• Tidak ada hasil yang ditemukan

pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan.doc"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan

Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya, karena Allah sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al Isra’ :70.

Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien, segala tindakan yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.

Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat, sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat dapat membolehkan yang dilarang.

Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah

Idzaa dhoogal amr ittasi’ (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan

kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang

haram menjadi mubah’.[6]

Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok dan kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan yang bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77), contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya yang dapat merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan menurunkan produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri penghisapnya juga mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama menganggap keadaan darurat sebagai suatu kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama justru memberikan keluasan. [7]

Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada

(2)

Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri. [8]

Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.[9]

Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah (tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan yang diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-an’am :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat batas.[10]

Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd al-Dzari’at (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan prioritas diobati oleh yang sejenis.

Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter/ tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.[11]

Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika

(3)

pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung[12].

D.

Kode etik kedokteran dan sifat-sifat yang harus dimiliki tenaga

medis

Yang dimaksud dengan tenaga medik, ialah para dokter, sedang tenaga para medik ialah perawat, bidan, laboran dan sebaginya. Mereka merupakan manusia-manusia yang mempunyai keahlian yang terdidik dalam mengobati penyakit, dan merawat penderita, tingkah laku mereka yang baik dapat mempercepat kesembuhan. Haruslah ada hubungan kejiwaan yang akrab antara mereka dan penderita. Islam mengajarkan supaya usaha mulia ini haruslah didasarkan atas iman dan pengbdian diri kepada-Nya.[13]

1.Sumpah Dokter dan Etika Kedokteran

Sejak permulaan sejarah umat manusia, orang sudah mengenal hubungan kepercayaan antara dua insane yaitu si penderita dan sang pengobat, yang pada zaman modern ini disebut sebagai hubungan dokter dengan pasien.

Rumusan-rumusan disiplin untuk para dokter itu mula pertama dikenal sebagai “Sumpah Hippocrates”. Sumpah Hippocrates itu mengandung 6 buah nasehat atau peringatan yaitu :

a.mengajarkan ilmu kedokteran kepada mereka yang berhak menerimanya.

b.mempraktikkan ilmu kedokteran hanya untuk memberi manfaat sebanyak-banyaknya bagi pasien.

c.tidak mengerjakan sesuatu yang berbahaya bagi pasien. d.tidak melakukan keguguran buatan yang bersifat kejahatan.

(4)

e. menyerahkan perasat-perasat tertentu kepada teman-teman sejawat ahli dalam lapangan yang bersangkutan.

f.Tidak mempergunakan kesempatan untuk melakukan kejahatan atau godaan yang mungkin timbul dalam mengerjakan praktik kedokteran.

g.Hidup dalam keadaan suci dan sopan santun. h.Memelihara rahasia jabatan.

Setiap nasihat dan peringatan tersebut diatas adalah dasar dari pada susila kedokteran dewasa ini.[14]

Pada kode etik kedokteran terdapat point-point pada tiap-tiap babnya yaitu antara lain; kewajiban umum, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap team sejawat, dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Dalam kode etik kedokteran ( Islamic code of medical Etyhics), yang merupakan hasil dari First international conferenceon Islamic Medicine yang diselenggarakan pada 6-10 Rabi’al awwal 1401 M di Kuwait dan selajutnya disepakati sebagai kode etik kedokteran islam, dirumuskan beberapa karakteristik yang semestinya dimiliki oelh dokter muslim (tenaga kesehatan umumnya). Isi kode etik kedokteran islam tersebut terdiri atas dua belas pasal. Rinciannya disebutkan : Pertama, definisi profesi kedokteran. Kedua, ciri-ciri para dokter. Ketiga, hubungan dokter dengan dokter. Keempat, hubungan dokter dengan pasien. Kelima, rahasia profesi. Keenam, peranan dokter di masa perang. Ketujuh, taggung jawab dan pertanggungjawaban. Kedelapan, kesucian jiwa manusia. Kesembilan, dokter dan masyarakat. Kesepuluh, dokter dan kemajuan biomedis modern. Kesebelas, pendidikan kedokteran. Keduabelas, sumpah dokter.[15]

Melihat bagaimana besarnya amal dan pengabdian yang diberikan oleh dokter dan tenaa para medik, maka islam menganjurkan beberapa sifat-sifat yang harus dipunyai antara lain :

(5)

Sebab tanpa iman segala amal saleh sebagai dokter dan tenaga para medis akan hilang sia-sia dimata Allah. (Q.S Al ashr : 1-3)

2.Tulus-ikhlas karena Allah (Q.S Al-bayyinah :5) 3.penyantun

Artinya ikut merasakan penderitaan orang lain dan Karena itu suka menolong orang lain dalam kesukaran. (Q.S Al-baqarah : 263)

4.Peramah

Bergaul dengan tidak kaku dan menyenangkan. (Q.S Ali Imran : 159) 5.Sabar

Tidak lekas emosionil dan lekas marahQ.S Asy syura :43) 6.Tenang

Tidak gugup betapa pun keadaan gawat. (Dalam sabda Rasulullah : “Tetaplah kamu bersikap tenang” riwayat At thabrani dan Bhaiqi)

7.Teliti

Berhati-hati, cermat dan rapi 8.Tegas

Terang,nyata, dan tidak ragu-ragu. 9.Patuh pada peraturan

Suka menurut perintah

(6)

11.Penyimpan rahasia (Q.S An-nisa 148) 12.dapat dipercaya (Q.S Al mu’minun : 1-11) 13.bertanggung jawab (Q.S Al isra’ : 36)[16]

Di dalam literatur lain, terdapat karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah menurut Ja’far Khadim Yamani, ilmu kedokteran dapat dikatan islami, mempersyaratkan dengan 9 karakteristik, yaitu : pertama, dokter harus mesngobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Kedua, tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsure haram. Ketiga, dalam pengobatan tidak boleh mengakibatkan mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah tidak ada alternative lain. Keempat, pengobatannya tidak berbau takhayyul, khurafat, atau bid’ah. Kelima, hanya dilakukan oleh tenaga medis yang ,menguasai di bidang medis. Keenam, dokter memiliki sikap-sikap terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya, tkabbur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya. Ketujuh, harus berpenampilan rapid an bersih. Kedelapan, lembaga-lembaga pelayanan kesehatan mesti bersikap simpatik. Kesembilan, menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambing-lambang non-islami.[17]

Disamping itu menurut Dr. Zuhair Ahmad al- Sibai dan Dr. Muhammad ‘ali al-Ba dalam karyanya Al-Thabib, Adabu wa Fiqhuh (dokter, Etika, dan Fiqih Kedokteran), antara lain dikemukan bahawa dokter muslim harus berkeyakinan atas kehormatan profesi , menjernihkan nafsu,lebih mendalami ilmu yang dikuasai, menggunaka metode ilmiah dalam berfikir, kasih sayang,benar dan jujur, rendah hati, bersahaja dan mawas diri.[18]

a.Berkeyakinan dan kehormatan atas profesi

Bahwa profesi kedokteran adalah salah satu profesi yang sangat mulia tapi tergantung dengan dua syarat, yaitu :

-dilakukan dengan sngguh-sumngguh dan dengan penuh keikhlasan

(7)

Disamping itu, dokter selalu menjadi tumpuan pasien, keluarga, masyarakat , bahkan bangsa. Mengingat kedudukan profesi kedokteran tersebut, seharusnya dalam menjalankan profesinya tidak hanya berfikir tentang materi tetapi lebih kepada pengabdian dan perbaikan umat. Keyakinan akan kehormatan profesi tersebut merupakan motivator untuk memelihara akhlak yang baik dalam hubungannya dengan masyarakat.

b.berusaha menjernihkan jiwa

Kejernihan jiwa akan menentukan kualitas perbuatan manusia secara keseluruhan, jika seseorang termasuk dokter hatinya jernih maka perbuatan akan selalu positif.

c.lebih mendalami ilmu yang dikuasai

Dalam hadist nabi disebutkan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban sepanjang hidup. Sebagaimana diketahui bahwa ilmu pengetahuan iytu dari hari ke hari selalu mengalami perkembangan. Karena itu, agar setiap dokter tidak ketinggalan informasi dan ilmu pengetahuan dan lebih mendalami bidang profesinya, maka dituntut untuk selalu belajar. Dalam islam sangat ditekankan dalam mengamalkan segala sesuatu agar dilakukan secara professional dan penuh ketelitian.

d.Menggunakan metode ilmiah dalam berfikir

Bagi dokter muslim diharuskan dalam berfikir menggunakan metode ilmiah sesuai dengan kaidah logika ilmiah sebagaimana terjabar dalam disiplin ilmu kedokteran modern. Ajaran islam sangat menekankan agar berfikir atau merenung terhadap berbagai sebab, tujuannya agar mendapat keyakinan yang benar.

e.Memiliki rasa cinta kasih

Rasa cinta kasih adalah cahaya yang timbul dari hati yang terdalam, dia akan dapat menyinari orang lain, alam semesta dan segala sesuatu. Cahaya itu kemudian memantul kepada dirinya sendirinya dan melimpah kepadanya kejernihan, kerelaan, dan kemantapan.

(8)

f.Keharusan Brsikap Benar dan Jujur

Benar dan jujur bagi seorang dokter yang selalu berkomunikasi dengan masyarakat merupakan keharusan agar mendapat kepercayaan dari pasien dan masyarakat. Yang dimaksud dengan benar dan jujur disini adalah sifat yang komprehensif mempunyai banyak makna, termasuk menepati janji dan menunaikan amanah. Al-qur’an sangat menekankan sikap benar dan jujur, diantaranya terdapat dalam firman Allah SWT ( Q.S At-taubat : 119)

g.Berendah hati (tawadhu)

Setiap orang, terutama orang yang melayani kepentingan umum termasuk dokter dituntut bersifat rendah hati. Sifat yang sering membuat seseorang dijauhi dalam pergaulan biasanya karena kesombongan dan keangkuhan. Kesombongan dan keangkuhan biasanya lahir karena ada perasaan, ilmu, atau pengaruhnya. Ajaran islam sangat mengecam perbuatan angkuh dan sombong. Disisi lain dijelaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat ornag yang merendahkan diri (tawadhu).

h.keadilan dan keseimbangan

dokter termasuk orang yang banyak berurusan dengan masalah manusia dan kemanusiaan. Kehidupan seseorang termasuk dokter sangat ditentukan oleh kualitas hubungan dengan masyarakat itu. Ajaran islam sangat menganjurkan untuk berperilaku adil dan berkeseimbangan dalam berbagai urusan, tidak berkelebihan atau over acting dalam gaya hidup, khususnya dalam masalah tarif praktek,dan bayaran seghingga mengurangi dan menodaiprinsip-prinsip yang mesti dijunjung tinggi sebagai pelayan masyarakat.

i.Mawas diri

Mengingat tugas dokter melayani masyarakat dan tanggung jawab menyangkut nyawa dan keselamatan seseorang. Mereka sering menjadi sasaran tuduhan, itu dsebabkan adanya anggapan masyarakat yang menganggap bahwa mereka adalah ornag yang paling

(9)

mengetahui rahasia kehidupan dan kematian. Dengan senantiasa mawas diri, seorang dokter muslim akan sadar atas segala kekurangannya sehingga di masa mendatang akan memperbaikinya, juga akan terhindar dari berbagai sifat tercela lain seperti sombong, riya, angkuh, dan lainnya.

j.ikhlas, penyantun, ramah, sabar, dan tenang.

Dokter muslim juga harus ikhlas dalam menjalankan pekerjaannya, semua dilakukan sebagai ibadah untuk mencari ridha Allah. Berbuat ikhlas sangat dituntut dalam islam, sebagai mana dinyatakan dalam Al-Qur’an (Q.S Al-Bayyinat:5).

Dokter muslim juga dituntut penyantun, ikut merasakan penderitaan orang lain sehingga berkeinginan untuk menolongnya. Dokter muslim juga dituntut ramah, bergaul dengan luwes, dan menyenangkan. Juga dituntuk bersikap sabar, tidak emosional dan lekas marah, tenang penyantun, ramah, sebagaimana dianjurkan dalam ayat Al-Qur’an (Q.S ali imran: 159)[19]

Dokter muslim juga dituntut bersikap tenang, tidak gugup dalam menghadapi segawat apapun.

Demikianlah konsep tenaga kesehatan muslim khususnya untuk dokter yang dapat mencerminkan nilai islam sesungguhnya. Diharapkan dengan mengetahui nilai-Perawatan bayi baru lahir sesuai ajaran islam sebenarnya sama dengan anjuran para ahli dan pakar perawatan bayi dan anak.

• Perawatan sekaligus Kewajiban orang tua muslim adalah dengan Mengumandangkan ADZAN dan IQOMAH ditelinga bayi kita. Ketika bayi lahir dan sudah dibersihkan dan diberi pakaian, perawatan kewajiban yang selanjutnya adalah dengan mendengungkan Adzan di telinga kanan bayi lalu Iqomah di telinga kirinya. Supaya yang didengar pertama kali oleh Bayi kita adalah Kalimah Thoyibah kalimah yang mengagungkan Asma Alloh swt. Hal ini harus dilakukan menurut Ajaran islam, untuk mengajarkan ketauhidan kepada Alloh swt.(Sebiknya Adzan dan Iqomah ini dilakukan oleh ayahnya sendiri)

• Selanjutnya sesegera mungkin menyusui bayi kita. Karena (ASI) air susu yang keluar (biasanya berwarna kekuningan bukan putih) dari Ibu mengandung Collostrum zat kekebalan tubuh yang sangat dibutuhkan Bayi kita.

(10)

• Memberi nama (biasanya kita sudah mempersiapkan nama untuk buah hati kita, jauh sebelum bayi kita lahir). Sekedar masukan saja, bahwa Sunnah Rosululloh saw, kalau anak laki-laki sebaiknya nama depannya ditambah Mukhammad atau Akhmad biar mendapat sinar (Nur mukhammad) bisa juga Abdulloh atau Abdillah. Asmaul Khusna nama-nama Alloh swt juga sangat dianjurkan.

• Mencukur rambut dan melakukan Aqiqah. Sebagai perwujudan syukur kita kepada Alloh swt atas anugerah Anak tersebut, kita laksanakan dengan menyembelih kambing. Dengan iringan Sholawat kita cukur rambut bayi kita dan kita sedekahkan kambing yang sudah diolah. Anak laki-laki 2 ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan 1 ekor kambing. Laksanakan Aqiqah ini setelah tali Pusarnya lepas, atau kalau belum punya cukup rejeki bisa ditunda. Tapi lebih cepat lebih baik.

• Biasakan ucapkan bismillah sebelum menyusui, alkhamdulillah, yahdikumulloh,

yarkhamukalloh apabila bayi kita bersin. Jika bayi menguap Astaghfirulloh kita ucapkan, dan juga masih banyak lagi. Sedini mungkin kita kenalkan dengan ALLOH swt, yang menciptakan kita.

• Merawat TALI PUSAR harus extra berhati-hati, jangan sampai terinfeksi oleh kuman, karena bayi bisa demam gara-gara ini. Caranya mandikan bayi seperti biasanya lalu gantilah kain kasa yang membungkus tali pusar dengan sangat berhati-hati. Jangan dikasih apapun tali pusar meskipun itu Alkohol, cukup dibungkus dengan kasa saja. Tali pusar akan lepas dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih 5 hari. tapi ada juga yang 7 hari atau lebih.

• Bersihkan dengan tissue basah atau air hangatt jika bayi BAB. merupakan hal yang normal jika bayi pipis 12 sampai 15 kali dalam sehari, karena enzim pencernaan bayi yang belum normal.

• Tidurkan bayi dalam suhu kamar antara 24-32 derajat celcius. suhu 16 derajat celcius masih diperbolehkan.

• Pemakaian gerita pada bayi

Sebenarnya, bayi dipakaikan gerita bertujuan untuk menghangatkan bayi dan mencegah pusar bodong. Hal ini tidak dianjurkan karena memang tidak beralasan. Pemakaian gerita, apalagi bila dipakaikan terlalu ketat, dapat menekan dinding perut bayi sehingga tidak dapat secara bebas mengembang sewaktu bernapas. Alhasil, gerita akan menghalangi pernapasan bayi. Selain itu, gerita yang terlalu ketat juga akan menekan dinding perut sehingga dapat menyebabkan bayi lebih mudah muntah ataupun gumoh.

• Sedangkan pemakaian bedong biasanya bertujuan mencegah kaki bayi bengkok. Hal ini juga tidak ada pembenarannya. Pembedongan bayi, sebenarnya lebih tepat bila ditujukan agar bayi merasa hangat dan tidur dengan tenang, namun dengan catatan, kenakan bedong dengan longgar. Yang sering terjadi adalah bayi dibedong terlalu rapat dan kuat. Padahal ini tidak boleh karena dapat mengganggu peredaran darah, menghambat

pernapasan, dan juga dapat mengganggu perkembangan gerakan (motorik) bayi karena tangan dan kakinya tidak dapat bergerak dengan leluasa.

(11)

Etika bagi para dokter Muslim

Dalam etika kedokteran islam tercantum nilai-nilai bahwa Qur’an dan Hadits adalah sumber segala macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia akhirat. Etika kedokteran

mengatur kehidupan, tingkah laku seorang dokter dalam mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika kedokteran islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan rekannya. Berikut ini dibahas mengenai etika seorang Dokter muslim terhadap Khalik, terhadap pasien, dan terhadap sejawatnya:

1. Etika Dokter Muslim terhadap Khalik:

Seorang Dokter Muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah semata. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa ijin Allah SAW.

Mengenai etika terhadap Khalik disebutkan bahwa:

• Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam bidang kesehatan dan kedokteran.

• Melaksanakan profesinya karena Allah dan buah Allah. • Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah Allah. • Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi. 2. Etika Dokter Muslim terhadap pasien:

Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan manusia. Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Masalah semacam ini

akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu sistem yang berbeda dengan kebudayaan profesinya.

Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang telah tertanam

dengan kuat. Dalam hal ini, seorang Dokter Muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya.

Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan bahwa seorang Dokter Muslim wajib:

• Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musabab timbulnya penyakit, kekuatan tubuh orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat yang cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di mana

ia sakit, daya penyembuhan obat itu.

• Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.

• Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna, mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan pengobatannya, berlaku lemah lembut, menggunakan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya.

3. Etika Dokter Muslim terhadap Sejawatnya:

Para Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah kawan-kaawn seperjuangan yang merupakan kesatuan aksi dibaawh panji perikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah mempersatukan mereka menempatkan para Dokter pada suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Hal-hal tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan kesediaan tolong-menolong yang senantiasa perlu dipertahankan dan dikembangkan.

(12)

Mengenai etika yang bagi Dokter Muslim kepada Sejawatnya yaitu :

• Dokter yang baru menetap di suatu tempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya yang telah berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik dokter, cukup dengan memberitahukan tentang pembukaan praktiknya kepada teman sejawat yang berdekatan.

• Setiap Dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan.

• Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Sehingga dapat dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedokteran.

Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim ialah :

• Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial yang ditunjukkan kepada masyarakat.

• Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan profesional. • Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya dan harus mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri.

• Bersikap mandiri dan orisinal karena pengetahuan yang diwarisi secara turun temurun dari buku-buku masih jauh memadai.

• Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaanya di dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan agama. • Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien miskin.

• Seorang dokter harus hidup seimbang, tidak berlebih-lebihan, tidak membuang waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan.

• Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien,

• Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara,

• Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter.

Istilah Arab untuk menyebut dokter adalah hakim, salah satu nama Allah yang berarti orang yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan.

Kasus yang menyangkut etika dokter muslim dalam praktek.

Kesalehan seorang dokter ditekankan oleh kalangan pengobatan Yunani, sebagaimana seorang dokter dianggap sebagai penjaga tubuh dan jiwa. Ihwal etika medis dalam islam, seperti halnya etika secara umum, terdapat dua pengaruh langsung, yaitu dari bangsa Yunani dan Iran.

Banyak kasus-kasus yang dipertentangkan. Seperti misalnya:

• Bolehkah seorang dokter meminta bayaran? Jika ya, seberapa besar? Hal tersebut merupakan masalah yang terus diperdebatkan dalam islam. Masalah ini tampaknya merupakan bagian dari masalah yang lebih besar: Bolehkah seorang guru, terutama guru agama, menerima bayaran. Bahkan dewasa ini sebagian kalangan tetap mengharamkan meminta bayaran dalam pengajaran Al Qur’an dan penyebarluasan ilmu keagamaan. Menurut sebuah hadits Nabi, diperbolehkan membayar seorang dokter untuk pelayanan medisnya. Al-Dzahabi mengisahkan suatu hari sekelompok sahabat Muslim tiba di sebuah suku tertentu, yang memperlakukan mereka dengan ramah. Tiba-tiba salah satu anggota suku tersebut digigit ular dan para pengembara itu dimintai tolong untuk menyembuhkan. Kemudian orang yang tergigit tersebut sembuh dan suku membayar sejumlah seratus ekor kambing. Sebuah transaksi yang dibolehkan oleh Rasulullah. Dari sinilah legalitas untuk meminta bayaran atas perawatan itu bermula. Namun banyak kalangan yang tidak setuju untuk mencari nafkah dari orang sakit.

• Bolehkah seorang dokter Muslim melakukan transplantasi organ?

(13)

baik lagi. Tidak ada cara untuk mengobatinya kecuali dengan transplantasi organ (seperti mata, jantung dan lain sebagainya) dari orang yang telah meninggal. Hingga kini pendapat agama menentang keras praktik ini. Terdapat suatu hukum klasik yang menyebutkan bahwa “Kebutuhan manusia hidup menjadi prioritas dibandingkan manusia mati.” Tetapi ketika seorang ulama terkemuka ditanya mengenai persoalan tersebut, Beliau menjawab negatif. Namun sikap masyarakat secara umum positif terhadap masalah transplantasi organ tubuh, meskipun ada ketidaksetujuan dari kaum ulama.

• Bolehkah seorang dokter Muslim melakukan pengembangan bayi tabung?

Pengembangan bayi tabung tidak dilarang dalam islam asalkan penyatuan terjadi antara gen suami dan istri. Kekhawatiran bahwa proses ini “mencampuri kehendak Allah” sama sekali tidak berdasar. Prosesnya sama dengan pembenihan bibit tanaman dalam suatu kondisi yang terkendali, kemudian dipindahkan ketempat yang tepat ketika bibit tersebut telah cukup kuat untuk tumbuh di tempat itu. Yang dikhawatirkan bukanlah bahwa orang mencoba “menyaingi Allah” dengan melakukan hal tersebut, melainkan jika orang mencoba bersaing dengan setan dan menyimpangkan sifat manusia. Islam tidak mengizinkan penyatuan gen antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri karena itu merupakan perzinaan.

• Bolehkah seorang Dokter Muslim mekakukan tindakan euthanasia?

Euthanasia merupakan suatu masalah yang banyak menarik perhatian dan banyak dibicarakan orang. Euthanasia (dari bahasa Yunani, eu = baik, thanatos = mati) secara etimologi berarti “mati yang baik” atau “mati yang tenang”. Kemudian pengertian euthanasia berkembang, karena adanya perbedaan titik pandang dalam menjelaskan “mati yang baik”. Akibatnya timbul berbagai definisi mengenai euthanasia. Euthanasia banyak dilakukan sejak jaman dahulu kala dan banyak memperoleh dukungan tokoh-tokoh besar dalam sejarah. Tetapi dalam agama terdapat beberapa pendapat yang tidak membenarkan hal tersebut. Berdasar bahwa Allah-lah yang menentukan kapan seseorang harus mati.

Etika pasien terhadap dokter

Menurut pendapat Abu Bakar Al-Razi, bahwa baik pasien maupun dokter harus memenuhi etika. Beliau menganjurkan pasien agar

mengikuti dangan ketat perintah dokter, • Menghormati dokter, dan

• Menganggap dokter sebagai sahabat terbaiknya. • Pasien harus berhubungan langsung dengan dokter dan • Tidak boleh merahasiakan penyakit yang diderita.

Dan tentu akan lebih baik jika orang meminta nasehat dokter tentang cara menjaga kesehatan sebelum membutuhkan pengobatan. Bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan merupakan sebuah prinsip yang dianjurkan oleh semua dokter, termasuk para dokter Muslim.

Sifat etika kedokteran Islam

Pakar Andrologi Prof. dr. Muhammad Kamil Tadjudin, Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta, mengatakan, etika kedokteran dalam Islam mempunyai sifat yang tetap. Berbeda dengan etika kedokteran sekuler yang cenderung berubah-ubah.

Etika kedokteran Islami, menurut Beliau, mempunyai perbedaan secara mendasar dengan etika kedokteran sekuler. Etika kedokteran Islami diturunkan dari tradisi dan kepercayaan agama, sehingga bentuknya akan tetap untuk selamanya. Sebaliknya etika kedokteran sekuler dirumuskan oleh

masyarakat yang sikapnya berubah-ubah. “Contohnya adalah sikap tentang aborsi yang berkisar antara sikap melarang semua bentuk aborsi sampai diperbolehkannya aborsi atas permintaan,”

(14)

paparnya. Demikian pula halnya sikap terhadap “gay” dan euthanasia, yang juga berkisar dari pelarangan penuh sampai diperbolehkan dengan indikasi tertentu.

Beliau juga mengatakan, antara etika kedokteran Islami dan kedokteran sekuler memiliki perbedaan mendasar, misalnya etika tentang pemberian nasihat moral terhadap seorang pasien. Sebagai contoh, jika ada seorang pasien yang mengadakan “chek up” pada seorang dokter Muslim dan dia mendapat keterangan bahwa orang itu sering minum alkohol, maka, walaupun orang itu sehat, wajib bagi dokter Muslim memberi nasihat untuk tidak minum alkohol. Sementara dalam etika kedokteran sekuler, nasihat moral itu mungkin tidak dilakukan, meskipun alkohol menimbulkan bahaya, baik bagi diri maupun masyarakat sekitar. Contoh nasihat moral lainnya adalah tentang pencegahan penyakit kelamin terhadap para lelaki “hidung belang”.

Menurut Tadjudin, seorang dokter sekuler mungkin akan menganjurkan penggunaan kondom, sedangkan seorang dokter Muslim akan menasihatkan abstinensi.

Kasus yang sama juga terjadi terhadap isu-isu kontemporer kedokteran, seperti reproduksi berbantuan atau pembuahan telur di luar rahim melalui fertilisasi (bayi tabung). Dalam kasus ini, menurut

Tadjudin, dalam pandangan etika kedokteran Islam hal itu dibolehkan jika dilakukan dengan sel kelamin (sperma dan telur) yang berasal dari suami-istri yang sah. “Tapi jika penggunaan sperma atau telur itu bukan berasal dari suami-istri yang sah tidak dapat dibenarkan, termasuk penggunaan rahim yang lain dari wanita yang mempunyai telur untuk membesarkan blastosis,” jelasnya.

Alasan tidak boleh rahim wanita lain yang mempunyai telur untuk membesarkan blastosis, jelas Tadjudin, karena akan timbul masalah keturunan, yakni siapa ibu sebenarnya (dari “anak” hasil pembuahan itu). Padahal, al-Qur'an surat al-Furqan ayat 5 menyebutkan: “Dan Dia yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia menjadikannya mempunyai keturunan dan mushaharah dan Tuhanmu senantiasa Maha Kuasa.”

Selain tidak jelasnya masalah keturunan tadi, tambah Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) itu, juga timbul masalah baru, apakah memasukkan sperma atau blastosis asing ke dalam rahim seorang wanita tidak merupakan tindakan yang dapat digolongkan zina?. Meski demikian, Tadjudin tidak menampik bila sementara kalangan yang berpendapat bahwa menanamkan blastosis yang berasal dari sperma dan telur sepasang suami-istri ke perempuan lain adalah analog dengan menyusui anak orang lain atau bagi perempuan penerima blastosis itu analog dengan ibu susu.

Referensi

Dokumen terkait