• Tidak ada hasil yang ditemukan

KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO: BIOGRAFI DAN PERJUANGAN DI PAMEKASAN-MADURA (1926-1989 M).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO: BIOGRAFI DAN PERJUANGAN DI PAMEKASAN-MADURA (1926-1989 M)."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO: BIOGRAFI DAN PERJUANGAN DI PAMEKASAN-MADURA

(1926-1989 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Disusun Oleh:

Desy Rahmawati

A92212165

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso: Biografi dan Perjuangan di Pamekasan-Madura (1926-1989 M). Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana Biografi KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso , (2) Apa perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bagi Pamekasan Madura, (3) Bagaimana pandangan masyarakat terhadap KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan (1) heuristic yakni pengumpulan sumber yang diperoleh dari buku-buku, dokumen, dan wawancara, (2) kritik sumber, (3) interprestasi, dan (4) historiografi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan historis. Selain itu penulis juga menggunakan teori peran dan teori kepemimpinan kharismatik Max Weber.

(7)

ABSTRACT

This thesis titled KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso: Biography and Struggle in Pamekasan-Madura (1926-1989 AD). Issues examined in this paper are (1) How Biography KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso, (2) What struggle KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso for Pamekasan Madura, (3) How is society's view of KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso.

To answer these questions, the author uses historical method to the stages (1) heuristic that is gathering resources obtained from books, documents and interviews, (2) source criticism, (3) interpretation, and (4) historiography. In this research, the author takes a historical approach. Moreover, I also use the theory of charismatic leadership roles and theories of Max Weber.

(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN TRANSLITERASI...v

HALAMAN MOTTO...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN...vii

HALAMAN ABSTRAK...viii

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..…..……...1

B. Rumusan Masalah ………..…..……..5

C. Tujuan Penelitian ………..…..…...5

D. Kegunaan Penelitian ………...………6

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ………..………..………6

F. Penelitian Terdahulu ……….………..……..11

G. Metode Penelitian ………..………...12

(9)

BAB II BIOGRAFI KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO

A. Geneologi ……….16

B. Pendidikan KH. RP. Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso ……….……20

C. Riwayat Hidup KH. RP. Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso………..…...24

1. Masa Remaja dan Dewasa

KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso……….……24

2. Keluarga KH. RP. Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso………..……….…...27

BAB III PERJUANGAN KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO DI PAMEKASAN MADURA

A. Perjuangan dan Karir Organisasi……….……..31

1. Aktif Dalam TNI AD (Angkatan Darat) ……….…...37

2. Terpilih Sebagai Ketua Ansor Pamekasan ……….…38

3. Sebagai Ulama Pejuang di Pamekasan ………..…………...40

B. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam

Bidang Keagamaan………..…..44

C. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam

Bidang Pendidikan ………...….46

D. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam

Bidang Sosial Politik………...…..51

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KH. RP.

MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO

(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xiv

B. Pandangan Para Tokoh……….58

C. Pandangan Masyarakat ………...60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………..69

B. Saran. ……….………..70

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari

peranan para kiai dan pemimpin Islam. Dengan penuh keikhlasan dan

kesabaran membimbing dan mengajak umat Islam untuk menjadi masyarakat

yang merdeka, memperoleh kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.

Para Kiai turut mengatasi keadaan sebelum dan sesudah kemerdekaan

Indonesia. Partisipasi usaha aktifitas mereka mampu membangkitkan

semangat cinta tanah air dan melawan para penjajah agar terlepas dari

penjajahan bangsa lain pada saat itu.

Kiai mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Sosok kiai dan

institusi budayanya seperti pesantren sangat berpengaruh penting dalam

perkembangan kondisi sosial. Pesantren dan kiai merupakan lembaga sosial

keagamaan yang menempati posisi dan peran strategis dalam perkembangan

Islam di Indonesia. Secara sosiologis pesantren dan kiai meskipun ada

beberapa pakar membedakan konsep tersebut di Indonesia bisa dikatakan

sebagai subkultur Islam yang banyak atau khas di Indonesia.1

Predikat kiai senantiasa berhubungan dengan suatu gelar yang

menekankan pada suatu nilai agama khususnya agama Islam yang kuat dan

menekankan kemuliaan yang diberikan secara sukarela kepada pemimpin

1

(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

masyarakat setempat sebagai tanda penghormatan bagi kehidupan sosial dan

bukan sebagai gelar akademik yang didapatkan melalui pendidikan formal.

Sedangkan predikat Ulama diberikan kepada seseorang pemuka agama atau

pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan

membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun

masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial

masyarakat. Peran strategis seorang kiai terutama dalam bidang dakwah

Islamiyah sangat berperan dalam masyarakat. Dalam hal ini, para kiai

mempunyai pengaruh yang sangat besar. Terlebih karena sifat pendidikan

agama di pesantren, atau madrasah yang mengarah pada orientasi vertikal

kalangan santri kepada para guru-gurunya dalam filosofis diartikan harus di

“gugu” dan di “tiru” menyebabkan pengaruh kewibawaan kiai sangat besar.

Karena itulah, dalam menjangkau perspektif pembangunan politik di

Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya para Kiai sangat berperan.

Peranan itu tentu saja mulai dimainkan sejak Islam diajarkan di seluruh

tanah air, hingga sampai melewati masa penjajahan oleh bangsa asing. Pada

masa penjajahan itulah, para Kiai mulai memainkan peranan multifungsi, tidak

hanya dalam bidang pengajaran ilmu agama, melainkan juga dalam bidang

politik dan militer. Walaupun pada dasarnya peranan dalam bidang politik dan

pendidikan ini telah dijalankan pada masa kerajaan-kerajaan Islam dahulu.

Namun, perjuangan itu selalu berkembang dalam segala bidang seiring dengan

tuntutan kondisi dan situasi. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengulas

(13)

3

tentu saja tidak sedikit mendapat ancaman dari pihak penjajah dengan

berbagai usahanya.

Pandangan dan cara hidup Islam yang memunculkan Kiai dengan

pesantrennya, dinyatakan tidak hanya dengan mengadakan perubahan sosial

saja, tetapi lebih cenderung menumbuhkan revolusi sosial sebagai perubahan

yang radikal dan meluas yang berdasar pada perubahan sikap mental, dimana

revolusi sosial adalah sebuah perubahan dari sosial maupun budaya secara

cepat dan memiliki nilai utama dari dasar hidup masyarakat. Yang di

rencanakan dan dijalankan tanpa kekarasan ataupun melalui kekerasan. Kiai

Sya’rani pun dapat membawa revolusi sosial pada masyarakat dan pemuda

Pamekasan seperti membangun rasa Nasionalisme masyarakat untuk

melakukan jihad atau perlawanan terhadap para penjajah.

Arus perubahan seperti ini pada gilirannya mendapatkan tantangan

baru, yakni adanya agresi perdagangan dan agama yang dilancarkan oleh

imperialis Barat.2 Menjawab tantangan ini, para Kiai bekerja keras untuk

membina para santri-santrinya agar memiliki sikap combative spirit (semangat siap tempur). Pesantren yang tadinya merupakan lembaga pendidikan,

bertambah fungsinya sebagai tempat kegiatan membina pasukan sukarela yang

akan disumbangkan untuk mempertahankan negara, bangsa, dan agama.

Sosok Kiai sangat jelas dibutuhkan oleh umat, oleh karena itu untuk

mengenang jasa para Kiai yang membawa manfaat pada masyarakat, kiranya

diperlukan upaya-upaya untuk mendokumentasikan riwayat hidup para tokoh

2

(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

keagamaan yang biasa disebut Kiai, baik yang berlatar pesantren maupu tidak.

Selain itu juga memberikan informasi tentang perjuangan mereka dan peran

mereka dalam sejarah sosial keagamaan pada masyarakat luas.

Dalam penulisan ini, penulis akan membahas tentang sedikit riwayat

hidup, perjuangan, persembahan bagi negara Indonesia dan sedikit silsilah

keluarga dari seorang tokoh agama yang berasal dari pamekasan Madura KH.

RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso. Memulai karirnya di Laskar Ken

Jundullah, pada masa pemerintahan Jepang beliau sebagai wakil ketua di

Pamekasan bergabung dengan BKR (Badan Kemanan Rakyat), menjadi

komandan Hizbullah di kota Pamekasan, bergabung dengan kelasykaran TNI

AD dan menjadi ketua illegal aktivis bawah tanah dibawah pimpinan Letkol

Soerono, anggota Front Nasional di Pamekasan. Pada dekade 60an ditunjuk

sebagai Gerakan Pemuda (GP) Ansor Pamekasan, pemimpin rakyat untuk

menumpas G30S/PKI. Dikenal sebagai Singa Podium yang piawai

membangkitkan semangat masyarakat untuk ber-Islam berjuang melakukan

perlawanan terhadap segala bentuk kedzaliman. Pada tahun 1958, beliau

mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren

Darussalam. Selain beliau fokus mengelola pesantrennya kiai Sya’rani juga

aktif diberbagai kegiatan organisasi seperti: NU Pamekasan, anggota dewan

pimpinan MUI Jawa Timur, anggota DPD Veteran Jawa Timur, anggota

(15)

5

Qur’an. Beliau juga merupakan salah satu anggota legislatif di Pamekasan

dari partai NU.3

Realitas inilah yang menempatkan ketokohan Kiai Sya’rani dalam peta

keulamaan di Madura berbeda denga tokoh-tokoh kiai atau ulama lainnya

pada dekade tahun 60-an sampai 80-an. Beliau adalah seorang Kiai yang

pejuang dan pejuang yang Kiai, konsisten, cerdas dan visioner. Kecuali itu,

beliau adalah tokoh yang dapat mengawinkan dua gelar sekaligus yakni gelar

keulamaan dan kebangsawanan

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, penulis

memaparkan rumusan-rumusan masalah yang akan diungkap sebagai berikut:

1. Bagaimana Biografi KH. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso?

2. Apa perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bagi

Pamekasan Madura?

3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap KH. RP Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap masalah tersebut merupakan rangkaian kegiatan

yang bertujuan:

1. Menarasikan sejarah dan latar belakang, seluk beluk serta silsilah keluarga

KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso sebagai tokoh masyarakat.

3

(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

2. Mengetahui upaya-upaya KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

semasa hidupnya bagi masyarakat Pamekasan Madura.

3. Mengetahui pandangan keluarga dan masyarakat tentang perjuangan

seorang KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso semasa hidupnya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Dengan mengetahui seluk beluk kehidupan KH. RP. Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso mulai dari silsilah keluarga, kehidupan sehari-hari

dimulai dari beliau yang dimana beliau sangat bersemangat menuntut

ilmu, beragama, berakhlak terpuji beserta perjuangannya untuk membela

dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang patut dijadikan

panutan.

2. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi dalam bidang sejarah

terutama dalam biografi seorang tokoh keagamaan, serta masuknya

informasi bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian serupa.

3. Memperkaya kazanah dan kajian Islam dalam bidang sosial, politik,

pendidikan, dan keagamaan dari seorang tokoh KH. RP. Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan proposal ini mengunakan

(17)

7

bagimana sejarah hidup KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso,

silsilah keluarga, riwayat pendidikannya serta posisi perannya baik dalam

bidang keagamaan, sosial, politik maupun pendidikan. Untuk melengkapi

analisis, penulis juga melakukan pendekatan secara sosiologis sebagai alat

bantu, dimana pendekatan sosilogis sudah barang tentu meneropong segi-segi

peristiwa yang dikaji, seperti golongan sosial mana yang berperan serta

nilai-nilainya, hubungan golongan politik berdasarkan kepentingan ideologi dan

lain sebagainya.4

Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang mencoba

menarasikan sejarah KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso, yang

mana menurut Sartono Kartodirjo sejarah naratif adalah sejarah yang

mendeskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang telah

terjadi, serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian

penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga

tersusun sebagai sebuah cerita.5 Biografi adalah unit sejarah tang sejak zaman

klasik telah ditulis.6 Biografi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani,

yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis yag artinya biografi adalah kisah atau keterangan hidup tentang seorang tokoh, buku

riwayat yang ditulis oleh orang lain.7 Biografi bukan hanya sekedar tulisan

4

(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

tanggal lahir hingga tanggal kematian seorang tokoh tersebut, biografi juga

tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut.

Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang

tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasanya

dan karya-karyanya, dan segala hal yang dihasilkan oleh tokoh tersebut.8

Sejarah biografi merupakan salah satu interaksi antar kedalaman alam insan

dan konteks universal dari kehidupan sejarah yang luas. Interaksilah yang

merupakan hubungan fundamental antara hidup itu sendiri dan sejarah, dan ini

juga yang memberikan pengaruh pada setiap peritiwa sejarah.9

Seorang penulis biografi diharapkan untuk mengetahui dan merekam

kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh, selain itu juga

mendalami aspek-aspek struktural yang mengelilinginya. Dalam hal ini tugas

utama penulis biografi telah mencoba menangkap dan menguraikan jalan

hidup seseorang dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosial historis

yang mengitarinya.10 Biografi juga bertujuan member baju ‘baru’ terhadap

tokoh, sejalan dengan simbol yang diperteguh masyarakat untuk

menjadikannya contoh atau terkadang sebagai personifikasi dari simbol itu

sendiri.11

Dalam penulisan ini mengunakan teori Max Weber, berdasarkan tiga

jenis kepemimpinan menurut otoritas yang disandangnya, yaitu:

8

Ibid., 5.

9

Taufik Abdullah, etal, Manusia dalam Kemelut Sejarah (Jakarta: LP3ES, 1978), 4.

10

Ibid., 6.

11

(19)

9

1. Otoritas Tradisonal yang timbul sebagai warisan temurun seperti raja.12

2. Otoritas Karismatik yang berdasarkan kewibawaannya.

3. Otoritas Legal Rasional yaitu berdasarkan jabatan dan kemampuan.13

Menurut Nawawi, kepemimpinan secara etimologi berasal dari kata

pimpin dengan mendapat kata imbuhan “me” menjadi memimpin yang berarti

menuntun, menunjukan, dan membimbing yang artinya mengetahui,

mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya

dapat mengerjakan sendiri.14

Kajian mengenai kiai, sudah mengikutsertakan tentang kepemimpinan,

dan mengkaji kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari kajian kharisma.

Ketiga hal tersebut menjadi satu bagian integral yang tidak dapat dipisahkan

sebab didalamnya terkandung status dan perang yang dimainkan seseorang.

Dalam buku berjudul “pemimpin dan kepemimpinan”, Kartono berpendapat

bahwa tipe pemimpin kharismatik ini memiliki daya tarik dan wibawa luar

biasa, sehingga dia mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, dia

dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supranatural power) dan kemampuan

superhuman yang didapat dari Yang Maha Kuasa.15

Dari penjabaran diatas penulis menyimpulkan bahwa otoritas

kharismatiklah yang akan penulis gunakan sebagai teori utama dalam

penulisan ini. Penyimpulan ini berdasarkan asumsi karena KH. RP

Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, 150.

14

Hadiri Nawari, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), 28.

15

(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Mohammad Sya’rani adalah salah satu tokoh pemimpin yang berkharisma.

Beliau memiliki kemantapan moral dan kualitas ilmu yang membuat patut

untuk diteladani oleh masyarakat luas. Kiai dan Kharisma yang dimilikinya

dikategorikan sebagai elit Agama dimana beliau juga merupakan keturunan

bangsawan atau raja yang sebagai tokoh masyarakat memiliki otoritas tinggi

dalam menyebarkan maupun mengajari tentang keagamaan. Gelar Tjokro

Soedarso dibelakang nama Sya’rani adalah paduan gelar kebangsawanan

Madura dari garis ayahnya dan ibunya. Begitupun masyarakat Pamekasan

menambahkan gelar Raden Panji pada Kiai Sya’rani sebagai bukti bahwa Kiai

Sya’rani adalah keturunan bangsawan, oleh karena itu Kiai Sya’rai disegani

oleh masyarakat Pamekasan. Selain itu beliau juga mampu menjadi pemimpin

yang tangguh, yang dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk

berjuang melawan penjajahan yang menjajah Indonesia waktu itu, juga

memberikan semangat kepada masyarakat melawan anggota PKI pada era itu.

Itulah yang membuat kepemimpinan Kiai Sya’rani terlihat kharismatik di mata

para masyarakat khususnya masyarakat Madura.

Dengan teori ini penulis berupaya melacak kejadian-kejadian dan

situasi yang dialami langsung oleh KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro

Soedarso yang berkaitan dengan latar belakang keluarga, pendididkan, dan

kepribadiannya. Penulis juga berusaha mengungkap kiprah KH. RP

Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso sebagai aktivis maupun sebagai

(21)

11

dan pendidikan yang diamana beliau juga adalah pendiri pondok pesantren

Darussalam Jung Cang Cang Pamekasan Madura.

F. Penelitian Terdahulu

Mengenai tinjauan penelitian terdahulu penulis telah melakukan

tinjauan dan menemukan karya tulis yang berupa buku dengan judul “Kiai

Pejuang Pejuang Kiai Biogafi KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

Pendiri Pondok Pesantren Darussalam, Jung Cang Cang Pamekasan Madura”.

Buku tersebut membahas pada biografi KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro

Soedarso dan silsilah keluarga beliau.

Selain karya tulis berupa buku, penulis menemukan karya tulis lain

yang berupa skripsi dengan judul “Dakwah KH. RP Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso: Kajian Metode Dakwah”. Skripsi tersebut ditulis oleh Faqih

Zamany, Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam 2010 di

IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karya tulis tersebut fokus membahas tentang

metode dakwah yang diterapkan oleh KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro

Soedarso.

Berbeda dengan skripsi dan buku tersebut, penulis ingin membahas

sedikit riwayat hidup KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dari

beliau kecil hingga wafat, menjelaskan tentang bagaimana perjuangan seorang

tokoh agama KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso memperjuangkan

kemerdekaan Indonesia dan menumpas kekejaman PKI pada saat itu di daerah

(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

G. Metode Penelitian

Suatu penelitian dilakukan karena ingin memecahkan suatu

permasalahan yang melatarbelakanginya. Permasalahan itu sendiri adalah

suatu kesengajaan antara apa yang seharusnya dan senyatanya.16

Penulisan sejarah adalah suatu rekontruksi masa lalu yang terkait pada

prosedur ilmiah.17 Sebagaimana kejadian sejaran yang berusaha merekontruksi

peristiwa masa lampau, maka penelitian ini menggunakan penelitian sejarah,

metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis

untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya

secara kritsi dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk

tulisan.18 Langkah-langkah sebagai berikut :

1. Heuristik

Heuristik yaitu pengumpulan sumber. Suatu proses yang dilakukan

oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak

sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dibagi menjadi dua, yaitu

tertulis dan tidak tertulis atau dokumen atau artefak.19 Karya sejarah tanpa

sumber otentik maka tidak bisa disebut sebuah karya sejarah. Karena

sumber sejarah merupakan hal penting dan yang paling utama yang akan

menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami orang

lain. Penulisan ini ditekankan pada sumber lisan dan sumber tertulis,

dimana sumber lisan akan dilakukan wawancara. Disini penulis

16

Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Kurnia Aalam Semesta, 2003), 18.

17

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), 12.

18

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah 1 (Surabya: Fak.Adab IAIN Sunan Ampel, 2005), 16.

19

(23)

13

mengunakan wawancara untuk memperoleh sebuah sumber. Dimana

penulis melakukan wawancara kepada kedua putra dari Kiai Sya’rani

yaitu, KH. RP. Nadjibul Choir selaku anak sulung dari Kiai syar’rani dan

KH. RP. M Thoriq Sya’rani putra ke-8 Kiai Sya’rani, serta masyarakat

luas yang mengenal sosok Kiai Sya’rani semasa hidupnya. Selain

menggunakan sumber lisan, penulisan ini juga mengumpulkan sumber

data dengan menggunakan sumber tertulis. Sumber tertulis adalah sumber

sejarah yang diperoleh melalui peninggalan peninggalan tertulis, misalnya

prasasti, dokumen, naskah, piagam, Dalam penulisan ini, penulis juga

mengumpulkan data yang dapat diperoleh melalui buku-buku yang

membahas tentang KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

2. Kritik sumber

Kritik sumber adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber

yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber kredibel atau

tidak, dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Pada proses ini

dalam metode sejarah ada dua jenis kritik sumber, yaitu kritik sumber

intern adalah bagian dari kerja peneliti sejarah yang berusaha

membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh sumber dapat

dipercaya, yang inti pernyataannya terdapat dalam sumber atau dokumen

yang bersangkutan, yang kedua adalah kritik estern yaitu kegiatan

sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapat autentik atau tidak.20

20

(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3. Interpretasi atau penafsiran

Intrepretasi atau penafsiran adalah suatu upaya sejarawan untuk

melihat kembali tentang sumber yang didapatkan apakah

sumber-sumber yang didapat dan diuji autentisannya terdapat saling berhubungan

yang satu dengan yang lain. Dengan begitu sejarawan memberikan

penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan. Dalan interorestasi ini

dilakukan dengan dua macam yaitu: analisis (merugikan) yang bertujuan

melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber

dan juga sintesis yang arinya menyatukan.21

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta-fakta

yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap

sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis.22

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan penulisan ini disajikan dalam lima bab yang meupakan

satu rangkaian yang sistematis. Hal ini dikarenakan antara bab yang satu dan

yang lain saling berkaitan. Untuk mempermudah bahasan penulisan ini,

penulis menyajikan dalam satu bab pendahuluan tiga bab pembahasan dan

satu bab penutup.

Bab pertama, adalah pendahuluan yang merupakan usulan penelitian yang menjadi fokus pembahasan kajian. Bab ini berisi latar belakang yang

21

Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, 59.

22

(25)

15

mempaparkan mengapa judul ini dibahas dan mengapa memilih objek

tersebut.

Bab kedua penulisan ini memfokuskan pada biografi dan latar

belakang dari KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dari mulai beliau

kecil menempuh pendidikan hingga kehidupan beliau sampai beliau wafat.

Bab ketigapenulis membahas tentang perjuangan KH. RP Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso dalam bidang sosial, politik, keagamaan serta

pendidikan.

Bab keempat membahas tentang pandangan masyarakat terhadap KH.

RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Silsilah para Kiai di Madura secara umum sangat erat hubungannya

dengan para penguasa atau raja-raja yang memerintah Madura pada jamannya.

Sejarah dapat dimulai dari R. Ario Damar (Palembang) dan R. Ario Lembu

Peteng (Madegan, Pamekasan). Raja-raja dan Ulama Madura adalah anak

keturunan dari R. Ario Damar dan R. Ario Lembung Peteng.1

R. Ario Damar adalah salah seorang raja di Palembang, namun anak

keturunannya, seperti R. Ario Menak Semaya, R. Ario Timbul, R. Ario Ketut

dan R. Ario Pojok hidup di Madura dan menjadi bupati di Jamburingin,

Proppo, Pamekasan. Sedangkan generasi R. Ario Lembu Peteng, seperti R.

Ario Manger, R. Ario Partikel dan Nyi Ageng Budho memimpin daerah

Madegan, Sampang. Pada perkembangan selanjutnya generasi ke-3 dari R.

Ario Lembu Peteng yaitu Nyi Ageng Budho menikah dengan generasi ke-4 R.

Ario Damar yaitu Ario Pojok (Adipati Jambiringin), yang kemudian memiliki

anak bernama R. Ario Demang Plakaran, Arosbaya.2 R. Ario Demang

memiliki lima orang anak yang salah satunya adalah R. Adipati Pragalbo alias

Pangeran Plakaran, Arosbaya, Bangkalan. Pangeran Pragalbo memiliki anak

dari istri ketiganya Nyi Ageng Mamah yang bernama Raden Pratanu,

Arosbaya (Panembahan Lemah Duwur) yang akan menjadi putra mahkota

1

Hartono HS, Bambang, Sejarah Pamekasan Panembahan Ronggo Sukowati Raja Islam Pertama di Pamekasan Madura (Sumenep: UD. Nur Cahaya Gusti, 2001), 9.

2

Ibid.,11.

(27)

17

untuk meneruskan kedudukannya. Raden Pratanu diangkat sebagai raja di

Arosbaya pada tanggal 24 Oktober 1531.

Menurut cerita tutur Raden Pratanu telah memeluk Islam dan

mengakui kekuasaan tertinggi kerajaan Islam Demak, akan tetapi R. Pragalbo

sebagai raja tertua setelah beberapa tahun sesudah 1528 M, R. Pragalbo

memerintah Madura Barat sebagai raja yang belum memeluk agama Islam

Sebelum wafat, R. Pragalbo dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat, ia tidak mampu menirukan ucapan tersebut dan hanya mengangukan kepala

sebagai isyarat tanda setuju, sikapnya yang demikan itu dianggap sebagai

bentuk nilai pengakuan atas agama Islam sebagai agama baru bagi R.

Pragalbo.3

Pada generasi ke-11 dan seterusnya, anak keturunan R. Pragalbo tidak

lagi memimpin Madura, baik sebagai raja maupun bupati. Mereka lebih

memilih menjadi pemimpin non-formal, sebagai Ulama yang aktif berdakwah

dan pengasuh pondok pesantren. Generasi R. Pragalbo dari garis keturunan

Pangeran Suhra (Bupati Jamburingin) yang menjadi Ulama di Pamekasan

dimulai dari RP. Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad Marzuqi), RP. Atmojo

Adikoro (KH. RP. Mohammad Rofi’i) sampai dengan kepada KH. RP.

Sya’rani Tjokro Seodarso pendiri dan pengasuh pondok pesantren Darusslam,

Jung Cang Cang, Pamekasan. RP. Tjokro Atmojo dan RP. Atmojo Adikoro

adalah kakek dan ayah dari KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso yang sangat

3

(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

disegani dan menjadi guru dari sejumlah kiai di Pamekasan khususnya dan

Madura pada umumnya.

Kiai Haji Raden Panji Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

dilahirkan di Desa Parteker, Kota Pamekasan, 11 Mei 1926 dari pasangan

Raden Panji Atmodjo Adikoro (KH. RP. Moh. Rofi’i) dan Raden Ayu

Tamimah. Raden Panji Atmodjo Adikoro adalah putra dari RP. Tjokro Atmojo

(KH. RP. Ahmad Marzuqi) lazim dikenal dengan sebutan Panji Atma generasi

Ke 11 dari anak keturunan R. Pragalbo, yang menjadi ulama/kiai ternama pada

jamannya di Pamekasan, ia adalah seorang ulama yang kharismatik. Sedang

Hajjah Raden Ayu Tamimah adalah putri dari Raden Ario Tjondro Soedarso

(R. A. Abdul Latif). Gelar Tjokro Soedarso di belakang nama Sya’rani adalah

paduan gelar kebangsawanan Madura dari garis ayahnya dan ibunya, yakni

“Tjokro” dan “Soedarso”. Sebagai salah satu bentuk itba’ kiai Sya’rani kepada

leluhurnya, lalu dua gelar tersebut digabung menjadi satu menjadi “Tjokro

Soedarso”.

Secara geneologis, kiai Sya’rani mewarisi darah keulamaan dan

kebangsawanan Madura. Darah keulamaan, berasal dari garis keturunan

ayahnya, terutama pada generasi Raden Panji Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad

Marzuqi), kakek dari kiai Sya’rani. Sedang darah kebangsawanan berasal dari

(29)

19

ke-11 dari raja Islam pertama sekaligus bupati Pamekasan yang ke-6 yakni

Pangeran Ronggo Sukowati. Memerintah Pamekasan pada 1530-1616 M.4

Kiai Sya’rani merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara yang

memilih terjun ke dunia pendidikan melalui jalur pondok pesantren dan

dakwah. Disamping itu, ia sangat concern dengan perjuangan yang berbasis keislaman, keumatan dan kebangsaan. Sementara saudara yang lain berprofesi

sebagai birokrat dan aktif dalam kegiatan sosial melalui organisasi

kemasyarakatan dan pengajian. Saudara tertuanya (sulung) bernama KH. RP.

Hamdani, bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Pamekasan. Kemudian

kakaknya yang lain bernama Hajjah Raden Ayu Zaen Anwar, pernah menjadi

ketua PC Muslimat NU Pamekasan. Sementara adik-adiknya, Raden Ayu

Nuriyah tinggal bersama suaminya di Sumenep, RP. Abdul Karim Adikara

mantan ketua GP Ansor Pamekasan tahun 1969-1989, RP. Moh Sjatibi mantan

kepala Dinas Sosial di Sumenep, pernah menjadi anggota DPRD dan salah satu

Pembantu Rektor di Universitas Wiraraja, Sumenep. Adik bungsu Kiai

Sya’rani bernama Raden Ayu Rizkiyah, tinggal di Parteker, Pamekasan

mengelola sebuah kelompok pengajian yang beranggotakan ibu-ibu.

Meskipun diakui bahwa Kiai Sya’rani memiliki hubungan pertalian

yang sangat dekat dengan raja-raja dan Ulama Madura, termasuk Pangeran

Ronggo Sukowati, Raja Islam pertama di Pamekasan, namun di masa hidupnya

ia tidak pernah menggunakan gelar kebangsawanannya, para masyarakatlah

yang memaksanya untuk memakai simbol itu, meski sudah dicegahnya. Kiai

4

(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Sya’rani lebih suka menggunakan gelar keulamaan sebagai bagian yang tak

terpisahkan dengan namanya, terlebih setelah Kiai Sya’rani mendirikan pondok

pesantren Darussalam di Jung Cang Cang Pamekasan pada tahun 1958. Untuk

tidak mengecewakan keinginan masyarakat, akhirnya gelar RP (Raden Panji)

tetap dipasang di depan namanya.

Dalam struktur stratifikasi sosial masyarakat Madura, gelar keulamaan

jauh lebih membumi daripada gelar kebangsawanan (pejabat). Hal ini

tergambar dalam filosofi masyarakat Madura yakni: Bapa’, Babu’, Guruh,

Ratoh (Bapak, Ibu, Guru/Ulama dan Raja). Filosofi tersebut terkandung maksud bahwa setelah orang tua, posisi Ulama berada setingkat diatas raja.

Namun, secara umum posisi Bapak-Ibu, Guru/Ulama dan Pemimpin/Raja

merupakan sebuah komunitas yang harus dihormati dan dibela kepentingan dan

kehormatannya.5

B. Pendidikan KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso

Masa kanak-kanak adalah bagian dari serangkain peristiwa sejarah

yang tidak bisa dilepaskan dengan keadaan seseorang ketika sampai kepada

usia dewasa. Seperti sebuah cerita, masa kanak-kanak merupakan babak awal

dari episode kehidupan umat manusia, yang terus bersambung (tidak

putus-putus) kepada masa-masa berikutnya, hingga ajal menjemputnya. Kegagalan di

masa kanak-kanak hampir tidak bisa dipastikan sangat berpengaruh kepada

jalan cerita seseorang pada episode sejarah berikutnya, terutama ketika ia

berada di tengah-tengah masyarakat. Masa kanak-kanak adalah potret masa lalu

5

(31)

21

yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat potret

seseorang setelah dewasa kelak.6

Di Madura para orang tua melakukan pendekatan yang sangat protektif

terhadap pendidikan anak-anaknya, terutama pendidikan agama islam. Hal

tersebut dimaksudkan agar anak-anaknya kelak menjadi insan penerus tugas

suci risalah kenabian dalam bingkai al dinu al Islam. Itulah sebabnya masyarakat Madura lebih memilih pendidikan berbasis agama (Islam) daripada

pendidikan umum. Kalaupun terpaksa menyekolahkan mereka di pendidikan

umum, biasanya mereka menitipkan anak-anak mereka di pondok pesantren

sebagai tempat indekosnya.7 Kultur masyarakat Madura yang demikian, tidak

dapat dilepaskan dari pengaruh kiai yang sejak awal menanamkan pentingnya

ilmu agama bagi umat islam. Pondok pesantren dengan cara hidupnya yang

bersifat kolektif merupakan salah satu perwujudan atau wajah dari semangat

dan tradisi dari lembaga gotong royong yang umum terdapat pada masyarakat pedesaan.8

Pendidikan pesantren tidak menekankan kepada lama tidaknya seorang

santri mengaji kepada kiainya, karena tidak ada keharusan menempuh ujian

atau memperoleh diploma dari kiainya itu. Satu-satunya ukuran yang

digunakan ialah ketundukan kepada sang kiai dan kemampuannya untuk

“ngelmu” dari sang kiai. Dengan demikian, kebesaran seorang kiai tidak

ditentukan oleh jumlah bekas santrinya yang luls dan memperoleh diploma dari

6

Ibid., 38.

7

Ibid., 40.

8

(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

perguruan, melainkan dari jumlah bekas santrinya yang kemudian hari menjadi

kiai atau orang-orang yang berpengaruh terhadap masyarakat.

Sebagai anak yang dilahirkan di kalangan keluarga kiai dan di dukung

oleh kultur masyarakat yang agamis. Masa kanak-kanak kiai Sya’rani hingga

mengakhiri masa lajangnya dilalui dalam lingkup pendidikan pesantren,

pesantren Parteker yang diasuh ayahnya sendiri dan pesantren Tengginah,

Tattangoh, Pamekasan. Sementara pendidikan formalnya dijalani di lembaga

pendidikan formal yang juga berbasis agama yakni: Madrasah Ibtida’iyah (MI),

Madrasah Muallimin dan Madrasah Aliyah (MA). Sedang pendidikan umum,

hanya dicapai pada tingkat Sekolah Dasar di jaman Belanda, yaitu HIS

(Hollandsch Inlandseche School), Sekolah Rakyat (SR) dan CPU. Ia juga pernah mengenyam pendidikan bahasa Inggris di Pamekasan sebagai bagian

dari upanya untuk memperkuat basis pengetahuan umumnya. Kendati kiai

Sya’rani pernah belajar di pendidikan umum, namum ia tidak pernah keluar

pesantren. Semua kegiatan belajarnya dengan ketat diawasi oleh ayahnya RP.

Atmojo Adikoro (KH. RP. Moh Rofi’i). Pada pagi hari Kiai Sya’rani belajar di

pendidikan umum, maka pada sorenya Kiai Sya’rani belajar ilmu agama Islam

sampai malam di pondok pesantren. RP. Atmojo Adikoro selain figur ayah

yang bijaksana ia juga sosok guru yang telah memberikan dasar-dasar

pendidikan agama Islam yang kuat untuk mempengaruhi karakter dan

kepribadian Kiai Sya’rani setelah dewasa.

Selain mengikuti sistem belajar mengaji yang diberikan ayahnya di

(33)

23

sering juga diajak untuk mengkuti kegiatan-kegiatan ayahnya di luar pesantren,

seperti berceramah atau sekadar mengikuti kegiatan untuk acara mantenan dan

tahlilan.

Setelah menyelesaikan pendidikan pesanten di Parteker milik sang

ayah dan di bangku sekolah dasar hingga tingkat lanjutan. Pada tahun 1950,

ayahnya menitipkan Kiai Sya’rani kepada KH. Shinhadji, pengasuh pondok

pesantren Tengginah, Tattangoh, Pamekasan agar pengetahuan akan ilmu

agamanya semakin meningkat dan mendalam. Dipilihnya pesantren Tattangoh

sebagai tempat belajar Kiai Sya’rani disebabkan karena pesantren ini tidak jauh

dari kampung Parteker, jaraknya hanya sekitar 10 kilometer kearah barat

Parteker.

Selama menjadi santri, Kiai Sya’rani akrab dengan saudara kandung

KH. Shinhadji, yakni KH. Mahalli yang juga menjadi pengasuh di pesantren

Tattangoh ini. Ketika mereka memberikan pengajaran kepada santrinya

termasuk Kiai Sya’rani didalamnya, maka mereka selalu meminta ijin terlebih

dahulu kepada Kiai Sya’rani. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan

pengasuh pesantren Tengginah kepada cucu gurunya yang kini menjadi

santrinya.

Pengasuh pesantren tidak pernah memposisikan Kiai Sya’rani sebagai

santri, tapi lebih kepada mitra yang biasa diajak berdikusi tentang berbagai hal.

Dengan posisi seperti itu, giliran Kiai Sya’rani yang menjadi sungkan. Namun

(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

akhirnya pegasuh pondok pesantren Tattangoh menunjuk Kiai Sya’rani sebagai

salah satu ustadz yang membantu mengajar santri-santrinya.

C. Riwayat Hidup KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso

Dalam sub bab ini akan dibagi menjadi dua sub bab bahasan, yaitu

Kiai Sya’rani sewaktu remaja hingga dewasa, kemudian keluarga KH. RP.

Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso hingga beliau wafat.

Dalam sub bab bahasan Kiai Sya’rani remaja hingga dewasa akan

membahas tentang perjalanan kehidupan Kiai Sya’rani dari remaja hingga

dewasa. Sedangkan sub bab bahasan kehidupan keluarga dan rumah tangga

membahas tentang kehidupan pribadi KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso dan

keluarga hingga wafat.

1. Masa Remaja dan Dewasa KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

Bakat kepemimpinan Kiai Sya’rani sebenarnya sudah tampak sejak

kecil. Pada saat belajar di pesantren ayahnya, KH. RP. Moh Rofi’i (RP.

Atmodjo Adikoro). Kiai Sya’rani jarang sekali tidur dirumah melainkan ia

memilih membaur bersama para santri ayahnya. Tidak jarang Kiai Sya’rani

terlelap dibalik bilik salah seorang santri, karena terlalu capek belajar hingga

larut malam. Pagi hari menjelang subuh Kiai Sya’rani sudah bangun dan

bersiap-siap menunaikan sholat subuh di musholla pesantren.

Karena bakat-bakatnya yang menonjol, kadang-kadang sang ayah

mempercayakan para santri kepada Kiai Sya’rani mewakili ayahnya yang

(35)

25

dan wirid-wirid yang biasa dibaca santri. Santri-santri pun merasa senang

dipimpin Kiai Sya’rani walau usianya jauh lebih muda dibandingkan mereka.9

Suatu ketika saat ayahnya menghadiri undangan keluar kota, Kiai

Sya’rani mengumpulkan beberapa santri ayahnya di musholla pesantren.

Dalam pertemuan tersebut Kiai Sya’rani menyampaikan keinginannya untuk

menghadirkan pelatih pencak silat. Santri di pesantren diwajibkan mengikuti

latihan pencak silat yang dilakukan selama dua kali dalam seminggu, tanpa

menunggu lama para santri mengiyakan ajakan Kiai Sya’rani saat itu. Ketika

latihan pencak silat dilaksanakan di halaman pesantren, KH. RP. Moh Rofi’i

(RP. Atmodjo Adikoro) kaget dengan kegiatan yang dilakukan para santrinya,

karena Kiai Sya’rani belum memberitahukan kepadanya. Kiai Sya’rani

menjelaskan pada ayahnya maksud dari keingginannya mengadakan latihan

pencak silat pada santri ayahnya, maksud Kiai Sya’rani memberikan pelajaran

tambahan pencak silat, sebagai bekal setelah santri menyelesaikan pendidikan

di pesantren. Mendengar penjelasan Kiai Sya’rani yang tulus akhirnya sang

ayah memperbolehkan para santri belajar pencak silat sebagai bekal

dikemudian hari bukan untuk menyombongkan diri atau sekedar gaya-gayaan,

karena menurut Kiai Sya’rani keadaan pada saat itu di Pamekasan belum stabil

secara sosial maupun politik yang pada saat itu Pamekasan di kuasai oleh

bangsa Belanda. Pemerintah Belanda melakukan pembiaran terhadap

distabilitas itu, asal tidak bekaitan atau mengusik eksistensinya di daerah

Pamekasan. Hukum hanya diberlakukan kepada mereka yang mengusik

9

(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Belanda, sementara dikalangan masyarakat dibiarkan begitu saja kehajatan

terjadi seperti perampokan, pembunuhan (carok) dan lain-lain yang

mengakibatkan sentimen sesama masyarakat pribumi.

Pada Maret 1942 pemerintah Belanda di Indonesia bertekuk lutut

kepada bangsa Jepang. Janji Jepang akan memperbaiki nasib rakyat Indonesia

hanya bohong belaka. Mereka hadir sebagai penjajah baru yang tak kalah

kejamnya dengan jajahan bangsa Belanda. Fenomena ini menjadi inspirasi bagi

Kiai Sya’rani untuk bergabung dengan kelasykaran Ken Jundullah yang anggotanya terdiri dari pemuda-pemuda Islam, umumnya berasal dari kalangan

pondok pesantren. Di organisasi ini Kiai Sya’rani ditunjuk sebagi

pemimpinnya, namun karena merasa masih muda, Kiai Sya’rani lebih memilih

menjadi wakil ketuanya. Sementara ketuanya diserahkan kepda orang yang

lebih senior darinya.10

Pengalamannya bergabung dengan Ken Jundullah di Pamekasan menjadikannya terus terlibat dalam organisasi perjuangan, baik ketika jaman

agresi Belanda maupun di masa G 30 S/PK. Ia tidak hanya memobilisir para

santri, namun juga masyarakat sekitar. Mereka menyambutnya dengan

perasaan antusias dibawah komando Kiai Sya’rani.

Hal tersebut menunjukan bahwa Kiai Sya’rani merupakan sosok aktifis

yang memiliki integritas dan kredibilitas yang kuat dalam perjuangan.

Bakat-bakat kepemimpinannya yang nampak sejak kecil dapat tersalurkan dengan

baik hingga usia dewasa.

10

(37)

27

2. Keluarga KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

Dalam tradisi masyarakat Madura, perkawinan antar kerabat dekat

adalah sebuah kelaziman, asalkan tidak terlalu dekat. Hal tersebut dilakukan

agar garis keturunan mereka tetap terpelihara, dan terus bersambung hingga

pada titik keturunan tertentu. Tradisi ini, sampai sekarang masih terpelihara

dengan kuat, khususnya kalangan keluarga Kiai itulah sebabnya, kiai-kiai di

Madura satu sama lain masih memiliki hubungan kekerabatan. Perkawinan

dengan kerabat terdekat ini, tetap berpegang pada rambu-rambu agama yang

memperbolehkan berlangsungnya perkawinan itu, asal tidak terlalu dekat.

Tradisi semacam ini agaknya sampai sekarang masih dipegang kuat oleh

sebagian besar masyarakat Madura.

Setelah dua tahun Kiai Sya’rani mengenyam pendidikan di pesantren

Tattangoh (1950-1952) , tepatnya saat Kiai Sya’rani berusia 25 tahun, ia di

panggil pulang sang ayah untuk dinikahkan. Pada waktu itu sang ayah tidak

menyebut siapa gerangan gadis yang akan di persunting olehnya kelak. Namun,

meski dirahasiakan Kiai Sya’rani sudah tau siapa gadis yang dijodohkan

dengannya. Sebab ia pernah mendengar perbincangan rahasia kedua orang

tuanya yang membicarakan keinginan mereka untuk menjodohkan Kiai

Sya’rani dengan salah satu putri kerabatnya yang tinggal di Sampang, yakni

RP. H. Dja’far Shodiq.11

Kiai Sya’rani sudah tahu nama gadis itu, bahkan acapkali bertemu

dalam sebuah pertemuan silahturahmi antar keluarga. Kiai Sya’rani dan gadis

11

(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

pujaannya itu sudah saling kenal dan bertegur sapa. Secara lahir dan batin ia

telah cocok dengan pilihan orang tuanya, meskipun tidak dilalui dengan proses

yang lebih lama. Tak disangka, ternyata kedua orang tua calon mempelai telah

melangsungkan pertunangan secara rahasia antara Kiai Sya’rani dan Raden

Ayu Sholehah. Pertunangannya dengan gadis Sampang yang masih kerabatnya

itu sengaja dirahasiakan, agar tidak menganggu kosentrasi belajar Kiai Sya’rani

yang sedang memperdalam pengetahuannya tentang ilmu agama di pesantren

Tattangoh, juga untuk tidak menganggu aktifitasnya sebagai pejuang dalam

payung Tentara Hizbullah maupun TKR di Pamekasan. Pada tahun 1952 Kiai

Sya’rani dan Raden Ayu Sholehah melangsungkan akad nikah dirumah

ayahnya di kampung Parteker, Pamekasan.

Rumah tangga Kiai Sya’rani dan R. Ayu Sholehah dibangun dalam

suasana yang memprihatinkan, dimana situasi politik masih belum stabil karena

situasi traumatik jaman penjajah. Kiai Sya’rani dan R. Ayu Sholehah memiliki

sepuluh orang anak, yaitu: KH. RP. A. Nadjibul Khoir, R. Ayu Qurrotul Aini,

KH. RP. Darussalam, R. Ayu Zaimatul Fadhilah, R. Ayu Chofifah, R. Ayu

Nurul Laylah, KH. RP. A. Mujahid Ansori, RP. Mohammad Thoriq, R. Ayu

Thobibah, dan RP. Wazirul Jihad.12

Kebiasaan Kiai Sya’rani mengajari kepada seluruh anggota

keluarganya untuk bersikap sederhana, terbuka, tegas dan sungguh-sungguh.

Keterbukaan dan kedisiplinan yang ia bangun itu melahirkan sebuah

kepercayaan.

12

(39)

29

Sesibuk apapun, Kiai Sya’rani tetap tidak pernah teledor dengan istri

dan anak-anaknya. Perhatiannya sangat ekstra, agar anak-anaknya kelak

mengamban tugas lebih sebagaimana dilakukannya saat itu. Dalam

waktu-waktu luang, ia tampil sendiri mendidik anak-anaknya. Mengajari mengaji,

membaca, shalat dan berpidato. Sesekali, ia mengajak salah satu putranya

untuk mengikuti aktifitasnya di masyarakat.13

Ketika Kiai Sya’rani, beliau selalu memantau perkembangan anak

-anaknya, terutama dibidang pendidikannya dan ibadahnya, yang dinilainya

sebagai prinsip. Untuk hal ini, Kiai Sya’rani sangat tegas kepada anak

-anaknya, ia akan marah sekali bila waktunya belajar maupun shalat digunakan

untuk bermain. Hukuman akan diberikan bagi yang melanggar, bentuk

hukumannya tetap dalam koridor pendidikan. Anaknya yang melanggar itu,

biasanya diberi sanksi agar membaca Al-Qur’an sebanyak 1 juz atau menghafal

surat-surat pendek yang ada di dalam Al-Qur’an sampai hafal.

Dimata istri dan anak-anaknya, Kiai Sya’rani adalah sosok suami dan

ayah yang ideal. Harmonisasi keluarga merupakan kunci bagi membangun

mahligai rumah tangga. Harmonis antara suami dengan istri, anak dengan

orang tua, adik dengan kakak. Kiai Sya’rani mengajari seluruh anggota

keluarganya bersikap sederhana, terbuka, tegas dan bersungguh-sungguh.

Keterbukaan dan kedisiplinan yang ia bangun itu melahirkan sebuah

kepercayaan.

13

(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Kebiasaan lain yang secara istiqamah dikerjakan oleh Kiai Sya’rani

adalah membaca Al-Qur’an. Kegiatan membaca Al-Qur’an dilaksanakan pada

jam-jam tertentu. Kebiasaan Kiai Sya’rani membacaAl-Qur’an ini secara

istiqamah dikerjakan sampai ajal menjemput, pada 15 Agustus 1989 (13

Muharram 1410 H).14

Kembalinya Kiai Kharismatik ke hariban Allah Swt itu membuat

keluarga, santri dan masyarakat berkabung. Jasa-jasanya yang besar bagi

bangsa, negara, masyarakat dan agama menjadi cacatan yang tak pernah

terlupakan bagi siapa saja yang mengenangnya.

Karena status sebagai ulama sekaligus tentara juang kemerdekaan RI,

dan jasa besar dalam penumpasan PKI Pamekasan, Korp TNI Angkatan Darat

Pamekasan meminta keluarganya untuk memakamkan Kiai Sya’rani di Taman

Makam Pahlawan, namun sebelum Kiai Sya’rani meninggal, beliau berwasiat

agar dimakamkan di belakang kompleks masjid pesantren, maka akhirnya

ulama pejuang itu dimakamkan di belakang Masjid yang menjadi cikal bakal

berdirinya pondok pesantren Darussalam. Pemakaman pun akhirya

dilangsungkan secara militer, istri, anak sanak saudara, santri serta para

koleganya dan umat Islam khusunya masyarakat NU Pamekasan merasa

kehilangan atas kepergian KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

Mereka semua mendoakan agar jasa-jasanya itu diterima disisi-Nya.

14

(41)

BAB III

PERJUANGAN KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO

SOEDARSO DI PAMEKASAN MADURA

Perjuangan yang dimaksud dalam pembahasan bab ini adalah kiprah

maupun kontribusi KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso untuk

masyarakat Pamekasan. Semenjak diusianya yang masih muda, KH. RP.

Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bisa dikatakan telah memberikan

kontribusi untuk rakyat Madura.

Dimana para Kiai di masa tahun 1945 dibawah ancaman agresi Belanda

telah menyerukan “Revolusi Jihad” yang menjadi penggerak perlawanan rakyat.

Begitupun saat negara Belanda dalam keadaan kritis ketika Presiden Soekarno

memutuskan Dekrit Presiden 5 Juli 1059, pondok pesantren tampil memenangkan

masyarakat. 1

A. Perjuangan dan Karir Organisasi

Berawal dari bertekuk lututnya imperialis Belanda kepada bangsa Jepang

pada Maret 1942 inilah, Kiai Sya’rani yang kala berumur 16 tahun, bersuka ria,

ikut merasa gembira atas hengkangnya Belanda dari Indonesia. Kegembiraan itu

wajar, sebab fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang

Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Asia”. Oleh karena itu, untuk

memperoleh dukungan yang besar dari rakyat Indonesia, maka pemerintah Jepang

bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia yaitu menjanjikan

1

(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

kemerdekaan kelak dikemudian hari,2 Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk

rakyat Indonesia. Janji Jepang itu tergambar dalam sebuah maklumat nomor satu

ketika Jepang membentuk Gunseikanbu (staff pemerintahan militer pusat)3.

Kegembiraan Kiai Sya’rani atas kehadiran bangsa Jepang ternyata tidak

berlangsung lama, bahkan berubah menjadi kekecewaan, pasalnya setelah Jepang

menguasai seluruh daerah ditanah air, khususnya pulau Jawa dan Madura, mereka

justru menerapkan politik militer yang jauh lebih kejam dari Belanda. Pemerintah

Bala Tentara Dai Nippon mengeruk kekayaan semua isi hasil bumi Indonesia

yang telah dirusak oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan politik bumi

hangus. Semboyan yang paling terkenal tentara Dai Nippon di Indonesia adalah

gerakan “AAA” (Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon

Cahaya Asia), yang diresmikan pada 29 Maret 1942. Pendekatan Nippon melalui

gerakan “AAA” mengalami kegagalan, dan sebagai gantinya mereka mendirikan

gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), pada tanggal 9 Maret 1943. Gerakan ini

juga mengalami kegagalan dan yang dituduh sebagai biangnya adalah ulama NU,

itulah sebabnya beberapa Kiai NU ditangkap dan disiksa dengan alasan yang

dicari-cari, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan ketua PBNU KH. Machfud Siddiq4,

penangkapan atas ulama-ulama NU itulah yang telah melahirkan kebencian begitu

mendalam dikalangan umat Islam khususnya warga NU terhadap Jepang.

Keadaan kemudian berbalik 180 derajat, pemuda-pemuda yang

sebelumnya dididik ilmu kemiliteran dalam organisasi Pembela Tanah Air

2

Kaelan M.S, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2000), 35.

3

Choirul Anam, Gerak Langkah Pemuda Ansor Sebuah Percikan Sejarah Kelahiran (Surabaya: Majalah Aula, 1990), 42.

4

(43)

33

(PETA) oleh bangsa Jepang akhirnya melakukan perlawanan. Kelompok

paramiliter lainnya yang melakukan perlawanan kepada Jepang adalah Ken Jundullah, Hizbullah dan tentara Sabillah, yang sebagaian besar anggotanya adalah santri dari pondok pesantren. 5

Keterampilan militer yang diperoleh dari Jepang dimanfaatkan sebaik

mungkin oleh para pemuda, seperti latihan militer dalam Gakukotai (barisan pelajar), Seinendan (barisan pemuda), Keibodan (barisan pertahanan bahaya udara)6. Kiai Sya’rani bersama pemuda-pemuda pribumi lainnya waktu itu

bergabung dengan Seinendan (barisan pemuda) dan ditempatkan pada batalyon I (daidan) di Pamekasan, sedang batalyon II dipusatkan di Bangkalan.

Selama dalam didikan Jepang, Kiai Sya’rani tidak tahan dengan perlakuan

tentara Jepang yang kelewat kejam kepada rakyat Madura. Itulah sebabnya ia

memilih bergabung dengan lasykar Ken Jundullah, barisan Allah di Pamekasan sebagai wakil ketua. Kiai Sya’rani bersama kekuatan pemuda dan rakyat lainnya

memanggul senjata melawan tentara Dai Nippon di berbagai medan pertempuran

sampai akhirnya Jepang menyerah pada sekutu dengan dibomnya Nagasaki dan

Hiroshima pada tanggal 14 Agustus 1945.

Bergabungnya Kiai Sya’rani dalam kelasykaran Ken Jundullah,

disebabkan karena organisasi Hizbullah (tentara Allah) yang dipelopori tokoh-tokoh NU di Jawa pada waktu itu belum populer di masyarakat. Setelah

proklamaksi kemerdekaan berkumandang, Kiai Sya’rani bergabung sebagai

anggota Troop Badan Keamanan Rakyat (BKR), BKR merupakan cikal bakal

5

NICO Ainul Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama (Jawa Timur: PUKAD HALI, 2006), 64.

6

(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

berdirinya TNI (Tentara Nasional Indonesia). Kiai Sya’rani juga pernah

mengemban tugas sebagai Komandan Tentara Hizbullah, dibawah pimpinan panglima tertinggi Hizbullah Zainal Arifin.

Ditunjuknya sebagai Komandan dalam Kelasykaran yang dibentuk para

Kiai NU itu karena pengalamannya di Ken Jundullah di masa Jepang dan keanggotannya dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada zaman revolusi fisik

Kemerdekaan RI 1945.

Pengalaman bertempur yang paling berkesan saat Kiai Sya’rani bergabung

dengan tentara Hizbullah adalah pertempuran 10 November 1945 di Surabya, yang kemudian dikenal dengan hari pahlawan.7

Pada 21 Oktober 1945, PBNU yang bermarkas di Surabaya mengundang

para konsul NU di seluruh Jawa dan Madura. Acara dipusatkan di PB ANO

(Ansor Nadlatul Oelama) jalan Bubutan VI/2 Surabaya. Dalam kesempatan

tersebut, KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan amanatnya berupa pokok-pokok

kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita, dalam jihad

mempertahankan kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Rapat yang dipimpin

oleh Ketua Besar KH. Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu

keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad fii Sabillah”,

yang intinya mewajibkan setiap umat Islam (fardhu’ain) mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan musuh.8

Dalam undangan tersebut Kiai Sya’rani hadir mewakili konsul NU

Pamekasan dalam kapasitasnya sebagai pemuda ANO sekaligus komandan tentara

7KH. RP Thoriq Sya’rani,

Wawancara , Pamekasan Madura ,17 Desember 2016.

8

(45)

35

Hizbullah Pamekasan. Sekembalinya ke Madura, Kiai Sya’rani melakukan

konsolidasi dengan para Kiai dan pemuda-pemuda NU dan para mantan tentara

Jundullah Pamekasan. Kiai Sya’rani dan para sesepuh Pamekasan melakukan

pendataan dan pengamblengan para pemuda untuk dikirim ke medan pertempuran

di Surabya.9

Selama dua minggu, Kiai Sya’rani bekerja keras mengkoordinir pemuda

-pemuda itu untuk mempersiapkan mental para -pemuda--pemuda Pamekasan serta

alat peperangan yang akan digunakan pada operasi defensive menghadapi

serangan Belanda dan sekutunya yang ingin kembali merebut Indonesia setelah

Jepang dapat ditaklukkan. Sebelum berangkat ke Surabaya, pemuda-pemuda

Hizbullah Pamekasan, melakukan perampasan senjata milik Jepang yang sudah tak berdaya. Mereka menyerbu markas-markas Tentara Jepang yang ada di

Madura dan merebut senjata mereka untuk digunakan sebagai alat perjuangan di

medan pertempuran di Surabaya.10

RP. Mohammad Noer yang kala itu menjadi asisten Wedana Bangkalan

juga meminta para pemuda-pemuda Madura datang ke Surabaya untuk membantu

pertahanan yang bermarkas di Balai Pemuda Surabaya.11 Permintaan RP.

Mohammad Noer melengkapi seruan KH. Hasyim Asy’ari dalam resolusi

jihadnya. Setelah semuanya siap Kiai Sya’rani berengkat bertempur ke Surabaya

bersama pemuda-pemuda yang dikoordinirnya menggunakan baju Tentara

Hizbullah. Tentara dibawah pimpinan Kiai Sya’rani tidak seluruhnya dilengkai

(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

senjata modern, dikarena senjata yang diperoleh dari rampasan Tentara Jepang

hanya terbatas, oleh karena itu yang tidak mendapatkan senjata menggunakan

senjata celurit, golok, parang, keris, bahkan bambu runcing untuk pertahanan

dirinya.12

Pada September 1945 pelopor tentara Sekutu memasuki kota Surabaya,

mereka memasang bendera tiga warna yaitu bendera negara Belanda (merah,

putih, biru) di depan Hotel Yamato, Jalan Tunjungan kota Surabaya, pada zaman

Belanda bernama Hotel Oranje dan sekarang hotel Mojopahit, itulah yang menjadi

markas besar tentara sekutu pada waktu itu.13 Karena di mabuk kemenangan

Perang Dunia II, mereka lupa akan semangat bangsa Indonesia yang pada saat itu

sedang berevolusi setelah mengumumkan Kemerdekaan Tanah Air mereka.

Karena bangsa yang berevolusi tidak pernah takut mati, bahkan mati dalam medan

pertempurang melawan penjajah adalah menjadi suatu kebanggan.14

Sejak pasukan sekutu pimpinan Brigadir Jendral Mallaby mendarat di

Surabaya, sudah dihadang perlawanan arek-arek Suroboyo. Sebab gelgat tentara Sekutu sudah terlihat tidak baik dan tidak bersahabat, semula mereka mengatakan

ingin berunding tentang evakuasi para interniran dan tawanan militer Jepang,

namun mereka dengan paksa menduduki gedung-gedung vital dan strategis

seperti, kantor telepon, stasiun kereta api, pusat listrik, perairan dan sebagainya.

Pada tanggal 28 Oktober 1945, sekutu merampas senjata para pemuda pejuang,

12

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 70.

13

Ibid., 71.

14

(47)

37

maka pemuda dan rakyat melawan, berkobarlah pertempuran sampai 30 Oktober

dan Brigadir Jendral Mallaby terbunuh.15

Setelah pertempuran Surabaya usai, Kiai Sya’rani kembali ke Madura dan

tetap menjadi komandan Hizbullah di Pamekasan sekaligus menjadi anggota

TKR. Sebagai seorang komandan, Kiai Sya’rani tetap melakukan konsolidasi

dengan pasukannya sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya kembali serangan

dari imperialis Barat khususnya di wilayah Madura.16

Pada tanggal 16 Agutus 1947, Kiai Sya’rani bersama KH. Amin Ja’far

yang tak lain adalah sepupu dari Kiai Sya’rani melakukan serangan, yang dikenal

dengan Serangan Fajar di Pamekasan, saat itu usia Kiai Sya’rani 47 tahun. Akan

tetapi KH. Amin Ja’far tewas ditembak di atas tank militer peperangan yang

beliau lakukan di Jombang.17

1. Aktif dalam TNI AD (Angkatan Darat)

Ketika Presiden Soekarno mendekritkan nama Tentara Keamanan Rakyat

(TKR) pada 25 Januari 1946 dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI),

maka batalyon Hizbullah yang tersebar dimana-mana juga ikut berubah menjadi

TRI Hizbullah.18 Kiai Sya’rani yang tidak hanya terlibat dalam kelasykaran Hizbullah, namun juga BKR secara otomatis diangkat menjadi anggota TNI dan bergabung dalam keanggotaan kelasykaran TNI AD Kie III Bn. III Reg.25 Djoko

Tole dibawah pimpinan Kapten Mudhar Amin. Keberadaan Kiai Sya’rani dalam

15

H.Ruslan Abdulgani, Indonesia dan Percaturan Politik Internasional, 35.

16

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 72.

17KH. RP Thoriq Sya’ran

i, Wawancara , Pamekasan Madura ,17 Desember 2016.

18

(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

kelasykaran TNI AD tidak lama, karena ia lebih memilih menjadi ketua Ansor

Pamekasan, oleh karena itu Kiai Sya’rani mengajukan pensiun dini dari dinas

kemiliteran, karena ingin konsentrasi di Ansor dan membangun pesantren. Karir

militer Kiai Sya’rani berakhir pada jenjang kepangkatan Letnan Satu (Lettu).19

2. Terpilih Menjadi Ketua Ansor Pamekasan

Gerakan Pemuda Ansor atau GP Ansor didirikan di Surabaya pada 14

Desember 1949, setelah penyerahan kedaulatan RI oleh Belanda. Organisasi ini

merupakan kelanjutan dari Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) yang didirikan pada

10 Muharram 1353 H, atau 24 April 1934. Gagasan pertama kali untuk

membentuk Ansor dari mula-mula reuni anggota ANO yang juga dihadiri oleh

KH. Hasyim Asy’ari, dalam reuni tersebut KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan

pentingnya membangun kembali organisasi pemuda Ansor karena dua hal, yaitu

untuk membentengi perjuangan umat Islam Indonesia dan untuk mempersiapkan

diri sebagai kader NU untuk generasi selanjutnya. Dari pengarahan KH. Hasyim

Asy’ari tersebut munculah kesepakatan untuk membangun kembali organisasi

ANO dengan nama baru GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor).

Sejarah GP Ansor di Pamekasan, tidak bisa lepas dari sejarah Ansor secara

keseluruhan, ketika Chamid Wijaya diangkat oleh PBNU sebagai Ketua Umum

PP Ansor.20 Dalam tempo waktu yang bisa dibilang singkat, kepengurusan Ansor

khususnya di Jawa Timur terbentuk diseluruh tingkatan, mulai dari kepengurusan

wilayah, cabang, anak cabang hingga ke ranting. Bahkan di tingkat basis pun

19

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 74.

20

Referensi

Dokumen terkait