• Tidak ada hasil yang ditemukan

TI PLS ROMBEL 2 KELOMPOK 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TI PLS ROMBEL 2 KELOMPOK 5"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PEMBELAJARAN

MODERN PLS

DISUSUN OLEH:

NAMA KELOMPOK:

1.

ELSA DWI NINGRUM

(1201414032)

2.

DUWI FATWA NISA

(1201414034)

3.

ROSSY ATESYA .K.

(1201414036)

4.

SEPTI MUHAWANAH (1201414038)

SEMESTER:1(SATU)

(2)

UNIVERSITAS NEGERI

SEMARANG

1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. 1

KATA PENGANTAR……… 2

DAFTAR ISI ………..……… 3

ABSTRAK………. 4

BAB I PENDAHULUAN………... 5

1.1 LATAR BELAKANG……….. 5

1.2 PERUMUSAN MASALAH……….. 6

1.3 TUJUAN……….... 6

BAB II LANDASAN TEORI/PEMBAHASAN ……… 7

2.1 PENGERTIAN………. 7

2.2 HAKEKAT PEMBELAJARAN………. 12

2.3 KONSEP PEMBELAJARAN DALAM PLS………. 14

2.4 PRINSIP PEMBELAJARAN MODERN………... 16

2.5 PENGGUNAAN,PENDEKATAN DAN STRATEG………. 17

PEMBELAJARAN DALAM PLS 2.6 SISTEM PEMBELAJARAN MODERN PLS ……… 32

BAB III PENUTUP……….. 34

3.1 KESIMPULAN……….. 34

3.2 SARAN……….. 34

(3)

3 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan

karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk dapat menulis, menyusun menyelesaikan-makalah ini.

Makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu makalah mengenai pembelajaran modern PLS. Makalah ini disusun sebagai pertanggung jawaban kami terhadap tugas yang diberikan oleh dosen pengajar. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang terkait yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,

oleh sebab itu kami berharap kepada pembaca agar berkenan memberi kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi suatu ilmu baru maupun referensi bagi pembacanya.

Semarang, 12 Oktober 2014

Penyusun: 1. ELSA

(4)

4. SEPTI MUHAWANAH

2

ABSTRAK

Dalam makalah ini akan membahas mengenai pembelajaran modern dalam PLS. Apakah pembelahjaran modern itu? Dan bagaimana penggunaan, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran PLS itu? Serta seperti apa system pembelajaran modern PLS.

Ulasan singkat dari materi dalam makalah ini menyampaikan bahwa

Pembelajaran modern adalah pembelajaran yang mengikuti perkembangan Zaman,dimana era sekarang ini adalah era teknologi informasi. Secara umum pembelajaran diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu peserta didik belajar. Secara lebih lugas pembelajaran bahkan diartikan sebagai upaya membuat peserta didik belajar, tetapi dalam PLS pengertian lugas semacam ini kurang bisa diterima karena bertentangan dengan konsep andragogi yang berprinsip partisipatif.

(5)

4

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Teknologi Pembelajaran tumbuh dan berkembang dari praktek pendidikan-dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi pembelajaran semula dilihat seba-gaiteknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan alat bantu audio-visual (Rountree, 1979). Teknologi pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem untuk pendidikan (Seels, 1979).Dalam perkembangan selanjutnya teknologi pembelajaran menggunakan tiga prinsip dasar yang perlu dijadikan acuan dalam pengembangan dan pemanfaatannya, yaitu: 1). pendekatan sistem (system approach), 2). berorientasi pada peserta didik (learner centered), dan 3). pemanfaatan sumber belajar semaksimal dan sebervariasi mungkin (utilizing learning resources) (Sadiman, 1984). Prinsip pendekatan sistem berarti bahwa setiap usaha pemecahan masalah pendidikan yang dilandasi konsep teknologi pembelajaran hendaknya menerapkan prinsip pendekatan sistem. Artinya memandang segala sesuatu sebagai sesuatu yang meneluruh (komprehensif) dengan segala komponen yang saling terintegrasi. Prisip berorientasi pada peserta didik, berarti bahwa usaha-usaha pendidikan, pembelajaran dan pelatihan hendaknya memusatkan perhatiannya pada peserta didik. Sedangkan prinsip ketiga yaitu pemanfaatan sumber belajar semakksimal dan sebervariasi mungkin, berarti peserta didik belajar karena berinteraksi dengan berbagai sumber belajar secara maksimal dan bervariasi.

(6)

Kita lihat rentangan tingkat pengalaman belajar dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol verbal, yang merupakan suatu rentangan (kontinum) dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi pembelajaran

5 Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut pengalaman (Cone of experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audio visual (Dale, 1946). Kerucut pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan– gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.

Sedangkan, James Finn berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi teknologi pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan belajar dengan proses pembelajaran. Dengan kata lain pemanfaatan media dalam kegiatan pembelajaran.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang dibahas pada materi ini meliputi: 1. Apa itu pembelajaran modern

2. Bagaimana hakikat pembelajaran 3. Bagaimana konsep pembelajaran PLS 4. Prinsip pembelajaran modern PLS

5. Seperti apa penggunaan, pendekatan dan strategi pembelajarannya 6. Bagaimana system pembelajaran modern dalam PLS

C. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu;

(7)

3. Seperti apa konsep pembelajaran PLS

4. Untuk mengetahui prinsip dari pembelajaran modern PLS

5. Untuk menambah ilmu baru mengenai penggunaan, pendekatan dan strategi pembelajaran

6. Seperti apa pembelajaran modern dalam PLS itu

6 BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Pembelajaran modern adalah pembelajaran yang mengikuti perkembangan Zaman,dimana era sekarang ini adalah era teknologi informasi.Pembelajaran modern harus mampu menyerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerful. Kecakapan dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak, dan dunia online. Hal ini juga membawa dampak negative dimana menurut Alvin Toffler informasi yang deras mengalir itu acap dipenuhi dengan informasi sampah (junk information). Untuk itu dibutuhkan kecapakan memilah dan mensintesakan beragam informasi itu, karena jika tidak dilakukan maka kita bisa tergelincir dan tenggelam dalam lautan informasi. Pembelajaran modern juga harus mampu merangsang seseorang untuk berpikiran mencipta. Pola piker yang senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang dan membuat kita mampu berpikir secara lateral (out of the box) dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life)

(8)

mengakomodasikanketahanan“(McKenna,etal, Terj. Toto Budi Santoso , 2002: 19)

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh David Drennan selama 10 tahun telah ditemukan 12 faktor pembentuk budaya organisasi /perusahaan/budaya kerja/budaya akdemis yaitu :

7

1.Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan 2.Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama. 3.Teknologi, operasional dan layanan jasa

4.Industri dan kompetisinya/ persaingan. 5.Pelanggan/stakehoulder akademis 6.Harapan perusahaan/organisasi 7.Sistem informasi dan kontrol

8.Peraturan dan lingkungan perusahaan 9.Prosedur dan kebijakan

10.Sistem imbalan dan pengukuran 11.Organisasi dan sumber daya 12.Tujuan, nilai dan motto.

Desmond graves (1986:126) mencatat sepuluh item research tool (dimensi kriteria, indikator)budaya organisasi yaitu :

a.Jaminan diri (Self assurance)

b.Ketegasan dalam bersikap (Decisiveness)

c.Kemampuan dalam pengawasan (Supervisory ability) d.Kecerdasan emosi (Intelegence)

e.Inisatif (Initiative)

f.Kebutuhan akan pencapaian prestasi (Need for achievement) g.Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for self actualization) h.Kebutuhan akan jabatan/posisi (Need for power)

(9)

Untuk membentuk budaya teknologi informasi dari sebuah institusi diperlukan Tata kelola Teknologi Informasi bertujuan untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang ada, dan menghindari tumpang tindih alokasi waktu, biaya dan sumber daya manusia, serta mengurangirisiko dalam pengembangan Teknologi Informasi.

8

IT Governance Institute (ITGI) mendefinisikan tata kelola TI sebagai tanggung jawab dari dewan direksi dan manajemen eksekutif. Tata kelola TI adalah bagian tak terpisahkan dari tata kelola korporasi (corporate governance) yang terdiri dari kepemimpinan

(leadership), struktur-struktur organisasi, dan proses-proses yang menjamin bahwa TI organisasi mendukung dan memperluas strategi dan tujuan organisasi (Grembergen,et.al., 2004).

Menurut ITGI, tata kelola TI pada dasarnya berfokus pada dua hal yaitu bagaimana TI memberikan nilai tambah bagi bisnis dan penanganan risiko pada implementasi TI. Tujuan tata kelola TI menurut ITGI adalah mengarahkan investasi TI untuk menjamin performa TI memenuhi tujuan-tujuan berikut (Betz, 2007):

•Kesesuaian TI dengan organisasi dan realisasi keuntungan yang dijanjikan

•Penggunan TI memungkinkan organisasi memaksimalkan manfaat dan memperbesar peluang

•Pertanggungjawaban dalam penggunanan sumber daya TI

•Manajemen yang sesuai dengan risiko-risiko yang berkaitan dengan TI.

Standar mutu penyelenggaraan prmbelajaran berbasis teknologi informasi (e-Learning) meliputi :

•Input yang terdiri atas : Komponen Perencanaan (Rencana Pembelajaran selama satu semester yang berpusat pada mahasiswa), Komponen Perancangan dan pembuatan Materi, •Proses yang terdiri atas Penyampaian Materi,Interaksi Mahasiswa dan

Mahasiswa,Mahasiswa dan sumber belajar,Mahasiswa dengan Dosen.

•Output yang terdiri dari : Evaluasi terhadap Capaian pembelajaran yang merupakan luaran pembelajaran,yang dikaitkan dengan Evaluasi pengajaran dosen (Materi,Metode,dan

(10)

adalah :

1.Penentuan mata kuliah dan Dosen untuk jadwal e-learning disahkan oleh Dekan dan Kaprodi tersedianya jadwal kuliah e-learning yang telah disahkan oleh Kaprodi dan Dekan. 2.Dosen dan mahasiswa telah mendapatkan sosialisasi penggunaan e-learning,Jadwal dan pelaksanaan sosialisasi learning,dan surat pernyataan kesanggupan melaksanakan tugas e-learning.

9

3.Tersedianya Buku Pedoman penggunaan e-learning Dosen dan mahasiswa mudah mendapatkan akses pedoman penggunaan e-learning

4.Dosen dan mahasiswa memiliki akses terhadap e-learning Dosen dan mahasiswa terjadwal e-learning mendapatkan kemudahan akses dan fasilitas untuk perkuliahan e-learning

Tahap Perancangan dan pembuatan materi standar mutu yang harus dicapai adalah : 1.Rencana Pembelajaran Persemester telah siap (lengkap dengan Kontrak,Silabus dan Evaluasi hasil Belajar),Tersedianya Rencana Pembelajaran Persemester telah siap (lengkap dengan Kontrak,Silabus dan Evaluasi hasil Belajar) dan sudah diupload ke e-learning 2.Materi sesuai dengan kurikulum dan media elektronk yang disediakan di

e-learning,Tersedianya materi yang sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi dan media elektronk yang disediakan di e-learning

3.Materi tersedia dan dapat diakses mahasiswa melalui internet Tersedianya Materi dalam Blog Dosen dan E-lina yang dapat diakses melalui internet

4.Menjalankan Penyelenggaraan e-learningsesuai dengan kode etik dan perundang-undangan yg berlaku,Kesesuaian Penyelenggaraan e-learningdengan kode etik dan

perundang-undangan yg berlaku

Tahap Proses Penyampaian standar mutu yang harus dicapai adalah :

1.Minimum materi yang disediakan dalam dua presentasi elektronik yang disediakan e-learning Tersedianya materi dalam dua presentasi elektronik yang disediakan e-e-learning 2.Materi harus up todate menarik dan memudahkan, ada petunjuk yang harus dilakukan oleh mahasiswa,Materi yang ditampilkan menarik,mudah dipahami dan merangsang mahasiswa untuk belajar

(11)

4.Harus tersedia fasilitas tatap muka sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan tersedia fasilitas tatap muka sesuai dengan jadwal yang ditetapkan

Tahap Interaksi antara mahasiswa,dosen dan sumber belajar,standar mutu yang harus dicapai adalah:

1.Harus terjadi Interaksi mahasiswa dengan Sumber Belajar Record interaksi mahasiswa dengan Sumber Belajar

10

2.Interaksi dilakukan secara synchronous maupun asynchronous Interaksi dilakukan secara synchronous (melalui Chating atau Forum) maupun asynchronous melaui

Blog,message,Assigment

Tahap Output pembelajaran

standar mutu yang harus dipenuhi melalui Evaluasi secara elektronik adalah:

1.Evaluasi terhadap frekwensi dosen dalam menggunakan e-lina dan berinteraksi dengan mahasiswa Ada Evaluasi terhadap frekwensi dosen dalam menggunakan e-lina dan berinteraksi dengan mahasiswa

2.Evaluasi terhadap mahasiswa dalam penggunaan e-lina Ada evaluasi kehadiran dan pemanfaatan e-lina,evaluasi terhadap Tugas,Kuiz,UTS serta keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran

standar mutu yang harus dipenuhi melalui Evaluasi Tatap Muka adalah

1.Evaluasi terhadap portofolio pemahaman dan kemampuan mahasiswa pada mata kuliah Ada presentasi dan hasil capaian portofolio kemampuan mahasiswa pada mata kuliah 2. Evaluasi Akhir Semester Ada ujian akhir semester secara tatap muka.

(12)

seperti saat ini.

Pembelajaran yang berbais teknologi lebih efisien dari pada metode klasik. Untuk itu guru sebagai pembimbing dalam suatu proses pembelajaran di sarankan untuk menggunakan metode – metode pembelajaran modern guna meniningkatkan SDM sekarang ini .

11 B. HAKIKAT PEMBELAJARAN

Secara umum pembelajaran diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu peserta didik belajar. Secara lebih lugas pembelajaran bahkan diartikan sebagai upaya membuat peserta didik belajar, tetapi dalam PLS pengertian lugas semacam ini kurang bisa diterima karena bertentangan dengan konsep andragogi yang berprinsip partisipatif. Dalam konsep pedagogi pun penggunaan pengertian secara lugas tersebut bisa menjebag pendidik ke pemahaman yang menempatkan peserta didik sebagai obyek (bukan subyek), membuat peserta didik pasif, sehingga kurang mampu mengoptimalkan perkembangan potensi peserta didik. Dari sini jelas bahwa tugas pendidik sebenarnya hanya membantu atau menggiring peserta didik untuk betul-betul melakukan kegiatan belajar atas dasar kemauan dan kesadaran diri. Diyakini bahwa proses belajar merupakan proses internal diri peserta didik sehingga hanya bisa terjadi bila peserta didik mau melakukannya.

(13)

12 Tanggung jawab pendidik dalam hal penyampaian informasi sekurangkurangnya sampai pada betul-betul terjadinya proses belajar pada diri peserta didik, meskipun yang menjadi penentu akhir terjadinya proses belajar tersebut adalah peserta didik itu sendiri. Ini semua menggambarkan pemahaman yang utuh tentang pembelajaran sebagai konsep yang sama sekali berbeda dari konsep yang lama yaitu pengajaran.

Selama pelaksanaan pembelajaran banyak keputusan yang harus diambil pendidik, seperti keputusan-keputusan tentang apa saja yang harus dikatakan dan dilakukan pada bagian pendahuluan, begitu juga pada bagian inti, serta bagian akhir pelaksanaan pembelajaran, apa saja yang harus dilakukan agar perhatian semua peserta didik tetap terfokus kepada penjelasan yang ia sampaikan, agar mereka paham, dan berpartisipasi dalam semua kegiatan belajar yang telah ia rencanakan, sikap apa yang harus diambilnya jika media pembelajaran tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya, atau siswa tidak merespon sebagaimana yang ia harapkan, atau jika terdapat hal-hal yang tidak diduga dan dapat mengganggu jalannya pembelajaran, dan seterusnya.

(14)

Perspektif di atas menunjukkan peristiwa psikologis yang sesungguhnya terjadi pada diri setiap pendidik ketika sedang melaksanakan tugas mengajar. Pembelajaran yang terangkai dengan keputusankeputusan profesional menuntut pendidik mengintegrasikan keputusannya secara kontekstual dan artistik (seni mengajar) dengan konten yang diajarkan. Rangkaian artistik semacam ini menjadikan tindakan mengajar sebagai tindakan yang lebih profesional. Dengan menyadari dan mengimplementasikan pola psikologis yang seperti itu, pendidik akan menjadi seseorang yang profesional.

13 Hal ini selain karena berkenaan dengan pengembangan potensi manusia, pembelajaran juga dituntut untuk mengikuti pola profesi dewasa ini yang menuntut akuntabilitas (pertanggung-jawaban). Sebagaimana dinyatakan Hunter (1994): "Now, adequate professional teacher preparation parallels that of other professions like medicine." Jadi setiap kegiatan pembelajaran pada khususnya dan pendidikan pada umumnya tidak lagi bisa dilaksanakan secara asalasalan seperti yang banyak terjadi di masa-masa yang lalu. Pembelajaran yang tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya akan merupakan sumber pemborosan dan bahkan tindakan pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Perlu ditekankan disini bahwa dalam konteks PLS, hakikat pembelajaran mempunyai makna yang tersendiri. Fungsi pembelajaran dalam PLS pada dasarnya adalah menfasilitasi pertumbuhan dan perkembingan diri peserta didik sehingga lebih mampu berperan dalam kehidupannya secara profesional, sosial, dan politis. Proses pembelajaran orang dewasa memang merupakan proses yang sangat kompleks terkait dengan kompleksitas kejiwaan orang dewasa dan variasi setting yang bisa terjadi dalam transaksi pembelajaran orang dewasa itu sendiri.

Dengan demikian dimensi belajar yang mendapat sentuhan dalam pembelajaran PLS bukan hanya psikologis, melainkan juga dimensi-dimensi lain seperti sosial, kultural, ekonomi, hukum, dan bahkan politis sesuai dengan konteks persoalan dan kebutuhan belajar peserta didik yang bersangkutan.

C. KONSEP PEMBELAJARAN DALAM PLS

Pendidikan, Pembelajaran, Pelatihan, dan Belajar

(15)

bahwa pendidikan pada dasarnya dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk me-ngembangkan potensi manusia.

Di dalam pendidikan, pembelajaran, dan pelatihan terdapat proses belajar, sedangkan di luar ketiganya proses belajarpun terjadi.

Hal ini semua memberikan makna bahwa dalam kehidupan manusia, belajar merupakan kegiatan yang paling esensial dan sekaligus paling alamiah.

14 Jika di dalam pendidikan, pembelajaran, ataupun pendidikan terjadi perekayasaan atau campur tangan pihak lain untuk terjadinya proses belajar, maka di luar ketiganya belajar terjadi atas inisiatif peserta didik sendiri.

Dengan demikian ada ataupun tidak ada pendidikan, pembelajaran, dan pelatihan, belajar bisa tetap berjalan. Sebaliknya pelaksanaan pendidikan, pembelajaran, dan pelatihan merupakan suatu kegiatan yang tidak ada artinya jika tidak terjadi proses belajar di dalamnya. Selain itu, pelatihan dan pembelajaran yang benar adalah pelatihan dan pembelajaran yang mendidik. Pelatihan dan pembelajaran yang mendidik adalah pelatihan dan pembelajaran yang mengembangkan potensi peserta didik. Oleh karena itu tidak benar jika mengajar hanya diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, atau bahkan kegiatan yang sekedar membuat seorang murid (dari tidak tahu) menjadi tahu, sebuah pemahaman yang ditemukan penulis pada kebanyakan para guru di Lndonesia. Mengajar seharusnya bukan sekedar kegiatan menyampaikan pengetahuan, melainkan sekurang-kurangnya berbagai upaya untuk mengembangkan wawasan.

(16)

pelatihan pun juga mempunyai tanggung jawab untuk menjadikan pengembangan wawasan ataupun keterampilan tersebut sebagai bagian dari kepribadian peserta didik, atau bahkan juga mengisikan nilai-nilai pendidikan (nilai-nilai luhur seperti kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan sopan santun) dalam proses pembelajaran dan pelatihan tersebut.

15 D. PRINSIP PEMBELAJARAN MODERN

Kegiatan pendidikan luar sekolah diadakan adalah untuk melayani atau memenuhi kebutuhan belajar masyarakat. Karena itu dapat dikatakan bahwa pendidik luar sekolah pada dasarnya adalah pelayan. Dalam konteks yang seperti ini, maka yang menjadi raja adalah peserta didik. Semua kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selaku pelayan harus bisa memuaskan pihak yang dilayani.

Kebutuhan belajar pada dasarnya adalah suatu kebutuhan seorang atau sekelompok peserta didik untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, atau sikap tertentu agar mampu atau lebih mampu dalam melaksanakan tugas atau peran tertentu. Kebutuhan belajar ditandai dengan adanya kesenjangan antara kemampuan yang diharapkan dan kemampuan yang dimiliki seseorang atau komunitas untuk melaksanakan suatu tugas atau peran sosial tertentu secara optimal. Dengan kata lain, kebutuhan belajar merupakan suatu keharusan belajar bagi seseorang, sekelompok orang, atau sebuah komunitas yang disebabkan oleh adanya gap, jarak, atau perbedaan antara kemainpuan nyata dan kemampuan yang dituntut untuk dapat melaksanakan suatu tugas. Oleh karena itu setiap kebutuhan belajar pada dasarnya bersifat mendesak, karena jika tidak dipenuhi, maka akan menimbulkan ketidaktertaksanaan suatu tugas. Sebagai akibatnya adalah terjadinya kerugian dan akibat-akibat negatif yang lain karena ketidak-terlaksanaan tugas dimaksud sebagaimana mestinya.

Proses penentuan ada-tidaknya kebutuhan belajar pada diri seseorang, kelompok, atau komunitas dan kemampuan-kemampuan tertentu yang perlu dipelajari sebagaimana ditunjukkan oleh kebutuhan belajar tersebut adalah proses analisis kebutuhan belajar. Dengan kata lain, analisis kebutuhan belajar adalah poses pengidentifikasian atau pemetaan tentang

(17)

Kebutuhan belajar dapat diidentifikasi melalui sejumlah indikator. Dalam konteks pekerjaan, informasi tentang gap tersebut di atas dapat dilacak dari beberapa hal, seperti kedudukan, performansi ataupun capaian pelaksanaan tugas, persoa lan - persoalan terkait dengan pelaksanaan tugas, rincian/deskripsi tugas, tingkat kehadiran, dan sebagainya. Berkaitan dengan kedudukan, misalnya kedudukan yang diperoleh tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan ataupun pengalamannya sehingga yang bersangkutan merasa tertekan.

16 Berkenaan dengan pelaksanaan tugas, misalnya tugas yang dilaksanakan tidak sesuai dengan harapan pimpinan karena adanya perbedaan persepsi antara kedua belah pihak. Persoalan-persoalan di tempat kerja bisa menyangkut persoalan-persoalan hubungan sosial, pribadi, budaya, ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Terkait dengan deskripsi tugas bisa berupa masalah deskripsi tugas yang menimbulkan overlap (tumpang tindih), tidak terkomunikasikan dengan balk, terlalu sering berubah, dan sebagainya. Soal tingkat kehadiran bisa berupa terlalu ketatnya aturan, terlalu kerasnya sanksi, penilaian dan perla-kuan yang tidak sama terhadap seseorang dan orang yang lain.

Dalam pembelajaran modern dalam pendidikan luar sekolah menggunakan slide-slide untuk presentasi yang di buat sedemikian rupa menarik. Selain itu pembelajaran pendidikan luar sekolah secara modern sekarang ini telah banyak kegiatan yang dilakukan diluar ruang-karena kita ketahui bahwa pendidikan non formal berkaitan langsung dengan masyarakat. Ma-ka dengan kunjungan-kunjungan ke lembaga2 sosial maupun lembaga yang terkait akan-semakin memahamkan mahasiswa sejara langsung Karena mereka melihat langsung di lapa-ngan.

E. PENGGUNAAN, PENDEKATAN DAN STRATEGI DALAM PLS

1. Penggunaan Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran di sini diartikan sebagai serangkaian pertimbangan, keputusan, dan tindakan terkait dengan pendekatan, strategi, dan teknik tertentu yang perlu dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran.

(18)

pembelajaran apa saja. Selanjutnya setelah mengimplementasikan keputusan tersebut pendi-dik melakukan evaluasi terhadap keefektivan, efisiensi, dan daya tank metode tersebut.

Setiap pendidik luar sekolah dituntut memiliki beberapa kemampuan strategis. Di antaranya adalah wawasan yang luas, penalaran yang kuat, inisiatif yang kaya, kreativitas yang memadai, dan fleksibilitas yang tinggi dalam mengidentifikasi, memilih, dan menggunakan metode pembelajaran serta mengembangkannya lebih lanjut. Kemampuan-kemampuan ini bahkan perlu secara terus-menerus diperbaharui dan dikembangkan agar tidak mengalami ketertinggalan dengan kemajuan IPTEKS yang terus berlangsung. Hal ini juga memang sesuai dengan prinsip lifelong learning, prinsip yang menjadi pegangan bertindak setiap pendidik luar sekolah.

17

2. Desain Pembelajaran PLS

Tahap asesmen terdiri atas empat kegiatan, yaitu (1) pengembangan kesadaran tentang kebutuhan belajar, (2) penentuan konten pembelajaran, (3) telaah terhadap karakteristik peserta didik, dan (4) kajian terhadap konteks pembelajaran. Selanjutnya tahap pengembangan bahan ajar terdiri atas tiga kegiatan, yaitu (1) pengembangan tujuan pembelajaran, (2) pengembangan kegiatan pembelajaran, dan (3) pengembangan evaluasi. Tahap yang terakhir, yaitu refleksi, terdiri atas kegiatan refleksi terhadap keseluruhan proses pengembangan dan implementasi dari rencana pembelajaran yang telah disusun.

Dalam desain pembelajaran untuk PLS, pada tahap asesmen, identifikasi kebutuhan belajar merupakan hal yang sangat vital. Kebutuhan belajar pada dasarnya adalah kemampuan yang harus dipelajari seseorang atau komunitas untuk dapat melaksanakan suatu tugas atau peran sosial tertentu.

Oleh karena itu identifikasi semua kebutuhan belajar atau kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan peserta didik atau warga belajar sebelum merancang program pendidikannya merupakan sesuatu yang mutlak.

(19)
(20)

3. Pendekatan pembelajaran untuk program PLS 1. Pendekatan Liberal

Di dunia Barat, pendekatan Liberal merupakan pendekatan yang tertua. Pendekatan ini bermaksud membawa seseorang ke arah kemelekan hidup secara luas, baik secara intelektual, moral, spiritual, maupun estetika. Hal ini dipandang sebagai kebutuhan semua orang sehubungan dengan terjadinya perubahan yang semakin cepat dari ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dewasa ini. Dengan cara demikian diharapkan dapat tercipta sebuah masyarakat yang gemar belajar atau "learning society", sebuah istilah yang diintroduksi oleh Robert Hutchins (1968). Konten atau isi pendidikan yang paling utama menurut pendekatan ini adalah filsafat, agama, dan kemanusiaan. Ketiganya harus menjadi konten dasar lembaga pendidikan di semua jalur dan tingkatan pendidikan, sedangkan konten-konten yang lain dapat ditempatkan dan diselenggarakan sebagai kajian khusus atau spesialisasi. Pendekatan ini berorientasi pada pemahaman atau penghayatan konsep atau teori dan bukan pada fakta ataupun prosedur (keterampilan.

2. Pendekatan Progresif

Pendekatan progresif merupakan sebuah pendekatan yang lebih menekankan kejuruan dan pelatihan, belajar melalui pengalaman, penemuan ilmiah, dan tanggung jawab sosial. Jadi tidak seperti pendekatan Liberal, pendekatan ini mengarah ke hal-hal yang lebih praktis dan mendesak di masyarakat.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk mendesain pendidikan bagi individu yang potensial dan berbakat serta menekankan proses yang berpusat pada peserta didik. Pendekatan ini juga menekankan demokratisasi pendidikan bersama pelopor-nya, yaitu John Dewey. Pendekatan ini menekankan pentingnya pengembangan berfikir yang lebih rasional tentang pekerjaan, kesehatan, pengasuhan anak, dan isyu-isyu masyarakat lainnya. Konsep umum pendekatan ini memiliki lingkup yang luas yaitu sosialisasi dan inkulturasi, sehingga pendidikan tak terbatas hanya di sekolah melainkan juga di semua kegiatan-kegiatan baik yang insidental maupun yang disengaja digunakan masyarakat untuk menyebarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Pihak-pihak pengemban tugas pendidikan mencakup keluarga, tempat kerja, sekolah, tempat ibadah, dan kesemua pihak di masyarakat.

(21)

Pendidikan dipandang sebagai proses yang terjadi sepanjang hayat. Menurut Dewey, sekolah hanya membekali pertumbuhan mental tetapi selebihnya tergantung pada penyerapan dan interpretasi seseorang terhadap pengalaman di sepanjang hidupnya. Pendidikan yang sesungguhnya justru diperoleh setelah seseorang meninggalkan sekolah.

Metode pembelajaran yang sangat menonjol dalam pendekatan ini adalah metode

ilmiah yang dikemas menjadi metode-metode problem-solving, project dan activity. Karena itu pembelajaran orang dewasa mesti berpusat pada problem atau situasi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, pada problem yang mendesak, dan pada situasi yang sedang mereka hadapi.

3. Pendekatan Behavioristik

Behaviorisme memfokuskan diri pada aktivitas yang tampak dan dapat diukur dari makhluk hidup. Belajar diartikan sebagai sebuah perubahan perilaku. Tujuan pembelajaran dirumuskan kedalam format tujuan behavioral dan dijadikan tolak ukur untuk mengevaluasi perubahan perilaku yang ditunjukkan peserta didik setelah mengikuti atau menyelesaikan sebuah unit pembelajaran. Tujuan behavioral berisi tiga komponen, yaitu (a) kondisi yang membuat peserta didik berperilaku, (b) perilaku yang ditunjukkan oleh peserta didik itu sendiri, dan (c) kriteria keberhasilan perilaku.

Pola pendidikan suatu masyarakat mencerminkan sistem nilai yang dianutnya. Pandangan filosofi behaviorime berkeyakinan bahwa survival (kemampuan mempertahankan hidup) adalah nilai yang paling mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia. Menurutnya, mempertahankan hidup (survival) merupakan nilai funda-mental bagi setiap orang. Yang terbaik bagi makhluk hidup adalah kemampuan mempertahankan hidup. Yang terbaik bagi seseorang adalah upaya meningkatkan martabat. Yang terbaik bagi kebudayaan adalah me-ngatasi permasalahan hidup.

Pada tingkat individual, pendidikan harus menekankan perolehan keterampilan tertentu agar individu mampu mempertahankan hidupnya. Karena itu "Learning how to learn" harus diarahkan ke penguasaan keterampilan kerja. Peran pendidik adalah mendesain lingkungan untuk mendorong lahirnya perilaku yang dikehendaki, sedangkan peran yang diharapkan dari pihak siswa adalah peran aktif dan bukan pasif.

Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku, sehingga seseorang dapat dikatakan belum belajar apabila belum ada perubahan tingkah laku dari kegiatan belajarnya.

(22)

Tingkah laku di sini bukan sikap ataupun semua gerakan fisik yang dilakukan manusia, melainkan tingkah laku yang merupakan manifestasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu tugas atau peran sosial tertentu.

4. Pendekatan Humanistik

Secara historis tujuan pendidikan adalah transmisi warisan budaya. Dasar asumsinya adalah antara masyarakat satu generasi dan generasi berikutnya akan kurang lebih sama. Karena itu orang dewasa perlu mengetahui keterampilan dasar, sikap dan nilai tertentu untuk bisa berfungsi di masyarakat. Tujuan pendidikan humanitsik adalah pemberdayaan manusia, yaitu orang yang terbuka terhadap perubahan dan belajar secara berkelanjutan, orang yang berjuang untuk aktualisasi diri, dan orang yang mampu hidup bersama secara betul-betul fungsional.

Fokus pendidikan orang dewasa adalah pada diri peserta didik secara individual dan bukan pada batang tubuh pengetahuan atau informasi. Pendidikan humanistis tetap memiliki dua aspek, yaitu aspek penyampaian materi yang lebih manusiawi dan aspek pengembangan pribadi untuk mampu memahami diri dan orang lain serta mampu berhubungan secara sosial secara positif. Komponen pendidikannya meliputi (1) peserta didik sebagai inti proses, (2) pendidik sebagai fasilitator, dan (3) belajar melalui penemuan.

5. Pendekatan Radikal dan Kritis

Pendekatan ini mengacu pada tradisi filosofi pendidikan radikal yang dipelopori oleh Paulo Freire. Pada intinya pemikiran radikal dan kritis adalah sebuah upaya perlawanan terhadap pihak status quo. Yang menjadi arah tradisi filosofi pendidikan ini sebenarnya adalah meningkatkan kedalaman perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Secara historis pemikiran pendidikan radikal berakar dari tiga sumber, yaitu (a) tradisi anarkhis yang berkembang pada abad kedelapan belas dan yang terus berlanjut hingga sekarang sebagai upaya perlawanan terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. (b) Tradisi sosialis-marxis yang menentang pendidikan persekolahan sebagai bentuk pemeli-haraan dunia industri modern. (c) Tradisi Aliran Kiri Freud yang memberikan tekanan utama gerakannya pada perubahan watak kepribadian, struktur keluarga, dan praktik pengasuhan anak.

(23)

6. Pendekatan Analitik

Pemikiran analisis merupakan pemikiran yang menekankan analisis konsep, argumentasi, slogan dan pernyataan-pernyataan. Dalam aplikasinya di dunia pendidikan, pemikiran ini menganalisis konsep-konsep pendidikan, pengajaran, ataupun belajar dan mem-preskripsikan bagaimana seharusnya pendidikan dan sekolah menyikapi tujuan, isi, metode, dan evaluasi.

Para pemikir analitik mencapai tujuan klarifikasi bahasanya melalui penggunaan berbagai teknik, Mat, dan metode. Mat yang pertama-tama digunakan adalah logika. Dalam rangka ini para analis membedakan 3 macam pertanyaan, yaitu pertanyaan tentang fakta, pertanyaan tentang nilai, dan pertanyaan tentang konsep.

Terkait dengan konsep pendidikan orang dewasa, Peterson memulai karyanya dengan sebuah analisis tentang konsep "dewasa". Menurutnya, kedewasaan merupakan sebuah konsep normatif yang berbasis usia kronologis dan status seseorang di masyarakat. Orang dewasa mempunyai hak tertentu di dalam kehidupan masyarakat yang tak dapat dipandang oleh anak-anak. Mereka juga mempunyai tanggung jawab tertentu yang dibebankan oleh masyarakat. Meskipun secara emosi dan moral bisa jadi belum matang, mereka biasanya dianggap sudah matang. Karena itu satu-satunya landasan yang paling tepat dalam hal ini adalah`bahwa mereka lebih tua dari pada anak-anak. Melalui kurun usia itu mereka telah berkesempatan mengembangkan kematangan emosi dan moral. Selanjutnya Lawson melakukan pembedaan antara pendidikan untuk orang dewasa dan pendidikan kedewasaan. istilah yang pertama mencakup semua jenis kegiatan belajar yang melibatkan orang dewasa, sedangkan istilah yang kedua merupakan istilah normatif yang bisa diaplikasikan bila-mana kriteria proses pendidikannya betul-betul tersedia.

7. Pendekatan Pasca Modern

.Paham ini memperjuangkan konteks sosial yang menghargai segi-segi perasaan, kesadaran, intuisi, spiritualitas, dan pluralitas budaya. Karena itu paham pasca modern pada dasarnya merupakan gerakan kultural dalam era industri. Paham ini tidak melihat paham modern sebagai kekuatan untuk kemerdekaan tetapi justru sumber penekanan, penguasaan, dan penyerangan. Pasca modern menolak semua pandangan yang mengarah ke globalisasi seperti marxisme, kapitalisme, demokrasi liberal, kemanusiaan sekuler, dan islam fundamentalis.

(24)

Paham pasca modern dalam PLS mempunyai kecenderungan ke arah beberapa hal. Di antaranya adalah perhatian terhadap keberadaan berbagai konteks sosial yang menuntut respon berbeda, seperti suku budaya, tingkat ekonomi, jender, dan bahasa. Selain itu juga keyakinan terhadap kekuatan kesadaran, perasaan, dan spiritualitas dalam tindakan manusia. Paham ini menekankan pentingnya nilai-nilai intrinsik dari setiap pengalaman. Sebagai konsekuensinya, privatisasi dalam pendidikan sangat dibutuhkan. Tujuan, kurikulum, dan proses pendidikan harus memperhitungkan keterlibatan peserta didik. Setiap pendidik harus berupaya mempedulikan semua pihak yang terpinggirkan, terabaikan, tak berdaya, dan terbelenggu di manapun mereka berada.

8. Pendekatan Transformatif

Pembelajaran transformatif merupakan teori belajar yang unik, abstrak, dan ideal dengan puncaknya yang disebut critical reflection (renungan kritis).

Secara konseptual, dalam Webster Dictionary (Daszko, Ma-cur & Sheinberg, 2004) disebutkan: "To transform means to change in form, appearance or structure; metamorphoses; to change condition, nature or character; to change into another substance.

"Dinyatakan selanjutnya bahwa: "That is, while all transformation is change, not all change is transformation. Transformation is a change in kind; not a change in degree." Dari sini dapat ditarik pengertian bahwa transformasi berarti (a) merubah bentuk, penampilan atau struktur; (b) mengubah kondisi, hakikat atau karakteristik; bahkan (c) mengganti substansi. Dengan demikian semua transformasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan adalah transformasi. Perubahan lebih bersifat superfisial (dangkal), sedangkan transformasi lebih bersifat substansial (mendasar). Lebih lanjut Cranton (2003) juga mengetengahkan bahwa:

At its core, transformative learning theory is elegantly simple. Through some event, which could be as traumatic as losing a job or as ordinary as an unexpected question, an individual becomes aware of holding a limiting or distorted view. If the individual critically examines this view, opens herself to alternatives, and consequently changes the way she sees things, she has transformed some parts of how she makes meaning out of the world.

(25)

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa transformasi pada dasarnya adalah suatu upaya atau proses perubahan yang mendasar pada diri manusia. Pembelajaran atau pendidikan yang transformatif adalah pembelajaran atau pendidikan yang menghasilkan perubahan mendasar pada peserta didik. Jadi pembelajaran yang tidak memberikan dampak perubahan mendasar bukanlah pembelajaran transformatif. Dari sudut pandang ini, pendidikan dapat diartikan sebagai transformasi potensi manusia, baik secara keseluruhan ataupun terbatas. Dengan demikian pembelajaran dapat dipandang sebagai transformasi pengetahuan atau kognitif, sedangkan pelatihan dapat dipandang sebagai transformasi keterampilan atau psikomotorik.

Dengan demikian, yang bisa diubah pada diri peserta didik dalam pembelajaran transformatif pada dasarnya bisa berkenaan dengan aspek apapun. Hal ini berarti bahwa pembelajaran transformatif bisa digunakan untuk mengubah persepsi, pandangan, asumsi-asumsi, sikap, perasaan, kesadaran, bahkan keyakinan peserta didik. Yang dimaksud dengan keyakinan disini tidak terbatas pada keyakinan yang terkait dengan agama, melainkan juga keyakinan dalam hal-hal yang lain mulai dari yang sepele hingga yang sangat bermakna.

Transformasi itu pada dasarnya adalah sebuah proses atau peristiwa perubahan diri sendiri, sehingga yang paling menentukan adalah diri orang yang bersangkutan sendiri, bukan orang lain. Karena itu perubahan diri memerlukan prasyarat tertentu, seperti sebuah kondisi yang menyedihkan dan kecocokan rangsang yang tertuju ke diri seseorang dengan kondisi yang sedang dialami seseorang yang bersangkutan.

Dazko, Macur & Sheinberg (2004) menyatakan bahwa transformasi bermula dari pemahaman individu terhadap sesuatu kemudian berlanjut ke masalah sosial. Dengan pemahaman semacam itu individu yang ditransformasi akan memberi makna baru terhadap kehidupan, peristiwa, dan interaksinya dengan orang lain. Begitu seseorang memahami suatu pengetahuan secara mendalam, dia segera mengaplikasikan prinsip-prinsip pengetahuan tersebut pada setiap interaksinya dengan orang lain. Earley (2004) bahkan memaknai transformasi individu sebagai transformation of consciousness yang diaplikasikan kedalam suatu tindakan sosial. Dalam pemahaman yang seperti ini, transformasi bisa mencakup bidang-bidang lain yang lebih luas, termasuk tercakupnya unsur-unsur psikoterapi, spiritual, dan sosial.

(26)

Dari penjelasan tentang pembelajaran transformatif di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran transformatif telah menjadi sebuah pendekatan. Di dalamnya terlihat dengan jelas potensi konseptual yang luar biasa. Dengan demikian, apabila potensi tersebut dapat diaplikasikan kedalam kegiatan pelatihan, maka muncul harapan bahwa kegiatan pelatihan tersebut memiliki peluang untuk tampil sebagai kegiatan yang sangat berguna.

Dewasa ini telah berkembang beberapa perspektif teori belajar transformasional, di antaranya adalah transformasi rasional atau transformasi personal oleh Mezirow, transformasi pendidikan atau transformasi individu oleh Boyd, dan transformasi sosial atau transformasi emansipatori oleh Freire (Taylor, 1998). Menurut transformasi rasionat, proses belajar transformatif adalah proses pembangunan makna baru terhadap pengalaman diri sendiri berdasarkan interpretasi sebelumnya guna memandu tindakan-tindakan yang akan datang. Teori ini menjelaskan bagaimana harapan, kerangka asumsi budaya, dan anggapan-anggapan seseorang mempengaruhi makna yang diperoleh dari pengalaman barunya. Kegiatan belajar dilakukan melalui dua ranah, yaitu instrumental dan komunikatif. Belajar instrumental difokuskan pada proses pemecahan masalah, sedangkan belajar komunikatif ditekankan pada pemahaman substansi yang terkandung di dalam pembicaraan orang lain, misalnya tentang nilai, cita-cita, perasaan, keputusan moral, dan konsepkonsep kebebasan, keadilan, kasih sayang, buruh, otonomi, komitmen dan demokrasi.

Tujuan utama transformasi adalah membebaskan diri individu dari pola-pola kehendak dan norma budaya yang menghambat potensi aktualisasi diri. Jadi jika Mezirow menfokuskan diri pada konflik kognitif yang dialami seseorang dalam hubungannya dengan budaya dan menempatkan ego sebagai pemain utama dalam pencapaian transformasi, maka Boyd menfokuskan diri pada upaya mengatasi konflik di dalam internal diri individu untuk mencapai keharmonisan karena diri (self) merupakan bagian sentral dan integral dari totalitas kepribadian.

(27)

4. Strategi pembelajaran untuk program PLS

Jarvis menyatakan bahwa strategi didaktis dan sokratis lebih berpusat pada pihak pendidik, sedangkan strategi fasilitatif dan eksperiensial sama – sama dapat di manfaatkan untuk pembelajaran orang dewasa. Jika pendidik berperan dalam strategi didaktis, dia menguraikan pengetahuan untuk di pelajari peserta didik, jika pendidik berperan dalam strategi sokratik dia membawa peserta didik kekesimpulan terhadap temuan – temuan mereka melalui berbagai pertanyaan yang sengaja di arahkan. Selanjutnya jika peran yang di mainkan pada strategi fasilitatif, maka dia menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar tanpa pengaawasan yang ketat, dan jika peran yang di mainkan pada strategi eksperiensial maka pendidik menyediakan pengalaman – pengalaman yang melibatkan semua peserta didik. Berikutnya mezirow menampilkan strategi transformatif sebagai strategi yang sangat bermakna bagi perubahan kemampuan peserta didik secara lebih segera. Semua strategi ini sangat penting dan pendidik luar sekolah bisa mengunakannya secara bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan di selenggarakannya.

1. Strategi didaktis

Didaktis biasa diartikan sebagai ilmu tentang cara - cara mengajar secara umum. Istilah ini umumnya di gunakan dalam pendidikan formal dan dipakai dalam konteks pengajaran (teaching) di sekolah. Biasanya istilah ini di pasangkan dengan “metodik” yang diartikan sebagai pengetahuan tentang cara – cara mengajar secara kusus dalam artian yang berlaku untuk bidang studi tertentu seperti metodik IPA, metodik IPS, dan metodik matematika. Oleh karena itu strategi didaktis dapat dikategorikan sebagai strategi pembelajaran tersendiri.

Meskipun istilah pengajaran sekarang telah mengalami perubahan menjadi pembelajaran (instruction), tetapi istilah yang lama tersebut memiliki historis tersendiri dan kesannya masih sulit di hapuskan. Pengajaran secara tradisional di pahami sebagai kegiatan penyampaian pengetahuan. Substansi kegiatannya adalah pemilihan pengetahuan atau ketrampilan tertentu sebagai bahan pelajaran, penyampaian bahan pelajaran kepada peserta didik, dan penilaian terhadap kemampuan peserta didik mereproduksi bahan tersebut.

Dalam tak sonomi bloom, ranah kemampuan koknitif di gambarkan ke dalam 6 tingkatan, yaitu mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengsintesis, dan mengevaluasi. Hasil belajar yang dicapai pesetra didik di sekolah umumnya bergerak di antara menghafalkan pengetahuan (mengetahui ) dan aplikasi (mengaplikasikan).

(28)

Strategi didaktis atau strategi penyampaian pembelajaran pada dasarnya juga bisa digunakan dalam pendidikan luar sekolah terutama untuk tujuan pembentukan atau penguasaan pengetahuan. Penguasaan pengetahuan adalah kebutuhan setiap orang. Dalam situasi dimana kelompok peserta didik tertentu betul – betul pengetahuan, maka pengetahuan didaktis bisa digunakan.

2. Strategi sokratik

Sesuai dengan istilahnya, strategi ini berasal atau diangkat dari cara – cara kahs yang digunakan oleh seorang filosof yang bernama sokrates. Strategi ini dilaksanakan dengan cara mengarahkan atau mengajukan sejumlah pertanyaan yang urut dan logis kepada peserta didik hingga mereka terdorong untuk merespon dan megekspresikan pengetahuan yang telah dimilikinya, yang belum pernah terkristalisasi oleh pemikirannya sendiri. Namun cara ini memang menunut pihak pendidikan memiliki ketrampilan pengunaannya dan kemampuan untuk mencerna respon peserta didik.

Strategi ini bisa digunakan untuk memperdayakan simpanan baik pengetahuan maupun pengalaman hidup sebagai sumber belajar yang sangat esensial bagi pembelajarn orang dewasa. Bahkan bisa di catat bahwa jika strategi ini di aplikasikan secara lebih cakap juga bisa membantu peserta didik lebih mengembangkan kreativitas ketimbang hanya mereproduksi kembali pengetahuan dan pengalaman mereka.keutunagan yang lain adalah setrategi ini bisa membuat setiap peserta didik teribat secara aktif dalam proses pembelajaran.

3. Strategi fasilitatif

Strategi fasilitatif adalah strategi pembelajaran yang menempatkan pendidik sebagai fasilitator atau seseorang yang bertugas membeantu peserta didik belajar. Strategi ini digunakan untuk menumbuhkan kesadaran pada diri peserta didik tentang kebutuhan belajar tertentu, menghadapkan peserta didik pada sebuah persoalan yang menuntut solusi, serta memberikan pengalaman kepada peserta didik dan diajak untuk merenugkannya. Dengan cara – cara semacam ini pelajaran akan menjadi sebuah proses yang lebih berpusat pada peserta didik.

Dalam proses pembelajaran, di tahap – tahap fasilitator mempunyai peran yang menentukan, tetapi karena dia tidak bisa memaksa peserta didik belajar dan karena tujuan pendidikan orang dewasa adalah menciptakan kemandirian peserta didik.

(29)

Dalam proses pembelajaran, di tahap – tahap awal fasilitator mempunyai peran yang menentukan, tetapi karena dia tidak bisa memaksa peserta didik belajar dan karena tujuan pendidikan orang dewasa adalah menciptakan kemandirian peserta didik, maka di tahap – tahap akhir pelajaran peran fasilitator dalam tahapan pembelajaran, yang perlu di upayakan adalah member kebebasan kepada peserta didik dalam proses belajar berkenaan dalam empat hal yaitu kecepatan, pilihan, cara, dan konten.

4. Strategi eksperiensial

Sebagaimana disinggung sebelumnya, strategi eksperiensial merupakan strategi pembelajaran yang berbasis pengalaman. Strategi ini bermaksud memperkaya peserta didik dengan berbagai pengalaman yang relefan dengan kebutuhan belajarnya. Diyakini bahwa pengalaman merupakan sesuatu yang dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.

Strategi ini merujuk ke Experiental Learning Theory yang di gagas Kolb (1984). Dalam rangka pengunaan pengalaman sebagai basis belajar atau pembelajaran, substansi yang sangat esensial adalah feeling, thinking, waching, dan doing. Pertama –tama dua aspek (waching dan doing ) dihubungkan dengan garis kontinum “grasping experience” untuk terjadinya proses perolehan pengalaman, kemudian dua aspek lainnya (feeling dan thinking) dihubungkan dengan garis kontinum “transforming experience” guna menjadikan proses pembelajaran yang kaya dan bermakna.

5. Strategi partisipatif

Strategi pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai serangkaian upaya pendidik untuk mengikut sertakan peserta didik dalam keseluruhan tahapan kegiatan pembelajaran. Tahapan pembelajaran terdiri atas tahap perncanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaiaan. Pada tahap perencanaan peserta didik diikutkan dalam pengindentifikasian untuk pembelajaran, dan kemungkinan hambatan yang akan terjadi.

Strategi partisipatif merupakan strategi pembelajaran yang mengacu ke pol belajar orang dewasa itu sendiri. Orang dewasa ingin berpartisipasi di dalam proses pembelajaran sehingga mereka akan belajar secara optimal bilamana dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti. Hal ini dapat dilihat dalam praktik, seringkali ditemukan adanya beberapa partisipan yang bicara sendiri atau tertidur ketika nara sumber, fasilitator, tutor atau uztad sedang menyampaikan prestasi. Tetapi tidak demikian halnya jika mereka diajak berdialog atau dibuat tertawa karena adanya hal lucu dalam prestasi yang dibawakan penyaji.

(30)

Terkait dengan keterlibatan peserta didik ini Dean (2004) menunjukan tingkat rendah, sedang, dan tinggi dari keterlibatan peserta didik untuk dampak pembelajaran tertentu sebagai dampak dari penggunaan teknik pembelajaran tertentu. Untuk perolehan informasi, teknik kuliaih (ceramah), pameran, dan televise hanya dapat melahirkan tingkat partisipasi yang rendah, sementara filed trip dan pembelajaran dengan computer dapat melahirkan tingkat partisipasi yang tinggi. Untuk pemecahan masalah, teknik – teknik demokratis, debat dan televise memberikan partisipasi rendah, sementara permainan peran atau simulasi, studi kasus, latihan, pembelajaran dengan computer, dan diskusi kelompok dapat melahirkan partisipasi yang tinggi.

6. Strategi mandiri

Strategi belajar mandiri atau self-directed learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang membawa peserta didik untuk mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain melakukan kegiatan belajar. Kegiatan yang dilaksanakan peserta didik dalam hal ini dimulai dari diagnosis kebutuhan belajar, perumusan tujuan pembelajaran, identifikasi sumber – sumber belajar, memilih dan mengaplikasikan strategi belajar, dan menilai proses dan hasil belajarnya sendiri. Menurut Knowles (1975), strategi ini cocok untuk pendidikan orang dewasa karena orang dewasa telah memiliki konsep diri sebagai orang yang sudah mandiri (sudah terlepas dari ketergantugan dari orang lain), banyak pengalaman menghadapi berbagai persoalan hidup sehingga tidak mau di perlakukan seperti anak kecil (orang yang tidak berpengalaman).

Yang menjadi masalah untuk pengimplementasian strategi ini adalah peserta didik perlu memiliki minat dan kemampuan membaca, sedangkan yang menjadi kenyataan adalah banyak peserta didik PLS yang tidak memiliki kemampuan membaca memadai dan sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai minat baca yang sangat rendah. Selain itu terkait dengan kemungkinan dimilikinya gaya belajar independen (mandiri) atau pun dependen (bergantung) pada diri setiap orang sebagai cirri dari cirri kepribadiannya, maka seseorang yang memiliki gaya belajar independen akan lebih sesuai memperoleh layanan dengan strategi ini ketimbang yang memiliki gaya belajar dependen. Orang yang memiliki gaya belajar dependen sangat bergantung pada lingkungan.

(31)

7. Strategi transformative

Pembelajaran transformative dapat dipandang sebagai sebuah strategi. Kajian ilmiah tentang subtansi ini masih tergolong baru, sehingga penelitian nya sedang dan terus dilakukan. Diantara kegiatan penelitian tersebut adalah penelitian disetrasi yang hingga saat ini sudah lebih dari 50 buah (Taylor, 2007).

Strategi ini sangat potensial untuk mengupayakan terjadinya perubahan mendasar pada diri peserta didik, terutama mindset-nya. Perubahan yang diharapkan bisa berkenaan dengan persepsi, paradigm berfikir, kepribadian, bahkan keyakinan. Keyakinan mendasari setiap tindakan manusia.

Berkenaan dengan pembelajaran transformative sebagai suatu strategi, Cranton (2003) merekomendasikan beberapa strategi, 7 diantaranya adlah sebagai berikut :

(1) An activating event that typically exposes a discrepancy between what a person has always assumed to be true and what has just been experienced, heard, or read.

Dalam strategi ini pendidik membawa peserta didik ke peristiwa – peristiwa yang sangat berbeda dari apa yang selama ini mereka anggap benar. Pendidik mengkonfrontir pemahaman peserta didik dengan cara memberi, menunjukkan, menjelaskan, atau member bahan bacaan kepada peserta didik tentang pengalaman baru. Dengan demikian peserta didik berfikir dan mempertanyakan kembali kebenaran asumsi yang telah digunakan selama ini.

(2) Acticulating assumption, that is, recognizing underlying asumtions that hve been uncriticall assimilated and are largely unconscious.

Mengartikulasi atau memaknai asumsi – asumsi yang telah dijadikan rujukan atau dianut orang secara tanpa disadari selama ini. Disini pendidik mengajak peserta didik untuk mengklarifikasi makna yang sebenarnya dari asumsi – asumsi tersebut. Dengan demikian peserta didik menjadi sadar akan makna asumsi – asumsi yang mereka anut selama ini sehingga menjadikannya sebagai bahan pertimbangan apakah mereka tetap mengikutinya atau tidak.

(3) Crtical self-reflection that is questioning and examining as sumptions in terms of where they came from, the consequences of holding them, and why they are important.

Mengunakan refleksi atau perenugan diri secara kritis untuk mempertanyakan dan menguji kembali asumsi – asumsi tertentu tentang dari mana asumsi itu berasal, apa akibatnya kalau tetap mengikutinya, dan mengapa asumsi ini begitu penting.

(32)

Pendidik mengajak peserta didik mengkritisi asumsi – asumsi tersebut, mengecek kembali apa keuntungan yang mereka peroleh denagn mengikuti asumsi – asumsi tersebut, dan dimana letak pentingnya asumsi tersebut, dan sebagainya.

(4) Being open to alternative viewpoints

Mengajak peserta didik untuk bersikap terbuka terhadap sudut pandang yang berbeda. Penduduk menyadarkan peserta didik tentang adanya berbagai kemungkinan sudut pandang terhadap setiap hal, memberikan contoh beberapa sudut pandang yang berbeda, mengajak mereka membandingkan kelebihan dan kekurangan masing – masing sudut pandang. Slanjutnya pendidik memberikan contoh tentang keuangan dimilikinya sikap terbuka dibandingkan dengan sikap yang tertutup.

(5) Engaging in discourse, where evidence is weighed, argu-ments assessed, alternative perspectives explored, and knowledge constructed by consensus.

Melibatkan peserta didik dalam wacana yang didukung oleh bukti, argumentasi, berbagai perspektif, dan pengetahuan yang di sepakati. Peserta didik dibawa kepengalaman yang memiliki argumentasi rasional, obyektif, dan ilmiah. Dengan demikian mereka memperoleh pengalaman yang bermakana melalui prosedur berfikir yang ilmiah.

(6) Revising assumptions and perspectives to make them more open and better justified. Memperbaiki asumsi – asumsi atau sudut – sudut pandang tertentu untuk berlatih bersikap lebih terbuka dan melakukan penilaian secara lebih baik. Pendidik member berbagai pengalaman kepada peserta didik tentang cara – cara memperbaikki termasuk mengubah atau menganti berbagai asumsi dan cara berfikir. Dari sini peserta didik akan menjadi orang yang lebih bersikap lebih terbuka dan lebih bijak menilai dan mengambil suatu keputusan.

(7) Acting on revisions, behaving, talking, and thingking in a why that is congruent with transformed assumptions or perspectives.

Belatih melakukan perbaikan, bertindak, berbicara, dan berfikir yang konsisten dengan asumsi – asumsi atau pandangan – pandangan yang telah di transformasi. Peserta didik dilatih untuk melakukan berbagai kegiatan perbaikan dan melakukan tindakan tertentu yang telah di ubah. Hal ini secara langsung akan membawa peserta didik kebiasaan melakukan improvisasi terhadap tindakan – tindakannya, pembicaraannya, dan cara berfikirnya secara fleksibel dan konsisten.

Dengan upaya yang terus menerus dalam pengimplementasian strategi ini, maka strategi – strategi transformative diatas akan menjadi lebih teruji, evisien, bahkan bervariasi sehingga bisa melahir

(33)

F. SISTEM PEMBELAJARAN MODERN PLS

PLS merupakan pendidikan non formal yang dalam lingkupnya banyak berhubungan dengan masyarakat. Dalam pembelajaran modern sekarang ini sudah banyak melalui tampilan LCD karena seringnya latihan untuk berbicara dengan presentasi yang dibuat dengan sebagus mungkin slide nya. Pembelajaran modern PLS yaitu dengan observasi serta berwawancara dengan menggunakan alat perekam. Selain itu pembentukan kelompok2 tersendiri untuk melatih dalam pengajaran mahasiswa PLS juga merupakan pembelajaran modern yang dengan arti lain mereka dapat bermain peran. Pembelajaran modern juga mencakup penggunaan teknologi pada umumnya. Dengan maraknya internet maka lebih mempermudah apa yang kita ingin cari sekarang ini. Dalam pendidikan luar sekolah pembuatan laporan pun merupakan kewajiban yang sering dihadapkan pada mereka, sehingga dengan adanya reverensi2 dari internet lebih memudahkan dalam mahasiswa membuat makalah maupun tugas lainnya. Pengolahan data2 dan management dalam teknologi harus dikuasai oleh mahasiswa PLS. tanpa didukung dengan teknologi maka pembelajaran akan kurang menarik dan monoton. Pembelajaran dengan pemutaran film yang terkait dengan materi yang disampaikan juga merupakan hal yang modern untuk pengajaran.

Metode Karya Wisata juga termasuk. Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahuluoleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan. Metodefield trip atau karya wisata menurut Mulyasa (2005:112) merupakan suatu perjalanan atau pesiar yang dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar, terutama pengalaman langsung dan merupakan bagian integral dari kurikulumA sekolah. Meskipun karya wisata memiliki banyak hal yang bersifat non akademis, tujuan umum pendidikan dapat segera dicapai, terutama berkaitan dengan pengembangan wawasan pengalaman tentang dunia luar.Kadang-kadang dalam proses belajar mengajar siswa perlu diajak ke luar sekolah,untuk meninjau tempat tertentu atau obyek yang lain.

(34)

Menurut Roestiyah (2001:85), karyawisata bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karena itu dikatakan teknik karya wisata, ialah cara mengajar yangdilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkelmobil, toko serba ada, dan sebagainya.Menurut Roestiyah (2001:85) ,

teknik karya wisata ini digunakan karena memilikitujuan sebagai berikut: Dengan melaksanakan karya wisata diharapkan siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya, dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat bertanya jawab mungkin dengan jalan demikianmereka mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran, ataupun pengetahuan umum. Juga mereka bisa melihat, mendengar, meneliti dan mencoba apa yangdihadapinya, agar nantinya dapat mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yangsama ia bisa mempelajari beberapa mata pelajaran.Menurut Djamarah (2002:105), pada saat belajar mengajar siswa perlu diajak ke luar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau obyek yang lain. Hal itu bukan sekedar rekreasi tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karenaitu, dikatakan teknik karya wisata, yang merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pegadaian. Banyak istilah yang dipergunakan pada metode karya wisata ini, seperti widya wisata, study tour, dan sebagainya.

Karya wisata ada yang dalam waktu singkat, dan ada pula yang dalam waktu beberapa hari atau waktu panjang.Sebelum karya wisata digunakan dan dikembangkan sebagai metode pembelajaran,hal-hal yang perlu diperhatikan menurut Mulyasa (2005:112) adalah:

(a) Menentukansumber-sumber masyarakat sebagai sumber belajar mengajar, (b) Mengamati kesesuaiansumber belajar dengan tujuan dan program sekolah, (c) Menganalisis sumber belajar berdasarkan nilai-nilai paedagogis,

(d) Menghubungkan sumber belajar dengan kurikulum,apakah sumber-sumber belajar dalam karyawisata menunjang dan sesuai dengan tuntutan kurikulum, jika ya, karya wisata dapat dilaksanakan,

(e) Membuat dan mengembangkan program karya wisata secara logis, dan sistematis,

(f) Melaksanakan karya wisata sesuaidengan tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, materi pelajaran, efek pembelajaran, serta iklim yang kondusif.

(35)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Pembelajaran modern adalah pembelajaran yang mengikuti perkembangan Zaman,dimana era sekarang ini adalah era teknologi informasi.Pembelajaran modern harus mampu menyerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerful. Kecakapan dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak, dan dunia online. Pada pembelajaran modern PLS banyak digunakan slide slide dalam penyajian materi dan aak dituntut dapat berbicara didepan umum, kemudian lebih tidak monoton apabila dalam pembelajaran ada pemutaran film yang berkaitan dengan materi.

Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahuluoleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan. Metodekarya wisata dan metode kunjungan lapangan merupakan metode yang hampir sama. Intinyametode ini adalah belajar langsung kelapangan, dengan demikian siswa diharapkan dapatlebih mengerti dan juga siswa supaya tidak bosan dalam mengikuti proses pembelajaran yangsetiap harinya dilaksanakan didalam kelas. Didalam menggunakan teknik hal yang perludiperhatikan adalah masalah perencanaan, karena supaya teknik ini berhasil maka harusmembuat perencanaan yang bagus. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah masalah pemilihan tempat, surat izin, dan evaluasi dari hasil kunjungan lapangan yang telah kitalakukan

B. SARAN

Dalam pembelajaran pemberian materi pada mahasiswa PLS sudah memakai pembelajaran modern, namun dapat diinovasi dengan bentuk2 menarik dalam pemberian materi misalnya dengan pemutaran film yang kemudian diadakan interaksi sehingga dengan melihat mereka menjadi lebih mengerti dan lewat kunjungan wisata mereka dapat merasakan langsung. Dalam pembelajaran yang modern sekarang ini anak dituntut dapat menjalankan computer.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

 Resume buku Metode pembelajaran PLS : M. DJAUZI MOEDZAKIR (Bag.1)

 http://www.academia.edu/3608899/Metode_dan_Teknik_Pembelajaran_PLS ?

 http://wafaardani.blogspot.com/

 wordpress.com/2012/12/08/perkembangan-teknologi-pembelajaran/

(37)

Referensi

Dokumen terkait

Hadi Sutrisno, 288 , Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta:Andi Offset, Hamid, 1002 ,Metode Penelitian Kualitatif, Malang:UIN Malang Press.. Hasan M.Talchah, 100 , Metodologi

Setelah semua faktor strategis yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata alam Resort Balik Bukit Pekon Kubu Perahu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Setelah semua faktor strategis yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata alam Resort Balik Bukit Pekon Kubu Perahu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

[r]

OSAMAX is the product used for the treatment of osteoporosis, but OSAMAX not only provides remedy for the treatment of osteoporosis, it will help patient to gain Bone mass and

Tidak dievaluasi karena sudah mendapatkan tiga penawaran terendah PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR. KELOMPOK KERJA (POKJA) UNIT

Yen (dalam Susetyo & Kumara, 2012) mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa, nilai rata-rata skor belajar self regulated learning

tumpuan sendi mampu memberikan reaksi arah vertikal dan horizontal, artinya tumpuan sendi dapat menahan gaya vertikal dan horizontal atau dengan kata lain terdapat 2 buah variabel