ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP
PANDANGAN DESI SRI WULANDARI TENTANG SANKSI
ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN
AL-QARD} AL-H}ASAN
SKRIPSI
Oleh: Saifulloh NIM. C02213071
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian verifikasi (verificative research) terhadap hasil penelitian Desi Sri Wulandari,untuk menguji teori atau penelitian sebelumnya, sehingga diperoleh hasil memperkuat atau menggugurian teori atau hasil penelitian sebelumnya.Skripsi yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Sanksiatas Keterlambatan Pembayaran Al-Qard{ Al-H{asan‛, bertujuan untuk menjawab rumusan masalah: 1. Bagaimana pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan, dan 2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang sebagian besar data yang dikumpulkan berasal dari kepustakaan, yakni berupa dokumen. Selanjutnya metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif-analyzing,yaitu menggambarkan objek yangditeliti secara sistematis sehingga lebih mudah untuk
difahami dengan mengumpulkan fakta-fakta terlebih dahulu,
kemudianmemberikan analisis lanjutan terhadap hasil data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan
Penelitian inimenghasilkan beberapa kesimpulan:Pertama, Desi Sri Wulandari dengan menggunakan teori hukum Islam dan Fatwa Dewan Syariah Nasional berpandangan, bahwa penerapan sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan diperbolehkan, dengan alasan untuk mendisiplinkan nasabah dalam melakukan pembayaran al-qard{ al-h{asan, dan hanya boleh diberlakukan kepada orang yang sengaja atau tidak menunjukkan keinginan untuk membayar, serta tidak boleh diberlakukan kepada orang yang mengalami kesulitan atau orang yang lupa melakukan pembayaran.Kedua, Pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{al-h{asan dibenarkan. Akan tetapi pemahaman terhadap orang yang boleh diberikan sanksi masih terlalu umum dan sempit, ketidakbolehan penerapan sanksi terhadap orang yang lupa tidak dapat dibenarkan, karena orang yang lupa tidak termasuk dalam kategor
mu’sir (orang yang kesulitan) dan tidak tergolong force majeure.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan batasan Masalah ... 10
C. Rumusan Masalah ... 11
D. Kajian Pustaka ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB IILANDASAN TEORI ... 21
A. Al-Qard{ Al-H{asan ... 21
2. Dasar hukum al-qard{ al-h{asan ... 23
3. Rukun al-qard{ al-h{asan ... 27
4. Syarat al-qard{ al-h{asan ... 27
B. Denda ... 29
1. Pengertian ... 29
2. Syarat denda ... 31
3. Denda keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan ... 34
BAB III PANDANGAN DAN ANALISIS DESI SRI WULANDARI TERHADAP SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARANAL-QARD{ AL-H{ASAN ... 42
A. Pandangan Desi Sri Wulandari terhadap sanksi atas keterlambatan pembayaranal-Qard{ al-H{asan ... 42
B. Isi analisis Desi Sri Wulandariterhadap sanksi atas keterlambatan pembayaranal-Qard{ al-H{asan ... 44
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN AL-QARD{ AL-H{ASAN ... 52
A. Analisis Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Keterlambatan Pembayaran al-Qard{ al-H{asan ... 52
B. Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Keterlambatan Pembayaran Qard{ al-H{asan ... 56
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengajarkan pada pemeluknya untuk berperan aktif dalam
mengembangkan ekonomi umat. Sistem ekonomi Islam merupakan ilmu
ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (penerapan ilmu ekonomi)
sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat atau
pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi,
distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang tunduk dalam
peraturan/perundang-undangan Islam. Sistem ekonomi Islam adalah
sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem ekonomi lainnya.
Dari berbagai aspek pemikiran mengenai praktik ekonomi Islam dan
dalam konteks perbandingan dengan ekonomi konvensional, ada tiga hal
yang menjadi isu utama. Pertama, praktik transaksi keuangan dan posisi
mengenai sistem bunga. Kedua, pemikiran mengenai keadilan distributif
dan implikasi kebijakannya. Ketiga, pemikiran mengenai landasan moral
dalam setiap kegiatan dan keputusan ekonomi.1 Sistem ekonomi Islam
memiliki sejumlah karakteristik yang sama baiknya dengan kapitalisme
dan sosialime. Dibolehkannya hak milik pribadi dan kebebasan untuk
melakukan pertukaran merupakan elemen yang ada dalam kapitalisme.
Selain itu, para proponen ekonomi Islam juga menekankan pentingnya
2
intervensi negara, terutama dalam hal keadilan distibutif, yang juga
menjadi semangat utama sosialisme.
Oleh sebab itu, banyak bermunculan lembaga keuangan yang
berbasis syariah, antara lain bank syariah. Bank syariah secara umum
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.2 Bank syariah didirikan
dengan tujuan mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat
secara islami, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan
agar terhindar dari praktik-praktik riba atau janis-jenis usaha/perdagangan
lain yang mengandung unsur ghara>r.
Seiring perkembangan zaman, tidak hanya lembaga bank yang
berbasis syariah, tetapi lembaga non bank pun juga banyak bermunculan
yang juga berbasis syariah, antara lain baitulmal wattamwil. Baitulmal
wattamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil yang berbasis syariah.3 Istilah baitulmal
wattamwil saat ini diartikan sebagai suatu badan atau institusi keuangan
yang memadukan fungsi baitulmal dan baitultamwil. Baitulmal lebih
mengarah pada suatu pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit,
seperti: zakat, infak, dan sedekah, sedangkan baitultamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi
2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:
ekonisia, 2003), 27.
3
bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
untuk kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.4
Salah satunya BMT An-Nur Rewwin yang terletak di Sidoarjo. Sejak
didirikan tanggal 16 Mei 2007, BMT An-Nur Rewwin menyediakan
produk-produk yang sesuai syariah. Ada tiga produk simpanan: yakni
Simpanan Mud}a>rabah, Simpanan Kurban dan Akikah, dan Simpanan
Pendidikan. Ada empat produk pembiayaan: yaitu Pembiayaan
Musyarakah, Pembiayaan Mura>bah}ah}/Bai’ bi al-Tsaman ‘Ajil,
Pembiayaan al-Qard{ al-H{asan, dan Gadai syari’ah (al-Rah}n), semua
pembiayaan ini terdapat sistem bagi hasil yang diterapkan dan disepakati
pada awal akad, kecuali pembiayaan al-qard{ al-h{asan, pembiayaan ini
merupakan pembiayaan lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial
semata, penerima pembiayaan hanya dituntut mengembalikan pokok
pembiayaan.
Dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No
mor:17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran disebutkan sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang
besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad
ditandatangani. Sementara di BMT An-Nur Rewwin menerapkan sanksi
denda pada produk al-qard{ al-h{asan berupa uang yang disebut infak dan
ketentuan ini tidak ada perjanjian sebelumnya, baik besar kecilnya jumlah
yang harus dibayarkan oleh nasabah. Pada dasarnya menurut Syafi’i
4 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, edisi-2
4
Antonio, akad al-qard{ al-h{asan merupakan pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharap imbalan.5 Akan tetapi BMT An-Nur
Rewwin menerapkan sanksi denda pada akad al-qard{ al-h{asan tanpa
adanya pemberitahuan atau kesepakatan yang dibuat saat akad
ditandatangani.
Hal ini pernah dibahas oleh Desi Sri Wulandari dengan menggunakan
teori hukum Islam dan Fatwa Dewan Syariah Nasional menyimpulkan
bahwa penerapan sanksi denda atau penarikan infak atas keterlambatan
pembayaran pada al-qard{ al-h{asan di BMT An-Nur Rewwin tersebut
diperbolehkan dengan tujuan mendisiplinkan nasabah dalam melakukan
ansuran.6 Kesimpulan yang mendasari Desi Sri Wulandari dalam
memperbolehkan penarikan infak atas keterlambatan pembayaran al-qard{
al-h{asan adalah hasil analisisnya kepada beberapa nasabah yang terlambat
melakukan pembayaran dengan dasar hukum sebagai berikut;
Pertama kepada bapak Mujianto yang memiliki kemampuan untuk
membayar dan biasanya membayar dua bulan sekali, namun terlambat
dalam melakukan pembayaran dikarenakan malas. Menurut Desi Sri
Wulandari menerapan sanksi kepada bapak Mujianto berdasarkan hukum
5 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 35. 6 Desi Sri Wuandari, ‚Penerapan Sanksi Denda atas Keterlambatan Pembayaran pada Qardh
5
Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001
sebagai berikut;7
Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda;
َِا ِدْبَع ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثدَح
َِِأ ْنَع ٍدْيَز ِنْب ِرْوَ ث ْنَع ٍل ََِب ُنْب ُناَمْيَلُس اََ ثدَح يِسْيَوُْْا
َُْع َُا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِثْيَغْلا
َلاَوْمَأ َذَخَأ ْنَم َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َُا ىلَص ِِّبلا ْنَع
َُا ىدَأ اََءاَدَأ ُديِرُي ِسا لا
َُا َُفَلْ تَأ اَهَ ف ََْتِإ ُديِرُي َذَخَأ ْنَمَو َُْع
Diceritakan Abdul Aziz bin Abdullah al-Uwaisi, diceritakan Sulaiman bin Bilal dari Tur bin Zaid dari Abi Ghayts dari Abi Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda ‚barangsiapa yang mengambil harta manusia agar ia menunaikan kewajibannya, niscaya Allah memenuhinya. Dan barang siapa yang mengambilnya tetapi dia
menghabiskannya, niscaya Allah akan menghabiskannya.8
Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda;
َِاُدْبَع اََ ثدَح
َا يِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِجَرْعَْا ِنَع ِداَنِّزلا َِِأ ْنَع ٌكِلاَم اَنَرَ بْخَأ َفُسوُي ُنْب
َلَع ْمُكُدَحَأ َعِبْتُأ اَذِإَف ،ٌمْلُظ ِِّنَغْلا ُلْطَم :َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َا ىلَص َِا َلوُسَر نَأ َْع
ٍّيِلَم ى
ْعَبْتَيْلَ ف
Diceritakan Abdullah bin Yusuf dikabarkan Malik dari Abi Zibad
dari A’raj dari Abi Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda ‚penundaan pembayaran bagi orang yang mampu
membayar adalah suatu kedzaliman. Jika salah seorang diantara kalian yang dihalahkan kepada orang kaya maka hendaklah ia terima ihalah (pengalihan pengembalian hutang) tersebut.9
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2001
sebagai berikut;
7Ibid., 55.
6
a. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
b. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat berupa – dan tidak terbatas pada – penjualan barang jaminan.
c. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah harus tetap
memenuhi kewajibannya secara penuh.10
Menurut penulis hadis tersebut bukan dasar hukum untuk
memperbolehkan pemberian sanksi dengan melakukan penarikan infak
atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan, melainkan kebolehan
mengambil barang jaminan untuk melunasi hutangnya, begitupun juga
fatwa Dewan Syariah Nasional bukan ketetapan dalam memperbolehkan
penarikan infak, tetapi kebolehan menyita barang jaminan dan melakukan
penjualan terhadap barang jaminan. Hal itu pun sebagai sanksi dan
diberlakukan kepada nasabah yang tidak menunjukkan keinginan
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya.
Kedua, kepada ibu Nurlaila yang terlambat melakukan pembayaran
disebabkan lupa karena faktor usia yang sudah tua dan kesibukan dalam
pekerjaannya. Menurut Desi Sri Wulandari penerapan sanksi atas
keterlabatan pembayaran pada al-qard{ al-h{asan seharusnya tidak
diberlakukan, karena keterlambatan tersebut tidak ada unsur kesengajaan
sesuai dengan hukum Islam sebagai berikut;11
10 Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional, 268.
11 Desi Sri Wuandari, ‚Penerapan Sanksi Denda atas Keterlambatan Pembayaran pada Qardh
7
اًميِحَر اًروُفَغ َُا َناَكَو ْمُكُبوُلُ ق ْتَدمَعَ ت اَم ْنِكَلَو ِِب ُُْْأَطْخَأ اَميِف ٌحاَُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَو
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Qs. Al-ahzab ayat: 5).
ْنَع ، يِعاَزْوَْا اََ ثدَح ، ٍمِلْسُم ُنْب ُديِلَوْلا اََ ثدَح ، يِصْمِْْا ىفَصُمْلا ُنْب ُدمَُُ اََ ثدَح
ىلَص ِِّبلا ِنَع ، ٍسابَع ِنْبا ِنَع ، ٍءاَطَع
ِِمُأ ْنَع َعَضَو ََا نِإ : َلاَق ، َملَسو ِْيلَع ه
ِْيَلَع اوُِرْكُتْسا اَمَو ، َناَيْسِّلاَو ، َأَطَْْا
Diceritakan Muhammad bin Mustafa, diceritakan Walid bin Muslim berkata, diceritakan Awza’i dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas dari Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.
Pada kasus inilah Desi Sri Wulandari menyatakan ketidak setujuan
pemberian sanksi terhadap nasabah yang terlambat melakukan
pembayaran dengan alasan al-qard{ al-h{asan adalah pembiayaan tanpa
adanya bagi hasil yang diberikan BMT An-Nur Rewwin kepada nasabah
sebagai bakti sosial kepada masyarakat sebagai lembaga keuangan
syariah, sesuai dengan hukum Islam sebagai berikut;12
ٌمِرَك ٌرْجَأ َُلَو َُل َُفِعاَضُيَ ف اًَسَح اًضْرَ ق ََا ُضِرْقُ ي يِذلا اَذ ْنَم
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (Qs. Al-hadid ayat: 11).
Hal ini menunjukkan ketidak konsistenan Desi Sri Wulandari dalam
berpendapat, satu sisi menyatakan al-qard{ al-h{asan merupakan akad
8
ta’a>wun, sementara disisi lain memperbolehkan pemberlakuan sanksi
berupa penarikan infak atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan,
seperti halnya yang terjadi pada kasus yang pertama dan ketiga.
Ketiga kepada ibu Netty Herlyana juga terlambat dalam melakukan
pembayaran al-qard{ al-h{asan disebabkan ada pekerjaan yang tidak bisa
ditinggal, sehingga dengan terpaksa beliau terlambat membayar. Menurut
Desi Sri Wulandari penerapan sanksi kepada kepada ibu Netty Herlyana
sudah sesuai dengan hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional
sebagai berikut;13
َنوُمَلْعَ ت ْمُتُْك ْنِإ ْمُكَل ٌرْ يَخ اوُقدَصَت ْنَأَو ٍةَرَسْيَم ََِإ ٌةَرِظََ ف ٍةَرْسُع وُذ َناَك ْنِإَو
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui, (Qs. Al-baqarah ayat:280).
ْب ََََْ ْنَع َبويَأ ْنَع ٍدْيَز ُنْب ُداََ اََ ثدَح َنََْجَع ِنْب ِشاَدِخ ُنْب ُدِلاَخ ِمَثْيَِْا وُبَأ اََ ثدَح
ِن
َتَ ق ِبَأ ِنْب َِا ِدْبَع ْنَع ٍرِثَك ِبَأ
َلاَقَ ف َُدَجَو ُث َُْع ىَراَوَ تَ ف َُل اًمِرَغ َبَلَط َةَداَتَ ق اَبَأ نَأ َةَدا
َِا َلوُسَر ُتْعََِ ِِّّإَف َلاَق .َِآ َلاَق َِآ َلاَقَ ف .ٌرِسْعُم ِِّّإ
ملسو يلع ه ىلص
ُلوُقَ ي
ْنَم
َ ي ِبَرُك ْنِم َُا َُيِجُْ ي ْنَأ ُرَس
َُْع ْعَضَي ْوَأ ٍرِسْعُم ْنَع ْسِّفَ ُ يْلَ ف ِةَماَيِقْلا ِمْو
Diceritakan Abu Haytsam bin Khidas bin Ajlan diceritakan Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Yahya bin Abi Katsir dari Abdullah bin Abi Fatadah sesungguhnya mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa yang memberikan kemudahan, maka Allah akan menyelamatkan dari duka dan kesulitan pada hari kiamat nanti. Oleh karena itu, hendaklah ia mau memberikan kelapangan dan kemudahan terhadap orang yang dalam kesulitan atau membebaskannya.
9
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2011 pasal
6 yang berbunyi:
a. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan Lembaga Keuangan Syariah telah memastikan ketidakmampuannya, Lembaga Keuangan Syariah dapat;
1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,
2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Menurut penulis terjadi kekeliruan oleh Desi Sri Wulandari dalam
menafsirkan ayat al-quran, hadis serta fatwa Dewan Syariah Nasional.
Ayat al-quran, hadis serta fatwa Dewan Syariah Nasional di atas tidak
menjelaskan kebolehan memberikan sanksi terhadap nasabah yang
terlambat melakukan pembayaran, tetapi menjelaskan bahwa apabila
seseorang mengalami kesulitan dalam melaksanakan kewajibannya
(pengembilian hutang), maka harus diberikan kelapangan serta
keringanan terhadap nasabah, dan tidak melakukan penarikan infak
sebagai sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h}asan.
Berdasarkan di atas, penulis memandang perlu untuk melakukan
studi penelitian terkait skripsi yang ditulis oleh Desi Sri Wulandari
dengan mengambil judul ‚Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan
Desi Sri Wulandari tentang Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran
10
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang
menjadi masalah dalam penelitian ini, antara lain:
a. Konsep al-qard{ al-h{asan.
b. Metode mengembalian utang-piutang dalam hukum Islam.
c. Dasar pembolehan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas
keterlambatan pembayara al-qard{ al-h{asan.
d. Pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan
pembayara al-qard{ al-h{asan oleh Desi Sri Wulandari.
e. Analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari
tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.
2. Batasan masalah
Batasan masalah diperlukan agar fokus pada permasalahan
tertentu. Batasan masalah dalam penelitian ini sebagaimana berikut:
a. Pandangann Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan
pembayaran al-qard{ al-h{asan.
b. Analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari
tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas permasalahan yang ingin dibahas atau dikaji dalam
11
1. Bagaimana pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas
keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri
Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{
al-h{asan?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang penelitian yang
sudah dilakukan pada seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan
atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.
Beberapa penelitian yang telah ada berkaitan dengan judul yang
peneliti teliti antara lain adalah karya:
1. Erma Winarti yang berjudul ‚Infak sebagai Ganti Rugi atas
Keterlambatan Ansuran di BMT (Studi Kasus di BMT Subulussalam
Sleman)‛. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
terletak pada pembahasan mengenai penarikan infak dalam akad
al-qard}. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
yaitu pada penelitian sekarang membahas penarikan infak atas
keterlambatan pembayaran hutang yang tidak ditentukan berdasarkan
kesepakatan yang dibuat saat akad ditanda tangani.14
14 Erma Winarti, ‚Infak sebagai Ganti Rugi atas Keterlambatan Ansuran di BMT (Studi Kasus di
12
2. Sutarmi yang berjudul ‚Penetapan Dana Infak dalam Akad al-Qard
al-Hasan (Studi Kasus di BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) Kotagede
Yogyakarta)‛. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang terletak pada pembahasan mengenai infak dalam akad
al-qard}. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
yaitu pada penelitian terdahulu membahas pembebanan biaya
administrasi sekaligus pembebanan dana infak kepada nasabahnya
denggan seketika, sementara pada penelitian sekarang dana infak
hanya dapat dibebankan ketika nasabah terlambat dalam membayar
ansuran.15
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas
keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan
2. Mendeskripsikan analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri
Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{
al-h{asan.
15 Sutarmi, ‚Penetapan Dana Infak dalam Akad Al-Qard Al-Hasan (Studi Kasus di BMT Bina
13
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan pembahasan permasalahan dan penulisan ini,
diharapkan berguna dan memiliki nilai guna sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
perkebangan hukum Islam terhadap mahasiswa fakultas syariah
dan hukum pada umumnya dan mahasiswa prodi hukum ekonomi
syariah pada khususnya.
2. Secara praktis
a. Sebagai bahan informasi ataupun rujukan bagi peneliti berikutnya
untuk membuat karya tulis yang lebih sempurna.
b. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan bahan pertimbangan
mengenai sanksi atas keterlambatan pembayaran hutang di
lembaga-lembaga keuangan syariah, khususnya di BMT An-Nur
Rewwin, Sidoarjo.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap pandangan
Desi Sri Wulandari tentang Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran
al-Qard{ al-H{asan‛
Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul
14
1. Hukum Islam : Aturan yang menyangkut pendapat
para ulama tentang aturan dan
larangan yang sesuai dengan
aturan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional.
2. Denda/Sanksi : Hukuman yang diterapkan dalam
bentuk keharusan untuk membayar
sejumlah uang disebabkan karena
adanya pelanggaran terhadap
undang-undang yang berlaku atau
pengingkaran terhadap sebuah
perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.
3. Keterlambatan pembayaran hutang: Kelalaian Nasabah dalam melunasi
hutang-piutangnya baik dalam
keadaan sengaja atau tidak,
mampu atau pun tidak mampu.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang
15
dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan
selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.16
Studi ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang
menjadikan bahan pustaka sebagai dasar utama kajiannya, sedangkan
metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah menggambarkan objek yang diteliti secara sistematis sehingga
lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan.
Selanjutnya untuk dapat memberikan deskripsi dengan baik,
dibutuhkan serangkaian langkah yang sistematis. Langkah tersebut terdiri
atas penentuan data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan
data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.
1. Data yang dikumpulkan
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka upaya
pengumpulan data untuk menjawab penelitian ini meliputi:
a. Data terkait penarikan infak atas keterlambatan pembayaran
al-qard{ al-h{asan.
b. Data terkait hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional
tentang penarikan infak atas keterlambatan pembayaran qard{
al-h{asan.
c. Data terkait dengan kesimpulan Desi Sri Wulandari tentang
penarikan infak atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.
2. Sumber data
16
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena sebagian
besar data yang dikumpulkan berasal dari kepustakaan baik dokumen,
buku, artikel, majalah, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan
judul penelitian.
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini
agar mendapat data yang konkrit serta ada kaitannya dengan masalah
di atas meliputi:
a. Sumber primer
Sumber primer adalah subjek penelitian yang dijadikan
sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat
pengukuran atau pengambilan data secara langsung.17
Dalam penelitian ini bahan primer berupa skripsi Desi Sri
Wulandari yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap
Penerapan Sanksi Denda atas Keterlambatan Pembayaran Qard
al-Hasan‛, serta dasar hukum yang digunakannya.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari
sumber yang sudah ada. Adapun yang termasuk bahan sekunder
bisa berupa buku, artikel, karangan ilmiah, dan lain-lain yang
berkaitan dengan obyek penelitian.
3. Teknik pengumpulan data
17
Teknik pengumpulan data merupakan proses pengadaan data
primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan
langkah yang amat penting dalam penelitian ilmiah.18
Terdapat beberapa macam teknik pengumpulan data, salah
satunya adalah teknik dokumentasi. Dalam teknik dokumentasi,
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, dan lain sebagainya.19
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
dokumentasi. Teknik ini digunakan untuk mempermudah data yang
rinci mengenai data yang terkait dengan skripsi Desi Sri Wulandari
tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan dan
data tentang dasar hukumnya.
4. Teknik pengolahan data
Setelah seluruh data terkumpul perlu adanya pengolahan data
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasa serta relevansinya dengan permaslahan.20 Teknik
ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-data
18 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998), 74. 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta : Rineika Cipta, 2006), 158.
18
yang sudah penulis dapatkan, dan akan digunakan sebagai
sumber-sumber studi dokumentasi.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber
dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta
mengelompokkan data yang diperoleh.21 Dengan teknik ini,
diharapkan penulis dapat memperoleh gambaran tentang pemberian
sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap
hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari
sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil
lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan.22
5. Teknik analisis data
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun data
secara sistematis dengan cara mengorganisasikannya ke dalam
beberapa kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan
dipelajari, dan terakhir memuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.23
Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, digunakan
pendekatan deskriptif-analisis dengan menggunakan pola pikir
21 Ibid., 154. 22 Ibid., 196.
19
induktif. Pendekatan deskriptif-analisis digunakan untuk
menggambarkan secara sistematis konsep pengembalian utang dalam
Islam, konsep umum tentang sanksi denda, dan skripsi tentang sanksi
denda atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.
Setelah menggambarkan secara sistematis konsep pengembalian
hutang dalam Islam, konsep umum tentang sanksi denda, dan skripsi
tentang sanksi denda atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan,
tahap selanjutnya adalah melakukan analisis nutuk menemukan
relevansi antara skripsi tentang sanksi denda atas keterlambatan
pembayaran al-qard{ al-h{asan dan tinjauan umum mengenai sanksi
denda dengan teori pengembalian hutang dalam Islam. Analisis
dilakukan dengan menggunakan pola pikir induktif, yakni pengambilan
kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta khusus menuju
kesimpulan yang bersifat umum.
Pola pikir induktif dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk
analisis terhadap fakta-fakta khusus berupa kesimpulan oleh Desi Sri
Wulandari dalam skripsinya dan pilihan dalil yang digunakan. Dari
sinilah dapat diketahui relevansi antara teori yang digunakan oleh Desi
Sri Wulandari dengan teori hukum dalam Islam. Setelah diketahui
terdapat relevansi antara keduanya, penulis selanjutnya melakukan
analisis terhadap kesimpulan yang dihasilkan oleh Desi Sri Wulandari
tantang sanksi denda atau penarikan infak atas keterlambatan
20
I. Sistematika Pembahasan
Agar penulisan dalam penelitian ini tidak keluar dari jalur yang
telah ditentukan dan lebih mudah untuk dipahami serta lebih sistematis
dalam penyusunannya, maka penulis membagi lima bab dalam penulisan
pada penelitian ini yang sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi pemaparan tentang landasan teori yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu pengertian al-qard{ al-h{asan, serta prosedur
pengembaliannya dalam Islam.
Bab ketiga, berisi tentang konsep sanksi denda dan skripsi Desi Sri
Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{
al-h{asan.
Bab keempat, berisi tentang analisis hukum Islam terhadap
pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan
pembayaran al-qard{ al-h{asan.
Bab kelima, berisi kesimpulan dan saran yang menyangkut
BAB II
TEORI AL-QARD{ AL-H{ASAN DAN SANKSI/DENDA
A.
Al-Qard{ Al-H{asan1. Pengertian al-qard{ al-h{asan
Al-qard{ al-h{asan terdiri dua suhu kata, yakni al-qard{ dan al-h{asa.
Secara etimologi, al-qard{ yang berarti memotong atau potongan,
menurut syarak ialah menyerahkan uang kepada orang yang bisa
memanfaatkannya, kemudian ia meminta pengembalian sebesar uang
tersebut. Sedangkan h{asan yang berarti baik.1
Pengertian al-qard{ menurut termenologi, perjanjian pinjaman dalam
al-qard{ ada pemberi pinjaman (kreditur) memberikan pinjaman kepada
pihak lain dengan ketentuan penerima pinjaman (muqtarid{) akan
mengembalikan pinjaman tersebut dengan jumlah yang sama pinjaman
itu diberikan.2
Al-qard{ al-h{asan adalah pemberian pinjaman harta kepada orang lain
yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjam
tanpa mengharapkan imbalan. Inilah yang disebut al-qard{ al-h{asan atau
akad yang saling membantu dan bukan transaksi komersial. Pinjaman
1
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Besar Bahasa Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 1108.
2 Sutan Remy Sjadeni, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia
22
dapat diberikan untuk tujuan kesejahteraan, seperti pendidikan,
pengusaha kecil dan kebutuhan darurat lainnya.3
Dalam buku yang berjudul apa dan bagaimana bank Islam karya
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio menyatakan
bahwa pembiayaan al-qard{ al-h{asan adalah perjanjian pembiayaan antara
bank dengan nasabah yang dianggap layak menerima yang diprioritaskan
bagi pengusaha kecil pemula yang potensial, akan tetapi tidak
mempunyai modal apapun selain kemampuan berusaha serta perorangan
lainnya yang berada dalam keadaan terdesak dimana penerima kredit
hanya diwajibkan mengembalikan pokok pinjaman pada waktu jumlah
tempo dan bank membebani nasabah atas biaya administrasi.4
Dari definisi tersebut tampaklah bahwa sesungguhnya al-qard{
merupakan salah satu jenis pendekatan untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan merupakan jenis muamalah yang bercorak ta‘a>wun (saling
tolong-menolong) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Sumber ajaran Islam (al-quran dan hadis) sangat kuat menyerukan prinsip
hidup gotong royong seperti yang sudah tertera dalam firman Allah Swt.:
ِناَوْدُعْلاَو ِْثِْْا ىَلَع اوُنَواَعَ ت َلَو ىَوْق تلاَو ِِّْْلا ىَلَع اوُنَواَعَ تَو
3 Moh. Rifai, Konsep Perbankan Syariah (Semarang: CV. Wicaksana, 2002), 91.
4 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam
23
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Almaidah: 2).5
Menghutangkan sesuatu kepada seseorang berarti telah
menolongnya, karena orang yang hendak hutang adalah orang yang
benar-benar membutuhkan tetapi ia tidak mempunyai barang yang
dibutuhkannya sehingga ia hutang kepada orang lain.
2. Dasar hukum al-qard{ al-h{asan
a. Alquran
Menurut Dr. Kamil Musa dalam karangannya yang berjudul
ah{ka>m al-mu‘a>mala>t menyatakan bahwa al-qard{ merupakan perkara
yang disyariatkan, dan mashru>‘iyah al-qard{ (disyariatkannya qard{)
sudah ditetapkan dalam Alquran dan sunah.6 Sebagaimana firman
Allah Swt. :
َُفِعاَضُيَ ف اًَسَح اًضْرَ ق ََا ُضِرْقُ ي يِذلا اَذ ْنَم
ُطُسْبَ يَو ُضِبْقَ ي َُاَو ًةَرِثَك اًفاَعْضَأ َُل
َنوُعَجْرُ ت ِْيَلِإَو
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan, (QS. Albaqarah : 245).7
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006), 106.
6
Kamil Musa, Ahkam Al-Mu‘Amalat (Bairut: Da>r al-Fikri, 1994), 271.
7
24
ٌمِرَك ٌرْجَأ َُلَو َُل َُفِعاَضُيَ ف اًَسَح اًضْرَ ق ََا ُضِرْقُ ي يِذلا اَذ ْنَم
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (Qs. Alhadid: 11).8
ْنِإ
اوُضِرْقُ ت
ََا
اًضْرَ ق
اًَسَح
ُْفِعاَضُي
ْمُكَل
َ يَو
ْرِفْغ
ْمُكَل
َُاَو
ٌروُكَش
ٌميِلَح
Jika kamu menjamkan kepada allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan allah maha pembalas jasa lagi maha penyantun, (Qs. Al-tagha>bun: 17).9
Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi anjuran untuk melakukan
perbuatan al-qard{ (memberi utang) kepada orang lain, dan imbalannya
adalah akan dilipatgandakan oleh Allah Swt. Dari sisi muqrid{ (orang
yang member utang), Islam menganjurkan kepada umatnya untuk
memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dengan
cara member utang. Dari sisi muqtarid{, utang bukan perbuatan yang
dilarang, melainkan dibolehkan karena seseorang yang berutang
dengan tujuan untuk memanfaatkan barang atau uang yang
diutangnya itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ia akan
mengembalikannya persis seperti yang diterimanya.10
b. Hadis
8 Ibid., 430. 9 Ibid., 557.
25
Al-qard{ merupakan salah satu bentuk takarub kepada Allah Swt.,
karena al-qard{ berarti berlemah-lembut dan mengasihi sesama
manusia, memberikan kemudahan dan solusi dari duka dan kesulitan
yang menimpa orang lain. Islam menganjurkan dan menyukai orang
yang meminjamkan (qard{), dan membolehkan bagi orang yang
diberikan qard{, serta tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang
makruh, karena dia menerima harta untuk dimanfaatkan dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya, dan peminjam tersebut
mengembalikan harta seperti semula.11
اََ ثدَح
وُبَأ
ٍُِاَح
اََ ثدَح
ُماَشِ
ُنْب
ٍدِلاَخ
اََ ثدَح
ُدِلاَخ
ُنْب
َديِزَي
ِنْب
َِِأ
ٍكِلاَم
ْنَع
ِيِبَأ
ْنَع
ِسَنَأ
ِنْب
ٍكِلاَم
َلاَق
َلاَق
ُلوُسَر
َِا
ىلَص
َُا
ِْيَلَع
َملَسَو
ُتْيَأَر
َةَلْ يَل
َيِرْسُأ
ِِ
ىَلَع
ِباَب
ِة َْْا
اًبوُتْكَم
ُةَقَدصلا
ِرْشَعِب
اَِِاَثْمَأ
ُضْرَقْلاَو
َةَيِناَمَثِب
َرَشَع
ُتْلُقَ ف
اَي
ُليِِْْج
اَم
ُلاَب
ِضْرَقْلا
ُلَضْفَأ
ْنِم
ِةَقَدصلا
َلاَق
نَِْ
َلِئاسلا
ُلَأْسَي
َُدِْعَو
ُضِرْقَ تْسُمْلاَو
َل
ُضِرْقَ تْسَي
لِإ
ْنِم
.ٍةَجاَح
12Diceritakan Abu Hatim berkata, diceritakan Hisyam bin Kholid berkata diceritakan kholid bin Yazid bin Abi Malik dari ayahnya dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah bersabda : pada waktu aku isra di malam hari, aku melihat di pintu surga sebuah tulisan yang berbunyi: sedekah mendapat pahala sepuluh kali lipat dan al-qard{ mendapat pahala delapan belas kali lipat. Aku katakan, Wahai Jibril, kenapa pahala al-qard{ itu lebih afdhal dari pada sedekah? Jibril menjawab: pada umumnya orang yang meminta
11 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Kamaluddin A. Marzuki (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), 181. 12
26
sedekah, ia sendiri punya. Sedangkan orang yang memohon qard{, ia tak akan meminta al-qard{ kecuali karena ia butuh, (HR. Ibnu Majah).
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda:
اًمِلْسُم ُضِرْقُ ي ٍمِلْسُم ْنِم اَم : َلاَق َملَسو ِْيلَع ه ىلَص ِبلا نَأ ، ٍدوُعْسَم ِنْبا ِنَع
َناَك لِإ َِْْ ترَم اًضْرَ ق
ًةرَم اَهِتَقَدَصَك
.
13
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: bukan seorang muslim yang meminjamkan mulim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah, (HR. Ibnu Majah).
ْنَع
ِدْبَع
ِه
ِنْب
ٍدْوُعْسَم
نَأ
ِبَن
ِه
ىلَص
ِه
ِْيَلَع
َملَسَو
َناَك
ُلْوُقَ ي
ْنَم
َضَرْ قَأ
َه
َِْْ ترَم
َناَك
َُل
ُلْثِم
ِرْجَأ
اَِِِدَحَأ
ْوَل
َقدَصَت
ِِب
.
Dari Abdullah ibnu mas‘ud bahwa sesunguhnya Rasulullah saw. Bersabda: Barang siapa yang memberikan utang kepada allah dua kali, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala salah
satunya andaikata ia menyedekahkannya. (HR. Ibnu Hibban)14
Dari hadis-hadis tersebut dapat dipahami bahwa al-qard{
(utang/pinjaman) merupakan perbuatan yang dianjurkan, yang akan
diberikan imbalan oleh Allah Swt. Dalam hadis yang pertama
disebutkan bahwa melihat di pintu surga sebuah tulisan barang siapa
memberikan al-qard{ (utang) mendapat pahala delapan belas kali lipat.
Sedangkan dalam hadis yang kedua dan ketiga dijelaskan bahwa
memberikan utang dua kali nilainya sama dengan memberikan
13 Ibid., 812.
27
sedekah satu kali. Ini berarti bahwa al-qard{ (memberikan utang)
merupakan perbuatan yang sangat terpuji karena bisa meringankan
beban orang lain.15
c. Ijmak
Para ulama telah menyepakati bahwa al-qard{ al-h{asan boleh
dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak
bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada
seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh
karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari
kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan segala kebutuhan umatnya.16
3. Rukun al-qard{ al-h{asan
a. Pelaku akad yakni muqtarid{ (peminjam) pihak yang membutuhkan
dana dan muqrid{ (pemberi pinjaman) pihak yang memiliki dana.
b. Obyek/barang yang diutangkan.
c. Sighat yakni ijab dan kabul.17
4. Syarat al-qard{ al-h{asan
a. Syarat muqtarid{ dan mugrid{ (pihak-pihak yang mengadakan akad
al-qard{ al-h{asan harus memiliki kecakapan bertindak hukum, dapat
15 Ibid.
16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dan Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), 132-133.
17
28
membedakan apa yang baik dan buruk, berakal sehat dan sudah
berusia dewasa (balig) sehingga mengerti akan maksud dan tujuan
dari perbuatan yang dilakukan.18
b. Syarat ijab dan kabul (sighat), merupakan suatu ungkapan para pihak
yang melakukan akad ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar
dan salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya
dalam mengadakan akad.
Adapun ketentuan syarat ijab kabul, yakni :
1) Janganlah akad al-qard{ al-h{asan itu akad yang dilarang syarak
artinya pembiayaan al-qard{ al-h{asan harus sesuai dengan syariah
Islam yang tidak mengandung unsur riba (bunga) dengan tidak
mensyaratkan imbalan pada pinjaman.
2) Keadaan ijab dan kabul berhubungan, artinya ijab itu berjalan
terus (tidak dicabut) sebelum terjadi kabul. Jika orang yang
berijab menarik kembali ijabnya sebelum Kabul, maka batallah
ijabnya.
3) Adanya kesesuaian antara ijab dan kabul, artinya makna antara
ijab dan kabul sama, meskipun lafal keduanya berlainan19
c. Syarat al-qard{ (dana), adapun ketentuannya sebagai berikut :
18
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997), 34.
19
29
1) Al-qard{ yang dipinjamkan harus jelas wujud dan jumlahnya,
misalnya dalam pemberian pinjaman uang pada pembiayaan
al-qard{ al-h{asan jelas berapa jumlah uang yang akan dipinjamkan.
2) Al-qard{ telah ada ketika akad al-qard{ al-h{asan dilaksanakan,
sehingga pinjaman tersebut dapat diserahkan pada saat akad
terjadi/ pada waktu yang telah disepakati.
3) Harta yang dipinjamkan mestilah sesuatu yang bisa dimanfaatkan.
Tidak ada artinya meminjamkan sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat kepada pihak peminjam seperti
meminjamkan sejumlah uang yang sudah tidak punya nilai lagi.
4) Pemanfaatan harta yang dipinjam itu berada dalam ruang lingkup
kebolehan, tidak boleh meminjam sesuatu kepada seseorang yang
bertujuan untuk maksiat.20
B.
Denda1. Pengertian
Istilah Arab yang digunakan untuk denda adalah ghara>mah. Secara
bahasa ghara>mah berarti denda. Sedangkan dalam bahasa Indonesia denda
mempunyai arti (1) hukuman yang berupa keharusan membayar dalam
bentuk uang: oleh hakim dijatuhkan hukuman kurungan sebulan
atau...sepuluh juta rupiah; (2) uang yang harus dibayarkan sebagai
20
30
hukuman (karena melanggar aturan, undang-undang, dan sebagainya):
lebih baik membayar....dapat dipenjarakan.21
Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman takzir. Takzir
menurut bahasa adalah ta’di>b, artinya memberi pelajaran. Takzir juga
diartikan dengan al-raddu wa al-man‘u, yang artinya menolak dan
mencegah.22 Takzir adalah larangan, pencegahan, menegur, menghukum,
mencela dan memukul. Hukuman yang tidak ditentukan (bentuk dan
jumlahnya), yang wajib dilaksanakan terhadap segala bentuk maksiat
yang tidak termasuk hudud dan kafarat, baik pelanggaran itu menyangkut
hak Allah Swt.. maupun hak pribadi.23
Secara garis besar hukuman takzir dapat dikelompokkan menjadi
empat kelompok:
1) Hukuman takzir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan
jilid (dera).
2) Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti
hukuman penjara dan pengasingan.
3) Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,
penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.
21 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2006), 279.
22 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana…, 12.
23 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
31
4) Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh u>li> al-amri demi
kemaslahatan umum.24
Denda keterlambatan atas pembayaran al-qard{ h{asan ini termasuk
kelompok yang ketiga yaitu hukuman takzir yang berkaitan dengan harta.
2. Syarat denda
Suatu hal yang disepakati oleh fukaha bahwa hukum Islam
menghukum sebagian tindak pidana takzir dengan denda. Contohnya
adalah sebagai berikut:
1) Pencuri buah yang masih tergantung di pohonnya dijatuhi hukuman
denda dua kali lipat dari harga buah yang dicuri.
2) Hukuman bagi orang yang menyembunyikan barang yang hilang
adalah denda dua kali lipat dari nilainya.
3) Hukuman bagi orang yang enggan menunaikan zakat adalah dengan
mengambil secara paksa setengah kekayaannya.
Fukaha pendukung hukuman denda menetapkan bahwa hukuman
denda hanya dapat dijatuhkan pada tindak pidana-tindak pidana ringan.25
Imam Syafii kaul jadid, Imam Abu Hanifah dan
sahabatnya, Muhammad bin Hasan Asy Syaibani, serta sebagian ulama
dari Mazhab Maliki berpendapat bahwa hukuman denda tidak boleh
24 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana…, 258. 25
32
dikenakan dalam tindak pidana takzir. Alasan mereka adalah bahwa
hukuman denda yang berlaku diawal Islam telah dinasakhkan (dibatalkan)
oleh hadis Rasullah saw., antara lain hadis yang mengatakan:
َسْيَل
ِف
ِلاَمْلا
قَح
ىَوِس
ِةاَكزلا
26
Dalam harta seseorang tidak ada harta orang lain selain zakat. (HR. Ibnu Majah).
Adapun melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperolehkan,
asalkan kelebihan tersebut merupakan kemauan dari yang berutang
semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang.27
Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
ًءاَضَق ْمُكََسْحَأ ْمُكِْرَخ ْنِم نِإَف
َملسمو ىرخبلا اورُ
Sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang. (HR. Bukhari dan Muslim).28
Namun, jika penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang
memberi utang atau telah menjadi perjanjian dalam akad perutangan
(al-qard{ al-h{asan), maka tambahan tersebut tidak halal bagi orang yang
berpiutang dan tidak boleh mengambilnya.29 Sebagaimana sabda
Rasulullah saw.:
اَبِّرلا ِوُجُو ْنِم ٌْجَو َوُهَ ف ، ًةَعَفْ َم رَج ٍضْرَ ق لُك
26
Yazid Al-qozwini, Sunan Ibnu Majah…, 570.
27
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 250.
28
Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shohih Bukhori (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), 371. 29
33
Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapa macam riba. (HR. Baihaqi).30
Di dalam al-qard{ al-h{asan tidak ada alasan bagi orang yang
berpiutang untuk mengambil keuntungan, karena setiap kelebihan yang
dikehendaki oleh orang yang berpiutang merupakan bagian dari riba dan
hukumnya tidak boleh, kecuali kelebihan tersebut kehendak orang yang
berutang semata.
Denda keterlambatan ini dimaksudkan sebagai sanksi atau hukuman,
supaya tidak mengulangi perbuatan maksiat kembali. Dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, sanksi dapat diberikan kepada orang yang
inkar janji, dan ketentuan seseorang disebut ingkar janji dijelaskan dalam
Pasal 36, yang menyebutkan bahwa:
‚Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:
a. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan‛.31
Mengenai jenis sanksinya disebutkan dalam Pasal 38, yaitu:
‚Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:
a. Membayar ganti rugi
b. Pembatalan akad
c. Peralihan resiko
30 Abi Bakrin Ahmad Bin Husain Bin Ali Baihaqi, Sunan Kubro, juz v (Beirut: Da>r
al-Kutub al-Ilmiah, 458), 573.
31 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Bandung:
34
d. Denda, dan/atau
e. Membayar biaya perkara‛.32
Sebagian fukaha dari kelompok yang membolehkan penggunaannya,
mereka mensyaratkan hukuman denda harus bersifat ancaman, yaitu
dengan cara menarik uang terpidana dan menahan darinya sampai
keadaan pelaku menjadi baik. Jika sudah menjadi baik, hartanya
dikembalikan kepadanya, namun jika tidak menjadi baik, hartanya
diinfakkan untuk jalan kebaikan.33
3. Denda keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan
Hal yang melatarbelakangi terjadinya keterlambatan pembayaran
pada pembiayaan al-qard{ al-h{asan adakalanya karena dengan sengaja
enggan untuk membayar dan adakalanya karena ada uzur (halangan) atau
bahkan karena tidak mampu untuk melunasinya.
a. Keterlambatan yang dilakukan dengan sengaja.
Keterlambatan yang terjadi dalam melakukan pembayaran al-qard{
al-h{asan karena ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh orang
yang berhutang, maka sanksi yang diberikan ialah dengan melakukan
penyitaan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda;
32 Ibid., 23.
35
َع ٍدْيَز ِنْب ِرْوَ ث ْنَع ٍل ََِب ُنْب ُناَمْيَلُس اََ ثدَح يِسْيَوُْْا َِا ِدْبَع ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثدَح
ْن
ْنَع َُْع َُا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِثْيَغْلا َِِأ
َذَخَأ ْنَم َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َُا ىلَص ِِّبلا
َُا َُفَلْ تَأ اَهَ ف ََْتِإ ُديِرُي َذَخَأ ْنَمَو َُْع َُا ىدَأ اََءاَدَأ ُديِرُي ِسا لا َلاَوْمَأ
34
Diceritakan Abdul Aziz bin Abdullah al-Uwaisi, diceritakan Sulaiman bin Bilal dari Tur bin Zaid dari Abi Ghoits dari Abi Hurairah ra dari Nabi saw. bersabda: barangsiapa yang mengambil harta manusia agar ia menunaikan kewajibannya, niscaya Allah memenuhinya. Dan barang siapa yang mengambilnya tetapi dia menghabiskannya, niscaya Allah akan menghabiskannya.
Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah saw. bersabda;
يِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِجَرْعَْا ِنَع ِداَنِّزلا َِِأ ْنَع ٌكِلاَم اَنَرَ بْخَأ َفُسوُي ُنْب َِاُدْبَع اََ ثدَح
ىلَص َِا َلوُسَر نَأ َْع َا
ْمُكُدَحَأ َعِبْتُأ اَذِإَف ،ٌمْلُظ ِِّنَغْلا ُلْطَم :َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َا
ْعَبْتَيْلَ ف ٍّيِلَم ىَلَع
35
Diceritakan Abdullah bin Yusuf dikabarkan Malik dari Abi Zibad
dari A’raj dari Abi Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda ‚penundaan pembayaran bagi orang yang mampu
membayar adalah suatu kedzaliman. Jika salah seorang diantara kalian yang dihalahkan kepada orang kaya maka hendaklah ia terima ihalah (pengalihan pengembalian hutang) tersebut.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 17/DSN-MUI/IV/2000
tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda perbayaran
memutuskan sebagai berikut:
36
1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.
2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan
force
majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau
tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. 5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya
ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.36
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2001
sebagai berikut:
a) Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
b) Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana
dimaksud pada butir 1 dapat berupa – dan tidak terbatas pada
– penjualan barang jaminan.
c) Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah harus tetap
memenuhi kewajibannya secara penuh.37
Dari pemaparan dasar huhum di atas, pemberlakuan sanksi hanya
sebatas penyitaan barang milik orang yang berutang agar orang
tersebut menunaikan kewajibannya dan boleh melakukan penjualan
36
Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), 254.
37
37
terhadap barang sitaan atau jaminan jika tidak menunjukkan
keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya.
b. Keterlambatan yang dilakukan karena ada uzur/halangan.
Lembaga keuangan syariah tidak boleh memberlakukan sanksi
kepada nasabah yang tidak melaksanakan atau terlambat dalam
pelaksanaan apa yang telah diperjanjikan yang disebabkan oleh
hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga. Hal tersebut bisa disebabkan
oleh force majeure atau memang termasuk dalam golongan orang
mu’sir yang tidak mampu untuk menunaikan kewajibannya.
Force majeure ialah suatu keadaan dimana tidak terlaksananya
apa yang diperjanjikan karena hal-hal yang sama sekali tidak dapat
diduga, dan dibetur tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan
atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tersebut.38
Menurut R. Subekti force majeure ialah debitur menunjukkan
bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh
hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak
dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di
luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya
perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah
disebabkankarena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau
38 Rahmat S,S, Soemadipradja, Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa (Jakarta: Nasional
38
alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi
yang diancamkan atas kelalaian.39 Seperti gempa bumi, tanah longsor,
banjir, guntur, kebakaran, perang, pemogokan, pemberontakan,
kenaikan harga dan lain-lain.40
Hal tersebut sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor.
17/DSN-MUI/IV/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang
menunda-nunda perbayaran yang menyatan bahwa nasabah yang
tidak/belum mampu membayar disebabka force majeure tidak boleh
dikenakan sanksi.41
Begitupun keterlambatan yang dilakukan oleh orang yang
mengalami kesukaran/kesulitan dalam melakukan pembayaran hutang
(al-qard{ al-h{asan), tidak boleh diberikan sanksi denda. Namun orang
yang berpiutang harus memberikan keringanan dan tenggang waktu
atau membebaskan sebagian atau seluruh kewajibannya. Sebagaimana
firman Allah Swt., sabda Rasulullah saw., dan Fatwa Dewan Syariah
nasional sebagai berikut:
َنوُمَلْعَ ت ْمُتُْك ْنِإ ْمُكَل ٌرْ يَخ اوُقدَصَت ْنَأَو ٍةَرَسْيَم ََِإ ٌةَرِظََ ف ٍةَرْسُع وُذ َناَك ْنِإَو
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
39 R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT Intermasa, 1992), 55. 40 Rahmat S,S, Soemadipradja, Penjelasan Hukum..., 77.
41
39
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui, (Qs. Albaqarah ayat:280)42
ِخ ُنْب ُدِلاَخ ِمَثْيَِْا وُبَأ اََ ثدَح
ََََْ ْنَع َبويَأ ْنَع ٍدْيَز ُنْب ُداََ اََ ثدَح َنََْجَع ِنْب ِشاَد
ُث َُْع ىَراَوَ تَ ف َُل اًمِرَغ َبَلَط َةَداَتَ ق اَبَأ نَأ َةَداَتَ ق ِبَأ ِنْب َِا ِدْبَع ْنَع ٍرِثَك ِبَأ ِنْب
َُدَجَو
َِآ َلاَقَ ف .ٌرِسْعُم ِِّّإ َلاَقَ ف
ملسو يلع ه ىلص َِا َلوُسَر ُتْعََِ ِِّّإَف َلاَق .َِآ َلاَق
ُلوُقَ ي
:
َُْع ْعَضَي ْوَأ ٍرِسْعُم ْنَع ْسِّفَ ُ يْلَ ف ِةَماَيِقْلا ِمْوَ ي ِبَرُك ْنِم َُا َُيِجُْ ي ْنَأ ُرَس ْنَم
43
Diceritakan Abu Haytsam bin Khidas bin Ajlan diceritakan Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Yahya bin Abi Kashir dari Abdullah bin Abi Fatadah sesungguhnya mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa yang memberikan kemudahan, maka Allah akan menyelamatkan dari duka dan kesulitan pada hari kiamat nanti. Oleh karena itu, hendaklah ia mau memberikan kelapangan dan kemudahan terhadap orang yang dalam kesulitan atau membebaskannya.
Dari Ka‘ab bin Umar, berkata : aku pernah mendengar Rasululla
bersabda:
َظَأ ٍرِسْعُم ْنَع َعَضَو ْوَأ ، اًرِسْعُم َرَظْنَأ ْنَم
ِِّلِظ ِِ َُا ُل
Barang siapa yang memberikan penangguhan kepada orang yang dalam kesulitan atau membebaskannya, niscaya allahh akan
memayunginya di bawah naungan-Nya.44
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2011
pasal 6 yang berbunyi:
a) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau
seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan
40
Lembaga Keuangan Syariah telah memastikan
ketidakmampuannya, Lembaga Keuangan Syariah dapat;
1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,
2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh
kewajibannya.45
Keterlambatan dalam pembayaran hutang (al-qard{ al-h{asan) yang
terjadi karena lupa, juga merupakan kelalaian yang tidak ada unsur
kesengajaan dan dianggap tidak berdosa. Sebagaimana firma Allah
Swt. dan hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:
ًميِحَر اًروُفَغ َُا َناَكَو ْمُكُبوُلُ ق ْتَدمَعَ ت اَم ْنِكَلَو ِِب ُُْْأَطْخَأ اَميِف ٌحاَُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَو
ا
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Qs. Alahzab ayat: 5).46
يِصْمِْْا ىفَصُمْلا ُنْب ُدمَُُ اََ ثدَح
ْنَع ،يِعاَزْوَْا اََ ثدَح ، ٍمِلْسُم ُنْب ُديِلَوْلا اََ ثدَح ،
ِِمُأ ْنَع َعَضَو ََا نِإ : َلاَق ، َملَسو ِْيلَع ه ىلَص ِِّبلا ِنَع ،ٍسابَع ِنْبا ِنَع ،ءاَطَع
ِْيَلَع اوُِرْكُتْسا اَمَو ، َناَيْسِّلاَو ،َأَطَْْا
47
Diceritakan Muhammad bin Mustafa, diceritakan Walid bin
Muslim berkata, diceritakan Awza’i dari ‘Athok dari Ibnu Abbas
dari Nabi saw. bersabda ‚Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.
45
Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa…, 268.
46
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, 334.
47
41
Akan tetapi, faktor lupa bukanlah kelalaian dapat ditolerang
dalam sebuah perjanjian, karena kelalaian tersebut bukan disebabkan
ketidak mampuannya dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan
bukan pula masuk dalam kreteria force majeur yang tidak boleh
BAB III
PANDANGAN DAN ANALISIS
DESI SRI WULANDARI TERHADAP SANKSI
ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN Al-AL-QARD{ AL-H{ASAN
A. Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Sanksi atas Keterbatan Pebayaran
al-Qard{ al-H{asan
Al-Qard{ al-h{asan adalah salah satu produk pembiayaan yang disediakan
oleh BMT An-Nur Rewwin Sidoarjo selaku lembaga keuangan syariah non
bank. A