Anggota Kelompok :
Deskripsi
Kata Jancok Dancok, atau disingkat menjadi Cok (juga
ditulis Jancuk atau Cuk, Ancok atau Ancuk, dan Coeg) merupakan kata yang tabu digunakan oleh masyarakat Pulau Jawa, khususnya Surabaya dan sekitarnya secara umum karena memiliki konotasi negatif.
Namun, penduduk Surabaya , Gresik dan Malang menggunakan kata tersebut sebagai identitas komunitas mereka, bahkan digunakan
sebagai kata sapaan untuk memanggil teman, dan untuk meningkatkan rasa kebersamaan. Kata Jancok juga menjadi simbol keakraban dan
persahabatan khas di kalangan sebagian arek-arek Suroboyo sehingga kata Jancok memiliki perubahan makna ameliorasi (perubahan makna
Deskripsi
Warga Kampung Palemahan di Surabaya memiliki sejarah
oral bahwa
kata
Jancok
merupakan akronim dari
Marijan
ngencuk
Marijan berhubungan badan
.
Kata
encuk
merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti
berhubungan badan , terutama yang dilakukan di luar
Kata ‘
Jancok
,
atau cok
dalam bentuk singkatnya,
digunakan sebagai kata seru untuk menunjukkan
perasaan yang muncul, baik perasaan yang bersifat
negatif maupun positif.
Contoh kalimat:
Di antara para pengguna, kata Jancok juga digunakan sebagai kata sapaan untuk mengungkapkan kemarahan atau menunjukkan kedekatan hubungan di antara teman.
Karena konotasi buruk yang melekat pada istilah Jancok , seseorang akan menjadi marah jika dipanggil menggunakan kata tersebut. Hal tersebut tidak berlaku di antara teman karib, yang malah menunjukkan bahwa kedekatan hubungan mereka membuat mereka tidak akan saling marah jika dipanggil dengan kata Jancok .
Meskipun tergolong bahasa gaul anak muda, kata tersebut masih terasa tidak pantas untuk digunakan memanggil orang tua karena arti sebenarnya adalah perkataan kotor.
Contoh kalimat:
• "Cok, nang endi ae koén?" ("Cok, ke mana saja kamu?")
• "Ojo meneng aé, Cok!" ("Jangan diam saja, Cok!")
Deskripsi
Menurut Anas Arrasyid, kata "jancok" adalah suatu hadiah
terburuk yang diberikan secara langsung kepada seseorang
yang dibenci, tetapi juga digunakan sebagai kosakata
pertemanan yang biasa.
Akibatnya, kata "jancok" menjadi penjajahan akidah moral
dalam bertutur kata.
SOSIAL
Dalam beberapa komunitas, biasanya kalangan muda, orang-orang
yang sering memperkatakan Jancok atau cok dapat menjalin suatu pertemanan yang baik bahkan terkesan keren dan wibawa bila
memperkatakannya.
Namun, dalam suatu komunitas masyarakat secara umum dan
kalangan orang dewasa, atau orang-orang yang status sosial lebih tinggi, kata tersebut menjadi haram untuk diucapkan, bahkan dapat menyulut suatu pertikaian.
SEJARAH
Kata ini memiliki sejarah yang masih rancu. Kemunculannya banyak ditafsirkan karena adanya pelesetan oleh orang-orang terdahulu yang salah tangkap dalam pemaknaan, dan versi-versi ini muncul dari beberapa negara
tetangga yang orang-orangnya mengucapkan kata yang memiliki intonasi berbeda namun dengan bunyi hampir sama.
Hal ini karena orang-orang dari beberapa negara tetangga tersebut
mengucapkan kata yang hampir mirip kata jancok dengan ekspresi marah, geram, atau sejenisnya. Orang Jawa dahulu mengartikan kata jancok (menurut lidah
orang Jawa) adalah kata makian. Setidaknya terdapat empat versi asal-mula kata Jancok :
• Versi kedatangan Arab
• Versi penjajahan Belanda
• Versi penjajahan Jepang
PENDIDIKAN
Anak-anak jaman sekarang sering mengungkapkan umpatan-umpatan salah satunya Jancok ini di setiap kejadian dan tempat di Surabaya. Terjadinya budaya demikian disebabkan dari kurangnya
pendidikan tutur kata dari orang tua mereka. Bahkan orang tua mereka sering juga mengucapkan umpatan-umpatan tersebut di hadapan
anak-anaknya sehingga tidak dapat memberikan teladan bertutur kata yang baik dan benar.
Akibatnya, mengucapkan kata-kata tersebut sudah menjadi budaya dalam masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Karena dari tingkah laku yang dilakukan secara terus menerus menyebabkan terjadinya kebiasaan,
LINGKUNGAN
Perkataan Jancok ini sering diungkapkan oleh kalangan muda dan menjadi budaya pertemanan, awalnya hanya dilakukan oleh orang-orang yang asli dari Surabaya. Karena kota Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia dan sebagai ibu kota Jawa Timur, banyak sekali warga pendatang dari luar Surabaya yang tinggal di Surabaya untuk menempuh pendidikan dan mencari pekerjaan yang lebih baik.
Banyaknya warga pendatang ini kemudian beradaptasi dan membaur dengan warga asli Surabya. Karena beradaptasi inilah, banyak warga
pendatang juga mempelajari budaya asli Surabaya, salah satunya adalah budaya berbicara segala hal yang diberi imbuhan Jancok atau Cok ini.