423
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
PENDAHULUAN
Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Saat ini, banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapat efi kasi maksimal zat aktif obat dan menyediakan alternatif pilihan bentuk sediaan yang terbaik.1,2 Obat topikal merupakan salah
satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi.
Banyaknya pilihan bentuk sediaan, memer-lukan kecermatan dalam memilih, karena di samping pertimbangan bahan aktif, bentuk sediaan berpengaruh terhadap keberhasilan terapi. Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi ke-lainan kulit diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keber-hasilan terapi topikal di samping faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat agar diperoleh efi kasi maksimal dengan efek samping minimal.1,2 Suatu uji coba efektivitas
yang membandingkan sediaan losion dan salep untuk kulit kepala memperlihatkan ba-nyaknya kasus drop out karena ketidaknya-manan terhadap bentuk sediaan obat.6
Berbagai laporan mencoba membandingkan efektifi tas berbagai bentuk sediaan topikal pada satu macam penyakit; terlihat bahwa se-diaan baru memiliki kelebihan dibandingkan bentuk konvensional.3-5
BENTUK SEDIAAN TOPIKAL
Defi nisi topikal
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah per-mukaan tertentu.7 Dalam literatur lain
dis-ebutkan kata topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat.8 Secara luas
obat topikal didefi nisikan sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.9
Berbagai bentuk sediaan obat topikal Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa (ve-hikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat ber-bentuk cair atau padat yang membawa ba-han aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah
dibersih-kan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan.1,2,9-11
Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan dalam memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.2 BAHAN PEMBAWA
Bahan pembawa yang banyak dipakai: 1. Lanolin
Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak digunakan pada produk kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar salep lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa.9,11
2. Paraben
Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak di-gunakan sebagai pengawet sediaan topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bak-terisid lemah. Paraben banyak dipakai pada shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.2,9,11
Berbagai Bentuk Sediaan Topikal
dalam Dermatologi
Yanhendri, Satya Wydya Yenny
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RS Dr. M. Djamil, Padang, Indonesia
ABSTRAK
Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara pakai, lama peng-gunaan obat agar diperoleh efi kasi yang maksimal dan efek samping minimal.
Kata kunci: sediaan topikal, dermatologi, vehikulum
ABSTRACT
Topical medication is one form of drug therapy is often used in dermatology. This drug consists of vehiculum (carrier) and the active substance. Accuracy choosing topical dosage forms in accordance with the conditions of the skin disorder is one of the factors that play a role in the suc-cess of topical therapy, in addition to other factors such as: concentration of active drug substances, eff ects of physics and chemistry, how to use, duration of the drug use in order to obtain maximum effi cacy and minimal side eff ects. Yanhendri, Satya Wydya Yenny. Various Topical Preparations in Dermatology.
Key words: topical preparation, dermatology, vehiculum
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 423
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
424
3. Petrolatum
Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50°C, dapat mengikat kira-kira 30% air.9,11
4. Gliserin
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin memiliki 3 kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam air.9,11
Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 ke-lompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga pem-bagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta pendingin.1,2,11,12
Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pela-rutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai da-lam kompres biasanya bersifat astringen dan antimikroba.1,2,10,11
Indikasi cairan
Penggunaan kompres terutama kompres ter-buka dilakukan pada11:
a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi. b. Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada erisipelas. c. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk me-ngangkat pus atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk pa-dat terdiri atas talcum venetum dan oxydum
zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak
memberikan efek sangat superfi sial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi.1,2,10,11
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk
halus berwarna putih bersifat hidrofob.
Tal-cum venetum merupakan suatu magnesium
polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini
Tabel 1 Bahan pembawa yang umum digunakan dalam sediaan topikal4
Bahan emulsi Pelarut
Kolesterol Alkohol
Dinatrium monooleaamidosulfi suksinat Diisopropil adipat
Lilin emulsi Gliserin
Polioksil 40 stearat 1,2,6-heksanetriol Polisorbat Isopropil miristat Natrium lauril eter sulfat Propilen karbonat Natrium lauril sulfat Air
Bahan emulsi tambahan/penstabil emulsi Bahan pengental
Karbomer Beeswax
Katearil alkohol Karbomer Setil alkohol Petrolatum Gliseril monostearat Polietilen Polietilen glikol Xantan gum
Stearil alkohol Emolien
Stabilizer Kaprilat/kaprat trigliserida Benzil alkohol Setil alkohol
Butylated hydroxyanisole Gliserin
Butylated hydroxytoluena Isopropil miristat Asam sitrat Isopropil palmitat Dinatrium adetat Lanolin dan derivatnya
Gliserin Minyak mineral
Paraben Petrolatum
Propil galat Asam stearat Natrium bisulfat Stearil alkohol
Humectan
Gliserin Propilen glikol Solusio sorbitol
Gambar 1 Formulasi vehikulum sediaan topikal3
Powder
Cooling Paste
Grease Liquid
Cream
Paste Shake lotion
Monophasic Biphasic Triphasic
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 424
425
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
dipakai sebagai komponen bedak, bedak ko-cok dan pasta.1,2,10,11
Indikasi bedak
Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
Salep
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan muko-sa. Dasar salep yang digunakan sebagai pem-bawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut.1,2,9-11
a. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti vaselin album (petrolatum),
parafi n liquidum. Vaselin album adalah
go-longan lemak mineral diperoleh dari mi-nyak bumi. titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak.2,9,11,13,14
Hanya sejumlah kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak mengering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk memperpanjang kon-tak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup. Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan emolien.
2,9,11,13-14
b. Dasar salep serap
Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafi n hidrofi lik dan lano-lin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream) yang dapat bercam-pur dengan sejumlah larutan tambahan.
Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu
domba, keras dan melekat sehingga sukar di-oleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae
hy-drosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan
akua 25-27%.5,9,13,14
Salep ini dapat dicuci namun kemungki-nan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah dicuci dengan air, sehing-ga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien.5,9,13,14
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air misalnya salep hidrofi lik. Dasar ini dinyatakan “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicu-ci dari kulit, sehingga lebih dapat diterima un-tuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilan-nya menyerupai krim karena fase terluartampilan-nya adalah air. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologi.5,9,13,14
d. Dasar salep larut dalam air
Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak ber-lemak” terdiri dari komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti halnya dasar salep yang dapat dicuci dengan air karena tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafi n, lanolin an-hidrat. Contoh dasar salep ini ialah polietilen glikol.5,9,13,14
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa faktor, seperti kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat, kemam-puan mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep.6
Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan dapat diperoleh bentuk sedi-aan yang paling baik.11,15
Indikasi salep
Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk likenifi kasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.11,12
Kontraindikasi salep
Salep tidak dipakai pada radang akut, teru-tama dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan li-patan karena menyebabkan perlekatan.11,12
Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream.4,5,9,11,13-15
Contoh krim W/O11:
R/ Cerae alba 5
Cetacei 10
Olei olivarum 60
Aquae ad 100
Contoh krim O/W11:
R/ Cerae lanett N
Olei sesami aa 15
Aquae ad 100
Dalam praktik, umumnya apotek tidak ber-sedia membuat krim karena tidak terber-sedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini bersifat ambifi lik artinya berkhasiat
sebagai W/O atau O/W.Krim dipakai pada
kelainan yang kering, superfi sial. Krim memi-liki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit berambut.11
Contoh emulsi O/W16:
R/ Acid salicyl 5%
Liq carb deterg 5%
Biocream 20
Aqua 40
Contoh emulsi W/O16:
R/ Acid salicyl 5%
Liq carb deterg 5%
Biocream 20
Ol. oliv 20
Indikasi krim
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.11,12
Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehing-ga komponen pasta terdiri dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak se-perti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupa-kan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.9,11-15
Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep.11-14
Indikasi pasta
Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfi sial.9,11
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 425
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
426
Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat diapli-kasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit. 5,9,11,14
Indikasi bedak kocok
Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi sial seperti miliaria.
Beberapa contoh komposisi bedak kocok11:
R/ Oxidi zincici Talci aa 20 Glycerini 15 Aguae ad 100 R/ Oxidi zincici Talci aa 20 Gliserini 15 Aquae Spirit dil. Aa ad 100
Keuntungan penambahan spritus dilitus ialah memberikan efek pendingin karena akan menguap, dapat melarutkan bahan aktif yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol, misalnya mentholium dan camphora. Kedua zat tersebut bersifat antipruritik.11
Jika hendak menambahkan bahan padat berupa bubuk hendaknya diperhitungkan sehingga berat bahan padat tetap 40%. Mi-salnya, jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram, maka berat oxydum zincicum dan
talcum harus dikurangi.11
R/ Sulfuris precipitatum 20 Oxidi zincici Talci aa 10 Glycerini 15 Aquae Spiritus dil aa ad 100 Pasta pendingin
Pasta pendingin disebut juga linimen meru-pakan campuran bedak, salep dan cairan. Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim.11
Indikasi
Pasta dipakai pada lesi kulit yang kering.11
Beberapa vehikulum yang merupakan pengembangan dari bentuk dasar monofase
sediaan lain, yaitu gel, aerosol foam, cat, jelly, losion.2,9,10,13
Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase ganda.9 Gel
fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam (seperti tragakan).
Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetral-kan asam klorida dalam lambung.9,13-15
Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik di-pakai pada lesi di kulit yang berambut. 9, 13,15
Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan:9,12
a. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim. b. Sangat baik dipakai untuk area berambut. c. Disukai secara kosmetika.
Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut
da-lam air, terbuat dari getah ada-lami seperti traga-kan, pektin, alginate, borak gliserin.9
Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian losion diko-cok terlebih dahulu. Pemakaian losion me-ninggalkan rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air.1,9,10,13
Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion ca-lamin, losion steroid, losion faberi.1,9,10,13
Foam aerosol
Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemaka-ian lokal pada kulit, hidung, mulut, paru. Kom-ponen dasar aerosol adalah wadah, propelen, konsentrat zat aktif, katup dan penyemprot.2,13 Foam aerosol merupakan emulsi yang
me-ngandung satu atau lebih zat aktif menggu-nakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfak-tan serta pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan
betametasone foam.2,4,13
Keistimewaan foam:
1. Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat ber-penetrasi.2
2. Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal.2
Cat
Pada dasarnya, cat merupakan bentuk lain solusio yang berisi komponen air dan alko-hol. Penggabungan komponen alkohol dan air menjadikan sediaan ini mampu bertahan lama. Sediaan baru pernah dilaporkan berupa solusio ciclopirox 8% sebagai cat kuku untuk terapi onikomikosis.10,17
MEKANISME KERJA
Farmakokinetik umum
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif da-lam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara siste-mik. Mekanisme ini penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi.2,18
Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasi-kan pada kulit tergambar pada Gambar 2. Secara umum perjalanan sediaan topikal sete-lah diaplikasikan melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 426
427
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
belum berpenetrasi tetapi tidak dapat dihi-langkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian.5,18
Unsur vehikulum sediaan topikal dapat me-ngalami evaporasi, selanjutnya zat aktif
ber-ikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis. Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis.5,18
Jalur penetrasi sediaan topikal5,9,19-22
Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa macam jalur seperti pada Gambar 3.19
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:
1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan
aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada dalam sediaan.9,19
2. Vehicle skin interaction: merupakan
inter-aksi vehikulum dengan kulit. Saat awal aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.9,19 3. Solute Skin interaction: interaksi bahan
ak-tif terlarut dengan kulit (lag phase, rising phase,
falling phase).9,19
a. Penetrasi secara transepidermal Penetrasi transepidermal dapat secara interse-luler dan intraseinterse-luler. Penetrasi interseinterse-luler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis se-hat di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.5,9,19-22
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui di-fusi obat menembus dinding stratum korne-um sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum, kemu-dian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.5,9,19-22
b. Penetrasi secara transfolikular Analisis penetrasi secara folikular muncul se-telah percobaan in vivo. Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak hanya mele-wati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk ke-mudian berdifusi ke kapiler.18,20,22
Absorpsi sediaan topikal secara umum Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorp-sinya akan melalui beberapa fase9,21:
a. Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum,
se-Gambar 2 Penetrasi melalui tiga kompartemen kulit18
Gambar 3 Jalur penetrasi sediaan topikal19
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 427
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
428
Dissolution of drug in vehicle
Diff usion of drug through vehicle to skin surface
Partitioning into stratum comeum
Diff usion through protein - lipid matrix of stratum comeum
Partitioning into sebum
Diff usion through lipids in sebaceous pore
Partitioning into viable epidermis
Diff usion through cellular mass of epidermis
Diff usion through cellular mass of upper epidermis
Capillary uptake and systemic dilution TRANSEPIDERMAL
ROUTE ROUTE
TRANSFOLLICULAR
hingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.8,20
b. Rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan nembus stratum korneum, kemudian me-masuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.8,20
c. Falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat dibawa ke kapiler dermis.8,20
Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai faktor14:
1. Bahan aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada per-mukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup. 2. Konsentrasi bahan aktif merupakan fak-tor penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan
setiap periode waktu, bertambah seband-ing dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Penggunaan bahan obat pada permu-kaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat yang diabsorpsi.
4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke permukaan kulit.
5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenis-nya saat sediaan diaplikasikan.
6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang diabsorpsi.
7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang lapisan tanduknya tipis.
8. Pada umumnya, makin lama sediaan me-nempel pada kulit, makin banyak kemungki-nan diabsorpsi.
Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan folikel dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaring-an keratin akjaring-an berlaku sebagai membrjaring-an semi permeabel, dan molekul obat berpen-etrasi dengan cara difusi pasif.5,9,15
Mekanisme kerja sediaan topikal Secara umum, sediaan topikal bekerja mela-lui 3 jalur di atas (Gambar 3). Beberapa per-bedaan mekanisme kerja disebabkan kom-ponen sediaan yang larut dalam lemak dan larut dalam air.5,9-11
1. Cairan
Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek dominan cairan akan berperan me-lunakkan karena difusi cairan tersebut ke masa asing yang terdapat di atas permu-kaan kulit; sebagian kecil akan mengalami evaporasi.5,9,11
Dibandingkan dengan solusio, penetrasi ting-tura jauh lebih kuat. Namun sediaan tingting-tura telah jarang dipakai karena efeknya mengirita-si kulit. Bentuk sediaan yang pernah ada antara lain tingtura iodi dan tingtura spiritosa.5,9,11,14
2. Bedak
Oxydum zincicum sebagai komponen bedak bekerja menyerap air, sehingga memberi efek mendinginkan. Komponen talcum mem-punyai daya lekat dan daya slip yang cukup besar.5,9,11
Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari partikel padat, sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan mengurangi pergeseran pada daerah intertriginosa.5,9,11
3. Salep
Salep dengan bahan dasar hidrokarbon se-perti vaselin, berada lama di atas permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar hidrokarbon diguna-kan sebagai penutup.5,9,11
Salep berbahan dasar salep serap (salep ab-sorpsi) kerjanya terutama untuk memperce-pat penetrasi karena komponen airnya yang besar.5,9,11
Gambar 4 Skema rute sediaan topikal9
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 428
429
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep larut dalam air mampu berpe-netrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai pada kondisi yang memerlukan pe-netrasi yang dalam.5,9,11
4. Krim
Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena kom-ponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara ko-smetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O lebih be-sar dari O/W.5,9,11,12
5. Pasta
Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih domi-nan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta berle-mak saat diaplikasikan di atas lesi mampu me-nyerap lesi yang basah seperti serum.5,9,11,12
6. Bedak kocok
Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan kulit. Penambahan komponen cairan dan gliserin bertujuan agar komponen bedak melekat lama di atas permukaan kulit dan efek zat aktif dapat maksimal.5,9,11,12
7. Pasta pendingin
Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat sediaan ini lebih
mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun bentuknya yang lengket menjadikan sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang dipakai.5,9,11,12
8. Gel
Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak digunakan pada kondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur transfo-likuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan absorpsi.9,14,15 CARA PAKAI
Cara aplikasi sediaan obat topikal pada um-umnya disesuaikan dengan lesi pada per-mukaan kulit. Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu:
1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua ben-tuk sediaan. Banyaknya sediaan yang dioles-kan disesuaidioles-kan dengan luas kelainan kulit (tabel 2).18
Penambahan cara oles sediaan dengan meng-gosok dan menekan juga dilakukan pada obat topikal dengan tujuan memperluas daerah aplikasi namun juga meningkatkan suplai darah pada area lokal, memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan ini mengakibatkan efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan pen-etrasi obat.18
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan
solu-sio. Komponen cairan yang dominan men-jadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta. 11,12,16
Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka diharap-kan ada proses penguapan. Caranya dengan menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat. Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalut-kan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang diguna-kan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres.11
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan; namun cara ini tidak ba-nyak digunakan. Berbagai teknik oklusi meng-gunakan balutan hampa udara seperti peng-gunaan sarung tangan vinyl, membungkus dengan plastik.17 Teknik oklusi mampu
mening-katkan hantaran obat 10-100 kali dibanding-kan tanpa oklusi, namun lebih cepat menim-bulkan efek samping obat, seperti efek atrofi kulit akibat kortikosteroid.18,23
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disu-kai daripada kompres pada pasien dengan lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah digunakan untuk mandi seperti potassium
permanganate. Namun cara ini sudah tidak
dianjurkan lagi mengingat efek maserasi yang ditimbulkan.24
PRINSIP PEMILIHAN SEDIAAN9,10,12 1. Pada kulit tidak berambut, secara umum dapat dipakai sediaan salep, krim, emulsi. Krim dipakai pada lesi kulit yang kering dan super-fi sial, salep dipakai pada lesi yang tebal (kro-nis).
2. Pada daerah berambut, losion dan gel merupakan pilihan yang cocok.
3. Pada lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif seperti salep, emulsi W/O dapat menyebab-kan maserasi sehingga harus dihindari. 4. Pada daerah yang mengalami ekskoriasi, formulasi berisi alkohol dan asam salisilat ser-ing mengiritasi sehser-ingga harus dihindari. 5. Sediaan cairan dipakai untuk kompres pada lesi basah, mengandung pus, berkrusta.
Tabel 2 Jumlah obat yang disarankan dalam aplikasi di berbagai lokasi tubuh2
Area Luas Permukaan (% 1x aplikasi (g) 2 x/hari seminggu (g) 3 x/hari seminggu (g) Wajah 3 1 15 20 Kulit kepala 6 2 30 45 Satu tangan 3 1 15 20 Bahu 7 3 45 60 Badan depan 14 4 60 90 Bdn. belakang 16 4 60 90 Tungkai 20 5 70 100 Anogenital 1 1 15 20 Seluruh tubuh 100 30-40 450-500 600-1000 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 429 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 429 6/8/2012 2:33:48 PM6/8/2012 2:33:48 PM
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
430
SIMPULAN
1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif.
2. Idealnya suatu zat pembawa mudah di-oleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-iritasi dan menyenangkan secara kosmetik, selain itu zat aktif dalam pembawa mudah dilepaskan.
3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak ko-cok, pasta, pasta pendingin.
4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam
aerosol, cat, gel.
5. Secara umum sediaan topikal melewati tiga jalur penetrasi yaitu interseluler,
transe-luler, transfolikuler.
6. Mekanisme kerja sediaan topikal berupa difusi pasif menembus lapisan kulit.
7. Cara pakai sediaan topikal pada umumnya dioleskan pada permukaan kulit, dan dengan penambahan cara lain seperti ditekan, digo-sok, kompres, dan oklusi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG, Limbird IE, eds. Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutic. 10th ed. New York: McGraw
Hill, 2001: 1795-814.
2. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill, 2008:2090-6.
3. Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan jamur Trichopyton terhadap obat salep, krim, dan obat tingtur. Jurnal Biogenesis 2006;2:51-4.
4. Fonzo EMD, Martini P. Mazzalenta, Totti L, Alvino S. Comparative effi cacy and tolerability of ketomousse® (ketoconazole foam 1%) and ketoconazole cream 2% in the treatment of Pityriasis
versicolor: results of a prospective, multicentre, randomised study. Mycoses 2008;51:532-5.
5. Milani M, Mofetta SAD, Gramazio R, Fiorella C, Frisario C, Fuzio E, Marzocca V, Zurilli M, Turi GD, Felice G. Effi cacy of betamethasone valerat 0,1% thermophobic foam in seborrhoeic derma-titis of the scalp: An open label, multicentre, prospective trial on 180 patients. Curr Med Res Opin 2003;19:342-5.
6. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical effi cacies of topical agents for the treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol 2009;36:131-7. 7. Kamus Kedokteran Dorland. Koesoemawati H, Hartanto H, Salim IN, Setiawan L, Valleria, Suparman W, eds. 29th ed. Jakarta: EGC, 2002:1937.
8. Wikipedia (internet). Wolverton, SE. Topical. (Cited Dec 28 2008). Available from www.wikipedia.com. 9. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29.
10. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th ed. London: Elsevier Limited, 2006:2056-67.
11. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI. Jakarta, 1994.
12. Hamzah M. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI, 2007: 342-52. 13. Farmakope Indonesia edisi ke-4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1995
14. Ansel HC. Introduction to pharmaceutical dosage forms. Georgia: Lea and Febiger, 1995: 489-95.
15. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Semi padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J, Aisyah HS, eds. Teori dan praktek farmasi industri II. Edisi ke-3. Jakarta: UI Press, 1994: 1091-9. 16. Darwin R. Dasar-dasar pengobatan penyakit kulit. In: Harahap M, ed. Ilmu Penyakit Kulit. Edisi-1. Jakarta: Penerbit Hippocrates, 2000:311-7.
17. Brenner MA, Harkless LB, Mendicino RW et al. Ciclopirox 8% nail lacquer topical solution for the treatment of onychomicosis in patients with diabetes: A multicentre, open label study. J Am Pediatr Med Assoc. 2007;97:195-202.
18. Schaefer H, Redelmeier TE, Ohynek GJ, Lademann J. Pharmacokinetics and topical aplication of drugs. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leff el DJ, Fitzpatrick, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill, 2008.2097-100.
19. Cross S, Robert M. Transdermal drug delivery. (Internet) Cited Nov 28 2008. Available from: www.chemelab.ucsd.edu/hydrogel/index.html.
20. Otberg N, Teichmann A, Rasuljev U, Sinkgraven R, Sterry W, Lademann J. Follicular penetration of topically applied caff ein via shampo formulation. Skin Pharmacol Physiol 2007; 20:195-8.
21. Thong HY, Zhai H. Maibach HI. Percutaneus penetration enhancers: an overview. Skin Pharmacol Physiol 2007; 20:272-82.
22. Trommer H. Naubert RHH. Overcoming the stratum korneum: the modulation of skin penetration. Skin Pharmacol Physiol 2006;19:106-21. 23. Darma IGN, Pohan PSS. Terapi topikal pada dermatitis atopik. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2007;2:144-51.
24. Maddin S, Ho VC. Dermatologic therapy. In: Moschella, Harry J, Hurley, eds. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: W.B Saunders Co, 1992. 2187-93.
CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 430