• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Garut merupakan sentra produksi jeruk dan juga sentra produksi jeruk siam di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah produksi jeruk keprok/siam sebesar 10.758,1 Ton dari total produksi jeruk keprok/siam Jawa Barat sebesar 23.732 Ton.

Selanjutnya dipilihnya Kecamatan Samarang sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut merupakan sentra utama jeruk siam di Kabupaten Garut.

Berdasarkan data realisasi luas tanam (sisa tanaman akhir) dan produksi jeruk siam di Kabupaten Garut pada tahun 2010, Kecamatan Samarang merupakan sentra utama jeruk siam terbesar dengan jumlah 148.977 pohon atau 22,48 persen dari luas tanam total di Kabupaten Garut. Selain itu jumlah produksi jeruk siam di Kecamatan Samarang pada tahun 2010 mencapai 3314 Ton atau meliputi 36,09 persen dari total produksijeruk siam di Kabupaten Garut. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011.

4.2. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada kelompok tani, petani, pedagang perantara/pengumpul, serta pedagang input-input pertanian.

Pengambilan sampel terhadap kelompok tani dilakukan dengan menggunakan metode purposive yaitu metode pengambilan sampel secara sengaja. Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan responden petani jeruk siam dengan umur tanaman yang diinginkan. Pada Kecamatan Samarang dipilih dua kelompok tani yang masing-masing mewakili desa pengembangan jeruk siam di wilayah yang bersangkutan, yakni kelompok Karya Tani (Desa Cintaasih) dan kelompok Gemar Maju (Desa Sukarasa). Pengambilan sampel terhadap petani juga dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling terhadap anggota kelompok tani yang sudah terpilih sebelumnya dalam kelompok tani. Jumlah

(2)

petani yang yang dibutuhkan untuk menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 49 orang. Penentuan jumlah tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat minimal data statistik yaitu 30 ditambah dengan 10 untuk mengantisipasi adanya error data. Tabel 6 menyajikan sebaran petani sampel di Kecamatan Samarang.

Tabel 6. Sebaran Petani Sampel di Kecamatan Samarang

Desa Jumlah Petani Sampel

Cintaasih 26

Sukarasa 23

Total 49

Penentuan jumlah sampel dan teknik pengambilan data dalam penelitian ini berdasarkan pada Pearson et al. (2004), bahwa data yang diambil untuk PAM bisa dari contoh yang tidak terlampau besar, baik dari segi petani, pedagang, pelaku usaha, maupun pengolahan, karena data yang dimasukkan dalam PAM merupakan modus, bukan parameter yang diestimasi melalui model dengan jumlah contoh yang valid secara statistik. Sehingga penelitian ini dirangsang untuk mengumpulkan lebih banyak informasi baik dari segi aspek maupun kedalaman, dibanding jumlah petani yang diwawancara.

4.3. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun data yang bersifat kuantitatif.

Data primer diperoleh melalui wawancara, pengisisan kuesioner serta pengamatan langsung di lapangan. Wawancara dilakukan kepada petani jeruk siam serta beberapa narasumber yang terkait dengan bidang ini. Data sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku, internet, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan, situs resmi departemen terkait, perpustakaan IPB, serta instansi lainnya yang dapat mendukung dan membantu untuk ketersediaan data.

(3)

4.4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis Policy Analysis Matrix (PAM) dengan pertimbangan bahwa dengan metode ini dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai, yaitu dapat diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif serta dampak kebijakan pemerintah terhadap input dan output pengusahaan jeruk siam di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excell.

Diperlukan beberapa langkah pendekatan dalam melakukan analisis daya saing.

Adapun tahapan yang dilakukan dalam penyusunan PAM ini antara lain :

1) Penentuan komponen fisik baik faktor input maupun faktor output secara lengkap dari aktivitas ekonomi komoditas jeruk siam selama enam tahun.

Data jumlah komponen fisik untuk faktor input dan output merupakan rata-rata dari jumlah sampel yamg diperoleh.

2) Mengklasifikasikan seluruh biaya ke dalam komponen domestik yaitu input yang dihasilkan di pasar domestik dan tidak diperdagangkan secara internasional dan komponen asing, yaitu input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional, baik diekspor maupun diimpor.

3) Penentuan harga privat dan penafsiran harga bayangan (sosial) atas input- output.

4) Penyusunan budget privat dan budget sosial yang kemudian dipisahkan ke dalam biaya input asing privat, biaya input asing sosial, biaya input domestik privat dan biaya input domestik sosial.

5) Proses pendiskontoan (discounting) untuk menentukan Net Present Value (NPV) dari masing-masing bagian tersebut, karena menurut Pearson et al.

(2004), perhitungan untuk komoditas dengan rentang waktu yang panjang, seperti komoditas jeruk siam memerlukan tabel PAM untuk setiap periode, kemudian menghitung Net Present Value (NPV) seluruh periode tersebut.

Proses diskonto (discounting) diperlukan dalam kasus ini karena nilai penerimaan dan biaya yang akan diterima atau dikeluarkan pada masa yang akan datang akan lebih kecil nilainya dibanding nilai pada saat ini.

Rumus untuk menghitung NPV penerimaan atau biaya menurut Pearson et al. (2004) adalah sebagai berikut :

(4)

NPV =

Dimana i adalah tingkat suku bunga, Rt adalah penerimaan atau biaya pada tahun ke-t, t adalah period eke- dan x adalah jumlah periode.

6) Kemudian langkah terakhir adalah tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM.

Selain itu beberapa asumsi yang mendasari penyusunan tabel PAM dalam penelitian ini antara lain :

1) Perhitungan didasarkan pada hasil produksi jeruk siam pada tahun 2010 dengan membedakan penggunaan teknologi pada bibit, yakni teknologi modern (bibit penangkaran) dan teknologi tradisional (bibit batang bawah sendiri).

2) Harga yang terjadi dalam usahatani jeruk siam merupakan harga rata-rata pada tingkat petani.

3) Tingkat kematian tanaman jeruk siam nol persen.

4) Nilai tukar resmi adalah nilai tukar rata-rata yang berlaku pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar.

5) Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga deposito yang berlaku di Bank BRI Cabang Samarang pada tahun 2010, yakni sebesar enam persen per tahun.

Seperti yang diutarakan pada bagian kerangka pemikiran bahwa sifat PAM yang kaku, maka untuk mengatasinya yakni dengan melakukan analisis sensitivitas. Analisis ini dilakuakan untuk mengatasi kelemahan PAM yang dalam analisisnya hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif. Selain itu, analisis ini juga digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kondisi daya saing komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut.

(5)

4.5. Metode Pengalokasian Komponen Biaya Domestik (Non Tradable) dan Komponen Biaya Asing (Tradable)

Terdapat dua metode pendekatan dalam pengalokasian biaya ke dalam komponen asing dan domestik, yaitu metode pendekatan langsung (Direct Approach) dan pendekatan total (Total Approach). Metode pendekatan langsung mengasumsikan bahwa seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat diperdagangkan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Input non tradable yang berasal dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen biaya domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi dihitung sebagai komponen biaya asing (Monke dan Pearson, 1989).

Sedangkan pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut memiliki kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen lokal dilindungi sehingga tambahan input didatangkan dari produsen lokal atau pasar domestik (Monke dan Pearson, 1989).

Sehingga pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan total karena dianggap tepat untuk digunakan dalam menganalisis dampak kebijakan dan memperkirakan biaya ekonomi (biaya sosial) dalam analisis keunggulan komparatif.

4.5.1. Alokasi Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun secara diperhitungkan untuk menghasilkan suatu produk akhir yang siap dipasarkan maupun dikonsumsi. Penentuan alokasi biaya produksi kedalam komponen domestik dan asing berdasarkan atas jenis input, penilaian biaya input asing dan domestik dalam biaya total input. Alokasi biaya produksi atas komponen domestik dan asing dapat dilihat pada Tabel 7.

(6)

Tabel 7. Alokasi Biaya Produksi ke dalam Komponen Domestik dan Asing pada Sistem Komoditas Jeruk Siam di Lokasi Penelitian, Tahun 2010

No. Jenis Biaya Domestik (%) Asing (%)

1 Bibit Jeruk Siam 100,00 0,00

2 Pupuk Urea* 95,00 5,00

3 Pupuk SP-36* 95,00 5,00

4 Pupuk KCL* 95,00 5,00

5 Pupuk ZK* 95,00 5,00

6 Pupuk ZA* 95,00 5,00

7 Pupuk Organik 100,00 0,00

8 Pestisida** 0,00 100,00

9 Tenaga Kerja 100,00 0,00

10 Penyusutan Peralatan 100,00 0,00

11 Bunga Modal 100,00 0,00

12 Sewa Lahan 100,00 0,00

13 PBB 100,00 0,00

Keterangan :

* Tabel Input-Output (BPS) dalam Nuryanti (2010)

** Tabel Input-Output (BPS) dalam Novianti (2003)

Data pada Tabel 7, menunjukkan bahwa input produksi yang tidak mengandung komponen asing dalam usahatani jeruk siam dalam penelitian ini adalah bibit, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, penyusutan peralatan, bunga modal, sewa lahan dan PBB. Sedangkan input produksi yang mengandung komponen asing (tradable) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk anorganik dan pestisida.

4.6. Penentuan Harga Bayangan Input dan Output

Menurut Gittinger (1986), penggunaan harga pasar dalam melakukan analisis ekonomi seringkali tidak menggambarkan opportunity cost-nya. Oleh karena itu, setiap input dan output yang digunakan dalam analisis ekonomi harus disesuaikan terlebih dahulu dengan tingkat harga sosial. Harga sosial atau harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan.

(7)

Namun dalam kenyataanya sulit untuk menemukan kondisi pasar dalam kondisi pasar persaingan sempurna. Adapun alasan penggunaan harga bayangan dalam menganalisis ekonomi adalah :

a. Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan harga yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan suatu aktivitas.

b. Harga pasar yang berlaku tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan jika seandainya terdapat sejumlah pilihan sumberdaya yang digunakan dalam aktivitas, namun tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat.

4.6.1. Harga Bayangan Output

Harga bayangan output adalah harga output yang terjadi di pasar dunia apabila diberlakukan pasar bebas, dimana pada penelitian ini perhitungannya menggunakan harga paritas ekspor. Harga bayangan output untuk komoditas ekspor atau berpotensi ekspor digunakan harga perbatasan yaitu harga FOB (free on board). Sedangkan harga bayangan output untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu harga CIF (cost insurance freight). Penelitian ini dalam menghitung harga bayangan jeruk menggunakan harga CIF karena posisi Indonesia terehadap output yang dianalisis jeruk berada dalam posisi dimana volume impor jeruk lebih tinggi dibandingkan volume ekspornya. Harga CIF ini akan dikonversi dengan SER dikurangi biaya tataniaga (transportasi dan penanganan) dari pelabuhan ke tempat penelitian.

Penggunaan harga CIF ini didasarkan pada perimbangan bahwa komoditas jeruk merupakan komoditas yang berorientasi pada kegiatan impor. Penentuan harga CIF dapat dihitung dari harga FOB jeruk di negara asal ditambah dengan biaya asuransi dan pengapalan (Insurance and Freight). Berdasarkan informasi harga yang diperoleh dari Xiamen East Phenix Import & Export Co., Ltd., diketahui bahwa harga FOB jeruk siam di pasar internasional China adalah sebesar 620 US Dollar per Ton1. Biaya asuransi dan pengapalan (Insurance and Freight) jeruk siam dari China ke Indonesia ditentukan dari besarnya pajak yang

1 Fuzhou Zheng Guang Trade Co., Ltd. Mandarin Citrus Fruit.

http://www.alibaba.com/product-gs/427012492/Mandarin_citrus_fruit.html

(8)

harus dikeluarkan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak, yakni 10 persen dari harga FOB untuk komoditas yang berasal dari Asia Non-Asean2, adalah sebesar 62 US Dollar per Ton. Sehingga harga CIF jeruk siam di Indonesia adalah sebesar 682 US Dollar per Ton. Nilai tersebut kemudian dikonversikan dengan nilai tukar bayangan (SER) sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar untuk tahun 2010. Hasil ters

e

but kemudian dikurangi dengan biaya transportasi dan handling sehingga didapatkan harga paritas ekspor tingkat pedagang besar sebesar Rp 6.080,36 per Kilogram. Terakhir hasil tersebut dikurangi dengan biaya distribusi ke tingkat petani sebesar Rp 700,00 per Kilogram jeruk siam, sehingga didapat harga paritas impor tingkat petani untuk jeruk siam adalah sebesar Rp 5.380,36 per Kilogram.

4.6.2. Harga Bayangan Input

Perhitungan harga bayangan sarana produksi pertanian dan peralatan yang tradeable sama dengan perhitungan harga bayangan output, yaitu dengan menggunakan harga perbatasan (border price), yaitu untuk komoditas ekspor digunakan harga FOB (free on board) dan untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu harga CIF (cost insurance freight). Sedangkan perhitungan harga bayangan saprotan dan peralatan yang non tradeable digunakan harga domestik setelah mengeluarkan beberapa faktor domestik.

a. Harga Bayangan Bibit Jeruk Siam

Penggunaan bibit dalam penelitian ini dibedakan menjadi bibit yang berasal dari penangkaran yang berada di Kecamatan Karangpawitan dan bibit yang menggunakan batang bawah sendiri. Berdasarkan hal tersebut, penentuan harga bayangan untuk bibit jeruk siam didasarkan pada harga yang ada di pasar

2Duniacyber Freebies Article. Contoh Perhitungan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor dan Impor Sementara. http://www.duniacyber.com/freebies/planning/contoh-perhitungan-bea- masuk-dan-pajak-dalam-rangka-impor-dan-impor-sementara/. [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011]

(9)

tempat penelitian. Dilain pihak hal ini juga disebabkan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur produksi bibit tanaman tersebut secara langsung.

b. Harga Bayangan Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik yang digunakan dalam usahatani jeruk siam di lokasi penelitian terdiri dari beberapa jenis pupuk, diantaranya adalah pupuk urea, TSP/SP-36, KCL, ZA, dan ZK. Penentuan harga bayangan pupuk anorganik didasarkan pada pendekatan harga internasional. Hal ini dikarenakan masing- masing pupuk tersebut mengandung subsidi dari pemerintah, sedangkan besarnya subsidi tersebut tidak diketahui.

i. Pupuk Urea

Perhitungan harga bayangan Pupuk Urea pada penelitian ini menggunakan harga paritas ekspor. Hal ini disebabkan indonesia telah mampu mengekspor Urea ke negara lain. Pupuk Urea merupakan pupuk yang mendapat subsidi dari pemerintah, dengan bentuk subsidi berdasarkan harga gas, dimana besarnya subsidi adalah harga gas yang sesuai dengan kontrak dikurangi harga gas yang menjadi beban produsen pupuk, kemudian dikalikan dengan volume pemanfaatan gas3. Namun sulitnya mencari informasi mengenai besarnya subsidi yang diberikan menyebabkan penentuan harga bayangan pupuk urea berdasarkan harga FOB urea rata-rata di Black Sea pada tahun 2010, yakni sebesar 288,60 US Dollar per Ton4. Nilai yang didapat kemudian ditambahkan dengan biaya pengapalan dan asuransi sebesar 15% dari harga FOB, sehingga didapatkan nilai CIF Indonesia sebesar 331,89 US Dollar. Selanjutnya nilai ini dikalikan dengan nilai tukar bayangan pada tahun 2010 sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar dan dikurangi dengan biaya tranportasi dan handling dari pelabuhan hingga ke desa. Sehingga

3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 356/KMK.06/2003. Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk.

http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2003/08/KMK_356_03.htm. [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011]

4 World Bank, Commodity Price (2010). Hal 2.

(10)

berdasarkan perhitungan tersebut didapat harga bayangan pupuk urea di tingkat petani adalah sebesar Rp 2.742,25 per kilogram.

ii. Pupuk SP-36

Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tahun 2003 mengenai Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk, besaran subsidi pupuk non urea dihitung berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah dikurangi Harga Eceran Tertinggi dikalikan Volume Penyaluran Pupuk. Namun, informasi mengenai besarnya subsidi harga tersebut sulit diperoleh, sehingga penentuan harga bayangan pupuk SP-36 dalam penelitian ini didasarkan pada harga FOB rata-rata TSP pada tahun 2010 di Tunisia, yakni sebesar 381,9 US Dollar per Ton5. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi, sehingga harga CIF di Indonesia didapatkan sebesar 439,19 US Dollar per Ton.

Kemudian nilai tersebut dikalikan dengan SER tahun 2010 sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar dan ditambah dengan biaya penanganan dari tingkat provinsi hingga ke tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk SP-36 di tingkat petani adalah sebesar Rp 4.214,32 per kilogram.

iii. Pupuk KCL

Sejak tahun 2003 pemerintah menerapkan subsidi untuk pupuk non urea seperti KCL, namun informasi mengenai subsidi harga tersebut juga sulit diperoleh sehingga penentuan harga bayangan untuk pupuk KCL berdasarkan pada harga FOB rata-rata Potassium Chloride di Vancouver pada tahun 2010, yakni sebesar 331,9 US Dollar per Ton6. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi sehingga didapatkan harga CIF di Indonesia sebesar 381,69 US Dollar per Ton. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan nilai SER pada tahun 2010, yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar dan ditambah dengan biaya penanganan dan transportasi dari provinsi hingga ke tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk KCL di tingkat petani adalah sebesar Rp 3.682,30 per kilogram.

5 World Bank. op.cit. Hal 2.

6 World Bank. op.cit. Hal 2.

(11)

iv. Pupuk ZA

Penentuan harga bayangan pupuk ZA didasarkan pada harga FOB Ammonium Sulphate di China, yakni sebesar 180 US Dollar per Ton7. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi, sehingga didapatkan harga CIF di Indonesia sebesar 198,00 US Dollar per Ton. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan SER pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar. Nilai tersebut selanjutnya ditambah dengan biaya penanganan dan transportasi dari tingkat provinsi hingga tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk ZA di tingkat petani adalah sebesar Rp 1.989,17 per kilogram.

v. Pupuk ZK

Penentuan harga bayangan pupuk ZK didasarkan pada harga FOB Potassium Sulphate di Lousiana, yakni sebesar 510 US Dollar per Ton8. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi, sehingga didapatkan harga CIF di Indonesia sebesar 586,50 US Dollar per Ton. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan SER pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar. Nilai tersebut selanjutnya ditambah dengan biaya penanganan dan transportasi dari tingkat provinsi hingga tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk ZK di tingkat petani adalah sebesar Rp 5.538,36 per kilogram.

c. Harga Bayangan Pupuk Organik

Pupuk organik yang biasa digunakan dalam usahatani jeruk siam di lokasi penelitian adalah pupuk kandang. Harga bayangan pupuk organik ditentukan berdasarkan harga pasar dengan pertimbangan bahwa tidak adanya intervensi

7 Jiaocheng Sanxi Chemical Co., Ltd.. Ammonium Sulphate.

http://www.alibaba.com/product-gs/226928046/Ammonium_sulfate.html [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011].

8 ForFarmers. Potassium Sulphate Potassic Lousiana.

http://www.forfarmers.com/supply/p/Potassium-Sulfate-Potassic.htm [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011].

(12)

pemerintah terhadap pupuk tersebut secara langsung. Harga banyangan pupuk organik di lokasi penelitian sama dengan harga aktualnya, untuk Desa Sukarasa sebesar Rp 129,13 per kilogram, sedangkan Desa Cintaasih sebesar Rp 123,60 per kilogram.

d. Harga Bayangan Pestisida

Penentuan harga bayangan pestisida dalam penelitian ini didasarkan pada rata-rata harga yang ada di pasar tempat penelitian. Hal ini didasarkan pada perdagangan pestisida yang telah diserahkan ke pasar atau tidak adanya intervensi pemerintah dalam hal ini subsidi untuk pestisida telah dicabut, dilain pihak data mengenai harga pada tingkat internasional sulit didapat.

e. Harga Bayangan Peralatan

Peralatan kebun yang digunakan dalam budidaya jeruk siam di lokasi terdiri dari power sprayer, hand sprayer, cangkul, parang, garpu tanah, arit, gunting stek, golok, linggis, pagar pengaman, serta bahan bakar. Harga bayangan untuk peralatan didasarkan pada harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati persaingan sempurna.

f. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya jeruk siam di lokasi penelitian umumnya adalah tenaga kerja pria dan wanita tidak terdidik. Bila pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka tingkat upah yang berlaku mencerminkan nilai produk marginalnya (Gittinger, 1986) hal ini tidak berlaku untuk sektor pertanian karena tingkat upah di pedesaan cenderung lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan nilai produk marginalnya. Pada penelitian ini penentuan harga bayangan tenaga kerja mengacu pada penilitian Septiyorni (2009) yang menyatakan bahwa jika terdapat pengangguran disuatu tempat maka harga bayngan tenaga kerjanya sama dengan nol. Hal ini dikarenakan opportunity cost untuk tenaga kerja yang menganggur atau pengangguran tidak kentara adalah nol.

(13)

Penentuan upah bayangan tenaga kerja yang dilakukan oleh Septiyorni (2009) secara umum didasarkan pada formulasi sebagai berikut :

HB Upah TK = (100%-%Pengangguran) x HA Upah TK Dimana,

HB = Harga Bayangan HA = Harga Aktual

Berdasarkan data yang diperoleh jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tempat penelitian (Kabupaten Garut) mencapai 9,15 persen, sehingga harga bayangan upah tenaga kerja tidak terdidik di lokasi penelitian sebesar 90,85 persen dari upah finansialnya9.

g. Harga Bayangan Lahan

Lahan merupakan faktor produksi utama yang termasuk ke dalam input faktor domestic. Menurut Gittinger (1986), bahwa menentukan harga sosial/bayangan lahan adalah dengan memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim, sedangkan menurut Monke and Pearson (1989), menentukan harga sosial/bayangan lahan berdasarkan pendapatan dari tanah untuk tanaman alternatif terbaik. Dalam penelitian ini, penelitian harga sosial/bayangan lahan mengacu pada Gittinger (1986), yaitu dengan memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim di masing-masing tempat penelitian. Besarnya nilai sewa lahan di lokasi berdasarkan pada lokasi lahan dan ada tidaknya akses infrastruktur.

Besarnya biaya sewa lahan per hektar di lokasi penelitian rat-rata sebesar Rp 4.200.000,00 per tahun.

h. Harga Bayangan Modal

Analisis PAM mengklasifikasikan biaya modal kedalam dua kategori, yaitu modal kerja dan modal investasi. Modal investasi merupakan pengeluaran atas aset yang memberikan kegunaan dan manfaat (benefit) dalam periode yang panjang atau lebih dari satu tahun. Sedangkan modal kerja adalah biaya tunai yang harus dibayar petani seperti upah tenaga kerja, pembelian input dalam kurun

9 http://lintasjabar.com/pendidikan/h-aceng-hm-fikri-%E2%80%9Ctingkat-pengangguran-terbuka- 915-dari-angkatan-kerja%E2%80%9D/ [diakses pada tanggal 15 juni 2011]

(14)

waktu satu tahun. Tingkat suku bunga modal diperlukan dalam menghitung biaya tunai yang dikeluarkan pada proses usahatani mulai tanam sampai pra panen (Pearson et al. 2004).

Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa seluruh modal yang digunakan dalam kegiatan usahatani jeruk siam berasal dari modal pribadi.

Sehingga, penentuan tingkat suku modal privat dalam penelitian ini berdasarkan tingkat suku bunga deposito di bank yang terletak di lokasi penelitian, dalam hal ini adalah Bank BRI dimana memiliki tingkat suku bunga deposito sebesar enam persen per tahun.

i. Harga Bayangan Nilai Tukar

Menetapkan nilai tukar Rupiah dilakukan dengan berdasarkan atas perkembangan nilai tukar mata uang asing acuan yakni US Dollar pada tahun 2010. Gittinger (1986) berdasarkan Squire Van de Tak merumuskan formula dalam menentukan harga bayangan nilai tukar mata uang, yakni :

Keterangan :

SER : Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) OER : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$) SCF : Faktor Konversi Standar

Nilai faktor konversi standar menurut Rosegrant (1987), diacu dalam Nuryanti (2010) merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :

Keterangan :

SCFt : Faktor Konversi Standar untuk tahun ke-t Xt : Nilai Ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp) Mt : Nilai Impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)

Txt : Penerimaan Pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t (Rp) Tmt : Penerimaan Pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t (Rp)

Nilai ekspor Indonesia untuk tahun 2010 (Xt) adalah sebesar Rp 1.423.505.611.378.260,00, nilai impor Indonesia untuk tahun 2010 (Mt) sebesar Rp 1.223.973.529.150.210,00, penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (Txt)

(15)

untuk tahun 2010 sebesar Rp 8.030.000.000.000,0010 ,dan penerimaan pemerintah dari pajak impor (Tmt) untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp 19.760.000.000.000,0011 Nilai tukar resmi rata-rata mata uang Rupiah terhadap US Dollar pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 9.022,14. Berdasarkan data tersebut dan perhitungan dengan menggunakan metode Squire Van de Tak dapat diketahui nilai tukar bayangan mata uang Rupiah terhadap US Dollar (SER) adalah sebesar Rp 9.062,12

4.7. Policy Analysis Matrix (PAM)

Matrix PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom. Baris pertama mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan danbiaya berdasarkan harga yang berlaku, yang mencerminkan nilai-niai yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Baris kedua mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing, yaitu perhitungan penerimaan dan ibaya berdasarkan harga sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya terjadi di psar tanpa adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan kedua yang menggambarkan divergensi. Tabel matrix PAM dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Matriks Analisis Kebijakan (PAM)

Uraian Penerimaan Output

Biaya Input

Keuntungan Tradable Non Tradable

Harga Privat A B C D

Harga Sosial E F G H

Dampak

Kebijakan I J K L

Sumber : Monke and Pearson, 1989

10 detikFinance. Dalam 3 Bulan, Target penerimaan Bea Keluar Terlewati.

http://finance.detik.com/read/2011/03/27/123204/1602128/4/dalam-3-bulan-target-penerimaan- bea-keluar-terlewati [Diakses Pada Tanggal 13 Juli 2011]

11 detikFinance. Bea Cukai Sumbang 21,6% dari Total Penerimaan Negara.

http://finance.detik.com/read/2010/12/31/123120/1536644/4/bea-cukai-sumbang-216-dari-total- penerimaan-negara. [Diakses Pada Tanggal 13 Juli 2011]

(16)

Keterangan :

A : Penerimaan Privat G : Biaya Input Non Tradable Sosial B : Biaya Input Tradable Privat H : Keuntungan Sosial

C : Biaya Input Non Tradable Privat I : Transfer Output D : Keuntungan Privat J : Transfer Input Tradable E : Penerimaan Sosial K : Transfer Faktor F : Biaya Input Tradable Sosial L : Transfer Bersih

Matriks PAM juga memiliki empat kolom. Kolom pertama matriks PAM merupakan kolom penerimaan, kolom kedua merupakan kolom biaya input asing (tradable). Kolom ketiga merupakan kolom biaya input domestik (non tradable) dan kolom keempat merupakan kolom keuntungan (selisih antara penerimaan dengan biaya).

4.7.1. Daya Saing Komoditas Jeruk Siam 3) Keunggulan Kompetitif

a) Keuntungan Privat (PP) PP = D = A - B - C

Secara finansial kegiatan usahatani akan layak untuk diteruskan, jika keuntungan privat lebih besar atau sama dengan nol, sebaliknya bila kurang dari nol maka usahatani tersebut rugi.

b) Rasio Biaya Privat (PCR) PCR

Jika PCR memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif, yang berarti untuk meningkatkan nilai tambah sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan.

4) Keunggulan Komparatif a) Keuntungan Sosial (PS)

PS = H = E - F - G

Secara ekonomi pengusahaan suatu komoditas layak untuk diteruskan, jika nilai keuntungan sosial lebih dari satu atau sama dengan nol dan jika nilainya

(17)

kurang dari nol maka kegiatan usahatani tersebut tidak layak untuk diteruskan karena dapat menimbulkan kerugian.

b) Keunggulan Komparatif (DRC) DRC

Jika DRC memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu pengusahaan komoditas tertentu akan memiliki keunggulan komparatif, yang berarti pengusahaan komoditas tersebut memiliki efisiensi secara ekonomi.

4.7.2. Dampak Kebijakan Pemerintah 1) Kebijakan Output

c) Transfer Output (TO) TO = I = A - E

Transfer Output menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output yang menyebabkan harga output privat dan sosial berbeda. Nilai Transfer Output menunjukkan besarnya intensif masyarakat terhadap produsen. Nilai transfer Output yang positif berarti masyarakat harus membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga yang seharusnya dibayarkan dan produsen menerima harga yang lebih besar dari harga yang seharusnya diterima.

d) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) NPCO

Koefisien Proteksi Output Nominal digunakan untuk mengukur dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Apabila nilai NPCO lebih kecil dari satu maka menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor output yang berupa pajak.

(18)

2) Kebijakan Input d) Transfer Input (TI)

TI = J = B - F

Nilai Transfer Input yang positif menunjukkan kebijakan pemerintah pada input tradable menyebabkan keuntungan yang diterima lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai TI negative menunjukkan kebijakan pemerintah keuntungan yang diterima secara finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan.

e) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) NPCI =

Nilai Koefisien Proteksi Input Nominal lebih dari satu menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input, sementara sector yang menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Jika nilai NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya hambatan ekspor input, sehingga produksi menggunakan input lokal.

f) Transfer Faktor (TF) TF = K = C - G

Nilai Transfer Faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable, dimana jika nilai TF positif maka terdapat subsidi negative atau pajak pada input non tradable, sedangkan jika TF memiliki nilai negative maka terdapat subsidi positif pada input non tradable.

3) Kebijakan Input – Output 5) Koefisien Proteksi Efektif (EPC)

EPC =

(19)

Nilai Koefisien Proteksi Efektif menunjukkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif.

Nilai EPC lebih beasr dari satu menunjukkan tingginya proteksi pemerintah dalam system produksi suatu komoditas, sedangkan jika nilai EPC kurang dari satu menunjukkan proteksi pemerintah terhadap system produksi sangat rendah.

6) Transfer Bersih (TB) TB = L = D – H

Nilai transfer bersih menunjukkan ketidakefisienan dalam system produksi. Jika TB memiliki nilai lebih besar dari nol maka nilai tersebut menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Nilai TB yang lebih kecil dari nol akan menunjukkan keadaan yang sebaliknya.

7) Koefisien Keuntungan (PC) PC =

Nilai koefisien keuntungan menunjukkan dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan yang diterima oleh produsen. Jika nilai PC kurang dari satu menunjukkan kebijakan pemerintah yang mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dari pada tanpa adanya kebijakan. Sebaliknya, jika nilai PC lebih dari satu berarti ebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima oleh produsen lebih besar.

8) Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) SRP =

Nilai SRP kurang dari nol menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi. Namun jika nilai SRP lebih dari nol menunjukkan

(20)

kebijakan pemerintah yang berlaku selam ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi.

4.8. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kenaikan harga pupuk, harga jeruk siam, dan kurs mata uang rupiah terhadap dayasaing komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan perubahan harga-harga input, harga output maupun faktor lainnya yang berpengaruh terhadap dayasaing jeruk siam di Kabupaten Garut.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mensubstitusi kelemahan metode Policy Analysis Matrix yang hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif.

Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan mengubah besarnya nilai kurs rupiah, harga jeruk siam, dan harga pupuk bersubsidi.

Penetapan besarnya perubahan-perubahan tersebut didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :

1) Menguat dan melemahnya nilai rupiah ditetapkan sebesar lima persen berdasarkan data fluktuasi rata-rata kurs mata uang rupiah terhadap dollar Amerika pada tahun 2010 (Bank Indonesia 2010).

2) Fluktuasi harga jeruk siam sebesar sepuluh persen ditetapkan berdasarkan kondisi fluktuasi harga yang terjadi di tempat penelitian.

3) Kenaikan harga pupuk bersubsidi ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 mengenai kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, dimana kenaikan harga pupuk urea sebesar 33 persen, pupuk SP-36 sebesar 29 persen dan pupuk ZA sebesar 33 persen.

4.9. Definisi Operasional

1) Istilah teknologi dalam penelitian ini merujuk pada perbedaan dalam penggunaan bibit yang dibedakan menjadi teknologi modern yakni bibit yang berasal dari penangkaran dan teknologi tradisional yakni bibit yang menggunakan batang bawah sendiri.

Gambar

Tabel 6. Sebaran Petani Sampel di Kecamatan Samarang
Tabel 7.   Alokasi  Biaya  Produksi  ke  dalam  Komponen  Domestik  dan  Asing  pada Sistem Komoditas Jeruk Siam di Lokasi Penelitian, Tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait

5.5.7 Keputusan SPSS maklum balas responden bahawa keadah 62 pembelajaran CD kejuruteraan awam terdapat kuiz yang membantu pelajar berfikir secara kreatif dan mengimbas

UKM UNh{lES Karnpus $ekaramr Gunungparti Knta Sernarang. rilil ffiil

Penelitian lain tentang faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Stella Maris Makasar dengan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan Model Penyediaan Benih Untuk Pemenuhan Kebutuhan Wilayah Melalui Peningkatan Kemampuan Calon Penangkar di Propinsi

Berdasarkan Implementasi dari uji coba program dapat disimpulkan bahwa analisis sistem berjalan khususnya pada bagian pengolahan data Pembuatan Izin Pengguna

Pemohon memahami proses asesmen untuk skema Klaster Pengoperasian Alat Berat Heavy Dump Truck Mechanical ( Loading, Hauling dan Dumping ) yang mencakup persyaratan

Bapak Sutan Syahrir Zabda selaku Pembimbing I yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.. Bapak Achmad Muhibbin

Melalui Pengembangan Modul Praktikum Identifikasi Burung Paruh Bengkok Pada Materi Keanekaragaman Hayati Yang Terintregrasi Nilai- Nilai Konservasi di SMA dapat