SYEKH MAULANA ISHAQ DAN ISLAMISASI DI DESA
KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN 1443-1485 M
(Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Program Stara Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh :
Ulum Fasih
NIM: A5.22.11.091
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Syekh Maulana Ishaq Dan Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)”.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, adalah: (1). Bagaimana riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq? (2). Bagaimana dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan? (3). Bagaimana warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan?.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan historis dengan memakai teori perubahan sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Syekh Maulana Ishaq merupakan seorang ulama yang berasal dari Jedah Arabia, beliau merupakan anak dari Syekh Jamaluddin Akbar atau Syekh Jumadil Kubro dan keturunan ke-21 dari Rasul Muhammad SAW. Dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan dilakukan dengan cara yang bijaksana (dakwah bil-hikmah) dengan menggunakan pendekatan dalam bidang pendidikan dan bidang kemasyarakatan. Warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq terdiri dari ilmu fikih dan ilmu tasawuf, ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam ilmu fikih sama seperti ajaran fikih imam As-Syafi’i (madzhab Imam As-Syafi’i), dan ajaran tasawuf Syekh maulana Ishaq berbentuk amalan dzikir-dzikir kalimah thayyibah untuk mendekatkan diri kepada Allah, kalimah thayyibah tersebut antara lain: Anjalāt,
namuhīn, tasyammahād, bisāl mahād, fayahīn wayayuhīn, dihalīin halhalāt,
ABSTRACT
This study entitled “Syekh Maulana Ishaq And Islamization In The Village Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (The Study Of Dakwah and His Precept Heritage)”.
This study examined the problems, are: (1). How the biography of Syekh Maulana Ishaq? (2). How is the propaganda of Syekh Maulana Ishaq in the village Kemantren of Paciran, Lamongan? (3). How is the precept heritage of Syekh Maulana Ishaq in Islamization process in the village Kemantren of Paciran, Lamongan? This study used a historical approach by using the theory of social change. This research used historical method that included heuristics, verification, interpretation, and historiography.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
TRANSLITERASI ...v
PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ...vii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI ...xi
BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang ...1
B.Rumusan Masalah ...10
C.Tujuan Penelitian ...10
D.Kegunaan Penelitian ...10
E.Pendekatan dan Kerangka Teori ...11
F. Penelitian Terdahulu...13
G.Metode Penelitian ...15
H.Sistematika Bahasan ...18
BAB II: RIWAYAT HIDUP SYEKH MAULANA ISHAQ A.Asal-Usul Syekh Maulana Ishaq ...20
B.Silsilah Syekh Maulana Ishaq ...22
C.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Jawa ...25
D.Syekh Maulana Ishaq Sebagai Walisongo ...26
BAB III: DAKWAH SYEKH MAULANA ISHAQ DI DESA KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN
A.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke desa Kemantren
Paciran Lamongan ...44
B.Kegiatan Dakwah Syekh Maulana Ishaq ...50
1.Bidang Pendidikan ...51
2.Bidang Kemasyarakatan ...53
BAB IV: WARISAN AJARAN SYEKH MAULANA ISHAQ DALAM ISLAMISASI DI DESA KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN A.Ajaran Fikih ...55
B.Ajaran Tasawuf ...57
BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ...67
B.Saran ...68
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Agama Islam mulai masuk ke Nusantara pada zaman madya Indonesia
(abad ke-13 M) dengan mengganti agama-agama sebelumnya yang telah
dipeluk oleh masyarakat setempat. Agama Islam tersebar di Indonesia pertama
kali terjadi di Pulau Sumatera, hal ini terjadi terutama disebabkan oleh letak
geografis dan dalam alur pelayaran serta adanya pelabuhan yang menjadi
persinggahan para pedagang atau hanya untuk menunggu waktu datangnya
angin untuk balik.1
Masuknya Islam ke Nusantara sendiri, terjadi melalui dua proses.
Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan
kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia (Arab, India, Cina,
dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu
wilayah Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup
lokal sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, melayu,
atau suku lainnya.2
Menurut de Graaf, seperti dikutip oleh Nur Syam dalam bukunya Islam
Pesisir, ada tiga metode penyebaran Islam. Pertama, pedagang muslim yang
datang dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengislamkan orang-orang
kafir. Kedua, meningkatkan pengetahuan mereka yang telah beriman. Ketiga,
1
Sjamsudduha, Penyebaran Dan Perkembangan Islam, Katolik, Protestan Di Indonesia
(Surabaya: Usaha Nasional, 1987), 23.
2
2
dengan kekuasaan atau memaklumkan perang terhadap negara-negara
penyembah berhala. Jadi Islam disebarkan dengan cara perdagangan,
pendakwah sufi dan politik.3
Eksistensi Islam di Nusantara harus dilihat dari proses masuknya Islam
itu sendiri, namun berbagai kajian yang telah ada masih terlihat kabur dalam
menjelaskan tentang proses masuknya Islam di Nusantara, serta belum ada
kesepakatan secara pasti mengenai masuknya Islam di Nusantara. Perbedaan
pendapat masuknya Islam di Nusantara tersebut mengenai beberapa hal, yaitu
tempat asal kedatangan Islam pertama kali, pembawa pertama agama Islam,
waktu kedatangan Islam, tempat pertama di Nusantara yang didatangi Islam,
daerah tempat yang berkembang, identitas yang pertama masuk dan yang
berpengaruh dalam proses Islamisasi, dan mengapa masyarakat Indonesia
dengan cepat menganut agama Islam.4
Dalam hal ini terdapat dua teori, teori pertama berasal dari sarjana atau
sejarawan Pribumi Indonesia, dan teori kedua berasal dari para sarjana Barat.
Teori pertama dari Hamka, M.D. Mansur, H. Moh. Said, Tujimah, dan D.Q.
Nasution, yang dituangkan dalam Risalah Seminar Sedjarah Masuknya Islam
ke Indonesia. Mereka menyatakan bahwa masuknya Islam ke wilayah
Nusantara (Indonesia) pada abad-abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 dan 8
Masehi. Pernyataan ini dibuktikan dengan catatan berita dari Tiongkok, bahwa
di Pulau Jawa abad ketujuh masehi terdapat sebuah kerajaan Hindu Holing
(Kalingga) yang diperintah oleh seorang ratu yang bernama Shima. Menurut
3
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LkiS, 2005), 63.
4
Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam: Menelusuri Jejak Pergumulan Islam Yang Tak Kunjung
3
berita tersebut keberadaan kerajaan ini terdengar oleh raja Ta-Chih yang
kemudian mengirim utusan ke kerajaan tersebut. Ta-Chih adalah sebutan bagi
orang Arab yang diberikan oleh orang-orang China.
Alasan lain mengatakan bahwa pada abad-abad ketujuh dan delapan para
pedagangn Arab telah menguasai rute pelayaran perdagangan dari Teluk Persia
(Arab) di barat sampai ke Asia Tenggara dan China di timur. Oleh karena
wilayah-wilayah teluk Persia, Indah (Gujarat) sudah lebih lama dikuasai oleh
umat Islam dan dapat dipastikan sebagian besar para pedagang beragama
Islam. Dengan demikian, kuat dugaan pada abad ketujuh tersebut banyak
orang-orang Arab yang berjumpa dengan orang Jawa maupun Sumatera.5 Dan
pembawa Islam itu sendiri merupakan orang-orang yang berasal dari Arab,
yang memang sengaja datang ke wilayah ini untuk tujuan dakwah Islam, salah
satu buktinya adalah dipakainya gelar “malik” oleh raja-raja pada masa awal
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, yaitu raja kerajaan Perlak dan Pasai.6
Teori kedua diajukan oleh Snouck Hurgronye dan A.H. Jhons
mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi.
Keduanya berasumsi bahwa setelah hancurnya Bagdad oleh tentara Mongol di
bawah pimpinan Holako Khan tahun 1258 M, para ulama dan pendakwah
secara berangsur-angsur bergerak ke timur dan Asia Tengah untuk mencari
perlindungan dan keselamatan dari serbuan tentara Mongol. Para ulama
tersebut, disamping mencari keselamat juga memiliki misi dakwah.7
Sedangkan pembawa Islam ke Nusantara adalah para pedagang yang berasal
5
Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara (Surabaya: Jauhar, 2009), 58.
6
Ibid., 69.
7
4
dari Gujarat India.8 Pendapat ini pula didukung oleh berita dari Marcopolo.
Dalam muhibahnya ke Tiongkok Marcopolo singgah di Aceh Utara pada tahun
1292 M, dia melihat komunitas orang-orang India yang beragama Islam dan
giat menyiarkan Islam.9
Masyarakat di Jawa sebelum datangnya Islam merupakan masyarakat
yang memeluk agama Hindu dan Budha. Ajaran tentang kepercayaan kepada
dewa-dewa, tokoh yang didewakan, serta kepercayaan kepada benda-benda
yang dianggap memiliki kekuatan gaib merupakan ajaran agama Hindu dan
Budha yang berkembang dalam masyarakat Jawa tersebut. Sering kali dijumpai
bangunan-bangunan Hindu dan Budha di Jawa yang dahulu digunakan sebagai
tempat peribadatan. Kemudian Islam masuk ke wilayah ini dan sedikit demi
sedikit merubah masyarakat Hindu-Budha menjadi masyarakat Islam yang taat.
Para ahli sejarah bersepakat, bahwa Islam datang di Jawa pada masa
pemerintahan raja-raja Hindu. Keberadaan Islam di Jawa ditemukan dalam
prasasti makam di Leran Gresik, yaitu makam Fatimah binti Maimun, wafat
tahun 1087 M, yang diidentifikasi sebagai keturunan Nabi dan menjadi
penyebar Islam di daerah Gresik. Prasasti ini memberikan bukti autentik bahwa
Islam telah menyebar di Jawa, khususnya di Jawa Timur pada masa
pemerintahan Hindu, tepatnya raja Airlangga Kerajaan Kahuripan.10 Namun
agama Islam di Jawa secara intensif baru berlangsung sekitar abad ke-15, orang
pertama yang dianggap memulai usaha ini ialah Maulana Malik Ibrahim wafat
8
Ibid., 68.
9
Ibid., 63-65.
10
5
di Gresik tahun 822 H/ 1419 M, yang dakwahnya ternyata berhasil memikat
banyak pengikut.11
Dalam beberapa literatur sejarah disebutkan bahwa penyebar agama
Islam ke pulau Jawa diawali oleh Maulana Malik Ibrahim. Nur Syam
menyatakan bahwa penyebaran Islam di Jawa ditandai dengan hadirnya
beberapa ulama yaitu Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke tanah
Jawa, khususnya Jawa Timur, yang sebelumnya singgah di kerajaan Pasai.
Semasa kerajaan Aceh Besar, Sharif Hidayatullah juga datang ke Jawa, dan
bertemu dengan Sunan Ampel yang selanjutnya ditugaskan untuk menyebarkan
Islam di Jawa Barat.
Ketiga wali penyebar Islam di Jawa Timur ini (Maulana Malik Ibrahim,
Maulana Ishaq, dan Sunan Ampel) menjadi penyebar Islam semasa akhir
kerajaan majapahit yang sudah dalam keadaan compang-camping akibat
perang Paregreg yang menghabiskan energi kerajaan dan masyarakat. Maulana
Malik Ibrahim menjadi penyebar Islam di Gresik dan sekitarnya, Maulana
Ishaq ke Banyuwangi dan mengawini puteri raja Blambangan, Dewi
Sekardadu. Maulana Malik Ibrahim menetap dan meninggal di Gresik. Sunan
Ampel menyebarkan Islam di Surabaya. Semasa dengan Sunan Ampel adalah
Raden Santri dan Raden Burereh, yang ketiganya masih keponakan raja
Brawijaya dari Majapahit dari jalur istri, Dwarawati dari Campa.12
Penyebar dan penyiar agama Islam di Jawa pada zaman dahulu
dipelopori oleh para mubaligh Islam yang lebih dikenal dengan sebutan
11
Sjamsudduha, Penyebaran dan Perkembangan Islam, Katolik, Protestan, 24.
12
6
“walisongo” (sembilan wali) yang telah menyebarkan Islam secara intensif di
Jawa. Sembilan wali tersebut antara lain: Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan
Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati.13 Kegiatan-kegiatan mereka
dalam mengislamkan raja-raja atau penguasa dan masyarakat Jawa, khususnya
di wilayah pantai utara, sering kali dituturkan oleh hikayat, sejarah dan tradisi
lokal.14
Ada yang mengatakan bahwa Sunan Tembayat, Sunan Prawoto, Sunan
Ngudung, Sunan Geseng, Sunan Benang, Sunan Mojoagung, Syekh Siti Jenar,
Syekh Syubakhir, Syekh Maulana Ishaq, juga termasuk anggota dari
kesembilan wali tersebut. Namun yang terpopuler adalah sembilan wali yang
telah disebut di atas.15
Di pesisir pulau Jawa Islam disebarkan dengan baik oleh para
pendakwah, melintasi jalur laut salah satunya adalah Lamongan. Di daerah
Lamongan penyebaran Islam dilakukan oleh beberapa wali, antara lain Syekh
Maulana Ishaq (w. 1485 M), Sunan Drajat (w. 1522 M), dan Sunan Sendang
(w. 1585 M). Syekh Maulana Ishaq menyebarkan Islam di daerah Kemantren
Paciran Lamongan, Sunan Drajat meneyebarkan Islam di daerah Drajat Paciran
Lamongan, dan Sunan Sendang menyebarkan Islam di daerah Sendang Duwur
Paciran Lamongan. Keberadaan wilayah penyebaran Islam ini merupakan
wilayah pesisir Lamongan, yang pada saat itu mayoritas masyarakatnya
beragama Hindu-Budha. 13
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 315.
14
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: KPG, 2009), 28.
15
7
Dari beberapa penyebar Islam di pesisir Lamongan tersebut, Syekh
Maulana Ishaq merupakan salah satu pelopor penyebaran Islam di wilayah ini.
Syekh Maulana Ishaq adalah keturunan ke-21 Rasulullah SAW dari Siti
Fatimah binti Rasulullah dengan silsilah sebagai berikut: Syekh Maulana Ishaq
bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alawi bin
Muhammad bin Shohibul Mirdad bin Ali Kholi Qosam bin Alawi bin
Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Muhajir bin Isa bin Muhammad
Al-Faqih bin Ali Al-Aridh bin Ja’far Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Husein binti Sayyidah Fatimah bin Sayyidina Muhammad
SAW.
Dikisahkan dalam sejarah bahwa Syekh Maulana Ishaq tiba di pesisir
Gresik tahun 1434 M, dan langsung meneruskan perjalanannya menuju ke
pedukuhan Ampel Denta, dan kebetulan yang menjadi penguasa sekaligus guru
pesantren Ampel Denta adalah Raden Rahmat Sunan Ampel yang merupakan
keponakannya sendiri, karena hubungan kerabat yang dekat serta memiliki misi
yang sama dalam menyebarkan Islam, maka Syekh Maulana Ishaq disambut
dengan baik. setelah itu Syekh Maulana Ishaq melanjutkan perjalanan ke
Gunung Slangu Blambangan dengan niat beruzlah dengan menekuni shalat
fardhu, puasa pada siang hari, shalat pada malam hari, agar lebih mendekatkan
diri kepada sang pencipta. Karena uzlah tersebut sehingga mendapat julukan
Resi Maulana Ishaq.
Ketika dalam keadaan uzlah di Blambangan tersebut kerajaan
8
yang sangat mengerikan, dan wabah itu juga menyerang penghuni istana,
bahkan putri Prabu Menak Sembuyu juga terserang wabah penyakit tersebut.
Raja sangat khawatir sehingga raja memanggil menteri, punggawa, bupati, dan
patih lalu bertitah “barang siapa yang bisa menyembuhkan putriku akan
menjadi suaminya dan akan ku bagi Negara Blambangan menjadi dua dan akan
ku angkat dia menjadi Prabu Anom”.
Mendengar sayembara tersebut, patih Blambangan memberitahu raja
bahwa ada seorang yang bertempat di Gunung Slangu yang perilakunya tidak
sama dengan perilaku orang pada umumnya, dengan memakai jubah dan
sorban, mendengar hal itu raja langsung memerintahkan anak buahnya untuk
mendatangkan orang yang dimaksud, yaitu Maulana Ishaq. Namun Maulana
Ishaq berkenan menyembuhkan puteri raja dengan syarat raja harus masuk
Islam. Akhirnya raja setuju dan putrinya pun sembuh.
Maka mulai saat itu Syekh Maulana Ishaq menjadi raja kerajaan
Blambangan dengan sebutan Prabu Anom dan menjadi pasangan dari Dewi
Sekardadu putri raja Blambangan. Oleh karena tidak sesuai dengan ajaran
kerajaan pada saat itu, maka Syekh Maulana Ishaq diusir keluar dari kerajaan
Blambangan. Beliau berpesan agar istrinya masih tetap tinggal di istana, dan
Syekh Maulana Ishaq berangkat untuk melanjutkan perjalanan hidup, tempat
yang beliau tuju adalah Pasai, namun tidak langsung ke Pasai, melainkan pergi
ke pantai segoro lor (Pantai Sepaku/Sepakis). Di barat pantai segoro lor
tersebut ada sebuah perkampungan yang berasal dari kata montro jopo montro
9
mengajarkan ajaran Islam di wilayah ini secara damai, menggunakan berbagai
sarana dakwah yang tidak bertentangan dengan adat tradisi yang ada. Dakwah
yang dilakukan oleh Syekh Maulana Ishaq dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat desa Kemantren, sehingga mampu merubah agama masyarakat dari
Hindu-Budha menjadi Islam. Dalam penyebaran Islam di wilayah ini Syekh
Maulana Ishaq menggunakan berbagai bidang antara lain: bidang pendidikan
dan bidang kemasyarakatan.
Warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam menyebarkan Islam terdiri
dari beberapa ajaran, antara lain yang terdapat dalam manuskrip-manuskrip
peninggalan Syekh Maulana Ishaq yaitu ilmu fikih yang bersumber dalam
ajaran madzhab imam Syafi’i, ilmu tasawuf dalam bentuk wirid atau dzikir
-dzikir.
Keberadaan Syekh Mualana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan
ditandai dengan adanya makam Syekh Maulana Ishaq di desa Ini, makam
tersebut banyak diziarahi oleh peziarah. Disamping itu juga terdapat
benda-benda peninggalan Syekh Maulana Ishaq, antara lain: bayang gambang, sumur
sakincu, watu tumpang tumpuk, dan masjid.
Atas dasar itulah, maka penulis ingin melakukan kajian lebih mendalam
mengenai Syekh Maulana Ishaq dengan judul “Syekh Maulana Ishaq dan
Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (Studi
10
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq?
2. Bagaimana dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran
Lamongan?
3. Bagaimana warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di desa
Kemantren Paciran Lamongan?
C.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq.
2. Untuk mengetahui bagaimana dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa
Kemantren Paciran Lamongan.
3. Untuk mengetahui bagaimana warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam
Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan.
D.Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan, antara lain:
1. Untuk memperkaya khazanah sejarah sosial keagamaan agar menjadi
bacaan yang berguna bagi pembaca maupun masyarakat yang ingin
mengetahui lebih lanjut tentang dakwah Islamisasi Syekh Maulana Ishaq di
desa Kemantren Paciran Lamongan dan warisan ajarannya.
2. Membangkitkan kesadaran baru di kalangan umat Islam untuk memacu
11
E.Pendekatan dan Kerangka Teori 1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul
“Syekh Maulana Ishaq dan Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran
Lamongan 1443-1485 M (Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)”
ini adalah pendekatan historis (sejarah), dan pendekatan sosiologis.
Pendekatan historis digunakan untuk mengungkapkan riwayat hidup Syekh
Maulana Ishaq. Sedangkan pendekatan sosiologis digunakan sebagai alat
bantu, penggunaan pendekatan sosiologis tersebut akan dapat meneropong
segi-segi sosial peristiwa yang dikaji.16
2. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan adalah teori perubahan sosial dari E.B.
Taylor. Menurut E.B.Taylor sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto
bahwa perubahan sosial berhubungan erat dengan perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan merupakan suatu komplek yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap
kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat. Perubahan
yang terjadi dalam masyarakan merupakan perubahan yang terjadi dari
unsur-unsur tersebut.
Bentuk-bentuk perubahan yang terjadi dalam masyarakat adakalanya
terjadi secara lambat maupun cepat, perubahan yang pengaruhnya kecil
16
12
maupun besar, serta perubahan yang dikehendaki atau direncanakan dan
perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.17
Perubahan secara lambat adalah perubahan yang memerlukan waktu
yang lama dan terdapat suatu rentetan perubahan-perubahan kecil yang
saling mengikuti dengan lambat. Perubahan secara cepat adalah perubahan
yang menyangkut sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat dengan
waktu yang relatif cepat.
Perubahan yang kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur
struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat.
Sedangkan perubahan yang besar adalah perubahan yang membawa
pengaruh besar bagi masyarakat.
Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang yang telah dipercaya oleh
masyarakat untuk melakukan perubahan, sedangkan perubahan yang tidak
direncanakan merupakan perubahan yang dilakukan secara tidak disengaja.
Dari perubahan di atas, jika dikaitkan dengan perubahan yang terjadi
dalam penelitian ini adalah perubahan secara lambat dengan memiliki
pengaruh yang besar dan direncanakan. Hal ini terbukti dengan adanya
perubahan yang terjadi pada masyarakat desa Kemantren setelah Syekh
Maulana Ishaq berdakwah di desa ini. Dengan menggunakan teori
perubahan tersebut, maka dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk
penelitian ini.
17
13
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang tema sejarah dan kebudayaan yang mirip
dengan penelitian ini, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mas’ud mahasiswa jurusan Perbandingan
Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
tahun 2013 yang berjudul “Perilaku Keagamaan Peziarah Di Kompleks
Makam Syekh Maulana Ishaq Desa Kemantren Kec. Paciran kab.
Lamongan”. Skripsi ini membahas mengenai bentuk perilaku keagamaan
para peziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren
Kec. Paciran kab. Lamongan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Efendi mahasiswa Universitas
Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta yang berjudul “Tradisi Jajan Mangan
dalam masyarakat nelayan Desa Kemantren Kecamatan Paciran kabupaten
Lamongan Jawa Timur”. Skrispi ini berisi tentang tradisi jajan mangan yang
dilakukan oleh masyarakat nelayan yang ada di desa Kemantren Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan terkait dengan bentuk pelaksanaan serta
makna dari tradisi tersebut.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Sumaiyah mahasiswa jurusan Sejarah
dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya tahun
2014 yang berjudul “Peranan Sunan Sendang (1520-1585 M) dalam
penyebaran Islam di desa Sendang Duwur Paciran Lamongan”. Skripsi ini
membahas tetang Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Sendang di desa
14
4. Penelitian yang dilakukan oleh Akh. Syaifuddin Zuhri mahasiswa jurusan
Sejarah dan Kebudayaan Islam fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya
tahun 2013 yang berjudul “Sunan Drajat dan perjuangannya Dalam
Islamisasi di kabuupaten Lamongan”. Skripsi ini membahas tentang
perjuangan Sunan Drajat dalam Islamisasi di kabupaten Lamongan.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Amirul Akbar mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya tahun 2007 yang berjudul “Peranan Maulana Ishaq Dalam
Menyebarkan Agama Islam Di Jawa (Blambangan) Abad XIV M”. Skripsi
ini berisi tentang peranan Maulana Ishaq dalam menyebarkan Agama Islam
di Jawa yaitu di Blambangan (saat ini Banyuwangi) pada adab XIV masehi.
Mulai dengan menyebarkan Islam di wilayah kerajaan sampai kepada rakyat
biasa di Blambangan.
Sedangkan skripsi yang berjudul “Syekh Maulana Ishaq dan Islamisasi
Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1433-1485 M (Studi Tentang Dakwah
dan Warisan Ajarannya)” ini berbeda dengan skripsi atau penelitian yang telah
ada di atas, dengan kata lain bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang
belum pernah disajikan sebelumnya. Dalam skripsi ini yang dibahas adalah
dakwah dan warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran
Lamongan yang telah merubah masyarakat desa Kemantren dari Hindu-Budha
15
G.Metode Penelitian
Penulisan sejarah merupakan tujuan dari penelitian ini. Penulisan sejarah
adalah suatu rekonstruksi masa lalu yang berkaitan pada prosedur ilmiah.18
Sehingga untuk merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti,
dilakukan dengan menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah
seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan
sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan
sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan.19 Adapun
penggunaan metode sejarah ini ditempuh dengan menggunakan empat tahap,
antara lain: heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber),
intepretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan).
1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Heuristik adalah mencari dan mengumpulkan sumber-sumber atau
bahan. Suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan
sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah. Sumber sejarah juga disebut
sebagai data sejarah. Untuk memperoleh sumber tersebut, maka penulis
mengutamakan sumber primer yang sesuai dengan penulisan skripsi ini,
sumber-sumber yang dipakai dalam penulisan ini adalah:
a. Sumber Primer
Sumber primer yang digunakan dalam penulisan ini ada yang
berasal dari sumber tulisan dan sumber lisan. Sumber tulisan yaitu Babad
Gresik, manuskrip kitab Mujāzul al-Alīm yang ditulis tahun 1450-an,
18
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), 12.
19
16
manuskrip kitab Al-Musyafaqat al-Imān yang ditulis tahun 1430-an,
manuskrip kitab Al-Miqāt al-Mu’ad yang ditulis tahun 1420-an,
manuskrip kitab Al-Hijāz yang ditulis tahun 1426, manuskrip kitab
Al-Mughābir al-Aulā yang ditulis tahun 1412. Sedangkan sumber lisan
diperoleh dari sejarah lisan berupa cerita, dongeng, legenda, maupun
mitos yang beredar dalam masyarakat desa Kemantren tentang Syekh
Maulana Ishaq. Disamping sumber lisan dan tulisan, terdapat juga
sumber yang berupa artefak atau peninggalan-peninggalan Syekh
Maulana Ishaq, antara lain: Batu Tumpang Tumpuk (batu tersusun),
Bayang Gambang, dan Sumur.
b. Sumber Tersier
Sumber tersier merupakan sumber pelengkap yang digunakan
dalam penelitian ini yang berasal dari buku-buku, jurnal, majalah, dan
lain-lain yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Adapun sumber
buku yang digunakan antara lain: Buku Umar Hasyim, Sunan Giri
(Kudus: Menara Kudus, 1979). Buku Aminuddin Kasdi, Kepurbakalaan
Sunan Giri. (Surabaya: Unesa University Press, 2009). Buku Solichin
Salam, Sekitar Walisanga. (Kudus: Menara Kudus, 1960). Sertu
buku-buku lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Verifikasi
Verifikasi adalah penelitian atas keabsahan sumber. Dalam hal ini
sumber-sumber yang diperoleh oleh peneliti diuji keabsahannya.20 Apakah
20
17
sumber-sumber tersebut kredibel atau tidak.21 Proses inilah yang disebut
dalam metode sejarah sebagai kritik intern, adapun kritik intern untuk
mendapatkan sumber yang kredibel dengan cara membandingkan sumber
satu dengan sumber lainnya, dalam hal ini membandingkan sumber yang
ada di Babad Gresik dengan sumber yang ada di manuskrip kitab Mujāzul
al-Alīm, manuskrip kitab Al-Musyafaqat al-Imān, manuskrip kitab Al-Miqāt
al-Mu’ad, manuskrip kitab Al-Hijāz, manuskrip kitab Al-Mughābir al-Aulā.
yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat rasional.
3. Intepretasi (Penafsiran)
Intepretasi atau penafsiran sering disebut juga dengan analisis sejarah.
Analisis berarti menguraikan, setelah data terkumpul dan dibandingkan lalu
disimpulkan untuk ditafsirkan.22 Dalam interpretasi ini dilakukan dengan
dua macam cara yaitu analisis (menguraikan), sintesis (menyatukan) data.
Analisis sejarah bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta
yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah.23 Sehingga intepretasi bisa
dikatakan sebagai proses memaknai fakta-fakta sejarah.
Dalam hal ini peneliti melakukan interpretasi dengan cara mengaitkan
informasi yang diperoleh dari penelusuran sumber yang berhubungan
dengan menggunakan teori perubahan sosial dari E.B. Taylor sebagai pisau
analisis.
21
Nugroho Noto Susanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu, 1998), 36.
22
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 100-102.
23
18
4. Historiografi
Sebagai tahap terakhir metode penulisan sejarah, historiografi adalah
penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian.24 Dalam hal ini
peneliti berusaha untuk merekonstruksi masa lampau berdasarkan data yang
diperoleh.25 Sehingga pada tahap ini menghasilkan suatu laporan penelitian
yang utuh mengenai dakwah dan warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq
dalam Islamisasi di Desa Kemantren Paciran Lamongan dengan
menggunakan metode penulisan diakronis secara urut-urutan waktu terkait
dengan riwayat hidup dari Syekh Maulana Ishaq, serta menggunakan
metode sinkronis dengan menjelaskan tema-tema khusus terkait dengan
dakwah dan warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq.
H.Sistematika Bahasan
Dalam penulisan skripsi ini disajikan dengan lima bab yang merupakan
satu rangkaian yang sistematis, sebab antara bab satu dengan bab yang lainnya
saling berkaitan, dan untuk mempermudah bahasan dalam skripsi ini, penulis
menyajikannya dalam satu bab pendahuluan tiga bab pembahasan dan satu bab
penutup yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bab I akan dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori,
penelitian terdahulu, metodologi penelitian, dan sisitematika pembahasan.
24
Ibid.,67.
25
19
Bab II akan dipaparkan mengenai riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq,
tentang asal-usul Syekh Maulana Ishaq, silsilah Syekh Maulana Ishaq,
kedatangan Syekh Mualana Ishaq ke Jawa, Syekh Maulana Ishaq sebagai
Walisongo, serta perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq.
Bab III akan dipaparkan mengenai Dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa
Kemantren Paciran Lamongan terkait dengan kedatangan Syekh Maulana Ishaq
ke Kemantren Paciran Lamongan, serta kegiatan dakwah Syekh Maualana
Ishaq.
Bab IV akan dibahas mengenai warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq
dalam Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan terkait dengan ajaran
ilmu fikih, dan ajaran ilmu tasawuf.
Bab V Dalam bab ini merupakan bab terakhir, yang berisi kesimpulan
BAB II
RIWAYAT HIDUP SYEKH MAULANA ISHAQ
A.Asal Usul Syekh Maulana Ishaq
Dari berbagai sumber yang ada, menyebutkan bahwa terdapat perbedaan
mengenai asal usul Syekh Maulana Ishaq. Dalam Babad Gresik dikemukakan
bahwa Syekh Maulana Ishaq putera Syekh Jumadil Kubra berasal dari Malaka
Hindu-Siyam, mendapat gelar Syekh Wali Lanang. Dalam Babad Tanah Jawa
menuturkan bahwa namanya sama yaitu Syekh Wali Lanang, namun berasal
dari negeri Juldah (Jeddah) Tanah Arab, yang agaknya sesuai dengan
pemberitaan Babad Gresik adalah Babad Demak (Pesisiran) yang menjelaskan
bahwa Syekh Maulana Ishaq merupakan paman dari Sunan Ampel, namun
berasal dari Pasai. Disamping itu pula ada versi berita yang tidak masuk akal
yaitu yang berasal dari Babad Tanah Jawi versi Wirjapanitra, yang
menjelaskan dengan tiba-tiba saja telah berada di bawah tanah dekat dengan
gapura kerajaan Blambangan, setelah digali, di bawah gapura keraton
Blambangan tadi, ternyata terdapat gua, di dalam gua itulah Syekh Maulana
Ishaq bertapa.1 Terdapat juga berita yang berasal dari Serat Kanda tentang
asal-usul Syekh Maulana Ishaq yang senada dengan berita Babat Tanah Jawa.
1
21
Serat Kanda menyebutkan bahwa Syekh Maualana Ishaq datang dari Jeddah
Arabia.2
Asal usul Syekh Maulana Ishaq sebagai tokoh penyebar Islam di Jawa
memang masih simpang siur, namun jika ditelusuri dari beberapa keluarga dari
Syekh Maulana Ishaq, maka dapat dipastikan bahwa Syekh Maulana Ishaq
merupakan orang luar pribumi Jawa, dan bahkan berasal dari luar Kepulauan
Nusantara. Asumsi tersebut sesuai dengan jaringan genealogis dari Syekh
Maulana Ishaq sendiri yang merupakan anak dari Syekh Jumadil Kubro yang
berasal dari Mesir.3 Juga merupakan saudara dari Syekh Maulana Ibrahim
Asmara yang berasal dari Samarkand. Menurut Wiji Saksono, asal nama
Asmara dimungkinkan berasal dari pendekatan nama Asmarkandi, yang
merupakan kesalahan pengucapan untuk nama Samarkand, nama kota di
Republik Uzbekistan.4 Serta Raden Rahmat Sunan Ampel yang merupakan
keponakan dari Syekh Maulana Ishaq yang berasal dari Campa.
Jaringan keluarga di atas memberikan penjelasan bahwa Syekh Maulana
Ishaq merupakan orang asing yang datang ke Nusantara ini untuk tujuan
dakwah menyebarkan agama Islam. Sumber tertulis yang berasal dari
manuskrip Islam Kemantren sendiri menuturkan bahwa Syekh Maulana Ishaq
berasal dari daerah Pasai yang pergi ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam.
Dari berbagai pernyataan tentang asal usul Syekh Maulana Ishaq dapat
disimpulkan bahwa Syekh Maulana Ishaq berasal dari Jeddah Arabia dan telah
2
Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di
Nusantara (Yogyakarta: LkiS, 2995), 104.
3Rofi’i Ariniro,
Panduan Lengkap Ziarah Wali Sanga (Jogjakarta: DIVA Press, 2012),19.
4
22
pergi ke Pasai terlebih dahulu sebelum ke Pulau Jawa. Maka tidak heran jika
beberapa sumber mengatakan bahwa Syekh Maulana Ishaq berasal dari Pasai,
sebab beliau telah tinggal lama di Pasai sebelum pergi ke Jawa. Sedangkan asal
usul beliau sebenarnya berasal dari Jeddah Arabia.
B.Silsilah Syekh Maulana Ishaq
Menurut berbagai sumber yang ada Syekh Maulana Ishaq merupakan
putra dari Syekh Jamaluddin Kubra atau Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra.
Ada juga yang menamakan Sayyid Zainal Kubra atau Sayyid Zainal Akbar
yang memiliki silsilah sampai ke Sayyid Zainal Abidin putra Sayyidina Husein
putra Fatimah putri Rasulullah. Sebutan Sayyid atau Syyidina merupakan
sebutan yang khusus ditujukan untuk para keturunan Rasulullah. Dalam
Hikayat raja-raja Aceh, Syekh Maulana Ishaq disebut sebagai keturunan
Iskandar Zulkarnain.5
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Research Islam
Malang tahun 1975 mengenai silsilah Syekh Maulana Ishaq dari pihak ayah,
adalah sebagai berikut:
1. Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW
2. Sayyida Fatimah binti Muhammad SAW
3. Husein binti Fatimah
4. Ali Zainal Abidin bin Husein
5. Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin
5
R. Soedarsoeno, Beberapa Persamaan dan Perbedaan Babad di Asia Tenggara Dalam Bahasa,
23
6. Ja’far As-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir
7. Ali Al-Aridh bin Ja’far Shodiq
8. Muhammad Al-Faqih bin Ali
9. Isa bin Muhammad Al-Faqih
10. Ahmad Al-Muhajir bin Isa
11. Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir
12. Muhammad bin Abdullah
13. Alawi bin Muhammad
14. Ali Kholi Qosam bin Alawi
15. Shohibul Mirdad bin Ali Kholi Qosam
16. Muhammad bin Shohibul Mirdad
17. Alawi bin Muhammad
18. Abdul Malik bin Alawi
19. Abdullah bin Abdul Malik
20. Ahmad bin Abdullah
21. Jamaluddin Akbar bin Ahmad
22. Syekh Maulana Ishaq bin Jamaluddin Akbar6
Dari silsilah tersebut dapat diketahui bahwa Syekh Maulana Ishaq
sebenarnya merupakan anak dari Jamaluddin Akbar atau Syekh Jamaluddin
Jumadil Kubra dan merupakan keturunan ke-21 Rasulullah SAW.
6
Panitia Penelitian dan Pemugaran Makam Sunan Giri, Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan
24
Oleh karena Syekh Maulana Ishaq sebagai putera dari Syekh Jumadil
Kubra, maka Syekh Maulana Ishaq masih termasuk keluarga dengan para wali
lainnya. Jelasnya, bahwa Syekh Jumadil Kubra memiliki tiga putera, yakni:
1. Syekh Maulana Ibrahim Asmara, yang memiliki dua orang putera yang
pertama bernama Sayid Ali Murtala yang berdakwah menyiarkan agama
Islam ke daerah Nusa Tenggara, Madura sampai ke Bima, di Bima ia
mendapat sebutan Raja Pandita Bima dan akhirnya di Gresik mendapat
sebutan Raden Santri. Kedua bernama Sayid Ali Rahmat mendirikan
pesantren di Ampel Denta dan mendapat sebutan Sunan Ampel. Sunan
Ampel memiliki putera antara lain: Maulana Ibrahim Sunan Bonang,
Maulana Hasyim Sunan Drajat, Maulana Ahmad Sunan Lamongan, Siti
Mutma’innah, Siti Alwiyah, Siti Asyikah yang menjadi istri Raden Fattah
Demak, Dewi Murtasiah yang menjadi istri Sunan Giri, dan Dewi Mursimah
yang menjadi istri Sunan Kalijaga.
2. Syekh Abdullah Asy’ari
3. Syekh Maulana Ishaq, yang memperistri Dewi Sekardadu puteri raja Menak
Sembuyu Blambangan, dan berputera Raden Paku Sunan Giri.
Dari jaringan genealogis tersebut, maka jelaslah bahwa Syekh Maualana
Ishaq memiliki ikatan kekeluargaan dengan wali lainnya, dengan Syekh
Ibrahim Asmara sebagai saudaranya, Sunan Ampel sebagai keponaknnya,
Sunan Giri sebagai anaknya, Sunan Bonang dan Sunan Drajat sebagai cucu
25
C.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Jawa
Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Jawa tidak bisa diketahui secara
pasti, sebab tidak ada satupun sumber baik sumber tertulis berupa manuskrip
maupun sumber lain yang menjelaskan tentang kapan sebenarnya Syekh
Maulana Ishaq ke Jawa, namun ada petunjuk yang dapat menjelaskan
mengenai kapan kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Tanah Jawa sebenarnya,
yaitu keberadaan Sunan Ampel di Ampel Denta dan kelahiran Sunan Giri.
Sebelum Syekh Maulana Ishaq ke Jawa, Syekh Maulana Ishaq bersama
saudaranya yang tertua yang bernama Syekh Maulana Ibrahim Asmara diajak
oleh orang tuannya ke Pasai, Aceh, dan telah agak lama beliau bermukim
disana. Tidak lama setelah tinggal di Pasai Syekh Maulana Ishaq mendengar
berita bahwa di Jawa telah tersiar agama Islam, maka beliau segera berangkat
ke Jawa, tepatnya Jawa Timur. Dengan rute perjalanan laut dengan
menumpang perahu dagang milik orang Gresik.7 Setibanya di Gresik Syekh
Maulana Ishaq langsung melanjutkan perjalanannya, tempat yang dituju adalah
Ampel Denta. Sunan Ampel datang ke Tanah Jawa pada tahun 1419 M dengan
mengunjungi bibinya di Kerajaan Majapahit. Setelah itu tahun 1433 M Raden
Rahmat Sunan Ampel baru menetap di Ampel Denta dan menyebarkan Islam
disana. Sedangkan tahun lahirnya Sunan Giri sebagai putera dari Syekh
Maualan Ishaq adalah tahun 1443 M. Sehingga dari data tersebut bisa
dikatakan bahwa pada tahun-tahun setelah tahun 1433 M dan sebelum tahun
7
26
1443 M inilah Syekh Maulana Ishaq datang ke Jawa, tepatnya ke Ampel Denta
sebelum ke Blambangan.8
Sesampainya di Ampel, Maulana Ishaq bertemu dengan Raden Rahmat,
atau Sunan Ampel, dan ternyata Raden Rahmat telah mempunyai banyak santri
atau murid, sangat kebetulan sekali bagi Syekh Maulana Ishaq, karena Raden
Rahmat adalah keponakannya. Dalam Hikayat Hasanuddin menjelaskan bahwa
Maulana Ishaq sebagai Duul Islam (zul Islam), orang keramat yang datang
setelah Raden Rahmat menetap di Ampel.9
D.Syekh Maulana Ishaq Sebagai Walisongo
Proses masuknya dan penyebaran Islam di Indonesia secara umum, dan
di Jawa khususnya tidak bisa dilepaskan dari para pedagang Islam, ahli-ahli
agama Islam dan raja-raja atau para penguasa yang telah menganut Islam.10
Para penyebar Islam di Jawa umumnya dikenal oleh masyarakat dengan
sebutan wali atau sunan. Meskipun terdapat bukti arkeologis-epigrafis berupa
nisan bertuliskan kalimah thayyibah pada makam pembesar kerajaan Majapahit
di Troloyo, namun masyarakat di Jawa masih meyakini bahwa penyebar Islam
yang pertama adalah para wali atau sunan.
Secara epistimologi wali adalah singkatan dari kata waliyullah yang
berarti sahabat Allah atau wakil Allah. Dalam kehidupan sosial wali menurut
pandangan masyarakat adalah orang yang sangat cinta kepada Allah,
pengetahuannya tetang masalah-masalah agama sangat dalam, serta sanggup
8
Lihat Kasdi, Babad Gresik, LIX.
9
Hoesain Djajaningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten (Jakarta: Jambatan, 1983), 283.
10
27
mengorbankan jiwa raganya untuk kepentingan Islam. Sebagai orang yang
dekat dengan tuhan para wali mempunyai tenaga gaib, kekuatan batin yang
berlebih dan ilmu yang sangat tinggi, ahli dalam tasawuf.11
Secara umum para wali di Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu wali yang
termasuk dalam Anggota walisongo, dan wali yang tidak termasuk
walisongo.12 Menurut tradisi, wali penyebar Islam di Pulau Jawa dikaitkan
dengan angka 9, walisongo sendiri sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan.13
Para walisongo tidak hidup dalam waktu yang sama, namun memiliki ikatan
erat dalam jaringan keluarga seperti Sunan Ampel dengan Sunan Drajat dan
Sunan Bonang, pernikahan seperti Sunan Giri yang menikah dengan puteri
Sunan Ampel, atau guru-murid seperti Sunan Ampel yang bermuridkan Sunan
Giri dan Sunan Bonang. Jika dalam periode tersebut ada anggota walisongo
yang wafat, maka akan digantikan oleh penggantinya, sehingga dalam tiap
periode jumlah anggota walisongo itu tetap sembilan.
Susunan wali songo tersebut, sebagai berikut:
1. Periode pertama (1404-1435 M), antara lain:
a. Maulana Malik Ibrahim di Gresik
b. Maulana Ishaq di Gresik
c. Maulana Ahmad Jumadil Kubro di Tralaya Trowulan
d. Maulana Muhammad Al-Maghribi Sunan Keseng-Klaten
e. Maulana Malik Israfil di Banten
11
Ibid., 27.
12
R. Pinoto, Warna Sari Sedjarah Indonesia Lama II (Malang: Aksams Club, 1969), 90.
13
Lihat Rachmad Abdullah, Walisongo Gelora Dakwah dan Jihat Di Tanah Jawa (1404-1482 M)
28
f. Maulana Hasanuddin di Banten
g. Mohammad Ali Akbar di Banten
h. Maulana Aliyuddin
i. Syekh Subakir14
2. Periode kedua (1435-1463 M), antara lain:
a. Sunan Ampel
b. Maulana Ishaq
c. Maulana Jumadil Kubro
d. Maulana Muhammad Al-Maghribi
e. Sunan Kudus
f. Sunan Bonang
g. Maulana Hasanuddin
h. Maulana Aliyuddin
i. Syekh Subakir15
3. Periode ketiga (1463-1678 M), antara lain:
a. Sunan Ampel (w.1481 M)
b. Sunan Giri (w.1506 M)
c. Sunan Drajat (w.1522 M)
d. Sunan Bonang (w.1525 M)
e. Sunan Kudus (w.1550 M)
f. Sunan kalijaga (w.1513 M)
g. Sunan Gunung Jati (w.1568 M)
14
Panitia Penelitian dan Pemugaran Makam Sunan Giri, Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri, 64-65.
15
29
h. Raden Patah (w.1518 M)
i. Raden Fatullah Khan16
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa dakwah Islam di Jawa ditandai
dengan adanya dua ulama yang datang yaitu Maulana Malik Ibrahim dan
Syekh Maulana Ishaq, keduanya termasuk juga dalam kategori walisongo.
Dalam hal ini Syekh Maulana Ishaq sebagai anggota walisongo yang
menyebarkan agama Islam di Jawa pada periode awal.
E.Perjalanan Dakwah Syekh Maulana Ishaq
Perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq dipenuhi dengan berbagai
liku-liku. Secara umum seperti yang dikemukan dalam Babad Gresik perjalanan
Syekh Maulana Ishaq dapat dijelaskan sebagai berikut:17
Pertama, perjalanan dari Pasai ke Jawa (Ampel Denta). Sesampainya
bertemu dengan Raden Rahmat Sunan Ampel di Ampel Denta, Syekh Maulana
Ishaq membicarakan berbagai masalah tentang penyiaran agama Islam dengan
Sunan Ampel, terkait dengan bagaimana caranya berdakwah kepada
orang-orang Jawa yang masih hidup di dalam alam animisme dan dinamisme, atau
masyarakat yang telah kuat memegang teguh agama Hindu pada saat itu.
Penyiaran agama Islam pada saat itu sulit, karena mulai dari raja sampai rakyat
kecil semua memeluk agama Hindu, kepercayaan animisme dan dinamisme
dengan kuat.18 Di Ampel Denta ini Syekh Maulana Ishaq hanya bertemu
16
Ibid., 55.
17
Lihat Panitia Hari Jadi Kota Gresik, Babad Gresik Jilid I Terj. Soekarman (Gresik: Radya Pustaka, 1990), 7-22.
18
30
dengan keponakannya Raden Rahmat Sunan Ampel yang kebetulan menjadi
guru di pesantren Ampel dan telah memiliki banyak pengikut.
Kedua, setelah dari Ampel Denta berlanjut ke Blambangan. Setelah
Raden Rahmat Sunan Ampel diberi wewenang oleh raja Majapahit untuk
memerintah daerah Ampel sebagai pegawai kerajaan, yang membawahi sekitar
3000 keluarga, dan pada akhirnya untuk dapat memimpin 3000 keluarga
tersebut Sunan Ampel mendirikan pesantren untuk mendidik dan memberikan
pengajaran tentang syariat Islam yang baik, sehingga 3000 keluarga tersebut
masuk Islam semuannya. Sejak saat itulah pengikut atau santri dari Sunan
Ampel secara berangsur-angsur menjadi lebih banyak.
Daerah Ampel kemudian menjadi pusat agama Islam, dan banyak
dikunjungi oleh para ulama, seperti Sayid Ishaq, paman Raden Rahmat sendiri,
Syarif Ibrahim atau Maulana Magribi, Sayid Ali (Sunan Geseng), dan Sayid
Akbar.19
Setelah Raden Rahmat merasa bahwa kader-kader dan santri serta
ulama-ulama yang datang ke Ampel Denta telah mumpuni dalam berdakwah, maka
mereka disebarkan ke beberapa tempat untuk menyebarkan Islam. Salah
satunya adalah Syekh Maulana Ishaq yang ditugaskan oleh Raden Rahmat
untuk menyebarkan Islam di Daerah Blambangan. Penduduk Blambangan pada
saat itu masih beragama Hindu di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Majapahit
dengan penguasanya Menak Sembuyu yang merupakan putera dari Menak
Jingga (Wirabhumi) keturunan raja Hayam Wuruk.
19
31
Sampai di Blambangan beliau belum bisa berbuat apa-apa, kecuali
bertafakur, beruzlah, berdoa, shalat dengan penuh kekhusyu’an, memohon
pertolongan dan petunjuk kepada Allah agar mendapat jalan dalam menyiarkan
agama Islam, dan agar para penduduk Blambangan bersedia untuk menerima
ajaran agama Islam dengan hati yang lapang.20 Tempat yang digunakan sebagai
tempat untuk bertafakur dan beruzlah tersebut adalah Gunung Slanggu.
Pada saat melakukan tafakur dan beruzlah di Gunung Slangu tersebut, di
daerah kerajaan Blambangan yang diperintah oleh seorang raja yang bernama
Menak Sembuyu saat itu digegerkan dengan adanya wabah penyakit atau
pagebluk atau bahaya kelaparan yang telah berbulan-bulan melanda kerajaan
Blambangan. Telah banyak rakyat yang meninggal karena penyakit tersebut,
hampir tiap hari selalu ada orang yang meninggal karena penyakit tersebut,
bahkan keganasan penyakit tersebut, jika seorang sakit pada malam hari, pagi
harinya akan meninggal. Begitupun sebaliknya, jika seorang sakit pada pagi
hari malam akan meninggal.
Penyakit tersebut juga melanda istana, puteri dari raja Menak Sembuyu
yang bernama Dewi Sekardadu atau Raden Ayu Liyung Manoro, atau Raden
Ayu Sumbat Nyowo atau Raden Ayu Kusworo Dewi juga menderita sakit.
Melihat puterinya yang sakit tersebut, raja merasa khawatir, sehingga segala
usaha dilakukannya agar puterinya bisa sembuh dari penyakit tersebut, mulai
mencarikan obat agar puterinya bisa sembuh, sampai mendatangkan seluruh
dukun dan ahli-ahli pengobatan ke istana Blambangan untuk mengobati Dewi
20
32
Sekardadu, namun segala upaya itu sia-sia, Dewi Sekardadu masih belum bisa
sembuh.
Karena segala usaha telah dilakukan dan hanya sia-sia saja, maka sang
raja Menak Sembuyu menggumpulkan para bawahan serta keluarganya, dan
menggumumkan sayembara dengan bertitah: “Eh ta sayembaraningsun sapa
-sapa kang bisa marasake larane putraningsun nini putri dadiya jatu kramane
lan manira paringi separone nagara ing Blambangan, jumenengo prabu
anom”, artinya: Perhatian, saya sayembarakan barang siapa yang dapat
menyembuhkan sakitnya puteriku, bila ia seorang laki-laki akan menjadi
suaminya, dan saya berkenan memberikan separuh dari kerajaan Blambangan,
dengan menjadi raja muda.21 Sayembara tersebut telah tersiar ke seluruh
penjuru negeri, tapi tidak seorangpun ada yang mengikuti sayembara tersebut.
Maka patih Blambangan memberi tahu raja Menak Sembuyu bahwa ada
seorang pendeta yang sedang bertapa di puncak gunung, pendeta tersebut
memiliki tingkah laku yang sangat berbeda, tidak mau menyembah dewa dan
raja, ibadahnya juga tidak sama dengan rakyat pada umumnya, dia melakukan
sujud dan rukuk dengan memakai jubah serta tutup kepala dan cara
menyembah tuhannya dengan menghadap ke barat, mungkin dia bisa
menyembuhkan Dewi Sekardadu.
Setelah raja Menak Sembuyu mendengar berita tersebut, maka raja
memerintahkan patihnya yang bernama Bajulsengara untuk menemui pertapa
21
33
yang sakti tersebut, meminta pertolongan agar dia dapat mengobati sakitnya
Dewi Sekardadu.
Patih Bajulsengara lalu mencarinya di puncak sebuah bukit di Gunung
Slangu. Di tempat itulah Patih Bajulsengara melihat ada seorang yang sedang
sujud di atas sajadah, dengan memakai pakaian yang serba putih, dan setelah
bangun dari sujud, orang itupun duduk bertafakur dengan khusyuk. Ternyata
orang tersebut adalah Syekh Maulana Ishaq.22
Setelah bertemu dengan Syekh Maulana Ishaq patih Bajulsengara lalu
menjelaskan tentang maksud kedatangannya kepada Syekh Maulana Ishaq,
bahwa raja meminta bantuan kepada Syekh Maulana Ishaq agar dapat
menyembuhkan puteri Dewi Sekardadu. Mendengar maksud kedatangan
tersebut Syekh Maulana Ishaq berkata” Insya Allah, jika Allah menghendaki,
saya akan berusaha untuk menyembuhkan penyakit tuan puteri, karena manusia
hanya mampu untuk berusaha, dan hanya Allahlah yang nanti akan
menentukan, namun bila nanti putri raja bisa sembuh, saya meminta satu
persyaratan yang harus dipenuhi oleh raja, syarat tersebut adalah raja Menak
Sembuyu harus memeluk agama Islam”. Demikianlah perkataan Syekh
Maulana Ishaq kepada patih Bajulsengara utusan raja Menak Sembuyu.
Setelah itu patih Bajulsengara kembali ke istana Blambangan dan
melaporkan semua itu kepada raja, terutama tentang syarat yang diminta oleh
Syekh Mualana Ishaq agar jika nanti putri Dewi Sekardadu dapat sembuh raja
harus masuk agama Islam. Tentu saja hal ini merasa berat bagi raja, karena
22
34
harus melepaskan agama yang telah lama dipeluknya, namun atas dasar cinta
dan kasih sayang kepada putrinya, maka raja menyanggupi syarat yang diminta
oleh Syekh Maulana Ishaq tersebut.
Maka mulailah Syekh Maulana Ishaq mengobati putri raja Menak
Sembuyu tersebut, dengan memanjatkan doa, memohon kepada Allah agar
penyakit yang diderita oleh Dewi Sekardadu dapat sembuh, maka atas izin
Allah Dewi Sekardadu sembuh dari penyakitnya.
Alangkah bahagiannya raja Menak Sembuyu melihat putrinya sembuh
seperti sedia kala, dan akhirnya raja menepati janjinya. Dewi Sekardadu
kemudian dijodohkan dengan Syekh Maulana Ishaq. Setelah menjadi istri
Syekh Maulana Ishaq, Dewi Sekardadu menjadi seorang muslimah yang taat
dalam menjalankan syariat Islam. Begitu juga dengan janjinya yang kedua,
bahwa akan memberikan setengah dari kerajaan Blambangan, dan janji tersebut
juga ditepati oleh sang raja, mulailah pada saat itu Syekh Maulana Ishaq
menjadi seorang raja kerajaan Blambangan dengan gelar Prabu Anom. Begitu
juga dengan syarat yang dibebankan kepada raja, bahwa raja harus masuk
agama Islam, raja Menak Sembuyu yang beragama Hindu itu kemudian
memeluk agama Islam.23
Setelah berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu, Syekh Maulana Ishaq
dianggap oleh masyarakat Blambangan sebagai seorang yang sakti, dan
kesaktian tersebut telah tersiar keseluruh pelosok negeri Blambangan. Maka,
23
35
banyak rakyat yang tertarik dan kemudian memeluk agama Islam dengan
kesadaran sendiri.
Sejak saat itulah Syekh Maulana Ishaq berdakwah menyebarkan agama
Islam ke masyarakat Blambangan, yang pada saat itu masih memeluk agama
Hindu. Hal paling awal yang dilakukan oleh Syekh Maulana Ishaq dalam
berdakwah di Blambangan adalah membuat masjid, masjid tersebut
digunakannya untuk shalat berjamaah dan shalat jum’at dengan para
pengikutnya.
Pada saat Blambangan diperintah oleh Syekh Maulana Ishaq negeri
merasa makmur dan tentram, dan hal ini semakin menarik simpati masyarakat
untuk mengikuti ajaran yang dibawa oleh Syekh Maualana Ishaq, dari tua
muda, pria maupun wanita berbondong-bondong masuk Islam.
Semakin hari jumlah pengikut Syekh Maulana Ishaq semakin banyak,
penduduk Blambangan yang sebelumnya beragama Hindu berganti memeluk
agama Islam, sehingga agama Hindu semakin lama semakin terdesak,
pemeluknya semakin menipis dan berkurang, bahkan orang-orang istana,
keluarga raja sendiri dan para pembesar kerajaan telah banyak yang tertarik
kepada agama Islam yang disebarkan oleh Syekh Maulana Ishaq.
Para pembesar kerajaan lama-lama khawatir, termasuk sang raja Menak
Sembuyu sendiri yang hatinya merasa tidak enak, dan cemas melihat
perkembangan agama Islam yang disebarkan oleh Syekh Maulana Ishaq
menantunya yang mendesak agama Hindu. Walaupun raja telah masuk Islam,
36
saja, dan sebenarnya raja tidak bersungguh-sunggu memeluk Islam, semuanya
hanya dibibir saja dan lain dihati. Karena mungkin keinginan raja Menak
Sembuyu agar putrinya dahulu yang sembuh dari penyakit yang gawat itu,
maka untuk mewujudkan itu syarat dari Syekh Maulana Ishaq diterima dengan
hanya pura-pura saja, dan setelah putrinya sembuh, raja Menak Sembuyu
masuk agama Islam tetapi raja berkhianat. Sebenarnya raja masih memegang
erat ajaran-ajaran agama Hindu yang dipeluknya, namun raja tidak berani
secara terang-terangan dihadapan Syekh Maulana Ishaq yang merupakan
menantunya itu.
Hal ini terdapat dalam Babad Gresik, sebagai berikut:
Sasampunipun lami-lami sang Maulana sowan dhateng sang prabu matur:pukulun atur kawula, sampun sang prabu nembah dewa ratu, awit punika brahala. Prayogi anuta ing sarengat nabi Mukamad sinelir. Punika lampang ingkang rahayu, ing donya dumugi ngakir. Angucapa kalimah kalih: “lailaha ilal(l)ah muha(m)mad rasulullah”. Sang nata langkung duka, ngendika dhatengingkang putra wusana bisu gaduwel lan lesanipun. Sagunge bupati, punggawa, mantri sami ajrih wilalating pandhita, lajeng lumpuh astanipun, kuranggeyan. Sang prabu lajeng kabekta lumebet dhateng kedhaton (t)atangisan tiyang ing dalem pura, sang pandhita ngiringaken malebet ing kedhaton ngaturri pariksa saking solah tingkahipun sang prabu. Prameswari gawok langkung ajrih dhatengsang pandhita. Angandika: “Lah tuwan ngapura saking sisipo rama tuwan.”Maulana nenedha, katrima pandongane. Sang Nata sinemburan jambe lajeng waluya. Sang pandhita lajeng anembah pamit mantuk ing dalemipun.
Artinya: Setelah semantara waktu Maulana Ishaq menghadap raja, dan
berkata: “baginda ikutilah perkataan hamba, janganlah baginda menyembah
dewa raja, sebab itu adalah berhala belaka. Janganlah baginda. Seyogyanya
ikutilah ajaran Nabi Muhammad. Itulah laku yang menyelamatkan di dunia dan
akhirat. Ucapkanlah dua kalimat: lailaha ilallah muhammad rasulullah”.
37
akhirnya menjadi bisu mulut dan lidahnya. Seluruh bupati, penggawa dan
mantri-mantri sangat takut terhadap kutukan sang pendeta. Baginda justru
bertambah murkanya, mencabut pedang akan memedang sang pendeta.
Kemudian menjadi lumpuh tangannya menyahut-nyahut. Baginda di bawah
masuk istana, ditangisi oleh semua orang. Sang pendeta mengiringi masuk ke
istana memberi tahu akan segala tingkah laku sang baginda. Sang permaisur
heran serta sangatlah takut kepada sang pendeta. Berkatalah permaisuri: “Ya
tuan maafkanlah kesalahan ayahanda tuan”. Maulana memohon kepada Tuhan,
diterima doanya. Baginda dihembus dengan pinang, terus sembuh seketika.
Sang pendeta kemudian menyembah, serta minta ijin kembali kerumahnya.24
Berdasarkan petikan cerita dalam Babad Gresik tersebut menandakan
bahwa raja Menak Sembuyu tidak mau masuk Islam, dan bahkan ingin
memusuhi Syekh Maulana Ishaq. Oleh karena pengaruh Maulana Ishaq
semakin mendalam di hati rakyat, maka hati Menak Sembuyu merasa cemburu,
kalah pamor dengan Syekh Maulana Ishaq, dan takut kalau agama Hindu
tergeser oleh Islam. Kemudian raja Menak Sembuyu berusaha
menghalang-halangi tersiarnya agama Islam di Blambangan, namun usaha raja Menak
Sembuyu hanya sia-sia belaka, sebab masih banyak yang memeluk Islam.
Merasa usahanya untuk menghalangi Syekh Maualan Ishaq dalam
menyiarkan Islam sia-sia, maka sang raja menaruh dendam dan murka
terhadapnya, sehingga raja mengutus seseorang untuk membinasakan Syekh
Maulana Ishaq, namun hal itu tidak berjalan dengan mulus, Syekh Maulana
24
38
Ishaq diselamatkan oleh Allah dan lolos dalam penyerbuan dan usaha
pembunuhan yang telah direncanakan.
Kemudian Syekh Maulana Ishaq pergi meninggalkan kerajaan
Blambangan sendirian, pada saat itu istrinya Dewi Sekardadu sedang hamil 7
bulan. Sebelum pergi beliau berpesan kepada istrinya agar dia berada di istana
saja, dan jika kelak anak yang dikandungnya lahir, maka kelak diberi nama
Raden Paku jika laki-laki, jika perempuan maka diberi nama sesuai dengan
keinginan Dewi Sekardadu sendiri.25 Cerita tutur masyarakat Kemantren
menyebutkan bahwa setelah memutuskan untuk pergi dari Blambangan Syekh
Maulana Ishaq memberikan pesan rahasia kepada Dewi Sekardadu jika ingin
mencarinya di pinggir jalan akan ada sandi (pesan rahasia) berupa batu
tumpang tumpuk di wilayah itulah Syekh Maulana Ishaq berada.
Tentang kepergian Syekh Maulana Ishaq ini, merupakan suatu usaha
untuk menenangkan situasi, Syekh Maualana Ishaq mengetahui jika beliau
masih berada di Blambangan maka akan ada pertumpahan darah. Sehingga
jalan satu-satunya adalah pergi dari kerajaan Blambangan, dan meneruskan
perjalan dakwah Islamiyah.
Setelah Syekh Maulana Ishaq pergi dari kerajaan Blambangan, wabah
penyakit yang dahulu melanda masyarakat Blambangan kembali lagi. Rakyat
banyak yang meninggal akibat penyakit itu. Akhirnya raja merasa risau, dan
menganggap bahwa bencana penyakit yang melanda negeri Blambangan
diakibatkan oleh bayi yang dikandung oleh Dewi Sekaradadu. Maka dari itu,
25
39
ketika bayi yang dikandung oleh Dewi Sekardadu tersebut lahir, maka akan
dibunuh. Hal ini sesuai dengan isi Babad Gresik:
Nagari Blambangan kadhatengan sesakit ageng, tiyang sakit enjeng sonten pejah, sakit dalu enjeng pejah. Sang prabu Blambangan langkung ngungun kesahipun maulana. Sang nata nimbali nujum, dhukun, juru tenung, wewasi. Sami dhateng, boten saget anyirnakaken. Sesakit angsaya andadra. Sang prabu ing Blambangan boten kersa dhahar, lan sare. Panggalia(h)annipun sang prabu : “apa baya anakingsun sang putri bobotane kang kinandhut agawe gara-gara. Besuk saengga lairingsun buwang ing bsegara.
Artinya: Negeri Blambangan yang terkena musibah berupa sakit yang
merajalela. Orang yang sakit pagi, sore meninggal, sakit malam pagi
meninggal. Baginda raja Blambangan sangat binggung akibat perginya
Maulana. Baginda kemudian memanggil ahli nujum, dukun, dan juru tenung
serta para wasi. Semuannya datang, namun semuanya tidak mampu
menyirnakannya, penyakit semakin menjadi jadi. Baginda tidak tidur, dan tidak
makan. Terbesit dalam kalbu baginda: “Apa kira-kira kandungan anakku putri
yang menjadi sebab terjadinya geger. Bila demikian besok bila telah lahir akan
saya buang ke laut”.26
Namun hal itu tidak terjadi, karena raja merasa kasihan terhadap
cucunya, sehingga raja tidak membunuh bayi tersebut, raja memasukkan bayi
tersebut kedalam peti emas dan membuangnya ke samudera, sebagai upaya
untuk menghilangkan wabah penyakit yang melanda negeri Blambangan yang
menurutnya diakibatkan dari bayi tersebut. Akhirnya bayi tersebut di temukan
oleh seseorang pedagang dan diasuh oleh Nyai Ageng Pinatih seorang saudagar
perempuan di Gresik, bayi tersebut kelak menjadi Sunan Giri. Cerita tutur
26
40
masyarakat Kemantren sendiri menyebutkan bahwa setelah Syekh Maulana
Ishaq pergi Dewi Sekardadu kemudian mencarinya sesuai dengan sandi (pesan
rahasia) yang pernah disampaikan kepadanya, setelah menemukan sandi
tersebut kemudian Dewi Sekardadu bertemu dengan Syekh Maulana Ishaq dan
satu bulan setelahnya Dewi Sekardadu melahirkan anaknya, dan anak tersebut
diberi nama Raden paku, karena lahir di pantai Sepaku. Setelah kelahiran bayi
tersebut Dewi Sekardadu nampak murung sehingga dia bercerita kepada Syekh
Maulana Ishaq bahwa sebenarnya bayi yang baru lahir tersebut akan dibunuh
oleh raja Menak Sembuyu. Mendengar hal itu, kemudian Syekh Maulana Ishaq
memohon petunjuk dari Allah dan akhirnya mendapat petunjuk, bahwa untuk
menyelamatkan bayi tersebut dari pembunuhan raja Menak Sembuyu maka
bayi tersebut harus dimasukkan kedalam peti dan dihanyutkan ke laut. Dan
akhirnya bayi tersebut ditemukan oleh pedagang dan di asuh oleh Nyia Ageng
Pinatih.
Secara umum perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq di Blambangan
berhasil mengislamkan penduduk atau rakyat kecil, namun di lingkungan
kerajaan Blambangan Syekh Maulana Ishaq dalam aktifitas dakwahnya
berhadapan langsung dengan kekuasaan raja Menak Sembuyu yang tidak
menginginkan Islam masuk ke daerahnya, sehingga dakwah menyebarkan
Islam ke sang raja tidak berhasil, padahal jika pada saat itu raja berhasil masuk
Islam, maka dapat dipastikan seluruh penduduknya akan beragama Islam,
41
seorang rajanya. Peribahasa Arab mengatakan “al-nāsu ala dīni mulukihi”,
namun usaha mengislamkan raja Menak Sembuyu tersebut tidak berhasil.
Keberhasilan dalam menyebarkan Islam di Blambangan dilakukannya
dengan menggunakan sarana dakwah melalui perkawinan dengan menikahi
Dewi Sekardadu yang dari pernikahan tersebut menjadikan Syekh Maulana
Ishaq terkenal sebagai seorang yang sakti yang dapat mengobati penyakit yang
melanda pada saat itu, sehingga dapat menarik banyak minat masyarakat untuk
ikut memeluk agama Islam tanpa paksaan. Sarana lainnya melalui pendidikan
di masjid dengan melakukan pengajaran agama Islam di masjid yang dibangun
di Blambangan tersebut.
Ketiga, perjalanan Syekh Maulana Ishaq keluar dari Blambangan ke
Ampel Denta lagi. Setelah memutuskan pergi dari kerajaan Blambangan Syekh
Maulana Ishaq kemudian melanjutkan perjalanannya ke Ampel Denta
Surabaya, beliau disini tidak melakukan usaha dakwah Islamiyah sama sekali,
beliau disini hanya ingin bertemu dengan Raden Rahmat Sunan Ampel.
Setelah bertemu dengan Raden Rahmat Sunan Ampel di Ampel Denta, beliau
menceritakan seluruh pengalaman yang telah dialaminya di Blambangan,
<