• Tidak ada hasil yang ditemukan

Not Just A Friendship, We Are Big Family

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Not Just A Friendship, We Are Big Family"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Not Just A Friendship,

We Are Big Family

“He’s getting married!” ucap Laras setengah ragu.

“So what?” pertanyaan tapi dengan pandangan penuh selidik dilontarkan seperti tanpa punya perasaan oleh Lian, sahabat Laras yang awalnya hanya sebagai teman chatting biasa dan akhirnya bisa menjadi seakrab sekarang.

Malam itu mereka sedang berdua saja, di sebuah taman yang entah bagaimana mulanya bernama TT, tempat mereka biasa berkumpul dengan teman-teman chatting yang lain. Atau lebih tepatnya sebuah group yang terbentuk di sebuah fasilitas chatting bernama mig33, dan memiliki room khusus yaitu Taman Asmoro.

Setelah sejenak terdiam, akhirnya Laras berujar, “Ya… nggak apa sie Li. Cuman…” dan sekali lagi Laras nampak ragu dengan kalimat yang akan diucapkannya.

“Cumaaaaaa…” Lian yang sesekali menyesap cappuccino pesanannya seperti tak sabar dengan kalimat menggantung yang diucapkan oleh Laras.

“Entahlah.” Hanya kalimat singkat itu yang terlontar dari mulut Laras setelah beberapa saat ia tampak seperti berpikir.

“Do you still love him?”

“Eh?” Laras tampak terkejut dengan pertanyaan yang tak diduganya akan ditanyakan oleh Lian tanpa basa basi.

“Just ask, apa kamu masih cinta sama dia?”

“Nope! Dia emang mantan aku dan itu udah lama banget Li. Empat tahun. And now, we just friends.”

“So, dimana letak salahnya dengan dia menikah?”

“Ya, memang nggak ada yang salah. But, just for your info, dia nikah dengan anak SMA dan karena MBA.”

(2)

“Teruuuuus… hubungannya sama kamu dimana?” “Nggak tau kenapa, aku merasa dibohongi Ra.” “Dibohongi?”

“Yup, selama ini kita berteman Li, karena toh kita putus baik-baik. Kesepakatan kita berdua, karena masalah jarak yang nggak bisa kita akalin supaya hubungan kita terus jalan dengan enak. Dan setelah itu, kita berteman, sesekali bertukar kabar, atau just say hi lewat sms. Kadang juga ketika ia ke Malang, aku menemaninya jalan-jalan. Aku juga masih berhubungan baik dengan ibunya.” Jelas Laras, sambil sesekali memainkan ice cappuccino yang sedari tadi tak disentuhnya.

“Erm, sorry… aku belum dapet dimana point-nya kenapa kamu merasa dibohongi say.”

“Ya, selama kita berhubungan itu, dia nggak pernah cerita kalo dia pacaran. Jangankan pacaran dia bahkan nggak ada cerita kalau dia sedang dekat dengan seseorang. Nah sekarang ada cerita dia kok mau nikah, gara-gara MBA lagi Li.”

“Hmmm…”

“Apa salah Ra, kalau aku merasa dibohongi?”

“Dear, boleh aku ngomong sesuatu nggak? Tapi sebelumnya maaf kalo-kalo aja kamu kurang berkenan.” Kata Lian seperti sedang mengatur kalimat yang akan diucapkannya. Dan Laras hanya menjawab dengan anggukan kepala.

“Kamu sudah putus ama dia. PUTUS.” Ujar Lian, begitu menekankan pada kata putus, dan Laras hanya diam saja. “Walau okelah kalau memang kalian sekarang berteman, tapi ya itu just friend”

“Ya memang seperti itu kan, seperti yang tadi aku bilang juga.” kata Laras terlihat bingung dengan setiap ucapan Lian.

“Nah kalian cuman teman, jadi ya… gak ada alasan buat dia untuk menceritakan semua detail perjalanan hidupnya ke kamu. Dia nggak cerita, bukan berarti dia berbohong. Dan toh kalian kini sudah bukan siapa-siapa lagi buat masing-masing. Jadi ya, tetap aja nggak ada yang salah dari dia.”

(3)

“Tapi, bahkan dia juga nggak cerita sama ibunya. Dia bahkan bohong sama ibunya. Aku seperti sudah tak mengenal dia lagi.”

“Mungkin bener dia bohong sama ibunya, tapi bukan sama kamu. Dan juga, itu sudah bukan urusanmu lagi kan?”

“…”

Laras hanya diam mendengar kata perkata yang dilontarkan oleh Lian, sibuk dengan pikirannya. Lian pun sepertinya coba memberi waktu pada Laras untuk memikirkan kembali apa yang baru saja ia ucapkan. Ia tau bahwa Lian mungkin tak akan begitu saja menerima pernyataannya. Pasti ia akan membela pemikirannya, sesuatu yang bisa menenangkan dirinya, sesuatu yang kadang bisa jadi adalah sangkalan dirinya atas apa yang sebenarnya sudah ia ketahui, apa yang seharusnya ia lakukan pada lelaki yang pernah menjadi masa lalunya itu.

“Li…” “Hmm…”

“Ada lagi yang buat aku berpikir dan merasa dibohongi, merasa sakit.” Kata Laras lagi, dan sebelum Lian berkata apa-apa ia kembali berkata, “Ibunya sampai minta maaf sama aku Li. Entah mengapa itu juga buat aku lebih merasa dibohongi.”

“Ibunya minta maaf? Buat?”

“Ya, kelakuan anaknya. Ibunya berharap aku yang menjadi bagian dari keluarga mereka, tapi yang ada sekarang anaknya malah menghamili orang lain. Waktu ibunya minta maaf, yang aku rasakan sakit Li, nyesek banget.”

“Apa kamu punya alasan lain kenapa kamu bisa merasa sesakit itu?”

“Maksud kamu Li?”

“Gini, dia mantan kamu. 4 tahun lalu. Kamu berteman dengan dia. So, dia hanya sekedar teman dan bukan siapa-siapa. HANYA TEMAN.” Lian memberi jeda sejenak sambil memandang sahabatnya, “dan sekarang dia akan menikah, apapun alasannya entah itu memang karena dia MBA atau

(4)

apalah, yang ada dihadapanmu sekarang dia akan menikah. Seorang TEMANmu akan menikah.”Lian begitu terlihat menekankan ucapannya pada kata teman, hingga setelah menyesap cappuccinonya ia kembali berujar, “So, kamu cari didalam diri kamu sendiri. Apa alasanmu untuk merasa sakit karena temanmu akan menikah.”

“…”

“Cuman kamu yang tau jawabannya Ras, bukan aku atau temanmu itu atau siapapun. Cuman kamu. Find it, and deal with it.”

“Semudah itu ya Li?”

“Aku nggak mengatakan akan mudah, dear. Tapi aku yakin kamu pasti bisa.”

“Kadang, aku merasa begitu pengen pergi dari semua masalah ini Li. Kadang aku merasa…” Laras seperti sibuk mencari kata yang pas dengan apa yang dirasakannya, dan sedetik kemudian “merasa sendiri.”

“Hey dear, kamu nggak sendiri. Kamu ada aku, kalaupun mungkin aku nggak selalu bisa ada buat kamu, masih ada temen-temen Taman Asmoro yang bakal ada buat kamu.”

“…”

“Itu juga kan arti slogan kita, Not Just A Friendship, We

Are Big Family, walau mungkin kita hanya sering bersua di

layar kecil handphone kita, disebuah rumah virtual bernama Room Taman Asmoro tapi itulah kita dear. Family. Nggak akan ada keluarga kamu yang ingin kamu merasakan sakitmu sendiri. Walau mungkin kamu tak bercerita tapi somehow, secara tidak langsung mereka bisa menjadi tempat penghiburan tersendiri untukmu.”

“…”

“Memang tak mudah untuk tertawa disaat hati kita merasa sakit, tapi coba kamu kasih aja mereka dengan emoticon :( mu pasti mereka akan bertanya ‘ada apa’, pertanyaan simple, tapi itu tanda bahwa kita peduli.”

(5)

Sejenak hanya ada suara motor yang lalu lalang mengisi kekosongan diantara mereka.

Mereka seperti asyik dengan pikiran masing-masing. Bergelut dengan apa yang mereka rasakan. Laras yang sibuk mencerna setiap apa yang Lian ucapkan dan Lian berusaha untuk memberikan pendapatnya tanpa harus menyakiti hati sahabatnya itu.

Sesaat kemudian Laras kembali berujar, seakan memecahkan diam yang mereka ciptakan, “Kadang aku sedikit takut, takut untuk mengutarakan kesedihanku, tapi aku tak bisa bercerita banyak mengapa aku bersedih.”

“Takut? Kenapa?”

“Aku takut mereka akan bilang aku lebay lah, atau apa lah. Sedang saat itu aku tak bisa bercerita, dan menerima judge seperti itu tidaklah mudah.”

“Hey, memang seperti itu akan keluar dari mereka yang tak mengerti, tapi dari celatukan mereka juga mungkin kamu bisa menelaah, apa tepat untuk merasakan sakit atau sedih yang sedang kamu rasakan. Ya, pinter-pinter kita juga lah untuk bercerita sesuatu yang tak harus secara gamblang atau mengungkapkan kalau memang itu yang sedang terjadi dengan kita. Nggak mudah tapi ya itulah mereka, berbagai macam pikiran dan pendapat.”

“…”

“Tapi satu hal yang pasti, kalau mereka tau kamu benar-benar sedang tidak enak hati pasti mereka akan mengerti dengan menjaga ucapan mereka. That’s what family are for”

“So, tentang temanmu yang bakal nikah. Sekali lagi kalo boleh aku bicara, dia sudah bukan siapa-siapa kamu Re, dengan dia tidak bercerita masalah pribadinya, itu sudah cukup menunjukkan bahwa dia bukan siapa-siapa lagi. Jangan sakiti hati kamu dengan pikiran kamu sendiri. Just let it go.”

“Thanks Li.” “Cumi-cumi say.”

(6)

“And Li, jangan cerita sama siapa-siapa yah, even our ‘family’!”

“Nggak akan, tanpa persetujuanmu say.” “Sip.”

Hari beranjak malam dan seperti biasa satu persatu teman yang mereka sebut keluarga berdatangan sesuai jadwal yang biasa mereka tetapkan jika ingin sekedar berkumpul di TT, jam 08.00 saat semua kegiatan mereka yang lain sudah rampung.

Ada kelegaan di hari Lian setelah akhirnya mereka berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Sesuatu yang menghimpit dadanya seakan terangkat. Sejak tadi ia berusaha menahan apa yang ingin diceritakannya pada Laras, berusaha hanya menjadi pendengar. Sebenarnya ia mengerti apa yang tengah dirasakan oleh Laras karena di lain sisi iapun kini tengah memendam perasaannya pada seseorang yang jauh disana, yang tadi pagi menghubunginya dan mengatakan tak bisa lagi bersamanya.

Gelak tawa itu, rasa yang sederhana yang mereka ciptakan dan berikan menjadi satu penghiburan tersendiri bagi semua anggota keluarga yang ada. Karena itulah mereka. Not

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Demikian Pengumuman Pemenang Pelelangan ini dibuat dan ditandatangani pada hari, tanggal dan bulan sebagaimana tersebut di atas untuk dipergunakan sebagaimana

Dalam sistem akuntabilitas, pengawasan ini merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh internal lembaga tersebut melalui berbagai kegiatan, seperti rapat, evaluasi program,

Nama Pekerjaan : Penyusunan Identifikasi Potensi Lahan Agribisnis dalam Rangka Mendukung Pengembangan Kawasan Terpadu di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nilai HPS

Analisis Faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak diubah menjadi

Jika hasil bidikan yang diulang adalah bebas dan kemampuan tetap, maka peluang orang tersebut menembak tiga kali dengan hasil tembakan pertama kali meleset dan

Candi Baru Sidoarjo dengan menggunakan metode Work Load Analysis ( WLA ) dapat di simpulkan bahwa beban kerja karyawan pada bagian proses Persiapan 99.56 % dengan jumlah

Penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Berita Pada Siswa Kelas VIII A SMP 10 November Binangun Dengan Pendekatan Kontekstual Tahun Pelajaran