• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAGU MARS PTK PNF KARYA SRI SURYANTI SEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAGU MARS PTK PNF KARYA SRI SURYANTI SEB"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karawitan merupakan suatu jenis musik tradisi yang begitu besar berperan dan bermanfaat sebagai salah satu media ungkap dan sarana pembentukan citra, kepribadian, karakter atau identitas dari seorang atau kelompok (Djoko Maduwiyata, 2000:49) yang disajikan dalam bentuk ensambel. Kebudayaan musik ini telah berkembang secara turun temurun beradaptasi sesuai dengan jaman dan tidak meninggalkan keasliannya. Tetapi di masyarakat sekarang ini, kesenian karawitan mulai tergeser oleh arus globalisasi membuat generasi muda semakin meninggalkan kesenian tradisional karawitan.

Karawitan yang dulunya dianggap mempunyai peran penting yang bermanfaat sebagai pembentukan indentitas maupun karakter budaya, sekarang hanyalah tinggal sejarah sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh generasi muda yang terseret arus globalisasi yang begitu besar. Oleh karena itu,

Karawi

(2)

lagu mars dapat diapresiasi oleh masyarakat luas secara lebih mudah tanpa harus berpikir mendalam untuk memahami pesan atau makna yang terkandung di dalamnya. Pada masa perjuangan lagu mars selalu dinyayikan seluruh lapisan masyarakat, baik petani, pekerja, anak-anak sekolah dan para pejuang kemerdekaan lainnya untuk membakar semangat perjuangan kemerdekaan.

Berbeda pada masa perjuangan, lagu mars kini kehadirannya banyak disajikan oleh instansi atau lembaga swasta maupun pemerintah. Tujuannya adalah untuk membangun identitas. Banyak instansi atau lembaga-lembaga formal berlomba-lomba menciptakan lagu mars. Sedangkan untuk mendapatkannya cara yang digunakan pun bermacam-macam. Di antaranya mengadakan perlombaan lagu mars yang ditujukan kepada instansinya atau bahkan secara khusus memesan kepada seorang komposer yang memiliki keahlian dalam menciptakan lagu mars.

(3)

kontekstual turut memberikan dampak terhadap masyarakat pendukungnya dalam hal ini adalah instansi atau lembaga pemerintah.

Penulis menduga lagu mars sebagai salah satu produk kreatif yang dimaksud berada pada posisi yang mampu memberikan pengaruh secara sosial. Kongkritnya pengaruh tersebut terletak pada proses terbangunnya ‘citra sosial’ yang diinginkan oleh kelompok masyarakat atau instansi yang berkepentingan, seperti Dinas Pendidikan, BKKBN dan Kodim. Penelitian ini selanjutnya menjadikan ‘citra sosial’ sebagai objek formal, atau secara lebih kongkrit ‘citra sosial’ menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini. ‘Citra’ dalam penelitian ini dipahami sebagai cara manusia melihat dan memahami dirinya sendiri atau kelompoknya, atau dengan bentuk lain ‘citra’ dapat digunakan sebagai upaya menunjukkan eksistensi institusi atau lembaga yang dimaksud (Yasraf Amir Piliang, 2011:135). Sedangkan ‘sosial’ adalah hubungan yang pada umumnya dijalin secara sistematis antar manusia demi produk atau hubungan itu sendiri (Horton, 1993:4). Pemaparan di atas dapat dipahami bahwa ‘citra sosial’ adalah cara yang dilakukan oleh manusia dalam menunjukkan eksistensi diri atau kelompoknya melalui hubungan yang dijalin secara sistematis.

(4)

manapun sebagai wujud pencitraan positif dan upaya mewujudkan eksistensinya. Penulis menduga, lagu mars keberadaannya cukup penting karena didasari oleh perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat yang turut berimplikasi pada timbulnya golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang memajukan kepentingan-kepentingan baru pula (Budiardjo, 1986:20). Melalui dinamika sosial tersebut, setiap lembaga berupaya serius untuk menunjukkan eksistensi diri atau instansinya dihadapan seluruh masyarakat luas secara sistematis dan terencana, salah satunya adalah menggunakan musik sebagai sarana pembentukan ‘citra’. Realitas tersebut memperlihatkan lagu mars memiliki kedudukan penting guna mewujudkan eksistensi diri yang diinginkan oleh masing-masing institusi atau lembaga. Dengan demikian musik dalam konteks ini tidak dapat dilepaskan daris kondisi sosial. Artinya musik tidak hanya membahas musik sebagai sebuah sistem pengaturan bunyi sebagai wujud ekspresi musikal melainkan memiliki hubungan secara sosial dalam bentuk ‘citra’. Sedangkan objek material dalam penelitian ini adalah ‘lagu mars karya Sri Suryanti’ yang berjudul “PTK-PNF”.

(5)

Non Formal) tingkat Nasional.1 Penentuan lagu ini digunakan agar pembahasan tidak melebar yang mengakibatkan terjadinya pembiasan penelitian.

Prestasi Sri Suryanti dapat terlihat pula pada karya-karya lain yang

diciptakannya. Di antaranya adalah lagu mars berjudul “nDayu Alam Asri Park” lagu

ini menjadi ikon pariwisata kota Sragen. Selain itu digunakan pula untuk

mempromosikan objek wisata baru di Kabupaten Sragen yakni Taman Pendidikan

dan Rekreasi Dayu Alam Asri yang terletak di Desa Dayu Kecamatan

Karangmalang.2

Pemaparan di atas merupakan instrumen yang digunakan sebagai pijakan dalam menentukan objek material dalam penelitian ini. Melalui pemaparan argumentatif di atas dan sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Bagdi Sumanto bahwa kehidupan sebuah kesenian [musik] tidak mungkin hanya diamati sebagai bentuk kesenian [musik] itu sendiri tanpa melihat bagaimana dan cara kesenian [musik] itu hadir dan bertahan (2003:84). Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk mengungkap persoalan kehadiran musik dalam konteks digunakan sebagai media ‘pencitraan sosial’.

Media ‘pencitraan sosial’ di dalam lagu mars tersebut diduga memiliki peran sebagai pemecah kontradiksi sosial, menyodorkan model identitas dan merayakan tatanan sosial yang ada (Douglas, 2010:338). Dugaan tersebut kemudian dibuktikan,

1 Jawa Pos. “ Hobi Cipta Lagu Mars”. Edisi: Sabtu,16 Juni 2012. Hal. 16.

2 Majalah Info Sukowat. “Sri Suryanti PNS Sekaligus Seniman, Pencipta Lagu-Lagu Mars”

(6)

adapun pijakannya adalah bersandar pada pertanyaan-pertanyaan yang tersusun dalam bentuk rumusan masalah di sub bab berikut ini.

B. Rumusan Masalah

Melalui ulasan penjabaran latar belakang di atas, penelitian ini selanjutnya mengkerucutkan persoalan ke dalam bentuk rumusan masalah di bawah ini.

1. Bagaimanakah ‘citra sosial’ dalam lagu mars karya Sri Suryanti hadir dan faktor-faktor apa saja yang membentuknya hadir?

2. Mengapa lagu mars PTK – PNF mampu membentuk kekuatan ‘citra sosial’ bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

C.1.Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan wujud ‘citra

sosial’ dalam lagu mars karya Sri Suryanti terbentuk.

2. Menjelaskan alasan mengapa lagu mars PTK – PNF mampu menjadi

kekuatan pembentuk ‘citra sosial’.

C.2. Manfaat.

1. Bagi kepentingan dunia akademik, penelitian ini memberikan sumbangan

terhadap disiplin ilmu etnomusikologi terutama kajian kontekstual yang

membahas musik dalam sudut pandang sosiologi.

(7)

mars PTK – PNF yang diciptakannya memiliki pengaruh sosiologis.

3. Bagi peneliti, kajian ini dapat menjadi embrio kajian ‘sosiologi musikal’

pada penelitian berikutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian Etnomusikologi dengan menggunakan perspektif ‘citra sosial’ sampai saat ini belum banyak dijumpai. Meskipun belum pernah dilakukan, penelitian ini tetap melakukan peninjauan terhadap berbagai jenis pustaka, baik dalam bentuk jurnal, majalah, karangan tugas akhir maupun laporan penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui posisi penelitian, dan sekaligus menjadi pijakan dalam menentukan keabsahan dan keaslian penelitian ini.

Taboid Smart memberitakan bahwa banyak orang memiliki bakat dan kemampuan untuk mencipta lagu. Namun hanya sedikit dari orang-orang tersebut yang juga memiliki kemampuan mencipta lagu mars. Salah satunya adalah Sri Suryanti yang memiliki kemampuan menciptakan berbagai jenis lagu mars. Lagu mars adalah musik identitas sebuah lembaga atau organisasi, bahkan lagu mars sering diciptakan untuk keperluan penyelenggaraan sebuah even atau kegiatan (2009: 13). Selain sebagai identitas lembaga, lagu mars pun memiliki keterkaitan secara sosial yakni sebagai pembentuk ‘citra sosial’ bagi lembaga yang menggunakannya.

‘Citra Sosial’ merupakan fenomena sosial yang memiliki tujuan untuk

(8)

bukunya berjudul “Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan” terbitan Pustaka Pelajar

Yogyakarta tahun 2007 menjelaskan bahwa identitas suatu kelompok tidak dapat

dilepaskan dari proses sosial budaya. Menurutnya proses tersebut menyangkut dua

hal penting. Pertama, pada tataran sosial akan terlihat proses dominasi dan

subordinasi budaya yang terjadi secara dinamis yang memungkinkan kita

menjelaskan dinamika kebudayaan secara mendalam. Kedua pada tataran individual

akan dapat diamati proses resistensi di dalam reproduksi identitas kultural

sekelompok orang di dalam konteks sosial budaya tertentu (Irwan Abdullah,

2007:41-42). Berbeda dengan Irwan Abdullah, menurut Umar Kayam dalam makalah berjudul

“Seni Pertunjukan dan Sistem Kekuasaan” yang ditulis dalam satu buku berjudul

“Mencermati Seni Pertunjukan I Prespektif Kebudayaan, Ritual, Hukum” diterbitan

atas kerjasama The Ford Fondation dan Program Pascasarjana STSI Surakarta,

memaparkan bahwa, dalam masyarakat hadir berbagai sistem sosial yang

menggerakan dinamika masyarakat yakni berupa sistem kekuasaan, sistem

kepercayaan, sistem sosial dan sebagainya. Menurutnya seni pertunjukan yang

tumbuh dan berkembang tersebut tidak bisa tidak (pasti) dipengaruhi oleh

sistem-sistem tersebut (Umar Kayam, 2003:98). Termasuk dalam hal ini adalah lagu mars.

Sistem yang dimaksud menurut Tatang M. Amirin dalam bukunya berjudul

“Pokok-Pokok Teori Sistem” terbitan Rajawali Jakarta adalah himpunan komponen atau

bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai sesuatu

(9)

Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuatan kolektif kemasyarakatan pada

tataran kongkritnya masih dipegang kuat oleh sistem tersebut meskipun

masing-masing individu sesungguhnya memiliki peran pula untuk membangun kekuatan

kolektif. Kekuatan kolektif yang dimaksud ini menurut M. Habib Mustopo dalam

bukunya berjudul “Manusia dan Budaya Kumpulan Essay Ilmu Budaya Dasar”

terbitan Usaha Nasional Surabaya adalah menggambarkan kepribadian komunal atau

masyarakat setempat. Menurutnya musik mampu menyatakan semangat atau spirit

kebersamaan dari komunitas yang bersangkutan (Habib Mustofa, 1983:58), dan lagu

mars pun tidak dapat dilepaskan dari spirit yang dimaksud. Spirit kebersamaan dari

komunitas tentunya memberikan pandangan mengenai ‘golongan’. P.J. Bouman

dalam bukunya berjudul “Ilmu Masyarakat Umum, Pengantar Sosiologi” terbitan

Pembangunan Jakarta, memberikan pandangan mengenai golongan bahwa manusia

dengan segala perasaannya memiliki kebebasan terhadap segala hal, menurutnya

sebagian besar manusia bertindak sebagai ‘makhluk golongan’ (Bouman, 1976:33).

Meskipun manusia memiliki kebebasan, namun mereka tetap dihadapkan

dengan kebiasaan yang di dalamnya memuat norma-norma kehidupan. Abdulsyani

dalam bukunya berjudul “Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan” terbitan Bumi

Aksara Jakarta, memandang kebiasaan yang berkembang pada suatu masyarakat

merupakan satu dari empat bentuk norma yang secara umum ada pada masyarakat.

(10)

kelakuan (mores) dan adat istiadat (custom) (Abdulsyani, 1994:55-56). Norma-norma

tersebut turut pula dalam membangun spirit kebudayaan.

Berbeda dengan Abdulsani, menurut Dieter Mack dalam bukunya berjudul

“Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural” Penerbit Arti Jakarta menyatakan

bahwa, semua lingkungan sesungguhnya mampu melahirkan berbagai

struktur-struktur dasar yang sangat alami buat setiap budaya. Dieter Mack menegaskan bahwa

satu karya musik memiliki kepentingan mengikat manusia dari berbagai lingkungan

yang berbeda (Mack, 2004:100) dan lagu mars adalah salah satu unsur yang mampu

mengikat manusia secara kolektif. Bahkan Wisnu Mintargo dalam jurnal Humaniora,

Volume XV, No 1 berjudul “Lagu Propaganda dalam Revolusi Indonesia 1945 –

1949” menjelaskan bahwa, fungsi musik dalam dunia politik merupakan alat yang

ampuh untuk melakukan propaganda dan agitasi politik. Menurutnya fungsi utama

lagu-lagu propaganda adalah alat penyebarluasan opini bersifat sederhana tetapi

implikasinya bersifat kompleks. Unsur teknis musiknya tidak mendapatkan perhatian

utama, melainkan yang menjadi perhatiannya adalah makna serta isi teks lagu yang

harus bermuat agitasi dan harus disampaikan kepada masyarakat luas agar lagunya

mudah dinyanyikan, mudah dihayati dan mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia

(Wisnu Mintargo, 2003:105).

Tulisan-tulisan di atas memberikan gambaran mengenai pembahasan

persoalan musik yang ditinjau dari aspek sosiologis. Melalui pemaparan beberapa

(11)

Sragen” dengan prespektif ‘citra sosial’ dalam konteks lagu mars karya Sri Suryanti betul-betul belum pernah dikaji atau diteliti, sehingga penelitian ini benar-benar

berangkat dari persoalan yang belum pernah dibahas sebelumnya.

E. Landasan Konseptual

Penelitian ini memahami lagu mars merupakan mekanisme sosial yang

digunakan untuk meningkatkan dan mengintegrasikan kepentingan-kepentingan

institusi atau lembaga dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Sragen agar keberadaannya mendapatkan pengakuan secara masif di

hadapan masyarakat luas. Mekanisme sosial tersebut secara kongkrit bertujuan untuk

membentuk kekuatan ‘citra sosial’. Kekuatan ‘citra sosial’ di dalam lagu mars dalam

penelitian ini diduga memiliki peran sebagai pemecah kontradiksi sosial,

menyodorkan model identitas dan merayakan tatanan sosial yang ada (Douglas,

2010:338). Pijakan teoritis ini selanjutnya digunakan sebagai dasar konseptual untuk

memecahkan persoalan yang telah diajukan di dalam rumusan masalah.

(12)

dilepaskan dari konflik yang ditimbulkan oleh sekelompok masyarakat atau instansi

yang menghegemoni, dan peran lagu mars adalah sebagai salah satu media yang turut

berpengaruh dalam memecahkan kontradiksi sosial yang dimaksud. Harapan yang

hendak dicapai oleh instansi atau lembaga ketika menggunakan lagu mars adalah agar

stabilitas sosial dapat terjaga. Penjelasan tersebut apabila dipandang melalui

perspektif konflik merupakan perwujudan kesinambungan ketegangan dan

perjuangan kelompok sebagai kondisi normal suatu masyarakat di mana stabilitas dan

konsensus nilai yang merupakan ilusi telah disusun dengan hati-hati untuk

melindungi kelompok yang mendapat hak-hak istimewa (Horton, 1993:24).

Lagu mars pun turut memberikan peran dalam pembentukan model identitas

yang diharapkan oleh lembaga atau instansi yang berkepentingan. Model dalam

penelitian ini merupakan manifestasi persepsi yang dibayangkannya seseorang secara

personal sehingga apa yang tampak di dalam model dan kemudian dipersepsi akan

tampak pada kesadaran personal (Bambang, Sunarto, 2010:38). Sedangkan identitas adalah proyek eksistensial dan penegasan esensi bawaan yang menentukan ‘siapa

saya’, sementara bagi yang lain identitas merupakan sebuah konstruksi dan kreasi

dari berbagai peran dan bahan sosial yang ada, atau secara tradisional identitas

merupakan fungsi kesukuan, kelompok, atau kolektif dalam modernitas (Douglas,

2010:317). Pembentukan model identitas melalui lagu mars cukup efektif untuk meningkatkan keterarahan masyarakat luas atas pengakuan identitas lembaga atau

institusi dengan maksud agar identitasnya dapat diakui keabsahan secara sosial.

(13)

bentuk aktivitas perayaan terhadap sosialisasi eksistensi kelembagaan atau instansi

yang bertujuan agar instansi atau lembaga tidak terpisah dari masyarakat. Perayaan

ini sesungguhnya dibentuk oleh masyarakat dan masyarakat adalah suatu organisasi

dari orang-orang yang disosialisasikan (Horton, 1993:110). Lagu mars dengan demikian menjadi realitas penghubung yang mampu menyatukan keterpisahan antara

masyarakat luas dengan instansi atau lembaga.

Lagu mars beserta penjelasan ini menegaskan sesungguhnya realitas tidak

dapat dibagi dalam berbagai bidang yang terpisah-pisah tanpa hubungan satu sama

lain, melainkan realitas dilihat sebagai suatu kesatuan menyeluruh (Franz Magnis

Suseno, 2001: 82), termasuk dalam hal ini adalah lagu mars bagi instansi atau lembaga dapat dihadirkan secara empiris untuk menyatukan eksistensinya dengan masyarakat

luas dalam situasi apapun. Penjabaran konsep teoritis kekuatan ‘citra sosial’ dalam

lagu mars di atas apabila digambarkan dalam bentuk model terlihat seperti di bawah

ini.

Pemecah Kontradiksi

Sosial

Perayaan Tatanan Sosial

Pembentukan Model Identitas

(14)

Bagan. 1.1. Model Kekuatan Citra Sosial dalam Lagu Mars

Penelitian ini pada uraian latar belakang yang ada pada sub bab awal telah

dijelaskan, bahwa pengertian ‘citra sosial’ adalah cara yang dilakukan oleh manusia

dalam menunjukkan eksistensi diri atau kelompoknya melalui hubungan yang dijalin

secara sistematis. Melalui uraian penjelasan dan gambaran diagram konseptual di atas

pengertian yang ditawarkan memperlihatkan keterkaitannya. Keterkaitan tersebut

secara sistematis menunjukkan lagu mars dalam hal ini tidak dapat dipandang sebagai

musik yang berdiri sendiri, melainkan kehadirannya memiliki hubungan dan

keterkaitan dengan persoalan sosial yang terjalin secara sistematis dan konstruktif.

Argumen ini turut dikuatkan oleh pernyataan teoritis lain bahwa musik dalam

hubungannya dengan manusia sesungguhnya mampu menciptakan jalinan integratif

dan relasional, jalinan ini pun sesungguhnya menjadi inti dari proses sosialisasi

manusia itu sendiri (Franki, Raden, 1995:170).

Lagu mars dalam proses sosialisai ini selanjutnya digunakan sebagai media

untuk menyampaikan kompleksitas ide. Kompleksitas ide ini unsur-unsurnya meliputi

norma-norma, nilai-nilai yang kehadirannya dimanifestasikan dalam bentuk karya

lagu mars dan secara lebih khusus unsur-unsur yang termuat di dalam lagu mars

tersebut secara kontekstual mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan

kekuatan ‘citra sosial’ bagi instansi atau lembaga yang berkepentingan. Sementara

dugaan kekuatan “citra sosial” yang dibangun melalui lagu mars dilandasi pula oleh

(15)

mempunyai dimensi normatif atau non rasionalnya. Artinya, tindakan institusi atau

lembaga tersebut dipandu oleh ideal-ideal tertentu atau pemahaman bersama,

mengingat sifatnya yang internal dan dekat dengan motivasi, maka hal ini mampu

menjadi basis tindakan [pencitraan] (Hendar Putranto, 2005:55).

Basis tindakan pencitraan institusi atau lembaga inilah yang diduga mampu

membentuk kekuatan “citra sosial”. Tindakan pencitraan ini secara eksplisit termuat

ke dalam lagu mars yang diciptakan. Dengan demikian lagu mars sekaligus

merupakan model tindakan pencitraan bagi institusi atau lembaga yang dimaksud.

Agar lagu mars mampu membuat “citra sosial” hadir dan dirasakan oleh institusi atau

lembaga yang bersangkutan maka model tindakan pencitraan yang dimanifestasikan

dalam bentuk lagu mars harus berpijak pada beberapa unsur berikut ini, (1) tujuan,

(2) sarana atau hal-hal yang digunakan [sarana penciptaan lagu mars], (3) syarat,

situasi-kondisi dan batasan-batasan yang melingkupinya [syarat tema musik yang

diajukan], (4) norma, pemahaman atas tujuan dan sarana yang hendak dicapai, (5)

upaya yang dikerahkan pelaku [institusi] untuk menyelesaikan tindakan [pencitraan]

(Hendar Putranto, 2005:55).

Unsur-unsur tersebut apabila termanifestasi secara kongkrit dalam lagu mars,

dimungkinkan “citra sosial” yang dikehendaki institusi atau lembaga dapat terwujud.

Sedangkan alasan yang digunakan untuk menjawab mengapa lagu mars dijadikan

kekuatan ‘citra sosial’ bagi lembaga atau instansi adalah berpijak pada teori

pertukaran sosiologis. Teori ini menyatakan bawa orang cenderung memaksimalkan

(16)

keuntungan untuk melakukannya (Hendar Putranto, 2005:53), dan lagu mars dalam

konteks ini memiliki peran menggali keuntungan dengan cara menjalin interaksi

sosial dengan masyarakat luas secara kreatif yakni melalui lagu mars.

Melalui model pemanfaatan kekuatan lagu mars sebagai pembentuk citra

sosial, diharapkan institusi atau lembaga yang berkepentingan mendapatkan

keuntungan darinya. Berpijak pada landasan konseptual di atas, maka penelitian ini

berupaya menjawab persoalan yang telah dirumuskan di dalam rumusan masalah di

depan.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini secara tegas menggunakan data kualitatif. Secara metode

karakteristik penelitian ini harus mampu mengeksplanasikan semua bagian yang

dapat dipercaya dari informasi yang diketahui serta tidak menimbulkan kontradiksi

dengan interpretasi yang disajikannya (RM Soedarsono, 1999:27). Adapun demi

menjaga kejernihan informasi serta menghindari kontradiksi informasi dan data,

peneliti menyusun langkah-langkahnya secara sistematis dengan mengajukan

beberapa tahapan penelitian. Di antaranya yakni pengumpulan data melalui kerja

pengamatan, wawancara, pengumpulan dokumen, studi pustaka kemudian yang

terakhir adalah pengolahan data dan sistematika penulisan laporan penelitian. Adapun

(17)

F.1. Pengumpulan Data F.1.a. Pengamatan

Penggunaan teknik ini dimungkinkan waktunya hampir bersamaan dengan

wawancara, yakni seperti mengamati ruang tamu yang tertempel prestasi-prestasi

narasumber, koleksi-koleksi keliping yang dimiliki narasumber, bahkan kaset-kaset

karya yang dimilikinya. Peneliti pun tetap berhati-hati dalam melakukan pengamatan,

karena hasil pengamatan yang diperoleh dari narasumber perlu dikonfirmasikan

kembali kepada narasumber primer lain, seperti asisten Sri Suryanti bernama Budi

Rahmatjati.

Teknik pengamatan ini tidak hanya berhenti di wilayah narasumber. Peneliti

juga melakukan pengamatan mengenai bagaimana lagu mars itu disajikan oleh

lembaga atau instansi yang berkepentingan. Pengamatan pun tertuju pada respon

masyarakat yang membawakan lagu mars tersebut tatkala lagu mars disajikan secara

bersama-sama. Lagu mars yang menjadi kajian dalam hal ini berjudul “Mars

PTK-PNF” karya Sri Suryanti.

Sedangkan respon yang dimaksud dalam pengamatan peneliti ini di antaranya

meliputi respon sosial. Artinya bagaimana masyarakat yang menjadi target sasaran

pelantun lagu mars ini menyikapi atau bersikap terhadap lagu mars yang dinyayikan.

Teknik ini cukup membantu untuk memperjelas bentuk kekuatan ‘citra sosial’ yang

ditimbulkan oleh lagu mars. Selain itu teknik pengamatan ini pun turut menjadi alat

bantu yang cukup penting sebagai jalan untuk merekonstruksi data primer dan data

(18)

F.1.b. Wawancara

Wawancara adalah langkah utama dan mendasar dalam memperoleh data

secara langsung di lapangan. Ketrampilan menangkap informasi yang diberikan

narasumber menjadi hal mutlak yang harus dilakukan. Wawancara dilakukan kepada

narasumber utama, yakni Sri Suryanti. Sedangkan narasumber primer lain adalah

pembantu Sri Suryanti yang turut berperan dalam menyusun dan membuat lagu mars

yang diciptakan Sri Suryanti. Narasumber yang dimaksud adalah Budi Rahmatjati, ia

adalah asisten Sri Suryanti ketika mebuat lagu mars.

Wawancara yang dilakukan atau ditujukan kepada Budi Rahmatjati digunakan

untuk cross check atau konfirmasi terhadap kebenaran data yang diperoleh ketika

peneliti melakukan wawancara kepada Sri Suryanti. Peneliti menggunakan teknik

wawancara tidak formal, mengingat wawancara yang dilakukan antara peneliti dan

narasumber utama maupun narasumber primer lain dilakukan di tempat kediaman

mereka. Pertimbangan yang digunakan ketika menggunakan wawancara tidak formal

adalah usaha yang dilakukan peneliti untuk membangun keakraban antara peneliti

dengan narasumber.

Teknik ini dimungkinkan dapat memberi peluang bagi peneliti untuk

mengembangkan pertanyaan yang diajukan kepada narasumber, sehingga informasi

yang diberikan oleh narasumber dapat lebih mendalam. Pelaksanaan wawancara

menggunakan pilihan bahasa campuran yaitu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

(19)

pembantu-pembantunya, peneliti juga melakukan wawancara kepada pimpinan instansi atau

lembaga yang berkepentingan dalam memesan lagu mars kepada Sri Suryanti, yakni

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen.

Wawancara yang ditujukan pada pimpinan instansi atau lembaga difokuskan

pada penggalian data yang terkait dengan persoalan motivasi instansi atau lembaga

formal ketika memesan lagu mars kepada Sri Suryanti. Teknik wawancara yang

digunakan peneliti ketika melakukan wawancara dengan pimpinan instansi atau

lembaga yang memesan lagu mars pun menggunakan teknik tidak formal pula,

mengingat wawancara juga dilakukan di tempat kediaman atau rumah narasumber.

Hal ini dilakukan dengan alasan pimpinan instansi atau lembaga formal yang pernah

memesan lagu mars kepada Sri Suryanti sebagian besar telah dipindah tugaskan atau

bahkan ada yang pensiun. Teknik wawancara yang digunakan ini diharapkan mampu

mendapatkan data yang berkualitas. Adapun alat yang digunakan untuk mendukung

wawancara adalah alat tulis, hand phone yang memiliki fasilitas perekaman digital

dan seperangkat kamera video dan foto.

F.1.c.Pengumpulan Dokumen

Pengumpulan dokumen yang dimaksud adalah pengumpulan data baik berupa

data foto maupun dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Sri Suryanti. Dokumen ini

dapat berupa kumpulan lagu, sertifikat, penghargaan dan berita-berita terkait dengan

kekaryaan Sri Suryanti yang pernah dimuat di media massa.

(20)

Proses kerja ini dilakukan dengan jalan jelajah buku, jurnal dan lain

sebagainya. Pustaka yang ditelusuri adalah pustaka-pustaka yang memiliki

keterkaitan langsung terhadap objek kajian. Studi ini dilakukan terhadap berbagai

sumber literatur yang masih memiliki hubungan dengan data atau informasi yang

telah diperoleh dan memiliki kaitan dengan fokus kajian. Penulis melakukan jelajah

pustaka di perpustakaan pusat dan perpustakaan Jurusan Karawitan ISI (Institut Seni

Indonesia).

F.2. Reduksi dan Analisis Data

Data yang diperoleh dan terkumpul ada kemungkinan sangat beragam atau

bervariasi. Dengan demikian sebelum dilakukan proses analisis, data direduksi sesuai

dengan kebutuhan dan terkait dengan fokus amatan. Proses reduksi yakni membuang

atau mengurangi data yang diragukan kebenarannya. Reduksi dilakukan beberapa kali

sampai terkumpul data yang paling valid dan yang sesuai dengan kebutuhan analisis.

Penulis ketika menjawab persoalan yang telah diajukan dalam rumusan

masalah tetap berpijak pada prespektif yang diajukan yakni kekuatan ‘citra sosial’.

Terkait dengan hal tersebut penulis selanjutnya mengidentifikasi dan mengklasifikasi

konsep-konsep sosial yang ada dalam ilmu sosiologi dan dikaitkan dengan data

lapangan yang diperoleh dan telah direduksi. Konsep ilmu sosial yang digunakan

ditekankan pada konsep ‘citra sosial’. ‘Citra sosial’ yang dimaksud adalah cara yang

dilakukan oleh manusia dalam menunjukkan eksistensi diri atau kelompoknya

melalui hubungan yang dijalin secara sistematis. Sedangkan konsep eksistensi ini

(21)

kontradiksi sosial dan perayaan tatanan sosial. Tiga komponen ini selanjutnya

dianalisis secara mendalam dan dikaitkan dengan konsep penciptaan lagu mars karya

Sri Suryanti yang berjudul “PTK-PNF” dan dikontektualisasikan dengan konsep

pencitraan sosial. Ketiga hal tersebut kemudian diformulasikan kedalam bentuk

kekuatan ‘citra sosial’, tujuannya adalah agar penelitian ini tidak melebar.

Sebagai penelitian kualitatif, teknik analisis data dilakukan secara induktif.

Artinya, kesimpulan teoritis ditarik berdasarkan data dengan kekayaan nuansanya

yang ditemukan di lapangan. Sehubungan dengan itu, asumsi-asumsi yang digunakan

sebagai dasar dalam menyusun kerangka teoritis, sifatnya hanya sebagai dugaan

sementara. Apabila dalam kegiatan pengumpulan data di lapangan ditemukan

informasi yang cenderung tidak membenarkan asumsi tersebut, maka asumsi tersebut

dibatalkan atau diperbaiki sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

F.3. Sistematika Penulisan

Hasil analisis data dalam penelitian ini selanjutnya disusun dan disajikan

dalam bentuk laporan penelitian dengan sistematika tulisan sebagai berikut.

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitihan, Tinjauan Pustaka, Landasan Konseptual, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

(22)

Bab ini berisi pembahasan Masa Kecil dan Keluarga Sri Suryanti, Sri Suryanti

Ketika Belajar di Konservatori Surakarta, Riwayat Pekerjaan Sri Suryanti

BAB III. FAKTOR PEMBENTUK CITRA SOSIAL DALAM MUSIK MARS

KARYA SRI SURYANTI

Bab ini berisi mengenai faktor pembentukan citra sosial. Faktor tersebut di

antaranya, Faktor Tindakan Musikal, Faktor Kesadaran Lembaga, Faktor

Tema Lagu, dan Faktor Norma Sosial.

BAB IV. ANALISIS PENTINGNYA CITRA SOSIAL DALAM LAGU MARS

BERJUDUL PTK-PTF KARYA SRI SURYANTI

Bab ini berisi mengenai pentingnya Lagu Mars berjudul “PTK-PTF” bagi

lembaga pendidikan. Alasan-alasan mengenai pentingnya lagu ini digunakan

sebagai pembentuk citra sosial dijelaskan dalam bab ini. Pembahasan tersebut

di antaranya meliputi Lagu Mars “PTK-PTF” sebagai Pemecah Kontradiksi

Sosial, Lagu Mars “PTK-PTF” sebagai Perayaan Tatanan Sosial, dan Lagu

Mars “PTK-PTF” sebaga Pembentukan Model Identitas. Namun sebelumnya

turut dipaparkan pula bentuk dan struktur lagu mars berjudul PTK-PNF

karaya Sri Suryanti ini.

BAB V. KESIMPULAN

Bab ini berisi mengenai hasil akhir penelitian dan memuat jawaban-jawaban

Referensi

Dokumen terkait