• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI STIMULASI WELL-TO-WELL PADA LAPANGAN PANAS BUMI MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS NODAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI STIMULASI WELL-TO-WELL PADA LAPANGAN PANAS BUMI MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS NODAL"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI STIMULASI WELL-TO-WELL PADA

LAPANGAN PANAS BUMI MENGGUNAKAN

PENDEKATAN ANALISIS NODAL

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Syafriza Bakri Pratama 101316008

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)
(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Optimasi Stimulasi Well-to-Well Pada Lapangan

Panas Bumi Menggunakan Pendekatan Analisis

Nodal

Nama Mahasiswa

: Syafriza Bakri Pratama

Nomor Induk Mahasiswa

: 101316008

Program Studi

: Teknik Perminyakan

Fakultas

: Teknologi Eksplorasi dan Produksi

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : Kamis, 6 Agustus 2020

Jakarta, 12 Agustus 2020

MENGESAHKAN

Pembimbing I

Dara Ayuda Maharsi, M.T.

119032

Pembimbing II

Iwan Setya Budi, M.T.

116158

MENGETAHUI,

Ketua Program Studi

Dr. Astra Agus Pramana DN., S.Si., M.Sc NIP.116111

(4)
(5)

ABSTRAK

Syafriza Bakri Pratama. 101316008. Optimasi Stimulasi Well-to-Well Pada Lapangan Panas

Bumi Menggunakan Pendekatan Analisis Nodal.

Penelitian ini membahas stimulasi discharge sumur panas bumi metode well-to-well dengan tujuan untuk mengetahui parameter optimal stimulasi, prediksi keberhasilan stimulasi, dan prediksi daya listrik yang akan dihasilkan sumur pada lapangan UP setelah di stimulasi. Metode yang dipergunakan adalah Russel James Curve Equation, Root Mean Squared Error, dan Goal Seek untuk mencari kemampuan injeksi sender, simulasi bottom-up menggunakan SWELFLO untuk menentukan performa reservoir dalam menerima injeksi dan mensimulasikan stimulasi well-to-well, serta analisis nodal untuk menentukan parameter stimulasi yang optimal. Hasilnya menunjukkan bahwa sumur receiver diprediksi dapat discharge setelah stimulasi.

(6)

ABSTRACT

Syafriza Bakri Pratama. 101316008. Optimization of Well-to-Well Stimulation Method on

Geothermal Field Using Nodal Analysis Approach.

This research is focused on discharge stimulation on geothermal wells using well-to-well method in order to determine optimum parameters for stimulation, predict stimulation success rate, and to predict the electrity generated by the wells if it has been successfully discharged. Russel James Curve Equation, Root Mean Squared Error, and Goal Seek methods are used to find the injection performance curve from the sender well. While SWELFLO is used to find the reservoir performance upon injection process. Then, nodal analysis is used to determine the optimum stimulation parameters before doing another simulation with SWELFLO. The results show that the receiver wells are predicted to be able to discharge.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan segala nikmat, rahmat, kekuatan, dan kesabaran, sehingga Laporan Tugas Akhir yang berjudul “OPTIMASI STIMULASI WELL-TO-WELL PADA LAPANGAN PANAS BUMI

MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS NODAL” dapat terselesaikan. Laporan ini disusun

untuk memenuhi kurikulum di Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Eksplorasi dan Produksi, Universitas Pertamina Jakarta.

Perkenankan Penulis untuk memberikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang tua saya yang selalu memotivasi dan bekerja keras demi mengkuliahkan saya.

2. PT Pertamina Geothermal Energy Jakarta yang telah membuka pintu bagi saya untuk melakukan penelitian menggunakan data perusahaan dan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga.

3. Bapak Ahmad Fahmi Fanani selaku Mentor Perusahaan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan membagikan ilmunya kepada saya dengan sabar. 4. Bapak Gamal, Bapak Bayu, Bapak Erwandi, dan Bapak Fadiel dari divisi well test and

well intervention PT Pertamina Geothermal Energy Jakarta atas sharing ilmu dan keramahannya selama saya mengerjakan tugas akhir

5. Seluruh Bapak-Ibu dari fungsi reservoir management PT Pertamina Geothermal Energy Jakarta yang telah membuat saya merasa nyaman selama mengerjakan tugas akhir di kantor.

6. Ibu Dara Ayuda Maharsi dan Bapak Iwan Setya Budi, selaku Pembimbing I dan II dalam penulisan Skripsi yang selalu dapat memberikan saran masukkan serta revisi penulisan dengan sabar.

7. Ibu Kris Pudyastuti dari Universitas Trisakti yang sudah berkenan menerima saya sebagai murid bimbingannya.

8. Adik saya Nisriinaa dan kura-kura saya Tukik yang selalu menjadi penghibur selama pengerjaan tugas akhir.

9. Para sahabat-sahabat yang sudah mendukung saya dari segi ilmu maupun mental selama pengerjaan tugas akhir saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(8)

Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu Penulis mengharapkan adanya saran serta kritik yang dapat membangun demi kebaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini di masa mendatang.

Akhir kata semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi siapa saja yang yang membaca dan memerlukannya.

Jakarta, 12 Agustus 2020

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi BAB I ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Tujuan Penelitian ... 2 1.5 Manfaat Penelitian ... 2 BAB II ... 3

2.1 Kemampuan Discharge Sumur Panas Bumi ... 3

2.2 Metode Prediksi Discharge Sumur Panas Bumi ... 4

2.3 Metode Stimulasi Discharge Sumur Panas Bumi ... 7

2.3.1 Air Compression ... 7

2.3.2 Nitrogen Injection ... 8

2.3.3 Air Lift ... 9

2.3.4 Steam Injection ... 10

2.3.5 Well-to-Well Stimulation ... 10

2.4 Analisa Nodal Sistem Produksi ... 11

2.5 Simulator SWELFLO ... 15

BAB III ... 17

3.1 Diagram Alur Penelitian ... 17

3.2 Bentuk Penelitian ... 18

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 18

3.4 Metode Analisis Data ... 18

BAB IV ... 20

4.1 Review Data Sumur ... 20

4.1.1 Sumur Receiver ... 20

4.1.2 Sumur Sender ... 25

4.2 Analisis Nodal ... 26

4.2.1 Penentuan Output Curve ... 26

4.2.2 Penentuan Outflow Curve ... 28

(10)

4.3 Simulasi Stimulasi Well-to-Well dan Hasilnya ... 32

BAB V ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rasio Prediksi Af/Ac [1] ... 6

Tabel 2.2 Persamaan Yang Digunakan Dalam Metode Orkiszewski [15] ... 16

Tabel 4.1 Data Profil Tekanan dan Temperatur Sumur X ... 20

Tabel 4.2 Konfigurasi Casing-Liner Sumur X... 22

Tabel 4.3 Data Feedzone Sumur X ... 22

Tabel 4.4 Data Profil Temperatur dan Tekanan Sumur Y ... 22

Tabel 4.5 Data Feedzone Sumur Y ... 24

Tabel 4.6 Konfigurasi Casing-Liner Sumur Y... 25

Tabel 4.7 Data Hasil Uji Produksi Sumur A ... 25

Tabel 4.8 Data Hasil Uji Produksi Sumur B ... 26

Tabel 4.9 Data Tekanan Terhadap Elevasi di Cluster X-A ... 26

Tabel 4.10 Data Tekanan Terhadap Elevasi di Cluster Y-B ... 26

Tabel 4.11 Hasil Regresi Linear Tekanan Terhadap Temperatur Sumur A ... 27

Tabel 4.12 Hasil Regresi Linear Tekanan Terhadap Temperatur Sumur B... 27

Tabel 4.13 Data Pwf yang digunakan untuk simulasi ... 29

Tabel 4.14 Data Poin Kurva Outflow Sumur X ... 29

Tabel 4.15 Data Poin Kurva Outflow Sumur Y ... 29

Tabel 4.16 Nilai Parameter Stimulasi Optimum untuk Kasus X-A ... 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram PT sumur self-discharge [6] ... 4

Gambar 2.2 Ilustrasi Af/Ac [1] ... 5

Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Jarak Kedalaman Water Column dan Feedzone [1] ... 7

Gambar 2.4 Ilustrasi Air Compression [1] ... 8

Gambar 2.5 Ilustrasi Injeksi Nitrogen [1] ... 9

Gambar 2.6 Ilustrasi Coiled Tubing Unit Untuk Air Lift [1] ... 10

Gambar 2.7 Ilustrasi Steam Injection [1] ... 10

Gambar 2.8 Ilustrasi Well-to-Well [1] ... 11

Gambar 2.9 Skema Sistem Stimulasi Well-to-Well ... 12

Gambar 2.10 Flow Regime Menurut Orkiszewski [15] ... 16

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ... 17

Gambar 4.1 Grafik Profil Tekanan dan Temperatur Sumur X ... 21

Gambar 4.2 Grafik Profil Tekanan dan Temperatur Sumur Y ... 24

Gambar 4.3 Kurva Output Sumur A ... 28

Gambar 4.4 Kurva Output Sumur B ... 28

Gambar 4.5 Kurva Outflow Sumur X ... 30

Gambar 4.6 Kurva Outflow Sumur Y ... 30

Gambar 4.7 Kurva Perpotongan Kasus Sumur X-A ... 31

Gambar 4.8 Kurva Perpotongan Kasus Sumur Y-B ... 31

Gambar 4.9 Prediksi Profil Tekanan dan Temperatur Sumur X Setelah Stimulasi ... 32

(13)
(14)

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Discharge adalah istilah yang menggambarkan situasi dimana suatu sumur panas bumi dapat mengalirkan fluida termal dari dalam reservoir menuju ke permukaan. Berdasarkan kemampuan dischargenya, sumur panas bumi dibagi menjadi dua yaitu sumur self-discharge dan sumur non-self-discharge. Sumur self-discharge menggunakan tenaga alamiah atau natural flow sebagai mekanisme pendorong utamanya. Sedangkan, sumur non-self-discharge membutuhkan stimulasi untuk membantu proses memulai discharge nya [1].

Sumur yang memiliki masalah discharge biasanya merupakan sumur dua fasa dibandingkan dengan sumur dry steam karena tekanan hidrostatisnya lebih besar. Namun, banyak faktor umum lainnya yang dapat membuat sumur tidak bisa self-discharge seperti [2]:

1. Terdapat kolom air dingin di atas fluida termal. 2. Temperature recovery sangat lambat.

3. Tekanan kepala sumur tidak naik dengan sendirinya. 4. `Permeabilitas reservoir yang rendah.

5. Ukuran casing yang terlalu kecil menyebabkan tingginya penurunan tekanan.

Kasus permasalahan discharge juga bisa terjadi akibat workover yang terlalu lama, membuat volume air dingin yang dipompa ke dalam sumur terlalu banyak. Pada kasus ini, sumur dapat melakukan self-discharge apabila kita menunggu proses temperature recovery nya. Namun, proses ini dapat berlangsung selama beberapa tahun yang mana akan terlalu lama dari sisi komersil [3].

Oleh karena itu, metode yang biasa digunakan untuk menstimulasi discharge suatu sumur panas bumi ada lima (5), yaitu: air compression, air lifting, nitrogen injection, boiler compression, dan well-to-well injection. Dari kelima metode tersebut, well-to-well injection merupakan metode yang paling sering digunakan apabila di sekitar sumur target terdapat sumur yang sedang berproduksi [1].

Meskipun metode ini mudah untuk dilakukan, analisa keberhasilan dari proses stimulasi ini tidak pernah dilakukan. Padahal, keberhasilan stimulasi discharge suatu sumur dapat berpengaruh pada kelanjutan pengembangan suatu lapangan panas bumi apalagi di daerah

(15)

ini akan membahas tentang Optimalisasi Stimulasi Well-to-Well Pada Lapangan Panas Bumi Menggunakan Pendekatan Analisis Nodal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas, berikut adalah rumusan masalah pada penelitian ini:

1. Bagaimana kondisi sumur receiver sebelum dilakukan stimulasi? 2. Bagaimana parameter injeksi yang optimal untuk proses stimulasi? 3. Bagaimana hasil stimulasi discharge pada tiap sumur receiver?

1.3 Batasan Masalah

Berikut batasan masalah penelitian ini, yaitu:

1. Sumur dianggap berhasil discharge jika terprediksi mengalami boiling atau memiliki nilai Af/Ac > 0.85.

2. Perpindahan panas dari/ke batuan tidak diperhitungkan. 3. Simulasi menggunakan SWELFLO.

4. Analisa sensitivitas berdasarkan parameter pada kepala sumur, feed points, well bottom enthalpy, dan bottom hole pressure.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian penulis adalah:

1. Mengevaluasi profi tekanan dan temperatur sumur receiver.

2. Menganalisis parameter optimal untuk melakukan stimulasi well-to-well.

3. Mengevaluasi dan memprediksi discharge sumur menggunakan parameter optimal.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi keilmuan dalam bidang energi terutama di bidang manajemen reservoir panas bumi berupa contoh aplikasi penggunaan perangkat lunak SWELFLO dan analisis deliverabilitas sumur dalam perencanaan stimulasi well-to-well.

2. Hasil analisis dapat digunakan oleh perusahaan tempat TA (Tugas Akhir) sebagai salah satu metode analisis dalam proses perencanaan stimulasi well-to-well kedepannya.

(16)
(17)

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Kemampuan Discharge Sumur Panas Bumi

Dalam suatu pengembangan lapangan panas bumi, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan output dari lapangan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan membor sumur-sumur produksi baru untuk menambah jumlah produksi uap yang diproduksikan suatu lapangan. Setelah pengeboran suatu sumur baru panas bumi telah berhasil dilakukan, maka sumur tersebut akan diuji alirannya. Untuk itu, sumur harus dapat discharge. Untuk kebanyakan sumur, proses discharge bukanlah perkara yang sulit karena mereka biasanya mempunyai tekanan yang cukup. Namun, terkadang ditemukan sumur-sumur yang tidak mampu discharge. Sumur-sumur ini disebut dengan sumur non-self-discharge [1].

Sumur yang tidak mampu discharge biasanya memiliki ciri-ciri, seperti tidak terjadi pressure build-up berminggu-minggu setelah shut-in, dan tidak ada aliran yang keluar ketika valve dibuka [4]. Masalah ini umumnya terjadi pada lapangan yang underpressured atau lapangan yang memiliki kolom air dingin dibagian atas sumur ketika sumur akan dialirkan. Dengan kata lain, masalah ini akan sering dijumpai pada reservoir panas bumi water-dominated. Dari seluruh lapangan panas bumi yang ada di Indonesia, dua diantara vapor-dominated dan kebanyakan sisanya adalah water-vapor-dominated [5]. Oleh karena itu, masalah discharge akan sering dijumpai ketika mengembangkan lapangan panas bumi di Indonesia.

Namun, bukan berarti semua sumur di reservoir water-dominated akan tidak dapat melakukan discharge. Pada Gambar 2.1 terdapat profil tekanan dan temperatur suatu sumur water-dominated yang memiliki kolom air yang cukup dangkal dari kepala sumur. Namun setelah valve dibuka, ternyata sumur dapat discharge. Hal ini dibuktikan dengan profil tekanan dan temperatur sumur yang semakin lama menunjukkan peningkatan yang menandakan telah terjadinya boiling pada zona tertentu. Proses ini disebut pressure build-up. Sumur non-self-discharge biasanya tetap tidak dapat melakukan non-self-discharge walaupun sumur sudah ditutup dan ditunggu build-up nya.

Terjadinya boiling tentu akan menurunkan densitas kolom air pada sumur yang otomatis akan mengurangi tekanan hidrostatis didalam sumur. Yang artinya, tekanan reservoir akan lebih dominan dan membuat sumur lebih mudah discharge. Agar suatu sumur dapat melakukan discharge, maka sumur tersebut sebaiknya memenuhi kriteria berikut:

(18)

𝑃𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 > 𝑃𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑐 (2.1)

Gambar 2.1 Diagram PT sumur self-discharge [6]

Walaupun begitu, bukan berarti sumur yang termasuk kategori non-self-discharge tidak akan bisa diproduksikan atau memiliki produktivitas yang buruk. Pada nyatanya, sumur yang masuk kategori tersebut biasanya memiliki laju masa alir, entalpi aliran, dan tekanan kepala sumur yang lebih tinggi dari nilai rata-rata sumur self-discharge [1]. Hanya saja, sumur non-self-discharge membutuhkan stimulasi untuk menginisiasi discharge tersebut.

2.2 Metode Prediksi Discharge Sumur Panas Bumi

Interpretasi profil tekanan dan temperatur sumur dapat dijadikan acuan pertama dalam memprediksi kemampuan discharge sumur. Namun, cara tersebut tidak dapat dipastikan keakuratannya. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka diperlukan analisis lanjutan. Pada

(19)

umumnya, terdapat lima (5) metode yang dapat digunakan untuk memprediksi discharge sumur panas bumi:

1. Metode Af/Ac

2. Metode Liquid Hold-Up

3. Simulasi Analisis Aliran Radial 4. Numerical Radial Modelling

5. Analisis Hubungan Antara Panjang Water Column dan Jaraknya Terhadap Feedzone Kelima metode diatas masing-masing telah terbukti keakuratannya [1]. Namun, Af/Ac dianggap sebagai metode yang paling praktis dan paling sering digunakan karena data yang diperlukan cukup dari data hasil tes komplesi.

Gambar 2.2 Ilustrasi Af/Ac [1]

Af didefinisikan sebagai Area Flashing yang merupakan area dimana fluida termal mengalami perubahan fasa menjadi uap. Hal ini berkaitan dengan energi ekstra yang dimiliki sumur akibat temperatur yang melebihi temperatur saturasi. Sedangkan Ac merupakan Area Condensing yang merupakan area dimana fluida termal mengalami kondensasi yang berkaitan

(20)

dengan energi yang hilang ke formasi dan ke casing selama proses transpor fluida terjadi [1]. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi Af/Ac pada Gambar 2.2. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila energi yang hilang selama proses transpor lebih besar daripada energi cadangan ekstra yang dimiliki sumur tersebut maka sumur tidak dapat melakukan discharge. Dengan kata lain, syarat suatu sumur untuk dapat discharge adalah Af > Ac dengan rasio tertentu yang besarannya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Rasio Prediksi Af/Ac [1]

Rasio Af/Ac Prediksi

< 0.70 Kemungkinan discharge kecil – tidak ada 0.70 – 0.85 Kemungkinan discharge sedang – kecil

> 0.85 Kemungkinan discharge besar

Untuk menentukan daerah Ac, maka kita perlu menarik garis titik didih pada tekanan 1 atm yaitu 100 °C. Garis tersebut ditarik hingga bersinggungan dengan profil temperature dari sumur. Area diantara garis titik didih dengan garis temperature sumur dibawah titik didih itu adalah luas Ac. Sedangkan Af diperoleh dengan melakukan ekstrapolasi dari kurva tekanan sehingga didapatkan tekanan 0 pada kedalaman tertentu. Lalu setelah itu dibuat kurva BPD baru dari data kedalaman dan garis tekanan ekstrapolasi terbaru hingga berpotongan dengan profil temperature sumur. Daerah temperatur sumur yang lebih besar dibandingkan kurva BPD terbaru itu adalah daerah Af.

Setelah didapat kedua daerah, maka luas masing-masing area dapat dihitung. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan luas bangun datar yang merepresentasikan bentuk dari area yang ingin dihitung. Lalu hasilnya dibandingkan dan dicari rasionya sehingga didapat hasil prediksi sesuai dengan Tabel 2.1

Selain metode Af/Ac, menganalisis kedalaman water column dan jaraknya terhadap feedzone juga dapat digunakan sebagai data pendukung yang cukup baik karena metode ini juga cukup mudah untuk diterapkan. Suatu sumur dengan kolom air yang dangkal/pendek dapat lebih mudah untuk melakukan discharge dibandingkan dengan sumur yang memiliki water column panjang.

(21)

Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Jarak Kedalaman Water Column dan Feedzone [1]

Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa sumur dengan temperatur feedzone diatas 200 °C dan jarak antara water column dan feedzone dibawah 600 m terbukti dapat melakukan discharge. Sebaliknya, sumur yang memiliki jarak diatas 600 m tidak berhasil melakukan discharge.

2.3 Metode Stimulasi Discharge Sumur Panas Bumi

Masalah discharge dapat menghambat pengembangan suatu lapangan panas bumi. Untuk itu, masalah ini perlu diselesaikan dengan cara stimulasi. Terdapat 5 cara umum untuk menstimulasi sumur panas bumi yang memiliki masalah discharge. Pada sub-bab ini, penulis akan membahas setiap metode secara umum.

2.3.1 Air Compression

Metode ini merupakan metode yang paling murah dibandingkan metode lainnya [7]. Metode ini menggunakan kompresor bertekanan tinggi yang dihubungkan ke kepala sumur melalui side valve. Setelah itu, udara bertekanan tinggi yang diatur oleh kompresor akan diinjeksikan ke sumur target dan menekan kolom air dingin menuju ke temperatur formasi yang lebih panas. Seiring dengan waktu, temperatur kolom air tersebut akan naik akibat dipanaskan oleh formasi. Akibatnya, densitas kolom air akan berkurang sehingga tekanan hidrostatik didalam sumur juga berkurang. Dengan berkurangnya tekanan hidrostatis, maka tekanan reservoir akan lebih mudah mengangkat fluida sumur ke permukaan. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat ilustrasi pada Gambar 2.4

(22)

Gambar 2.4 Ilustrasi Air Compression [1]

Selain lebih murah, metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan lainnya. Kelebihan dari metode ini adalah metode ini merupakan metode yang paling mudah, dan memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi dibandingkan metode lainnya. Dan kekurangannya adalah metode ini kurang cocok diterapkan di sumur dengan suhu tinggi (>300°C). Hal ini didasari atas kekhawatiran terjadinya casing cracking akibat perubahan suhu yang terlalu ekstrim [1].

2.3.2 Nitrogen Injection

Injeksi gas merupakan salah satu metode stimulasi yang sering digunakan pada lapangan minyak dan gas. Pada lapangan panas bumi, praktik injeksi gas juga dapat digunakan untuk menstimulasi discharge suatu sumur. Gas yang digunakan untuk injeksi pada lapangan panas bumi umumnya adalah gas nitrogen (N2). Nitrogen merupakan gas yang paling cocok diinjeksi karena umumnya bersifat stabil, tidak korosif, dan tidak beracun [1]. Injeksi ini dilakukan dengan cara menginjeksikan nitrogen menggunakan coil tubing unit (CTU) ke main feed zone sumur. Setelah beberapa saat, nitrogen akan mulai bercampur dengan air dan menurunkan densitas air sehingga membuat tekanan reservoir lebih mudah mengangkat fluida sumur. Ilustrasi stimulasi injeksi nitrogen dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(23)

Sumur yang telah dilakukan injeksi nitrogen dan tidak berhasil sudah dapat dipastikan tidak akan mampu untuk discharge. Hal ini menandakan bahwa injeksi nitrogen sangat efektif untuk memulai discharge sumur. Namun, operasi injeksi nitrogen selalu dianggap sebagai cara terakhir untuk stimulasi discharge. Hal ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk injeksi nitrogen sangat tinggi dibandingkan metode lainnya [1].

Gambar 2.5 Ilustrasi Injeksi Nitrogen [1] 2.3.3 Air Lift

Metode ini mempunyai prinsip kerja yang sama dengan injeksi nitrogen. Hanya saja, yang diinjeksikan pada metode ini adalah udara. Lalu, metode ini juga memiliki biaya yang cukup tinggi dibandingkan metode lainnya, namun lebih murah jika dibandingkan dengan injeksi nitrogen [1]. Air lift dan Nitrogen Injection memiliki konsep yang sama dengan gas lift di lapangan minyak, yaitu injeksi gas bertekanan tinggi di bawah kedalaman water level dengan menggunakan coil tubing. Metode ini bertujuan untuk menciptakan gelembung yang mengurangi densitas fluida sumur dan membantu memberikan efek pengangkatan terhadap fluida sumur [8]. Ilustrasi air lift dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(24)

Gambar 2.6 Ilustrasi Coiled Tubing Unit Untuk Air Lift [1] 2.3.4 Steam Injection

Metode injeksi uap memiliki konsep injeksi uap panas hasil pembakaran yang dilakukan oleh portable boiler. Injeksi fluida panas ke dalam sumur diharapkan dapat memanaskan casing dan membantu mengurangi densitas fluida termal di dalam sumur [7]. Metode ini sekarang sudah mulai ditinggalkan karena biaya yang diperlukan untuk memindahkan portable boiler ke lokasi sumur serta bahan bakarnya sangat mahal jika dibandingkan dengan metode lain [1]. Ilustrasi stimulasi injeksi uap dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Ilustrasi Steam Injection [1] 2.3.5 Well-to-Well Stimulation

Well-to-well merupakan metode yang cocok digunakan apabila terdapat sumur produksi di cluster yang sama dengan sumur yang ingin di stimulasi [1]. Prinsip dasar dari metode ini adalah dengan menginjeksikan sumur produksi ke sumur yang ingin di stimulasi dengan tujuan untuk memanaskan kolom air yang menyebabkan lebih besarnya tekanan hidrostatik dari suatu sumur dibandingkan dengan tekanan reservoirnya seperti yang terlihat pada Gambar 2.8. Seiring bertambahnya suhu dari kolom air, maka densitas kolom air akan berkurang yang menyebabkan nilai tekanan hidrostatis dari sumur tersebut akan berkurang.

(25)

fluida panas bumi keatas permukaan. Selain itu, metode ini juga dapat memanaskan casing produksi yang akan membantu mengurangi hilangnya panas ketika fluida mengalir keatas, sehingga dapat membantu tingkat dryness fluida panas bumi yang dihasilkan.

Stimulasi biasanya dilakukan melalui main valve karena ukuran main valve lebih besar dibandingkan side valve. Ukuran pipa yang lebih besar dapat membantu mengurangi kondensasi akibat penurunan tekanan di sumur target dan panas yang dapat dikirimkan ke sumur target lebih cepat. Hal ini menghasilkan waktu stimulasi yang lebih singkat [1] [9].

Optimasi metode ini pernah dilakukan sebelumnya dengan mengganti side valve menjadi main valve sebagai jalur yang digunakan dalam melakukan stimulasi. Hasilnya, stimulasi dapat berlangsung lebih cepat dan efektif [9]. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya ukuran injection line, maka semakin banyak mass dan heat yang dapat kita transfer ke sumur receiver dalam waktu yang sama [1].

Gambar 2.8 Ilustrasi Well-to-Well [1]

2.4 Analisa Nodal Sistem Produksi

Sistem produksi sumur yang berproduksi secara umum terdiri dari reservoir, sistem transportasi fluida sumur dari reservoir menuju ke permukaan, dan system separasi di permukaan. Tujuan dilakukannya analisis nodal adalah sebagai berikut [10]:

1. Mengestimasi laju alir.

2. Memilih ukuran tubing dan pipa permukaan. 3. Pemilihan tekanan kepala sumur dan bukaan valve. 4. Mengestimasi dampak dari penurunan tekanan reservoir. 5. Mengidentifikasi hambatan aliran fluida

Dalam proses pemilihan titik nodal, perlu dilakukan analisis suatu sistem secara menyeluruh. Untuk itu, komponen di dalam suatu sistem perlu di evaluasi secara individu. Secara detil, pengelompokkan sistem komponen suatu sumur terdiri dari [11]:

(26)

1. Bagian formasi diantara drainage area dan lubang sumur. 2. Komplesi sumur.

3. Tubing string.

4. Peralatan pengaman yang terletak didalam sumur seperti downhole safety valves. 5. Peralatan artificial lift jika ada.

6. Choke produksi, biasanya terletak di kepala sumur. 7. Surface flowline dengan perlengkapannya.

8. Separator dimana terjadi separasi fluida sumur.

Semua komponen sistem di atas memiliki performance relationship yang menggambarkan karakteristik setiap sistem dalam suatu kondisi aliran yang berbeda. Karena itu, analisis untuk masing-masing komponen sistem sangat diperlukan agar gambaran keseluruhan sistem dapat dideskripsikan dengan benar [11]. Sebelum memulai perhitungan nodal, penulis membuat skema sistem stimulasi well-to-well untuk memberikan gambaran perhitungan perubahan tekanan yang lebih sesuai dan akurat dengan kasus yang sedang dihadapi. Hal ini dianggap penting karena jika perhitungan perubahan tekanan tidak akurat, maka hasil dari keseluruhan analisis sistem nodal dapat dianggap tidak valid [12].

Gambar 2.9 Skema Sistem Stimulasi Well-to-Well

Gambar 2.9 merupakan gambar dari sistem stimulasi well-to-well. Dimana lokasi titik nodalnya adalah sebagai berikut:

(27)

2. Kepala sumur sender. 3. Surface flowline. 4. Kepala sumur receiver. 5. Sumur receiver.

Pada penelitian ini, penulis memilih untuk menganalisis nodal di titik 2 dengan inflow menuju titik nodal yang didefinisikan secara matematis menjadi:

𝑇𝐾𝑆 = 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟 − ∆𝑃𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 (2.2)

Perhitungan inflow dilakukan menggunakan kurva output yang dikonstruksi dari persamaan Russel James dengan nilai tekanan kepala sumur dan laju alir maksimum yang telah di-matching dengan data uji produksi sender. Sedangkan outflow dari titik nodal menuju target didefinisikan secara matematis dengan:

𝑇𝐾𝑆 = 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑟 + ∆𝑃𝑟𝑒𝑠+ ∆𝑃𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔+ ∆𝑃𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 (2.3)

Dimana TKS adalah tekanan kepala sumur di titik dua (2). Selain itu, digunakan juga asumsi yaitu ∆𝑃𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 pada outflow dianggap nol (0) karena jarak antara titik dua (2) dan tiga (3) dekat sehingga perubahan tekanan diabaikan. Untuk menghitung ∆𝑃𝑟𝑒𝑠 digunakan data injectivity index (II) sebagai input simulator SWELFLO dengan asumsi nilai II selalu konstan dan untuk menghitung ∆𝑃𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 digunakan metode Orkiszewski yang disediakan oleh SWELFLO.

Pada lapangan panas bumi, analisis nodal dapat diaplikasikan dengan beberapa perbedaan. Perbedaan yang pertama adalah pada konfigurasi sumur dan tipe komplesi sumur panas bumi tidak menggunakan tubing, melainkan menggunakan liner yang sudah dilubangi agar dapat dilalui oleh fluida reservoir sehingga dampak perubahan ukuran tubing terhadap tekanan tidak diperhitungkan. Yang kedua, analisis nodal pada sistem panas bumi jarang sekali menempatkan titik nodal di lubang sumur. Hal ini dikarenakan sulitnya untuk mendapat data tekanan alir dasar sumur ketika sumur masih dalam kondisi berproduksi. Oleh karena itu penulis menggunakan nodal di kepala sumur (titik nomor dua) sehingga kurva inflow performance relationship (IPR) sumur panas bumi menggunakan data tekanan kepala sumur dan disebut dengan output curve yang menggambarkan kemampuan injeksi/supply sumur sender [10].

Analisis nodal juga dapat diaplikasikan pada sumur injeksi untuk menentukan laju injeksi optimum, ukuran tubing, dan sistem komplesi yang tepat untuk digunakan [13]. Namun, karena komplesi pada sumur panas bumi tidak menggunakan tubing, maka analisis nodal pada

(28)

sumur panas bumi dapat digunakan untuk penentuan laju injeksi optimum dengan nodal outflow berupa grafik reservoir performance dari data injectivity index [10].

Output curve (inflow) merupakan hasil regresi linear dari data tekanan kepala sumur dan laju alir sumur hasil uji produksi. Hal ini sejalan dengan prinsip inflow injeksi yang bertujuan untuk menunjukkan besaran laju fluida injeksi pada berbagai tekanan di titik nodal. Karena data laju alir fluida dan tekanan di titik nodal sudah diketahui dari data uji produksi, maka penulis hanya memerlukan suatu formulasi yang dapat mengubah suatu set data tersebut menjadu suatu kurva. Oleh karena itu, digunakanlah persamaan Russel James sebagai berikut:

𝑊𝑚𝑎𝑥 = 𝑊

√1 − ( 𝑃𝑃𝑚𝑎𝑥)2

(2.4)

Dimana Wmax adalah laju alir maksimum [ton/jam], W adalah laju alir injeksi dalam [ton/jam], P adalah tekanan kepala sumur [bara], dan Pmax adalah tekanan kepala sumur maksimum dalam [bara] [14]. Persamaan ini akan membantu kita mencari regresi linear dari suatu set data yang telah diberikan. Dengan persamaan ini, kita dapat menentukan nilai laju alir observasi untuk selanjutnya dibandingkan dan dicari errornya. Oleh karena itu, Persamaan 2.4 akan diubah menjadi Persamaan 2.5 agar mendapatkan nilai laju alir observasi yang diinginkan: 𝑊 = 𝑊𝑚𝑎𝑥× √1 − ( 𝑃 𝑃𝑚𝑎𝑥 ) 2 (2.5)

Dengan memasukkan nilai 𝑊𝑚𝑎𝑥 dan 𝑃𝑚𝑎𝑥 tebakan, maka kita mendapatkan nilai laju alir observasi pada tekanan tertentu dan data yang dihasilkan dapat dijadikan suatu regresi. Namun, untuk mendapatkan kurva regresi linear yang representatif perlu dilakukan analisis error yang ada pada kurva tersebut. Oleh karena itu, digunakan metode perhitungan error yang dinamakan root mean squared error (RMSE). RMSE adalah suatu metode yang memprediksi seberapa akurat kurva regresi terhadap suatu poin-poin data dengan memperhitungkan jarak antara garis kurva dengan data poin yang ada. Dengan begitu, semakin kecil error yang ada berarti semakin representatif kurva yang telah dibuat karena jarak antara kurva dengan data aktual semakin dekat. Metode ini mengambil selisih data aktual dan data observasi lalu dikuadratkan. Pengkuadratan ini dilakukan untuk menghilangkan nilai negatif.

(29)

Hasil dari pengkuadratan tersebut akan dijumlahkan lalu dirata-ratakan [14]. Rumus dasar dari RMSE dapat dilihat di Persamaan 2.6:

𝑅𝑀𝑆𝐸 =∑(𝑦𝑖− 𝑦̂𝑖)

2

𝑛

(2.6)

Dimana 𝑦𝑖 adalah nilai hasil observasi, 𝑦̂𝑖 adalah nilai data aktual, dan 𝑛 adalah jumlah data.

Untuk mencari nilai di titik nodal, dibutuhkan dua kurva yang saling berpotongan. Untuk itu, selain kurva output maka dibutuhkan juga kurva outflow yang menggambarkan kemampuan sumur receiver dalam menerima injeksi. Kurva outflow terbentuk dari hasil simulasi injeksi bottom-up menggunakan SWELFLO yang memperhitungkan tekanan reservoir receiver dan juga perubahannya menggunakan data injectivity index untuk perubahan tekanan di bottomhole dan metode Orkiszewski untuk perhitungan perubahan tekanan di sepanjang tubing. Metode Orkiszewski akan dibahas lebih lanjut pada sub-bab berikutnya. Hal ini membuat syarat definisi outflow pada Persamaan 2.3 terpenuhi. Hasil simulasi ini akan menghasilkan data tekanan dan laju alir yang dapat diplot menjadi suatu kurva. Hasil perpotongan diantara kurva kemampuan injeksi sumur sender dan kemampuan sumur receiver dalam menerima injeksi akan menghasilkan nilai parameter injeksi yang optimum untuk dilakukan.

2.5 Simulator SWELFLO

Swelflo merupakan sebuah perangkat lunak yang didesain untuk memodelkan aliran fluida di dalam sumur panas bumi. Program ini dapat digunakan untuk memprediksi efek dari perubahan parameter-parameter di kepala sumur maupun di reservoir terhadap waktu menggunakan persamaan laju alir yang disediakan. Perangkat lunak ini dapat memodelkan proses produksi, maupun injeksi secara top down atau bottom up dengan perbedaan penekanan di parameter yang dikunci.

Pada simulasi top down, simulator akan mengunci nilai input parameter di kepala sumur sehingga parameter di reservoir yang akan merespon simulasi dan berubah nilai. Sebaliknya, bottom up mengunci boundary conditions di reservoir sehingga parameter di kepala sumur yang akan merespon simulasi dan berubah nilai. Selain perubahan parameter, SWELFLO juga akan menghasilkan grafik profil tekanan, temperatur, dan laju alir di dalam sumur yang dapat di export ke dalam format excel sebagai gambaran kondisi didalam sumur setelah disimulasikan dengan parameter-parameter yang diberikan. Salah satu hal terpenting pada penelitian ini adalah perubahan tekanan fluida dua fasa ketika stimulasi dilakukan, maupun

(30)

saat proses peramalan hasil dari stimulasi yang salah satunya berupa grafik profil tekanan sumur. Perubahan tekanan saat simulasi stimulasi digunakan menggunakan metode Orkiszewski yang disediakan SWELFLO.

Metode Orkiszewski merupakan metode yang biasa digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan pada fluida dua fasa di dalam suatu pipa vertikal. Metode ini mengelompokkan flow regime menjadi empat (4) yaitu bubble, slug, annular-slug transition, dan annular-mist. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat ilustasi pada Gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.10 Flow Regime Menurut Orkiszewski [15]

Selain itu, metode ini menggabungkan persamaan lainnya untuk menghitung kehilangan tekanan pada fluida dengan flow regime yang berbeda-beda [15]. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Persamaan Yang Digunakan Dalam Metode Orkiszewski [15]

Metode

Flow Regime

Griffith & Wallis (1961) Bubble Griffith & Wallis Modified (1961) Slug

Duns & Ros (1963) Transition

(31)
(32)

BAB III

Metode Penelitian

3.1 Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan meninjau data primer untuk mendapatkan parameter-parameter yang akan digunakan dalam pembuatan kurva output maupun outflow. Setelah kedua kurva didapat, maka akan didapat nilai perpotongan pada titik nodal. Nilai pada titik tersebut adalah nilai injeksi optimal yang akan dimasukkan sebagai input simulasi. Setelah dilakukan simulasi akan didapat prediksi profil sumur target injeksi. Jika sumur diprediksi tidak berhasil melakukan discharge, maka sumur tidak akan dilakukan stimulasi. Namun, jika diprediksi dapat discharge, maka sumur akan dianalisis perkiraan output nya sebagai bagian dari perencanaan suatu proyek stimulasi sumur panas bumi.

(33)

3.2 Bentuk Penelitian

1. Analisa profil sumur receiver sebagai sumur target

2. Analisa data uji produksi (deliverabilitas) sumur sender sebagai sumur injector 3. Analisa nodal di kepala sumur sender

4. Simulasi injeksi menggunakan perangkat lunak SWELFLO 5. Analisa grafik output dari hasil simulasi

6. Analisa profil sumur receiver setelah stimulasi 7. Simulasi prediksi outflow receiver setelah stimulasi

3.3 Metode Pengumpulan Data

Untuk penelitian ini, penulis mengumpulkan data dari berbagai macam sumber. Sumber data ini dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang diberikan oleh PT Pertamina Geothermal Energy. Sedangkan data sekunder merupakan data yang bersumber dari literatur untuk mendukung data primer. Secara lebih lengkap, berikut data yang dikumpulkan penulis sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari instansi atau pihak pertama. Pada penelitian ini, data primer penulis terdiri dari:

- Data uji produksi (deliverability) sumur sender. - Nilai injectivity index hasil dari gross permeability test.

- Profil sumur receiver (konfigurasi casing-liner, profil tekanan dan temperatur sumur, injectivity index sumur).

2. Data Sekunder

Berbeda dengan data primer, data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer melalui studi kepustakaan serta melalui diskusi dan wawancara bersama pembimbing-pembimbing tugas akhir. Data sekunder diperoleh dari:

- Studi literatur mengenai stimuiasi discharge. - Diskusi dan bimbingan dengan pembimbing

3.4 Metode Analisis Data

Perangkat lunak excel digunakan untuk menganalisis data sumur. Data tersebut dihitung serta dikonversi satuannya lalu digunakan sebagai data poin untuk membuat garis regresi

(34)

linear yang merepresntasikan kurva output. Salah satu konversi yang dilakukan adalah konversi tekanan dari Kscg menjadi bara yang dapat dilakukan dengan persamaan:

𝑇𝐾𝑆 = (𝑇𝐾𝑆𝑎𝑤𝑎𝑙× 0.9806614) + 𝑃𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 (3.1)

Data yang dibutuhkan untuk membuat regresi didapatkan menggunakan persamaan kurva Russel James. Error yang terdapat pada garis regresi selajutnya dihitung menggunakan metode root mean squared error untuk kemudian diminimalisir menggunakan goal seek SOLVER, yaitu sebuah perangkat tambahan didalam excel agar kurva regresi yang dihasilkan dapat merepresentasikan keadaan aktual seakurat mungkin.

Selanjutnya, perangkat lunak SWELFLO digunakan untuk mencari nilai performa reservoir receiver dalam menerima injeksi. Dengan melakukan simulasi injeksi bottom up, maka akan didapat nilai tekanan kepala sumur terhadap laju alir yang telah diubah menyesuaikan dengan keadaan reservoir target injeksi. Nilai ini akan digunakan untuk membuat kurva outflow yang selanjutnya akan digunakan untuk analisis nodal. Jika kurva regresi dan outflow berpotongan, maka nilai parameter stimulasi optimum dapat ditemukan dengan melakukan interpolasi antara nilai perpotongan dengan data outflow. Jika nodal tidak berhasil didapatkan, maka analisa sensitivitas akan dilakukan menggunakan perangkat lunak ini dengan cara mengubah parameter reservoir (feedpoints, entalpi, dan Pwf) jika diperlukan. Setelah itu, nilai perpotongan nodal akan digunakan untuk mensimulasikan stimulasi well-to-well menggunakan SWELFLO sehingga didapat profil tekanan dan temperature sumur receiver setelah stimulasi dan prediksi discharge dapat diketahui.

(35)
(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Review Data Sumur

4.1.1 Sumur Receiver

Sumur receiver adalah sumur yang memiliki masalah discharge. Karena itu, sumur receiver merupakan sumur target injeksi well-to-well. Pada kasus yang pertama, Sumur X adalah sumur receiver, sedangkan pada kasus yang berikutnya, Sumur Y adalah sumur receiver nya. Pada sub-bab ini penulis akan menjelaskan tentang bagaimana keadaan kedua sumur receiver sebelum proses stimulasi. Dari profil tekanan, temperatur, hingga konfigurasi casing-liner nya.

1. Sumur X

Sumur X merupakan salah satu sumur produksi di Lapangan UP Cluster X-A. Sumur ini merupakan sumur directional dengan kick off point pada kedalaman 214 mKu. Sebelum di stimulasi, sumur ini berstatus tidak dapat berproduksi akibat adanya water column didalam sumur. Hal ini diketahui setelah melihat data profil sumur X dibawah ini:

Tabel 4.1 Data Profil Tekanan dan Temperatur Sumur X

Kedalaman

(mKu) Tekanan (bara) Temperatur (°C) BPD (°C)

Entalpi (kJ/kg) 0 200 400 600 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600 0 0 0 5 21.3 26.0 30.2 34.8 39.1 43.2 47.3 51.6 56.1 59.7 63.9 68.4 72.4 76.6 80.9 85.1 89.8 75.1 50.8 47.7 52.5 54.0 54.6 54.9 55.4 56.0 56.3 57.4 76.8 107.6 114.5 114.6 113.4 115.0 115.0 114.8 114.6 114.6 153.9 215.6 226.1 234.3 242.3 249.0 255.0 260.5 265.9 271.2 275.2 279.7 284.3 288.1 292.0 295.8 299.4 303.2 220.1 227.8 230.8 232.4 234.7 237.6 239.2 244.1 325.4 455.3 484.6 485.5 480.7 487.4 487.7 487.4 487.1 487.4

(37)

Dari data pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa temperatur sepanjang sumur berbeda jauh dari titik didih pada tiap titik tekanannya. Hal ini membuktikan bahwa sumur tersebut berisi air sehingga tekanan hidrostatis di dalam sumur jauh lebih besar, membuat sumur tidak dapat discharge secara alami. Menggunakan metode Af/Ac, maka dapat diketahui bahwa sumur tidak memiliki zona Af namun memiliki zona Ac yang cukup luas. Sehingga secara Af/Ac sumur ini juga diprediksi tidak dapat melakukan discharge. Ilustrasi dapat dilihat di Gambar 4.1 di bawah.

Gambar 4.1 Grafik Profil Tekanan dan Temperatur Sumur X

Selain itu, dapat diketahui juga bahwa sumur tersebut memiliki major feedzone pada kedalaman 1200 mKU dengan tekanan 56 bara dan temperatur 107°C. Dengan kedalaman water column di 400 mKU, berarti dapat dipastikan jarak antara water column dan feedzone

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 50 100 150 200 250 300 350 D ep th (m K u )

Pressure (bara) & Temperature (°C)

Pressure Temperature BPD Condensing Line

(38)

lebih dari 600 mKU. Dengan runtutan hasil tersebut, dapat dipastikan bahwa sumur tidak dapat melakukan discharge sehingga perlu dilakukan stimulasi agar bisa diproduksikan.

Sebagai sumur penerima suplai fluida injeksi, maka kita perlu mengetahui konfigurasi casing-liner nya karena sumur ini akan menjadi input tempat dimana simulasi injeksi dilakukan. Data casing-liner dapat ditemukan pada Tabel 4.2.

Selain itu, dari profil sumur data feedzone dapat disimpulkan dan dibuat tabulasi yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Konfigurasi Casing-Liner Sumur X

Tipe (mKU) Awal (mKU) Akhir (mKT) Awal (mKT) Akhir

Stop pipe 30'' Casing 20" Casing 13 3/8" Liner 10 3/4" Liner 8 5/8" 0 0 0 817 1389 28 206 842 1410 1742 0 0 0 794 1327 28 206 817 1347 1660 Tabel 4.3 Data Feedzone Sumur X

Kedalaman (mKU) Temperatur (°C) Tekanan (bara) Entalpi (kJ/kg) Injectivity Index (bara/(ton/hr)) 1200 107.5 55.7 455.3 0.025

Kedua data ini sangat penting untuk diidentifikasi karena akan digunakan sebagai input boundary conditions di bottomhole untuk proses simulasi SWELFLO di sumur X dengan tujuan mencari kurva outflow untuk analisa nodal sumur tersebut.

2. Sumur Y

Sumur merupakan salah satu sumur produksi di lapangan UP Cluster Y-B. Sumur ini merupakan sumur directional dengan kick off point pada kedalaman 330 mKu. Seperti sumur X, sumur ini berstatus tidak dapat berproduksi akibat adanya water column didalam sumur. Hal ini dapat diketahui setelah melihat profil sumur Y pada tabel 4.3

Tabel 4.4 Data Profil Temperatur dan Tekanan Sumur Y

Kedalaman (mKU) Tekanan (bara) Temperatur (°C) BPD (°C) Entalpi (kJ/kg) 0 200 1.1 1.1 28.1 29.7 121.0 121.0 117.9 124.6

(39)

800 900 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200 2250 1.6 12.9 19.4 24.1 27.7 31.6 35.4 39.5 43.4 47.2 51.3 55.2 59.3 63.2 66.9 71.2 75.3 79.4 83.8 87.9 92.3 96.6 100.6 104.8 109.1 113.2 117.4 121.5 69.2 70.6 71.7 72.8 73.1 73.7 74.4 74.9 75.5 76.4 78.7 80.3 81.5 82.4 83.9 84.9 86.6 87.6 89.9 101.7 115.7 120.3 121.9 123.0 123.9 124.1 122.7 120.9 127.7 194.6 213.3 224.1 231.2 238.4 244.6 251.0 256.5 261.5 266.7 271.3 275.9 280.0 283.7 287.9 291.6 295.3 299.0 302.4 305.9 309.2 312.1 315.1 318.1 320.8 323.6 326.2 289.8 296.7 301.8 306.6 308.4 311.0 314.3 316.8 319.4 323.4 333.5 340.5 346.1 350.2 356.4 361.3 368.3 373.1 383.2 433.0 492.0 511.9 519.0 523.8 527.9 528.9 523.2 515.9

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa permasalahan yang ada pada sumur Y sama dengan sumur X. Dimana temperatur sepanjang sumur berbeda jauh dari titik didih pada tiap titik tekanannya. Hal ini membuktikan bahwa sumur tersebut berisi air sehingga tekanan hidrostatis di dalam sumur jauh lebih besar, membuat sumur tidak dapat discharge secara alami. Menggunakan metode Af/Ac, maka dapat diketahui bahwa sumur tidak memiliki zona Af namun memiliki zona Ac yang cukup luas. Sehingga secara Af/Ac sumur ini juga diprediksi tidak dapat melakukan discharge. Ilustrasi dapat dilihat di Gambar

Selain itu, dapat diketahui juga bahwa sumur tersebut memiliki major feedzone pada kedalaman 2200 mKU dengan tekanan 117.4 bara dan temperatur 122.7 deg. Jarak antara feeedzone dan water column yang melebihi 600 mKU juga memperkuat dugaan bahwa sumur ini tidak dapat discharge secara alami. Oleh sebab itu, stimulasi perlu dilakukan agar sumur ini bisa diproduksikan.

(40)

Gambar 4.2 Grafik Profil Tekanan dan Temperatur Sumur Y

Setelah dilakukan analisa profil tekanan dan temperatur Sumur Y, maka didapatkan data feedzone yang dapat dilihat pada Tabel 4.5. Selain itu, konfigurasi casing-liner dari sumur ini juga dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.5 Data Feedzone Sumur Y

Kedalaman

(mKu) Temperatur (°C) Tekanan (bara) Entalpi (kJ/kg)

Injectivity Index (bara/(ton/hr)) 2200 122.7 117.4 523.2 0.016 0 500 1000 1500 2000 2500 0 50 100 150 200 250 300 350 mK u

Pressure (bara) & Temperature (°C)

Pressure Temperature BPD Condensing Line

(41)

Tabel 4.6 Konfigurasi Casing-Liner Sumur Y Tipe Awal (mKU) Akhir (mKU) Awal (mKT) Akhir (mKT) Casing 30" Casing 20" Casing 13-3/8" Liner 10-3/4" Liner 8-5/8" 0 0 0 956 1747 32 290 992 1789 2279 0 0 0 908 1582 32 290 939 1620 2077 4.1.2 Sumur Sender

Sumur sender adalah sumur yang telah discharge dan sedang berproduksi di cluster yang sama dengan sumur target. Oleh sebab itu, identifikasi profil suhu dan tekanan sumur tidak diperlukan. Namun, kita perlu mereview data uji produksi sebagai parameter injeksi yang nanti akan digunakan.

1. Sumur A

Sumur A merupakan salah satu sumur produksi pada cluster X-A lapangan UP. Sumur ini telah berproduksi dari tahun 2011.

Hasil uji produksi metode separator untuk Sumur A dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7 Data Hasil Uji Produksi Sumur A

Bukaan Valve (%) TKS (kscg) Laju Alir Total (t/jam) Dryness (%) Entalpi (kJ/kg) 100 40 34 24 11.9 13 14 15.5 315.6 199.4 160.6 92.1 22 20.8 20 15 1201.9 1176.6 1161.2 1060.8

Dimana bukaan valve adalah seberapa besar kemampuan kepala sumur yang digunakan, TKS adalah tekanan kepala sumur, laju alir total adalah laju alir fluida dua fasa yang dihasilkan, dryness adalah seberapa dominan fasa uap di fluida yang terproduksi, dan entalpi adalah energi dari fluida yang terproduksi.

2. Sumur B

Sumur B merupakan sumur produksi pada cluster Y-B lapangan UP. Berbeda dengan Sumur A, sumur ini telah berproduksi dari tahun 2010

(42)

Tabel 4.8 Data Hasil Uji Produksi Sumur B Bukaan Valve (%) TKS (ksc) Laju Alir Total (t/jam) Dryness (%) Entalpi (kJ/kg) 100 85.2 73 65.5 50.8 17.8 19 20 21 25 678.9 637.7 615.9 610.2 563.4 23.9 24.1 24 23.3 19.8 1269.6 1274.3 1273.5 1258.9 1188.4

Dimana bukaan valve adalah seberapa besar kemampuan kepala sumur yang digunakan, TKS adalah tekanan kepala sumur, laju alir total adalah laju alir fluida dua fasa yang dihasilkan, dryness adalah seberapa dominan fasa uap di fluida yang terproduksi, dan entalpi adalah energi dari fluida yang terproduksi.

4.2

Analisis Nodal

Setelah meninjau data-data sumur sender dan receiver, selanjutnya dilakukan analisis nodal dengan titik nodal di kepala sumur. Seperti yang telah penulis utarakan di BAB II, analisis nodal di penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai injeksi yang optimum untuk proses stimulasi setiap pasang sumur. Untuk mendapat nilai tersebut, maka kemampuan sender untuk melakukan injeksi (output curve) dan kemampuan reservoir receiver untuk menerima injeksi (outflow curve) harus diketahui.

4.2.1 Penentuan Output Curve

Untuk mencari kemampuan injeksi sender, maka diperlukan data uji produksi sumur sender yang telah dipaparkan di Tabel 4.7. Nilai tekanan kepala sumur pada data tersebut selanjutnya diubah menjadi bara agar dapat memenuhi Persamaan 2.4. Untuk merubah satuan kscg menjadi bara, maka diperlukan nilai tekanan atmosfer pada elevasi sumur tersebut yang telah diketahui pada Tabel 4.9 dibawah:

Tabel 4.9 Data Tekanan Terhadap Elevasi di Cluster X-A

Elevasi (m) Tekanan (bara)

771 0.92

Tabel 4.10 Data Tekanan Terhadap Elevasi di Cluster Y-B

(43)

Setelah itu, nilai tekanan kepala sumur awal dikonversi menggunakan Persamaan 3.1. Setelah didapatkan nilai laju alir terhadap tekanan kepala sumur yang baru untuk masing-masing cluster, maka kita dapat menerapkan metode Russel James untuk mencari regresi linear dari data poin yang sudah ada. Tujuannya adalah untuk mencari nilai tekanan kepala sumur, laju alir maksimum dan membuat kurva output dengan cara memasukkan nilai laju alir maksimum dan tekanan maksimum tebakan. Untuk mencari nilai laju alir yang diinginkan, maka digunakan Persamaan 2.5.

Hasil laju alir yang didapat tentunya akan berbeda dengan hasil data lapangan. Oleh karena itu, penulis menggunakan root mean squared error (Persamaan 2.6) untuk menghitung error yang dihasilkan dan membuatnya seminim mungkin dengan metode goal seek menggunakan SOLVER. Maka, didapatkan hasil sebagai berikut untuk masing-masing cluster:

Tabel 4.11 Hasil Regresi Linear Tekanan Terhadap Temperatur Sumur A

TKS (bara) Laju Alir Data (t/hr) Pmax (bara) Wmax (t/hr) Laju Alir Perhitungan (t/hr)

Error Rerata Error

12.6 13.7 14.7 16.1 316 199 161 92.1 16.4 419.1 269.4 232.8 190.1 81.9 2168.4 1140.2 845.3 105.1 1064.8

Tabel 4.12 Hasil Regresi Linear Tekanan Terhadap Temperatur Sumur B

TKS (bara) Laju Alir Data (t/hr) Pmax (bara) Wmax (t/hr) Laju Alir Perhitungan (t/hr) Error Rerata Error 18.4 19.6 20.5 21.5 25.4 679.0 637.7 615.9 610.2 563.4 37.78 752.07 657.1 643.5 631.3 618.2 556.1 478 34 236 64 54 173.3

Selanjutnya, kita dapat membuat kurva output dengan menggunakan Persamaan 4.2 dengan nilai 𝑃𝑚𝑎𝑥 dan 𝑊𝑚𝑎𝑥 yang telah didapat dan juga memisalkan besaran tekanan kepala sumur untuk masing-masing sumur sender. Setelah itu, maka didapatkan kurva output seperti berikut:

(44)

Gambar 4.3 Kurva Output Sumur A

Gambar 4.4 Kurva Output Sumur B 4.2.2 Penentuan Outflow Curve

Outflow curve adalah kurva yang menggambarkan kemampuan reservoir untuk menerima injeksi. Untuk mencari kurva ini, kita perlu mensimulasikan injeksi secara bottom-up menggunakan SWELFLO. Simulasi bottom-bottom-up mengunci parameter di reservoir sehingga apabila kita melakukan simulasi injeksi suatu laju alir pada tekanan dasar sumur tertentu ke dalam suatu reservoir, nilai laju alir dan tekanan injeksi tersebut akan dikoreksi oleh simulator menyesuaikan kemampuan reservoir target berdasarkan parameter yang telah dimasukkan.

Parameter yang dimasukkan untuk melakukan kurva ini adalah: • Profil feedzone sumur receiver (Tabel 4.3 dan Tabel 4.5)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 M as s Fl ow ( t/ hr) Pwh (bara)

Data Point Output Curve

0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 5 10 15 20 25 30 35 40 M as s Fl ow ( t/ hr) Pwh (bara)

(45)

• Profil casing-liner sumur receiver (Tabel 4.2 dan Tabel 4.6)

• Data tekanan kepala sumur, laju alir, dan entalpi sumur sender (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8)

Dalam proses memasukkan data, penting untuk memperhatikan nilai tekanan dalam sumur (Pwf) yang akan digunakan. Simulasi akan dilakukan sebanyak tiga (3) kali untuk setiap kasus, oleh sebab itu, penting untuk menentukan tiga (3) nilai Pwf yang berbeda untuk setiap kasus. Untuk menentukan nilai Pwf tersebut, maka penulis menggunakan ketentuan dimana nilai Pwf harus lebih besar dibandingkan dengan nilai tekanan pada feedpoints yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Dengan ketentuan tersebut, maka didapatkan tiga (3) nilai Pwf untuk setiap kasus seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Data Pwf yang digunakan untuk simulasi

Pwf (bara) Kasus Sumur X-A 60, 63, 65

Kasus Sumur Y-B 120, 125, 130

Setelah memasukkan seluruh parameter, maka simulasi dijalankan secara bottom-up menggunakan mode korelasi Orkiszewski. Korelasi ini umum digunakan pada lapangan migas untuk menghitung kehilangan tekanan pada fluida dua fasa di pipa vertikal. Korelasi ini juga mempertimbangkan kondisi flow regime fluida ketika mengalir di dalam pipa dan menggunakan formula yang berbeda untuk setiap flow regime [15]. Oleh sebab itu, metode ini penulis anggap paling tepat dan akurat untuk melakukan perhitungan kehilangan tekanan dalam analisis nodal

Setelah dilakukan simulasi, maka akan dapat diperoleh hasil data sebagai berikut: Tabel 4.14 Data Poin Kurva Outflow Sumur X

Pwf (bara) Pwh (bara) Laju Alir (kg/s) Laju Alir (t/hr) Temperatur (°C) Entalpi (kJ/kg) 60 63 65 14.5 15.4 16.4 -46.9 -79.7 -101.5 169 287 365.5 196 199.4 202.4 1138.8

Tabel 4.15 Data Poin Kurva Outflow Sumur Y

Pwf

(46)

120 125 130 22 25.3 31.5 -46.5 -136.1 -225.6 167.5 489.8 812 216.9 224.3 236.1 1232.3

Nilai negatif pada laju alir menandakan bahwa laju alir tersebut merupakan laju alir injeksi. Selanjutnya, data pada kedua tabel diatas akan digunakan sebagai data poin untuk menentukan kurva outflow yang dapat dilihat pada gambar dibawah:

Gambar 4.5 Kurva Outflow Sumur X

Gambar 4.6 Kurva Outflow Sumur Y

4.2.3 Penentuan Parameter Stimulasi Optimum

Untuk menentukan parameter stimulasi yang optimum pada setiap sumur, maka diperlukan nilai perpotongan antara kemampuan injeksi sender dan kemampuan reservoir receiver dalam menerima injeksi. Oleh karena itu, kurva output dan outflow yang didapat akan diidentifikasi titik perpotongannya. Berikut kurva gabungan untuk masing-masing kasus

0 100 200 300 400 14.0 14.5 15.0 15.5 16.0 16.5 17.0 M as s Fl ow ( t/ hr) Pwh (bara) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 20 22 24 26 28 30 32 34 M as s Fl ow (t/ hr ) Pwh (bara)

(47)

Gambar 4.7 Kurva Perpotongan Kasus Sumur X-A

Gambar 4.8 Kurva Perpotongan Kasus Sumur Y-B

Setelah didapatkan titik perpotongannya, maka kita dapat mendapatkan nilai tekanan kepala sumur dan laju alir. Nilai ini kemudian diinterpolasi dengan data pada Tabel 4.13 (untuk kasus X-A) dan Tabel 4.14 (untuk kasus Y-B). Setelah diinterpolasi maka akan didapatkan nilai parameter yang optimum untuk melakukan simulasi stimulasi yang dapat dilihat pada tabel berikut: 0 50 100 150 200 250 300 350 400 12 13 14 15 16 17 M as s Fl ow ( t/ hr) Pwh (bara)

Output Curve Outflow Curve

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 M as s Fl ow (t/ hr ) Pwh (bara)

(48)

Tabel 4.16 Nilai Parameter Stimulasi Optimum untuk Kasus X-A

Pwf

(bara) Pwh Injeksi (bara) (kg/s) m (t/hr) m Temperatur Injeksi

(°C)

Entalpi

(kJ/kg)

60.5 14.7 -52.2 188 196.9 1138.8

Tabel 4.17 Nilai Parameter Stimulasi Optimum untuk Kasus Y-B

Pwf (bara) Pwh Injeksi (bara) m (kg/s) m (t/hr) Temperatur Injeksi (°C) Entalpi (kJ/kg) 125.8 26.3 -150 540 226.2 1180

4.3

Simulasi Stimulasi Well-to-Well dan Hasilnya

Untuk mensimulasikan proses stimulasi, maka kita membutuhkan parameter input sebagai berikut:

• Profil feedzone sumur receiver (Tabel 4.3 dan Tabel 4.5) • Profil casing-liner sumur receiver (Tabel 4.2 dan Tabel 4.6) • Nilai parameter stimulasi optimum (Tabel 4.16 dan Tabel 4.17)

Setelah itu data dimasukkan sesuai dengan kasus yang diinginkan. Lalu akhirnya akan didapat prediksi profil tekanan dan temperatur sumur sender setelah dilakukan stimulasi seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.9 Prediksi Profil Tekanan dan Temperatur Sumur X Setelah Stimulasi

0 200 400 600 800 1000 1200 0 50 100 150 200 250 300 De pth (mM D) P(bara) & T(°C) Temperatur Tekanan BPD

(49)

Gambar 4.10 Prediksi Profil Tekanan dan Temperatur Sumur Y Setelah Stimulasi

Dari kedua gambar grafik prediksi, kedua sumur terlihat sama-sama akan mengalami boiling. Hal ini ditunjukkan dengan profil temperatur kedua sumur yang sebagian besar menyentuh kurva titik didih (BPD). Temperatur kedua sumur juga diprediksi tidak ada yang berada dibawah 200°C. Hal ini memperkecil kemungkinan fluida termal terkondensasi ketika dalam proses transpor yang akan memperbesar kemungkinan discharge bagi kedua sumur. Karena alasan diatas, maka kedua sumur receiver diprediksi dapat melakukan discharge.

0 500 1000 1500 2000 0 100 200 300 400 De pth (mM D) P (bara) & T (°C) Temperatur Tekanan BPD

(50)
(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah di dapat dari seluruh rangkaian penelitian optimalisasi stimulasi well-to-well di lapangan panas bumi menggunakan pendekanatan analisis nodal, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sumur X dan Y merupakan sumur non-self-discharge sebelum dilakukannya proses stimulasi.

2. Nilai stimulasi well-to-well yang optimal adalah sebagai berikut:

a. Kasus X-A : Pada tekanan kepala sumur 14.7 bara dengan laju alir 188 t/hr b. Kasus Y-B : Pada tekanan kepala sumur 26.3 bara dengan laju alir 540 t/hr 3. Setelah dilakukan analisa dan simulasi, kedua kasus diprediksi dapat melakukan

discharge

5.2

Saran

Untuk penelitian selajutnya, penulis menyarankan:

1. Studi kasus yang melibatkan perpindahan panas dan karakteristik batuan reservoir sekitar sumur receiver.

2. Sebaiknya unsur keekonomian dari sumur yang di stimulasi juga diperhitungkan sebagai salah satu parameter kelayakan stimulasi.

3. Seharusnya dapat dikembangkan suatu model numerik yang dapat memprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk stimulasi well-to-well.

(52)
(53)

REFERENSI

[1] M. H. Mubarok and S. J. Zarrouk, "Discharge Stimulation of Geothermal Wells: Overview and Analysis," Geothermics, vol. 70, pp. 17-37, 2017.

[2] S. J. Zarrouk and K. McLean, Geothermal Well Test Analysis: Fundamentals, Applications, and Advanced Techniques, London: Elsevier, 2019.

[3] A. Watson, Geothermal Engineering Fundamentals and Apllications, New York: Springer, 2013.

[4] M. A. Grant and P. F. Bixley, Geothermal Reservoir Engineering Second Edition, Oxford: Elsevier, 2011.

[5] N. A. Pambudi, "Geothermal Power Generation in Indonesia, a Country within the Ring of Fire: Current Status, Future Development, and Policy," Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 81, no. 2, pp. 2893-2901, 2018.

[6] PT Pertamina Geothermal Energy, Jakarta, 2020.

[7] Z. F. Sarmiento, "Application of Well Testing in Assessing Geothermal Resources," United Nations University Geothermal Training Programme, San Tecla, 2011.

[8] Z. F. Sarmiento, "Geothermal Development in Philippines," United Nations University Geothermal Training Programme, Reykjavik, 1993.

[9] C. H. Siega, V. S. Saw, R. P. Andrino Jr and G. F. Cañete, "Well-To-Well Two Phase Injection Using a 10in Diameter Line To Initiate Well Discharge in Mahanagdong Geothermal Field, Leyte, Philippines," in 7th Asian Geothermal Symposium, Makati City, 2006.

[10] G. Hastriansyah, "Evaluasi Sumur Injeksi Pada Lapangan Tompaso Menggunakan Analisis Nodal," Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2015.

[11] G. TAKÁCS and Z. TURZÓ, "Description of the Production Conditions of a Geothermal Well Using Nodal Analysis Techniques," in Geosciences and Engineering Vol. 1, Miskolc, 2012, pp. 329-336.

[12] H. D. Beggs, Production Optimization Using Nodal Analysis, Oklahoma: OGCI and Petroskills Publications, 2003.

[13] K. E. Brown, D. R. Doty, C. Granger, L. Ledlow, J. Mach, E. Proaño, Z. Schmidt and A. Szilas, "Nodal System Analysis," in The Technology of Artificial Lift Methods Vol.4, Oklahoma, Pennwell Books, 1984, pp. 112-118.

[14] R. James, "One Curve Fits All," in Fourteenth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, California, 1989.

[15] B. T. Cacho, "A Study On Different Two-Phase Flow Correlations Used in Geothermal Wellbore Modelling," United Nations University Geothermal Training Programme, Reykjavik, 2015.

(54)

[16] E. L. Lehmann and G. Casella, Theory of Point Estimation, 2nd Edition, New York: Springer, 1998.

(55)
(56)

Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI

DAN PRODUKSIPROGRAM

STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Syafriza Bakri Pratama NIM : 101316074 Nama Pembimbing : Dara Ayuda Maharsi, S.T., M.T. NIP : 119032 No. 1 Hari/Tanggal: Jumat, 14 Februari 2020

Hal yang menjadi perhatian:

Pembahasan hubungan antara radius reservoir, laju alir, dan entalpi dengan kemampuan discharge sumur

Paraf Pembimbing: No. 2 Hari/Tanggal: Kamis, 27 Februari 2020

Hal yang menjadi perhatian: Pembahasan heat transfer

(57)

Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI

DAN PRODUKSIPROGRAM

STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Syafriza Bakri Pratama NIM : 101316074 Nama Pembimbing : Dara Ayuda Maharsi, S.T., M.T. NIP : 119032 No. 3 Hari/Tanggal: Jumat, 28 Februari 2020

Hal yang menjadi perhatian: Pembahasan heat transfer

Paraf Pembimbing: No. 4 Hari/Tanggal: Jumat, 10 April 2020

Hal yang menjadi perhatian: Heat transfer dan well to well

(58)

Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI

DAN PRODUKSIPROGRAM

STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Syafriza Bakri Pratama NIM : 101316074 Nama Pembimbing : Dara Ayuda Maharsi, S.T., M.T. NIP : 119032 No. 5 Hari/Tanggal: Jumat, 15 Mei 2020

Hal yang menjadi perhatian: Heat transfer dan well to well

Paraf Pembimbing: No. 6 Hari/Tanggal: Jum’at, 19 Juni 2020

Hal yang menjadi perhatian:

Perubahan Judul TA, pembahasan nodal

(59)

Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI

DAN PRODUKSIPROGRAM

STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Syafriza Bakri Pratama NIM : 101316074 Nama Pembimbing : Dara Ayuda Maharsi, S.T., M.T. NIP : 119032 No. 7 Hari/Tanggal: Kamis, 9 Juli 2020

Hal yang menjadi perhatian: Pembahasan nodal

Paraf Pembimbing: No. 8 Hari/Tanggal: Rabu, 15 Juli 2020

Hal yang menjadi perhatian: Analisis nodal dan revisi laporan

(60)

Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI

DAN PRODUKSIPROGRAM

STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Syafriza Bakri Pratama NIM : 101316074 Nama Pembimbing : Dara Ayuda Maharsi, S.T., M.T. NIP : 119032 No. 9 Hari/Tanggal: Kamis, 23 Juli 2020

Hal yang menjadi perhatian: Revisi laporan

Paraf Pembimbing:

No. 10 Hari/Tanggal:

Hal yang menjadi perhatian:

Gambar

Gambar 2.1 Diagram PT sumur self-discharge [6]
Gambar 2.2 Ilustrasi Af/Ac [1]
Tabel 2.1 Rasio Prediksi Af/Ac [1]
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Jarak Kedalaman Water Column dan Feedzone [1]
+7

Referensi

Dokumen terkait

berproduksi pada suatu kondisi tertentu, atau dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur (Pwf) tertentu

ini bisa terlihat pada gambar … dimana pada viskositas 10 cp dan tekanan kepala sumur 758 psi, laju injeksi pada reservoir yang mengalami pengurangan nilai

ini bisa terlihat pada gambar … dimana pada viskositas 10 cp dan tekanan kepala sumur 758 psi, laju injeksi pada reservoir yang mengalami pengurangan nilai

berproduksi pada suatu kondisi tertentu, atau dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur (Pwf) tertentu

Tujuan dari penelitian ini adalah memodelkan reservoir dengan bantuan software tough2 dan melakukan simulasi pengembangan lapangan “S” melalui pembangunan PLTP Unit

Pemodelan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui parameter apa yang paling berpengaruh terhadap proses pembentukan scaling silika di jalur injeksi brine, terkait dengan

Kurva outflow dibentuk dengan menjumlahkan tekanan kepala sumur, yaitu sebesar 100 psi, dengan tubing performance berdiameter 9⅝ inch pada tiap laju alir. Ini berbeda

Dasar Simulasi Reservoir.. Simulasi reservoir adalah suatu kegiatan yang memodelkan keadaaan atau kondisi dalam reservoir hidrokarbon dan selanjutnya digunakan untuk memprediksi