• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DIRI PADA MAHASISWI YANG HAMIL SEBELUM MENIKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP DIRI PADA MAHASISWI YANG HAMIL SEBELUM MENIKAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI PADA MAHASISWI YANG HAMIL SEBELUM MENIKAH

OLEH

ASDA HANIDA MARANATA 802014026

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

KONSEP DIRI PADA MAHASISWI YANG HAMIL DI LUAR NIKAH

Asda Hanida Maranata

Krismi Diah Ambarwati

Progam Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2018

(8)

i

sebelum menikah. Subjek terdiri dari empat orang mahasiswi yang mengalami kehamilan sebelum pernikahan. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif dan menggunakan desain penelitian fenomenologi. Dalam penelitian ini, konsep diri para partisipan terlihat dari penerimaan diri, keterbukaan diri, kebersyukuran, kesadaran diri, diri ideal, diri identitas, diri fisik dan diri etik moral. Para partisipan bisa menerima keadaan diri mereka yang hamil sebelum menikah dan bisa terbuka kepada orang tua serta teman-temannya mengenai keadaannya. Para partisipan juga menyadari bahwa kehamilan sebelum pernikahan merupakan kesalahan mereka sendiri. Sekalipun mengalami kehamilan sebelum pernikahan, para partisipan tetap bisa bersyukur atas keadaan diri mereka. Para partisipan juga memberikan penilaian terhadap diri mereka sendiri, baik secara fisik maupun non-fisik, yang kemudian menghantarkan para partisipan untuk berusaha mengubah perilaku mereka sesuai diri ideal yang mereka harapkan. Ketiga partisipan memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan setelah mengalami kehamilan sebelum pernikahan, sedangkan satu partisipan tidak memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Selain itu ada beberapa hal yang mempengaruhi konsep diri para partisipan, yaitu dukungan sosial, penerimaan sosial, dukungan keluarga dan penerimaan keluarga. Dalam penelitian ini, seluruh partisipan dapat menerima keadaan diri mereka yang mengalami kehamilan di luar pernikahan.

Kata kunci: Konsep diri, mahasiswi, hamil sebelum menikah.

(9)

ii Abstract

This research aims to discover self-concept of college students who have been through pregnancy before marriage. The subject itself consists of four college students who have experienced pregnancy before marriage. The approach used in this research is qualitative methodology and also phenomenology research design. In this research, the self-concept of the participants can be seen from self- acceptance, self-gratitude ,self-awareness,identity, physical self and moral-ethical self. The participants can accept their condition in experiencing pregnancy before marriage and can be open about the condition to parents and friends. The participants also realized that pregnancy before marriage is their own fault. Even though they have experienced pregnancy before marriage, the participants can still be grateful about themselves. The participants also give judgment about themselves, physical or non-physical, which then deliver the participantsin attempt to change their behaviors according to the ideal self that they expected.

Three participants have a close relation with God after experiencing pregnancy before marriage, while one participant does not have a close relation with God.

Additionally, there are some things that affect the participant’s self concept, namely social support, social acceptance, family support, and family acceptance.

In this research all participants can accept the condition of experiencing pregnancy before marriage.

Keywords: self-concepts, college student, pregnancy before marriage.

(10)

1

PENDAHULUAN

Kehamilan bagi seorang perempuan adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan. Banyak perempuan menginginkan kehamilan dan memiliki keturunan untuk gerenasi penerusnya. Kehamilan setelah menikah merupakan harapan dari seorang perempuan karena memiliki kesiapan yang matang untuk merawat anaknya kelak. Berbeda halnya dengan kehamilan yang dialami perempuan sebelum adanya ikatan pernikahan, ini merupakan suatu masalah yang tidak diharapkan oleh mereka. Sarwono (2005) mengatakan bahwa kehamilan remaja perempuan sebelum menikah termasuk dalam kenakalan remaja dan dalam kehidupan sehari-hari dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang.

Beberapa tahun belakangan ini, fenomena kehamilan mahasiswa sudah banyak dijumpai, hal ini sesuai dengan data yang dimiliki oleh BKKBN bahwa kasus mahasiswi yang hamil di luar nikah meningkat setiap tahun. Seorang mahasiswa biasanya berumur 18 sampai 25 tahun, tahap ini digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal, dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012).

Data yang dimiliki Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan sejak 2010 lalu, diketahui hampir 50% remaja perempuan di wilayah Jabodetabek sudah tidak perawan karena melakukan hubungan seks pra-nikah. Selain itu, dari data remaja perempuan yang tidak perawan sebelum menikah dari wilayah Indonesia lainnya, Surabaya mencapai 54%, Medan 52%, Bandung 47%, dan Yogyakarta 37% dari 1.160 mahasiswi sudah hamil pranikah. Data dari Pengadilan Agama (PA) Yogyakarta

(11)

menunjukkan adanya pengajuan dispensasi kawin selama 2011 sebanyak 60 kasus, tahun 2012 turun 45% dan sampai bulan Juli 2013 mencapai 24 kasus, data yang didapat dari PA Yogyakarta menunjukkan bahwa 90% permohonan dispensasi kawin disebabkan karena terjadi kehamilan pranikah.

Kehamilan sebelum pernikahan memiliki berbagai macam dampak, diantaranya masalah kesehatan reproduksi, masalah sosial ekonomi, serta masalah psikologis. Masalah psikologis yang dimaksudkan adalah perasaan takut dan bingung yang luar biasa, kecewa, menyesal, rendah diri, dan dapat berujung frustrasi yang membuat individu bisa saja menggugurkan kandungan atau bahkan bunuh diri (Kartono, 2007). Selain itu, kehamilan sebelum pernikahan yang dialami oleh seorang mahasiswa juga dapat berdampak pada konsep dirinya. Usia seorang mahasiswa tergolong dalam masa dewasa awal, dalam hal ini mereka sedang dalam proses pembentukan konsep diri. Kehamilan sebelum pernikahan yang terjadi pada masa ini membuat konsep diri seseorang yang telah terbentuk mengalami perubahan.

Konsep diri menurut Desmita (2009) merupakan gagasan seseorang tentang dirinya sendiri yang mencakup keyakinan pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Sobur (2009) mengatakan bahwa konsep diri adalah seluruh persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain. Agustiani (2006) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya yang dibentuk melalui pengalaman- pengalaman yang dia peroleh dari interaksi dengan lingkungan.

(12)

Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Agustiani (2006) menjelaskan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat individu dilahirkan, melainkan berkembang secara bertahap seiring dengan munculnya kemampuan perseptif, lalu seiring dengan bertambahnya usia, pandangan mengenai diri sendiri mulai dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain.

Agustiani (2006) juga menjelaskan bahwa konsep diri berkembang dalam dua tahap, pertama melalui internalisasi sikap orang lain terhadap mereka, kedua melalui internalisasi norma masyarakat, dengan kata lain, konsep diri merupakan hasil belajar melalui hubungan individu dengan orang lain. Konsep diri yang masih terus berkembang sepanjang kehidupan manusia ini menjadi alasan dilakukannya penelitian ini, karena menurut peneliti, mahasiswi yang hamil sebelum menikah mengalami fase kehidupan yang mungkin dapat mempengaruhi konsep dirinya. Kehamilan sebelum pernikahan ini dapat memberikan beberapa dampak psikologis kepada sang ibu, diantaranya adalah tingkat depresi yang sangat tinggi, kebingungan, ketakutan, putus asa, perasaan bersalah, malu, kesepian, sulit beradaptasi dengan lingkungan, kerentanan emosional, memiliki aktivitas hidup yang negatif dan kehilangan kepercayaan diri.

Agustiani (2006) menyatakan bahwa konsep diri terbagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk, yaitu diri identitas, diri perilaku dan diri penerimaan.

(13)

1) Diri Identitas (Identity Self)

Diri identitas merupakan bagian mendasar pada konsep diri dan mengacu pada peryanyaan “siapa saya”. Dari pertanyaan tersebut individu akan menggambarkan dirinya sendiri dan membangun identitas diri. Pengetahuan individu tentang dirinya akan bertambah dan semakin kompleks seiring dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya.

2) Diri Perilaku (Behavioral Self)

Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Keserasian antara diri identitas dengan diri pelaku menjadikan individu dapat mengenali dan menerima baik dari diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.

3) Diri Penerimaan atau Penilai (Judging Self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukan diri penilai adalah sebagai perantara antara diri identitas dan diri pelaku. Penilaian ini nantinya akan berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkan individu tersebut. Diri penilai juga menentukan kepuasan individu akan diri sendiri.

Selanjutnya, dimensi eksternal merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianut, dan hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal ini dibedakan atas lima bentuk, yaitu diri fisik, diri etik moral, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.

(14)

1) Diri Fisik (Physical Self)

Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang kondisi kesehatan, penampilan diri dan keadaan tubuhnya.

2) Diri Etik-moral (Moral-ethical Self)

Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang hubungan dengan Tuhan, kepuasan akan kehidupan keagamaan dan nilai moral yang dipegangnya.

3) Diri Pribadi (Personal Self)

Aspek ini menggambarkan perasaan individu tentang keadaan pribadinya yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik maupun hubungan dengan orang lain. Persepsi individu pada aspek ini dipengaruhi oleh kepuasan individu terhadap diri sendiri dan sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4) Diri Keluarga (Family Self)

Aspek ini mencerminkan perasaan dan harga diri individu dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.

5) Diri Sosial (Social Self)

Aspek ini mencerminkan penilaian individu terhadap interaksi sosial dengan orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya.

Prawoto (2010) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu peranan citra fisik, peranan jenis kelamin, peranan perilaku orang tua dan peranan faktor usia.

(15)

a. Peranan citra fisik

Tanggapan mengenai keadaan fisik seseorang biasanya didasari oleh adanya keadaan fisik yang dianggap ideal oleh orang tersebut atau pandangan masyarakat umum. Seseorang akan berusaha untuk mencapai standar di mana ia dapat dikatakan mempunyai keadaan fisik ideal agar mendapat tanggapan positif dari orang lain. Kegagalan atau keberhasilan mencapai standar keadaan fisik ideal sangat mempengaruhi pembentukan citra fisik seseorang.

b. Peranan jenis kelamin

Peranan jenis kelamin salah satunya ditentukan oleh perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Masih banyak masyarakat yang menganggap peranan perempuan hanya sebatas urusan keluarga. Hal ini menyebabkan perempuan masih menemui kendala dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sementara di sisi lain, laki-laki mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

c. Peranan perilaku orang tua

Lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah lingkungan keluarga. Dengan kata lain, keluarga merupakan tempat pertama dalam pembentukan konsep diri seseorang. Salah satu hal yang terkait dengan peranan orang tua dalam pembentukan konsep diri anak adalah cara orang tua dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak.

(16)

d. Peranan faktor sosial

Interaksi seseorang dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya merupakan salah satu hal yang membentuk konsep diri orang tersebut.

Struktur, peran dan status sosial seseorang menjadi landasan bagi orang lain dalam memandang orang tersebut.

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arofah (2015) pada mahasiswi yang hamil di luar nikah diketahui bahwa konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus- menerus. Konsep diri setiap individu berbeda-beda, tergantung bagaimana individu tersebut merespon segala informasi yang masuk tentang dirinya. Dalam penelitian ini terdapat dua subjek dengan kondisi yang berbeda, subjek yang pertama kurang mendapatkan dukungan dari keluarganya, sedangkan subjek yang kedua mendapatkan dukungan dari keluarganya. Subjek yang pertama memiliki konsep diri yang negatif, karena kurang ada penerimaan dari pihak orang tua dan keluarga, keadaan rumah tangga yang belum harmonis, dan belum sepenuhnya memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Sedangkan subjek yang kedua memiliki konsep diri yang positif, karena sudah diterima kembali oleh orang tua dan keluarga, keadaan rumah tangga yang cukup baik dan sudah melalui proses taubat. Penelitian lainnya adalah mengenai konsep diri pada remaja yang melakukan aborsi oleh Malanda (2011), diketahui bahwa subjek memiliki konsep diri yang positif, karena subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik, mendapat perhatian dari keluarga dan teman subjek. Dari faktor eksternal, subjek merasa fisiknya sempurna dan tidak terjadi perubahan fisik pada saat subjek hamil dan setelah aborsi itu membuat subjek merasa percaya diri.

(17)

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Arofah (2015) dan Malanda (2011), mengantarkan peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai konsep diri pada mahasiswi yang hamil sebelum nikah dengan kondisi subjek yang berbeda-beda.

Seluruh partisipan mendapatkan penerimaan dan dukungan dari keluarga, namun beberapa mendapatkan pertanggung jawaban dari kekasihnya dan yang lainnya tidak mendapatkan pertanggung jawaban dari kekasihnya. Pertanggung jawaban yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kekasih partisipan membiayai kehidupan partisipan dan anaknya, serta menikahi partisipan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsep diri dari masing-masing partisipan dengan keadaan/situasi kehidupan yang berbeda.

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yang mana merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dan peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian tersebut (Sugiyono, 2010).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi adalah suatu studi untuk memberikan gambaran tentang suatu arti dari pengalaman-pengalaman beberapa individu mengenai suatu konsep tertentu.

(18)

Metode Pengumpulan Data a. Wawancara mendalam

Sugiyono (2006) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Menurut Moleong (2005) wawancara mendalam adalah proses menggali informasi secara mendalam, terbuka dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian.

Panduan wawancara yang digunakan berdasarkan teori dari Prawoto (2010) yang mengungkapkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu citra fisik, peranan jenis kelamin, peranan perilaku orang tua dan peranan faktor sosial. Selain itu, digunakan juga teori dari Agustiani (2006) yang mengungkapkan mengenai dimensi ekternal dan dimensi internal dalam konsep diri.

b. Observasi Partisipatif

Menurut Sugiyono (2006) dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka. Dalam hal ini observer atau peneliti benar-benar berada dalam keseharian pelaku yang diteliti atau subjek, keberadaan peneliti dapat terlibat secara aktif maupun tidak aktif.

Partisipan Penelitian

Kriteria partisipan pada penelitian ini adalah mahasiswi yang berusia 18 – 25 tahun, yang telah mengalami masa kehamilan di luar pernikahan (maksimal 3 tahun setelah mengalami kehamilan sebelum pernikahan). Partisipan dalam penelitian ini melibatkan 4 orang mahasiswi yang hamil sebelum menikah, dua

(19)

diantaranya mendapatkan pertanggung jawaban dari kekasihnya dan yang duanya lagi tidak mendapatkan pertanggung jawaban dari kekasihnya. Pertanggung jawaban yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kekasih partisipan membiayai kehidupan partisipan dan juga anaknya, dan untuk partisipan 2 kekasihnya bertanggung jawab dengan menikahinya. Partisipan 3 juga mendapatkan pertanggung jawaban berupa rencana untuk menikah pada bulan Agustus 2018.

Tabel 1. Demografi Subjek

No. Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 Partisipan 4

1 Inisial AD CC MJE EYS

2 Usia 24 tahun 22 tahun 21 tahun 23 tahun

3 Jumlah Saudara 2 4 2 2

4 Urutan

Kelahiran

1 1 2 1

5 Asal Kalimantan

Barat

Ngawi Tegal Lampung

6 Agama Katolik Kristen Katolik Kristen

7 Status Belum

menikah

Sudah menikah

Belum menikah

Belum menikah

8 Awal kehamilan 2016 2015 2017 2016

9 Pertanggung jawaban dari

kekasih

Tidak mendapat pertangung

jawaban

Mendapat pertanggung

jawaban

Mendapat pertanggung

jawaban

Tidak mendapat pertangung

jawaban

Uji Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya selain digunakan untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Moleong, 2007). Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data yang diperoleh (Sugiyono, 2007).

(20)

Agar data dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan sebagai penelitian ilmiah, perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah triangulasi teknik. Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugyono, 2007).

Teknik yang digunakan untuk mendukung hasil wawancara pada penelitian ini adalah dengan observasi. Observasi yang dilakukan pada masing- masing partisipan memiliki waktu yang berbeda-beda. Observasi dilakukan pada saat wawancara dan satu hari setelah wawancara. Observasi ini dilakukan untuk melihat kesesuaian pernyataan partisipan selama wawancara dengan perilaku mereka sehari-hari. Peneliti melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan para partisipan dari pagi sekitar jam 10.00 WIB sampai dengan pukul 19.00 WIB. Dari hasil observasi yang dilakukan para partisipan, didapati bahwa masing-masing partisipan sudah mampu menerima diri mereka sendiri, hal ini terlihat dari perilaku para partisipan yang menyadari akan keadaan mereka pada saat ini yang sudah memiliki seorang anak sebelum menikah dan ucapan syukur yang selalu mereka ucapkan ketika telah selesai menelepon anak mereka. Dalam relasi sosial para partisipan juga terlihat bahwa mereka menjalin komunikasi yang baik dengan teman-teman mereka, hal ini ditunjukkan dengan para partisipan mengobrol, makan bersama dan bercanda bersama teman-teman mereka. Dapat dikatakan bahwa hasil wawancara sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di lapangan.

(21)

HASIL

Berdasarkan hasil wawancara keempat subjek, didapatkan beberapa tema besar, yaitu: (1) Penerimaan diri (self acceptance); (2) Diri identitas (identity self);

(3) Diri fisik (physical self); (4) Diri etik-moral (moral-ethical self); (5) Diri keluarga (family self); dan (5) Diri sosial (social self).

Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Keempat subjek menjelaskan bahwa mereka sudah menerima keadaan mereka yang hamil sebelum menikah sejak mereka mengetahui kehamilan mereka. Keempat subjek menerima dan mempertahankan janin yang ada dalam kandungan mereka. Meskipun mereka bisa menerima keadaan mereka, tetap saja ada perasaan takut, sedih dan kecewa yang mereka rasakan. Namun, ketika orang tua mereka mengetahui dan menerima keadaan mereka yang hamil sebelum menikah, mereka semakin bisa menerima keadaan diri mereka masing-masing.

Penerimaan diri telah dialami oleh keempat subjek, termasuk P1 dan P4, dimana mereka adalah dua subjek yang tidak mendapatkan pertanggung jawaban dari mantan kekasihnya. Mereka bisa menerima keadaan mereka yang hamil sebelum menikah, selain itu mereka juga bisa menerima kenyataan bahwa mereka harus melahirkan dan membesarkan anak mereka tanpa adanya pertanggung jawaban dari ayah biologis anak mereka. Penerimaan diri yang keempat subjek alami, diikuti dengan adanya keterbukaan diri, kebersyukuran, kesadaran diri dan diri ideal.

(22)

a. Keterbukaan Diri (self disclosure)

Keterbukaan diri mereka berawal dari pengakuan mereka terhadap orangtua mereka masing-masing. Kemudian berlanjut dengan mengakui keadaan mereka kepada teman-teman di sekitar mereka.

“Iya, justru pada saat saya sudah melahirkan, malah temen-temen saya dulu yang tau dibandingkan keluarga saya.” (P3)

“Waktu itu usia kehamilan kira-kira lima bulan gitu, aku jujur sama orangtuaku.” (P4)

Pada P1 dan P4, mereka bahkan terbuka pada laki-laki yang mendekati mereka. Mereka jujur mengenai keadaan mereka yang sebenarnya. Mereka mengatakan pada setiap pria yang mendekati mereka bahwa mereka sudah memiliki seorang anak.

“... Aku setiap kali kenalan sama cowok, aku akan jujur status aku yang sebenarnya.” (P1)

“Udah sih, dia udah tau. Jadi dari kami dekat, itu aku udah cerita ke dia kalo misalkan aku itu udah punya anak.” (P4)

b. Kebersyukuran (gratitude)

Rasa bersyukur dirasakan oleh keempat subjek selama mengalami kehamilan sebelum pernikahan ini. P1 dan P4 yang di tinggal oleh mantan kekasih mereka juga tetap merasa bersyukur atas kehidupan mereka. Bahkan kedua subjek ini merasa bersyukur karena tidak mendapatkan pertanggung jawaban dari mantan kekasih mereka.

P1 mengetahui bahwa selama ia pulang ke rumahnya di Kalimantan, mantan pacarnya berhubungan dengan wanita lain. Hal ini membuatnya bersyukur, karena pertama, ia mengetahui hal ini ketika ia sudah selesai melahirkan sehingga tidak mengganggu pikirannya salama proses melahirkan. Kedua, ia bersyukur bahwa akhirnya ia mengetahui bahwa

(23)

mantan pacarnya memang bukan laki-laki yang baik, sehingga ia tidak mengejar pertanggung jawaban dari manta pacarnya.

P2 merasa bersyukur karena ia bisa melahirkan seorang anak dan mendapatkan penerimaan dari keluarganya. Terlebih lagi, anaknya bisa menjadi teman bermain untuk adiknya di rumah, karena umur mereka yang tidak terpaut jauh. Selain itu, ia juga bersyukur karena mendapatkan pertanggung jawaban dari pacarnya, yang sekarang telah menjadi suaminya.

P3 bersyukur karena dengan kejadian yang ia alami ini, ia bisa lebih berlajar banyak hal dan mengalami proses pendewasaan. Ia bersyukur karena bisa mengetahui rasanya berumah tangga dan mengatur perekonomian keluarga. Ia juga bersyukur karena mendapatkan pertanggung jawaban dari pacarnya dan berencana untuk segera menikah dengan pacarnya.

P4 tetap merasa bersyukur meskipun tidak mendapatkan pertanggung jawaban dari mantan pacarnya. Hal ini di karenakan, teman-teman subjek, keluarga subjek, mampu menerima keadaan subjek dan tetap mau memberikan dukungan padanya. Selain itu, setelah subjek melahirkan, ia sempat bertemu dengan mantan pacarnya di kampus, namun mantan pacarnya bertingkah seolah-olah tidak mengenalnya. Dengan mengetahui sikap mantan pacarnya yang seperti ini, subjek merasa bersyukur karena tidak mendapatkan pertanggung jawaban dari mantannya. Subjek menilai bahwa pacarnya bukanlan seorang laki-laki yang baik.

c. Kesadaran Diri (self awareness)

Keempat subjek menyadari atas kesalahan yang telah mereka perbuat, sehingga menyebabkan kehamilan sebelum pernikahan. Mereka menyadari

(24)

bahwa kehamilan sebelum pernikahan yang mereka alami adalah kesalahan mereka sendiri. P1, P2 dan P4 sejak awal tidak menyalahkan hal-hal lain di luar diri mereka atas kejadian yang mereka alami, mereka hanya menyalahkan diri mereka, menyalahkan perbuatan mereka sendiri, sehingga terjadi kehamilan sebelum pernikahan. Sedangkan P3 sempat menyalahkan hal lain di luar dirinya, yaitu pertemuan antara ia dan pacarnya. Ia menyalahkan keadaan, bahkan ia berpikir jika pada saat itu ia tidak bertemu dengan pacarnya, kejadian ini tidak akan menimpa dirinya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ia mampu untuk menyadari bahwa kejadian yang menimpanya adalah kesalahannya pribadi dan ia berhenti menyalahkan hal lain di luar dirinya.

d. Diri Ideal

Meskipun keempat subjek mampu menerima keadaan mereka yang sekarang, tetap saja ada beberapa hal yang menurut mereka perlu untuk diubah. Keempat subjek merasa masih bersikap kekanak-kanakan dalam berperilaku sehari-hari dan mereka ingin merubah hal tersebut.

Masing-masing subjek memiliki standar diri atau diri ideal mereka masing-masing dalam berperilaku. P1 ingin orang lain memandangnya sebagai seseorang yang dewasa dan keibuan. P2 ingin berperilaku layaknya seorang ibu, menjadi ibu rumah tangga yang baik, yang bisa mencari uang dan mengurus anak serta suami. P3 ingin menjadi pribadi yang lebih dewasa dari sebelumnya. P4 ingin bisa berperilaku sesuai dengan statusnya yang sekarang, ia ingin lebih dewasa lagi.

(25)

Untuk mencapai diri ideal yang masing-masing subjek inginkan, mereka telah melakukan beberapa hal dalam kehidupan mereka sehari-hari.

P1 membatasi diri dalam pergaulannya. Ia menghindar ketika teman- temannya melakukan aktivitas yang dinilainya kekanak-kanakan. P3 mencoba untuk menyelesaikan tiap masalah yang ia alami dengan kepala dingin. P4 mencoba untuk mengontrol keegoisannya. Untuk P2, karena diri idealnya berkaitan dengan perannya dalam kehidupan sehari-hari, maka ia belum bisa melakukan usaha apa-apa. Ia hanya mencoba untuk melakukan yang terbaik bagi ia, anaknya dan suaminya.

Diri Identitas (Identity Self)

Keempat subjek menggambarkan diri mereka masing-masing dan memberikan penilaian kepada diri mereka masing-masing, baik itu yang mereka rasakan sendiri maupun penilaian orang lain di sekitar mereka. Gambaran diri yang keempat subjek ungkapkan ini berbeda antara yang satu dengan lainnya. P1 menilai bahwa ia orang yang cepat terpancing emosi, egois, mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri, peka dan juga kekanak-kanakan. P2 menilai dirinya sebagai orang yang menutup diri, mudah marah, belum bisa mengontrol emosi, bersikap keibuan ketika sedang dalam relasi sosial, dan bersikap kekanak-kanakan ketika sedang bermain dengan anaknya. P3 menilai bahwa dirinya adalah orang yang kuat, tegar, namun masih kekanak-kanakan dan manja kepada ibunya. P4 menilai dirinya sebagai seseorang yang kekanak-kanakan, teledor, cuek, namun juga sabar.

Selain itu, keempat subjek juga memberikan penilaian terhadap diri mereka masing-masing, bahwa mereka merupakan individu yang memiliki

(26)

kemampuan problem solving. Penilaian mereka akan diri mereka tersebut didasari oleh kemampuan mereka dalam mengatasi keadaan mereka yang hamil sebelum menikah.

“...kemarin aja rasanya itu berat banget, aku bisa lewatin, selanjutnya kalo ada masalah lagi pasti harus bisa.” (P2)

“Saya bisa menghandle segala sesuatunya, masalah saya sendiri itu saya bisa menghandle sendiri, bisa menyelesaikan sendiri lah.” (P3)

Keempat subjek juga memiliki kemampuan untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang berkaitan dengan kelanjutan hidup mereka ke depannya.

Pada saat mengetahui kondisi mereka yang hamil sebelum menikah, P1, P2 dan P4 memutuskan untuk cuti kuliah dan pulang ke rumah mereka sampai mereka melahirkan, dan memutuskan untuk kembali kuliah dan meninggalkan anak mereka bersama dengan keluarga mereka masing-masing. P2 mengambil keputusan yang cukup besar dalam kehidupannya. Setelah mengetahui bahwa ia hamil dan mengakuinya kepada orangtuanya, ia memutuskan untuk menikah dengan pacarnya.

P3, karena ia mengetahui kehamilannya setelah usia kandungannya berusia 8 bulan, jadi ia tidak memutuskan untuk cuti kuliah selama masa kehamilan. Bahkan setelah melahirkan pun ia langsung melanjutkan kuliah tanpa mengambil cuti kuliah. Ia juga mengambil keputusan untuk merawat anaknya sendiri bersama dengan pacarnya. Ia juga mengambil keputusan yang cukup besar, yaitu akan melangsungkan pernikahan dengan pacarnya dalam waktu dekat.

Keempat subjek memiliki penilaian terhadap diri mereka masing-masing mengenai sikap optimisme yang mereka miliki. P1 menilai dirinya lebih optimis setelah mengalami kehamilan sebelum pernikahan. P2 menilai dirinya lebih pesimis, bukan hanya setelah melahirkan melainkan memang sejak sebelum ia

(27)

hamil pun, ia cenderung menghadapi segala sesuatu dengan perasaan pesimis. P3 menilai dirinya sebagai seseorang yang pesimis karena kurang percaya diri. P4 menilai dirinya sebagai seseorang yang pesimis, karena memang ia termasuk orang yang cepat takut dan kurang percaya diri.

“Setelah kejadian-kejadian aku kemarin, ya aku lebih optimis.” (P1)

“Dari dulu cenderung pesimis.” (P2)

“Ya gimana ya, kadang ada saat ini kita udah aku yakin aku bisa tapi terkadang kalo kita melihat orang lain kok kita menciut gitu, takut gitu,itu.” (P2)

“Aku orang yang agak pesimis.” (P3)

“Intinya ada perasaan kurang percaya diri juga sih kalau masalah persaingan, gitu.” (P3)

“Soalnya, yang pertama tadi memang aku nggak suka bersaing gitu kan, nah yang kedua, aku emang orangnya takutan gitu loh, nggak berani, nggak percaya diri, jadi ya dari situ aku bisa memastikan kalo aku termasuk yang pesimis.” (P4)

Diri Fisik (Physical Self)

Keempat subjek memberikan penilaian terhadap kondisi fisik mereka masing-masing setelah mereka melahirkan. P1 menilai bahwa berat badannya turun setelah ia melahirkan, namun ia merasa perutnya membesar setelah melahirkan. P2 menilai bahwa tubuhnya semakin membesar setelah melahirkan, ia mengalami kenaikan berat badan dan mengalami peningkatan nafsu makan dibanding sebelum ia hamil dan melahirkan. P3 mengalami penurunan berat badan setelah melahirkan, dan ia menilai bahwa tubuhnya sekarang lebih cepat merasakan lelah. P4 merasa bahwa tidak terdapat perbedaan pada bentuk tubuhnya antara sebelum dan sesudah subjek melahirkan.

Keempat subjek memiliki harapan masing-masing untuk bentuk tubuh mereka ke depannya. P1 menginginkan supaya tubuhnya lebih berisi dan ingin mempercantik diri supaya tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain. P2 ingin mengembalikan bentuk tubuhnya seperti sebelum melahirkan, ke depannya ia

(28)

ingin diet dan berolahraga untuk membakar lemak. P3 berharap supaya berat badannya tetap seperti sekarang ini dan tidak mengalami kenaikan berat badan. P4 menginginkan bentuk tubuhnya tetap seperti ini untuk kedepannya.

Diri Etik Moral (Moral-Ethical Self)

Keempat subjek menggambarkan hubungan mereka dengan Tuhan setelah mengalami kehamilan sebelum pernikahan. Untuk hubungan pribadi dengan Tuhan, tiap subjek memiliki sikap dan penilaiannya masing-masing. P1 memiliki hubungan yang biasa saja, dalam artian ketika ia memiliki sebuah masalah, ia baru mengingat Tuhan dan berdoa, sedangkan ketika sedang tidak ada masalah apa- apa, ia lupa kepada Tuhan. P2, P3 dan P4 lebih mendekatkan diri kepada Tuhan setelah mengalami kehamilan di luar pernikahan. Mereka lebih sering berdoa, baik ketika ada masalah ataupun sedang tidak ada masalah apa-apa dalam kehidupan mereka.

Keempat subjek merasa bersalah dan berdosa atas kejadian yang telah menimpa mereka. P1 merasa berdosa karena seharusnya menikah dulu di Gereja baru memiliki seorang anak, tapi dia belum menikah, sudah memiliki anak dan ditinggal oleh laki-laki yang menghamilinya. P2 menyadari bahwa kejadian yang ia alami sangat dilarang oleh agama yang ia anut, dan itu membuatnya merasa menyesal dan bersalah. P3 merasa kotor dan berdosa karena sudah mengalami kehamilan sebelum pernikahan. P4 merasa salah dan berdosa setiap melakukan hubungan seksual pra nikah, dan setelah mengetahui dirinya hamil, ia semakin merasa berdosa dan kotor.

(29)

Diri Keluarga (Family Self) a. Peran

Peran di dalam sebuah keluarga sangatlah penting dalam kehidupan berkeluarga. Keempat subjek di sini memiliki peran lebih dari satu, keempatnya memiliki peran sebagai seorang anak, ibu dan juga mahasiswa.

Salah satu subjek memiliki peran sebagai seorang istri. Dalam menjalankan peran sebagai seorang anak dan mahasiswa dapat dilakukan dengan baik oleh keempat subjek. Sebagai seorang anak, mereka menjalin komunikasi yang lancar dan baik dengan kedua orangtua mereka, mereka membantu mengerjakan pekerjaan rumah ketika berada di rumah, dan sekalipun mereka berada jauh dari orang tua mereka, mereka tetap patuh kepada orang tua mereka. Sebagai mahasiswa, mereka mampu menyelesaikan tugas-tugas kuliah dan mengikuti kegiatan perkuliahan yang ada.

Untuk peran sebagai seorang ibu, tiga dari empat subjek kurang berperan sebagai seorang ibu, hal ini dikarenakan kondisi mereka yang berjauhan dengan anak mereka. P1, P2 dan P4 tidak tinggal bersama dengan anak mereka. Hal ini membuat ketiga subjek tersebut tidak bisa berperan sebagai seorang ibu ketika sedang berjauhan dengan anak mereka. Peran sebagai seorang ibu baru bisa mereka lakukan ketika sedang bersama dengan anak mereka. Berbeda dengan P3, ia tinggal bersama dengan anaknya, hal ini membuat ia mampu berperan sebagai seorang ibu dengan baik. Ia bisa mengurus anaknya dan bermain dengan anaknya setiap hari, tanpa terhalang jarak seperti ketiga subjek lainnya.

“Ya kalo aku sendiri sih merasanya ya sudah cukup lebih baik lah dalam urusan mengurus anak ya. Karena kan aku sendiri kan, nggak

(30)

apa-apa juga nanya nanya ke orang tua, jadi kayak sesuai dengan omongan orang tua, jadi saya rasa tetep aja sudah baik lah dalam mengurus anak, meskipun saya masih kuliah.” (P3)

P2 yang memiliki peran sebagai seorang istri, belum bisa berperan sebagai seorang istri yang baik. Hal ini dikarenakan ia masih disibukkan dengan kepentingan perkuliahan, yang membuatnya belum bisa menjalankan perannya sebagai seorang istri. Ia belum bisa memasak untuk suaminya, mengurus suaminya dan membantu suaminya mencari nafkah. Kesulitan pembagian waktu untuk kesibukan perkuliahan dan kehidupan rumah tangga, membuat ia merasa belum mampu berperan sebagai seorang istri yang baik.

“...tapi kalo buat sekarang kan masih kuliah, jadi kalo aku memposisikan sebagai apa ya, istri, itu aku belum bisa sepenuhnya, karena kan ya tau sendiri kalo istri itu harus masakkin, harus ini itu segala macem, tapi kan aku belum bisa seratus persen, karena kan harus kuliah.” (P2)

b. Penerimaan Keluarga

Selain peran di dalam kehidupan berkeluarga, sikap atau perilaku yang diberikan oleh keluarga, khususnya orangtua juga menjadi hal yang penting yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. P1 dan P2 mengalami penolakan dari ibu mereka, P4 mendapatkan penolakan dari kedua orangtuanya.

Ketika P1 pulang ke rumahnya, ia langsung bertemu dengan kedua orangtuanya. Ayahnya bisa menerima keadaannya dan memperlakukan subjek seperti biasanya. Sedangkan ibu subjek, sama sekali tidak mengajak bicara subjek selama kurang lebih dua hari, sejak subjek pertama kali pulang ke rumah. Setelah sekitar dua hari di rumah, ibu subjek akhirnya mampu menerima keadaannya. Ketika ia sedang menonton televisi, ibunya tiba-tiba

(31)

menghampirinya dan menyentuh perutnya. Ibunya menangis dan meminta maaf kepada subjek juga kepada janin di perut subjek. Sejak saat itu, hubungan P1 dengan ibunya membaik.

P2 juga mengalami hal yang sama, ibunya sempat tidak mengajak bicara subjek selama beberapa hari ketika ia ada di rumah. Namun, tidak lama setelah subjek berada di rumah, ibunya sudah mulai menerima keadaannya.

Ibunya bisa menerima kehadiran anaknya dan membantu untuk mengurus anaknya selama subjek melanjtukan kuliah.

P4 mengalami penolakan dari kedua orangtuanya. Saat ia memberitahukan kepada orangtuanya mengenai keadaannya, orangtuanya tidak menerima keadaan dirinya dan memintanya untuk tinggal di rumah bibinya. Namun, setelah bibinya memberitahukan pada orangtua subjek bahwa ia rindu dengan orangtuanya, orangtua subjek mendatangi subjek dan menerima keadaan subjek yang sudah hamil di luar nikah. Bahkan sampai saat ini, orangtua subjek terus memberikan dukungan kepada subjek.

P3 tidak mengalami penolakan dari orangtuanya. Saat ia memberitahukan kepada orangtuanya mengenai keadaannya yang sebenarnya, kedua orangtuanya langsung menerima keadaannya meskipun ada perasaan marah, sedih dan kecewa.

c. Dukungan Keluarga

Selain penerimaan dari orangtua, dukungan dari keluarga juga merupakan hal yang penting di dalam seseorang membentuk konsep diri mereka. Setelah mendapatkan penerimaan dari orangtua, mereka mendapatkan

(32)

dukungan dari keluarga mereka untuk memilih dan melanjutkan proses kehidupannya ke depan.

Keempat subjek mendapatkan dukungan dari orangtua mereka untuk kembali melanjutkan kuliah dan mau untuk membiayai kuliah mereka.

Orangtua dari P1 dan P2 memberikan dukungan berupa kesediaan untuk merawat anak mereka dan membiayai anak mereka. Orangtua dari P4 memberikan dukungan berupa kesediaan untuk membiayai kehidupan anaknya.

P2 juga mendapatkan dukungan dari suaminya dan orangtua suaminya untuk tetap melanjutkan kuliahnya. Ia juga mendapatkan dukungan berupa perhatian dari orangtua suaminya. Suaminya juga memberikan ia dukungan untuk bisa bangkit dari keterpurukan.

P3 mendapatkan dukungan dari calon suaminya untuk melanjutkan kuliah. Selain itu, ia juga mendapatkan dukungan dari orangtua calon suaminya untuk segera melangsungkan pernikahan antara ia dengan calonnya tersebut.

Diri Sosial

a. Sikap dan Respon Sosial

Keempat subjek memiliki penilaian yang berbeda terkait dengan perilaku mereka selama bersosialisasi dengan orang banyak setelah kejadian yang menimpa mereka. P1 merasa minder ketika bergaul dengan orang di sekitarnya. P2 memiliki rasa rendah diri dalam pergaulan sehari-hari, ia juga menutup diri dalam pergaulannya.

“Sedih. Kadang aku gini, minder sendiri, mau berteman sama mereka aja aku minder.” (P1)

“Ya aku orangnya udah menutup diri sih sama temen-temenku.” (P2)

(33)

P1, P3 dan P4 masih merasa setara dengan orang-orang di sekitar mereka. P1 menilai dirinya setara dengan orang lain karena merasa seperti ia tidak memiliki seorang anak, hal ini karena ia melihat perlakuan orangtuanya.

Orangtuanya tetap memanjakan subjek dan memberikan apa yang subjek mau.

Karena hal ini, ia merasa bahwa ia masih setara dengan orang lain dan merasa seperti tidak memiliki seorang anak. P3 menilai dirinya setara dengan orang lain, karena ia rasa bahwa dengan memiliki seorang anak, bukan berarti ia tidak sama lagi seperti orang lain, ia tetap merasa dirinya sama dan setara. P4 menilai dirinya setara dengan orang lain karena ia berpikir bahwa semua orang sama di mata Tuhan, jadi tidak ada alasan untuk tidak merasa setara dengan orang lain di sekitarnya.

Sedangkan P2 merasa bahwa dirinya tidak setara dengan orang-orang di sekitarnya, karena ia merasa sudah tidak sama dengan teman-temannya. Ia menilai teman-temannya masih bisa senang-senang dan tidak memikirkan apa- apa, namun tidak dengannya. Ia merasa, ia sudah terbatas untuk bersenang- senang dan banyak hal yang harus dipikirkan menyangkut keluarganya.

Dalam berosialisasi, keempat subjek memiliki sikapnya masing masing dalam menanggapi sebuah kritikan dikatakan oleh orang lain. P1 cenderung menanggapinya dengan masa bodoh. P2 menanggapi hal tersebut dengan masa bodoh, karena ia tidak mau memikirkan perkataan-perkataan negatif yang orang lain katakan atas dirinya. P3 ketika mendapat kritikan yang membangun, ia akan menerimanya, sedangkan jika kritikan yang hanya untuk menjatuhkannya, ia tidak akan tinggal diam pada orang yang

(34)

menyampaikannya. P4 menjadikan kritikan yang membangun sebagai refleksi diri, dan membantunya berubah ke arah yang lebih baik.

Dalam menanggapi sebuah pujian pun, masing-masing subjek memiliki sikapnya masing-masing. P1 cenderung menjadikan pujian sebagai dukungan terhadapnya, sehingga ia merasa harus lebih berjuang dan membuktikan bahwa pujian itu memang layak ditujukan untuknya. P2 menjadikan sebuah pujian sebagai stimulus yang membangkitkan rasa percaya dirinya. P3 menerima setiap pujian ditujukan untuknya. P4 menjadikan pujian sebagai penghargaan untuk dirinya sendiri.

Keempat subjek mengungkapkan mengenai kehidupan relasi sosialnya dengan orang-orang di sekitarnya. P1 tidak suka mencela dan juga memuji orang lain. Ia cenderung masa bodoh terhadap orang-orang di sekitarnya. Ia hanya akan mencela orang lain, ketika orang tersebut terlebih dulu mencela atau berkata buruk tentang subjek. P3 tidak suka mencela orang lain dan lebih suka memuji orang lain. Ia tidak suka mencela orang lain, karena ia pikir itu hanya akan membuang-buang waktunya. P4 ia tidak suka mencela orang lain dan ia akan memuji orang lain jika memang orang tersebut pantas untuk diberikan pujian.

P2 lebih bisa menghargai orang lain yang berada di sekitarnya. Hal ini karena ia pernah merasakan ditinggal oleh teman-teman dekatnya sendiri pada saat masa-masa terburuknya. Jadi ia lebih menghargai kehadiran orang-orang di kehidupannya.

(35)

b. Penerimaan Sosial

P1, P3 dan P4 mendapatkan penerimaan dari teman-temannya pada saat mengetahui keadaan mereka yang hamil sebelum menikah. Tidak ada satupun teman-teman mereka yang menjauh, bahkan teman-teman mereka memberikan perhatian terhadap mereka.

P2 mendapatkan penolakan dari teman-teman dekatnya saat mengetahui keadaannya yang hamil sebelum menikah. Hal ini sempat membuatnya merasa frustasi, karena ia ditinggal oleh teman-temannya. Namun, subjek mendapatkan penerimaan dari teman suami subjek. Temannya itu selalu memberikan perhatian pada subjek, bahkan rajin mengingatkan subjek untuk menjaga kandungannya.

P1 dan P4 mendapatkan penerimaan dari pria yang sekarang telah menjadi pacar mereka. Pacar mereka menerima keadaan mereka yang telah memiliki seorang anak. Bahkan mereka terkadang bertukar pikiran dengan pacar mereka masing-masing tentang kondisi anak mereka.

c. Dukungan Sosial

Keempat subjek mendapatkan dukungan dari teman-temannya. P1 sering dijenguk oleh teman-temannya, semasa kehamilan dan sesudah melahirkan. P2 mendapatkan dukungan dari teman-teman suaminya, karena teman-temannya sendiri menjauhinya ketika mengetahui ia hamil. P3 mendapat dukungan dari teman-temannya dan mereka bahagia dengan kehadiran anak subjek. P4 mendapatkan dukungan jarak jauh dari teman-temannya.

P1 dan P4 mendapatkan dukungan dari pria yang saat ini menjadi pacarnya. Pacar mereka bisa menerima keadaan mereka dan sama-sama

(36)

memberi dukungan kepada subjek supaya menjadi pribadi yang lebih baik dan segera menyelesaikan kuliah.

P1 juga mendapatkan dukungan dari ibu-ibu yang rumahnya berdekatan dengan kosnya. Mereka memberikan dukungan supaya subjek lebih semangat dan membuktikan pada mantan pacar subjek bahwa subjek bisa menjadi lebih baik.

P2 mendapatkan dukungan dari orang yang ia tidak kenal. Orang itu mengetahui keadaannya yang sedang hamil dan ia berpesan dan mendukung supaya subjek tetap mempertahankan kehamilannya.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan tentang konsep diri mahasiswa yang hamil sebelum menikah. Agustiani (2006) menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.

Konsep diri keempat partisipan ini dapat dilihat dari berbagai macam aspek dan terbentuk dari berbagai macam faktor yang ada. Konsep diri keempat partisipan ini dapat dilihat dengan adanya penerimaan diri keempat partisipan, penerimaan diri merupakan keadaan ketika seseorang mengakui kenyataan diri secara apa adanya termasuk juga menerima semua pengalaman hidup, sejarah hidup, latar belakang hidup dan lingkungan pergaulan (Riyanto, 2006). Keempat partisipan terlihat sudah dapat menerima keadaan diri mereka yang hamil sebelum menikah, terutama P1 dan P4 yang bisa menerima keadaan diri mereka sekalipun tidak menerima pertanggung jawaban dari mantan kekasih mereka.

(37)

Penerimaan diri yang keempat partisipan alami ini kemudian diikuti oleh kesadaran diri pada masing-masing partisipan. Menurut Goleman (2001), kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat yang menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, keempat partisipan memiliki kesadaran diri bahwa kehamilan sebelum pernikahan yang terjadi pada mereka adalah kesalahan mereka secara pribadi.

Mereka tidak menyalahkan hal lain di luar diri mereka bahkan tidak menyalahkan pasangan mereka. Mereka menyadari kejadian ini sebagai kesalahan mereka sendiri.

Selain kesadaran diri, keempat partisipan juga mengalami keterbukaan diri. Keterbukaan diri merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya (Karina &

Suryanto, 2012). Dalam hal ini keterbukaan diri keempat partisipan dapat dilihat dari kejujuran para subjek dalam mengungkapkan keadaan diri mereka yang sesungguhnya kepada orang tua dan teman-teman mereka. Bahkan P1 dan P4 jujur pada laki-laki yang mendekati mereka tentang keadaan dan status mereka yang sudah memiliki seorang anak.

Keterbukaan yang dilakukan oleh keempat partisipan, diikuti oleh rasa syukur yang dirasakan oleh keempat partisipan. Sulistyarini (2010) mengungkapkan bahwa kebersyukuran adalah suatu perasaan bahagia yang muncul ketika seseorang sedang membutuhkan sesuatu atau bahkan sudah dalam keadaan cukup, menerima pemberian atau perolehan dari pihak lain, sehingga orang tersebut merasa tercukupi atau menerima kelebihan. Kebersyukuran juga

(38)

merupakan sebuah bentuk emosi atau perasaan, yang kemudian berkembang menjadi suatu sikap, sifat moral yang baik, kebiasaan, sifat kepribadian, dan akhirnya mempengaruhi seseorang menanggapi/bereaksi terhadap sesuatu atau situasi. Kebersyukuran yang dirasakan oleh keempat partisipan didasari oleh berbagai faktor, P1 dan P4 merasa bersyukur karena tidak mendapat pertanggung jawaban dari mantan pacarnya, hal ini dikarenakan mereka masing-masing sudah mengetahui bahwa mantan pacar mereka bukanlah pria yang baik, sedangkan P2 dan P3 merasa bersyukur karena mendapat pertanggung jawaban dari pacar mereka masing-masing.

Meskipun keempat partisipan sudah menerima diri mereka masing- masing, tetap ada beberapa hal yang menurut mereka perlu untuk diubah. Masing- masing partisipan memiliki diri ideal mereka masing-masing dalam berperilaku.

Diri ideal merupakan komponen utama dari konsep diri yang terdiri dari harapan, impian, visi dan juga idaman. Diri ideal ini terbentuk dari nilai, kebaikan dan juga sifat yang paling dikagumi dari diri sendiri atau orang lain yang dihormati. Bentuk ideal ini yang nantinya akan menuntun seseorang untuk membentuk perilaku (Agustiani, 2006). Keempat subjek rata-rata menilai diri mereka masih kekanak- kanakan, dan mereka memiliki diri ideal sebagai seseorang yang lebih dewasa dalam berperilaku. Untuk mencapai diri ideal ini, mereka telah melakukan beberapa usaha.

Konsep diri dibagi dalam 2 dimensi pokok yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Pada penelitian kali ini, dimensi internal yang muncul adalah diri identitas. Diri identitas adalah label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan

(39)

dirinya dan membangun identitasnya (Agustiani, 2006). Keempat partisipan mengungkapkan diri identitas mereka masing-masing, menurut penilaian pribadi maupun penilaian dari orang lain. Dalam mengungkapkan diri identitas keempat partisipan memiliki penilaian yang sangat beragam, mulai dari penilaian yang negatif sampai dengan yang positif mengenai diri mereka masing-masing.

Dimensi yang kedua adalah dimensi eksternal, yaitu penilaian individu melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya (Agustiani, 2006). Dimensi ekternal ini sendiri masih dibedakan menjadi beberapa bentuk, yang pertama adalah diri fisik. Menurut Agustiani (2006), diri fisik ini menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam mengungkapkan diri fisik ini, keempat partisipan juga memiliki pendapat yang berbeda-beda. P1 dan P2 menunjukkan bahwa ia merasa bentuk tubuhnya sekarang mengalami perubahan dari sebelumnya, dan ia berharap bentuk tubuhnya bisa lebih membaik dari yang sekarang. P3 menungkapkan bahwa ia menyukai bentuk tubuhnya sekarang setelah melahirkan, karena ia mengalami penurunan berat badan. Sedangkan P4 menunjukkan bahwa ia tidak mengalami perubahan bentuk tubuh setelah melahirkan dan ia berharap bentuk tubuhnya tetap seperti pada sekarang ini.

Yang kedua adalah diri etik-moral, yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika, hal ini juga menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamannya dan nilai moral yang dipegangnya (Agustiani, 2006). Dalam penelitian ini, keempat subjek mengungkapkan hubungan antara diri mereka pribadi dengan Tuhan. P2, P3 dan P4 memiliki

(40)

hubungan yang dekat dengan Tuhan, mereka berdoa setiap hari, rajin beribadah dan berpengharapan pada Tuhan. Sedangkan untuk P1 mengungkapkan bahwa ia baru akan mengingat Tuhan ketika ia sedang dalam pergumulan saja. Keempat partisipan juga mengungkapkan perasaannya pada saat mengetahui diri mereka hamil di luar pernikahan. Keempat subjek merasa berdosa dan bersalah karena mereka menyadari bahwa kehamilan sebelum pernikahan adalah hal yang dilarang di agama mereka.

Yang ketiga adalah diri keluarga, yaitu perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga dan juga seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga (Agustiani, 2006). Dalam hal ini, peran dalam keluarga menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan berkeluarga. Keempat subjek memiliki peran sebagai seorang mahasiswa, anak dan sebagai seorang ibu. Menjalankan peran sebagai mahasiswa dan anak dapat dilakukan oleh keempat partisipan dengan baik, sedangkan untuk peran menjadi seorang ibu, hanya P3 yang mampu melakukannya dengan baik. Hal ini dikarenakan P3 tinggal bersama dengan anaknya, sehingga ia benar-benar bisa mengurus anaknya sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Sedangkan untuk P1, P2 dan P4, keadaan mereka yang jauh dengan sang anak, membuat mereka kurang mampu berperan sebagai seorang ibu.

Peran mereka sebagai seorang ibu akan muncul ketika mereka sedang bersama dengan anak mereka. P2 memiliki peran yang berbeda dari partisipan yang lainnya, yaitu peran sebagai seorang istri. Dalam menjalankan peran sebagai seorang istri, P2 menilai bahwa ia belum bisa berperan dengan baik, karena ia

(41)

masih disibukan dengan kegiatan perkuliahan, sehingga ia merasa kesulitan dalam pembagian waktu berkuliah dengan mengurus suaminya.

Di dalam diri keluarga ini terdapat juga salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu peranan perilaku orang tua. Peranan perilaku orang tua ini menjadi faktor yang penting karena lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama dalam pembentukan konsep diri seseorang. Peranan orang tua dalam pembentukan konsep diri anak adalah cara orang tua dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak (Prawoto, 2010). Dalam hal ini, penerimaan dari keluarga dan dukungan dari keluarga menjadi faktor yang penting. Keempat partisipan mendapatkan penerimaan dari keluarga dan juga dukungan dari keluarga mereka. P1, P2 dan P4 awalnya mendapat penolakan dari orang tua mereka, namun seiring dengan berjalannya waktu, mereka mendapatkan penerimaan dari orang tua. Penerimaan dari orang tua ini menjadi salah satu faktor yang membuat para partisipan dapat menerima keadaan diri mereka. Penerimaan dari orang tua ini kemudian diikuti oleh adanya dukungan dari keluarga. Keempat partisipan mengakui mendapatkan dukungan dari keluarga dalam melanjutkan pilihan kehidupan ke depannya. Keluarga mereka memberikan dukungan sepenuhnya untuk mereka masing-masing melanjutkan perkuliahan sampai selesai. Selain itu, mereka juga mendapatkan dukungan secara finansial, orang tua mereka mendukung mereka dengan membiayai kuliah mereka dan juga membiayai kehidupan anak mereka.

Yang keempat adalah diri sosial, yaitu penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya (Agustiani,

(42)

2006). Dalam penelitian ini terungkap sikap dan respon sosial keempat subjek dalam kehidupan sosialnya. Sikap sosial yang terlihat dalam penelitian ini adalah kesetaraan dalam bersosialisasi dengan orang di sekitar mereka. P1, P3 dan P4 masih merasa setara dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, sedangkan P2 merasa tidak setara dengan orang di sekitarnya. Hal ini dikarenakan ia menilai bahwa dirinya sudah terbatas untuk bersenang-senang, berbeda dengan teman- teman di sekitarnya. Respon sosial yang terlihat dalam penelitian ini adalah respon keempat subjek dalam menanggapi sebuah perkataan negatif, kritikan dan pujian yang diberikan oleh orang lain. P1 dan P2 cenderung menanggapi kritikan dengan masa bodoh, P3 akan menerima kritikan yang membangun dan akan melawan jika ada kritikan yang cenderung menjatuhkan dirinya. P4 menjadikan sebuah kritikan sebagai refleksi diri dan membantunya berubah ke arah yang lebih baik.

Di dalam diri sosial ini terdapat juga salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu peranan faktor sosial. Interaksi seseorang dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya merupakan salah satu hal yang membentuk konsep diri orang tersebut (Prawoto, 2010). Dalam hal ini, penerimaan secara sosial dan dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar menjadi faktor penting dalam pembentukan konsep diri keempat subjek. P1, P3 dan P4 mendapatkan penerimaan dari teman-teman terdekat mereka. Ketika teman-teman mereka mengetahui bahwa mereka memiliki seorang anak, tidak ada satu pun teman yang menjauh, justru ikut merasa bahagia dan memberikan perhatian lebih pada mereka. Sedangkan P2 sempat merasakan penolakan sosial, ia dijauhi oleh teman- teman dekatnya ketika mereka mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Namun,

(43)

P2 merasakan penerimaan sosial dari teman-teman suaminya, mereka mau menerima keadaannya dan memberikan perhatian terhadapnya. Untuk P1 dan P4, mereka juga mendapatkan penerimaan dari laki-laki yang saat ini menjadi pacar mereka. Bahkan mereka saling bertukar pikiran tentang kondisi anak masing- masing subjek. Dukungan dari orang-orang di sekitar juga di dapatkan oleh keempat subjek. Dukungan yang diberikan rata-rata berupa perhatian dan juga kehadiran teman-teman mereka untuk menjenguk dan melihat keadaan mereka. P1 bahkan mendapatkan dukungan dari ibu-ibu yang berada di sekitar kosnya, supaya lebih baik lagi kedepannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa konsep diri yang dimiliki oleh masing-masing partisipan dapat dilihat dari kemampuan masing-masing partisipan untuk menerima keadaan diri mereka masing-masing, rasa bersyukur, keterbukaan tentang keadaannya yang hamil sebelum menikah, kesadaran diri, serta penilaian diri masing-masing partisipan terhadap dirinya sendiri. Para partisipan bisa menerima keadaan diri mereka yang hamil sebelum menikah dan bisa terbuka kepada orang tua serta teman-temannya mengenai keadaannya. Para partisipan juga menyadari bahwa kehamilan sebelum pernikahan merupakan kesalahan mereka sendiri. Sekalipun mengalami kehamilan sebelum pernikahan, para partisipan tetap bisa bersyukur atas keadaan diri mereka. Para partisipan juga memberikan penilaian terhadap diri mereka sendiri, baik secara fisik maupun non- fisik, yang kemudian menghantarkan para partisipan untuk berusaha mengubah perilaku mereka sesuai diri ideal yang mereka harapkan. Konsep diri para

(44)

partisipan juga dapat di lihat dari hubungan mereka dengan Tuhan, kedekatan mereka dengan Tuhan dan perasaan bersalah yang membuat mereka berusaha untuk menjadi pribadi lebih baik lagi. Ketiga partisipan memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan setelah mengalami kehamilan sebelum pernikahan.

Sedangkan satu partisipan tidak memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, ia hanya berdoa ketika sedang memiliki masalah atau mengharapkan sesuatu.

Penerimaan keluarga, dukungan keluarga, penerimaan sosial serta dukungan dari teman-teman terdekat para partisipan merupakan hal penting dalam pembentukan konsep diri masing-masing partisipan. Dengan adanya penerimaan dan dukungan dari keluarga maupun teman-teman di sekitar mereka, para partisipan mampu memandang dirinya secara lebih positif.

SARAN

Bagi para mahasiswi yang mengalami kehamilan sebelum pernikahan, diharapkan bisa menerima keadaan dirinya sendiri dan tetap berpikir positif atas apa yang telah terjadi dalam kehidupan mereka. Selain itu, dukungan dari keluarga maupun teman-teman di sekitar juga memberikan pengaruh terhadap pembentukan konsep diri mereka. Oleh karena itu, diharapkan bagi keluarga dan teman-teman mahasiswi yang hamil sebelum menikah untuk dapat menerima keadaan mereka dan memberikan dukungan kepada mereka.

Bagi peneliti selanjutnya, dapat menggunakan partisipan mahasiswi yang hamil sebelum menikah yang masih mendapatkan penolakan dari keluarganya sendiri dan menambah jumlah partisipan. Selain itu, dapat pula mengkaji

(45)

mengenai kondisi psikologis orang tua dari mahasiswi yang mengalami kehamilan sebelum pernikahan.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan: Pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT.

Refika Aditama.

Arofah, I.N. (2015). Konsep diri mahasiswi hamil pranikah. Skripsi (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humanoria Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Desmita. (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Goleman, D. (2001). Emotional intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Karina & Suryanto. (2012). Pengaruh keterbukaan diri terhadap penerimaan sosial pada anggota komunitas backpacker Indonesia regional Surabaya dengan kepercayaan terhadap dunia maya sebagai intervening variabel.

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial. 1 (2).

Kartono. (2007). Psikologi wanita (jilid 2): Mengenal wanita sebagai ibu dan nenek. Bandung: Mandar Maju.

Malanda, N. (2011). Konsep diri remaja yang melakukan aborsi. Skripsi (tidak dipublikasikan). Depok: Universitas Gunadarma.

Moleong, L.J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rasdakarya.

Prawoto, Y.B. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan kecemasan sosial pada remaja kelas XI SMA Kristen 2 Surakarta. Skripsi (tidak dipublikasikan). Surakarta: Program Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Riyanto, T. (2006). Jadikan dirimu bahagia. Yogyakarta: Kanisius.

Sarwono. (2005). Teori teori psikologi sosial. Jakarta: PT. Radja Grafindo Perkasa.

Sobur, A. (2009). Psikologi umum. Bandung: UPI University Pers.

Sugiyono. (2006). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & RND. Bandung:

Aflabeta.

Sulistyarini, Rr.I.R. (2010). Pelatihan kebersyukuran untuk meningkatkan proaktif koping pada survivor bencana gunung merapi. Yogyakarta: Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia.

Yusuf, S. (2012). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gambar

Tabel 1. Demografi Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dampak dari pelaksanaan program Kependudukan dan KB dari sisi guru akan mampu memperkuat fungsi dan peran guru sebagai role models sehingga guru

Berdasarkan Penelitian pada feses kucing peliharaan di Desa badang Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, dengan menggunakan metode Konsentrasi menunjukkan bahwa 9

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksana Entry Penyelenggaraan

Data Flow Diagram atau yang sering disebut Bubble Chart atau diagram menurut Budiharto (2006:1), model proses, digram alur kerja atau model fungsi adalah alat pembuatan model

Register Serial Port Control (SCON) seperti yang diperlihatkan Gambar 2.13 berfungsi untuk mengontrol komunikasi data.. Susunan bit

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu pemikiran yang dapat disumbangkan pada para praktisi hukum, dan menambah wacana maupun wawasan pada masyarakat

Wawancara yang dilakukan kepada 5 orang siswa yang berada dikawasan rawan bencana belum menentukan apa yang akan dilakukan pada saat erupsi terjadi.Tujuan

pembimbingan dan pembinaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan nonformal (PNF), dan 5) menyususn laporan hasil pengendalian mutu program