• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF

PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN

PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT

(The Estimation of Economic Impact on Partisipatory Research

Implementation of Anthelmintic to Improved House Hold Income in

West Java)

DWI PRIYANTO danDWI YULISTIANI

Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

ABSTRACT

Partisipatory research about anthelmentic implementation on sheep farming system was conducted in Purwakarta and Majalengka District, West Java. Sheep were grazing on which high prevalency of nematode diseases. Partisipation methods include of farmer training, continous meeting with the sheep farmer, introducing farmer group, and demonstration plot model (agrostology). During the year study, there are positive impacts of sheep rearing practices such as improving farmer’s income. The farmers can also improved the technology of rearing animals (adoption of technology), i.e: feed management, breeding practices, housing systems, and improved farmer group activity to solve the problems of management espesialy of parasite controls. From the study it can be included that sheep farming can improve the number of animals sold per period, and increase the farmer’s income by 138 and 87% respectively in Purwakarta and Majalengka.

Key Words: Partisipatory, Economic Impact

ABSTRAK

Penelitian penggunaan obat cacing pada usahaternak domba secara partisipatif dilakukan dalam upaya meningkatkan produktivitas domba di pedesaan secara berkelanjutan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Purwakarta dan Majalengka pada peternak domba dengan sistem penggembalaan dimana kasus penyakit cacing memiliki prevalensi yang tinggi. Metode yang digunakan adalah pendekatan partisipatif yang meliputi pembinaan peternak dengan sistem pelatihan, pertemuan peternak dan pembinaan kelompok disamping melakukan demplot percontohan (hijauan pakan ternak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamatan selama setahun berdampak positif. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan teknologi sistem usahaternak domba (adopsi teknologi), baik dalam hal managemen sistem usahaternak, managemen pakan, managemen pemuliaan dan sistem perkandangan Terjalin pula peningkatan dinamika kelompok yang mampu memecahkan permasalahan usahaternak khususnya penanggulangan parasit cacing yang sangat merugikan peternak. Kondisi demikian akan berdampak terhadap peningkatan skala usaha, produktivitas ternak, menurunnya kasus kematian ternak (28–30%), meningkatnya skala pemilikan ternak (3–27%), yang sekaligus akan meningkatkan proporsi penjualan ternak/periode sehingga akan meningkatkan pendapatan rumah tangga peternak sebesar 138 dan 87% masing-masing di Kabupaten Purwakarta dan Majalengka.

Kata Kunci: Partisipatif, Dampak Ekonomi

PENDAHULUAN

Usahaternak ruminansia kecil (domba dan kambing) pada umumnya merupakan usaha komplementer pendukung pendapatan petani di pedesaan yang memiliki usaha pokok pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan skala pemilikan yang rendah (skala 3–5 ekor).

Pengamatan KARO-KARO et al. (1994), menunjukkan domba persilangan di Sumatera Utara memiliki kontribusi pendapatan mencapai 10,2% total pendapatan.PRIYANTI et

al. (1990) mencatat kontribusi sebesar 10,68%

dari pendapatan rumah tangga (household

income). Usaha tersebut merupakan usaha

(2)

kurang dari 30% dari total pendapatan (SOEHADJI, 1992), tetapi cukup berperan dalam menunjang pendapatan keluarga (pendapatan tunai) yang sifatnya mendadak (tabungan petani).

Kasus penyakit khususnya parasit cacing merupakan kasus utama yang dialami peternak dalam sistem pemeliharaan domba yang digembalakan. Penyakit cacing berdampak menurunkan bobot hidup hingga mencapai sekitar 30%, kematian ternak sampai sekitar 17% terutama pada ternak muda (BERIAJAYA dan STEVENSEN, 1986), yang cukup merugikan peternak. Penelitian domba yang digembalakan di perkebunan karet menunjukkan tingkat kematian akibat penyakit cacing mencapai 28% (HANDAYANI dan GATENBY, 1988). Pada usaha peternakan tradisional permasalahan tersebut tidak mendapatkan perhatian. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kendala diantaranya adalah kurangnya pengetahuan peternak, sulitnya dalam mendapatkan obat cacing, disamping faktor modal (biaya pengobatan).

Untuk itu diperlukan pemikiran upaya dalam memperbaiki sistem managemen yang benar melalui pengendalian penyakit berkelanjutan ditingkat peternak (partisipatif), sehingga mampu menanggulangi kasus tersebut. Melalui program penelitian partisipatif diharapkan terjadi perubahan pola pikir peternak sehingga diperoleh dampak: (1) Peningkatan managemen sistem pemeliharaan yakni diadopsinya teknologi usahaternak khususnya penggunaan obat cacing oleh peternak secara berkelanjutan, dan (2) Dengan peningkatan teknologi managemen pemeliharaan ternak domba diharapkan mampu meningkatkan pendapatan peternak.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di 2 (dua) Kabupaten di Jawa Barat dengan pertimbangan memiliki sistem managemen digembalakan, tetapi pada kondisi agro-ekosistem yang berbeda, memiliki kepadatan ternak domba yang tinggi yakni di Desa Pasiripis, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka (agro-ekosistem dataran rendah lahan sawah), dan Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta (agro-kosistem dataran tinggi

perkebunan karet). Penelitian dilakukan melalui kegiatan “ex-ante” dan “ex-post” analisis untuk mengetahui dampak pengelolaan obat cacing secara partisipatif yang diharapkan memilliki dampak ekonomi usaha rumah tangga. Tahap awal penelitian dilakukan survei berstruktur terhadap 38 peternak di Desa Pasiripis dan 27 peternak di Desa Tegalsari, untuk mengetahui kondisi awal sistem managemen usahaternak sampai pada sistem pemasaran dan analisis usahaternak. Setelah dilakukan seleksi terhadap peternak tersebut ditentukan peternak kooperator sebanyak 22 peternak dan 17 peternak masing-masing di Desa Pasiripis dan Tegalsari. Langkah-langkah dalam proses penelitian tersebut adalah :

1. Seleksi responden sebagai peternak kooperator. Pemilihan kooperator didasarkan atas skala pemilikan ternak yang relatif banyak disamping tingginya partisipasi respon kerjasama yang baik dalam jangka panjang (kooperatif), dengan harapan peternak mampu berusaha secara partisipatif dan berkelanjutan.

2. Pelatihan peternak. Pelatihan diberikan meliputi managemen sistem usahaternak domba yakni: Sistem managemen perkawinan, perkandangan, pemberian pakan, serta pengobatan penyakit khususnya penyakit parasit cacing, dan strategi pemasaran dalam memperoleh harga jual ternak yang tepat dan efektif. 3. Melakukan monitoring bulanan (selama

setahun) yang meliputi pencatatan produktivitas domba, pengamatan pemberian pakan serta monitoring ekonomi usahaternak dan usaha lainnya (pertanian dan non pertanian).

Fokus pengamatan yang dilakukan adalah kajian dampak ekonomi usahaternak dengan meggunakan analisis Net Cash Benefit (AMIR dan KNIPSCHEER, 1989), dengan pertimbangan sistem usahaternak tersebut tidak memerlukan input produksi tinggi, sebagai model evaluasi kegiatan yang dilakukan selama satu tahun pengamatan. Dari awal peternak telah diberikan pembekalan melalui pelatihan sistem budidaya usaha peternakan, managemen pakan, managemen penyakit, pemilihan bibit berkualitas baik (breeding), sampai dengan pada model pemasaran yang tepat dan paling

(3)

menguntungkan. Disamping itu juga dilakukan pertemuan secara rutin (bulanan) yang melibatkan peternak kooperator, peneliti, dan pihak Dinas Peternakan Kabupaten di masing-masing lokasi. Untuk membahas permasalahan yang dihadapi peternak dan solusi pemecahannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dampak Terhadap Menagemen Usahaternak Secara Partisipatif.

Dampak penelitian yang dilakukan melalui pengamatan “ex-ante” dan “ex-post” analisis menunjukkan perkembangan yang cukup representatif melalui pengamatan beberapa indikator meliputi.

Pengetahuan terhadap managemen pakan

Tingkat pengetahuan peternak tentang managemen pakan domba menunjukkan bahwa, pada awalnya secara umum peternak tidak melakukan penambahan pakan hijauan (baik rumput maupun tanaman legum), tetapi dengan adanya program pelatihan dan pertemuan bulanan yang juga menganjurkan penggunaan hijauan sebagai pakan tambahan, maka banyak peternak yang menerapkan penggunaan pakan tambahan maka tersebut tertera pada Tabel 1.

Peternak telah menerapkan pakan tambahan legume (100 dan 75% di Purwakarta dan Majalengka) dan dinyatakan bahwa penggunaan legum sebagai pakan tambahan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan domba, yang ditunjukkan adanya peningkatan bobot badan akibat kesehatan ternak yang lebih bagus. Pemberian legum (Glirisidia) dinyatakan sesuai sebagai pakan domba walaupun diberikan dalam jumlah banyak dan pada periode yang panjang (CHADHOKAR,

1982). Glirisidia mengandung nilai gizi tinggi yang berdampak bagi ternak ruminasia dan akan memacu pertambahan bobot badan (MATHIUS, 1991). Tanaman hijauan berupa legum banyak ditemukan di lokasi kegiatan baik di Kabupaten Majalengka maupun di Kabupaten Purwakarta. Dalam pemanfaatan legum serbagai pakan tambahan, peternak di Kabupaten Purwakarta terlihat lebih responsif dibandingkan di Kabupaten Majalengka. Hal tersebut tidak terlepas dari skala pemeliharaan di lokasi tersebut relatif rendah dibandingkan dengan di Majalengka, sehingga peternak cenderung mampu memenuhi tambahan pakan, sebaliknya dengan skala besar peternak tidak mampu mencari hijauan (cut and carry) dan cenderung mengandalkan penggembalaan penuh. Kesibukan peternak juga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam pemanfaatan hijauan pakan tambahan dimana peternak di Majalengka cenderung lebih sibuk dibandingkan peternak di Purwakarta.

Pengetahuan tentang pemanfaatan obat cacing

Dampak yang dirasakan terlihat peternak (100%) telah melakukan pengobatan terhadap ternaknya secara berkelompok dan cenderung rutin dilakukan di Purwakarta dibanding di Majalengka (91,7 vs 15,0%). Hal tersebut tercermin dari perputaran penggunaan obat cacing yang pada awalnya disediakan oleh pihak peneliti, dimana peternak yang membutuhkan diharapkan membeli dengan harga yang telah disepakati bersama. Uang hasil penjualan obat cacing dikumpulkan oleh bendahara kelompok agar dapat mampu membeli kembali untuk kebutuhan mendatang. Pada kedua lokasi desa pengamatan ternyata kondisi tersebut dapat berjalan, dan secara kontinyu dapat tercapai program perputaran (siklus) pengadaan obat cacing (Tabel 2).

Tabel 1. Partisipasi peternak dalam pemanfaatan pakan tambahan di dua lokasi pengamatan. Partsisipasi peternak (%)

Peubah Purwakarta Majalengka

Penggunaan legum sebagai pakan ternak Pakan konsentrat induk (dedak padi)

100 50

75 15

(4)

Tabel 2. Partisipasi pengobatan oleh peternak di lokasi pengamatan

Partisipasi peternak (%)

Peubah Purwakarta Majalengka

Penggunaan obat cacing hewan Metode pemberian Rutin 3 bulanan Tidak tentu 100 91,7 8,3 100 15,0 83,0

Kondisi demikian menunjukkan bahwa telah terjadi proses alih pengetahuan tentang managemen penggunaan obat cacing melalui partisipasi kelompok. Terjadinya proses perputaran penggunaan obat cacing tersebut karena peternak telah merasakan dampak positif bagi kesehatan ternak. Peternak secara rutin memanfaatkan persediaan obat cacing ditingkat kelompok. Mereka berpendapat bahwa kondisi fisiologis domba yang dipelihara tampak sehat dan terlihat gemuk. Sesuai pernyataan BERIAJAYA dan STEVENSEN, (1996) bahwa penyakit cacing dapat menurunkan bobot badan mencapai 38% dan angka kematian sampai 17% terutama pada ternak muda.

Permasalahan yang timbul adalah tingkat koordinasi antar peternak khususnya di Majalengka sering terjadi konflik antara peternak dengan ketua kelompok dalam distribusi obat cacing, sehingga dikeluhan bahwa ada kesulitan pembelian obat cacing dari ketua kelompok. Dilain pihak sistem pembayaran yang kurang disiplin di beberapa peternak akan menjadikan permasalahan dalam kontinyuitas penyediaan obat yang harus selalu tersedia. Sebagian besar peternak di kedua lokasi tidak mempermasalahkan besarnya biaya pembelian obat cacing yang dikeluarkan, tetapi mereka merasa puas dampak pemberian obat cacing tersebut bagi perkembangan biologis ternak yang dipelihara. Dampak yang dirasakan peternak adalah pengobatan secara rutin tersebut akan menurunkan tingkat mortalitas. HANDAYANI dan GATENBY (1988), menyatakan bahwa pada domba yang digembalakan di bawah perkebunan karet kematian akibat penyakit cacing mencapai

28%, dan untuk itu perlu dilakukan pencegahan yang serius.

Dampak terhadap managemen pemuliaan

Program pemuliaan merupakan aspek penting dalam menunjang produktivitas usahaternak domba pada kondisi peternak. Bibit ternak baik pejantan maupun induk yang kurang bagus akan berdampak terhadap perkembangan keturunan. Di pedesaan umumnya ternak jantan yang bagus cenderung dijual, dengan harapan mendapatkan harga jual tinggi, sehingga yang tinggal di kandang cenderung yang kurang bagus. Kondisi demikian tidak dirasakan, yang dalam jangka panjang akan berdampak terhadap kualitas anak yang dilahirkan justru semakin menurun. Keputusan tersebut dilakukan sebagai akibat desakan kebutuhan uang tunai, disamping pengaruh tengkulak untuk membeli ternak kualitas bagus.

Pada penelitian ini selain dilakukan pelatihan tentang breeding dan reproduksi, khususnya di Kabupaten Purwakarta telah pula dilakukan pembagian domba baik pejantan maupun betina hasil persilangan Balitnak, sedangkan di Majalengka hanya didistribusikan pejantan (domba Garut). Peternak melihat bahwa hasil persilangan (anak yang dilahirkan) sangat bagus ditinjau dari penampilan bobot lahir dan laju pertumbuhan. Hal tersebut memberi gambaran bahwa dengan kondisi bibit yang bagus maka akan memperoleh kerurunan yang bagus pula. Secara psikologis peternak (40-50%) telah banyak melakukan perkawinan induk-induknya dengan pajantan bagus dengan sistim meminjam dari peternak lainnya (Tabel 3).

(5)

Tabel 3. Partisipasi peternak dalam pemanfaatan pejantan unggul di lokasi pengamatan Partisipasi peternak (%) Peubah

Purwakarta Majalengka Pejantan Garut

Pejantan Barbados Cross Pejantan Komposit 50,0 25,0 16,7 40,0 - -

Pengetahuan peternak tentang sistem perkawinan terhadap ternak yang dipelihara telah mengalami peningkatan, dan sekaligus peternak telah mengetahui dampak dari sistem perkawinan sedarah (inbreeding) yakni akan berdampak negatif terhadap keturunan yang dihasilkan (inbreeding depression).

Dampak terhadap managemen kelompok

Dalam penelitian partisipatif tersebut juga dilakukan program pemberdayaan dan pembinaan terhadap kelompok. Program tersebut dilakukan melalui pembentukan dan pembinaan menagemen kelompok, khususnya dalam pengorganisasian dan pengelolaan obat cacing secara berkelanjutan. Pada awalnya pertemuan kelompok dilakukan atas inisiatif tim peneliti, tetapi dalam jangka panjang kegiatan tersebut diharapkan tumbuh dari pihak kelompok sendiri. MARDIKANTO (1993) mengemukakan bahwa pendekatan strategis komunikasi pada kelompok cenderung lebih berhasil dibandingkan melalui pendekatan dari atas ke bawah maupun pendekatan komunikasi individual.

Kegiatan kelompok tersebut diharapkan mampu memecahkan segala permasalahan yang dihadapi peternak, khususnya dalam sistem usahaternak. Kerjasama kelompok terlihat pada pengelolaan obat cacing, yakni awal penelitian disediakan obat cacing yang disimpan pada ketua kelompok oleh peneliti. Untuk realisasi penggunaan obat cacing tersebut (dosis, waktu dan tatacara) penggunaan sudah diberikan dalam materi pelatihan. Dalam mekanisme distribusi dan kesepakatan harga jual obat cacing didiskusikan terlebih dahulu pada rapat kelompok untuk disepakati. Hasil mekanisme kerjasama kelompok terlihat bahwa realisasi perputaran modal tersebut telah berjalan

dengan baik, dimana siklus perputaran modal di dua lokasi pengamatan (khususnya di Purwakarta) cukup bagus dan secara rutin kelompok mampu dalam pengadaan obat cacing secara mandiri dan kontinyu. Kondisi demikian menggambarkan bahwa telah terjadi suatu kerjasama didalam kelompok. Hal tersebut cukup potensial dalam mendukung perkembangan sistem usahaternak domba di kedua lokasi. Diharapkan kerjasama kelompok tersebut mampu bertahan sampai dengan pasca penelitian.

Dampak ekonomi usahaternak domba terhadap pendapatan rumah tangga

Dampak ekonomi dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya meliputi, perkembangan populasi (skala usaha), produktivitas, peningkatan penjualan ternak, dan dampak ekonomi selama penelitian berlangsung (setahun pengamatan). Data

ex-ante tersebut didapatkan dari hasil survei

sebelum dilakukan introduksi teknologi, sedangkan data ex-post diperoleh dari hasil monitoring bulanan terhadap peternak kooperator melalui formulir yang telah dipersiapkan. Dampak ekonomi tersebut dapat dilihat dari perkembangan usahaternak dari saat awal pengamatan sampai dengan akhir pengamatan tertera pada Tabel 4.

Dampak terhadap mortalitas domba

Berdasarkan pengamatan mortalitas, tampak bahwa pada akhir penelitian cenderung mengalami penurunan sebesar 35,48% dan 64,88% masing-masing di lokasi pengamatan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Majalengka. Rataan kematian ternak tercatat sebesar 1,55 ekor/peternak/tahun menurun menjadi 1 ekor/peternak/tahun (Kabupaten

(6)

Purwakarta), sedangkan sebesar 2,05 ekor/peternak/tahun menurun menjadi 0,72 ekor/peternak/tahun (Kabupaten Majalengka).

Penurunan mortalitas tersebut sebagai salah satu keberhasilan pengobatan yang dilakukan peternak. Terlihat bahwa di lokasi Kabupaten Majalengka penurunan mortalitas cukup tajam dibanding di Purwakarta. Kondisi tersebut karena di Majalengka tingkat skala pemilikan ternak jauh lebih banyak sehingga pada awalnya sering terjadi kematian ternak khususnya di musim penghujan. Pengaruh menagemen penggembalaan penuh, karena pemilikan yang banyak dan kesibukan peternak yang tinggi, peternak cenderung tidak mampu menyediakan rumput secara “cut and carry” khususnya pada penggembalaan dimusim penghujan. Dengan kontrol yang ketat terhadap penyakit cacing melalui pengobatan secara rutin terlihat mampu menekan kematian ternak. Mortalitas ternak terjadi sebagian besar pada ternak muda dan anak. Kerugian yang diderita peternak juga terlihat mengalami penurunan cukup berarti yang pada awalnya mencapai Rp. 42,592,- menjadi Rp. 30.400,-/peternak/tahun (28,63%) di Kabupaten Purwakarta, sedangkan Rp. 134.850,- menjadi Rp. 93.227,-/peternak/tahun (30,87%) di Kabupaten Majalengka.

Dampak Terhadap Skala Usaha.

Dampak skala usaha peternak cukup memberikan gambaran bahwa dengan adanya kegiatan penelitian, dimana pihak peneliti sebagai fasilitator dalam rangka pembinaan, terjadi peningkatan skala pemilikan (pemeliharaan). Pada awalnya rataan hanya mencapai 7,59 ekor dan 18,8 ekor/peternak masing-masing di Kabupaten Purwakarta dan Majalengka, sedangkan pada saat akhir pengamatan mengalami peningkatan mencapai 7,77 ekor/peternak dan 23,96 ekor/peternak (mengalami peningkatan sebesar 2,37 dan 27,45%. Hal tersebut memberi gambaran bahwa peternak telah berkeinginan untuk memperbesar skala pemeliharaan ternak khususnya peternak di Majalengka. Kondisi demikian tampak pada skala pemilikan induk yang cenderung mengalami peningkatan sekitar 5,41 dan 6,49% (peternak di Purwakarta dan Majalengka). Faktor pemilikan induk adalah merupakan aset utama dalam sistem pemeliharaan ternak pola pembibitan. Produktivitas ternak pada skala usaha yang dikelola peternak sangat ditentukan oleh jumlah induk yang dipelihara. Semakin banyak jumlah induk yang dipelihara semakin banyak pula peluang untuk menghasilkan anak (reproduksi), dan lebih berpeluang untuk melakukan penjualan pada periode tertentu. Tabel 4. Analisis dampak perkembangan penelitian kontrol penyakit melalui pendekatan partisipatif dengan

metode “ex-ante” dan “ex-post” analisis (rataan/peternak/tahun). Lokasi pengamatan

Kabupaten Purwakarta Kabupaten Majalengka Peubah

Ex-ante (n=27) Ex-post (n=17) Ex-ante (n=38) Ex-post (n=22) Mortalitas Jumlah (ekor) Kerugian (Rp) 1.55 42.592 1.00 (35.48%)** 30.400 (28.63%)** 2.05 134.850 0.72 (64.88 %)** 93.227 (30.87%)** Skala pemilikan Induk (ekor) Total (ekor) 3.14 7.59 3.30 (5.41 %)* 7.77 (2.37 %)* 9.24 18.8 9.84 (6.49 %)* 23.96 (27.45 %)* Penjualan ternak Jumlah (ekor) Nilai jual (Rp) 1.89 324.259 3.71 (96.29 %) 785.882 (136.81%)* 5.95 1.112.500 11.18 (87.89%) 2.082.818 (87.22 %)* (Dalam kurung)

**: Penurunan selama setahun (%) : Peningkatan selama setahun (%)

(7)

Dampak terhadap ekonomi usahaternak

Indikator dampak ekonomi program penelitian tersebut adalah seberapa jauh perkembangan peternak melakukan transaksi penjualan domba yang dipelihara (pada periode tertentu), dan nilai jual yang dihasilkan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kapasitas penjualan domba oleh peternak. Rataan penjualan meningkat, yakni dari 1,89 ekor meningkat menjadi 3,71 ekor/peternak/tahun di Kabupaten Purwakarta, sedangkan di Kabupaten Majalengka dari 5,59 ekor menjadi 11,18 ekor/peternak/tahun. (peningkatan 96,29 vs 87,89%/tahun). Kondisi demikian menunjukkan bahwa populasi yang cenderung meningkat, demikian juga penjualan ternak. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kualitas usahaternak selama pembinaan. Dari nilai jual domba di Kabupaten Purwakarta terlihat cukup meningkat tajam (meningkat 136,81%/tahun), sedangkan di lokasi Kabupaten Majalengka meningkat sebesar 87,22%/tahun (Tabel 4). Nilai jual tersebut selain faktor jumlah, juga faktor kualitas domba yang lebih bagus sehingga diperoleh nilai jual tiap ekor yang lebih tinggi. Peningkatan kualitas domba tersebut terjadi karena beberapa hal yakni pengaruh kualitas bibit yang lebih bagus, kualitas kesehatan ternak, disamping pengaruh managemen pakan dan perkandangan, serta kerjasama kelompok, yang berdampak meningkatnya produktivitas.

Hasil pengamatan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian KARTAMULIA

et al. (1993). Selanjutnya dikatakan bahwa

melalui pembinaan dan program paket kredit 4 ekor induk pada peternak domba di kawasan perkebunan karet di Sumatera Utara, hanya mampu meningkatkan pendapatan peternak sebesar 22%

Penelitian lain di perkebunan karet dengan

flock size 20 ekor induk/peternak dicatat

mampu meningkatkan pendapatan 25% dari usahaternak domba (HORNE et al., 1994). KARO-KARO et al., (1994) juga melaporkan bahwa pada penerapan adopsi teknologi domba

“Hair” mampu meningkatkan pendapatan

sebesar 48,9% pada peternak penerima paket domba melalui penerapan teknologi perkandangan, breeding, kesehatan yang dilakukan melalui (Partial budget analisys) dengan memasukkan faktor input dan output.

Tingginya dampak peningkatan pendapatan dalam penelitian diantaranya disebabkan: 1. Karena ketepatan dalam pemilihan lokasi

penelitian dimana peternak belum mendapatkan sentuhan teknologi usahaternak sehingga dengan pembinaan akan cepat merubah sistem budidaya yang lebih baik.

2. Managemen pemeliharaan yang digembalakan penuh tanpa sentuhan teknologi pengobatan. Melalui penerapan penelitian obat cacing tersebut cukup membangkitkan peternak untuk melakukan pengobatan sehingga kasus mortalitas dapat ditekan.

3. Pada penelitian tersebut juga

didistribusikan domba persilangan baik pejantan maupun betina dan juga pejantan Domba Garut (di Majalengka) sehingga mampu memperbaiki produktivitas domba yang ada. Proses perkembangan dampak ekonomi penelitian partisipatif tersebut pada terlihat pada (Ilustrasi 1), dimana proses adopsi teknologi tersebut terlihat berdampak pada peningkatan populasi, produktivitas, penurunan mortalitas, dan secara langsung terhadap pendapatan rumah tangga peternak.

(8)

Program Analisis Dampak Ekonomi (Selama Setahun)

Adopsi Teknologi Dampak Ekonomi

Penelitian pemanfaatan obat Cacing pada

Usahaternak domba secara Partisipatif * Pengetahuan peternak Peningkatan Managemen usahaternak (pemeliharaan) Managemen pakan Managemen pengobatan (obat cacing) Managemen pemuliaan *.Usaha Managemen kelompok

*Peningkatan skala usaha *Peningkatan produktivitas *Penurunan mortalitas *Peningkatan kualitas ternak *Peningkatan pembinaan kelompok Peningkatan populasi Peningkatan penjualan Ternak - Peneliti - Staf Dinas - Aparat Desa Metode Pelatihan - Pertemuan bulanan - Penyuluhan - Study banding Pembinaan Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga

Gambar 1. Diagram analisis dampak ekonomi penelitian kontrol parasit cacing di lokasi

pengamatan (Kabupaten Purwakarta dan Majalengka).

KESIMPULAN

Hasil penelitian kontrol penyakit cacing melalui pendekatan pertisipatif di Kabupaten Purwakarta dan Majalengka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengamatan selama setahun berdampak positif bagi pengembangan usahaternak domba dilokasi, yakni terjadi peningkatan teknologi sistem usahaternak domba (adopsi teknologi), baik dalam hal managemen sistem usahaternak, managemen pakan, managemen pemuliaan dan sistem perkandangan.

2. Terjalin pula peningkatan dinamika kelompok yang mampu memecahkan permasalahan usahaternak khususnya dalam penanggulangan parasit cacing yang sangat merugikan peternak secara berkelanjutan.

3. Peningkatan sistem produksi tersebut berdampak terhadap meningkatnya skala pemilikan ternak yang sekaligus akan meningkatkan proporsi penjualan ternak/periode sehingga akan meningkatkan pendapatan rumah tangga peternak.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

AMIR, P. and KNIPSCHEER. 1989. Conducting On-farm Animal Research Procedure and Economic Analysis. Winrock International Institute for Agricultural Development an International Development Reseatch Centre. Morrilton, Arkansab, USA.

BERIAJAYA and STEVENSON. 1986. Reduced Productivity in Small Ruminant in Indonesia as Result of a Gastrointestinal Nematode infection. In Livestock Production and Diseases in the Tropic. Trop Vet. Med. Kuala Lumpur., Malaysia. Thth.

CHADHOKAR, P.A. 1982. Gliricidia Maculata. A Promising Legumes Fodder Plant. Word Anim Rep. No. 44. Pp. 36-43.

HANDAYANI dan GATENBY 1988. Effect of

Management System, Legume Feeding and Anthelmintic Treatment on The Performance of Lambing in Nort Sumatera. Trep Anim. Htth. Prod. 20:122-128.

HORNE ,P.M.,R.M.GATENBY,L.P.BATUBARA and S.KARO-KARO. 1994. Research Proirities for

Integrated Tree Cropping and Small Ruminan Production Systems in Indonesia. Pros. Seminar Nasional Saint dan Teknologi Peternakan, Balai Penelitian Ternak. Bogor

KARTAMULIA,I.,S. KARO-KARO and J.DE BOER.

1993. Economic Analysis of Sheep Grazing in Rubber Plantations : A Case Study of OPMM Menbang Muda Working Paper 145. SR-CRSP. Sei Putih. Indonesia.

KARO-KARO,S.,E.SEMBIRING dan J.SIRAIT. 1994. Adopsi Teknologi dan Analisis Usahaternak Domba “Hair” dan Hasil Persilangan di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Sain dan Teknologi Peternakan, Balai Penelitian Ternak. Bogor.

MARDIKANTO, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Purwokerto.

MATHIUS, I.W. 1991. Tanaman Glirisidia Sebagai

Bank Pakan Hijauan Untuk Makanan Kambing-Domba. Wartazoa. 2(1-2). Puslitbang Peternakan. Bogor.

PRIYANTI, A.,T.D. SOEDJANA and R.J. LUDGATE.

1990. Allocation at Work and Leisure Time by Potential Labor Sources Among OPP Farmers, West Java. SR-CRSP Working Paper no. 113. SOEHADJI. 1992. Pembangunan Peternakan dalam

Pembangunan Jangka Panjang. Prosiding Agro-Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Partisipasi peternak dalam pemanfaatan pakan tambahan di dua lokasi pengamatan
Tabel 2. Partisipasi pengobatan oleh peternak di lokasi pengamatan
Tabel 3. Partisipasi peternak dalam pemanfaatan pejantan unggul di lokasi pengamatan  Partisipasi peternak (%)  Peubah
Tabel 4. Analisis dampak perkembangan penelitian kontrol penyakit melalui pendekatan partisipatif dengan  metode “ex-ante” dan “ex-post” analisis (rataan/peternak/tahun)
+2

Referensi

Dokumen terkait