• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BEBAN KERJA OSMOTIK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP, LAMA WAKTU PERKEMBANGAN LARVA DAN POTENSI TUMBUH PASCALARVA UDANG GALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BEBAN KERJA OSMOTIK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP, LAMA WAKTU PERKEMBANGAN LARVA DAN POTENSI TUMBUH PASCALARVA UDANG GALAH"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI TUMBUH PASCALARVA UDANG GALAH

LENNY STANSYE SYAFEI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Kelangsungan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva dan Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah”, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2006

Lenny Stansye Syafei NRP. 995134

(3)

sungan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva dan Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah. Dibimbing oleh RIDWAN AFFANDI, M. SRI SAENI, KARDIYO PRAPTOKARDIYO dan BAMBANG KIRANADI.

Peningkatan produksi udang galah melalui budidaya perlu terus diupayakan, sehubungan kecenderungan permintaan pasar yang meningkat. Kendala pada percepatan peningkatan produksi adalah terbatasnya kualitas dan kuantitas benih. Permasalahan terdapat pada efektivitas manajemen salinitas tanpa memperhitungkan beban kerja osmotik larva di panti-panti pembenihan. Karenanya penelitian ini bertujuan untuk memahami perilaku osmotik yang potensial berperan bagi keberhasilan: kelangsungan hidup, perkembangan larva dan potensi tumbuh pascalarva udang galah. Prinsip dasar yang menjadi landasan penentuan adalah meminimalkan beban kerja osmotik melalui adaptasi dan efisiensi pemanfaatan energi. Metode percobaan adalah kausal-komparatif-kondisional dengan disain percobaan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan salinitas dan tiga ulangan. Penelitian terdiri atas tiga percobaan, yaitu pengaruh beban kerja osmotik terhadap (1) perkembangan larva, (2) laju konsumsi oksigen, dan (3) potensi tumbuh pascalarva udang galah. Pengamatan dilakukan terhadap stadia kritis hasil percobaan pendahuluan, yaitu pada stadia 6, 8 dan 11; serta pascalarva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja osmotik berpengaruh nyata terhadap lama perkembangan stadia, sintasan stadia larva dan potensi tumbuh pascalarva. Beban kerja osmotik minimum terdapat pada: (a) tahap eksploratif perlakuan 3, yaitu peningkatan salinitas 1 ppt perhari selama tujuh hari dari salinitas awal 6 ppt, (b) pada tahap adaptasi perlakuan 3, yaitu salinitas media dipertahankan stabil 13 ppt. Dampak lanjut terhadap potensi tumbuh pascalarva pada kondisi hiperosmotik lebih tinggi dari hipoosmotik. Saran, perlu dibangun suatu konsepsi sebagai landasan paket teknologi. Rekomendasi salinitas awal adalah 6 ppt, peningkatan 1 ppt perhari selama tujuh hari, upayakan stabil pada salinitas 13 ppt, selanjutnya menurunkan salinitas saaat cairan tubuh larva melewati kondisi isoosmotik.

(4)

time, and growth potential of freshwater giant prawn post-larvae. Under the direction of RIDWAN AFFANDI, SRI SAENI, KARDIYO PRAPTOKARDIYO and BAMBANG KIRANADI

The production of freshwater giant prawn through rearing should be increased continuously considering the ever-increasing market demand. Acceleration in increasing production has been constrained by limitation of seed quality and quantity. The problem has been in effectiveness of salinity management without taking into consideration larval osmotic load in a hatchery. Hence, the research aimed at understanding osmotic compartment that potentially plays an important role in survival, larval development, and the potential growth of post-larva of freshwater giant prawns. The basic principal used as determining base was minimizing osmotic load through adaptation and efficiency of energy utilization. The experimental method was causal comparative conditional; while the experimental design used was a complete randomized design with four salinity treatments and three replications. The research consisted of three experiments, covering effects of osmotic load on: (1) larval development, (2) rate of oxygen consumption, and (3) growth potential of freshwater giant prawn post-larvae. Observation was conducted on those critical stadium based on preliminary experiment; comprising those of 6th, 8th, 11th and post-larva using the design of complete random type with four treatments of salinity and three replications. The result of the research reveals that osmotic load has significant influence on development time, survival of larval stadium, and post-larval growth potential. Minimum osmotic load of: (a) explorative stage occurred in the third treatment, there was 1 ppt daily salinity increase within seven days from initial salinity of 6 ppt; and (b) adaptive stage occurred at third treatment that is medium salinity was maintained stable at 13 ppt. The successive impact on post-larval growth potential at hyper-osmotic was higher than it was on hypo-hyper-osmotic condition. It is suggested that a concept should be developed further such as base of particulary better technology expected. The recommended initial salinity should be 6 ppt, increase in salinity should be 1 ppt daily for the first seven days, it should be kept stable at 13 ppt, and finally should be decreased when larval body solution exceed iso-osmotic condition.

(5)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari institut pertanian bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya

(6)

LAMA WAKTU PERKEMBANGAN LARVA DAN

POTENSI TUMBUH PASCALARVA UDANG GALAH

LENNY STANSYE SYAFEI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(7)

Nama : Lenny Stansye Syafei

NRP : 995134

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ridwan Affandi Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, MS Ketua Anggota

Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo Drs. Bambang Kiranadi, MSc. PhD Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

Tidak terbayangkan sebelumnya bahwa penelitian yang terkendala oleh berbagai faktor ini mampu dirampungkan; dan hal ini hanya mungkin terjadi berkat rahmat dan karunia Tuhan YMK. Oleh karenanya, mengawali tulisan ini penulis memanjatkan Puji dan Syukur atas seluruh perkenanNya.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang diwujudkan dalam bentuk suatu disertasi. Gambaran substansi tulisan meliputi: latar belakang, identifikasi masalah, kerangka pemikiran, perumusan konsepsi, tujuan dan manfaat penelitian; kerangka teoritis yang merangkum pemikiran dasar dan pendalaman suatu teori melalui penelusuran tinjauan pustaka; bahan dan metode sebagai penuntun pelaksanaan penelitian; hasil dan pembahasan; serta kesimpulan.

Bilamana disertasi ini terlihat telah memenuhi kerangka umum sebagaimana layaknya suatu disertasi; dapat penulis sampaikan bahwa hal itu terwujud berkat bimbingan yang terarah dari Komisi Pembimbing: Dr. Ir. Ridwan Affandi, selaku Ketua; dengan anggota: Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, MS; Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo serta Drs. Bambang Kiranadi, MSc. PhD. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus. Tetapi bilamana masih terdapat kekurangan, pertanda penulis belum mampu menyerap secara utuh bimbingan yang telah diberikan dan karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan data serta perampungan penulisan penelitian ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2006 Lenny Stansye Syafei

(9)

sebagai anak terakhir dari enam orang anak pasangan M. Syafei Dg Mambani (almarhum) dan Chatarina Johana Jonas (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1987, penulis diterima sebagai mahasiswa program magister sain pada Program Studi Ilmu Perairan, Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1990. Beasiswa pendidikan magister sain diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia. Kesempatan untuk melanjutkan studi untuk program doktor pada perguruan tinggi dan program studi yang sama diperoleh pada tahun 1999.

Penulis bekerja sebagai Tenaga Pengajar sejak tahun 1981 dan ditempatkan di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor; Jurusan Penyuluhan Perikanan. Selama menjadi Tenaga Pengajar, penulis juga ditugaskan pada institusi pendidikan tersebut sebagai Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat antara tahun 1985-1987. Kemudian pada tahun 1989-1990, penulis ditugaskan sebagai Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Perikanan pada institusi pendidikan yang sama.

Selama mengikuti program S3, penulis penulis diberi tanggung jawab selaku Pembantu Ketua I bidang Akademik pada Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor, yaitu dari tahun 2000-2003. Kemudian pada tahun 2003-2005, penulis ditugaskan sebagai Kepala Pusat Pengembangan Kewirausahaan, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian; sekaligus pada saat yang sama di bulan Mei 2005 sampai dengan akhir tahun 2005, penulis diberi kepercayaan bertindak sebagai Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Ad Interm, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian. Sejak awal Januari 2006 menjadi pegawai Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai tenaga pengajar pada Sekolah Tinggi Perikanan. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul “Pengaruh beban kerja osmotik terhadap perkembangan dan kelangsungan hidup larva udang galah Macrobrachium rosenbergii de Man” pada jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Karya ilmiah tersebut merupakan salah satu bagian dari rangkaian penelitian dalam rangka penyelesaian program S3 penulis.

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

Kerangka Pemikiran ... 6

Konsep Pemecahan Masalah ... 6

Prinsip Dasar ... 8 Faktor Penentu ... 9 Perumusan Konsepsi ... 9 Hipotesis... 9 TINJAUAN PUSTAKA ... 10 Karateristik Media... 10

Kapasitas Regulasi Osmotik ... 14

Perkembangan Stadia ... 19

Pertumbuhan Pascalarva ... 21

METODOLOGI ... 26

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Perkembangan Larva Tahap Awal dan Tahap Lanjut ... 29

Tujuan Percobaan ... 29

Metode dan Disain Rancangan Percobaan ... 29

Variabel yang Dipantau dan Variabel Kerja ... 32

Bahan, Alat, Metode dan Pelaksanaan Percobaan ... 34

Teknik Pengumpulan Data ... 42

Analisis Data ... 44

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Laju Konsumsi Oksigen Larva Udang Galah ... 45

Tujuan Percobaan ... 45

Metode dan Disain Rancangan Percobaan ... 45

Variabel yang Dipantau dan Variabel Kerja ... 48

(11)

Teknik Pengumpulan Data ... 51

Analisis Data ... 51

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah ... 53

Tujuan Percobaan ... 53

Metode dan Disain Rancangan Percobaan ... 53

Variabel yang Dipantau dan Variabel Kerja ... 54

Bahan, Alat, Metode dan Pelaksanaan Percobaan ... 55

Teknik Pengumpulan Data ... 57

Analisis Data ... 58

HASIL PENELITIAN... 59

Kondisi Kualitas Air ... 59

Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi... 59

Kualitas Air pada Tahap Adaptasi dan Perkembangan Akhir 62

Kemampuan Regulasi dan Beban Osmotik ... 65

Perkembangan Larva... 70

Lama Waktu Perkembangan Stadia ... 71

Lama Waktu Keberadaan Stadia... 79

Produksi Kelimpahan Larva... 81

Sintasan dan Laju Kematian... 81

Produksi Kelimpahan ... 82

Potensi Pertumbuhan... 83

Potensi Pertumbuhan Larva ... 83

Tingkat Konsumsi Pakan Harian ... 83

Tingkat Konsumsi Oksigen... 85

Potensi Tumbuh Larva ... 87

Potensi Pertumbuhan Pascalarva ... 90

Tingkat Konsumsi Pakan Harian ... 90

Tingkat Konsumsi Oksigen... 91

Potensi Tumbuh Pascalarva ... 92

PEMBAHASAN ... 97

Hubungan antara Lama Waktu Perkembangan Larva, Sintasan dengan Beban Kerja Osmotik ... 97

Hubungan antara Potensi Pertumbuhan dengan Beban Kerja Osmotik serta Dampak Lanjut terhadap Potensi Pertumbuhan Pascalarva ... 103

SIMPULAN DAN SARAN ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(12)

1. Tahap Perkembangan Larva sampai Pascalarva Udang Galah... 21 2. Komposisi Pakan Buatan untuk Mendukung Pertumbuhan

Pascalarva Macrobrachium rosenbergii …... 25 3. Parameter Kualitas Air dan Metoda Peneraan yang Digunakan... 36 4. Perkiraan Jumlah Air Laut dan Tawar Terpakai pada Percobaan.... 41 5. Jadual Pemberian Pakan Harian Berdasarkan Stadia Larva………. 42 6. Rataan dan Simpangan Baku Parameter Fisika-Kimia Air serta

Tolok Ukur setiap Perlakuan pada Sistem Produksi Tahap

Eksplorasi... 59 7. Rataan dan Simpangan Baku Parameter Fisika-Kimia Air serta

Tolok Ukur pada Sistem Produksi Tahap Adaptasi dan Tahap

Perkembangan Akhir... 63 8. Kemampuan Regulasi Osmotik (OH/OM) Larva Udang Galah

setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan

Perkembangan Akhir... 66 9. Beban Kerja Osmotik [1-(OH/OM)] Larva Udang Galah setiap

Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan

Akhir... 68 10. Deskripsi Tahapan Perkembangan Larva sampai dengan

Pascalarva Udang Galah selama Penelitian... 71 11. Lama Waktu Perkembangan Stadia Larva Udang Galah setiap

Perlakuan... 71 12. Lama Waktu Keberadaan Stadia Larva Udang Galah setiap

Perlakuan... 79 13. Tampilan Kondisi Rekrutmen, Lost dan Sintasan Larva Udang

Galah pada Tahap Eksplorasi, Adaptasi dan Perkembangan Akhir

Setiap Perlakuan... 82 14. Produksi Larva dan Pascalarva Udang Galah pada Akhir Sistem

Produksi Tahap Potensi Tumbuh PL ... 82 15. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Artemia salina) Larva

setiap perlakuan pada tahap eksploratif, adaptasi dan

(13)

16. Konsumsi Energi Basal per Bobot Larva Udang Galah setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan

Akhir... 85 17. Konsumsi Energi Basal Larva Udang Galah (kalori /larva per hari)

setiap Perlakuan ... 87 18. Potensi tumbuh larva udang galah (kalori /larva per hari) setiap

perlakuan... 87 19. Tampilan Aktual Bobot Larva Udang Galah setiap Perlakuan pada

Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir... 88 20. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Daphnia sp.) Pascalarva

sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat

Pemeliharaan Larva... 91 21. Konsumsi Energi Basal Pascalarva Udang Galah sebagai Respon

dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva... 92 22. Konsumsi Energi Basal Pascalarva Udang Galah (kalori /PL per

hari) sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik ... 92

23. Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah (kalori /PL per hari)

sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik... 93 24. Tampilan Aktual Pertambahan Bobot Pascalarva Udang Galah

Setiap Perlakuan... 93 25. Sintasan Pascalarva Udang Galah pada Akhir Percobaan Setiap

Perlakuan... 95 26. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja pada Tahap Eksploratif…. 100 27. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja pada Tahap Adaptasi…… 101 28. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja pada Tahap Perkembangan

Akhir………. 102

29. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi Tumbuh

pada Tahap Eksploratif……....………. 104 30. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi Tumbuh

pada Tahap Adaptasi………….……...………... 106 31. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi Tumbuh

pada Tahap Perkembangan Akhir……….………… 107

32. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi

Tumbuh PL-1... 109

(14)

33. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi

Tumbuh PL-7……… 109

34. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi

Tumbuh PL-14………... 110

(15)

1. Diagram Alir Pendekatan Masalah Pengaruh Beban Kerja Osmotik

pada Perkembangan Larva Udang Galah... 5 2. Diagram Alir Pendekatan Masalah Pengaruh Beban Kerja Osmotik

pada Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah... 5 3. Siklus Hidup Udang Galah yang Berada pada Air Tawar dan Air

Payau (modifikasi dari Akson dan Sampaio, 2000)………. 10 4. Grafik Osmotik Krustase Tipikal Osmokonformer dan Osmoregulator

(Sumber: Anonimous, 1997)... 16 5. Ilustrasi Mekanisme Kerja Pompa Natrium-Kalium Organisme Air

Tawar (Sumber: Anonimous, 2003)……….... 17 6. Perubahan Aktivitas Enzim Na+/K+-ATPase selama Periode

Metamorfosa Larva Macrobrachium rosenbergii Menjadi Pascalarva (Huong et al, 2004) ... 19 7. Proses Perkembangan Telur Udang Galah sampai Fase Embrionik

(Sumber: Romanova, 2000)... 20 8. Grafik Pertumbuhan Pascalarva Macrobrachium rosenbergii pada

Berbagai Nilai pH Media (Sumber: Chen dan Chen, 2003)... 23 9. Tampilan Perubahan Osmolalitas Hemolymph Macrobrachium

rosenbergii pada Beberapa Konsentrasi Kelarutan Oksigen Media

(Cheng et al., 2003)... 24 10. Mekanisme Runut Kegiatan Penelitian pada Sistem Produksi dari

Tahap Perkembangan Larva sampai Tahap Potensi Tumbuh

Pascalarva... 27 11. Pola Perlakuan Perubahan Salinitas Media pada Sistem Produksi

Tahap Perkembangan Larva dan Tahap Potensi Tumbuh Pascalarva... 28 12. Wadah Percobaan dalam Bentuk Akuarium berukuran (40x80x30)cm 31 13. Bagan Penempatan Satuan Percobaan yang Dilakukan secara Acak.... 31 14. Deskripsi Perkembangan Stadia Larva Udang Galah (Sumber: Uno

dan Soo, 1969) ... 37 15. Osmometer yang Digunakan Beserta Spesifikasinya... 39 16. Disain Instrumen Peneraan Respirasi Larva Udang Galah... 47

(16)

17. Visualisasi Instrumen Konsumsi Oksigen yang Digunakan... 47

18. Rincian Percobaan Pengukuran Respirasi Larva... 49

19. Tahapan Pengukuran Tekanan Osmotik Larva Udang Galah ... 51

20. Visualisasi Tahapan Pengukuran Tekanan Osmotik Larva... 51

21. Beban Kerja Osmotik Larva Udang Galah tiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir………... 69

22. Kondisi Keragaman Stadia Larva Udang Galah pada Tahap Eksploratif……… 72

23. Hubungan Lama Waktu Perkembangan Stadia dengan Beban Osmotik pada Tahap Eksplorasi... 75

24. Hubungan Lama Waktu Perkembangan Stadia dengan Beban Osmotik Pada Tahap Adaptasi ... 76

25. Hubungan Lama Waktu Perkembangan Stadia dengan Beban Osmotik Pada Tahap Perkembangan Akhir ... 77

26. Pola Konsumsi Energi Pakan Harian Larva Udang Galah Setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir………... 84

27. Pola Energi Basal Udang Galah Setiap Perlakuan Pada Tahap Eksploratif dan Tahap Adaptasi……... 86

28. Kurva Pertumbuhan Pascalarva sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva……… 94

(17)

1. Nilai Parameter Kualitas Air setiap Perlakuan selama Penelitian...

120

2. Kemampuan Regulasi Osmotik (OH/OM) Larva Udang Galah

setiap Perlakuan selama Penelitian... 123 3. Hasil Analisis Keragaman Kemampuan Regulasi Osmotik Larva

setiap Perlakuan selama Penelitian...…... 124 4. Beban Kerja Osmotik [1-(OH/OM)] Larva Udang Galah setiap

Perlakuan selama Penelitian... 126 5. Hasil Analisis Keragaman Beban Kerja Osmotik Larva setiap

Perlakuan selama Penelitian... 127 6. Visualisasi Tahap Perkembangan Larva sampai Pascalarva Udang

Galah... 129 7. Lama Waktu Perkembangan Stadia Larva sampai Pasca Larva

Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian... 130 8. Hasil Analisis Keragaman Lama Waktu Perkembangan Stadia Larva

sampai Pasca Larva Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian 131 9. Lama Waktu Keberadaan Stadia Larva sampai Pasca Larva Udang

Galah setiap Perlakuan selama Penelitian... 137 10. Hasil Analisis Keragaman Lama Waktu Keberadaan Stadia Larva

sampai Pasca Larva Udang Galah setiap Perlakuan selama

Penelitian... 139 11. Hasil Perhitungan Rekrutmen, Lost dan Sintasan Larva Udang Galah

setiap Perlakuan selama Penelitian ... 145 12. Hasil Analisis Keragaman Perhitungan Rekrutmen, Lost dan

Sintasan Larva Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian... 148 13. Hasil Pengukuran Produksi Larva dan Pascalarva Udang Galah pada

Akhir Sistem I dan II ………..………. 150 14. Hasil Analisis Keragaman Produksi larva dan Pascalarva Udang

(18)

15. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Artemia salina) Larva (kalori/larva/hari) setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif,

Adaptasi dan Perkembangan Akhir ... 154 16. Hasil Analisis Keragaman Tingkat Konsumsi Energi Pakan harian

(Artemia salina) Larva (Kalori/larva/hari) setiap Perlakuan pada

Tahap Eskploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir... 155 17. Konsumsi Oksigen Basal per Bobot Larva Udang Galah Setiap

Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir (kalori O2/mg per bobot basah larva per jam) (a s/d g) ...

157 18. Hasil Analisis Keragaman Pengukuran Konsumsi Oksigen Larva

Udang Galah Setiap Perlakuan Selama Penelitian (a s/d b) ... 163 19. Potensi tumbuh larva udang galah setiap perlakuan (kalori /mg

bobot larva per hari) ... 167 20. Hasil Analisis Keragaman Potensi Tumbuh Larva Udang Galah

Setiap Perlakuan ...

168 21. Hasil pengukuran Bobot Stadia Larva antar Perlakuan Selama

Penelitian ... 170 22. Hasil Analisis Keragaman Bobot Stadia Larva antar Perlakuan

selama Penelitian ………..………... 171 23. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Daphnia sp.) Pascalarva

sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva………...

173 24. Hasil Analisis Keragaman Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian

(Daphnia sp.) Pascalarva setiap Perlakuan selama Penelitian... 174 25. Konsumsi Oksigen Basal Pascalarva Udang Galah sebagai Respon

dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva (mg/l per mg bobot basah PL) (a s/d g) ...

176 26. Hasil Analisis Keragaman Pengukuran Konsumsi Energi Oksigen

Pascalarva Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian ... 183 27. Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah setiap Perlakuan

(kalori/mg bobot PL per hari) ... 187 28. Hasil Analisis Keragaman Potensi Tumbuh Pascalarva Udang

Galah setiap Perlakuan... 188

(19)

29. Hasil pengukuran Bobot (aktual) Pascalarva antar Perlakuan

selama Penelitian ... 190 30. Hasil analisis keragaman bobot (aktual) pascalarva antar perlakuan

selama penelitian ... ... 191

(20)

Latar Belakang

Udang galah, Macrobrachium rosenbergii de Man adalah jenis udang yang hidup di perairan tawar. Udang ini merupakan udang dengan ukuran terbesar dalam famili Palaemonidae, dan bernilai ekonomis penting sehingga menarik banyak kalangan untuk melakukan budidaya.

Sejauh ini budidaya udang galah mulai marak dilaksanakan di kalangan pembudidaya, baik dalam skala kecil berkelompok maupun dalam skala menengah. Aplikasi teknologi budidayanya yang terjangkau, sederhana dan tepat-guna sejak dari sekuensi pembenihan sampai ke pembesaran, menjadikan komoditas ini sebagai pilihan alternatif yang berdaya saing. Oleh karena itu, melalui berbagai upaya dicoba untuk dikembangkan dalam skala besar; sehingga pada beberapa tahun terakhir ini, udang galah mulai diperhitungkan sebagai komoditas unggulan yang memberi harapan bagi masa depan perikanan budidaya. Selaku komoditas unggulan penting, bagi pembangunan perekonomian Indonesia, kekuatan utama berusaha di bidang ini adalah tergolong komoditas yang ditangani rakyat banyak. Dengan demikian, upaya pengembangan budidaya udang galah akan memberikan dampak yang besar dan positif bagi perekonomian rakyat. Terlebih bila diingat bahwa budidaya udang galah dapat dilakukan dalam skala kecil bahkan mikro.

Pantauan selama ini memperlihatkan permintaan pasar akan udang galah ukuran konsumsi terus meningkat secara nyata, terutama di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Hal ini terlihat dari tingginya permintaan benih pada panti pembenihan yang ada. Berbagai informasi dari kalangan pembudidaya udang galah menyatakan bahwa peningkatan produksi, baik dari hasil budidaya maupun dari hasil tangkap masih belum mampu memenuhi permintaan pasar akan udang galah ukuran konsumsi. Data kuantitatif secara rinci dari BPS tidak diperoleh, karena udang galah masih disatukan dalam kelompok udang. Gambaran peningkatan produksi udang galah bukan hanya di Indonesia, di kawasan Asia lainnya pun terjadi peningkatan produksi. Dalam dua dasawarsa terakhir, produksi komoditas udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) meningkat

(21)

secara nyata, terutama di Asia, serta di Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tercatat selama 10 tahun terakhir (1992-2001) produksi dunia udang galah hasil budidaya meningkat dari sekitar 40.000 mt (metriks ton) menjadi sekitar 215.000 mt atau meningkat sekitar lima kali (New, 2002; New, 2005).

Peningkatan produksi udang galah memang harus terus diupayakan mengingat permintaan pasar terus meningkat. Upaya peningkatan melalui penangkapan udang dalam jangka panjang tidak dapat diandalkan. Terdapat kaidah umum bahwa pada batas tertentu hasil tangkapan yang terus ditingkatkan akan menurunkan potensi reproduktif udang, karena keterbatasan stok udang dewasa. Belum lagi hal tersebut ditambah adanya kerusakan lingkungan di habitat alami udang galah karena kegiatan antropogenik. Jawaban dari persoalan ini adalah peningkatan produksi melalui budidaya. Namun di pihak lain, selama ini produksi usaha pembesaran udang galah masih rendah, akibat kendala terbatasnya ketersediaan kualitas dan kuantitas benih. Upaya-upaya penyediaan benih telah dilakukan dengan penyediaan panti-panti pembenihan.

Kegiatan panti pembenihan udang galah di Indonesia telah dimulai sejak awal tahun 1970-an. Selama kurun waktu itu, telah banyak penguasaan teknologi pembenihan udang galah diterapkan; dua di antaranya adalah ketersediaan induk melalui pematangan gonad serta pengadaan pakan alami. Pada teknologi perawatan larva, khususnya manajemen kualitas air dan pengaturan salinitas, masih didasarkan atas pengalaman empirikal yang bersifat eksplorasi agar sesuai dengan kondisi alami. Sebagaimana siklus hidup di alam, larva udang galah memulai tahapan hidupnya di muara sungai saat menetas dari telur dengan kondisi media berair payau. Secara bertahap, larva udang galah melewati seluruh tahapan stadianya yang berjumlah sebelas stadia pada air payau dan saat pascalarva, juvenil muda ini mulai beruaya ke arah hulu sungai untuk hidup, tumbuh dan berkembang di perairan tawar. Dengan masih adanya fluktuasi penguasaan teknologi pengelolaan pengaturan salinitas air, produksi larva masih labil.

Mendasari kondisi ini, terlihat bahwa pengaturan salinitas sebagai media pemeliharaan larva yang sesuai dengan kemampuan perubahan osmotik larva masih perlu dikaji. Berbagai penelitian telah dilakukan, antara lain oleh Zacharia dan Kakati (2004) yang menunjukkan bahwa salinitas merupakan faktor

(22)

lingkungan yang mempengaruhi perkembangan larva, pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang galah. Penelitian yang dilakukan oleh Shinn-Pyng et al. (2005) serta Al-Harbi dan Uddin (2004), menunjukkan bahwa terdapat sejumlah penyebab tingginya mortalitas pada pembenihan udang galah, baik karena senyawa kimia di perairan; penyakit mikrobal; maupun karena kemampuan regulasi ionik terhadap perubahan salinitas media. Namun penelitian lebih ditujukan pada ukuran juvenil dan pada ukuran dewasa (Wilder et al., 1998 dan Huong et al., 2001). Sejauh ini meski kondisi perkembangan awal (early development) sangat menentukan bagi perkembangan/pertumbuhan selanjutnya, namun penelitian dan percobaan tentang bagaimana kondisi larva berkaitan dengan salinitas belum dilakukan,

Sehubungan dengan masalah tersebut, maka dipertimbangkan perlu dilakukan pengkajian pengaruh beban kerja osmotik terhadap kelangsungan hidup, perkembangan dan pertumbuhan larva udang galah yang dipelihara pada media dengan kondisi kualitas air yang layak serta dukungan pemberian pakan yang memadai.

Identifikasi Masalah

Hasil kelimpahan dan potensi tumbuh pascalarva (PL) berdasarkan aplikasi dari usaha pembenihan udang galah ternyata belum mencapai target yang diharapkan. Kondisi PL yang belum mencapai target tersebut di atas, terjadi berkenaan dengan lambatnya perkembangan larva yang diikuti oleh mortalitas dan respirasi yang meningkat. Lama waktu perkembangan dan sintasan dari stadia larva tersebut menjadi penentu tingkat keberhasilan perkembangan larva menjadi PL.

Sumber penyebab dari rendahnya tingkat keberhasilan perkembangan larva udang galah, yaitu pengaturan salinitas media sewaktu pemeliharaan larva tidak serasi dengan kemampuan kerja regulasi osmotik larva. Larva hasil penetasan terdiri dari induk matang gonad yang dipelihara pada media bersalinitas 5-6 ppt, segera dipindahkan pada media bersalinitas 11-12 ppt sebagai media pemeliharaan larva mencapai PL. Pemindahan larva yang baru menetas dari media bersalinitas 5-6 ppt menjadi 11-12 ppt tersebut merupakan perubahan

(23)

beban osmotik larva yang mendadak sehingga potensial menghambat proses metamorfosis, berakibat lanjut pada kematian.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pengaturan salinitas media pemeliharaan larva dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kerja regulasi osmotik larva, melalui penerapan prinsip adaptasi. Selain pengatur salinitas media tersebut, larva udang diberi pakan alami yang bermutu serta kualitas air yang diupayakan mantap layak bagi kelangsungan hidup larva. Diagram alir permasalahan perkembangan larva dapat dilihat pada Gambar 1 dan diagram alir permasalahan potensi tumbuh pascalarva dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan kontinyuitas sistem dengan adanya perubahan salinitas media, maka secara matematis fungsi produksi dari penerapan sistem teknologi pembenihan udang galah adalah sebagai berikut:

Tahap perkembangan larva Y1 = ƒ (X1, X2, X3)

Y2 = ƒ (X3.1, X3.2 ) / X1, X2

Proses Biologis: Y1.1(respirasi) = ƒ (X3.1)

Keterangan:

Y1 = lama waktu perkembangan stadia survival setiap stadia

Y2 = sintasan ditentukan Y1

X1 = stok larva udang

X2 = pakan alami

X3.1 = salinitas

X3.2 = kualitas air (vitalistik)

Pada tahap eksplorasi: Y = ƒ (X3.1, X3.2) / X1, X2

X3.1 = (6,0) ⇒ (10,2); (11,6); (13,0); (14,4) per mil

Pada tahap adaptasi dan perkembangan akhir: Y = ƒ (X3.1, X3.2) / X1, X2

X3.1 = (10,2); (11,6); (13,0); (14,4) per mil; salinitas statis

Tahap potensi tumbuh pascalarva Y1 = ƒ (X1.1, X1.2, X2, X3)

Y1 = ƒ (X1.2, X2) / X1.1, X3

(24)

Keterangan:

Y1 = pertumbuhan (SGR)

X1.1 = kelimpahan stok pascalarva udang

X1.2 = bobot PL

X2 = pakan alami

X3 = kualitas air (vitalistik)

X3.1 = salinitas air

kX2 = konsumsi pakan harian

Rq = koefisien respirasi

Pada tahap potensi tumbuh PL Y = ƒ (X3.1) / X1, X2.

X3.1 = (10,2); (11,6); (13,0); (14,4) permil ⇒ tawar

Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh beban kerja osmotik pada perkembangan larva udang galah

Gambar 2. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh beban kerja osmotik pada potensi tumbuh pascalarva udang galah

KUALITAS AIR SALINITAS PASCA LARVA PAKAN ALAMI Daphnia sp. PENURUNAN BOS TEPAT ? MANAJEMEN PAKAN REPIRASI SINTASAN TK. KONSUMSI PAKAN PENURUNAN BOS TEPAT ? BOS TEPAT ? + + +

-POTENSI TUMBUH PL Keterangan:

BOS = Beban Kerja Osmotik PL = Pascalarva

(25)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian pengaruh beban kerja osmotik terhadap perkembangan dan pertumbuhan udang galah bertujuan untuk memahami perilaku osmotik yang potensial berperan bagi keberhasilan kelangsungan hidup, perkembangan larva dan potensi tumbuh pascalarva udang galah.

Manfaat pengkajian pengaruh beban kerja osmotik udang galah ini berupa rekomendasi terhadap perbaikan paket teknologi yang dilakukan di panti pembenihan udang galah, khususnya manajemen pengaturan salinitas media. Untuk selanjutnya, konsep teknologi baru yang dihasilkan dapat dimasyarakatkan. Diharapkan penelitian ini dapat berfungsi sebagai upaya pengembangan teknologi baru dalam menerapkan dan menciptakan rekayasa kualitas lingkungan pada bidang pembenihan udang galah.

Kerangka Pemikiran

Konsep Pemecahan Masalah

Keberhasilan perkembangan larva, tercermin dari lama waktu perkembangan dan sintasan stadia larva udang galah. Hal ini juga ditentukan oleh kelayakan kualitas air, beban osmotik larva serta energi dan materi bagi proses metamorfosis dan pertumbuhan larva. Apabila beban kerja osmotik besar, maka jumlah energi materi yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi metabolisme, respirasi dan atau pertukaran ionik osmotik menjadi mengecil. Sehubungan dengan kerangka pemecahan tersebut, maka diajukan suatu konsep pemecahan masalah yaitu meminimalkan beban keja osmotik larva agar sebagian besar energi dan materi dari pakan yang dicerna dan diabsorbsi dapat dimanfaatkan bagi perkembangan dan pertumbuahan stadia larva.

Kelangsungan hidup yang rendah serta perkembangan dan pertumbuhan larva udang galah yang lambat merupakan masalah pengaturan salinitas media yang belum tepat. Sebagai organisme osmokonformer, maka larva udang galah akan selalu berupaya berada pada media yang isoosmotik terhadap cairan tubuh. Jawaban sementara terhadap proses fisologis ini adalah dengan kondisi

(26)

isoosmotik, maka kebutuhan energi yang digunakan dalam regulasi ionik relatif rendah. Lebih lanjut diharapkan, akan tersedia lebih banyak energi untuk perkembangan larva serta pertumbuhan pascalarva udang galah. Pada kondisi hiperosmotik atau hipoosmotik, lama waktu terjadinya tekanan dapat mengakibatkan rentannya kepekaan larva maupun juvenil terhadap perubahan lingkungan. Untuk memahami antiseden-konsekuensi serta memecahkan masalah pengaturan salinitas media sebagai penentu beban kerja osmotik larva udang galah, perlu dilakukan pendekatan masalah terhadap sistem produksi akuakultur dan kausal-komparatif-kondisional, sebagai berikut:

(1) Sistem produksi akuakultur. Berdasarkan pola pengaturan salinitas media pada panti-panti pembenihan udang galah serta kesamaan penggunaan input, maka pengkajian dilakukan terhadap dua sistem produksi, yaitu:

- Sistem produksi larva tahap awal dan tahap lanjut

Penetasan telur dilakukan pada media 6 ppt. Pemeliharaan larva stadia 1 sampai dengan stadia 11, berada pada tiga tahapan. Tahap eksplorasi, yaitu saat dilakukan perubahan salinitas media dari 6 ppt menjadi 10,2; 11,6; 13; dan 14,4 ppt selama 7 hari. Tahap adaptasi dan perkembangan akhir, yaitu media berada dalam keadaan statis pada salinitas 10,2; 11,6; 13; dan 14,4 ppt. Pakan yang diberikan selama percobaan ini adalah pakan alami Artemia sp.

- Sistem produksi pascalarva

Tampilan potensi tumbuh pascalarva sebagai dampak lanjut perubahan salinitas media, dipantau melalui respon potensi tumbuh pada pola penurunan salinitas masing-masing dari salinitas 10,2; 11,6; 13; dan 14,4 ppt, menjadi 0 ppt selama 7 hari. Pakan yang diberikan pada percobaan ini adalah pakan alami Daphnia sp.

(2) Kausal-komparatif-kondisional. Pendekatan kondisional pada setiap sistem produksi diupayakan layak dan memadai. Bilamana kualitas air serta pakan selama percobaan diupayakan layak dan memadai (ceteris paribus), maka output hanya ditentukan oleh pengaturan salinitas media.

(27)

Untuk pendekatan kausal-komparatif, dirancang suatu penelitian guna membandingkan output sebagai konsekuensi adanya hubungan sebab-akibat (kausal). Sumber penyebab ditetapkan salinitas media pada setiap sistem produksi tersebut. Pengupayaan salinitas media bertingkat tersebut dimaksudkan sebagai faktor penentu output. Salinitas media diarahkan agar dapat menciptakan kondisi hiperosmotik, hipoosmotik dan isoosmotik terhadap tekanan osmotik cairan tubuh udang. Berdasarkan konsepsi tersebut di atas, maka pada pendekatan kausal-komparatif-kondisional dievaluasi melalui dua pendekatan, yaitu: (1) kajian pengaruh beban kerja osmotik pada kelangsungan hidup dan perkembangan larva mulai dari larva awal sampai dengan larva tahap lanjut, dan (2) kajian pengaruh beban kerja osmotik pada tampilan potensi tumbuh pascalarva yang dihasilkan dari larva yang diadaptasi pada berbagai salinitas.

Prinsip Dasar

Prinsip dasar yang menjadi landasan penentuan dalam peramalan, penerapan serta pengendalian sistem pembenihan udang galah ini dilihat dari permasalahan yang ada dapat dikelompokkan pada dua hal, yaitu adaptasi dan efisiensi pemanfaatan energi pakan.

Prinsip adaptasi dilakukan dengan meminimalisasi stres melalui cara penyediaan media isoosmotik yang didukung dengan kualitas air yang layak. Dari sini, diharapkan akan diperoleh kelangsungan hidup dan perkembangan larva udang yang cukup tinggi. Penggunaan prinsip efisiensi pemanfaatan energi pakan, dilakukan dengan menetapkan kesesuaian pakan/kebutuhan pakan. Peramalan yang akan terjadi dengan prinsip ini adalah membatasi kehilangan energi akibat kegiatan respirasi pada tingkat seluler. Dengan demikian maka yang terjadi adalah:

jika isoosmotik ⇒ d regulasi ionik / dt < ∑ energi / dt jika isoosmotik ⇒ dw/dt = (PR) – (T) – (E)

dengan demikian bila T dan E minimal, maka: dw/dt = (PR) atau sebagian PR dapat dipergunakan menunjang pertumbuhan dw/dt E dapat minimal, apabila BOS minimal atau mendekati konsisi isoosmotik Keterangan: PR = Energi Pakan; T = Energi Respirasi; E = Energi Osmotik

(28)

Faktor Penentu

Kualitas larva, kualitas air, pengaturan salinitas, beban kerja osmotik, pengelolaan pakan sesuai dengan perkembangan larva, serta sintesis kerangka teori yang dikembangkan.

Perumusan Konsepsi

Meminimalkan beban kerja osmotik larva melalui penerapan prinsip adaptasi dan efisiensi agar sebagian besar energi dan materi dipergunakan untuk menunjang proses metamorfosis dan pertumbuhan.

Hipotesis

Apabila beban osmotik larva dapat diupayakan minimal, maka lama waktu perkembangan larva dapat dipercepat, sehingga sintasan setiap stadia larva meningkat dengan potensi tumbuh tidak menurun.

(29)

Karakteristik Media

Siklus hidup udang galah yang melalui media tawar dan payau, menempatkan pengaturan proses fisiologis sebagai penentu utama kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Gambar 3). Udang galah dalam pembahasan ini termasuk Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Ordo Decapoda, Famili Palaemonidae, Genus Macrobrachium dan species rosenbergii (de Man). Secara alami, larva udang galah mengawali kehidupannya pada media air payau. Karakteristik media payau yang optimal mendukung perkembangan stadia larva udang galah sampai dengan pascalarva, menurut beberapa kajian adalah: suhu berkisar antara 28-31oC; salinitas sekitar 6-16 ppt; pH antara 7,0-8,5; oksigen terlarut 5-8 ppm; ammonia lebih kecil dari 0,1 ppm, serta konsentrasi nitrit dalam air tidak lebih dari 0,1 ppm (Daniels et al., 2000; Correia et al., 2000; Zimmermann, 2000; serta Phatarpekar et al., 2002)

Kopulasi & Fertilisasi Induk Betina

Mengerami Telur

(Bearing Egg)

Telur Menetas & 11 stadia larva

Pascalarva (Juvenil)

TAWAR PAYAU

Gambar 3. Siklus hidup udang galah yang berada pada air tawar dan air payau (modifikasi dari Akson dan Sampaio, 2000)

Sejauh ini diketahui bahwa keberhasilan suatu spesies untuk berkembang pada suatu lingkungan perairan tertentu, sangat bergantung kepada kemampuan adaptasi dari setiap tahap perkembangan spesies tersebut. Pada tahap perkembangan larva udang galah, adaptasi sudah dimulai saat awal telur dierami pada kaki renang induknya, yaitu pada salinitas tawar. Salinitas media berubah,

(30)

pada saat memasuki perairan payau, tepatnya pada saat telur menetas. Proses adaptasi pada kondisi ini merupakan tahapan yang paling sensitif dan kompleks dalam siklus hidup larva udang galah. Tingkat kompleksitas pengaturan salinitas media semakin tinggi, bila pemeliharaan larva dilakukan pada unit pembenihan dengan manajemen pakan alami, Artemia salina. Agar Artemia salina sebagai pakan alami masih dapat bertahan hidup untuk beberapa saat, dibutuhkan kisaran salinitas dan suhu tertentu. Menurut Ritar et al. (2002), kista Artemia salina dapat ditetaskan dengan baik pada salinitas 33-35 ppt dengan suhu optimum 25-28 oC. Karenanya diperlukan kombinasi terbaik antara salinitas dan suhu media yang merupakan faktor abiotik penting dalam mendukung pertumbuhan larva udang galah dan memaksimalkan kemampuannya untuk hidup dan berkembang secara optimal.

Menurut Spivak (2000), kondisi optimal yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tiap spesies sangat spesifik dan juga berbeda pada setiap tahap dari siklus hidupnya. Hal ini terlihat pada stadia nauplius dari Penaeus merguensis yang memperlihatkan toleransi lebih rendah terhadap perubahan salinitas dibanding pada stadia mysis (Zacharia dan Kakati, 2004; serta Kumlu et al., 2000). Sementara hasil kajian Phatarpekar et al. (2002), memperlihatkan bahwa larva udang galah stadia-1 berkembang dengan optimum pada salinitas 7 ppt dan suhu 30oC. Pada stadia-2 sampai stadia-4, berkembang dengan optimum pada salinitas 12 ppt dan suhu 31oC. Kondisi salinitas sekitar 12 ppt tetap optimal sampai dengan pascalarva, dengan suhu media menurun pada nilai 30oC. Mengikuti saran Zimmermann (2000), kombinasi antara salinitas dengan suhu untuk pemeliharaan larva udang galah dengan pakan Artemia salina, adalah: salinitas 6 ppt saat penetasan telur dan suhu media selama pemeliharaan pada kisaran 28-30oC, dengan salinitas lebih besar dari 10 ppt. Sedangkan Valenti dan Daniels (2000) menyatakan bahwa untuk pemeliharaan larva udang galah pada unit pembenihan dengan air payau buatan, diharapkan salinitas berkisar antara 12-16 ppt dengan suhu di bawah 33oC. Hal ini terkait dengan kandungan garam yang

seharusnya ada dalam perbandingan memadai, sedangkan suhu di atas 33oC dapat menekan kelangsungan hidup larva. Berdasarkan kajian yang ada, kisaran suhu

(31)

yang dapat digunakan pada pemeliharaan larva sejak penetasan telur adalah 28-31oC dengan kisaran salinitas 6 ppt sampai16 ppt.

Perolehan nilai kelarutan oksigen saturasi secara teoritis dengan menggunakan formula Knudsen, didapatkan nilai kelarutan oksigen antara 7,0 ppm sampai dengan 7,5 ppm; untuk media dengan suhu minimal 28 dan maksimal 31oC serta pada salinitas 16 ppt. Berdasarkan proses yang sama, terlihat kecenderungan terjadinya penurunan kelarutan oksigen saturasi dengan naiknya suhu dan salinitas media. Pengaruh perubahan suhu terhadap kelarutan oksigen saturasi dalam air jauh lebih besar, dibanding pengaruh perubahan salinitas. Melihat kondisi saturasi kelarutan oksigen pada suhu dan salinitas yang disarankan, maka dapat dikatakan bahwa persyaratan media dengan kandungan oksigen terlarut di atas 5 ppm akan terpenuhi. Berdasarkan hasil kajian Phatarpekar et al. (2002), kandungan oksigen terlarut pada media pemeliharaan larva udang galah disarankan berada pada kisaran nilai 6,5 ppm. Sementara Law et al. (2002) menyatakan bahwa untuk pemeliharaan larva udang galah yang optimal, maka kandungan oksigen terlarut dalam media sebaiknya lebih besar dari 5 ppm. Lebih lanjut, dikemukakan oleh Cheng et al. (2003), bahwa rendahnya kandungan oksigen terlarut dapat menyebabkan kondisi hipoksia pada Krustase, yang pada gilirannya akan mendorong mekanisme adaptasi spesifik, misalnya penurunan laju metabolisme, modifikasi keseimbangan asam-basa dari hemolim, terjadinya perubahan pada kemampuan mengikat hemosianin, osmolaritas hemolim dan perubahan konsentrasi ion dalam tubuh. Karena itu, Cheng et al. (2003) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang optimal berkisar antara 4,75 ppm sampai 7,75 ppm. Menyimak kajian yang ada, maka dapat dikemukakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut untuk mendukung optimalisasi perkembangan larva udang galah berkisar antara 5 ppm sampai 8 ppm.

Perubahan pH yang drastis terhadap organisme yang hidup di perairan payau, akan menyebabkan terganggunya perkembangan embrio, tingkat penetasan telur dan perubahan struktur morfologi. Untuk udang galah, hal ini mulai berpengaruh pada saat penetasan telur. Walaupun rata-rata pH air laut 8,3, tetapi penetasan telur udang galah yang optimal berada pada media dengan pH 7,07 (Law et al., 2002, dan Boyd, 1998). Ketidak-sempurnaan organ tubuh larva udang

(32)

galah, akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Chen dan Chen (2003), nilai pH mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang galah. Lebih lanjut disebutkan bahwa nilai pH media terendah yang dapat ditoleransi oleh udang galah adalah 7,4. Di pihak lain hasil kajian Cheng et al. (2003) menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH hemolim udang galah dari 7,4 menjadi 7,34, bilamana kandungan oksigen terlarut pada media menurun dari 4,30 ppm menjadi 2,14 ppm. Dengan demikian dari berbagai kajian yang ada, dapat dikatakan bahwa nilai pH yang optimal bagi media pemeliharaan larva udang galah adalah berkisar antara 7,0-8,5.

Ammonia adalah produk ekskretori utama pada hewan akuatik. Keracunan ammonia merupakan salah satu penyebab kematian pada masa pemeliharaan larva yang menggunakan manajemen terkontrol. Ammonia sebagai penyebab stres dalam perairan ini, terbagi atas dua bentuk yaitu dalam bentuk ion (NH4+) dan

bukan ion (NH3) yang hadir bersama dalam keseimbangan yang diatur oleh pH

(Chen dan Kou, 1992). NH3 bebas berdifusi memasuki membran sel berkaitan

dengan gradien tekanannya (Chen dan Lei, 1990; Chen dan Lee, 1997). Senyawa amonia yang beracun, berada dalam bentuk ammonia bukan ion. Oleh karena itu jika kadar ammonia dalam air meningkat, maka ekskresi ammonia menurun dan kadar ammonia dalam darah serta jaringan lain meningkat. Kondisi ini mengakibatkan suatu elevasi pH darah dan menimbulkan efek merugikan pada stabilitas membran dan reaksi katalisasi enzim (Tomasso, 1994), yang menyebabkan kematian. Berdasarkan fenomena ini, Cavalli et al. (2000) menyarankan uji toksisitas ammonia sebagai kriteria evaluasi kualitas larva. Ammonia dalam air antara lain dapat menekan laju pertumbuhan, konsumsi oksigen (Chen dan Lin, 1992), kapasitas osmoregulasi (Young-Lai et al., 1991) bahkan dapat menyebabkan kematian (Tomasso, 1994). Kandungan ammonia bukan ion yang berada dalam media pemeliharaan larva udang galah harus diusahakan lebih kecil dari 0,1 ppm (Boyd dan Zimmermann, 2000)

Senyawa nitrit merupakan salah satu jenis polutan yang sering ditemukan pada sistem perairan budidaya. Sebagaimana diketahui, kehadiran nitrit dalam media budidaya adalah hasil antara dari proses oksidasi ammonia dengan bantuan bakteri nitrofikan, yaitu Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp. Hasil kajian pakar

(33)

menyatakan bahwa kandungan nitrit yang tinggi dalam media budidaya udang dapat menjadi pemicu stress, mempengaruhi metaemosianin, menyebabkan hipoksia pada jaringan tubuh dan menganggu keseimbangan metabolisme (Chen dan Kou, 1992; serta Wang et al., 2004). Disamping itu, Chen dan Lee (1997) mengemukakan bahwa dosis letal (LC50 pada 96 jam) senyawa nitrit untuk Macrobrachium rosenbergii sebesar 8,54 ppm. Berdasarkan beberapa kajian pakar pada Penaeus monodon dinyatakan bahwa modus aksi dari senyawa nitrit adalah dengan cara berdifusi ke dalam hemolim, sehingga mengakibatkan naiknya tekanan oksigen; yang sekaligus mengindikasikan turunnya afinitas terhadap oksigen. Lebih lanjut disebutkan, terjadi penurunan yang signifikan dari oksihemosianin (oxyhemocyanin) dan meningkatkan deoksihemosianin Penaeus monodon selama 6 jam terpapar dalam media dengan kandungan nitrit tinggi. Dalam studi ini, reactive oxygen intermediate (ROIs) meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi nitrit (Chen dan Cheng, 1995; Cheng dan Chen, 1999; Moullac dan Haffiner, 2000). Sebagaimana diketahui, ROIs dan aktivitas mikroba

mempengaruhi mekanisme kekebalan tubuh organisme perairan. Upaya proteksi terhadap mekanisme ROIs dilakukan melalui enzim antioksidan dan pemakan

bangkai (scavenngers) (Winston dan di Giulio, 1991; serta Peters dan Livingstone, 1996). Untuk meminimalkan keracunan yang diakibatkan oleh keberadaan nitrit dalam media pemeliharaan larva udang galah, harus diupayakan agar mengandung nitrit tidak lebih dari 0,1 ppm (Akson dan Sampaio, 2000; serta Boyd dan Tucker,1998).

Kapasitas Regulasi Osmotik

Umumnya pada fase perkembangan dari larva ke pascalarva, terjadi mortalitas tinggi. Penyebab tingginya tingkat mortalitas, diduga sebagai akibat tidak dilewatinya secara optimal tahap penyesuaian di tingkat larva ke pascalarva; terutama yang berhubungan dengan kemampuan respons fisiologis. Namun demikian masalah keseimbangan osmotik terhadap perubahan media merupakan hal utama yang herus diperhatikan. Adapun perubahan kondisi media yang terjadi adalah

(34)

(1) Perubahan salinitas media mengganggu keseimbangan osmotik. Dalam upaya mempertahankan keseimbangan osmotik dan regulasi ionik ini larva udang galah membutuhkan sejumlah energi, di luar energi metabolisme dasar. Bahasan beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan yang linier antara osmolalitas hemolim dan osmolalitas media (Chen dan Lin, 1995). Karenanya pengaturan regulasi ionik yang berada sedikit di bawah titik isoosmotik dipandang menjawab permasalahan. (2) Rentang fluktuasi pH air di perairan tawar yang lebar (6 satuan pH di pagi

hari dan 10 satuan pH di malam hari), jarang terjadi pada perairan payau yang memiliki sistem penyangga. Kajian Chen dan Kou (1996), menyatakan bahwa naiknya nilai pH, akan menurunkan ekskresi ammonia-N dan hal ini mengindikasikan terjadi penurunan pertukaran aktif kation NH4+ untuk Na+ pada nilai pH relatif tinggi. Karenanya perlu diketahui ion mana dalam larutan hemolim yang memegang peranan penting dalam proses ini.

(3) Perubahan suhu air dan kelarutan oksigen yang terjadi pada kolam budidaya lebih berfluktuasi, dibanding media perawatan larva dalam unit-unit pembenihan yang lebih terkontrol. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa konsumsi oksigen akan meningkat pada media dengan salinitas (menjadi) rendah; dan kondisi ini diduga menekan pertumbuhan udang (Chen dan Lai, 1993). Karenanya penetapan kondisi lingkungan optimal dipandang dapat mendukung pertumbuhan udang.

Menyimak ruaya larva udang galah dari perairan payau ke perairan tawar, dapat dikatakan bahwa mekanisme pengaturan tekanan osmotik internal dan eksternal larva udang galah di alam, mengikuti tipikal organisme osmoregulator. Di alam, jarang ditemukan larva stadia 1 sampai dengan stadia 8 pada perairan tawar. Sebagaimana diketahui, fenomena pengaturan tekanan osmotik ini mengelompokkan organisme dengan tipikal osmokonformer yang tidak mampu mempertahankan tekanan osmotik internal dan tipikal osmoregulator yang memperlihatkan kemampuan organisme berusaha mempertahankan tekanan osmotik internalnya. Karenanya, strategi yang dilakukan oleh organisme osmoregulator adalah melakukan ruaya pada media sesuai dengan tekanan

(35)

osmotik internalnya. Strategi ini diperlihatkan dengan sangat jelas pada ruaya pertumbuhan larva udang galah. Anonimous (1997) menggambarkan tampilan osmotik osmokonformer dan osmoregulator dari krustase dalam bentuk grafik, seperti terlihat pada Gambar 4.

Keterangan: A = Kelompok hyperosmoregulator B = Kelompok isoosmoregulator C = Kelompok hypoosmoregulator

Gambar 4. Grafik osmotik krustase tipikal osmokonformer dan osmoregulator (Sumber: Anonimous, 1997)

Sampai saat ini masalah yang belum diketahui dengan pasti/jelas adalah bagaimana pengaturan tekanan osmotik larva udang galah saat berada pada media terkontrol, seperti di panti-panti pembenihan. Upaya berupa strategi ruaya tidak dapat dilakukan, karenanya efektivitas manajemen salinitas media, menjadi faktor input yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva dan pascalarva yang kuat dan sehat. Untuk mengetahui sejauh mana proses adaptasi larva pada setiap stadia perkembangannya, diperlukan kejelasan mekanisme pengaturan kerja osmotik pada organisme yang bersangkutan.

Kejelasan rangkaian kerja osmotik ini lebih jauh, dapat diuraikan sebagai berikut: konsep osmoregulasi adalah suatu regulasi ionik pada tingkat molekuler. Proses seluler ini terjadi pada lapisan jaringan kulit dan diikuti dengan kontrol terhadap proses hormonal. Regulasi aliran molekul antara lingkungan dan cairan

(36)

hemolim pada krustase dapat terjadi pada permukaan sel epitel yang terdapat pada insang, integumen, antena-gland dan saluran pencernaan. Bagi udang galah yang tergolong organisme air tawar, proses regulasi ionik di tingkat sel diatur melalui mekanisme pompa natrium-kalium. Udang galah, dalam ukuran induk maupun larva yang berada pada media payau, akan melakukan pelepasan ion natrium sebagai upaya mempertahankan konsentrasi ion pada hemolim yang hipoionik terhadap konsentrasi ion pada media. Untuk pengaturan regulasi ini diperlukan sejumlah energi sesuai dengan rentang beda konsentrasi ion pada media, seperti terlihat dari mekanisme pompa natrium-kalium yang membutuhkan sejumlah adenosin trifosfat (ATP) dan melepas adenosin difosfat (ADP) pada mekanismenya (Gambar 5).

Gambar 5. Ilustrasi mekanisme kerja pompa natrium-kalium organisme air tawar Pompa Na+/K+ [K+] Tinggi [Na+] Rendah [Na+] Tinggi [K+] Rendah Lapisan lemak Dalam sel Luar sel (Sumber: Anonimous, 2003)

Sebagaimana dijelaskan, dalam kerja osmotik ini mengedepankan kegiatan regulasi ionik yang terjadi antar ion-ion yang terlarut dalam media dan ion yang ada dalam cairan hemolim. Menurut kajian Duerr dan Ahearn (1996) transport ion dalam regulasi media ke cairan hemolim krustase, meliputi beberapa kation, yaitu ion natrium (Na+) dan ion kalsium (Ca2+); dan beberapa anion, yaitu: ion klorida

(37)

(Cl-) dan ion bikarbonat (HCO

3-). Organisme seperti pascalarva udang galah, yang

melakukan ruaya pada salinitas yang lebih rendah, akan berupaya menahan kehilangan ion Na+ dan Cl- dengan cara transport aktif mengambil Na+

dari media melalui aktivitas Na+/K+-ATPase. Menurut Kamaruddin (1994) dan Morohashi et al. (1991), aktivitas enzim Na+/K+-ATPase ditentukan oleh ketersediaan asam lemak bebas (FFA). Selain itu, menurut Palacios et al. (2004), FFA ini meningkatkan aktivitas Na+/K+-ATPase dalam upaya menekan stres salinitas. Upaya menjaga pasokan FFA ini, berdasarkan kajian Pan et al. (1991), ketersediaannya dapat dipenuhi oleh pakan alami Artemia salina yang sekaligus berkontribusi sebagai exogenous enzim pencernaan untuk membantu sistem pencernaan larva yang pada umumnya belum sempurna. Pemberian Artemia salina yang baru ditetaskan dari kista dengan jumlah ad libitum sebagai pakan alami untuk larva pada penelitian ini, dipandang mencukupi.

Kajian beberapa pakar menunjukkan bahwa pada umumnya dalam pemeliharaan larva Macrobrachium rosenbergii, disarankan menggunakan nauplii Artemia salina. sebagai pilihan pakan (Deru, 1990; Lavens et al., 2000; dan van Stappen, 2004). Mengikuti saran yang dikemukakan oleh Baros dan Valenti (2003), jumlah pemberian nauplii Artemia salina untuk larva Macrobrachium rosenbergii stadia 1 sampai dengan stadia 4 adalah 40 nauplii/larva per hari. Bila dilakukan perhitungan konversi energi, seperti yang dikemukakan oleh Lavens et al. (2000), maka nilai kalori dari 40 nauplii/larva per hari adalah sebesar 5,17 kalori/larva per hari. Sebagai pembanding, energi pakan berupa nauplii Artemia salina yang diberikan dalam penelitian ini berkisar antara 0,26-5,82 kalori/larva per hari, dipandang cukup memadai.

Untuk mengetahui aktivitas enzim Na+/K+-ATPase pada larva Macrobrachium rosenbergii stadia 1 sampai dengan stadia 11 dan bahkan sampai dengan pascalarva hari ke-lima atau PL-5, Huong et al. (2004a) dan Huong et al. (2004b) melakukan penelitian tentang hal ini. Hasil yang diperoleh dari penetasan telur pada salinitas 12 ppt dan pemeliharaan larva berada pada salinitas 12 ppt, didapatkan pemahaman aktivitas Na+/K+-ATPase larva Macrobrachium rosenbergii seperti terlihat pada Gambar 6. Secara rinci Huong et al. (2004a) menjelaskan bahwa aktivitas Na+/K+-ATPase larva Macrobrachium rosenbergii

(38)

stadia 1 diawali sebesar 3,1 ± 0,1 μmol ADP/mg protein per jam, kemudian meningkat secara nyata pada saat larva stadia 2 sebesar 4,4 ± 0,4 μmol ADP/mg protein per jam. Antara stadia-2 dan seterusnya ke stadia-4 menunjukkan bahwa aktivitas Na+/K+-ATPase larva menurun. Saat stadia larva mencapai 6 terlihat perubahan yang sangat nyata dengan kenaikan sebesar 3,9 ± 0,1 μmol ADP/mg protein per jam. Perubahan aktivitas Na+/K+-ATPase larva secara nyata berikutnya terlihat pada stadia 10, yaitu sebesar 2,9 ± 0,1 μmol ADP/mg protein per jam. Tingginya aktivitas enzim Na+/K+-ATPase pada larva stadia awal, menurut kajian Wilder et al. (2000) disebabkan belum sempurnanya sistem osmoregulasi larva.

Gambar 6. Perubahan aktivitas enzim Na+/K+-ATPase selama metamorfosa larva Macrobrachium rosenbergii menjadi pascalarva (Huong et al, 2004)

Perkembangan stadia

Pada tahapan awal pembenihan udang galah, keberhasilan perkembangan stadia larva serta pertumbuhan pascalarva udang galah sangat ditentukan oleh kualitas telur. Ketergantungan perolehan telur yang berkualitas terletak pada tingkat keberhasilan proses vitelogenesis. Vitelogenesis sendiri merupakan tahapan pada proses reproduksi krustase dengan hasil akhir adalah akumulasi oosit (oocyte) membentuk kuning telur dalam jumlah besar.

(39)

Pada proses internal dalam ovari akan terbentuk senyawa ‘protein spesifik female’ yang berada dalam hemolim dan disebut vitellogenin. Selanjutnya, saat vitelogenin memasuki oosit, senyawa protein ini disebut vitelin atau lipovitelin yang merupakan bagian terbesar pendukung kuning telur dalam bentuk senyawa lipo-glyco-carotenoprotein. Senyawa carotenoid ini memberi bias warna ‘jingga terang’ pada kuning telur secara menyeluruh. Warna ini juga yang mengindikasikan kesiapan kematangan telur atau sebagai tahap awal penentu keberhasilan perolehan telur bermutu. Proses vitelogenesis yang memberi bias warna jingga (penentu keberhasilan mutu telur) sampai fase embrionik telur udang galah dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses perkembangan telur udang galah sampai fase embrionik (Sumber: Romanova, 2000)

Larva udang galah mulai melepaskan diri dari telur, setelah 48 jam sejak saat telur dilepaskan dari induk. Selama 25-35 hari masa pertumbuhannya, larva udang galah melewati 11 tahap perkembangan sebelum mencapai bentuk sempurna sebagai udang muda atau pascalarva. Tahap perkembangan larva udang galah sampai pascalarva dapat diikuti pada Tabel 1.

(40)

Tabel 1. Tahap perkembangan larva sampai pascalarva udang galah Stadia Umur (hari) Keterangan Pertumbuhan

I 1 – 2 Mata sesil dan belum bertangkai – telson masih polos II 2 – 4 Mata sudah bertangkai – uropoda pada telson mulai tampak III 4 – 7 Kaki jalan depan sudah mulai memanjang – pertumbuhan

eksopoda dan endopoda pada uropoda sudah mulai tampak IV 7 – 12 Dua gerigi rostrum sudah mulai tampak – uropoda dan telson

sudah berkembang menyerupai kipas

V 12 – 16 Pertumbuhan eksopoda dan endopoda pada uropoda sudah hampir sama panjang dengan telson

VI 16 – 18 Tunas pada pleopoda sudah mulai terlihat VII 18 – 21 Pleopoda sudah mulai bercabang dua

VIII 21 – 25 Kaki jalan mulai terlihat lengkap – uropoda lebih

berkembang dan telson lebih menyempit – pleopoda pada cabang luar mulai berambut

IX 25 – 28 Pleopoda lebih berkembang dengan pertambahan ruas dan rambut

X 28 – 31 Pleopoda lebih berkembang – ada rambut di antara duri pada gerigi rostrum

XI 31 – 35 Uropoda telah berkembang penuh – pleopoda berkembang sempurna – gerigi rostrum telah berjumlah sembilan buah

Pasca-larva

35 – 41 Rostrum telah tumbuh dengan 11 gerigi atas dan 3-5 gerigi bawah serta dua helai rambut

Sumber: Hasil olahan dari data Uno dan Soo (1969)

Pertumbuhan Pascalarva

Sebagaimana bentuk udang galah dewasa, maka pascalarva udang galah sudah memiliki bentuk tubuh sebagai udang muda yang mempunyai eksoskeleton cukup tebal serta rigid yang merupakan ciri khas kelas krustase. Kehadiran eksoskeleton ini memberi tekanan tertentu pada optimalisasi proses pertumbuhan udang, termasuk pascalarva udang galah. Secara umum, dapat dikatakan proses tumbuh pada individu udang, diekspresikan melalui pertambahan panjang, volume dan bobot yang dinamik dengan waktu. Khusus ekspresi volume dan bobot, untuk organisme yang melakukan ganti kulit (molting) menjadi agak sulit, karena berlangsung diskontinyu. Hanya proses pertambahan panjang yang dapat berlangsung kontinyu.

Beberapa hasil kajian memperlihatkan bahwa pertumbuhan udang pada kondisi hiperosmotik, seperti pada udang galah yang melakukan ruaya untuk perkembangan dan pertumbuhan dari perairan tawar ke perairan payau;

(41)

berkorelasi langsung dan dipengaruhi oleh tingkat kemampuan adaptasi terhadap salinitas media. Menurut Wang et al. (2003) kondisi salinitas media perairan yang memberi tekanan hiperosmotik sedikit di atas isoosmotik hemolim tubuh udang Macrobrachium nipponense, tercatat meningkatkan pertambahan bobot tubuh secara nyata. Kondisi isoosmotik Macrobrachium nipponense sebesar 450 mOsm; sedangkan pada Macrobrachium rosenbergii, kondisi isoosmotik tercatat lebih tinggi yaitu sekitar 485 mOsm. Menurut Sang dan Fotedar (2004), titik isoosmotik pada masing-masing udang bergantung pada stadia larva dan ukuran udang. Untuk mendukung pertumbuhan udang yang optimal dalam kondisi stres hiperosmotik, asam amino bebas (free amino acid) dengan total asam amino dalam ratio yang proporsional sehingga mempercepat pembentukan jaringan tubuh (Bishop dan Burton, 1993; Okuma dan Abe, 1994). Dengan demikian, dapat dikatakan sensitivitas Na+/K+-ATPase, khususnya dalam mekanisme transport aktif senyawa-senyawa garam melalui sistem osmoregulasi; berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan udang (Wang et al., 2003; Huong dan Wilder, 2001)

Pengaruh faktor suhu terhadap pertumbuhan yang diperlihatkan dari beberapa hasil kajian mengindikasikan bahwa pertumbuhan udang muda pada tahap awal sangat ditentukan oleh suhu perairan media. Untuk pascalarva udang windu, tercatat kecepatan tumbuh dalam ukuran panjang, dua kali lebih cepat pada suhu 300C dibanding pada suhu 220C (Kumlu et al., 2000; Kumlu dan Jones, 1993; Chen, 1990; Parado-Estepa, 1998; Chavez Justo et al., 1991). Hubungan antar suhu dan pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh seberapa besar prosentase ganti kulit yang terjadi. Secara umum, semakin tinggi suhu; maka pertumbuhan udang akan semakin cepat. Hal ini sejalan dengan kajian titik optimal kegiatan ganti kulit yang juga terjadi pada suhu tinggi. Sehingga dapat dipastikan, pada bulan-bulan tertentu laju pertumbuhan udang jauh lebih besar dibanding pada bulan atau waktu lainnya, saat suhu media cenderung rendah. Frekuensi ganti kulit pada pascalarva udang galah ternyata juga dipengaruhi oleh pH media perairan. Hasil penelitian Chen dan Chen (2003) menunjukkan bahwa pascalarva Macrobrachium rosenbergii melakukan ganti kulit rata-rata 3,56 kali per-individu selama 56 hari pada pH 8,2; dan frekuensi ganti kulit terlihat menurun menjadi

(42)

2,82 kali per-individu dalam 56 hari pada pH 5,6. Peningkatan frekuensi ganti kulit pascalarva udang galah, diikuti dengan kecepatan tumbuh yang divisualisasikan melalui pertumbuhan bobot tubuh seperti terlihat pada Gambar 8.

Bobot (g)

Kisaran pH

Hari

Gambar 8. Grafik pertumbuhan pascalarva Macrobrachium rosenbergii pada berbagai nilai pH media (Sumber: Chen dan Chen, 2003)

Kelarutan oksigen dalam air, termasuk salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan krustase di perairan tawar; akibat besarnya perbedaan konsentrasi kelarutan oksigen antara siang dan malam. Kondisi hipoksia yang berlebih ini, akan mempengaruhi proses fisiologis udang, melalui penekanan frekuensi ganti kulit dan memperlambat pertumbuhan, bahkan tidak jarang menimbulkan kematian (Allan dan Magurire, 1991). Upaya adaptasi dengan kondisi ini, dilakukan melalui reduksi kecepatan metabolisme, modifikasi keseimbangan asam-basa hemolim, osmolalitas hemolim dan konsentrasi ion-ion terlarut, seperti terlihat pada Gambar 9. (Morris dan Butler, 1996; Hill et al., 1991; Cheng et al., 2003).

Hubungan pakan dan pertumbuhan pada udang, terlihat dari beberapa hasil kajian yang menunjukkan bahwa penurunan jumlah pakan akan menurunkan laju pertumbuhan. Sebagai pakan awal disarankan agar diberikan pakan alami. Khusus pada pascalarva udang galah, salah satu jenis pakan alami yang sering

(43)

dimanfaatkan adalah Daphnia sp. yang juga berperan dalam rantai makanan pada daerah pelagik perairan tropis. Daphnia sp. adalah krustase air tawar yang dikenal dengan nama umum water fleas. Daphnia sp merupakan makanan utama ikan atau udang muda, hal ini dikarenakan ukuran tubuh Daphnia sp. relatif cukup kecil sesuai dengan bukaan mulut organisme muda, yaitu berkisar antara 0,2-3,0 mm (Schuman, 1998). Selain itu, Daphnia sp. berkemampuan memanfaatkan mikroalga dan bakteri, dapat memberi kesempatan untuk mengontrol biomasa fitoplankton, komposisi spesies serta mempengaruhi suksesi musiman fitoplankton. Hal ini terjadi karena pada waktu yang sama, Daphnia sp menyumbangkan nutrien serta karbon dioksida guna mendorong pertumbuhan fitoplankton serta produksi bakteri (Schuman, 1998)

Waktu Aklimatisasi Oksigen (jam)

Gambar 9. Tampilan perubahan osmolalitas hemolim M. rosenbergii pada beberapa konsentrasi kelarutan oksigen media (Cheng et al., 2003) Kandungan nutrisi Daphnia sp. tergantung dari umur dan dari pakan yang dimanfaatkannya. Sebagaimana diketahui pakan Daphnia sp. adalah bakteri, fungi, mikroalga, detritus dan bahan organik terlarut. Menurut Ducazu (1998) secara umum, kandungan protein Daphnia sp. sekitar 50%, Berbeda dengan Artemia salina, kandungan lemak Daphnia sp. dewasa jauh lebih tinggi yakni 20-27%; sedangkan Daphnia sp. muda mengandung lemak sekitar 4-6%. Beberapa hasil penelitian bahkan menunjukkan bahwa kandungan protein Daphnia sp. yang pernah ditemui tercatat sekitar 70%. Walaupun Daphnia sp. termasuk spesies air

(44)

tawar, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan bagi organisme laut; karena mengandung asam emak esensial. Disamping itu, Daphnia sp. memiliki enzim pencernaan yang cukup banyak, seperti: proteinase, peptidase, amilase, lipase dan juga selulase; yang dapat berfungsi sebagai ekso-enzim dalam lambung larva ikan atau larva udang (Shell, 1998). Alternatif pakan buatan yang disarankan oleh Tacon (1993) guna mendukung pertumbuhan pascalarva terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi pakan buatan untuk mendukung pertumbuhan pascalarva

Macrobrachium rosenbergii

No Bahan Bobot (kg) Persen (%)

1 Ikan rucah 100,0 29,61 2 Tepung jagung 80,0 23,70 3 Pelet pakan ayam 50,0 14,81 4 Tepung kedelai 40,0 11,84

5 Bekatul 30,0 8,88

6 Tepung ikan 20,0 5,92 7 Pakan ternak 15,0 4,44

8 Di-Kalsium PO4 2,0 0,59

9 Vitamin & mineral 0,5 0,15 10 Oksitetrasiklin 0,2 0,06

TOTAL 337,7 100.00

(45)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Pusat Percobaan Limnologi LIPI Cibinong selama empat bulan (Mei-Agustus 2002). Penelitian utama dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Lingkungan Budidaya FPIK-IPB, Limnologi FPIK-FPIK-IPB, Biologi Hewan Pusat Studi Ilmu Hayati FPIK-IPB, Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB serta Hidrobiologi FPIK Universitas Diponegoro (Agustus 2003- Januari 2004; Juni-Agustus 2004) selama kurang lebih sembilan bulan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian “Pengaruh Beban Kerja Osmotik terhadap Kelangsungan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva dan Potensi Tumbuh Pascalarva” ini meliputi:

(1) Perkembangan larva sampai dengan pascalarva

(2) Konsumsi oksigen pada perkembangan larva sampai pascalarva (3) Potensi tumbuh pascalarva

Ruang lingkup penelitian didasari atas pemikiran bahwa dalam upaya pengkajian kausal-komparatif-kondisional pada setiap sistem produksi diupayakan agar tingkat salinitas media menciptakan kondisi hipertonik, hipotonik dan isotonik terhadap osmotik cairan tubuh larva udang galah. Pengaruh lanjut dan perbedaan kondisi osmotik tersebut dicerminkan dari: (1) Beban kerja osmotik, (2) Efisiensi pemanfaatan pakan; dan (3) Tingkat konsumsi oksigen.

Pendekatan pengkajian di atas memberi arahan bahwa masalah kelangsungan hidup, perkembangan larva serta potensi tumbuh pascalarva udang galah dapat dievaluasi sebagai konsekuensi perbedaan beban kerja osmotik akibat pengaturan salinitas media. Keterkaitan antara antiseden dan konsekuen tersebut diperjelas ketergantungannya dengan pertukaran ion sebagai kinerja beban osmotik larva udang galah. Dengan demikian konsumsi oksigen per waktu serta

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir pendekatan masalah pengaruh beban kerja osmotik pada                        perkembangan larva udang galah
Gambar 3.  Siklus hidup udang galah yang berada pada air tawar dan air payau                     (modifikasi dari Akson dan Sampaio, 2000)
Gambar 4.  Grafik osmotik krustase tipikal osmokonformer dan osmoregulator                                    (Sumber: Anonimous, 1997)
Gambar 5.  Ilustrasi mekanisme kerja pompa natrium-kalium organisme air tawar Pompa Na+/K+[K+]  Tinggi [Na+] Rendah [Na+] Tinggi [K+]  Rendah Lapisan lemak Dalam sel Luar sel                     (Sumber: Anonimous, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biaya Usaha Pengolahan Pupuk Bokashi Pada proses produksi pupuk bokashi di Gapoktan Karya Manuntung, biaya yang diperhitungkan untuk satu kali proses produksi dengan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan explosive power otot tungkai dengan kecepatan lari 60 meter siswa kelas VII SMP Negeri

iktikad baiknya dalam pelunasan utang pajak. Dalam hal ini berkas WP yang dimaksud berkaitan dengan identitas penanggung pajak yang akan disandera, SPT, maupun berkas

Hal ini membuktikan bahwa pengguna sistem pakar lebih utama melihat pada kesederhanaan, kemudahan, penggunaan serta pemahaman terhadap aplikasi Expert System Builder (ESB) dan

Jamaluddin. Kontribusi Keluarga Sakinah terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat di Kelurahan Lepo-Lepo Kec.. Keempat, Karsum Suleman meneliti tentang Urgensi keluarga

Kesadaran masyarakat desa Rowosari terhadap pendidikan tergolong kurang, karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung pendidikan.Sebagian besar penduduknya memilih untuk

Hubungan antara produktivitas primer dengan intensitas cahaya pada tiap kedalaman, dapat dikatakan pada lapisan permukaan 0 – 50 cm produktivitas primer adalah kecil 124,33 –

Usaha tersebut diantaranya dengan melakukan branding dan pemasaran offline dan online guna meningkatkan produktivitas pada industri kecil dan menengah ini agar