetak sendiri oleh pemohon.

Namun di samping berbagai keuntungan tersebut, sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik juga masih memiliki kekurangan karena tidak mencantumkan uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, padahal Pasal 13 ayat (2) UUJF berbunyi: Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat:

a. identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.

b. tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia.

c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.

d. uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

e. nilai penjaminan; dan

f. nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Subjek jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian

pembebanan jaminan fidusia, yaitu pemberi dan penerima fidusia. Pemberi

fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi

objek jaminan fidusia, bisa debitur sendiri maupun pihak ketiga. Sedangkan

(10)

penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

Perubahan dari sistem pendaftaran jaminan fidusia manual menjadi sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tahun 2013 dan kemudian mengalami pengembangan aplikasi lagi pada 2014 tentu tidak hanya memberikan perubahan pelaksanaan di lapangan begitu saja, melainkan juga memberikan perubahan terhadap kepastian hukum bagi para pihak di dalamnya.

Terkait subjek jaminan fidusia, secara eksplisit tidak diatur dalam UUJF mengenai apakah subjek jaminan fidusia tersebut dipengaruhi oleh kewarganegaraan seseorang atau tidak. Namun layaknya sebuah perjanjian, perjanjian jaminan fidusia pun terdiri dari pihak-pihak yang dapat dikategorikan sebagai subjek jaminan fidusia, yang diantaranya adalah pemberi fidusia dan penerima fidusia. Dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 UUJF menyebutkan, bahwa:

Pasal 1 angk 5: Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Pasl 1 angka 6: Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.

Selain itu dapat dijelaskan pula bahwa yang bertindak sebagai pemberi fidusia adalah debitur (pihak yang mempunyai utang) maupun pihak ketiga.

Sedangkan penerima fidusia adalah kreditur (pihak yang mempunyai piutang)

yang bisa lebih dari satu. Namun yang menjadi permasalahan dalam

pendaftaran jaminan fidusia secara on line adalah tidak dimuatnya subjek atas

(11)

nama benda jaminan fidusia, padahal di dalam ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUJF dinyatakan bahwa pernyataan pendaftaran memuat antara lain identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Selain bertentangan dengan Pasal 13 ayat (2) UUJF, ketentuan tidak dimuatnya subjek atas nama benda jaminan fidusia juga bertentangan dengan dengan Pasal 14 ayat (2) UUJF yang berbunyi:

“Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).”Akibat dari tidak dicantumkannya uraian mengenai subjek atas nama jaminan fidusia, maka risiko pelanggaran terhadap larangan fidusia tetap ada, baik dalam sistem pendaftaran jaminan fidusia manual maupun on line.

Artinya usaha pemerintah untuk membentuk sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik menjadi sia-sia karena tidak dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penegakan kepastian hukum terkait hukum jaminan fidusia di Indonesia.

Meskipun pendaftaran fidusia secara on line telah mempermudah, akan

tetapi dimungkinkan adanya perbedaan data sebenarnya dengan data yang

didaftarkan karena petugas / pegawai tidak bisa melihat secara langsung

apakah pada saat mendaftarkan telah sesuai dengan identitas aslinya. Hal ini

memungkinkan pemberi fidusia tidak mencantumkan identitas sesuai dengan

yang aslinya atau pemberi fidusia pindah domisili dan berganti identitas

setelah melakukan pendaftaran fidusia. Di samping hal tersebut pemberi

fidusia dimungkinkan melakukan wanprestasi, yaitu melakukan perbuatan

tanpa sepengatuhan penerima fidusia berupa penjualan terhadap benda

(12)

jaminan atau mengalihkan benda jaminan, karena benda yang menjadi jaminan masih berada di tangan pemberi fidusia, sedangkan pemberi fidusia hanya memegang bukti kepemilikan atas benda yang dijaminkan.Atas dasar uraian tersebut maka penulis perlu meneliti mengenai penyelesaian atas permasalahan ini, khususnya pendaftaran fidusia secara elektronik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok penelitian dalam tesis ini sebagai berikut:

1. Bagaimana kepastian hukum pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dalam hal domisili pemberi fidusia tidak sesuai dengan identitas asli?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi penerima fidusia dalam hal debitor wanprestasi?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran dan pengamatan kepustakaan Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada yang dilakukan oleh penulis, penelitian

yang berjudul “IMPLEMENTASI PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA

SECARA ELEKTRONIK DALAM KETENTUAN SURAT EDARAN

DIRJEN AHU TERTANGGAL 5 MARET 2013, NOMOR: AHU

06.OT.03.01 TAHUN 2013”, belum pernah dilakukan sebelumnya, namun

(13)

dalam hal ini penulis menemukan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang hendak penulis tulis, yaitu:

1. Immas Anggun Cahaya / 2014 dengan

judul“PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM

PENDAFTARAN FIDUSIA ONLINE TERHADAP PENERIMA FIDUSIA. Focus penelitian ini tentang Surat edaran dirjen AHU nomor 06.OT 03.01 tanggal 5 maret 2013 mengatur pelaksanaan pendaftaran fidusia dengan sistem online, Proses pendaftaran ini dilakukan oleh notaris. Dilakukan pendaftaran oleh notaris dan pembuatan aktanya ini hanya sebatas syarat formil untuk memenuhi peraturan. Surat edaran ini sebenarnya mengeliminasi keberadaan UUJF karena peraturan didalam Undang-Undang seharusnya lebih tinggi daripada Surat Edaran, untuk mendaftarkan fidusia dasarnya adalah surat kuasa. Namun kuasa ini bersifat paksa karena tidak ada kesepakatan dan hanya mengikuti aturan dalam Undang-Undang. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen AHU tersebut pendaftaran fidusia ke kantor pendaftaran fidusia menjadi tanggung jawab dari notaris, karena notaris yang mempunyai sarana untuk pendaftaran secara online. Peranan notaris dalam hal ini hanya sebatas pada perjanjian utang piutangnya serta mendaftarkan saja ke kantor kemenkumham.

Pendaftaran dengan akta notaris sesuai yang diamanatkan Undang-Undang

itu untuk memenuhi syarat formilnya. Apabila notaris

tidakmendaftarkannya akhirnya akan timbul permasalahan dan ia dapat

dituntut oleh penerima fidusianya. Sesuai dengan amanat UUJF

(14)

pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan akta notaris sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 UUJF. Pemilihan untuk menggunakan akta otentik yang hanya bisa dilakukan oleh pejabat yang berwenang ini demi melindungi kepastian hukumnya terlebih lagi proses pendaftaran fidusia yang dilakukan dengan sistem baru ini hanya notaris yang bisa mendaftarkan maka notaris tidak boleh lalai dalam melaksanakan tugasnya. Apabila notaris lalai tidak mendaftarkan atau salah dalam proses pendaftarannya notaris dapat dituntut ganti rugi.

2. Aditya Renni Rosanti/ 2014, dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENDAFTARAN FIDUSIA SECARA ONLINE DI WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Focus penelitian ini adalah penerapan asas spesialitas dalam pendaftaran jaminan fidusia secara online telah terpenuhi dalam hal pengisian obyek fidusia, namun saat ini masih terasa kurang karena sampai saat ini Sertifikat yang dikeluarkan belum memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan daam Pasal 14 ayat (2) UUJF.

Padahal tujuan utama adanya asas spesialitas ini adalah untuk

memberikankepastian hukum dan perlindungan hukum kepada penerima

fidusia dari pemberi fidusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 ayat

(2) huruf c UUJF. Namun walaupun tidak dijelaskan dalam

Permenkumham, namun tetap saja hal yang tidak diatur dalam

Permenkumham dapat dilihat pada Undang-Undang diatasnya. Selain itu,

mengenai tidak tercantumnya obyek Jaminan Fidusia secara tegas

(15)

menyebutkan jenis obyek dalam Sertifikat, sebenarnya bukan tidak tercantum sama sekali. Kalimat “Obyek jaminan Fidusia sesuai yang tertuang dalam Akta Nomor” tersebut sudah mewakili, karena obyek jaminan fidusia merupakan acessoir yang mengikuti perjanjian pokok.

3. Fellino Basten Nyampai / 2014, dengan judul “TANGGUNG GUGAT NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA SETELAH BERLAKUNYA PENDAFTARAN FIDUSIA SECARA ONLINE SEBAGAI PERJANJIAN FORMIL”. Focus penelitian ini tentang pelaksanaan tanggung gugat notaris dalam pembuatan akta jaminan fidusia setelah berlakunya pendaftaran fidusia online sebagai perjanjian formil dalam menjalankan kewenangannya membuat akta jaminan fidusia seorang notaris harus bermoral, berintegritas tinggi dan menanamkan sikap profesionalisme yang tinggi serta harus mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada serta kaidah hukum yang berlaku umum kemungkinan-kemungkinan akan munculnya gugatan tersebut tidak terjadi terhadap akta jaminan fidusia yang dibuatnya tersebut.Dalam hal pelaksanaan tanggung gugat notaris di pengadilan , notaris tersebut dapat di gugat apabila terbukti bersalah telah merugikan para pihak berdasarkan akta jaminan fidusia yang dibuatnya tersebut.

Pihak yang mengalami kerugian tersebut dapat mengajukan perkara

gugatan perdata di pengadilan negeri untuk melakukan hukum acara serta

memohonkan putusan hakim yang seadil-adilnya menyatakan bahwa

notaris bersalah dan harus dihukum dengan penggantian biaya ganti

(16)

kerugian dan denda. Notaris hanya bertanggung gugat secara perdata terhadap kebenaran formil dari isi akta jaminan fidusianya tersebut karena kebenaran materiilnya adalah kehendak dari para pihak itu sendiri.

Perbedaan tesis yang penulis buat dengan tesis sebelumnya bahwa tesis-tesis sebelumnya lebih menekankan pada tanggung jawab notaris dalam pendaftaran fidusia online, pelaksanaan pendaftaran fidusia secara online dan tanggung gugat notaris dalam pembuatan akta jaminan fidusia. Sedangkan tesis yang penulis buat lebih menekankan pada kepastian hukum pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dan perlindungan hukum bagi penerima fidusia dalam hal debitor wanprestasi.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk membahas, menganalisis dan mengetahuikepastian hukum pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dalam hal domisili pemberi fidusia tidak sesuai dengan identitas asli.

2. Untuk membahas, menganalisis, dan mengetahui perlindungan hukum bagi penerima fidusia dalam hal debitor wanprestasi.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan

hukum baik secara teoritis maupun praktis mengenai kepastian hukum

(17)

pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Penelitian ini juga

dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan bagi penulis untuk memperoleh

gelar Magister Kenotariatan dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian di Afrika Selatan pada anak usia 2-5 th juga menyimpulkan bahwa asupan kalsium dan vitamin D yang tidak adekuat, yang kemungkinan disebabkan karena kurang

Fungi endofit yang tumbuh diamati secara makroskopis (tipe koloni, sifat permukaan koloni, warna koloni) dan ri Pemurnian dilakukan sebanyak 4 kali hingga didapatkan

Hasil penelitian mengenai perilaku (pe- ngetahuan, sikap, tindakan) 3M plus berdasarkan faktor pengetahuan menunjukkan bahwa yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 49 res-

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terjadi ketidakkonsistenan pengaturan imbalan kurator dalam pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Hukum

Bahwa Kepemimpinan Paternalistik berupa menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak atau belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, bersikap terlalu melindungi

Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni menguji pengaruh intellectual capital yang terdiri dari human capital, structural capital

Komponen waktu dalam strategi pembelajaran menunjukkan jumlah waktu dalam menit yang dibutuhkan oleh pengajar/dosen dan mahasiswa untuk menyelesaikan setiap langkah

Penelitian ini tetap memiliki tujuan yang sama dengan penelitian untuk menganalisis pengaruh intellectual capital dan mengobservasi pelaksanaan praktik corporate