KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO: BIOGRAFI DAN PERJUANGAN DI PAMEKASAN-MADURA
(1926-1989 M)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Disusun Oleh:
Desy Rahmawati
A92212165
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso: Biografi dan Perjuangan di Pamekasan-Madura (1926-1989 M). Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana Biografi KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso , (2) Apa perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bagi Pamekasan Madura, (3) Bagaimana pandangan masyarakat terhadap KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan (1) heuristic yakni pengumpulan sumber yang diperoleh dari buku-buku, dokumen, dan wawancara, (2) kritik sumber, (3) interprestasi, dan (4) historiografi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan historis. Selain itu penulis juga menggunakan teori peran dan teori kepemimpinan kharismatik Max Weber.
ABSTRACT
This thesis titled KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso: Biography and Struggle in Pamekasan-Madura (1926-1989 AD). Issues examined in this paper are (1) How Biography KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso, (2) What struggle KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso for Pamekasan Madura, (3) How is society's view of KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso.
To answer these questions, the author uses historical method to the stages (1) heuristic that is gathering resources obtained from books, documents and interviews, (2) source criticism, (3) interpretation, and (4) historiography. In this research, the author takes a historical approach. Moreover, I also use the theory of charismatic leadership roles and theories of Max Weber.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
HALAMAN TRANSLITERASI...v
HALAMAN MOTTO...vi
HALAMAN PERSEMBAHAN...vii
HALAMAN ABSTRAK...viii
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..…..……...1
B. Rumusan Masalah ………..…..……..5
C. Tujuan Penelitian ………..…..…...5
D. Kegunaan Penelitian ………...………6
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ………..………..………6
F. Penelitian Terdahulu ……….………..……..11
G. Metode Penelitian ………..………...12
BAB II BIOGRAFI KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO
A. Geneologi ……….16
B. Pendidikan KH. RP. Mohammad
Sya’rani Tjokro Soedarso ……….……20
C. Riwayat Hidup KH. RP. Mohammad Sya’rani
Tjokro Soedarso………..…...24
1. Masa Remaja dan Dewasa
KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso……….……24
2. Keluarga KH. RP. Mohammad
Sya’rani Tjokro Soedarso………..……….…...27
BAB III PERJUANGAN KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO DI PAMEKASAN MADURA
A. Perjuangan dan Karir Organisasi……….……..31
1. Aktif Dalam TNI AD (Angkatan Darat) ……….…...37
2. Terpilih Sebagai Ketua Ansor Pamekasan ……….…38
3. Sebagai Ulama Pejuang di Pamekasan ………..…………...40
B. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam
Bidang Keagamaan………..…..44
C. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam
Bidang Pendidikan ………...….46
D. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam
Bidang Sosial Politik………...…..51
BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KH. RP.
MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xiv
B. Pandangan Para Tokoh……….58
C. Pandangan Masyarakat ………...60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………..69
B. Saran. ……….………..70
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari
peranan para kiai dan pemimpin Islam. Dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran membimbing dan mengajak umat Islam untuk menjadi masyarakat
yang merdeka, memperoleh kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.
Para Kiai turut mengatasi keadaan sebelum dan sesudah kemerdekaan
Indonesia. Partisipasi usaha aktifitas mereka mampu membangkitkan
semangat cinta tanah air dan melawan para penjajah agar terlepas dari
penjajahan bangsa lain pada saat itu.
Kiai mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Sosok kiai dan
institusi budayanya seperti pesantren sangat berpengaruh penting dalam
perkembangan kondisi sosial. Pesantren dan kiai merupakan lembaga sosial
keagamaan yang menempati posisi dan peran strategis dalam perkembangan
Islam di Indonesia. Secara sosiologis pesantren dan kiai meskipun ada
beberapa pakar membedakan konsep tersebut di Indonesia bisa dikatakan
sebagai subkultur Islam yang banyak atau khas di Indonesia.1
Predikat kiai senantiasa berhubungan dengan suatu gelar yang
menekankan pada suatu nilai agama khususnya agama Islam yang kuat dan
menekankan kemuliaan yang diberikan secara sukarela kepada pemimpin
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
masyarakat setempat sebagai tanda penghormatan bagi kehidupan sosial dan
bukan sebagai gelar akademik yang didapatkan melalui pendidikan formal.
Sedangkan predikat Ulama diberikan kepada seseorang pemuka agama atau
pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan
membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun
masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial
masyarakat. Peran strategis seorang kiai terutama dalam bidang dakwah
Islamiyah sangat berperan dalam masyarakat. Dalam hal ini, para kiai
mempunyai pengaruh yang sangat besar. Terlebih karena sifat pendidikan
agama di pesantren, atau madrasah yang mengarah pada orientasi vertikal
kalangan santri kepada para guru-gurunya dalam filosofis diartikan harus di
“gugu” dan di “tiru” menyebabkan pengaruh kewibawaan kiai sangat besar.
Karena itulah, dalam menjangkau perspektif pembangunan politik di
Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya para Kiai sangat berperan.
Peranan itu tentu saja mulai dimainkan sejak Islam diajarkan di seluruh
tanah air, hingga sampai melewati masa penjajahan oleh bangsa asing. Pada
masa penjajahan itulah, para Kiai mulai memainkan peranan multifungsi, tidak
hanya dalam bidang pengajaran ilmu agama, melainkan juga dalam bidang
politik dan militer. Walaupun pada dasarnya peranan dalam bidang politik dan
pendidikan ini telah dijalankan pada masa kerajaan-kerajaan Islam dahulu.
Namun, perjuangan itu selalu berkembang dalam segala bidang seiring dengan
tuntutan kondisi dan situasi. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengulas
3
tentu saja tidak sedikit mendapat ancaman dari pihak penjajah dengan
berbagai usahanya.
Pandangan dan cara hidup Islam yang memunculkan Kiai dengan
pesantrennya, dinyatakan tidak hanya dengan mengadakan perubahan sosial
saja, tetapi lebih cenderung menumbuhkan revolusi sosial sebagai perubahan
yang radikal dan meluas yang berdasar pada perubahan sikap mental, dimana
revolusi sosial adalah sebuah perubahan dari sosial maupun budaya secara
cepat dan memiliki nilai utama dari dasar hidup masyarakat. Yang di
rencanakan dan dijalankan tanpa kekarasan ataupun melalui kekerasan. Kiai
Sya’rani pun dapat membawa revolusi sosial pada masyarakat dan pemuda
Pamekasan seperti membangun rasa Nasionalisme masyarakat untuk
melakukan jihad atau perlawanan terhadap para penjajah.
Arus perubahan seperti ini pada gilirannya mendapatkan tantangan
baru, yakni adanya agresi perdagangan dan agama yang dilancarkan oleh
imperialis Barat.2 Menjawab tantangan ini, para Kiai bekerja keras untuk
membina para santri-santrinya agar memiliki sikap combative spirit (semangat siap tempur). Pesantren yang tadinya merupakan lembaga pendidikan,
bertambah fungsinya sebagai tempat kegiatan membina pasukan sukarela yang
akan disumbangkan untuk mempertahankan negara, bangsa, dan agama.
Sosok Kiai sangat jelas dibutuhkan oleh umat, oleh karena itu untuk
mengenang jasa para Kiai yang membawa manfaat pada masyarakat, kiranya
diperlukan upaya-upaya untuk mendokumentasikan riwayat hidup para tokoh
2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
keagamaan yang biasa disebut Kiai, baik yang berlatar pesantren maupu tidak.
Selain itu juga memberikan informasi tentang perjuangan mereka dan peran
mereka dalam sejarah sosial keagamaan pada masyarakat luas.
Dalam penulisan ini, penulis akan membahas tentang sedikit riwayat
hidup, perjuangan, persembahan bagi negara Indonesia dan sedikit silsilah
keluarga dari seorang tokoh agama yang berasal dari pamekasan Madura KH.
RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso. Memulai karirnya di Laskar Ken
Jundullah, pada masa pemerintahan Jepang beliau sebagai wakil ketua di
Pamekasan bergabung dengan BKR (Badan Kemanan Rakyat), menjadi
komandan Hizbullah di kota Pamekasan, bergabung dengan kelasykaran TNI
AD dan menjadi ketua illegal aktivis bawah tanah dibawah pimpinan Letkol
Soerono, anggota Front Nasional di Pamekasan. Pada dekade 60an ditunjuk
sebagai Gerakan Pemuda (GP) Ansor Pamekasan, pemimpin rakyat untuk
menumpas G30S/PKI. Dikenal sebagai Singa Podium yang piawai
membangkitkan semangat masyarakat untuk ber-Islam berjuang melakukan
perlawanan terhadap segala bentuk kedzaliman. Pada tahun 1958, beliau
mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren
Darussalam. Selain beliau fokus mengelola pesantrennya kiai Sya’rani juga
aktif diberbagai kegiatan organisasi seperti: NU Pamekasan, anggota dewan
pimpinan MUI Jawa Timur, anggota DPD Veteran Jawa Timur, anggota
5
Qur’an. Beliau juga merupakan salah satu anggota legislatif di Pamekasan
dari partai NU.3
Realitas inilah yang menempatkan ketokohan Kiai Sya’rani dalam peta
keulamaan di Madura berbeda denga tokoh-tokoh kiai atau ulama lainnya
pada dekade tahun 60-an sampai 80-an. Beliau adalah seorang Kiai yang
pejuang dan pejuang yang Kiai, konsisten, cerdas dan visioner. Kecuali itu,
beliau adalah tokoh yang dapat mengawinkan dua gelar sekaligus yakni gelar
keulamaan dan kebangsawanan
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, penulis
memaparkan rumusan-rumusan masalah yang akan diungkap sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi KH. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso?
2. Apa perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bagi
Pamekasan Madura?
3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap KH. RP Mohammad Sya’rani
Tjokro Soedarso?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian terhadap masalah tersebut merupakan rangkaian kegiatan
yang bertujuan:
1. Menarasikan sejarah dan latar belakang, seluk beluk serta silsilah keluarga
KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso sebagai tokoh masyarakat.
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
2. Mengetahui upaya-upaya KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso
semasa hidupnya bagi masyarakat Pamekasan Madura.
3. Mengetahui pandangan keluarga dan masyarakat tentang perjuangan
seorang KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso semasa hidupnya.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Dengan mengetahui seluk beluk kehidupan KH. RP. Mohammad Sya’rani
Tjokro Soedarso mulai dari silsilah keluarga, kehidupan sehari-hari
dimulai dari beliau yang dimana beliau sangat bersemangat menuntut
ilmu, beragama, berakhlak terpuji beserta perjuangannya untuk membela
dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang patut dijadikan
panutan.
2. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi dalam bidang sejarah
terutama dalam biografi seorang tokoh keagamaan, serta masuknya
informasi bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian serupa.
3. Memperkaya kazanah dan kajian Islam dalam bidang sosial, politik,
pendidikan, dan keagamaan dari seorang tokoh KH. RP. Mohammad
Sya’rani Tjokro Soedarso.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan proposal ini mengunakan
7
bagimana sejarah hidup KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso,
silsilah keluarga, riwayat pendidikannya serta posisi perannya baik dalam
bidang keagamaan, sosial, politik maupun pendidikan. Untuk melengkapi
analisis, penulis juga melakukan pendekatan secara sosiologis sebagai alat
bantu, dimana pendekatan sosilogis sudah barang tentu meneropong segi-segi
peristiwa yang dikaji, seperti golongan sosial mana yang berperan serta
nilai-nilainya, hubungan golongan politik berdasarkan kepentingan ideologi dan
lain sebagainya.4
Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang mencoba
menarasikan sejarah KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso, yang
mana menurut Sartono Kartodirjo sejarah naratif adalah sejarah yang
mendeskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang telah
terjadi, serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian
penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga
tersusun sebagai sebuah cerita.5 Biografi adalah unit sejarah tang sejak zaman
klasik telah ditulis.6 Biografi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis yag artinya biografi adalah kisah atau keterangan hidup tentang seorang tokoh, buku
riwayat yang ditulis oleh orang lain.7 Biografi bukan hanya sekedar tulisan
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
tanggal lahir hingga tanggal kematian seorang tokoh tersebut, biografi juga
tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut.
Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang
tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasanya
dan karya-karyanya, dan segala hal yang dihasilkan oleh tokoh tersebut.8
Sejarah biografi merupakan salah satu interaksi antar kedalaman alam insan
dan konteks universal dari kehidupan sejarah yang luas. Interaksilah yang
merupakan hubungan fundamental antara hidup itu sendiri dan sejarah, dan ini
juga yang memberikan pengaruh pada setiap peritiwa sejarah.9
Seorang penulis biografi diharapkan untuk mengetahui dan merekam
kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh, selain itu juga
mendalami aspek-aspek struktural yang mengelilinginya. Dalam hal ini tugas
utama penulis biografi telah mencoba menangkap dan menguraikan jalan
hidup seseorang dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosial historis
yang mengitarinya.10 Biografi juga bertujuan member baju ‘baru’ terhadap
tokoh, sejalan dengan simbol yang diperteguh masyarakat untuk
menjadikannya contoh atau terkadang sebagai personifikasi dari simbol itu
sendiri.11
Dalam penulisan ini mengunakan teori Max Weber, berdasarkan tiga
jenis kepemimpinan menurut otoritas yang disandangnya, yaitu:
8
Ibid., 5.
9
Taufik Abdullah, etal, Manusia dalam Kemelut Sejarah (Jakarta: LP3ES, 1978), 4.
10
Ibid., 6.
11
9
1. Otoritas Tradisonal yang timbul sebagai warisan temurun seperti raja.12
2. Otoritas Karismatik yang berdasarkan kewibawaannya.
3. Otoritas Legal Rasional yaitu berdasarkan jabatan dan kemampuan.13
Menurut Nawawi, kepemimpinan secara etimologi berasal dari kata
pimpin dengan mendapat kata imbuhan “me” menjadi memimpin yang berarti
menuntun, menunjukan, dan membimbing yang artinya mengetahui,
mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya
dapat mengerjakan sendiri.14
Kajian mengenai kiai, sudah mengikutsertakan tentang kepemimpinan,
dan mengkaji kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari kajian kharisma.
Ketiga hal tersebut menjadi satu bagian integral yang tidak dapat dipisahkan
sebab didalamnya terkandung status dan perang yang dimainkan seseorang.
Dalam buku berjudul “pemimpin dan kepemimpinan”, Kartono berpendapat
bahwa tipe pemimpin kharismatik ini memiliki daya tarik dan wibawa luar
biasa, sehingga dia mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, dia
dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supranatural power) dan kemampuan
superhuman yang didapat dari Yang Maha Kuasa.15
Dari penjabaran diatas penulis menyimpulkan bahwa otoritas
kharismatiklah yang akan penulis gunakan sebagai teori utama dalam
penulisan ini. Penyimpulan ini berdasarkan asumsi karena KH. RP
Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, 150.
14
Hadiri Nawari, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), 28.
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
Mohammad Sya’rani adalah salah satu tokoh pemimpin yang berkharisma.
Beliau memiliki kemantapan moral dan kualitas ilmu yang membuat patut
untuk diteladani oleh masyarakat luas. Kiai dan Kharisma yang dimilikinya
dikategorikan sebagai elit Agama dimana beliau juga merupakan keturunan
bangsawan atau raja yang sebagai tokoh masyarakat memiliki otoritas tinggi
dalam menyebarkan maupun mengajari tentang keagamaan. Gelar Tjokro
Soedarso dibelakang nama Sya’rani adalah paduan gelar kebangsawanan
Madura dari garis ayahnya dan ibunya. Begitupun masyarakat Pamekasan
menambahkan gelar Raden Panji pada Kiai Sya’rani sebagai bukti bahwa Kiai
Sya’rani adalah keturunan bangsawan, oleh karena itu Kiai Sya’rai disegani
oleh masyarakat Pamekasan. Selain itu beliau juga mampu menjadi pemimpin
yang tangguh, yang dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk
berjuang melawan penjajahan yang menjajah Indonesia waktu itu, juga
memberikan semangat kepada masyarakat melawan anggota PKI pada era itu.
Itulah yang membuat kepemimpinan Kiai Sya’rani terlihat kharismatik di mata
para masyarakat khususnya masyarakat Madura.
Dengan teori ini penulis berupaya melacak kejadian-kejadian dan
situasi yang dialami langsung oleh KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro
Soedarso yang berkaitan dengan latar belakang keluarga, pendididkan, dan
kepribadiannya. Penulis juga berusaha mengungkap kiprah KH. RP
Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso sebagai aktivis maupun sebagai
11
dan pendidikan yang diamana beliau juga adalah pendiri pondok pesantren
Darussalam Jung Cang Cang Pamekasan Madura.
F. Penelitian Terdahulu
Mengenai tinjauan penelitian terdahulu penulis telah melakukan
tinjauan dan menemukan karya tulis yang berupa buku dengan judul “Kiai
Pejuang Pejuang Kiai Biogafi KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso
Pendiri Pondok Pesantren Darussalam, Jung Cang Cang Pamekasan Madura”.
Buku tersebut membahas pada biografi KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro
Soedarso dan silsilah keluarga beliau.
Selain karya tulis berupa buku, penulis menemukan karya tulis lain
yang berupa skripsi dengan judul “Dakwah KH. RP Mohammad Sya’rani
Tjokro Soedarso: Kajian Metode Dakwah”. Skripsi tersebut ditulis oleh Faqih
Zamany, Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam 2010 di
IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karya tulis tersebut fokus membahas tentang
metode dakwah yang diterapkan oleh KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro
Soedarso.
Berbeda dengan skripsi dan buku tersebut, penulis ingin membahas
sedikit riwayat hidup KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dari
beliau kecil hingga wafat, menjelaskan tentang bagaimana perjuangan seorang
tokoh agama KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia dan menumpas kekejaman PKI pada saat itu di daerah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
G. Metode Penelitian
Suatu penelitian dilakukan karena ingin memecahkan suatu
permasalahan yang melatarbelakanginya. Permasalahan itu sendiri adalah
suatu kesengajaan antara apa yang seharusnya dan senyatanya.16
Penulisan sejarah adalah suatu rekontruksi masa lalu yang terkait pada
prosedur ilmiah.17 Sebagaimana kejadian sejaran yang berusaha merekontruksi
peristiwa masa lampau, maka penelitian ini menggunakan penelitian sejarah,
metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis
untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya
secara kritsi dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk
tulisan.18 Langkah-langkah sebagai berikut :
1. Heuristik
Heuristik yaitu pengumpulan sumber. Suatu proses yang dilakukan
oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak
sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dibagi menjadi dua, yaitu
tertulis dan tidak tertulis atau dokumen atau artefak.19 Karya sejarah tanpa
sumber otentik maka tidak bisa disebut sebuah karya sejarah. Karena
sumber sejarah merupakan hal penting dan yang paling utama yang akan
menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami orang
lain. Penulisan ini ditekankan pada sumber lisan dan sumber tertulis,
dimana sumber lisan akan dilakukan wawancara. Disini penulis
16
Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Kurnia Aalam Semesta, 2003), 18.
17
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), 12.
18
Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah 1 (Surabya: Fak.Adab IAIN Sunan Ampel, 2005), 16.
19
13
mengunakan wawancara untuk memperoleh sebuah sumber. Dimana
penulis melakukan wawancara kepada kedua putra dari Kiai Sya’rani
yaitu, KH. RP. Nadjibul Choir selaku anak sulung dari Kiai syar’rani dan
KH. RP. M Thoriq Sya’rani putra ke-8 Kiai Sya’rani, serta masyarakat
luas yang mengenal sosok Kiai Sya’rani semasa hidupnya. Selain
menggunakan sumber lisan, penulisan ini juga mengumpulkan sumber
data dengan menggunakan sumber tertulis. Sumber tertulis adalah sumber
sejarah yang diperoleh melalui peninggalan peninggalan tertulis, misalnya
prasasti, dokumen, naskah, piagam, Dalam penulisan ini, penulis juga
mengumpulkan data yang dapat diperoleh melalui buku-buku yang
membahas tentang KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.
2. Kritik sumber
Kritik sumber adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber
yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber kredibel atau
tidak, dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Pada proses ini
dalam metode sejarah ada dua jenis kritik sumber, yaitu kritik sumber
intern adalah bagian dari kerja peneliti sejarah yang berusaha
membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh sumber dapat
dipercaya, yang inti pernyataannya terdapat dalam sumber atau dokumen
yang bersangkutan, yang kedua adalah kritik estern yaitu kegiatan
sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapat autentik atau tidak.20
20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
3. Interpretasi atau penafsiran
Intrepretasi atau penafsiran adalah suatu upaya sejarawan untuk
melihat kembali tentang sumber yang didapatkan apakah
sumber-sumber yang didapat dan diuji autentisannya terdapat saling berhubungan
yang satu dengan yang lain. Dengan begitu sejarawan memberikan
penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan. Dalan interorestasi ini
dilakukan dengan dua macam yaitu: analisis (merugikan) yang bertujuan
melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber
dan juga sintesis yang arinya menyatukan.21
4. Historiografi
Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta-fakta
yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap
sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis.22
H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan penulisan ini disajikan dalam lima bab yang meupakan
satu rangkaian yang sistematis. Hal ini dikarenakan antara bab yang satu dan
yang lain saling berkaitan. Untuk mempermudah bahasan penulisan ini,
penulis menyajikan dalam satu bab pendahuluan tiga bab pembahasan dan
satu bab penutup.
Bab pertama, adalah pendahuluan yang merupakan usulan penelitian yang menjadi fokus pembahasan kajian. Bab ini berisi latar belakang yang
21
Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, 59.
22
15
mempaparkan mengapa judul ini dibahas dan mengapa memilih objek
tersebut.
Bab kedua penulisan ini memfokuskan pada biografi dan latar
belakang dari KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dari mulai beliau
kecil menempuh pendidikan hingga kehidupan beliau sampai beliau wafat.
Bab ketigapenulis membahas tentang perjuangan KH. RP Mohammad
Sya’rani Tjokro Soedarso dalam bidang sosial, politik, keagamaan serta
pendidikan.
Bab keempat membahas tentang pandangan masyarakat terhadap KH.
RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Silsilah para Kiai di Madura secara umum sangat erat hubungannya
dengan para penguasa atau raja-raja yang memerintah Madura pada jamannya.
Sejarah dapat dimulai dari R. Ario Damar (Palembang) dan R. Ario Lembu
Peteng (Madegan, Pamekasan). Raja-raja dan Ulama Madura adalah anak
keturunan dari R. Ario Damar dan R. Ario Lembung Peteng.1
R. Ario Damar adalah salah seorang raja di Palembang, namun anak
keturunannya, seperti R. Ario Menak Semaya, R. Ario Timbul, R. Ario Ketut
dan R. Ario Pojok hidup di Madura dan menjadi bupati di Jamburingin,
Proppo, Pamekasan. Sedangkan generasi R. Ario Lembu Peteng, seperti R.
Ario Manger, R. Ario Partikel dan Nyi Ageng Budho memimpin daerah
Madegan, Sampang. Pada perkembangan selanjutnya generasi ke-3 dari R.
Ario Lembu Peteng yaitu Nyi Ageng Budho menikah dengan generasi ke-4 R.
Ario Damar yaitu Ario Pojok (Adipati Jambiringin), yang kemudian memiliki
anak bernama R. Ario Demang Plakaran, Arosbaya.2 R. Ario Demang
memiliki lima orang anak yang salah satunya adalah R. Adipati Pragalbo alias
Pangeran Plakaran, Arosbaya, Bangkalan. Pangeran Pragalbo memiliki anak
dari istri ketiganya Nyi Ageng Mamah yang bernama Raden Pratanu,
Arosbaya (Panembahan Lemah Duwur) yang akan menjadi putra mahkota
1
Hartono HS, Bambang, Sejarah Pamekasan Panembahan Ronggo Sukowati Raja Islam Pertama di Pamekasan Madura (Sumenep: UD. Nur Cahaya Gusti, 2001), 9.
2
Ibid.,11.
17
untuk meneruskan kedudukannya. Raden Pratanu diangkat sebagai raja di
Arosbaya pada tanggal 24 Oktober 1531.
Menurut cerita tutur Raden Pratanu telah memeluk Islam dan
mengakui kekuasaan tertinggi kerajaan Islam Demak, akan tetapi R. Pragalbo
sebagai raja tertua setelah beberapa tahun sesudah 1528 M, R. Pragalbo
memerintah Madura Barat sebagai raja yang belum memeluk agama Islam
Sebelum wafat, R. Pragalbo dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat, ia tidak mampu menirukan ucapan tersebut dan hanya mengangukan kepala
sebagai isyarat tanda setuju, sikapnya yang demikan itu dianggap sebagai
bentuk nilai pengakuan atas agama Islam sebagai agama baru bagi R.
Pragalbo.3
Pada generasi ke-11 dan seterusnya, anak keturunan R. Pragalbo tidak
lagi memimpin Madura, baik sebagai raja maupun bupati. Mereka lebih
memilih menjadi pemimpin non-formal, sebagai Ulama yang aktif berdakwah
dan pengasuh pondok pesantren. Generasi R. Pragalbo dari garis keturunan
Pangeran Suhra (Bupati Jamburingin) yang menjadi Ulama di Pamekasan
dimulai dari RP. Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad Marzuqi), RP. Atmojo
Adikoro (KH. RP. Mohammad Rofi’i) sampai dengan kepada KH. RP.
Sya’rani Tjokro Seodarso pendiri dan pengasuh pondok pesantren Darusslam,
Jung Cang Cang, Pamekasan. RP. Tjokro Atmojo dan RP. Atmojo Adikoro
adalah kakek dan ayah dari KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso yang sangat
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
disegani dan menjadi guru dari sejumlah kiai di Pamekasan khususnya dan
Madura pada umumnya.
Kiai Haji Raden Panji Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso
dilahirkan di Desa Parteker, Kota Pamekasan, 11 Mei 1926 dari pasangan
Raden Panji Atmodjo Adikoro (KH. RP. Moh. Rofi’i) dan Raden Ayu
Tamimah. Raden Panji Atmodjo Adikoro adalah putra dari RP. Tjokro Atmojo
(KH. RP. Ahmad Marzuqi) lazim dikenal dengan sebutan Panji Atma generasi
Ke 11 dari anak keturunan R. Pragalbo, yang menjadi ulama/kiai ternama pada
jamannya di Pamekasan, ia adalah seorang ulama yang kharismatik. Sedang
Hajjah Raden Ayu Tamimah adalah putri dari Raden Ario Tjondro Soedarso
(R. A. Abdul Latif). Gelar Tjokro Soedarso di belakang nama Sya’rani adalah
paduan gelar kebangsawanan Madura dari garis ayahnya dan ibunya, yakni
“Tjokro” dan “Soedarso”. Sebagai salah satu bentuk itba’ kiai Sya’rani kepada
leluhurnya, lalu dua gelar tersebut digabung menjadi satu menjadi “Tjokro
Soedarso”.
Secara geneologis, kiai Sya’rani mewarisi darah keulamaan dan
kebangsawanan Madura. Darah keulamaan, berasal dari garis keturunan
ayahnya, terutama pada generasi Raden Panji Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad
Marzuqi), kakek dari kiai Sya’rani. Sedang darah kebangsawanan berasal dari
19
ke-11 dari raja Islam pertama sekaligus bupati Pamekasan yang ke-6 yakni
Pangeran Ronggo Sukowati. Memerintah Pamekasan pada 1530-1616 M.4
Kiai Sya’rani merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara yang
memilih terjun ke dunia pendidikan melalui jalur pondok pesantren dan
dakwah. Disamping itu, ia sangat concern dengan perjuangan yang berbasis keislaman, keumatan dan kebangsaan. Sementara saudara yang lain berprofesi
sebagai birokrat dan aktif dalam kegiatan sosial melalui organisasi
kemasyarakatan dan pengajian. Saudara tertuanya (sulung) bernama KH. RP.
Hamdani, bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Pamekasan. Kemudian
kakaknya yang lain bernama Hajjah Raden Ayu Zaen Anwar, pernah menjadi
ketua PC Muslimat NU Pamekasan. Sementara adik-adiknya, Raden Ayu
Nuriyah tinggal bersama suaminya di Sumenep, RP. Abdul Karim Adikara
mantan ketua GP Ansor Pamekasan tahun 1969-1989, RP. Moh Sjatibi mantan
kepala Dinas Sosial di Sumenep, pernah menjadi anggota DPRD dan salah satu
Pembantu Rektor di Universitas Wiraraja, Sumenep. Adik bungsu Kiai
Sya’rani bernama Raden Ayu Rizkiyah, tinggal di Parteker, Pamekasan
mengelola sebuah kelompok pengajian yang beranggotakan ibu-ibu.
Meskipun diakui bahwa Kiai Sya’rani memiliki hubungan pertalian
yang sangat dekat dengan raja-raja dan Ulama Madura, termasuk Pangeran
Ronggo Sukowati, Raja Islam pertama di Pamekasan, namun di masa hidupnya
ia tidak pernah menggunakan gelar kebangsawanannya, para masyarakatlah
yang memaksanya untuk memakai simbol itu, meski sudah dicegahnya. Kiai
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Sya’rani lebih suka menggunakan gelar keulamaan sebagai bagian yang tak
terpisahkan dengan namanya, terlebih setelah Kiai Sya’rani mendirikan pondok
pesantren Darussalam di Jung Cang Cang Pamekasan pada tahun 1958. Untuk
tidak mengecewakan keinginan masyarakat, akhirnya gelar RP (Raden Panji)
tetap dipasang di depan namanya.
Dalam struktur stratifikasi sosial masyarakat Madura, gelar keulamaan
jauh lebih membumi daripada gelar kebangsawanan (pejabat). Hal ini
tergambar dalam filosofi masyarakat Madura yakni: Bapa’, Babu’, Guruh,
Ratoh (Bapak, Ibu, Guru/Ulama dan Raja). Filosofi tersebut terkandung maksud bahwa setelah orang tua, posisi Ulama berada setingkat diatas raja.
Namun, secara umum posisi Bapak-Ibu, Guru/Ulama dan Pemimpin/Raja
merupakan sebuah komunitas yang harus dihormati dan dibela kepentingan dan
kehormatannya.5
B. Pendidikan KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso
Masa kanak-kanak adalah bagian dari serangkain peristiwa sejarah
yang tidak bisa dilepaskan dengan keadaan seseorang ketika sampai kepada
usia dewasa. Seperti sebuah cerita, masa kanak-kanak merupakan babak awal
dari episode kehidupan umat manusia, yang terus bersambung (tidak
putus-putus) kepada masa-masa berikutnya, hingga ajal menjemputnya. Kegagalan di
masa kanak-kanak hampir tidak bisa dipastikan sangat berpengaruh kepada
jalan cerita seseorang pada episode sejarah berikutnya, terutama ketika ia
berada di tengah-tengah masyarakat. Masa kanak-kanak adalah potret masa lalu
5
21
yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat potret
seseorang setelah dewasa kelak.6
Di Madura para orang tua melakukan pendekatan yang sangat protektif
terhadap pendidikan anak-anaknya, terutama pendidikan agama islam. Hal
tersebut dimaksudkan agar anak-anaknya kelak menjadi insan penerus tugas
suci risalah kenabian dalam bingkai al dinu al Islam. Itulah sebabnya masyarakat Madura lebih memilih pendidikan berbasis agama (Islam) daripada
pendidikan umum. Kalaupun terpaksa menyekolahkan mereka di pendidikan
umum, biasanya mereka menitipkan anak-anak mereka di pondok pesantren
sebagai tempat indekosnya.7 Kultur masyarakat Madura yang demikian, tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh kiai yang sejak awal menanamkan pentingnya
ilmu agama bagi umat islam. Pondok pesantren dengan cara hidupnya yang
bersifat kolektif merupakan salah satu perwujudan atau wajah dari semangat
dan tradisi dari lembaga gotong royong yang umum terdapat pada masyarakat pedesaan.8
Pendidikan pesantren tidak menekankan kepada lama tidaknya seorang
santri mengaji kepada kiainya, karena tidak ada keharusan menempuh ujian
atau memperoleh diploma dari kiainya itu. Satu-satunya ukuran yang
digunakan ialah ketundukan kepada sang kiai dan kemampuannya untuk
“ngelmu” dari sang kiai. Dengan demikian, kebesaran seorang kiai tidak
ditentukan oleh jumlah bekas santrinya yang luls dan memperoleh diploma dari
6
Ibid., 38.
7
Ibid., 40.
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
perguruan, melainkan dari jumlah bekas santrinya yang kemudian hari menjadi
kiai atau orang-orang yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Sebagai anak yang dilahirkan di kalangan keluarga kiai dan di dukung
oleh kultur masyarakat yang agamis. Masa kanak-kanak kiai Sya’rani hingga
mengakhiri masa lajangnya dilalui dalam lingkup pendidikan pesantren,
pesantren Parteker yang diasuh ayahnya sendiri dan pesantren Tengginah,
Tattangoh, Pamekasan. Sementara pendidikan formalnya dijalani di lembaga
pendidikan formal yang juga berbasis agama yakni: Madrasah Ibtida’iyah (MI),
Madrasah Muallimin dan Madrasah Aliyah (MA). Sedang pendidikan umum,
hanya dicapai pada tingkat Sekolah Dasar di jaman Belanda, yaitu HIS
(Hollandsch Inlandseche School), Sekolah Rakyat (SR) dan CPU. Ia juga pernah mengenyam pendidikan bahasa Inggris di Pamekasan sebagai bagian
dari upanya untuk memperkuat basis pengetahuan umumnya. Kendati kiai
Sya’rani pernah belajar di pendidikan umum, namum ia tidak pernah keluar
pesantren. Semua kegiatan belajarnya dengan ketat diawasi oleh ayahnya RP.
Atmojo Adikoro (KH. RP. Moh Rofi’i). Pada pagi hari Kiai Sya’rani belajar di
pendidikan umum, maka pada sorenya Kiai Sya’rani belajar ilmu agama Islam
sampai malam di pondok pesantren. RP. Atmojo Adikoro selain figur ayah
yang bijaksana ia juga sosok guru yang telah memberikan dasar-dasar
pendidikan agama Islam yang kuat untuk mempengaruhi karakter dan
kepribadian Kiai Sya’rani setelah dewasa.
Selain mengikuti sistem belajar mengaji yang diberikan ayahnya di
23
sering juga diajak untuk mengkuti kegiatan-kegiatan ayahnya di luar pesantren,
seperti berceramah atau sekadar mengikuti kegiatan untuk acara mantenan dan
tahlilan.
Setelah menyelesaikan pendidikan pesanten di Parteker milik sang
ayah dan di bangku sekolah dasar hingga tingkat lanjutan. Pada tahun 1950,
ayahnya menitipkan Kiai Sya’rani kepada KH. Shinhadji, pengasuh pondok
pesantren Tengginah, Tattangoh, Pamekasan agar pengetahuan akan ilmu
agamanya semakin meningkat dan mendalam. Dipilihnya pesantren Tattangoh
sebagai tempat belajar Kiai Sya’rani disebabkan karena pesantren ini tidak jauh
dari kampung Parteker, jaraknya hanya sekitar 10 kilometer kearah barat
Parteker.
Selama menjadi santri, Kiai Sya’rani akrab dengan saudara kandung
KH. Shinhadji, yakni KH. Mahalli yang juga menjadi pengasuh di pesantren
Tattangoh ini. Ketika mereka memberikan pengajaran kepada santrinya
termasuk Kiai Sya’rani didalamnya, maka mereka selalu meminta ijin terlebih
dahulu kepada Kiai Sya’rani. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan
pengasuh pesantren Tengginah kepada cucu gurunya yang kini menjadi
santrinya.
Pengasuh pesantren tidak pernah memposisikan Kiai Sya’rani sebagai
santri, tapi lebih kepada mitra yang biasa diajak berdikusi tentang berbagai hal.
Dengan posisi seperti itu, giliran Kiai Sya’rani yang menjadi sungkan. Namun
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
akhirnya pegasuh pondok pesantren Tattangoh menunjuk Kiai Sya’rani sebagai
salah satu ustadz yang membantu mengajar santri-santrinya.
C. Riwayat Hidup KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso
Dalam sub bab ini akan dibagi menjadi dua sub bab bahasan, yaitu
Kiai Sya’rani sewaktu remaja hingga dewasa, kemudian keluarga KH. RP.
Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso hingga beliau wafat.
Dalam sub bab bahasan Kiai Sya’rani remaja hingga dewasa akan
membahas tentang perjalanan kehidupan Kiai Sya’rani dari remaja hingga
dewasa. Sedangkan sub bab bahasan kehidupan keluarga dan rumah tangga
membahas tentang kehidupan pribadi KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso dan
keluarga hingga wafat.
1. Masa Remaja dan Dewasa KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso
Bakat kepemimpinan Kiai Sya’rani sebenarnya sudah tampak sejak
kecil. Pada saat belajar di pesantren ayahnya, KH. RP. Moh Rofi’i (RP.
Atmodjo Adikoro). Kiai Sya’rani jarang sekali tidur dirumah melainkan ia
memilih membaur bersama para santri ayahnya. Tidak jarang Kiai Sya’rani
terlelap dibalik bilik salah seorang santri, karena terlalu capek belajar hingga
larut malam. Pagi hari menjelang subuh Kiai Sya’rani sudah bangun dan
bersiap-siap menunaikan sholat subuh di musholla pesantren.
Karena bakat-bakatnya yang menonjol, kadang-kadang sang ayah
mempercayakan para santri kepada Kiai Sya’rani mewakili ayahnya yang
25
dan wirid-wirid yang biasa dibaca santri. Santri-santri pun merasa senang
dipimpin Kiai Sya’rani walau usianya jauh lebih muda dibandingkan mereka.9
Suatu ketika saat ayahnya menghadiri undangan keluar kota, Kiai
Sya’rani mengumpulkan beberapa santri ayahnya di musholla pesantren.
Dalam pertemuan tersebut Kiai Sya’rani menyampaikan keinginannya untuk
menghadirkan pelatih pencak silat. Santri di pesantren diwajibkan mengikuti
latihan pencak silat yang dilakukan selama dua kali dalam seminggu, tanpa
menunggu lama para santri mengiyakan ajakan Kiai Sya’rani saat itu. Ketika
latihan pencak silat dilaksanakan di halaman pesantren, KH. RP. Moh Rofi’i
(RP. Atmodjo Adikoro) kaget dengan kegiatan yang dilakukan para santrinya,
karena Kiai Sya’rani belum memberitahukan kepadanya. Kiai Sya’rani
menjelaskan pada ayahnya maksud dari keingginannya mengadakan latihan
pencak silat pada santri ayahnya, maksud Kiai Sya’rani memberikan pelajaran
tambahan pencak silat, sebagai bekal setelah santri menyelesaikan pendidikan
di pesantren. Mendengar penjelasan Kiai Sya’rani yang tulus akhirnya sang
ayah memperbolehkan para santri belajar pencak silat sebagai bekal
dikemudian hari bukan untuk menyombongkan diri atau sekedar gaya-gayaan,
karena menurut Kiai Sya’rani keadaan pada saat itu di Pamekasan belum stabil
secara sosial maupun politik yang pada saat itu Pamekasan di kuasai oleh
bangsa Belanda. Pemerintah Belanda melakukan pembiaran terhadap
distabilitas itu, asal tidak bekaitan atau mengusik eksistensinya di daerah
Pamekasan. Hukum hanya diberlakukan kepada mereka yang mengusik
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Belanda, sementara dikalangan masyarakat dibiarkan begitu saja kehajatan
terjadi seperti perampokan, pembunuhan (carok) dan lain-lain yang
mengakibatkan sentimen sesama masyarakat pribumi.
Pada Maret 1942 pemerintah Belanda di Indonesia bertekuk lutut
kepada bangsa Jepang. Janji Jepang akan memperbaiki nasib rakyat Indonesia
hanya bohong belaka. Mereka hadir sebagai penjajah baru yang tak kalah
kejamnya dengan jajahan bangsa Belanda. Fenomena ini menjadi inspirasi bagi
Kiai Sya’rani untuk bergabung dengan kelasykaran Ken Jundullah yang anggotanya terdiri dari pemuda-pemuda Islam, umumnya berasal dari kalangan
pondok pesantren. Di organisasi ini Kiai Sya’rani ditunjuk sebagi
pemimpinnya, namun karena merasa masih muda, Kiai Sya’rani lebih memilih
menjadi wakil ketuanya. Sementara ketuanya diserahkan kepda orang yang
lebih senior darinya.10
Pengalamannya bergabung dengan Ken Jundullah di Pamekasan menjadikannya terus terlibat dalam organisasi perjuangan, baik ketika jaman
agresi Belanda maupun di masa G 30 S/PK. Ia tidak hanya memobilisir para
santri, namun juga masyarakat sekitar. Mereka menyambutnya dengan
perasaan antusias dibawah komando Kiai Sya’rani.
Hal tersebut menunjukan bahwa Kiai Sya’rani merupakan sosok aktifis
yang memiliki integritas dan kredibilitas yang kuat dalam perjuangan.
Bakat-bakat kepemimpinannya yang nampak sejak kecil dapat tersalurkan dengan
baik hingga usia dewasa.
10
27
2. Keluarga KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso
Dalam tradisi masyarakat Madura, perkawinan antar kerabat dekat
adalah sebuah kelaziman, asalkan tidak terlalu dekat. Hal tersebut dilakukan
agar garis keturunan mereka tetap terpelihara, dan terus bersambung hingga
pada titik keturunan tertentu. Tradisi ini, sampai sekarang masih terpelihara
dengan kuat, khususnya kalangan keluarga Kiai itulah sebabnya, kiai-kiai di
Madura satu sama lain masih memiliki hubungan kekerabatan. Perkawinan
dengan kerabat terdekat ini, tetap berpegang pada rambu-rambu agama yang
memperbolehkan berlangsungnya perkawinan itu, asal tidak terlalu dekat.
Tradisi semacam ini agaknya sampai sekarang masih dipegang kuat oleh
sebagian besar masyarakat Madura.
Setelah dua tahun Kiai Sya’rani mengenyam pendidikan di pesantren
Tattangoh (1950-1952) , tepatnya saat Kiai Sya’rani berusia 25 tahun, ia di
panggil pulang sang ayah untuk dinikahkan. Pada waktu itu sang ayah tidak
menyebut siapa gerangan gadis yang akan di persunting olehnya kelak. Namun,
meski dirahasiakan Kiai Sya’rani sudah tau siapa gadis yang dijodohkan
dengannya. Sebab ia pernah mendengar perbincangan rahasia kedua orang
tuanya yang membicarakan keinginan mereka untuk menjodohkan Kiai
Sya’rani dengan salah satu putri kerabatnya yang tinggal di Sampang, yakni
RP. H. Dja’far Shodiq.11
Kiai Sya’rani sudah tahu nama gadis itu, bahkan acapkali bertemu
dalam sebuah pertemuan silahturahmi antar keluarga. Kiai Sya’rani dan gadis
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
pujaannya itu sudah saling kenal dan bertegur sapa. Secara lahir dan batin ia
telah cocok dengan pilihan orang tuanya, meskipun tidak dilalui dengan proses
yang lebih lama. Tak disangka, ternyata kedua orang tua calon mempelai telah
melangsungkan pertunangan secara rahasia antara Kiai Sya’rani dan Raden
Ayu Sholehah. Pertunangannya dengan gadis Sampang yang masih kerabatnya
itu sengaja dirahasiakan, agar tidak menganggu kosentrasi belajar Kiai Sya’rani
yang sedang memperdalam pengetahuannya tentang ilmu agama di pesantren
Tattangoh, juga untuk tidak menganggu aktifitasnya sebagai pejuang dalam
payung Tentara Hizbullah maupun TKR di Pamekasan. Pada tahun 1952 Kiai
Sya’rani dan Raden Ayu Sholehah melangsungkan akad nikah dirumah
ayahnya di kampung Parteker, Pamekasan.
Rumah tangga Kiai Sya’rani dan R. Ayu Sholehah dibangun dalam
suasana yang memprihatinkan, dimana situasi politik masih belum stabil karena
situasi traumatik jaman penjajah. Kiai Sya’rani dan R. Ayu Sholehah memiliki
sepuluh orang anak, yaitu: KH. RP. A. Nadjibul Khoir, R. Ayu Qurrotul Aini,
KH. RP. Darussalam, R. Ayu Zaimatul Fadhilah, R. Ayu Chofifah, R. Ayu
Nurul Laylah, KH. RP. A. Mujahid Ansori, RP. Mohammad Thoriq, R. Ayu
Thobibah, dan RP. Wazirul Jihad.12
Kebiasaan Kiai Sya’rani mengajari kepada seluruh anggota
keluarganya untuk bersikap sederhana, terbuka, tegas dan sungguh-sungguh.
Keterbukaan dan kedisiplinan yang ia bangun itu melahirkan sebuah
kepercayaan.
12
29
Sesibuk apapun, Kiai Sya’rani tetap tidak pernah teledor dengan istri
dan anak-anaknya. Perhatiannya sangat ekstra, agar anak-anaknya kelak
mengamban tugas lebih sebagaimana dilakukannya saat itu. Dalam
waktu-waktu luang, ia tampil sendiri mendidik anak-anaknya. Mengajari mengaji,
membaca, shalat dan berpidato. Sesekali, ia mengajak salah satu putranya
untuk mengikuti aktifitasnya di masyarakat.13
Ketika Kiai Sya’rani, beliau selalu memantau perkembangan anak
-anaknya, terutama dibidang pendidikannya dan ibadahnya, yang dinilainya
sebagai prinsip. Untuk hal ini, Kiai Sya’rani sangat tegas kepada anak
-anaknya, ia akan marah sekali bila waktunya belajar maupun shalat digunakan
untuk bermain. Hukuman akan diberikan bagi yang melanggar, bentuk
hukumannya tetap dalam koridor pendidikan. Anaknya yang melanggar itu,
biasanya diberi sanksi agar membaca Al-Qur’an sebanyak 1 juz atau menghafal
surat-surat pendek yang ada di dalam Al-Qur’an sampai hafal.
Dimata istri dan anak-anaknya, Kiai Sya’rani adalah sosok suami dan
ayah yang ideal. Harmonisasi keluarga merupakan kunci bagi membangun
mahligai rumah tangga. Harmonis antara suami dengan istri, anak dengan
orang tua, adik dengan kakak. Kiai Sya’rani mengajari seluruh anggota
keluarganya bersikap sederhana, terbuka, tegas dan bersungguh-sungguh.
Keterbukaan dan kedisiplinan yang ia bangun itu melahirkan sebuah
kepercayaan.
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Kebiasaan lain yang secara istiqamah dikerjakan oleh Kiai Sya’rani
adalah membaca Al-Qur’an. Kegiatan membaca Al-Qur’an dilaksanakan pada
jam-jam tertentu. Kebiasaan Kiai Sya’rani membacaAl-Qur’an ini secara
istiqamah dikerjakan sampai ajal menjemput, pada 15 Agustus 1989 (13
Muharram 1410 H).14
Kembalinya Kiai Kharismatik ke hariban Allah Swt itu membuat
keluarga, santri dan masyarakat berkabung. Jasa-jasanya yang besar bagi
bangsa, negara, masyarakat dan agama menjadi cacatan yang tak pernah
terlupakan bagi siapa saja yang mengenangnya.
Karena status sebagai ulama sekaligus tentara juang kemerdekaan RI,
dan jasa besar dalam penumpasan PKI Pamekasan, Korp TNI Angkatan Darat
Pamekasan meminta keluarganya untuk memakamkan Kiai Sya’rani di Taman
Makam Pahlawan, namun sebelum Kiai Sya’rani meninggal, beliau berwasiat
agar dimakamkan di belakang kompleks masjid pesantren, maka akhirnya
ulama pejuang itu dimakamkan di belakang Masjid yang menjadi cikal bakal
berdirinya pondok pesantren Darussalam. Pemakaman pun akhirya
dilangsungkan secara militer, istri, anak sanak saudara, santri serta para
koleganya dan umat Islam khusunya masyarakat NU Pamekasan merasa
kehilangan atas kepergian KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.
Mereka semua mendoakan agar jasa-jasanya itu diterima disisi-Nya.
14
BAB III
PERJUANGAN KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO
SOEDARSO DI PAMEKASAN MADURA
Perjuangan yang dimaksud dalam pembahasan bab ini adalah kiprah
maupun kontribusi KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso untuk
masyarakat Pamekasan. Semenjak diusianya yang masih muda, KH. RP.
Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bisa dikatakan telah memberikan
kontribusi untuk rakyat Madura.
Dimana para Kiai di masa tahun 1945 dibawah ancaman agresi Belanda
telah menyerukan “Revolusi Jihad” yang menjadi penggerak perlawanan rakyat.
Begitupun saat negara Belanda dalam keadaan kritis ketika Presiden Soekarno
memutuskan Dekrit Presiden 5 Juli 1059, pondok pesantren tampil memenangkan
masyarakat. 1
A. Perjuangan dan Karir Organisasi
Berawal dari bertekuk lututnya imperialis Belanda kepada bangsa Jepang
pada Maret 1942 inilah, Kiai Sya’rani yang kala berumur 16 tahun, bersuka ria,
ikut merasa gembira atas hengkangnya Belanda dari Indonesia. Kegembiraan itu
wajar, sebab fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang
Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Asia”. Oleh karena itu, untuk
memperoleh dukungan yang besar dari rakyat Indonesia, maka pemerintah Jepang
bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia yaitu menjanjikan
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
kemerdekaan kelak dikemudian hari,2 Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk
rakyat Indonesia. Janji Jepang itu tergambar dalam sebuah maklumat nomor satu
ketika Jepang membentuk Gunseikanbu (staff pemerintahan militer pusat)3.
Kegembiraan Kiai Sya’rani atas kehadiran bangsa Jepang ternyata tidak
berlangsung lama, bahkan berubah menjadi kekecewaan, pasalnya setelah Jepang
menguasai seluruh daerah ditanah air, khususnya pulau Jawa dan Madura, mereka
justru menerapkan politik militer yang jauh lebih kejam dari Belanda. Pemerintah
Bala Tentara Dai Nippon mengeruk kekayaan semua isi hasil bumi Indonesia
yang telah dirusak oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan politik bumi
hangus. Semboyan yang paling terkenal tentara Dai Nippon di Indonesia adalah
gerakan “AAA” (Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon
Cahaya Asia), yang diresmikan pada 29 Maret 1942. Pendekatan Nippon melalui
gerakan “AAA” mengalami kegagalan, dan sebagai gantinya mereka mendirikan
gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), pada tanggal 9 Maret 1943. Gerakan ini
juga mengalami kegagalan dan yang dituduh sebagai biangnya adalah ulama NU,
itulah sebabnya beberapa Kiai NU ditangkap dan disiksa dengan alasan yang
dicari-cari, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan ketua PBNU KH. Machfud Siddiq4,
penangkapan atas ulama-ulama NU itulah yang telah melahirkan kebencian begitu
mendalam dikalangan umat Islam khususnya warga NU terhadap Jepang.
Keadaan kemudian berbalik 180 derajat, pemuda-pemuda yang
sebelumnya dididik ilmu kemiliteran dalam organisasi Pembela Tanah Air
2
Kaelan M.S, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2000), 35.
3
Choirul Anam, Gerak Langkah Pemuda Ansor Sebuah Percikan Sejarah Kelahiran (Surabaya: Majalah Aula, 1990), 42.
4
33
(PETA) oleh bangsa Jepang akhirnya melakukan perlawanan. Kelompok
paramiliter lainnya yang melakukan perlawanan kepada Jepang adalah Ken Jundullah, Hizbullah dan tentara Sabillah, yang sebagaian besar anggotanya adalah santri dari pondok pesantren. 5
Keterampilan militer yang diperoleh dari Jepang dimanfaatkan sebaik
mungkin oleh para pemuda, seperti latihan militer dalam Gakukotai (barisan pelajar), Seinendan (barisan pemuda), Keibodan (barisan pertahanan bahaya udara)6. Kiai Sya’rani bersama pemuda-pemuda pribumi lainnya waktu itu
bergabung dengan Seinendan (barisan pemuda) dan ditempatkan pada batalyon I (daidan) di Pamekasan, sedang batalyon II dipusatkan di Bangkalan.
Selama dalam didikan Jepang, Kiai Sya’rani tidak tahan dengan perlakuan
tentara Jepang yang kelewat kejam kepada rakyat Madura. Itulah sebabnya ia
memilih bergabung dengan lasykar Ken Jundullah, barisan Allah di Pamekasan sebagai wakil ketua. Kiai Sya’rani bersama kekuatan pemuda dan rakyat lainnya
memanggul senjata melawan tentara Dai Nippon di berbagai medan pertempuran
sampai akhirnya Jepang menyerah pada sekutu dengan dibomnya Nagasaki dan
Hiroshima pada tanggal 14 Agustus 1945.
Bergabungnya Kiai Sya’rani dalam kelasykaran Ken Jundullah,
disebabkan karena organisasi Hizbullah (tentara Allah) yang dipelopori tokoh-tokoh NU di Jawa pada waktu itu belum populer di masyarakat. Setelah
proklamaksi kemerdekaan berkumandang, Kiai Sya’rani bergabung sebagai
anggota Troop Badan Keamanan Rakyat (BKR), BKR merupakan cikal bakal
5
NICO Ainul Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama (Jawa Timur: PUKAD HALI, 2006), 64.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
berdirinya TNI (Tentara Nasional Indonesia). Kiai Sya’rani juga pernah
mengemban tugas sebagai Komandan Tentara Hizbullah, dibawah pimpinan panglima tertinggi Hizbullah Zainal Arifin.
Ditunjuknya sebagai Komandan dalam Kelasykaran yang dibentuk para
Kiai NU itu karena pengalamannya di Ken Jundullah di masa Jepang dan keanggotannya dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada zaman revolusi fisik
Kemerdekaan RI 1945.
Pengalaman bertempur yang paling berkesan saat Kiai Sya’rani bergabung
dengan tentara Hizbullah adalah pertempuran 10 November 1945 di Surabya, yang kemudian dikenal dengan hari pahlawan.7
Pada 21 Oktober 1945, PBNU yang bermarkas di Surabaya mengundang
para konsul NU di seluruh Jawa dan Madura. Acara dipusatkan di PB ANO
(Ansor Nadlatul Oelama) jalan Bubutan VI/2 Surabaya. Dalam kesempatan
tersebut, KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan amanatnya berupa pokok-pokok
kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita, dalam jihad
mempertahankan kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Rapat yang dipimpin
oleh Ketua Besar KH. Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu
keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad fii Sabillah”,
yang intinya mewajibkan setiap umat Islam (fardhu’ain) mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan musuh.8
Dalam undangan tersebut Kiai Sya’rani hadir mewakili konsul NU
Pamekasan dalam kapasitasnya sebagai pemuda ANO sekaligus komandan tentara
7KH. RP Thoriq Sya’rani,
Wawancara , Pamekasan Madura ,17 Desember 2016.
8
35
Hizbullah Pamekasan. Sekembalinya ke Madura, Kiai Sya’rani melakukan
konsolidasi dengan para Kiai dan pemuda-pemuda NU dan para mantan tentara
Jundullah Pamekasan. Kiai Sya’rani dan para sesepuh Pamekasan melakukan
pendataan dan pengamblengan para pemuda untuk dikirim ke medan pertempuran
di Surabya.9
Selama dua minggu, Kiai Sya’rani bekerja keras mengkoordinir pemuda
-pemuda itu untuk mempersiapkan mental para -pemuda--pemuda Pamekasan serta
alat peperangan yang akan digunakan pada operasi defensive menghadapi
serangan Belanda dan sekutunya yang ingin kembali merebut Indonesia setelah
Jepang dapat ditaklukkan. Sebelum berangkat ke Surabaya, pemuda-pemuda
Hizbullah Pamekasan, melakukan perampasan senjata milik Jepang yang sudah tak berdaya. Mereka menyerbu markas-markas Tentara Jepang yang ada di
Madura dan merebut senjata mereka untuk digunakan sebagai alat perjuangan di
medan pertempuran di Surabaya.10
RP. Mohammad Noer yang kala itu menjadi asisten Wedana Bangkalan
juga meminta para pemuda-pemuda Madura datang ke Surabaya untuk membantu
pertahanan yang bermarkas di Balai Pemuda Surabaya.11 Permintaan RP.
Mohammad Noer melengkapi seruan KH. Hasyim Asy’ari dalam resolusi
jihadnya. Setelah semuanya siap Kiai Sya’rani berengkat bertempur ke Surabaya
bersama pemuda-pemuda yang dikoordinirnya menggunakan baju Tentara
Hizbullah. Tentara dibawah pimpinan Kiai Sya’rani tidak seluruhnya dilengkai
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
senjata modern, dikarena senjata yang diperoleh dari rampasan Tentara Jepang
hanya terbatas, oleh karena itu yang tidak mendapatkan senjata menggunakan
senjata celurit, golok, parang, keris, bahkan bambu runcing untuk pertahanan
dirinya.12
Pada September 1945 pelopor tentara Sekutu memasuki kota Surabaya,
mereka memasang bendera tiga warna yaitu bendera negara Belanda (merah,
putih, biru) di depan Hotel Yamato, Jalan Tunjungan kota Surabaya, pada zaman
Belanda bernama Hotel Oranje dan sekarang hotel Mojopahit, itulah yang menjadi
markas besar tentara sekutu pada waktu itu.13 Karena di mabuk kemenangan
Perang Dunia II, mereka lupa akan semangat bangsa Indonesia yang pada saat itu
sedang berevolusi setelah mengumumkan Kemerdekaan Tanah Air mereka.
Karena bangsa yang berevolusi tidak pernah takut mati, bahkan mati dalam medan
pertempurang melawan penjajah adalah menjadi suatu kebanggan.14
Sejak pasukan sekutu pimpinan Brigadir Jendral Mallaby mendarat di
Surabaya, sudah dihadang perlawanan arek-arek Suroboyo. Sebab gelgat tentara Sekutu sudah terlihat tidak baik dan tidak bersahabat, semula mereka mengatakan
ingin berunding tentang evakuasi para interniran dan tawanan militer Jepang,
namun mereka dengan paksa menduduki gedung-gedung vital dan strategis
seperti, kantor telepon, stasiun kereta api, pusat listrik, perairan dan sebagainya.
Pada tanggal 28 Oktober 1945, sekutu merampas senjata para pemuda pejuang,
12
Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 70.
13
Ibid., 71.
14
37
maka pemuda dan rakyat melawan, berkobarlah pertempuran sampai 30 Oktober
dan Brigadir Jendral Mallaby terbunuh.15
Setelah pertempuran Surabaya usai, Kiai Sya’rani kembali ke Madura dan
tetap menjadi komandan Hizbullah di Pamekasan sekaligus menjadi anggota
TKR. Sebagai seorang komandan, Kiai Sya’rani tetap melakukan konsolidasi
dengan pasukannya sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya kembali serangan
dari imperialis Barat khususnya di wilayah Madura.16
Pada tanggal 16 Agutus 1947, Kiai Sya’rani bersama KH. Amin Ja’far
yang tak lain adalah sepupu dari Kiai Sya’rani melakukan serangan, yang dikenal
dengan Serangan Fajar di Pamekasan, saat itu usia Kiai Sya’rani 47 tahun. Akan
tetapi KH. Amin Ja’far tewas ditembak di atas tank militer peperangan yang
beliau lakukan di Jombang.17
1. Aktif dalam TNI AD (Angkatan Darat)
Ketika Presiden Soekarno mendekritkan nama Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) pada 25 Januari 1946 dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI),
maka batalyon Hizbullah yang tersebar dimana-mana juga ikut berubah menjadi
TRI Hizbullah.18 Kiai Sya’rani yang tidak hanya terlibat dalam kelasykaran Hizbullah, namun juga BKR secara otomatis diangkat menjadi anggota TNI dan bergabung dalam keanggotaan kelasykaran TNI AD Kie III Bn. III Reg.25 Djoko
Tole dibawah pimpinan Kapten Mudhar Amin. Keberadaan Kiai Sya’rani dalam
15
H.Ruslan Abdulgani, Indonesia dan Percaturan Politik Internasional, 35.
16
Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 72.
17KH. RP Thoriq Sya’ran
i, Wawancara , Pamekasan Madura ,17 Desember 2016.
18
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
kelasykaran TNI AD tidak lama, karena ia lebih memilih menjadi ketua Ansor
Pamekasan, oleh karena itu Kiai Sya’rani mengajukan pensiun dini dari dinas
kemiliteran, karena ingin konsentrasi di Ansor dan membangun pesantren. Karir
militer Kiai Sya’rani berakhir pada jenjang kepangkatan Letnan Satu (Lettu).19
2. Terpilih Menjadi Ketua Ansor Pamekasan
Gerakan Pemuda Ansor atau GP Ansor didirikan di Surabaya pada 14
Desember 1949, setelah penyerahan kedaulatan RI oleh Belanda. Organisasi ini
merupakan kelanjutan dari Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) yang didirikan pada
10 Muharram 1353 H, atau 24 April 1934. Gagasan pertama kali untuk
membentuk Ansor dari mula-mula reuni anggota ANO yang juga dihadiri oleh
KH. Hasyim Asy’ari, dalam reuni tersebut KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan
pentingnya membangun kembali organisasi pemuda Ansor karena dua hal, yaitu
untuk membentengi perjuangan umat Islam Indonesia dan untuk mempersiapkan
diri sebagai kader NU untuk generasi selanjutnya. Dari pengarahan KH. Hasyim
Asy’ari tersebut munculah kesepakatan untuk membangun kembali organisasi
ANO dengan nama baru GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor).
Sejarah GP Ansor di Pamekasan, tidak bisa lepas dari sejarah Ansor secara
keseluruhan, ketika Chamid Wijaya diangkat oleh PBNU sebagai Ketua Umum
PP Ansor.20 Dalam tempo waktu yang bisa dibilang singkat, kepengurusan Ansor
khususnya di Jawa Timur terbentuk diseluruh tingkatan, mulai dari kepengurusan
wilayah, cabang, anak cabang hingga ke ranting. Bahkan di tingkat basis pun
19
Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 74.
20