• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta 2020

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA DALAM

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Risa Lailatul Maqfiroh1, Mellia Silvy Irdianty2 1

Mahasiswa/Prodi D3 Keperawatan/Fakultas Ilmu Kesehatan/Universitas Kusuma Husada Surakarta

2

Dosen/Prodi D3 Keperawatan/Fakultas Ilmu Kesehatan/Universitas Kusuma Husada Surakarta

Email : risalailatul488@gmail.com

Abstrak

Asma merupakan penyakit pada jalan napas yang mengalami penyempitan di saluran napas sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan. Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan pada pasien asma untuk meningkatkan saturasi oksigen dengan menggunakan teknik relaksasi napas dalam dan untuk menurunkan respration rate menggunakan posisi semi fowler. Tujuan dilakukan studi kasus ini untuk mengetahui dan mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan pada pasien asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Metode dalam studi kasus ini menggunakan wawancara dan observasi. Subjek studi kasus ini adalah satu orang pasien asma diruang instalasi gawat darurat. Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa pasien asma yang diberikan tindakan relaksasi napas dalam dan posisi semi fowler yang dilakukan tiga kali dan diobservasi setiap 15 menit menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen dan penurunan respiration rate dari 26x/menit menjadi 22x/menit. Rekomendasi tindakan posisi semi fowler dan relaksasi napas dalam dilakukan pada pasien asma dengan masalah pola napas tidak efektif.

Kata Kunci : Asma, Posisi Semi Fowler, Teknik Relaksasi Napas Dalam

(2)

PENDAHULUAN

Asma merupakan masalah kesehatan global yang diderita oleh seluruh kelompok usia yang menyebabkan kematian (GINA, 2015). Data dari WHO (2017) bahwa asma saat ini masih tinggi, diperkirakan penderita asma diseluruh dunia mencapai 235 juta orang dan kematian yang disebabkan oleh asma. Hal ini diperkirakan bahwa asma menyebabkan 346.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun.

Data dari RISKESDAS (2018) penyakit asma di Indonesia mencapai 57,5%. Prevalensi asma di Jawa Tengah tahun 2013 mencapai 6,47% sedangkan pada tahun 2018 4,58% dan tertinggi di Provinsi Aceh 68,9%. Berdasarkan dari data tersebut penderita penyakit asma mengalami penurunan dan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyakit asma.

Faktor yang menyebabkan penyakit asma meliputi alergi (faktor paling kuat), dan terpapar zat alergen dalam waktu yang lama (misalnya serbuk sari, debu atau binatang), latihan fisik, stres atau perasaan

marah, infeksi virus pada jalan nafas dan yang paling sering menyebabkan kekambuhan penyakit asma yaitu cuaca yang dingin (Smeltzer, 2018). Faktor risiko asma sangat mempengaruhi oksigenasi pada manusia.

Asma disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas, gangguan pada bronkus yang ditandai adanya bronkospasme periodik yang reversibel (kontraksi berkepanjangan saluran nafas bronkus) (Black & Hawks, 2014). Hyperventilation yang diikuti dengan kecemasan merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita asma, sehingga mengakibatkan bronkokonstriksi jalan nafas (PDPI, 2014).

Salah satu intervensi yang dilakukan pada pasien asma untuk memaksimalkan ventilasi paru adalah latihan pernafasan diafragma yang dilakukan dengan inspirasi maksimal melalui hidung dan mengurangi kerja otot pernafasan, sehingga meningkatkan perfusi dan perbaikan kinerja alveoli untuk mengefektifkan difusi oksigen yang akan meningkatkan kadar O2 dalam

(3)

paru dan meningkatkan saturasi oksigen (Zega et al dalam Mayuni dkk, 2015). Selain itu yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pola nafas tidak efektif adalah dengan pengaturan posisi semi fowler pada pasien asma untuk penurunan

respiration rate (Arifian &

Kismanto, 2018). Prosedur penelitian ini di awali dengan melakukan pengukuran nilai SPO2 pasien menggunakan oxymetri dan frekuensi nafas menggunakan stopwatch selama satu menit. Setelah itu pasien pasien diberikan intervensi nafas dalam dan pengaturan posisi semi fowler untuk menurunkan respiration rate dan setelah diobservasi 30 menit, dilakukan pengukuran kembali SPO2 (Yulia dkk, 2019).

METODE

Studi kasus dilakukan di RSUD Salatiga dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2020 di ruang Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang dirawat berinisial Ny. S berusia 58 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, pekerjaan wiraswasta. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan

pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi.

HASIL

Hasil pengkajian yang didapatkan dari data subjektif pasien mengatakan sesak napas dengan data objektif didapatkan irama napas tidak teratur, terdapat suara napas tambahan wheezing, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, pernapasan pursed-lips, TD: 180/100 mmHg, N: 107x/menit, RR: 26x/menit, SPO2: 92%.

Diagnosis yang muncul berdasarkan pengumpulan data pada Ny. S didapatkan data subjektif pasien mengatakan sesak napas. Data objektif didapatkan irama napas tidak teratur, terdapat suara napas tambahan wheezing, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, pernapasan pursed-lips, TD: 180/100 mmHg, N: 107x/menit, RR: 26x/menit, SPO2: 92%. Berdasarkan hasil dari data fokus tedapat masalah keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas dibuktikan dengan pola

(4)

napas abnormal (takipnea), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan pursed-lips dan pernapasan cuping hidung (D.0005).

Intervensi yang dilakukan selama 1x6 jam diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil pola napas membaik (L.01004) dispnea menurun, penggunaan otot bantu napas menurun, pernapasan cuping hidung menurun, pernapasan pursed-lips menurun dan frekuensi napas membaik.

Menggunakan intervensi manajemen jalan napas (I.01011) yaitu monitor pola napas, monitor bunyi napas tambahan (wheezing), posisikan semi fowler, dan berikan relaksasi napas dalam. Pemantauan respirasi (I.01014) yaitu monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, monitor saturasi oksigen, dokumentasi hasil pemantauan, dan informasikan hasil pemantauan. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi respiration rate dan menaikkan saturasi oksigen.

Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 21 Februari 2020 untuk mengatasi masalah keperawatan Ny.S yaitu pola napas

tidak efektif. Pada jam 10.40 WIB dilakukan pengecekan RR dan SPO2 didapatkan data subjektif Ny.S mengatakan sesak napas dengan data objektif pasien tampak sesak, TD: 180/100 mmHg, N: 107x/menit, RR: 26x/menit, Suhu : 36,7°C dan SPO2: 92%, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung dan pernapasan pursed-lips kemudian diberikan posisi semi fowler dan relaksasi napas dalam selama 15 menit, setelah 15 menit diobservasi mengecek RR dan SPO2 pada jam 10.55 WIB dengan data subjektif pasien mengatakan bersedia melakukan posisi semi fowler dan relaksasi napas dalam data objektif pasien memposisikan semi fowler, pasien melakukan relaksasi napas dalam TD: 170/100 mmHg, N: 103x/menit, RR: 23x/menit, SPO2: 95%, dan Suhu : 36,4°C, penggunaan otot bantu pernapasan sedikit menurun, pernapasan purded-lips sedikit menurun dan pernapasan cuping hidung sedikit menurun. Kemudian kembali lagi tetap dalam posisi semi fowler dan diberikan relaksasi napas dalam selama 15 menit, setelah 15 menit di observasi

(5)

pada jam 11.10 WIB dengan data subjektif pasien mengatakan sesak napas sedikit berkurang data objektif TD: 150/90 mmHg, N: 100x/menit, RR: 22x/menit, Suhu : 36,3°C, dan SPO2: 97%, penggunaan otot bantu pernapasan menjadi menurun, pernapasan pursed-lips menurun dan pernapasan cuping hidung menurun.

Setelah diberikan posisi semi fowler dan relaksasi napas dalam diperoleh evaluasi pada jam 11.50 WIB data subjektif pasien mengatakan sesak napas berkurang dengan data objektif TD: 150/90 mmHg, N: 100x/menit, RR : 22x/menit, Suhu : 36,3°C, dan SPO2: 97%, penggunaan otot bantu pernapasan menjadi menurun, pernapasan pursed-lips menurun dan pernapasan cuping hidung menurun, assesment masalah teratasi, planning hentikan intervensi (anjurkan pasien untuk tidak beraktivitas berlebihan, anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tebal agar tidak memicu serangan asma).

Grafik 4.3 Pengukuran Saturasi Oksigen Setelah Relakasi Napas Dalam dan Posisi Semi

Fowler

Grafik 4.3 Pengukuran

Respiration Rate Setelah Relaksasi

Napas Dalam dan Posisi Semi

Fowler

Berdasarkan grafik 4.3 pengukuran saturasi oksigen setelah relakasi napas dalam dan posisi semi fowler dan grafik 4.3 pengukuran respiration rate setelah relaksasi napas dalam dan posisi semi fowler diketahui bahwa status oksigen dengan pemberian posisi semi fowler dan relaksasi napas dalam yang dilakukan tiga kali serta diobservasi setiap 15 menit yaitu SPO2 dan

respiration rate menunjukkan

(6)

pertama sampai dengan pengukuran ketiga.

PEMBAHASAN

Asma disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas, gangguan pada bronkus yang ditandai adanya bronkospasme periodik yang reversibel (kontraksi berkepanjangan saluran nafas bronkus) (Black & Hawks, 2014). Hyperventilation yang diikuti dengan kecemasan merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita asma, sehingga mengakibatkan bronkokonstriksi jalan nafas (PDPI, 2014). Serangan asma juga terjadi karena otot polos dari bronkus mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami

pembengkakan akibat

peradangan/inflamasi dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara (Sutanto & Wawan, 2013). Hal ini dapat menyebabkan penderita asma akan mengalami kekurangan oksigen dan mengakibatkan peningkatan frekuensi pernapasan karena asma dapat menyebabkan terjadinya penyempitan saluran pernapasan yang di interpretasikan melalui sesak

napas dan penurunan saturasi oksigen dalam tubuh (Yulia dkk, 2019).

Penulis mengangkat diagnosa pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas dibuktikan dengan pola napas abnormal (takipnea), terlihat penggunaan otot bantu pernapasan dan pernapasan cuping hidung (D.0005) sebagai diagnosis prioritas pertama sesuai dengan buku SDKI (2017) karena adanya sesak napas atau dispnea.

Pasien asma untuk memaksimalkan ventilasi paru adalah latihan pernafasan diafragma yang dilakukan dengan inspirasi maksimal melalui hidung dan mengurangi kerja otot pernafasan, sehingga meningkatkan perfusi dan perbaikan kinerja alveoli untuk mengefektifkan difusi oksigen yang akan meningkatkan kadar O2 dalam paru dan meningkatkan saturasi oksigen (Zega et al dalam Mayuni dkk, 2015). Selain itu yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pola nafas tidak efektif adalah dengan pengaturan posisi semi fowler pada pasien asma untuk

(7)

penurunan respiration rate (Arifian & Kismanto, 2018).

KESIMPULAN

Berdasarkan pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas dibuktikan dengan pola napas abnormal (takipnea), terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan pursed-lips dan pernapasan cuping hidung yang diberikan tindakan keperawatan teknik relaksasi napas dalam dan posisi semi fowler yang dilakukan selama tiga kali dan diobservasi setiap 15 menit mendapatkan hasil saturasi oksigen mengalami peningkatan dan respiration rate mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dalam pemberian relaksasi napas dalam dan posisi semi fowler pada pasien asma sehingga diharapakan tenaga kesehatan dapat mengimplementasikan teknik relaksasi napas dalam dan posisi semi fowler pada pasien asma.

SARAN

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis asma, penulis memberikan masukan positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Rumah sakit khususnya RSUD Salatiga dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tim kesehatan maupun pasien serta keluarga pasien. Melengkapi sarana dan prasarana yang sudah ada secara optimal dalam pemenuhan asuhan keperawatan pola napas tidak efektif pada pasien asma yang dapat mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan lebih meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang telah berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yang

(8)

profesional, terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.

3. Bagi Tenaga Kesehatan Khusunya Perawat

Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

memberikan tindakan

keperawatan non farmakologis yaitu posisi semi fowler dan teknik napas dalam yang bisa diaplikasikan sebagai tindakan alternatif untuk menurunkan

respiration rate dan

meningkatkan saturasi oksigen. 4. Bagi Pasien

Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang bagaimana menangani penyakit asma saat kambuh dengan tindakan yang tepat dan benar sehingga masalah teratsi dan kebutuhan oksigenasi terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Arifian, L., & Joko Kismanto. 2018. Pengaruh Pemberian Posisi

Semi Fowler Terhadap

Respiration Rate Pada

Pasien Asma Bronkial Di

Puskesmas Air Upas

Ketapang. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada-Juli 2018. Surakarta

Budiono & Sumirah Budi Pertami. 2016. Konsep Dasar

Keperawatan. Jakarta :

Bumi Medika

Boyd, Claire. 2015. Panduan Praktik

Klinis Untuk Perawat.

Yogyakarta : Erlangga

Digiulio, M., Donna J., & Jim K. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Rapha Publishing Fadhilah, H., Mustikasari, Aprisunadi dkk. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Definisi dan Tindakan

Keperawatan. Jakarta

Selatan: Dewan Pengurus Pusat & Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Setiawan, Kayan. 2018. Asma

Bronkial. Pengalaman

Belajar Lapangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali

Susan C. Smeltzer. 2018.

Keperawatan

Medikal-Bedah (Handbook For

Brunner & Suddarth’s

(9)

Medical-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta : EGC

Tarwoto & Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Yulia, A., Dahrizal., & Widia Lestari. 2019. Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada

Pasien Asma. Jurnal

Keperawatan Raflesia, Vol. 1 No. 1 hal. 67-75

Gambar

Grafik  4.3  Pengukuran  Saturasi  Oksigen  Setelah  Relakasi  Napas  Dalam  dan  Posisi  Semi  Fowler

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran Daerah Provinsi Daerah

Ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera memiliki bau yang segar hingga penyimpanan pada hari ke-4 dan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air

Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen konteks lingkungan program yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan dan tujuan sekolah, orangtua, masyarakat,

Selanjutnya studi pendahuluan kedua yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 03 Agustus 2019 dengan mendatangi kawasan Pasar Pagi Sekayu dengan mewawancarai seorang

Digitized Pictures adalah sebuah video yang diambil apakah itu dari kamera video, VCR, video disc player atau live video yang disimpan pada sebuah komputer dan digunakan

Dari Skema Flochart gambar 2 diatas dapat dijelaskan bahwa memulainya suatu sistem pada awal start primary dan secondary server dan dengan dilanjutkan dengan memproses dengan

Hibrida ikan lele dari strain betina Masamo-jantan Sangkuriang mempunyai nilai heterosis lebih besar dibandingkan nilai yang dihasilkan oleh ikan lele Sangkuriang-2

Kemenristek Dikti yang telah mendanai penelitian ini dengan memberikan dana Hibah Penelitian Dasar Kemenristek Dikti Tahun Anggaran 2019 dengan judul penelitian