• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEORANG LAKI LAKI USIA 56 TAHUN DATANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEORANG LAKI LAKI USIA 56 TAHUN DATANG"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus

SEORANG LAKI-LAKI USIA 56 TAHUN DATANG DENGAN

KELUHAN BADAN YANG SEMAKIN LEMAS SEJAK

± 1 HARI SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

Diajukan sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Oleh:

Minati Maharani Amin, S.Ked

Zakira Tifani Fajrianty, S.Ked

Nadya Aviodita, S.Ked

Pembimbing:

Dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM

Dr. H. Ahmar Kurniadi, Sp.PD, KKV, FINASIM

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RS. DR. SOBIRIN

LUBUKLINGGAU

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Seorang Laki-Laki Usia 56 Tahun datang dengan Keluhan Badan yang Semakin Lemas sejak ± 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit”.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM dan Dr. H. Ahmar Kurniadi, Sp.PD, KKV, FINASIM selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, November 2017

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Oleh:

Minati Maharani Amin, S.Ked Zakira Tifani Fajrianty, S. Ked Nadya Aviodita, S.Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit dr. Sobirin Lubuklinggau.

Palembang, November 2017

(5)

DAFTAR ISI

Halaman judul... 1

Kata pengantar... 2

Halaman pengesahan... 3

Daftar isi... 4 BAB I Pendahuluan... 5

BAB II Status Pasien... 7

BAB III Tinjauan Pustaka... 14

BAB IV Analisa Kasus... 31

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang khas.1,2,3

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang ditemukan.

(7)
(8)

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN a. Nama : Tn. HBR

b. Umur : 56 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pekerjaan : Petani

f. Alamat : Dusun I, Muara Beliti Baru Musi Rawas

g. No Registrasi : 274936

h. Tgl masuk RS : 31 Oktober 2017

II. ANAMNESIS

(Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 2 November 2017, pukul 08.00 WIB)

a. Keluhan Utama

Badan yang semakin lemas sejak ± 1 hari SMRS

Keluhan Tambahan:

(9)

b. Riwayat Penyakit Sekarang

± 6 bulan SMRS pasien merasa badannya tampak lebih kuning. Perut terasa kembung (+), mual (+), muntah(+), nyeri perut (-), demam (+), lemas (+),sakit kepala (+), nafsu makan dirasakan menurun. Mudah lelah (+). BAK berwarna seperti teh tua, frekuensi 5-6x/hari. BAB seperti biasa, warna kuning, konsistensi lembek-keras, frekuensi 1x/hari. Pasien tidak berobat.

± 2 bulan SMRS pasien merasa badannya tampak lebih kuning. Perut terasa membesar (+), sulit bernafas saat berbaring (-), mual (+), muntah(-), nyeri perut (-), demam (-), lemas (+), nafsu makan dirasakan menurun. Mudah lelah (+). BAK berwarna seperti teh tua, frekuensi 5-6x/hari. BAB seperti biasa, warna kuning, konsistensi lembek-keras, frekuensi 1x/hari. Pasien juga mengeluh kaki kanan dan kiri membengkak, nyeri kaki (-), tidak berkurang dengan istirahat atau memberat dengan berjalan. Riwayat trauma (-) . Pasien tidak berobat.

± 1 minggu SMRS pasien mengeluh badan terasa lemas, perut terasa semakin membesar disertai nyeri di seluruh perut. Mual (+), muntah darah (+), sesak nafas (+) saat berbaring, dan tidak berkurang dengan istirahat, batuk (-). Nafsu makan menurun (+). Demam (+). Pasien merasakan kaki semakin mebesar sehingga sulit digerakkan. Pasien juga mengelukan buah zakarnya terasa membengkak. BAB tidak ada keluhan, BAK dirasa lebih sedikit dari biasanya dan berwarna seperti teh tua.

(10)

c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat darah tinggi (-)

 Riwayat kencing manis (-)

 Riwayat sakit kuning (-)

 Riwayat alergi (-)

 Riwayat transfusi darah (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat keluarga sakit kuning atau sakit yang sama dengan pasien disangkal

 Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal

 Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal

e. Riwayat Kebiasaan

 Riwayat minum alkohol (+) sejak usia 20 tahun

 Riwayat merokok sejak usia 20 tahun (1/2 bungkus per hari)

 Riwayat minum kopi 1x per hari

 Riwayat minum obat-obatan rutin disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

(Dilakukan pada tanggal 2 November 2017, pukul 08.00 WIB) a. Keadaan Umum

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang 2. Kesadaran : compos mentis 3. Tekanan darah : 90/60 mmHg

4. Nadi : 100 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup 5. Pernapasan : 26 x/menit

6. Suhu tubuh : 36,9 oC

(11)

8. Tinggi badan : 166 cm

9. IMT : 21,7

b. Keadaan Spesifik 1. Kepala

Normosefali, simetris, ekspresi tampak sakit sedang, warna rambut hitam, rambut mudah dicabut (+), alopesia (-)

2. Mata

Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokhor, RC (+/+)

3. Hidung

Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), cavum nasi lapang, tidak keluar cairan, epistaksis (-)

4. Mulut

Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), pembesaran tonsil (-)

5. Telinga

Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus externus lapang, tidak ada keluar cairan.

6. Leher

JVP (5-2) cmH2O, struma (-), isthmus (-), pembesaran KGB (-).

7. Thoraks Paru

 Inspeksi: barrel chest (-), spider naevi (+), ginekomastia (+), statis dan dinamis simetris kiri sama dengan kanan.

 Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kanan=kiri

 Perkusi: sonor, batas paru hepar ICS IV, peranjakan paru hepar 1 sela iga

 Aukskultasi: vesikuler (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

 Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

(12)

 Perkusi: batas atas jantung di ICS II linea sternalis dextra batas kanan jantung linea strenalis dextra

batas kiri jantung di ICS V linea midclavicula sinistra

 Aukskultasi: HR 100 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-) 8. Abdomen

 Inspeksi: cembung, venektasi (-), massa (-)

 Palpasi: fluktuasi (-), tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien sulit dinilai

 Perkusi: redup (+), shifting dullnes (+)

 Auskultasi: bising usus (+) menurun

9. Genitalia dan anus: Tidak dinilai

10. Ekstremitas:

palmar eritem (+/+), edema pretibial (+/+), akral pucat (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium (31 Oktober 2017)

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

(13)

Bilirubin Indirek

 Injeksi cefotaxim 2x1 g

 Injeksi prosogan 1x1 g

 Curcuma tab 3x1

 Spironolakton 100 mg 1x1

 Injeksi furosamide 10 mg/ml 1x1

(14)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

(15)

terbentuk sekelompok-sekelompok sel- sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.5

2.2 EPIDEMIOLOGI

Case fatality rate (CSDR) sirosis hati yang terjadi laki-laki di Amerika Serikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kematian akibat sirosis hepatis sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007. Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hepatis 4 % dan tahun 2002 sebesar 2,4%7 . Pada tahun 2002, PMR sirosis hepatis di dunia yaitu 1,7% . Di Modolvo terjadi peningkatan, pada tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002)8. Pada tahun 2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004).8

Di Indonesia, kasus ini juga lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari data yang diperoleh dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.7

Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hepatis laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.7

2.3 Faktor Risiko

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain:3,7

1) Faktor Kekurangan Nutrisi

(16)

yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah. 2) Hepatitis Virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis.

Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

3) Zat Hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.

4) Wilson’s Disease

Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan Cu2+ dalam jaringan hati.

5) Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:

- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe. - Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai

(17)

- Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis jantung. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler

- Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.

- Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.

2.4 ETIOLOGI

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.9

Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol.5

2.5 PATOFISIOLOGI

(18)

dalam vena portal, darah dalam vena portal menuju vena-vena lain untuk kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang mem-bypass hati.1,5,10

Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splenikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).10,11

Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan saluran-saluran melalui empedu. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel- sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur toksik secara normal, dan berakumulasi dalam tubuh sehingga akan menyebabkan munculnya tanda-tanda dan gejala klinis.1,3

2.6 KLASIFIKASI

Sesuai dengan consensus baveno IV, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites, dan perdarahan varises, yaitu:

a. Stadium I: tidak ada varises dan asites. b. Stadium II: varises tanpa asites.

(19)

Stadium I dan II, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis kompensata, sedangkan stadium III dan IV, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis dekompensata.9

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hepatis bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler) b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hepatis atas:9

a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena

banyak terjadi jaringan nekrose.

b. Nutrisional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.

2.7 MANIFESTASI KLINIS a. Gejala

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas).6,22

Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.6,9 b. Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis

Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit

(20)

bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.9

2. Timbulnya Asites dan edema pada penderita sirosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein

albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (asites). Faktor utama Asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya Asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.9 3. Hepatomegali

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan

menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.9 4. Hipertensi Portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal

adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.9

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium

1. Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan Asites, maka ekskresi Na dalam urine berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.9

2. Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.1

3. Darah

(21)

Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.3

4. Fungsi Hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL.38 Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.10

b. Radiodiagnostik

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah: pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP).

1. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas normal.10

2. Peritoneoskopi (Laparaskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.1,14

(22)

Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).8,16 Pada kasus ini, ditemukan adanya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang merupakan tanda-tanda dari hipertensi porta.1,3,16

2.9 DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis sirosis hepatis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.3

2.9.1 Anamnesis

Pada tahap awal sirosis biasanya tidak menunjukan gejala yang khas. Karena hal tersebut sebagian besar pasien datang dengan kondisi sirosis yang sudah parah. Dari anamnesis ini perlu di gali keluhan atau gejala yang biasanya muncul pada penderita sirosis hepatis seperti perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun, testis mengecil, buah dada membesar serta hilangnya dorongan seksual.3,5

Selain itu jika sirosis hepatis sudah dalam kondisi lanjut akan muncul komplikasi-komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan dengan urin berwarna seperti teh.3,9

(23)

Pada pemeriksaan fisik penderita sirosis hepatis biasanya akan ditemukan:1,3,9

 Spide-angioma, suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Biasa ditemukan di bahu, mekanismenya dikaitkan dengan peningkatan kadar estrogen

 Palmar eritema, warna merah pada thenardan hipothenar telapak tangan.

 Ginekomastia, dikaitkan dengan peningkatan estrogen dalam darah.

 Atrofi testis hipogonadisme

 Hepatomegali, biasanya ditemukan pada sirosis hepatis dengan

komplikasi hepatoma

 Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi portal dan hipoalbuminemia.

 Caput medusa, muncul sebagai akibat dari hipertensi porta.

 Fetor hepatikum, bau napas akibat peningkatan dimetil sulfid.

 Ikterus, peningkatan bilirubinemia.

Selain itu Haryono Soebandiri membagi manifestasi klinis sirosis dalam dua bagian, yaitu:13

Penegakkan diagnosis menurut kriteria Soebandiri yaitu jika terdapat 5 dari 7 tanda dan gejala berikut:13

 Spider naevi

 Eritema palmar

 Kolateral vein (venektasi)

 Asites

 Splenomegali

 Inverted ratio albumin : globulin

 Hematemesis melena

(24)

Apabila dicurigai adanya sirosis hepatis, beberapa tes laboratorium perlu dilakukan. Tes fungsi hati (LFT) meliputi aminotransaminase, alkali fosfatase, gamma-GT, bilirubin, albumin, dan protombin time.3

 Aspartat aminotranferase (AST)/SGOT dan alanin aminotransferase

(ALT)/SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT biasanya lebih tinggi daripada SGPT.

 Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal.

 Peningkatan gamma-GT

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:1,3,9 a. Simptomatis

Spironolakton dosis 50-200 mg/hari PO yang dikombinasikan dengan furosemid dosis rendah (20-40 mg/hari) selama beberapa hari, terutama bila ditemukan edema perifer

4) Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus B dapat dicoba dengan interferon alfa 3 MIU (SC) dan Lamivudin 100 mg (PO) setiap hari selama satu tahun.

2.11 KOMPLIKASI

2.11.1 Edema dan Asites

(25)

pitting edema. Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut asites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.10

2.11.2 Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (asites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal.9

Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam asites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan asites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya asites.13

2.11.3 Varises Esofagus

(26)

jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.1

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.2

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.2

2.11.4 Ensefalopathy Hepatikum

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).3

(27)

Gejala-gejala lain termasuk sifat mudah marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan- perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.

2.11.5 Hepatorenal Syndrome

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal- ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.12

Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.13

2.11.6 Hepatopulmonary Syndrome

Beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru- paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.10.11

(28)

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet- platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus- usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang.3,5

Splenomegali adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).7

2.12 PREVENTIF

a. Primer

Sirosis paling sering disebabkan oleh minuman keras (alkohol), hepatitis B dan C. Cara untuk mencegah terjadinya sirosis dengan tidak konsumsi alkohol, menghindari risiko infeksi hepatitis C dan B.40 Menghindari obat-obatan yang diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi merupakan pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.14

b. Sekunder

Penyebab primernya dihilangkan, maka dilakukan pengobatan

(29)

sirosis biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agent farmakologik yang dapat menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis.14

Penderita sirosis hati memerlukan istirahat yang cukup dan

makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah

1-1½ g/kg berat badan. Lemak antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi

memerlukan pemberian antibiotik yang sesuai.

Asites dan edema ditanggulangi dengan pembatasan jumlah cairan NaCl disertai pembatasan aktivitas obstruksi.14

2.13 PROGNOSIS

Penentuan prognosis penyakit sirosis hepatis menurut skoring Chlid Pugh, yaitu:19

Penilaian 1 point 2 point 3 point

Total bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3 Serum albumin (g/dl) >3.5 2.8-3.5 <2.8 Prothrombin Time (PT) <1.7 1.71-2.30 >2.30

Asites Tidak ada Ringan Sedang-Berat

Hepatic encephalopathy Tidak ada Derajat I-II Derajat III-IV Interpretasi skoring Child Pugh yaitu:

 Kelas A: point 5-6, bertahan hidup 1 tahun (100%), bertahan hidup 2 tahun (85%)

 Kelas B: point 7-9, bertahan hidup 1 tahun (81%), bertahan hidup 2 tahun (57%)

 Kelas C: point 10-15, bertahan hidup 1 tahun (45%), bertahan hidup 2 tahun (35%)

(30)

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan fibrosis. Penegakan diagnosis sirosis hepatis dekompensata bila ada 5 dari 7 tanda berikut menurut Soebandiri, yaitu spider naevi, eritema palmar, kolateral vein, asites, splenomegali, inverted ratio albumin : globulin, dan hematemesis melena.

Pasien sirosis hepatis sering mengeluhkan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun, buah dada membesar, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien juga ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan urin berwarna seperti teh.

± 6 bulan SMRS pasien merasa badannya tampak lebih kuning. Perut terasa kembung (+), mual (+), muntah (+), nyeri perut (-), demam (+), lemas (+),sakit kepala (+), nafsu makan dirasakan menurun. Mudah lelah (+). BAK berwarna seperti teh tua, frekuensi 5-6x/hari. BAB seperti biasa, warna kuning, konsistensi lembek-keras, frekuensi 1x/hari. Pasien tidak berobat.

± 2 bulan SMRS pasien merasa badannya tampak lebih kuning. Perut terasa membesar (+), sulit bernafas saat berbaring (-), mual (+), muntah (-), nyeri perut (-), demam (-), lemas (+), nafsu makan dirasakan menurun. Mudah lelah (+). BAK berwarna seperti teh tua, frekuensi 5-6x/hari. BAB seperti biasa, warna kuning, konsistensi lembek-keras, frekuensi 1x/hari. Pasien juga mengeluh kaki kanan dan kiri membengkak, nyeri kaki (-), tidak berkurang dengan istirahat atau memberat dengan berjalan. Riwayat trauma (-) . Pasien tidak berobat.

± 1 minggu SMRS pasien mengeluh badan terasa lemas, perut terasa semakin membesar disertai nyeri di seluruh perut. Mual (+), muntah darah (+), sesak nafas (+) saat berbaring, dan tidak berkurang dengan istirahat, batuk (-). Nafsu makan menurun (+). Demam (+). Pasien merasakan kaki semakin mebesar sehingga sulit digerakkan. Pasien juga mengelukan buah zakarnya terasa membengkak. BAB tidak ada keluhan, BAK dirasa lebih sedikit dari biasanya dan berwarna seperti teh tua.

(31)

Berdasarkan keluhan pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab perut membesar yaitu adanya udara, massa, atau cairan dalam abdomen. Pada pembesaran abdomen karena udara, pembesaran terjadi secara akut. Sedangkan pada pasien ini perut terasa semakin membesar sejak 2 bulan yang lalu, sehingga kemungkinan perut membesar karena adanya udara bisa disingkirkan. Sedangkan perut membesar karena adanya massa umumnya terjadi secara perlahan. Pada pasien ini pembesaran perut sama kiri dan kanan, sedangkan pada pembesaran karena adanya massa umumnya terjadi secara perlahan dan tidak simetris. Umumnya pembesaran abdomen hanya pada sisi yang ada massa saja, sehingga kemungkinan pembesaran abdomen karena adanya massa dapat disingkirkan.

Perut membesar karena adanya cairan atau yang dikenal dengan asites, umumnya terjadi secara perlahan dan pembesaran umumnya simetris. Pembesaran abdomen karena adanya cairan bisa disebabkan oleh adanya gangguan pada jantung, ginjal, hepar, atau adanya kelainan pada albumin yaitu kondisi hipoalbumin. Asites terjadi karena adanya perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler, hal ini terjadi karena adanya penurunan tekanan onkotik (yang diatur oleh albumin) atau peningkatan tekanan hidrostatik (yang diatur oleh volume cairan intravaskuler).

Gangguan pada ginjal yang dapat menyebabkan asites adalah sindrom nefrotik dan gagal ginjal. Pasien dengan sindrom nefrotik biasanya datang dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh juga termasuk sembap di kelopak mata, juga disertai keluhan BAK. Sedangkan pada pasien ini tidak ada sehingga kemungkinan pembesaran abdomen karena sindrom nefrotik bisa disingkirkan.

Kondisi lain yang bisa menyebabkan asites adalah malnutrisi. Seseorang yang malnutrisi sering mengalami kekurangan albumin. Hipoalbuminemia inilah yang berperan dalam terjadinya asites pada orang yang malnutrisi. Keadaan malnutrisi biasanya dapat dilihat dari perbandingan BB dan TB, pada pasien ini masih tergolong normal sehingga malnutrisi dapat disingkirkan.

(32)

terdapat beberapa mekanisme seperti hipertensi porta, hipoalbuminemia, dan hiperaldosteronemia. Gabungan dari ketiga hal tersebut dapat menyebabkan kebocoran plasma ke rongga peritoneum.

Selain itu, dari pemeriksaan fisik kepala dan leher pada pasien ini ditemukan sklera ikterik yang menandakan adanya hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia sering ditemukan pada seseorang dengan sirosis hepatis, namun hal ini juga perlu dibuktikan dengan pemerikasaan kimia darah yaitu fungsi hati. Pada pemeriksaan abdomen sulit dinilai adanya pembesaran limpa maupun hepar. Pada sirosis hepatis biasanya dijumpai limpa yang membesar karena adanya kongesti kronis pada limpa yang dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme. Hipersplenisme dapat menyebabkan pembersihan dalam jumlah yang besar satu atau lebih elemen berbentuk darah, sehingga terjadi anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan darah rutin seperti hemoglobin, leukosit dan trombosit. Pemeriksaan SGOT, SGPT, dan bilirubin dilakukan untuk menilai fungsi hati pada pasien ini dan melihat adanya hepatitis kronis atau tidak. Pengobatan definitif pada pasien dengan sirosis dekompensata ialah dengan transplantasi hepar. Tanpa transplantasi, pengobatan hanya paliatif, yaitu untuk mengurangi gejala subjektif. Tatalaksana pada pasien ini terbagi menjadi non farmakologis yaitu diet hati III, istirahat, edukasi. Tatalaksana farmakologis pada pasien ini adalah IVFD RL gtt x/menit. Cefotaxim, prosogan, curcuma, spironolakton, furosamide. Bila respon tidak adekuat dapat dipertimbangkan untuk dilakuakn paracentesis cairan asites.

DAFTAR PUSTAKA

(33)

2. Petrides AS, Stanley T, Matthews DE Vogt C, Bush AJ, Lambeth H, Insulin resistance in cirrhosis: prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes insulin sensitivity Hepatology 1998; 28:141-9.

3. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV jilid II, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI., 2006 hal 445-8.

4. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K "Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis". Lancet 359 (9300): 46–7.

5. Pang S, Lee Y. "Role of Resistin in inflamation and Inflamation-Related Disease". Obes. Res. 10 (11): 1197–9.

6. Alizadeh MHA, Fallahian Farrahnaz, Insulin Resistance in Chronic Hepatitis B and C, Indian Journal of Gastroenterology 2006 Vol 25:286-288.

7. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136.

8. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.

9. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007. 102:2086–2102.

10. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis and Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/ 978

1416032588.pdf .Diakses pada tanggal 05 Januari 2015.

11. Knobler H, Zhornicky T , Tumor Necrosis Alfa induced insulin resistance may mediate the hepatitis C virus, Diabetes association, American journal of gastroenterology, 2003; 98, 12: 2751-6.

12. Perin, PC, Casseder M, Bozzo C, Bruno A, Mechanism of insulin resistance in human liver cirrhosis. Evidence of a combined receptor and post receptor defect, J Clin Invest May 1985; 75: 1659-65.

(34)

14. Compean D, Quintana JOJ, Liver Cirrhosis and diabetes : Risk factor, pathofisiology clinical implication and management, World J Gastroenterol 2009, 21; 15: 280-8.

15. Sohara N, Takagi H , Kakizaki S, Sato K , Mori M. Elevated plasma adiponectin concentrations in patients with liver cirrhosis correlate with plasma insulin levels. Liver Int. 2005; 25:28-32.

16. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K "Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis". Journal of Gastroenterology and Hepatology 23 (2008) 73-77. 17. Compean Garcia Diego, Quintana JOJ, Garza MH, Hepatogenous

Diabetes, Current views of an ancient problem, Annals of hepatology, 2009, 8; 13-20.

18. Muzzi A, Leandro G, Rubbia-Brandt L, et al. Resistance is associated with liver fibrosis in non-diabetic chronic hepatitis C patients. J hepatol 2005; 42:41-6.

19. Cholongitas, E; Papatheodoridis, GV; Vangeli, M; Terreni, N; Patch, D; Burroughs, AK (Dec 2005). "Systematic review: The model for end-stage liver disease--should it replace Child-Pugh's classification for assessing prognosis in cirrhosis?". Alimentary pharmacology & therapeutics 22 (11-12): 1079–89.

Referensi

Dokumen terkait