BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya. Penginderaan meliputi penginderaan penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan pandangan terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Jenis – jenis pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis
diantaranya:
a. Pengetahuan langsung
Pengetahuan langsung adalah pengetahuan yang hadir dalam jiwa tanpa
melalui proses penafsiran dan pikiran.
b. Pengetahuan tidak langsung
Pengetahuan tidak langsung adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses
berpikir serta pengalaman- pengalaman yang lalu.
c. Pengetahuan indrawi
Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-
d. Pengetahuan konseptual
Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran
manusia secara tidak langsung dapat membentuk suatu konsepsi tentang objek-
objek eksternal
e. Pengetahuan particular
Pengetahuan particular berkaitan dengan satu individu, objek- objek tertentu
atau realita- realita tertentu.
f. Pengetahuan universal.
Pengetahuan universal adalah pengetahuan yang meliputi keseluruhan yang
ada. Misalnya agama dan filsafat.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003)
adalah:
1. Umur
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam
penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi
pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung
sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula
ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan
meliputi peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan
manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan yang
tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang
berkualitas.
3. Paparan media massa.
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka berbagai ini
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih
sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki.
4. Sosial ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun skunder keluarga, status ekonomi
yang baik akan lebih mudah tercukupi disbanding orang dengan status ekonomi
rendah, semakin tinggi status social ekonomi seseorang semakin mudah dalam
mendapatkan pengetahuan, sehingga menjadikan hidup lebih berkualitas.
5. Hubungan sosial
Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu sebagai
komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi media. Apabila
hubungan sosial seseorang dengan individu baik maka pengetahuan yang dimiliki
6.Pengalaman
Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu. Pengalaman seseorang individu tentang berbagai
hal biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses pengembangan
misalnya sering mengikuti organisasi.
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan
Cara mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden (Notoadmodjo,2003)
2.1.5 Sumber - sumber pengetahuan
Pengetahuan sesorang biasanya diperoleh dari penginderaan. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Notoadmodjo,2003).
2.2. Stroke
2.2.1 Pengertian
Stroke istilah yang luas yang mencakup berbagai gangguan yang
mempengaruhi aliran darah ke otak dan mengakibatkan defisit neurologi. Stroke
terjadi ketika ada kekurangan pasokan darah ke otak dan pendarahan dalam otak
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah
otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di
otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel
saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke
(Junaidi, 2011).
Stroke adalah gangguan perdarahan di otak yang mengakibatkan fungsi otak
terganggu, dan bila berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel- sel otak
(disebut infark). Gangguan peredaran darah berupa iskemia dan perdarahan
(Lumbantobing, 2007)
2.2.2 Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan
stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda,
pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau
intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke
otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke
menurut Wardhana (2011), antara lain sebagai berikut :
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. penyumbatnya
darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau
pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Penyumbatan
pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri)
menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena
darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama menjadi
sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan pasokan darah
yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85 %
kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada
dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah
yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan
stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung
kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus atau
emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai
tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark (Grofir,
2009; Brust, 2007, Junaidi, 2011).
2. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam, biasanya
3. Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana
terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang
timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
4. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi
ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi
ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada
otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga
genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila
ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke
hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi
pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah
yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa
juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi
adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun
tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke hemoragik menurut Feigin (2007),
yaitu:
1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien
harus diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat
mempertahankan hidup.
2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural yang
robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak.
3. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid) dapat
terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering
adalah kebocoran aneurisma.
4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi dalam
otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah (Wardhana, 2011).
2.2.3 Etiologi
Beberapa penyebab stroke antara lain :
1. Trombosis
Thrombosis adalah bekuan darah di dalam pembuluh darah di otak.
Thrombosis disebabkan oleh arteroskeloris dan pelambatan sirkulasi serebral.
2. Embolisme Serebral
Embolisme serebral adalah bejkuan darah yang dibawa ke otak dari berbagai
tubuh yang lain. Biasdanya daerah asal emboli adalah endokarditis, infektif,
penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal.
Embolusbasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemi serebral adalah penurunan aliran darah ke area otak.
4. Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Keempat kondisi tersebut mengakibatkan berhentinya suplai darah ke otak
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara atau sensasi (Smeltzer & Bare, 2002).
2.2.4 Patofisiologi
2.2.4.1 Pengaturan aliran darah ke otak
Karena neuron tidak beregenerasi, pencegahan kerusakan otak diperlukan
untuk mencegah defisit neurologis. Sistem serebrovaskular sangat adaptif
mempertahankan aliran darah konstan ke otak meskipun perubahan signifikan
dalam sirkulasi sistemik. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah otak
dapat dibagi menjadi faktor ekstrakranial dan intracranial.Faktor ekstrakranial
output, dan viskositas. Faktor intrakranial meliputi faktor metabolik, pembuluh
darah dan tekanan intrakranial. Perubahan metabolik merupakan faktor
intrakranial penting yang terlibat dalam regulasi aliran darah otak. faktor
metabolik yang menyebabkan vasodilatasi dengan restorasi aliran darah ke normal
meliputi konsentrasi carbondioxyde tinggi dan tekanan oksigen rendah. Kondisi
pembuluh darah yang menyuplai otak juga mempengaruhi aliran darah otak.
banyak orang memiliki anomali kongenital pada sistem cerbrovasculer. anomali
kongenital dapat mengganggu aliran darah otak dan situs umum untuk
perkembangan penyakit artherosclerotic. artherosclerotic dari setiap penyebab
meningkatkan resistensi pada pembuluh darah dan aliran darah lebih lanjut
berkurang. Tekanan intrakranial adalah faktor lain yang mempengaruhi aliran
darah otak. salah satu penyebab peningkatan tekanan intrakranial adalah stroke.
Peningkatan tekanan intracranial dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke
otak (Lewis, 2000).
2.2.4 Manifestasi klinik
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologi, bergantung pada lokasi lesi,
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral.
Beberapa gejala stroke adalah sebagai berikut :
a. Kehilangan motorik
Stroke mengakibatakan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motorik. Disfungsi motorik yang paling sering terjadi adalah hemiplegia (paralisis
b. Kehilangan komunikasi
Beberapa jenis disfungsi komunikasi yaitu disartria (kesulitan berbicara), afasia
(kehilangan bicara) dan apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya.
c. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi dapat diartikan sebagai gangguan dalam persepsi visual,
hubungan visual- spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual terjadi
karea gangguan jarak sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
persepsi visual yang paling sering terjadi yaitu homonimus hemianopsia
(kehilangan setengah lapang pandang). Gangguan hubungan visual-spasial adalah
gangguan dalam mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.
Kehilangan sensori dapat berupa kerusakan terhadap sentuhan ringan atau berat,
dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh).
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi kognitif dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien
menghadapi masalah frustasi.
e. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalam inkontinensia urin sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan control motorik dan postural
2.2.6 Stroke Berulang (Kambuh)
Perjalanan penyakit stroke beragam, penderita tersebut dapat pulih
sempurna, ada pula yang sembuh dengan cacat ringan, sedang sampai berat. Pada
kasus berat dapat terjadi kematian, pada kasus yang dapat bertahan hidup
beberapa kemungkinan terjadi stroke berulang, dementia dan depresi. Stroke
merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan cacat pada usia di atas 45
tahun (Siswanto, 2005).
Secara klinik gambaran perjalanan stroke ada beberapa macam, pertama
defisit neurologiknya terjadi sangat akut dan maksimal saat munculnya serangan,
gambaran demikian sering terjadi pada stroke karena emboli, kedua kedua yang
dikenal dengan stroke in evolution atau progressing stroke adalah bilamana defisit
neurologiknya memburuk secara bertahap yang umumnya dalam ukuran menit
sampai jam sampai defisit neurologik yang maksimal tercapai (complet stroke),
bentuk ini biasanya disebabkan karena perkembangan proses trombosis arterial
yang memburuk atau suatu emboli yang rekuren. Stroke berulang juga
didefinisikan sebagai kejadian serebrovaskuler baru yang mempunyai satu
diantara kriteria berikut:
1. Defisit neurologik yang berbeda dengan stroke pertama.
2. Kejadian yang meliputi daerah anatomi atau daerah pembuluh darah yang
berbeda dengan stroke pertama.
3. Kejadian ini mempunyai sub tipe stroke yang berbeda dengan stroke pertama.
Kriteria ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa sebab yang teratur dari
hiperglikemia, infeksi) atau gejala yang lebih buruk karena kemajuan serangan
stroke tidak salah diklasifikasikan sebagai kejadian serebrovaskuler berulang.
Stroke berulang dengan makin banyak faktor resiko yang dipunyai, maka tinggi
kemungkinan mendapatkan stroke berulang. Faktor resiko stroke yang dipunyai
tersebut, seperti riwayat hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung,
dislipidemia, dan lain-lain harus ditanggulangi dengan baik, penderita harus
berhenti merokok dan harus rajin berolah raga yang disesuaikan dengan
keadaannya. Pasien dengan gejala klinik atau faktor resiko perilaku lebih dari satu
mempunyai peningkatan resiko terjadinya stroke berulang dan penanganan yang
tepat dari faktor resiko tersebut sangat penting untuk pencegahan stroke. Pada
kelompok resiko tinggi setelah terjadinya serangan stroke seharusnya menjadi
target penanganan secara terus menerus untuk mencegah terjadinya stroke
berulang (Siswanto, 2005).
Kekambuhan stroke atau terjadinya stroke berulang dipengaruhi oleh tiga
hal penting, yaitu : (1). Penanggulangan faktor resiko yang ada dikaitkan dengan
kepatuhan penderita dalam mengontrol atau mengendalikan faktor resiko yang
telah ada, seperti menjaga kestabilan tekanan darah. Seseorang yang tekanan
darah yang tidak dikontrol dengan baik akan meningkatkan resiko terjadinya
stroke berulang. (2). Pemberian obat-obatan khusus yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya stroke kedua atau stroke berulang, seperti penggunaan
aspirin yang terbukti mengurangi terjadinya kejadian stroke berulang hingga 25%.
(3). Genetik, yaitu seseorang yang mempunyai gen untuk terjadinya stroke
Stroke berulang merupakan penyebab utama kematian, kecacatan dan
tingginya biaya akibat stroke berulang. Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr.
Sutomo Surabaya mendapatkan 180 pasien stroke infark, 38 diantaranya
merupakan stroke berulang, sedangkan penelitian yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin Bandung, mendapatkan kejadian stroke berulang 13,2 % dari 1210 pasien
stroke, dimana 78 % berupa infark serebri dan 12,8 % merupakan perdarahan
intraserebral.
2.2.6.1Tanda dan gejala kekambuhan stroke.
Tanda dan gejala stroke mengalami kekambuhan sama dengan gejala awal
stroke diantaranya yaitu :
a. Mati rasa mendadak atau kelemahan pada wajah, lengan atau kaki, terutama
pada satu sisi tubuh.
b. Kebingungan tiba-tiba, kesulitan berbicara atau memahami
c. Kesulitan tiba-tiba melihat pada satu atau kedua mata.
d. Tiba- tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan dan koordinasi
e. Tiba-tiba, sakit kepala parah pada bagian belakang dengan tidak diketahui
penyebabnya.
f. Kesulitan menelan.
g. Kelemahan di lengan dan kaki, kadang-kadang menyebabkan tiba-tiba jatuh.
h. Kejang
2.2.6.2Faktor yang mempengaruhi kejadian Stroke Berulang
Stroke tidak mempunyai penyebab tunggal, melainkan banyak penyebab
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stroke. Berbagai faktor yang
terdapat pada seseorang bisa merupakan penyebab terjadinya stroke pada suatu
ketika, hal tersebut mengakibatkan seseorang yang sudah pernah mengalami
stroke kemungkinan dapat terjadi serangan kedua (stroke berulang) apabila
faktor-faktor stroke masih tetap ada dan tidak dilakukan pengelolaan. Pengelolaan pada
pasca stroke agar tidak menjadi stroke berulang tidaklah mudah, hal ini
disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor intrinsik (penderitanya yang
menyangkut usaha dalam memodifikasi pola hidup serta faktor ekstrinsik yang
meliputi lingkungan dan upaya dokter dalam membantu mengendalikan faktor
risiko (Siswanto, 2005).
Peluang terjadinya stroke berulang berdasarkan faktor risiko tunggal lebih
kecil bila dibandingkan dengan kombinasi factor risiko, hal ini menunjukkan
bahwa stroke berulang merupakan penyakit yang mempunyai banyak penyebab
(multifactorial causes). Semakin banyak faktor risiko yang dipunyai, makin tinggi
kemungkinan mendapatkan stroke berulang. Faktor risiko stroke yang dipunyai
harus ditanggulangi dengan baik, karena penanganan yang tepat dari faktor risiko
tersebut sangat penting untuk prevensi sekunder. Pada kelompok risiko tinggi,
setelah terjadi serangan stroke seharusnya menjadi target penanganan secara
kontinyu untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dalam penelitian ini merupakan
mandiri maupun bersama-sama (OR=7,04). Hipertensi menyebabkan gangguan
kemampuan autoregulasi pembuluh darah otak sehingga pada tekanan darah yang
sama aliran darah ke otak pada penderita hipertensi sudah berkurang
dibandingkan penderita normotensi. Penderita dengan tekanan darah tinggi dan
adanya gambaran CT Scan kepala yang abnormal atau adanya diabetes mellitus
akan meningkatkan kejadian stroke berulang. Tekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg
secara mandiri memiliki kemaknaan hubungan dengan kejadian stroke berulang
meskipun tidak sekuat tekanan darah sistolik. Bertambahnya usia diikuti dengan
peningkatan tekanan sistolik yang terus terjadi sampai dengan usia 80 tahun.
Kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap kejadian stroke berulang dengan risiko sebesar 5,56 kali.
Tinginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko
dari beberapa penyakit vaskuler. Selain itu, adanya perubahan produksi protasiklin
dan penurunan aktivitas plasminogen dalam pembuluh darah dapat merangsang
terjadinya trombus. Diabetes mellitus akan mempercepat terjadinya aterosklerosis
pembuluh darah kecil maupun besar di seluruh tubuh termasuk di otak, yang
merupakan salah satu organ sasaran diabetes mellitus. Kadar glukosa darah yang
tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark
karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik
yang merusak jaringan otak.
Adanya pengaruh antara diabetes mellitus dengan kejadian stroke berulang
Laksmawati menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua
kelompok SNH ulang dan kontrol (p = 0,001). Lai, dkk melaporkan bahwa selain
faktor risiko hipertensi, diabetes mellitus merupakan faktor risiko kuat untuk
terjadinya stroke berulang. Begitu juga hasil studi kohort yang dilakukan oleh
Hankey, dkk menunjukkan bahwa pasien dengan diabetes mellitus pada saat
stroke pertama mempunyai risiko 2,1 kali lebih tinggi untuk terjadinya stroke
berulang dibandingkan dengan pasien stroke yang tidak menderita diabetes
mellitus.
Risiko untuk terjadinya stroke berulang pada penderita stroke dengan
kelainan jantung sebesar 4,62 kali dibandingkan dengan penderita stroke tanpa
kelainan jantung. Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering
berhubungan dengan stroke berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung
khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, infark miokard, dan gagal
jantung, kelainan-kelainan jantung tersebut dapat ditampilkan dalam gambaran
EKG. Moroney, dkk. (1998) melaporkan bahwa fibrilasi atrium merupakan
prediktor bebas terjadinya stroke berulang dengan risiko 2,2 kali setelah
disesuaikan dengan variabel demografi. Lai, dkk. (1994) mengemukakan bahwa
penderita stroke dengan disertai kelainan jantung berupa fibrilasi atrium akan
meningkatkan kejadian stroke berulang 1,9 kali pada usia dan jenis kelamin yang
sama.
Ketidakteraturan berobat memberikan peluang untuk terjadinya stroke
berulang sebesar 4,39 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang teratur
secara teratur akan terhindar dari serangan stroke berulang. Kontrol yang
dilakukan secara teratur bertujuan untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi
peningkatan faktor risiko, sehinga bisa dilakukan penanganan dan pengobatan
segera. Lai, dkk. (1994) menyatakan bahwa dengan pengendalian faktor risiko
baik terhadap hipertensi, kelainan jantung, dan diabetes mellitus dapat
menurunkan kejadian stroke berulang.
2.2.6.3 Pencegahan kekambuhan stroke
Stroke dapat dicegah pada seseorang. Berbagai faktor yang berperan
dalam terjadinya stroke telah diketahui dan memberikan dasar bagi program
pedncegahan yang efektif. Faktor risiko berulang belum didefenisikan secara
jelas, tetapi tampaknya hampir sama dengan faktor primer penyebab stroke.
Pencegahan stroke merupakan tindakan yang paling efektif untuk menghindari
kematian, disabilitas dan penderitaan. Pencegahan stroke terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Pencegahan primer.
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke dengan
menghindari atau mengatasi faktor risiko stroke. Misalnya penyuluhan berulang-
ulang agar masyarakat memahami bahaya serangan stroke dan segala akibatnya.
Selanjutnya perlu diingatkan bahwa faktor risiko stroke, beberapa diantaranya
sebenarnya bisa dihindari. Prevensi primer yang bersifat individual terutama
ditujukan pada kelompok yang rawan stroke
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah berulangnya stroke meliputi
Gaya hidup atau pola hidup terutama yang tidak sehat sangat erat kaitannya
dengan faktor risiko penyakit pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup yang
tidak benar menjadi gaya hidup sehat sangat diperlukan untuk mendukung upaya
prevensi sekunder yang lainnya. Gaya hidup sehat meliputi pengaturan gizi yang
seimbang, olahraga secara teratur, berhenti merokok dan mengurangi minum
alcohol.
Berbagai faktor yang terdapat pada seseorang bisa merupakan penyebab
terjadinya stroke, hal tersebut mengakibatkan seseorang yang sudah pernah
mengalami stroke kemungkinan dapat terjadi serangan kedua (kambuh) apabila
faktor risiko stroke masih tetap ada dan tidak dilakukan pengelolaan.
Pengendalian faktor risiko yang dapat diubah seperti hipertensi, diabete mellitus,
dislipidemia, kelainan jantung, dapat dilakukan dengan control dan berobat secara
teratur.
Diagnosis yang cepat sangat penting untuk pemulihan maksimal dan
pencegahan serangan stroke berulang. Tujuan terapi farmakologis untuk stroke
adalah membuka oklusi arteria dan reperfusi jaringan otak yang iskemik,
membatasi terjadinya oklusi tromboemboli, meningkatkan toleransi sel saraf yang
iskemik, mencegah bencana reperfusi, mencegah dan mengobati komplikasi, dan
mencegah terjadinya stroke berulang (Siswanto,2005).
2.3 Konsep Keluarga
2.3.1. Pengertian keluarga
Menurut Duval (1972) dalam Ali (2009) keluarga adalah sekumpulan orang
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental dan emosional serta social individu yang ada di
dalamnya, dilihat dari interaksi yang regular ditandai dengan adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum.
Keluarga adalah unit utama dari masyarakat dan merupakan “lembaga” yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat
antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai
unit layanan perlu diperhitungkan (Ali,2009).
2.3.2 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1986) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 fungsi yaitu:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga yang berguna dalam hal
pemenuhan kebutuhan psikososial.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi yang mengembangkan proses interaksi
dalam keluarga. Keluarga adalah tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan
anggota keluarga dalam hal belajar disiplin, norma, dan perilaku melalui interaksi
dalam keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi Reproduksi adalah fungsi keluarga yang bertujuan untuk meneruskan
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi keluarga dalam bidang ekonomi adalah memenuhi kebutuhan keluarga,
seperti kebutuhan primer,sekunder dan tersier
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi Perawatan Kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah
terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan.
2.3.3. Tugas Keluarga dalam bidang kesehatan
Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan keluarga, keluarga harus memiliki
tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.
Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga (Friedman, 1986) yaitu :
1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga
2. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
3. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
4. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas