• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard al-hasan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard al-hasan."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP

PANDANGAN DESI SRI WULANDARI TENTANG SANKSI

ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN

AL-QARD} AL-H}ASAN

SKRIPSI

Oleh: Saifulloh NIM. C02213071

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian verifikasi (verificative research) terhadap hasil penelitian Desi Sri Wulandari,untuk menguji teori atau penelitian sebelumnya, sehingga diperoleh hasil memperkuat atau menggugurian teori atau hasil penelitian sebelumnya.Skripsi yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Sanksiatas Keterlambatan Pembayaran Al-Qard{ Al-H{asan‛, bertujuan untuk menjawab rumusan masalah: 1. Bagaimana pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan, dan 2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang sebagian besar data yang dikumpulkan berasal dari kepustakaan, yakni berupa dokumen. Selanjutnya metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif-analyzing,yaitu menggambarkan objek yangditeliti secara sistematis sehingga lebih mudah untuk

difahami dengan mengumpulkan fakta-fakta terlebih dahulu,

kemudianmemberikan analisis lanjutan terhadap hasil data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan

Penelitian inimenghasilkan beberapa kesimpulan:Pertama, Desi Sri Wulandari dengan menggunakan teori hukum Islam dan Fatwa Dewan Syariah Nasional berpandangan, bahwa penerapan sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan diperbolehkan, dengan alasan untuk mendisiplinkan nasabah dalam melakukan pembayaran al-qard{ al-h{asan, dan hanya boleh diberlakukan kepada orang yang sengaja atau tidak menunjukkan keinginan untuk membayar, serta tidak boleh diberlakukan kepada orang yang mengalami kesulitan atau orang yang lupa melakukan pembayaran.Kedua, Pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{al-h{asan dibenarkan. Akan tetapi pemahaman terhadap orang yang boleh diberikan sanksi masih terlalu umum dan sempit, ketidakbolehan penerapan sanksi terhadap orang yang lupa tidak dapat dibenarkan, karena orang yang lupa tidak termasuk dalam kategor

mu’sir (orang yang kesulitan) dan tidak tergolong force majeure.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB IILANDASAN TEORI ... 21

A. Al-Qard{ Al-H{asan ... 21

(8)

2. Dasar hukum al-qard{ al-h{asan ... 23

3. Rukun al-qard{ al-h{asan ... 27

4. Syarat al-qard{ al-h{asan ... 27

B. Denda ... 29

1. Pengertian ... 29

2. Syarat denda ... 31

3. Denda keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan ... 34

BAB III PANDANGAN DAN ANALISIS DESI SRI WULANDARI TERHADAP SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARANAL-QARD{ AL-H{ASAN ... 42

A. Pandangan Desi Sri Wulandari terhadap sanksi atas keterlambatan pembayaranal-Qard{ al-H{asan ... 42

B. Isi analisis Desi Sri Wulandariterhadap sanksi atas keterlambatan pembayaranal-Qard{ al-H{asan ... 44

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN AL-QARD{ AL-H{ASAN ... 52

A. Analisis Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Keterlambatan Pembayaran al-Qard{ al-H{asan ... 52

B. Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Keterlambatan Pembayaran Qard{ al-H{asan ... 56

(9)

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam mengajarkan pada pemeluknya untuk berperan aktif dalam

mengembangkan ekonomi umat. Sistem ekonomi Islam merupakan ilmu

ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (penerapan ilmu ekonomi)

sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat atau

pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi,

distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang tunduk dalam

peraturan/perundang-undangan Islam. Sistem ekonomi Islam adalah

sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem ekonomi lainnya.

Dari berbagai aspek pemikiran mengenai praktik ekonomi Islam dan

dalam konteks perbandingan dengan ekonomi konvensional, ada tiga hal

yang menjadi isu utama. Pertama, praktik transaksi keuangan dan posisi

mengenai sistem bunga. Kedua, pemikiran mengenai keadilan distributif

dan implikasi kebijakannya. Ketiga, pemikiran mengenai landasan moral

dalam setiap kegiatan dan keputusan ekonomi.1 Sistem ekonomi Islam

memiliki sejumlah karakteristik yang sama baiknya dengan kapitalisme

dan sosialime. Dibolehkannya hak milik pribadi dan kebebasan untuk

melakukan pertukaran merupakan elemen yang ada dalam kapitalisme.

Selain itu, para proponen ekonomi Islam juga menekankan pentingnya

(11)

2

intervensi negara, terutama dalam hal keadilan distibutif, yang juga

menjadi semangat utama sosialisme.

Oleh sebab itu, banyak bermunculan lembaga keuangan yang

berbasis syariah, antara lain bank syariah. Bank syariah secara umum

adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan

jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang

beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.2 Bank syariah didirikan

dengan tujuan mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat

secara islami, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan

agar terhindar dari praktik-praktik riba atau janis-jenis usaha/perdagangan

lain yang mengandung unsur ghara>r.

Seiring perkembangan zaman, tidak hanya lembaga bank yang

berbasis syariah, tetapi lembaga non bank pun juga banyak bermunculan

yang juga berbasis syariah, antara lain baitulmal wattamwil. Baitulmal

wattamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan

dengan prinsip bagi hasil yang berbasis syariah.3 Istilah baitulmal

wattamwil saat ini diartikan sebagai suatu badan atau institusi keuangan

yang memadukan fungsi baitulmal dan baitultamwil. Baitulmal lebih

mengarah pada suatu pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit,

seperti: zakat, infak, dan sedekah, sedangkan baitultamwil sebagai usaha

pengumpulan dan penyaluran komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi

2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:

ekonisia, 2003), 27.

(12)

3

bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung

untuk kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.4

Salah satunya BMT An-Nur Rewwin yang terletak di Sidoarjo. Sejak

didirikan tanggal 16 Mei 2007, BMT An-Nur Rewwin menyediakan

produk-produk yang sesuai syariah. Ada tiga produk simpanan: yakni

Simpanan Mud}a>rabah, Simpanan Kurban dan Akikah, dan Simpanan

Pendidikan. Ada empat produk pembiayaan: yaitu Pembiayaan

Musyarakah, Pembiayaan Mura>bah}ah}/Bai’ bi al-Tsaman ‘Ajil,

Pembiayaan al-Qard{ al-H{asan, dan Gadai syari’ah (al-Rah}n), semua

pembiayaan ini terdapat sistem bagi hasil yang diterapkan dan disepakati

pada awal akad, kecuali pembiayaan al-qard{ al-h{asan, pembiayaan ini

merupakan pembiayaan lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial

semata, penerima pembiayaan hanya dituntut mengembalikan pokok

pembiayaan.

Dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No

mor:17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda

pembayaran disebutkan sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang

besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad

ditandatangani. Sementara di BMT An-Nur Rewwin menerapkan sanksi

denda pada produk al-qard{ al-h{asan berupa uang yang disebut infak dan

ketentuan ini tidak ada perjanjian sebelumnya, baik besar kecilnya jumlah

yang harus dibayarkan oleh nasabah. Pada dasarnya menurut Syafi’i

4 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, edisi-2

(13)

4

Antonio, akad al-qard{ al-h{asan merupakan pemberian harta kepada orang

lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain

meminjamkan tanpa mengharap imbalan.5 Akan tetapi BMT An-Nur

Rewwin menerapkan sanksi denda pada akad al-qard{ al-h{asan tanpa

adanya pemberitahuan atau kesepakatan yang dibuat saat akad

ditandatangani.

Hal ini pernah dibahas oleh Desi Sri Wulandari dengan menggunakan

teori hukum Islam dan Fatwa Dewan Syariah Nasional menyimpulkan

bahwa penerapan sanksi denda atau penarikan infak atas keterlambatan

pembayaran pada al-qard{ al-h{asan di BMT An-Nur Rewwin tersebut

diperbolehkan dengan tujuan mendisiplinkan nasabah dalam melakukan

ansuran.6 Kesimpulan yang mendasari Desi Sri Wulandari dalam

memperbolehkan penarikan infak atas keterlambatan pembayaran al-qard{

al-h{asan adalah hasil analisisnya kepada beberapa nasabah yang terlambat

melakukan pembayaran dengan dasar hukum sebagai berikut;

Pertama kepada bapak Mujianto yang memiliki kemampuan untuk

membayar dan biasanya membayar dua bulan sekali, namun terlambat

dalam melakukan pembayaran dikarenakan malas. Menurut Desi Sri

Wulandari menerapan sanksi kepada bapak Mujianto berdasarkan hukum

5 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 35. 6 Desi Sri Wuandari, Penerapan Sanksi Denda atas Keterlambatan Pembayaran pada Qardh

(14)

5

Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001

sebagai berikut;7

Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda;

َِا ِدْبَع ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثدَح

َِِأ ْنَع ٍدْيَز ِنْب ِرْوَ ث ْنَع ٍل ََِب ُنْب ُناَمْيَلُس اََ ثدَح يِسْيَوُْْا

َُْع َُا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِثْيَغْلا

َلاَوْمَأ َذَخَأ ْنَم َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َُا ىلَص ِِّبلا ْنَع

َُا ىدَأ اََءاَدَأ ُديِرُي ِسا لا

َُا َُفَلْ تَأ اَهَ ف ََْتِإ ُديِرُي َذَخَأ ْنَمَو َُْع

Diceritakan Abdul Aziz bin Abdullah al-Uwaisi, diceritakan Sulaiman bin Bilal dari Tur bin Zaid dari Abi Ghayts dari Abi Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda ‚barangsiapa yang mengambil harta manusia agar ia menunaikan kewajibannya, niscaya Allah memenuhinya. Dan barang siapa yang mengambilnya tetapi dia

menghabiskannya, niscaya Allah akan menghabiskannya.8

Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda;

َِاُدْبَع اََ ثدَح

َا يِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِجَرْعَْا ِنَع ِداَنِّزلا َِِأ ْنَع ٌكِلاَم اَنَرَ بْخَأ َفُسوُي ُنْب

َلَع ْمُكُدَحَأ َعِبْتُأ اَذِإَف ،ٌمْلُظ ِِّنَغْلا ُلْطَم :َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َا ىلَص َِا َلوُسَر نَأ َْع

ٍّيِلَم ى

ْعَبْتَيْلَ ف

Diceritakan Abdullah bin Yusuf dikabarkan Malik dari Abi Zibad

dari A’raj dari Abi Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw.

bersabda ‚penundaan pembayaran bagi orang yang mampu

membayar adalah suatu kedzaliman. Jika salah seorang diantara kalian yang dihalahkan kepada orang kaya maka hendaklah ia terima ihalah (pengalihan pengembalian hutang) tersebut.9

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2001

sebagai berikut;

7Ibid., 55.

(15)

6

a. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan

sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.

b. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat berupa – dan tidak terbatas pada – penjualan barang jaminan.

c. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah harus tetap

memenuhi kewajibannya secara penuh.10

Menurut penulis hadis tersebut bukan dasar hukum untuk

memperbolehkan pemberian sanksi dengan melakukan penarikan infak

atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan, melainkan kebolehan

mengambil barang jaminan untuk melunasi hutangnya, begitupun juga

fatwa Dewan Syariah Nasional bukan ketetapan dalam memperbolehkan

penarikan infak, tetapi kebolehan menyita barang jaminan dan melakukan

penjualan terhadap barang jaminan. Hal itu pun sebagai sanksi dan

diberlakukan kepada nasabah yang tidak menunjukkan keinginan

mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya.

Kedua, kepada ibu Nurlaila yang terlambat melakukan pembayaran

disebabkan lupa karena faktor usia yang sudah tua dan kesibukan dalam

pekerjaannya. Menurut Desi Sri Wulandari penerapan sanksi atas

keterlabatan pembayaran pada al-qard{ al-h{asan seharusnya tidak

diberlakukan, karena keterlambatan tersebut tidak ada unsur kesengajaan

sesuai dengan hukum Islam sebagai berikut;11

10 Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional, 268.

11 Desi Sri Wuandari, Penerapan Sanksi Denda atas Keterlambatan Pembayaran pada Qardh

(16)

7

اًميِحَر اًروُفَغ َُا َناَكَو ْمُكُبوُلُ ق ْتَدمَعَ ت اَم ْنِكَلَو ِِب ُُْْأَطْخَأ اَميِف ٌحاَُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَو

Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Qs. Al-ahzab ayat: 5).

ْنَع ، يِعاَزْوَْا اََ ثدَح ، ٍمِلْسُم ُنْب ُديِلَوْلا اََ ثدَح ، يِصْمِْْا ىفَصُمْلا ُنْب ُدمَُُ اََ ثدَح

ىلَص ِِّبلا ِنَع ، ٍسابَع ِنْبا ِنَع ، ٍءاَطَع

ِِمُأ ْنَع َعَضَو ََا نِإ : َلاَق ، َملَسو ِْيلَع ه

ِْيَلَع اوُِرْكُتْسا اَمَو ، َناَيْسِّلاَو ، َأَطَْْا

Diceritakan Muhammad bin Mustafa, diceritakan Walid bin Muslim berkata, diceritakan Awza’i dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas dari Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.

Pada kasus inilah Desi Sri Wulandari menyatakan ketidak setujuan

pemberian sanksi terhadap nasabah yang terlambat melakukan

pembayaran dengan alasan al-qard{ al-h{asan adalah pembiayaan tanpa

adanya bagi hasil yang diberikan BMT An-Nur Rewwin kepada nasabah

sebagai bakti sosial kepada masyarakat sebagai lembaga keuangan

syariah, sesuai dengan hukum Islam sebagai berikut;12

ٌمِرَك ٌرْجَأ َُلَو َُل َُفِعاَضُيَ ف اًَسَح اًضْرَ ق ََا ُضِرْقُ ي يِذلا اَذ ْنَم

Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (Qs. Al-hadid ayat: 11).

Hal ini menunjukkan ketidak konsistenan Desi Sri Wulandari dalam

berpendapat, satu sisi menyatakan al-qard{ al-h{asan merupakan akad

(17)

8

ta’a>wun, sementara disisi lain memperbolehkan pemberlakuan sanksi

berupa penarikan infak atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan,

seperti halnya yang terjadi pada kasus yang pertama dan ketiga.

Ketiga kepada ibu Netty Herlyana juga terlambat dalam melakukan

pembayaran al-qard{ al-h{asan disebabkan ada pekerjaan yang tidak bisa

ditinggal, sehingga dengan terpaksa beliau terlambat membayar. Menurut

Desi Sri Wulandari penerapan sanksi kepada kepada ibu Netty Herlyana

sudah sesuai dengan hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional

sebagai berikut;13

َنوُمَلْعَ ت ْمُتُْك ْنِإ ْمُكَل ٌرْ يَخ اوُقدَصَت ْنَأَو ٍةَرَسْيَم ََِإ ٌةَرِظََ ف ٍةَرْسُع وُذ َناَك ْنِإَو

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui, (Qs. Al-baqarah ayat:280).

ْب ََََْ ْنَع َبويَأ ْنَع ٍدْيَز ُنْب ُداََ اََ ثدَح َنََْجَع ِنْب ِشاَدِخ ُنْب ُدِلاَخ ِمَثْيَِْا وُبَأ اََ ثدَح

ِن

َتَ ق ِبَأ ِنْب َِا ِدْبَع ْنَع ٍرِثَك ِبَأ

َلاَقَ ف َُدَجَو ُث َُْع ىَراَوَ تَ ف َُل اًمِرَغ َبَلَط َةَداَتَ ق اَبَأ نَأ َةَدا

َِا َلوُسَر ُتْعََِ ِِّّإَف َلاَق .َِآ َلاَق َِآ َلاَقَ ف .ٌرِسْعُم ِِّّإ

ملسو يلع ه ىلص

ُلوُقَ ي

ْنَم

َ ي ِبَرُك ْنِم َُا َُيِجُْ ي ْنَأ ُرَس

َُْع ْعَضَي ْوَأ ٍرِسْعُم ْنَع ْسِّفَ ُ يْلَ ف ِةَماَيِقْلا ِمْو

Diceritakan Abu Haytsam bin Khidas bin Ajlan diceritakan Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Yahya bin Abi Katsir dari Abdullah bin Abi Fatadah sesungguhnya mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa yang memberikan kemudahan, maka Allah akan menyelamatkan dari duka dan kesulitan pada hari kiamat nanti. Oleh karena itu, hendaklah ia mau memberikan kelapangan dan kemudahan terhadap orang yang dalam kesulitan atau membebaskannya.

(18)

9

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2011 pasal

6 yang berbunyi:

a. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan Lembaga Keuangan Syariah telah memastikan ketidakmampuannya, Lembaga Keuangan Syariah dapat;

1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,

2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

Menurut penulis terjadi kekeliruan oleh Desi Sri Wulandari dalam

menafsirkan ayat al-quran, hadis serta fatwa Dewan Syariah Nasional.

Ayat al-quran, hadis serta fatwa Dewan Syariah Nasional di atas tidak

menjelaskan kebolehan memberikan sanksi terhadap nasabah yang

terlambat melakukan pembayaran, tetapi menjelaskan bahwa apabila

seseorang mengalami kesulitan dalam melaksanakan kewajibannya

(pengembilian hutang), maka harus diberikan kelapangan serta

keringanan terhadap nasabah, dan tidak melakukan penarikan infak

sebagai sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h}asan.

Berdasarkan di atas, penulis memandang perlu untuk melakukan

studi penelitian terkait skripsi yang ditulis oleh Desi Sri Wulandari

dengan mengambil judul ‚Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan

Desi Sri Wulandari tentang Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran

(19)

10

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang

menjadi masalah dalam penelitian ini, antara lain:

a. Konsep al-qard{ al-h{asan.

b. Metode mengembalian utang-piutang dalam hukum Islam.

c. Dasar pembolehan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas

keterlambatan pembayara al-qard{ al-h{asan.

d. Pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan

pembayara al-qard{ al-h{asan oleh Desi Sri Wulandari.

e. Analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari

tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.

2. Batasan masalah

Batasan masalah diperlukan agar fokus pada permasalahan

tertentu. Batasan masalah dalam penelitian ini sebagaimana berikut:

a. Pandangann Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan

pembayaran al-qard{ al-h{asan.

b. Analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri Wulandari

tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas permasalahan yang ingin dibahas atau dikaji dalam

(20)

11

1. Bagaimana pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas

keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri

Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{

al-h{asan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang penelitian yang

sudah dilakukan pada seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan

atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Beberapa penelitian yang telah ada berkaitan dengan judul yang

peneliti teliti antara lain adalah karya:

1. Erma Winarti yang berjudul ‚Infak sebagai Ganti Rugi atas

Keterlambatan Ansuran di BMT (Studi Kasus di BMT Subulussalam

Sleman)‛. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

terletak pada pembahasan mengenai penarikan infak dalam akad

al-qard}. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

yaitu pada penelitian sekarang membahas penarikan infak atas

keterlambatan pembayaran hutang yang tidak ditentukan berdasarkan

kesepakatan yang dibuat saat akad ditanda tangani.14

14 Erma Winarti, Infak sebagai Ganti Rugi atas Keterlambatan Ansuran di BMT (Studi Kasus di

(21)

12

2. Sutarmi yang berjudul ‚Penetapan Dana Infak dalam Akad al-Qard

al-Hasan (Studi Kasus di BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) Kotagede

Yogyakarta)‛. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang terletak pada pembahasan mengenai infak dalam akad

al-qard}. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

yaitu pada penelitian terdahulu membahas pembebanan biaya

administrasi sekaligus pembebanan dana infak kepada nasabahnya

denggan seketika, sementara pada penelitian sekarang dana infak

hanya dapat dibebankan ketika nasabah terlambat dalam membayar

ansuran.15

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas

keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan

2. Mendeskripsikan analisis hukum Islam terhadap pandangan Desi Sri

Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{

al-h{asan.

15 Sutarmi, Penetapan Dana Infak dalam Akad Al-Qard Al-Hasan (Studi Kasus di BMT Bina

(22)

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan pembahasan permasalahan dan penulisan ini,

diharapkan berguna dan memiliki nilai guna sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

b. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi

perkebangan hukum Islam terhadap mahasiswa fakultas syariah

dan hukum pada umumnya dan mahasiswa prodi hukum ekonomi

syariah pada khususnya.

2. Secara praktis

a. Sebagai bahan informasi ataupun rujukan bagi peneliti berikutnya

untuk membuat karya tulis yang lebih sempurna.

b. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan bahan pertimbangan

mengenai sanksi atas keterlambatan pembayaran hutang di

lembaga-lembaga keuangan syariah, khususnya di BMT An-Nur

Rewwin, Sidoarjo.

G. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap pandangan

Desi Sri Wulandari tentang Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran

al-Qard{ al-H{asan‛

Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul

(23)

14

1. Hukum Islam : Aturan yang menyangkut pendapat

para ulama tentang aturan dan

larangan yang sesuai dengan

aturan Fatwa Dewan Syari’ah

Nasional.

2. Denda/Sanksi : Hukuman yang diterapkan dalam

bentuk keharusan untuk membayar

sejumlah uang disebabkan karena

adanya pelanggaran terhadap

undang-undang yang berlaku atau

pengingkaran terhadap sebuah

perjanjian yang telah disepakati

sebelumnya.

3. Keterlambatan pembayaran hutang: Kelalaian Nasabah dalam melunasi

hutang-piutangnya baik dalam

keadaan sengaja atau tidak,

mampu atau pun tidak mampu.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang

(24)

15

dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan

selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.16

Studi ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang

menjadikan bahan pustaka sebagai dasar utama kajiannya, sedangkan

metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif

adalah menggambarkan objek yang diteliti secara sistematis sehingga

lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan.

Selanjutnya untuk dapat memberikan deskripsi dengan baik,

dibutuhkan serangkaian langkah yang sistematis. Langkah tersebut terdiri

atas penentuan data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan

data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka upaya

pengumpulan data untuk menjawab penelitian ini meliputi:

a. Data terkait penarikan infak atas keterlambatan pembayaran

al-qard{ al-h{asan.

b. Data terkait hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional

tentang penarikan infak atas keterlambatan pembayaran qard{

al-h{asan.

c. Data terkait dengan kesimpulan Desi Sri Wulandari tentang

penarikan infak atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.

2. Sumber data

(25)

16

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena sebagian

besar data yang dikumpulkan berasal dari kepustakaan baik dokumen,

buku, artikel, majalah, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan

judul penelitian.

Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini

agar mendapat data yang konkrit serta ada kaitannya dengan masalah

di atas meliputi:

a. Sumber primer

Sumber primer adalah subjek penelitian yang dijadikan

sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat

pengukuran atau pengambilan data secara langsung.17

Dalam penelitian ini bahan primer berupa skripsi Desi Sri

Wulandari yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap

Penerapan Sanksi Denda atas Keterlambatan Pembayaran Qard

al-Hasan‛, serta dasar hukum yang digunakannya.

b. Sumber sekunder

Sumber sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari

sumber yang sudah ada. Adapun yang termasuk bahan sekunder

bisa berupa buku, artikel, karangan ilmiah, dan lain-lain yang

berkaitan dengan obyek penelitian.

3. Teknik pengumpulan data

(26)

17

Teknik pengumpulan data merupakan proses pengadaan data

primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan

langkah yang amat penting dalam penelitian ilmiah.18

Terdapat beberapa macam teknik pengumpulan data, salah

satunya adalah teknik dokumentasi. Dalam teknik dokumentasi,

peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,

dokumen, dan lain sebagainya.19

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

dokumentasi. Teknik ini digunakan untuk mempermudah data yang

rinci mengenai data yang terkait dengan skripsi Desi Sri Wulandari

tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan dan

data tentang dasar hukumnya.

4. Teknik pengolahan data

Setelah seluruh data terkumpul perlu adanya pengolahan data

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dengan

memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang

meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,

keaslian, kejelasa serta relevansinya dengan permaslahan.20 Teknik

ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-data

18 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998), 74. 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta : Rineika Cipta, 2006), 158.

(27)

18

yang sudah penulis dapatkan, dan akan digunakan sebagai

sumber-sumber studi dokumentasi.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber

dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh

gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta

mengelompokkan data yang diperoleh.21 Dengan teknik ini,

diharapkan penulis dapat memperoleh gambaran tentang pemberian

sanksi atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.

c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap

hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari

sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil

lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan.22

5. Teknik analisis data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun data

secara sistematis dengan cara mengorganisasikannya ke dalam

beberapa kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan

dipelajari, dan terakhir memuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain.23

Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, digunakan

pendekatan deskriptif-analisis dengan menggunakan pola pikir

21 Ibid., 154. 22 Ibid., 196.

(28)

19

induktif. Pendekatan deskriptif-analisis digunakan untuk

menggambarkan secara sistematis konsep pengembalian utang dalam

Islam, konsep umum tentang sanksi denda, dan skripsi tentang sanksi

denda atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan.

Setelah menggambarkan secara sistematis konsep pengembalian

hutang dalam Islam, konsep umum tentang sanksi denda, dan skripsi

tentang sanksi denda atas keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan,

tahap selanjutnya adalah melakukan analisis nutuk menemukan

relevansi antara skripsi tentang sanksi denda atas keterlambatan

pembayaran al-qard{ al-h{asan dan tinjauan umum mengenai sanksi

denda dengan teori pengembalian hutang dalam Islam. Analisis

dilakukan dengan menggunakan pola pikir induktif, yakni pengambilan

kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta khusus menuju

kesimpulan yang bersifat umum.

Pola pikir induktif dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk

analisis terhadap fakta-fakta khusus berupa kesimpulan oleh Desi Sri

Wulandari dalam skripsinya dan pilihan dalil yang digunakan. Dari

sinilah dapat diketahui relevansi antara teori yang digunakan oleh Desi

Sri Wulandari dengan teori hukum dalam Islam. Setelah diketahui

terdapat relevansi antara keduanya, penulis selanjutnya melakukan

analisis terhadap kesimpulan yang dihasilkan oleh Desi Sri Wulandari

tantang sanksi denda atau penarikan infak atas keterlambatan

(29)

20

I. Sistematika Pembahasan

Agar penulisan dalam penelitian ini tidak keluar dari jalur yang

telah ditentukan dan lebih mudah untuk dipahami serta lebih sistematis

dalam penyusunannya, maka penulis membagi lima bab dalam penulisan

pada penelitian ini yang sistematikanya sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, berisi pemaparan tentang landasan teori yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu pengertian al-qard{ al-h{asan, serta prosedur

pengembaliannya dalam Islam.

Bab ketiga, berisi tentang konsep sanksi denda dan skripsi Desi Sri

Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan pembayaran qard{

al-h{asan.

Bab keempat, berisi tentang analisis hukum Islam terhadap

pandangan Desi Sri Wulandari tentang sanksi atas keterlambatan

pembayaran al-qard{ al-h{asan.

Bab kelima, berisi kesimpulan dan saran yang menyangkut

(30)

BAB II

TEORI AL-QARD{ AL-H{ASAN DAN SANKSI/DENDA

A.

Al-Qard{ Al-H{asan

1. Pengertian al-qard{ al-h{asan

Al-qard{ al-h{asan terdiri dua suhu kata, yakni al-qard{ dan al-h{asa.

Secara etimologi, al-qard{ yang berarti memotong atau potongan,

menurut syarak ialah menyerahkan uang kepada orang yang bisa

memanfaatkannya, kemudian ia meminta pengembalian sebesar uang

tersebut. Sedangkan h{asan yang berarti baik.1

Pengertian al-qard{ menurut termenologi, perjanjian pinjaman dalam

al-qard{ ada pemberi pinjaman (kreditur) memberikan pinjaman kepada

pihak lain dengan ketentuan penerima pinjaman (muqtarid{) akan

mengembalikan pinjaman tersebut dengan jumlah yang sama pinjaman

itu diberikan.2

Al-qard{ al-h{asan adalah pemberian pinjaman harta kepada orang lain

yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjam

tanpa mengharapkan imbalan. Inilah yang disebut al-qard{ al-h{asan atau

akad yang saling membantu dan bukan transaksi komersial. Pinjaman

1

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Besar Bahasa Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 1108.

2 Sutan Remy Sjadeni, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia

(31)

22

dapat diberikan untuk tujuan kesejahteraan, seperti pendidikan,

pengusaha kecil dan kebutuhan darurat lainnya.3

Dalam buku yang berjudul apa dan bagaimana bank Islam karya

Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio menyatakan

bahwa pembiayaan al-qard{ al-h{asan adalah perjanjian pembiayaan antara

bank dengan nasabah yang dianggap layak menerima yang diprioritaskan

bagi pengusaha kecil pemula yang potensial, akan tetapi tidak

mempunyai modal apapun selain kemampuan berusaha serta perorangan

lainnya yang berada dalam keadaan terdesak dimana penerima kredit

hanya diwajibkan mengembalikan pokok pinjaman pada waktu jumlah

tempo dan bank membebani nasabah atas biaya administrasi.4

Dari definisi tersebut tampaklah bahwa sesungguhnya al-qard{

merupakan salah satu jenis pendekatan untuk mendekatkan diri kepada

Allah dan merupakan jenis muamalah yang bercorak ta‘a>wun (saling

tolong-menolong) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.

Sumber ajaran Islam (al-quran dan hadis) sangat kuat menyerukan prinsip

hidup gotong royong seperti yang sudah tertera dalam firman Allah Swt.:

ِناَوْدُعْلاَو ِْثِْْا ىَلَع اوُنَواَعَ ت َلَو ىَوْق تلاَو ِِّْْلا ىَلَع اوُنَواَعَ تَو

3 Moh. Rifai, Konsep Perbankan Syariah (Semarang: CV. Wicaksana, 2002), 91.

4 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam

(32)

23

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Almaidah: 2).5

Menghutangkan sesuatu kepada seseorang berarti telah

menolongnya, karena orang yang hendak hutang adalah orang yang

benar-benar membutuhkan tetapi ia tidak mempunyai barang yang

dibutuhkannya sehingga ia hutang kepada orang lain.

2. Dasar hukum al-qard{ al-h{asan

a. Alquran

Menurut Dr. Kamil Musa dalam karangannya yang berjudul

ah{ka>m al-mu‘a>mala>t menyatakan bahwa al-qard{ merupakan perkara

yang disyariatkan, dan mashru>‘iyah al-qard{ (disyariatkannya qard{)

sudah ditetapkan dalam Alquran dan sunah.6 Sebagaimana firman

Allah Swt. :

َُفِعاَضُيَ ف اًَسَح اًضْرَ ق ََا ُضِرْقُ ي يِذلا اَذ ْنَم

ُطُسْبَ يَو ُضِبْقَ ي َُاَو ًةَرِثَك اًفاَعْضَأ َُل

َنوُعَجْرُ ت ِْيَلِإَو

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan, (QS. Albaqarah : 245).7

5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006), 106.

6

Kamil Musa, Ahkam Al-Mu‘Amalat (Bairut: Da>r al-Fikri, 1994), 271.

7

(33)

24

ٌمِرَك ٌرْجَأ َُلَو َُل َُفِعاَضُيَ ف اًَسَح اًضْرَ ق ََا ُضِرْقُ ي يِذلا اَذ ْنَم

Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (Qs. Alhadid: 11).8

ْنِإ

اوُضِرْقُ ت

ََا

اًضْرَ ق

اًَسَح

ُْفِعاَضُي

ْمُكَل

َ يَو

ْرِفْغ

ْمُكَل

َُاَو

ٌروُكَش

ٌميِلَح

Jika kamu menjamkan kepada allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan allah maha pembalas jasa lagi maha penyantun, (Qs. Al-tagha>bun: 17).9

Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi anjuran untuk melakukan

perbuatan al-qard{ (memberi utang) kepada orang lain, dan imbalannya

adalah akan dilipatgandakan oleh Allah Swt. Dari sisi muqrid{ (orang

yang member utang), Islam menganjurkan kepada umatnya untuk

memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dengan

cara member utang. Dari sisi muqtarid{, utang bukan perbuatan yang

dilarang, melainkan dibolehkan karena seseorang yang berutang

dengan tujuan untuk memanfaatkan barang atau uang yang

diutangnya itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ia akan

mengembalikannya persis seperti yang diterimanya.10

b. Hadis

8 Ibid., 430. 9 Ibid., 557.

(34)

25

Al-qard{ merupakan salah satu bentuk takarub kepada Allah Swt.,

karena al-qard{ berarti berlemah-lembut dan mengasihi sesama

manusia, memberikan kemudahan dan solusi dari duka dan kesulitan

yang menimpa orang lain. Islam menganjurkan dan menyukai orang

yang meminjamkan (qard{), dan membolehkan bagi orang yang

diberikan qard{, serta tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang

makruh, karena dia menerima harta untuk dimanfaatkan dalam upaya

memenuhi kebutuhan hidupnya, dan peminjam tersebut

mengembalikan harta seperti semula.11

اََ ثدَح

وُبَأ

ٍُِاَح

اََ ثدَح

ُماَشِ

ُنْب

ٍدِلاَخ

اََ ثدَح

ُدِلاَخ

ُنْب

َديِزَي

ِنْب

َِِأ

ٍكِلاَم

ْنَع

ِيِبَأ

ْنَع

ِسَنَأ

ِنْب

ٍكِلاَم

َلاَق

َلاَق

ُلوُسَر

َِا

ىلَص

َُا

ِْيَلَع

َملَسَو

ُتْيَأَر

َةَلْ يَل

َيِرْسُأ

ِِ

ىَلَع

ِباَب

ِة َْْا

اًبوُتْكَم

ُةَقَدصلا

ِرْشَعِب

اَِِاَثْمَأ

ُضْرَقْلاَو

َةَيِناَمَثِب

َرَشَع

ُتْلُقَ ف

اَي

ُليِِْْج

اَم

ُلاَب

ِضْرَقْلا

ُلَضْفَأ

ْنِم

ِةَقَدصلا

َلاَق

نَِْ

َلِئاسلا

ُلَأْسَي

َُدِْعَو

ُضِرْقَ تْسُمْلاَو

َل

ُضِرْقَ تْسَي

لِإ

ْنِم

.ٍةَجاَح

12

Diceritakan Abu Hatim berkata, diceritakan Hisyam bin Kholid berkata diceritakan kholid bin Yazid bin Abi Malik dari ayahnya dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah bersabda : pada waktu aku isra di malam hari, aku melihat di pintu surga sebuah tulisan yang berbunyi: sedekah mendapat pahala sepuluh kali lipat dan al-qard{ mendapat pahala delapan belas kali lipat. Aku katakan, Wahai Jibril, kenapa pahala al-qard{ itu lebih afdhal dari pada sedekah? Jibril menjawab: pada umumnya orang yang meminta

11 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Kamaluddin A. Marzuki (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), 181. 12

(35)

26

sedekah, ia sendiri punya. Sedangkan orang yang memohon qard{, ia tak akan meminta al-qard{ kecuali karena ia butuh, (HR. Ibnu Majah).

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda:

اًمِلْسُم ُضِرْقُ ي ٍمِلْسُم ْنِم اَم : َلاَق َملَسو ِْيلَع ه ىلَص ِبلا نَأ ، ٍدوُعْسَم ِنْبا ِنَع

َناَك لِإ َِْْ ترَم اًضْرَ ق

ًةرَم اَهِتَقَدَصَك

.

13

Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: bukan seorang muslim yang meminjamkan mulim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah, (HR. Ibnu Majah).

ْنَع

ِدْبَع

ِه

ِنْب

ٍدْوُعْسَم

نَأ

ِبَن

ِه

ىلَص

ِه

ِْيَلَع

َملَسَو

َناَك

ُلْوُقَ ي

ْنَم

َضَرْ قَأ

َه

َِْْ ترَم

َناَك

َُل

ُلْثِم

ِرْجَأ

اَِِِدَحَأ

ْوَل

َقدَصَت

ِِب

.

Dari Abdullah ibnu mas‘ud bahwa sesunguhnya Rasulullah saw. Bersabda: Barang siapa yang memberikan utang kepada allah dua kali, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala salah

satunya andaikata ia menyedekahkannya. (HR. Ibnu Hibban)14

Dari hadis-hadis tersebut dapat dipahami bahwa al-qard{

(utang/pinjaman) merupakan perbuatan yang dianjurkan, yang akan

diberikan imbalan oleh Allah Swt. Dalam hadis yang pertama

disebutkan bahwa melihat di pintu surga sebuah tulisan barang siapa

memberikan al-qard{ (utang) mendapat pahala delapan belas kali lipat.

Sedangkan dalam hadis yang kedua dan ketiga dijelaskan bahwa

memberikan utang dua kali nilainya sama dengan memberikan

13 Ibid., 812.

(36)

27

sedekah satu kali. Ini berarti bahwa al-qard{ (memberikan utang)

merupakan perbuatan yang sangat terpuji karena bisa meringankan

beban orang lain.15

c. Ijmak

Para ulama telah menyepakati bahwa al-qard{ al-h{asan boleh

dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak

bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada

seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh

karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari

kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat

memperhatikan segala kebutuhan umatnya.16

3. Rukun al-qard{ al-h{asan

a. Pelaku akad yakni muqtarid{ (peminjam) pihak yang membutuhkan

dana dan muqrid{ (pemberi pinjaman) pihak yang memiliki dana.

b. Obyek/barang yang diutangkan.

c. Sighat yakni ijab dan kabul.17

4. Syarat al-qard{ al-h{asan

a. Syarat muqtarid{ dan mugrid{ (pihak-pihak yang mengadakan akad

al-qard{ al-h{asan harus memiliki kecakapan bertindak hukum, dapat

15 Ibid.

16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dan Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,

2001), 132-133.

17

(37)

28

membedakan apa yang baik dan buruk, berakal sehat dan sudah

berusia dewasa (balig) sehingga mengerti akan maksud dan tujuan

dari perbuatan yang dilakukan.18

b. Syarat ijab dan kabul (sighat), merupakan suatu ungkapan para pihak

yang melakukan akad ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar

dan salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya

dalam mengadakan akad.

Adapun ketentuan syarat ijab kabul, yakni :

1) Janganlah akad al-qard{ al-h{asan itu akad yang dilarang syarak

artinya pembiayaan al-qard{ al-h{asan harus sesuai dengan syariah

Islam yang tidak mengandung unsur riba (bunga) dengan tidak

mensyaratkan imbalan pada pinjaman.

2) Keadaan ijab dan kabul berhubungan, artinya ijab itu berjalan

terus (tidak dicabut) sebelum terjadi kabul. Jika orang yang

berijab menarik kembali ijabnya sebelum Kabul, maka batallah

ijabnya.

3) Adanya kesesuaian antara ijab dan kabul, artinya makna antara

ijab dan kabul sama, meskipun lafal keduanya berlainan19

c. Syarat al-qard{ (dana), adapun ketentuannya sebagai berikut :

18

Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997), 34.

19

(38)

29

1) Al-qard{ yang dipinjamkan harus jelas wujud dan jumlahnya,

misalnya dalam pemberian pinjaman uang pada pembiayaan

al-qard{ al-h{asan jelas berapa jumlah uang yang akan dipinjamkan.

2) Al-qard{ telah ada ketika akad al-qard{ al-h{asan dilaksanakan,

sehingga pinjaman tersebut dapat diserahkan pada saat akad

terjadi/ pada waktu yang telah disepakati.

3) Harta yang dipinjamkan mestilah sesuatu yang bisa dimanfaatkan.

Tidak ada artinya meminjamkan sesuatu yang tidak

mendatangkan manfaat kepada pihak peminjam seperti

meminjamkan sejumlah uang yang sudah tidak punya nilai lagi.

4) Pemanfaatan harta yang dipinjam itu berada dalam ruang lingkup

kebolehan, tidak boleh meminjam sesuatu kepada seseorang yang

bertujuan untuk maksiat.20

B.

Denda

1. Pengertian

Istilah Arab yang digunakan untuk denda adalah ghara>mah. Secara

bahasa ghara>mah berarti denda. Sedangkan dalam bahasa Indonesia denda

mempunyai arti (1) hukuman yang berupa keharusan membayar dalam

bentuk uang: oleh hakim dijatuhkan hukuman kurungan sebulan

atau...sepuluh juta rupiah; (2) uang yang harus dibayarkan sebagai

20

(39)

30

hukuman (karena melanggar aturan, undang-undang, dan sebagainya):

lebih baik membayar....dapat dipenjarakan.21

Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman takzir. Takzir

menurut bahasa adalah ta’di>b, artinya memberi pelajaran. Takzir juga

diartikan dengan al-raddu wa al-man‘u, yang artinya menolak dan

mencegah.22 Takzir adalah larangan, pencegahan, menegur, menghukum,

mencela dan memukul. Hukuman yang tidak ditentukan (bentuk dan

jumlahnya), yang wajib dilaksanakan terhadap segala bentuk maksiat

yang tidak termasuk hudud dan kafarat, baik pelanggaran itu menyangkut

hak Allah Swt.. maupun hak pribadi.23

Secara garis besar hukuman takzir dapat dikelompokkan menjadi

empat kelompok:

1) Hukuman takzir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan

jilid (dera).

2) Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti

hukuman penjara dan pengasingan.

3) Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,

penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.

21 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2006), 279.

22 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana…, 12.

23 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

(40)

31

4) Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh u>li> al-amri demi

kemaslahatan umum.24

Denda keterlambatan atas pembayaran al-qard{ h{asan ini termasuk

kelompok yang ketiga yaitu hukuman takzir yang berkaitan dengan harta.

2. Syarat denda

Suatu hal yang disepakati oleh fukaha bahwa hukum Islam

menghukum sebagian tindak pidana takzir dengan denda. Contohnya

adalah sebagai berikut:

1) Pencuri buah yang masih tergantung di pohonnya dijatuhi hukuman

denda dua kali lipat dari harga buah yang dicuri.

2) Hukuman bagi orang yang menyembunyikan barang yang hilang

adalah denda dua kali lipat dari nilainya.

3) Hukuman bagi orang yang enggan menunaikan zakat adalah dengan

mengambil secara paksa setengah kekayaannya.

Fukaha pendukung hukuman denda menetapkan bahwa hukuman

denda hanya dapat dijatuhkan pada tindak pidana-tindak pidana ringan.25

Imam Syafii kaul jadid, Imam Abu Hanifah dan

sahabatnya, Muhammad bin Hasan Asy Syaibani, serta sebagian ulama

dari Mazhab Maliki berpendapat bahwa hukuman denda tidak boleh

24 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana…, 258. 25

(41)

32

dikenakan dalam tindak pidana takzir. Alasan mereka adalah bahwa

hukuman denda yang berlaku diawal Islam telah dinasakhkan (dibatalkan)

oleh hadis Rasullah saw., antara lain hadis yang mengatakan:

َسْيَل

ِف

ِلاَمْلا

قَح

ىَوِس

ِةاَكزلا

26

Dalam harta seseorang tidak ada harta orang lain selain zakat. (HR. Ibnu Majah).

Adapun melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperolehkan,

asalkan kelebihan tersebut merupakan kemauan dari yang berutang

semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang.27

Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:

ًءاَضَق ْمُكََسْحَأ ْمُكِْرَخ ْنِم نِإَف

َملسمو ىرخبلا اورُ

Sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang. (HR. Bukhari dan Muslim).28

Namun, jika penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang

memberi utang atau telah menjadi perjanjian dalam akad perutangan

(al-qard{ al-h{asan), maka tambahan tersebut tidak halal bagi orang yang

berpiutang dan tidak boleh mengambilnya.29 Sebagaimana sabda

Rasulullah saw.:

اَبِّرلا ِوُجُو ْنِم ٌْجَو َوُهَ ف ، ًةَعَفْ َم رَج ٍضْرَ ق لُك

26

Yazid Al-qozwini, Sunan Ibnu Majah…, 570.

27

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 250.

28

Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shohih Bukhori (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), 371. 29

(42)

33

Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapa macam riba. (HR. Baihaqi).30

Di dalam al-qard{ al-h{asan tidak ada alasan bagi orang yang

berpiutang untuk mengambil keuntungan, karena setiap kelebihan yang

dikehendaki oleh orang yang berpiutang merupakan bagian dari riba dan

hukumnya tidak boleh, kecuali kelebihan tersebut kehendak orang yang

berutang semata.

Denda keterlambatan ini dimaksudkan sebagai sanksi atau hukuman,

supaya tidak mengulangi perbuatan maksiat kembali. Dalam Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah, sanksi dapat diberikan kepada orang yang

inkar janji, dan ketentuan seseorang disebut ingkar janji dijelaskan dalam

Pasal 36, yang menyebutkan bahwa:

‚Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:

a. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukan‛.31

Mengenai jenis sanksinya disebutkan dalam Pasal 38, yaitu:

‚Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:

a. Membayar ganti rugi

b. Pembatalan akad

c. Peralihan resiko

30 Abi Bakrin Ahmad Bin Husain Bin Ali Baihaqi, Sunan Kubro, juz v (Beirut: Da>r

al-Kutub al-Ilmiah, 458), 573.

31 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Bandung:

(43)

34

d. Denda, dan/atau

e. Membayar biaya perkara‛.32

Sebagian fukaha dari kelompok yang membolehkan penggunaannya,

mereka mensyaratkan hukuman denda harus bersifat ancaman, yaitu

dengan cara menarik uang terpidana dan menahan darinya sampai

keadaan pelaku menjadi baik. Jika sudah menjadi baik, hartanya

dikembalikan kepadanya, namun jika tidak menjadi baik, hartanya

diinfakkan untuk jalan kebaikan.33

3. Denda keterlambatan pembayaran al-qard{ al-h{asan

Hal yang melatarbelakangi terjadinya keterlambatan pembayaran

pada pembiayaan al-qard{ al-h{asan adakalanya karena dengan sengaja

enggan untuk membayar dan adakalanya karena ada uzur (halangan) atau

bahkan karena tidak mampu untuk melunasinya.

a. Keterlambatan yang dilakukan dengan sengaja.

Keterlambatan yang terjadi dalam melakukan pembayaran al-qard{

al-h{asan karena ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh orang

yang berhutang, maka sanksi yang diberikan ialah dengan melakukan

penyitaan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda;

32 Ibid., 23.

(44)

35

َع ٍدْيَز ِنْب ِرْوَ ث ْنَع ٍل ََِب ُنْب ُناَمْيَلُس اََ ثدَح يِسْيَوُْْا َِا ِدْبَع ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثدَح

ْن

ْنَع َُْع َُا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِثْيَغْلا َِِأ

َذَخَأ ْنَم َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َُا ىلَص ِِّبلا

َُا َُفَلْ تَأ اَهَ ف ََْتِإ ُديِرُي َذَخَأ ْنَمَو َُْع َُا ىدَأ اََءاَدَأ ُديِرُي ِسا لا َلاَوْمَأ

34

Diceritakan Abdul Aziz bin Abdullah al-Uwaisi, diceritakan Sulaiman bin Bilal dari Tur bin Zaid dari Abi Ghoits dari Abi Hurairah ra dari Nabi saw. bersabda: barangsiapa yang mengambil harta manusia agar ia menunaikan kewajibannya, niscaya Allah memenuhinya. Dan barang siapa yang mengambilnya tetapi dia menghabiskannya, niscaya Allah akan menghabiskannya.

Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah saw. bersabda;

يِضَر َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِجَرْعَْا ِنَع ِداَنِّزلا َِِأ ْنَع ٌكِلاَم اَنَرَ بْخَأ َفُسوُي ُنْب َِاُدْبَع اََ ثدَح

ىلَص َِا َلوُسَر نَأ َْع َا

ْمُكُدَحَأ َعِبْتُأ اَذِإَف ،ٌمْلُظ ِِّنَغْلا ُلْطَم :َلاَق َملَسَو ِْيَلَع َا

ْعَبْتَيْلَ ف ٍّيِلَم ىَلَع

35

Diceritakan Abdullah bin Yusuf dikabarkan Malik dari Abi Zibad

dari A’raj dari Abi Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw.

bersabda ‚penundaan pembayaran bagi orang yang mampu

membayar adalah suatu kedzaliman. Jika salah seorang diantara kalian yang dihalahkan kepada orang kaya maka hendaklah ia terima ihalah (pengalihan pengembalian hutang) tersebut.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 17/DSN-MUI/IV/2000

tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda perbayaran

memutuskan sebagai berikut:

(45)

36

1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.

2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan

force

majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau

tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. 5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya

ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.

6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.36

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2001

sebagai berikut:

a) Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan

mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.

b) Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana

dimaksud pada butir 1 dapat berupa – dan tidak terbatas pada

– penjualan barang jaminan.

c) Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah harus tetap

memenuhi kewajibannya secara penuh.37

Dari pemaparan dasar huhum di atas, pemberlakuan sanksi hanya

sebatas penyitaan barang milik orang yang berutang agar orang

tersebut menunaikan kewajibannya dan boleh melakukan penjualan

36

Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), 254.

37

(46)

37

terhadap barang sitaan atau jaminan jika tidak menunjukkan

keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya.

b. Keterlambatan yang dilakukan karena ada uzur/halangan.

Lembaga keuangan syariah tidak boleh memberlakukan sanksi

kepada nasabah yang tidak melaksanakan atau terlambat dalam

pelaksanaan apa yang telah diperjanjikan yang disebabkan oleh

hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga. Hal tersebut bisa disebabkan

oleh force majeure atau memang termasuk dalam golongan orang

mu’sir yang tidak mampu untuk menunaikan kewajibannya.

Force majeure ialah suatu keadaan dimana tidak terlaksananya

apa yang diperjanjikan karena hal-hal yang sama sekali tidak dapat

diduga, dan dibetur tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan

atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tersebut.38

Menurut R. Subekti force majeure ialah debitur menunjukkan

bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh

hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak

dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di

luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya

perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah

disebabkankarena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau

38 Rahmat S,S, Soemadipradja, Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa (Jakarta: Nasional

(47)

38

alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi

yang diancamkan atas kelalaian.39 Seperti gempa bumi, tanah longsor,

banjir, guntur, kebakaran, perang, pemogokan, pemberontakan,

kenaikan harga dan lain-lain.40

Hal tersebut sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor.

17/DSN-MUI/IV/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang

menunda-nunda perbayaran yang menyatan bahwa nasabah yang

tidak/belum mampu membayar disebabka force majeure tidak boleh

dikenakan sanksi.41

Begitupun keterlambatan yang dilakukan oleh orang yang

mengalami kesukaran/kesulitan dalam melakukan pembayaran hutang

(al-qard{ al-h{asan), tidak boleh diberikan sanksi denda. Namun orang

yang berpiutang harus memberikan keringanan dan tenggang waktu

atau membebaskan sebagian atau seluruh kewajibannya. Sebagaimana

firman Allah Swt., sabda Rasulullah saw., dan Fatwa Dewan Syariah

nasional sebagai berikut:

َنوُمَلْعَ ت ْمُتُْك ْنِإ ْمُكَل ٌرْ يَخ اوُقدَصَت ْنَأَو ٍةَرَسْيَم ََِإ ٌةَرِظََ ف ٍةَرْسُع وُذ َناَك ْنِإَو

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan

39 R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT Intermasa, 1992), 55. 40 Rahmat S,S, Soemadipradja, Penjelasan Hukum..., 77.

41

(48)

39

(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui, (Qs. Albaqarah ayat:280)42

ِخ ُنْب ُدِلاَخ ِمَثْيَِْا وُبَأ اََ ثدَح

ََََْ ْنَع َبويَأ ْنَع ٍدْيَز ُنْب ُداََ اََ ثدَح َنََْجَع ِنْب ِشاَد

ُث َُْع ىَراَوَ تَ ف َُل اًمِرَغ َبَلَط َةَداَتَ ق اَبَأ نَأ َةَداَتَ ق ِبَأ ِنْب َِا ِدْبَع ْنَع ٍرِثَك ِبَأ ِنْب

َُدَجَو

َِآ َلاَقَ ف .ٌرِسْعُم ِِّّإ َلاَقَ ف

ملسو يلع ه ىلص َِا َلوُسَر ُتْعََِ ِِّّإَف َلاَق .َِآ َلاَق

ُلوُقَ ي

:

َُْع ْعَضَي ْوَأ ٍرِسْعُم ْنَع ْسِّفَ ُ يْلَ ف ِةَماَيِقْلا ِمْوَ ي ِبَرُك ْنِم َُا َُيِجُْ ي ْنَأ ُرَس ْنَم

43

Diceritakan Abu Haytsam bin Khidas bin Ajlan diceritakan Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Yahya bin Abi Kashir dari Abdullah bin Abi Fatadah sesungguhnya mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa yang memberikan kemudahan, maka Allah akan menyelamatkan dari duka dan kesulitan pada hari kiamat nanti. Oleh karena itu, hendaklah ia mau memberikan kelapangan dan kemudahan terhadap orang yang dalam kesulitan atau membebaskannya.

Dari Ka‘ab bin Umar, berkata : aku pernah mendengar Rasululla

bersabda:

َظَأ ٍرِسْعُم ْنَع َعَضَو ْوَأ ، اًرِسْعُم َرَظْنَأ ْنَم

ِِّلِظ ِِ َُا ُل

Barang siapa yang memberikan penangguhan kepada orang yang dalam kesulitan atau membebaskannya, niscaya allahh akan

memayunginya di bawah naungan-Nya.44

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 19/DSN-MUI/IV/2011

pasal 6 yang berbunyi:

a) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau

seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan

(49)

40

Lembaga Keuangan Syariah telah memastikan

ketidakmampuannya, Lembaga Keuangan Syariah dapat;

1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,

2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh

kewajibannya.45

Keterlambatan dalam pembayaran hutang (al-qard{ al-h{asan) yang

terjadi karena lupa, juga merupakan kelalaian yang tidak ada unsur

kesengajaan dan dianggap tidak berdosa. Sebagaimana firma Allah

Swt. dan hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:

ًميِحَر اًروُفَغ َُا َناَكَو ْمُكُبوُلُ ق ْتَدمَعَ ت اَم ْنِكَلَو ِِب ُُْْأَطْخَأ اَميِف ٌحاَُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَو

ا

Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Qs. Alahzab ayat: 5).46

يِصْمِْْا ىفَصُمْلا ُنْب ُدمَُُ اََ ثدَح

ْنَع ،يِعاَزْوَْا اََ ثدَح ، ٍمِلْسُم ُنْب ُديِلَوْلا اََ ثدَح ،

ِِمُأ ْنَع َعَضَو ََا نِإ : َلاَق ، َملَسو ِْيلَع ه ىلَص ِِّبلا ِنَع ،ٍسابَع ِنْبا ِنَع ،ءاَطَع

ِْيَلَع اوُِرْكُتْسا اَمَو ، َناَيْسِّلاَو ،َأَطَْْا

47

Diceritakan Muhammad bin Mustafa, diceritakan Walid bin

Muslim berkata, diceritakan Awza’i dari ‘Athok dari Ibnu Abbas

dari Nabi saw. bersabda ‚Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.

45

Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa…, 268.

46

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, 334.

47

(50)

41

Akan tetapi, faktor lupa bukanlah kelalaian dapat ditolerang

dalam sebuah perjanjian, karena kelalaian tersebut bukan disebabkan

ketidak mampuannya dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan

bukan pula masuk dalam kreteria force majeur yang tidak boleh

(51)

BAB III

PANDANGAN DAN ANALISIS

DESI SRI WULANDARI TERHADAP SANKSI

ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN Al-AL-QARD{ AL-H{ASAN

A. Pandangan Desi Sri Wulandari tentang Sanksi atas Keterbatan Pebayaran

al-Qard{ al-H{asan

Al-Qard{ al-h{asan adalah salah satu produk pembiayaan yang disediakan

oleh BMT An-Nur Rewwin Sidoarjo selaku lembaga keuangan syariah non

bank. A

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh kepuasan konsumen atas kualitas produk dan layanan terhadap nilai yang dipersepsikan konsumen pada hotel syariah di

Data yang diambil untuk mengevaluasi kualitas telur pada penelitian ini adalah bobot telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, bobot kerabang basah, haugh unit, warna

Dalam pelaksanaan praktik mengajar, secara langsung praktikan dibimbing Bapak Marsudi,ST untuk mengampu mata pelajaran Teknik Listrik pada kelas X AV 1 dan kelas X AV 2.

Perancangan Media Promosi Online "Harapan Indah Florist" Tidak Disetujui Perancangan Interaktif Permainan Anak Tempo Doeloe Tidak Disetujui Proposal Pembuatan Ulang Katalog

Setelah berkas permohonan dan persyaratan Akta Kelahiran yang dikirim oleh petugas Posyandu melalui Puskesmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b, diterima

Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor- faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur, serta tingkat kematian

Pemikiran strateginya dapat diartikan bahwa angka 0,694 mempunyai arti, apabila keloyalan alumni naik sebesar 1 unit maka akan menyebabkan kontribusi terhadap keunggulan

Kebanyakan industri tepung ikan berada di Jawa Timur (Muncar, Banyuwangi) dan Bali (Jembrana). Permasalahan utama tepung ikan lokal adalah karena rendahnya