• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

74

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, prosedur pengolahan data, deskripsi data penelitian, hasil penelitian dan dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian.

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah orang tua anak tunagrahita yang menyekolahkan anaknya di SLB Negeri 2 Padang, dengan jumlah subjek sebanyak 83 orang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada BAB III dalam karya ilmiah ini.

4.2 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan yang penulis lakukan sebelum melaksanakan penelitian adalah melakukan uji coba penelitian di SLB Negeri 2 Padang. Hal pertama yang penulis lakukan adalah mengajukan surat permohonan izin uji coba penelitian kepada pihak SLB Negeri 2 Padang, kemudian uji coba penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 11 Juli 2017 dengan jumlah responden 30 orang.

Selanjutnya, untuk penelitian penulis mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, kemudian diajukan kepada sekolah SLB Negeri 2 Kota Padang sebagai tempat penelitian.

(2)

Pada tanggal 24 s/d 28 Juli 2017 penulis melakukan pengambilan data penelitian dengan menyebarkan skala kepada orang tua anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang yang menjadi sampel penelitian, yaitu sebanyak 83 orang. Penyebaran skala dilakukan dengan dibantu oleh teman penulis dengan membagikan skala penelitian, yaitu skala bersyukur dan skala kesejahteraan subjektif kepada sampel penelitian. Agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengisian skala, penulis memberikan penjelasan tentang cara pengisian skala seperti yang telah dicantumkan pada lembar petunjuk pengisian skala.

4.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif menggunakan skala psikologi. Dalam penelitian ini ada dua skala psikologi yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu skala bersyukur yang terdiri dari 36 aitem pernyataan dan skala kesejahteraan subjektif yang terdiri dari 56 aitem pernyataan.

4.3.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian merupakan analisis deskriptif terhadap gambaran subjek penelitian. Analisis deskriptif ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran subjek penelitian secara umum seperti yang dicantumkan di bawah ini.

4.3.1.1 Kategorisasi Bersyukur

Tingkat bersyukur orang tua yang memiliki anak tunagrahita dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Hal ini bertujuan

(3)

(K) dilakukan dengan menggunakan persamaan skor tertinggi dikurangi skor terendah (Range) kemudian dibagi dengan banyak kategori, seperti yang dijelaskan di bawah ini (Periantalo, 2016:174).

R = 144 – 97 = 47

Banyak kategori = 2 (Tinggi dan Rendah)

K = 47 : 2 = 23,5 = 24

Tabel 4.1

Kategorisasi Bersyukur

No Skor Kategori Jumlah Persentase

1 97-121 Rendah 37 orang 44%

2 120-144 Tinggi 56 orang 56%

Total 83 orang 100%

Sumber : Data Penelitian

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa dari 83 subjek, 37 orang atau 44% memiliki tingkat bersyukur rendah, dan sebanyak 46 orang atau 56% memiliki tingkat bersyukur tinggi. Dari besarnya persentase bersyukur pada tabel tersebut, maka dapat diketahui bahwa orang tua anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang memiliki tingkat bersyukur tinggi.

(4)

Orang tua anak tunagrahita yang bersyukur dalam kategori tinggi memiliki indikator perilaku yaitu, mengetahui kemudahan yang didapatkan merupakan kemudahan dari Allah seperti tersedianya sekolah yang khusus untuk anak tunagrahita atau anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu, orang tua juga merasa gembira karena melihat anaknya bisa bersekolah seperti anak lainnya, hal ini dirasakan karena orang tua merasakan kesenangan tersebut berasal dari nikmat yang Allah berikan.

4.3.1.2 Kategorisasi Kesejahteraan subjektif

Tingkat kesejahteraan subjektif orang tua yang memiliki anak tunagrahita dibagi menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. Hal ini dilakukan untuk menetapkan kategori yang jelas pada subjek penelitian. Kategorisasi (K) dilakukan dengan menggunakan persamaan skor tertinggi dikurangi skor terendah (Range) kemudian dibagi menjadi banyak kategori, seperti yang dijelaskan di bawah ini (Periantalo, 2016:174):

R = 224-151 = 73

Banyak kategori = 2 (Tinggi dan rendah)

(5)

Kategorisasi kesejahteraan subjektif

No Skor Kategori Jumlah Persentase

1 151-188 Rendah 32 orang 38%

2 188-224 Tinggi 51 orang 62%

Total 83 orang 100%

Sumber : Data Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.2 di atas didapatkan bahwa dari 83 subjek yang diteliti, sebanyak 32 orang atau 38% orang tua anak tunagrahita memiliki kesejahteraan subjektif rendah dan sebanyak 51 orang atau 62% orang tua anak tunagrahita memiliki kesejahteraan subjektif tinggi. Maka dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa orang tua yang memiliki anak tunagrahita yang bersekolah di SLB Negeri 2 Kota Padang dominan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi. Kesejahteraan subjektif yang tinggi merupakan seringnya seseorang mengalami emosi positif dan tingkat kepuasan yang tinggi dalam kehidupannya dan kurangnya seseorang mengalami emosi negatif dalam kehidupannya sehari-hari. Karena kesejahteraan subjektif diukur dari dua dimensi, yaitu dimensi afektif dan dimensi kognitif. Dimensi afektif terdiri dari afek negatif dan positif. Seseorang yang memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi berarti seseorang tersebut lebih sering mengalami emosi positif daripada negatif, begitupun sebaliknya.

Orang tua anak tunagrahita yang memiliki kategori tinggi dalam kesejahteraan subjektif merupakan orang tua yang sering merasa

(6)

bersemangat dalam mendidik anaknya, merasa tekun dalam bekerja untuk menyediakan fasilitas terbaik untuk anaknya, namun orang tua juga cemas ketika membiarkan anaknya bermain di luar rumah.

4.4 Hasil Penelitian

Hasil penelitian adalah hasil yang didapatkan dari proses pemberian skor pada skala yang telah diisi oleh subjek penelitian. Di dalam hasil penelitian ini akan dijelaskan mengenai uji normalitas data, uji linieritas dan uji hipotesis seperti yang telah dicantumkan di bawah ini.

4.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan syarat pokok dalam analisis data parametrik seperti korelasi, karena data-data yang akan dianalisis parametrik harus berdistribusi normal. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Distribusi data yang normal menyatakan bahwa subjek penelitian tergolong representatif atau bisa mewakili populasi yang ada. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov, data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi besar dari 0,05 (Priyatno, 2012:57). Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for

(7)

Uji Normalitas Sebaran Skala Bersyukur dan Kesejahteraan Subjektif One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Bersyukur .078 83 .200* .980 83 .221

kesejahteraan_

subjektif .092 83 .077 .986 83 .485

a. Test distribution is Normal b. calculated from data

Tabel 4.3 di atas menunjukkan apakah data berdistribusi secara normal atau tidak. Kriteria pengujiannya yaitu apabila nilai signifikansi atau p > 0,05 maka data berdistribusi normal. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (Asympotic significance 2-tailed) untuk bersyukur adalah 0,20 dan kesejahteraan subjektif adalah 0,077. Maka dapat diketahui bahwa kedua skala variabel dalam penelitian ini yaitu bersyukur dan kesejahteraan subjektif berdistribusi secara normal.

4.4.2 Uji linieritas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel penelitian secara signifikan mempunyai hubungan yang linear atau tidak. Menurut Priyatno (2012), kedua variabel dikatakan linear apabila memiliki taraf signifikansi linearity kecil dari 0,05 (p < 0,05). Uji linieritas pada SPSS versi 16.0 for windows diperoleh sebagai berikut.

(8)

Tabel 4.4

Uji linieritas Sebaran Skala Bersyukur dan Kesejahteraan Subjektif ANOVA Table

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

KS * BS

Between Groups (Combined) 10252.441 35 292.927 1.494 .099 Linearity 5180.021 1 5180.021 26.411 .000 Deviation from

Linearity 5072.420 34 149.189 .761 .797

Within Groups 9218.162 47 196.131

Total 19470.602 82

Sumber : Data SPSS 16.0 for windows

Berdasarkan tabel 4.4 pada output ANOVA Table di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada linieritas sebesar 0,000 dan karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel bersyukur dengan kesejahteraan subjektif terdapat hubungan yang linier, maka asumsi linieritas terpenuhi.

4.4.3 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi pearson untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan bersyukur dengan kesejahteraan subjektif. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows diperoleh hasil sebagai berikut :

(9)

Hasil Analisis Korelasi Pearson Correlations

bersyukur

kesejahteraan _subjektif

Bersyukur Pearson Correlation 1 .516**

Sig. (2-tailed) .000

Sum of Squares and

Cross-products 9405.542 6980.036 Covariance 114.702 85.122 N 83 83 kesejahteraan_subjekti f Pearson Correlation .516** 1 Sig. (2-tailed) .000

Sum of Squares and

Cross-products 6980.036 19470.602

Covariance 85.122 237.446

N 83 83

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber : SPSS versi 16.0 for windows

Hasil analisis pada tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien

Pearson correlation bersyukur dengan kesejahteraan subjektif sebesar rᵪᵧ = 0,516,

tanda positif (+) berarti terdapat pola hubungan yang positif antara bersyukur dengan kesejahteraan subjektif. Jika nilai signifikansi (Sig.2-tailed) < 0,05 berarti Ha diterima, sedangkan nilai signifikansi > 0,05 berarti Ha ditolak dan Ho yang diterima ketika nilai signifikansi > 0,05. Dari olahan data di atas dapat diketahui bahwa koefisien korelasi variabel bersyukur dan kesejahteraan subjektif sebesar 0,516 dengan taraf signifikansi (p <0,05) yaitu 0,000. Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti bahwa adanya hubungan

(10)

positif yang signifikan antara bersyukur dan kesejahteraan subjektif. Setelah penulis melakukan uji korelasi dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for

windows, maka penulis juga melakukan uji korelasi secara manual menggunakan

rumus sebagai berikut (Periantalo, 2016:196-199):

𝑟𝑥𝑦 = 𝑋𝑌 − ( 𝑋) ( 𝑌)/𝑁 𝑋2 𝑋2 N Y2− ( Y)2/N

rxy =

1.943.576− 10115 (15891)/83 1.242.095−1.242 .09583 3.061.927−(252 .523 .88183 )

rxy =

1.242.085−1.232.689 (3.061.927−3.042.456)1.943.576−1.936.595

rxy =

6981 9406 (19471)

rxy =

6981 183.144.226

rxy =

6981 13533 rxy = 0,5158 = 0,516 Keterangan :

X : Angka pada variabel pertama (variabel X) Y : Angka pada variabel kedua (Variabel Y) N = Jumlah subjek

(11)

olahan SPSS versi 16.0 for windows yaitu menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,516. Maka dari pengolahan data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis diterima yang berarti adanya hubungan positif yang signifikan antara bersyukur dengan kesejahteraan subjektif pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang. Semakin tinggi tingkat bersyukur orang tua anak tunagrahita maka akan semakin tinggi juga kesejahteraan subjektif yang dimiliki oleh orang tua anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang.

4.5 Pembahasan

Analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 83 orang subjek yang diteliti, hanya 37 orang yang memiliki tingkat bersyukur yang rendah, sedangkan 56 orang subjek memiliki tingkat bersyukur yang tinggi. Maka dari itu dapat dijelaskan orang tua yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri Padang memiliki tingkat bersyukur yang tinggi.

Orang tua anak tunagrahita yang bersyukur memiliki indikasi dalam bentuk perilaku sehari-hari, hal ini dapat dilihat dari nilai kebersyukuran itu sendiri. Orang tua anak tunagrahita yang memiliki tingkat bersyukur tinggi cenderung menggunakan semua yang dimilikinya untuk perilaku-perilaku positif seperti berusaha mempersiapkan pendidikan yang baik untuk anaknya, mendidik anak sesuai tuntunan islam dan pola asuh yang sesuai dengan kebutuhan anak. Selain itu, orang tua anak tunagrahita yang memiliki tingkat bersyukur tinggi juga menyadari bahwa segala yang terjadi dalam kehidupannya merupakan anugerah dari Allah.

(12)

Kemudian dari analisis data terhadap kesejahteraan subjektif subjek, terdapat 32 orang yang memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang rendah, sedangkan 51 orang subjek memiliki tingkat kesejahteraan subjek yang tinggi. Dari analisis data tersebut dapat diketahui bahwa orang tua yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang cenderung memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi.

Dalam kamus istilah agama, dijelaskan bahwa syukur adalah berterima kasih, yaitu merasa gembira dan puas serta berterima kasih atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang dilimpahkan kepadanya, sungguhpun tidak sesuai dengan yang diharapkan seumpamanya (Shodiq, 2000:328). Adapun Sa’id Hawwa (2007:381) menyatakan bahwa bersyukur merupakan mengerahkan secara total apa yang dimilikinya dan melakukan apa yang dicintai Allah SWT. Menurut Ubaid (2014:171-173) syukur adalah memuji Dzat yang memberi kenikmatan atas limpahan kebaikan yang Dia anugerahkan.

Emmons (2005) juga berpendapat bahwa syukur diartikan sebagai

gratitude yang berarti pengalaman seseorang tentang sesuatu yang berharga dari

orang lain yang ditandai dengan menghargai orang lain, penerimaan yang berharga, menolong sebagai balasan atas kebaikan orang lain. Bersyukur dapat diartikan sebagai keadaan dalam diri seseorang untuk mengapresiasi segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan atas pengalaman-pengalamannya (Snyder, 2007:273). Hal ini senada dengan ungkapan Sa’id Hawwa dalam bukunya “Tazkiyatunnafs” yang menyatakan salah satu jalan

(13)

kebaikan kepada orang lain serta menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah. Menurut Al-Ghazali (2013:66-75) syukur terdiri dari batasan-batasan sikap yang berarti merupakan perwujudan dari rasa syukur itu sendiri yakni bersyukur. Bersyukur merupakan sikap dari rasa syukur yang terwujud dalam akhlak (perilaku) kepada sesama dan akhlak kepada Allah. Batasan sikap syukur tersebut ada tiga yaitu tersusun dari ilmu, hal ihwal, dan amal perbuatan. Ilmu adalah pokok, lalu mewariskan hal ihwal, dan amal perbuatan. Batasan sikap syukur ini yang penulis konstruk menjadi sebuah alat ukur psikologi untuk meneliti tingkat bersyukur orang tua yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang.

Maka dapat penulis jelaskan bahwa untuk mewujudkan rasa syukur sebagai interpretasi dari apreasiasi yang ada dalam diri seseorang maka seseorang yang bersyukur harus mengetahui tentang kenikmatan yang diperoleh serta Dzat ataupun orang yang memberi kenikmatan, lalu dari hal itu akan timbul rasa gembira/senang atas kenikmatan yang diterima serta menimbulkan rasa apresiasi terhadap yang memberi kenikmatan dan dorongan untuk berbuat kebaikan kepada sesama sebagai wujud dari rasa syukur tersebut. Hal itu dinamakan dengan syukur amal perbuatan yang terdiri dari lisan, anggota badan, dan hati. Senada dengan penjelasan diatas, Fitzgerald (1988) juga mengidentifikasikan syukur ke dalam beberapa komponen, yaitu apresiasi yang hangat atas sesuatu atau seseorang, kehendak untuk berbuat baik kepada seseorang atau sesuatu, sikap yang positif diikuti dengan niat baik terhadap orang lain. Maka dari penjelasan di atas dapat

(14)

diketahui bahwa bersyukur merupakan perwujudan rasa syukur yang ditunjukkan dengan sikap yang baik kepada orang lain sebagai apresiasi yang muncul dari dalam diri seseorang.

Bersyukur merupakan perasaan puas dan gembira atas segala yang diterima. Hamka (2015:90) dalam tafsir al-azhar edisi revisi menjelaskan bahwa berdasarkan makna surat Ibrahim ayat ke-7 bahwa orang-orang yang bersyukur memiliki kelapangan hati dan kebahagiaan yang ditandai dengan menerima segala yang ditetapkan oleh Allah SWT sehingga Allah SWT mampu menambah nikmat-Nya. Timbulnya kufur (tidak bersyukur) yaitu rasa tidak puas, rasa tidak mengenal terima kasih, dan menghitung sesuatu dari segi kekurangannya saja adalah siksa bagi jiwa itu sendiri.

Snyder (2002) menjelaskan bahwa kesejahteraan subjektif pada diri seseorang diindikasikan dengan pemaknaan seseorang terhadap kebahagiaan yang dimilikinya. Ketika seseorang mampu memaknai kehidupannya dengan baik maka seseorang tersebut akan sejahtera, sejahtera secara subjektif dapat diwujudkan dengan bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada individu tersebut.

Menurut Diener dkk mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi seseorang terhadap hidupnya secara kognitif maupun afektif, evaluasi ini menghasilkan reaksi emosional yang baik atas setiap peristiwa yang dialami dan respond kognitif seseorang yang menghasilkan kepuasan hidup dan perasaan berharga. Kesejahteraan subjektif ditandai dengan pengalaman-pengalaman positif seseorang, rendahnya mood negatif, dan tingginya kepuasan hidup (Snyder & Shane, 2002:62).

(15)

Diener (2002) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai kombinasi dari afek positif (yang didalamnya tidak terdapat afek negatif) dan kepuasan hidup. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap hidupnya secara kognitif maupun afektif. Secara kognitif seseorang akan mengalami kepuasan hidup atas pengalaman-pengalaman positif dalam hidup dan secara afektif akan merasakan afek positif dan negatif (Diener dkk, 2002:63).

Watson (2002) berpendapat bahwa antara afek negatif dan afek positif mempunyai sisi independen yang tidak saling mempengaruhi, karena seseorang yang mempunyai kesejahteraan subjektif yang tinggi bisa dalam waktu bersamaan mengalami afek negatif seperti merasa marah, merasa cemas, merasa tertekan, merasa gugup dan merasa bersalah kepada orang lain. Dalam penelitiannya Watson (2002) menemukan bahwa adanya hubungan antara afek negatif dengan perasaan nyaman, kenyamanan diri, dan penuh perhatian. Maka dapat dijelaskan bahwa seseorang yang merasa sejahtera secara afektif bisa ditinjau dari afek positif dan afek negatif. Karena kesejahteraan subjektif seseorang tidak hanya ditentukan oleh kepuasan hidup, akan tetapi akan adanya afek negatif dan afek positif. Karena sejahtera secara subjektif merupakan penilaian dari diri individu itu sendiri terhadap hidupnya tanpa adanya intervensi ataupun penilaian dari orang lain.

Adina Pramitasari (2016) dalam penelitiannya mengenai hubungan kebersyukuran dengan kesejahteraan subjektif menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai kesejahteraan subjektif yang tinggi disebabkan oleh adanya rasa

(16)

kebersyukuran yang tinggi dari dalam dirinya sehingga menghasilkan respon positif terhadap sesuatu yang diterima dalam kehidupannya. Banyak beban hidup yang menyebabkan stress akan berkurang dengan rasa syukur yang tinggi.

Dewanto & Retnowati (2015) melakukan penelitian tentang intervensi kebersyukuran untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas fisik. Dari hasil penelitiannya dapat diambil kesimpulan bahwa bersyukur merupakan faktor yang saling berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang. Orang yang memiliki disabilitas fisik sulit untuk menyesuaikan diri dalam pergaulan sehari-hari karena keterbatasan fisiknya, hal ini bisa menjadi salah satu sumber ketidaknyamanan dalam dirinya. Akan tetapi setelah mengalami fase kehidupan seseorang tersebut mampu bersyukur yang menyebabkannya untuk sejahtera.

Dari dua penelitian di atas dapat dijelaskan, Bersyukur merupakan salah faktor yang dapat menyebabkan terciptanya rasa sejahtera dalam kehidupan seseorang yang diartikan sebagai kesejahteraan subjektif. Apapun stressor yang melanda seseorang akan dapat diatasi dan dihadapi dengan bersyukur. Termasuk

stressor yang dihadapi orang tua anak tunagrahita. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Bima Adi Prasa (2012) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak tunagrahita memiliki coping stress dari luar maupun dari dalam yang terdiri dari dukungan sosial, keyakinan diri, penghargaan diri, dan menerima tanggung jawab.

Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat bersyukur seseorang akan semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan subjektif seseorang tersebut. Hasil penelitian yang didapatkan dari olahan data seperti yang

(17)

hubungan antara bersyukur dengan kesejahteraan subjektif pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang.

Terdapatnya hubungan positif yang signifikan antara bersyukur dan kesejahteraan subjektif subjek dapat dilihat dari taraf signifikansi linieritasnya yaitu 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa antara bersyukur dan kesejahteraan subjektif memiliki hubungan linier yang signifikan. Selain itu, dapat dilihat dari koefisien korelasi dari penelitian penulis yaitu sebesar 0,516. Periantalo (2016:186) menjelaskan bahwa kisaran 0,41 s.d 0,60 memiliki kekuatan korelasi yang sedang. Maka dapat disimpulkan bahwa bersyukur dengan kesejahteraan subjektif pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita di SLB Negeri 2 Padang memiliki hubungan positif yang siginifikan dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) dan koefisien korelasi sebesar 0,516 (rxy= 0,516).

Hubungan yang positif antara bersyukur dengan kesejahteraan subjektif tersebut menjelaskan bahwa orang tua anak tunagrahita dapat bersyukur dengan mengetahui semua pengampunan dan kemudahan dari Allah. Hal ini dijelaskan melalui perilaku orang tua yang semakin bersemangat dalam mendidik anak tunagrahita. Perasaan bersemangat merupakan salah satu ciri-ciri seseorang mengalami afek positif yang merupakan bagian dari kesejahteraan subjektif. Semakin orang tua anak tunagrahita merasa bersemangat maka hal tersebut akan menimbulkan sikap syukur yang tinggi. Sikap syukur atau bersyukur yang tinggi ditandai dengan berperilaku positif atau perilaku yang menambah pahala di sisi

(18)

Allah. Perilaku yang menambah pahala di sisi Allah tersebut seperti mengucapkan lafadz Allah dalam setiap kegiatan, bersedekah di waktu lapang, mengantarkan anak ke sekolah, mendidik anak dengan cara yang baik sesuai tuntunan islam, mengajarkan anak cara berperilaku yang baik seperti membantu orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Pejalan kaki dalam kesehariannya berpindah pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya menggunakan kakinya sebagai alat transportasinya [4]. Berjalan kaki juga diiringi

dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia tentang Rencana Induk Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin di Kabupaten..

Sig = 0.016 sehingga disimpulkan ada pengaruh kombinasi progressive muscle relaxation dengan slow deep breathing terhadap kadar gula darah penderita diabetes pada

Telah dilakukan penyuluhan kesehatan untuk memberikan pengetahuan pada pengrajin batu akik mengenai debu silika yang dihasilkan selama proses pengolahan batu akik,

Jadi yang dimaksud dengan penataan arsip adalah cara untuk mengatur dan menata arsip dalam suatu susunan yang sistematis dimulai dari mengklasifikasi surat, memberi kode,

Plat kendaraan berasal dari kelas berbeda namun teridentifikasi sebagai kelas yang sama , antara query dari kelas kedua yang diambil pada pagi dan siang hari dengan citra no.84

a. Perhitungan Akuntansi Biaya Menurut Jenis Layanan/Standar Biaya Biaya atau beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas

Dari hasil penelitian yang diperoleh data tentang harga tato temporer yang ditawarkan oleh pekerja tato di daya tarik wisata Penelokan, dapat dilihat bahwa 20