(Polemik di balik pembahasan RUU No. 11 Tahun 2016)
Dosen Pengajar : Dr. H. Ardiyan Saptawan, M.Si
OLEH :
NAMA : Sumar Kendi N P M : 07012681620011
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI NEGARA(MAP) UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT , yang telah
melimpahkan taufik dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
menyampaikan amanah menuju mardhotillah, sehingga saya dapat
menyelesaikan paper ini yang berjudul “ Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia (Polemik dibalik pembahasan RUU No. 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty.
Makalah disusun sebagai tugas mata pelajaran Prinsip Administrasi
Publik Tahun Ajaran 2016.
Dalam proses penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, baik materi maupun moril. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari
sempurna, begitu banyak kekurangan dan kekeliruan. Karena itu, kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya,
semoga makalah ini dapat berguna baik bagi penulis pribadi, pembaca,
serta pihak-pihak yang berkepentingan.
Demikianlah makalah ini di buat semoga dapat menambah
pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Palembang, September 2016
Penulis
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DSFTAR ISI iii
ABSTRAK iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ... 4
1.3. TUJUAN 4 1.4. METODELOGI 5
1.5. TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II PEMBAHASAN 2.1. IMPLEMENTASI PENGAMPUANAN PAJAK (tax amnesty)... 9
2.1.1 Langkah Penerapan tax amnesty ...11
2.1.2 Penerapan tax amnesty sebagai alternatif... 13
2.1.3 Peluang dan tantangan tax amnesty ... 14
2.1.4 Analisis SWOT Implementasi tax amnesty... 15
2.2. POLEMIK DIBALIK PEMBAHASAN RUU NO. 11 TAHUN 2016 TENTANG TAX AMNESTY ... 19
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN... 23
3.2 SARAN...22
DAFTAR PUSTAKA
ANALISIS IMPLEMENTASI PENGAMPUNAN
PAJAK (
TAX AMNESTY
) DI INDONESIA
(Polemik di balik Pembahasan RUU No. 11
Tahun 2016 Tentang
Tax Amnesty
)
Abstrak
Dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak serta terus meningkatkan tax ratio sebesar 13,11 persen melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, salah satu diantaranya adalah upaya alternatif implementasi pengampunan pajak (tax amnesty). Penerapan tax amnesty di Indonesia masih merupakan wacana yang pro dan kontra. Pada dasarnya penerapan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah wajib pajak, subyek dan obyek pajak sekaligus meningkatkan penerimaan negara dari dana-dana yang di “parkir” di luar negeri.
APBN tahun 2015 Rp. 1.491,5 triliun dari target APBN-P Rp. 1.793,6 triliun atau Rp. 84,7% . Target Pendapatan Negara dalam APBN-P tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp 1.822,5 triliun tetapi mengalami penurunan Rp 25,6 triliun lebih rendah dari yang diusulkan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2016 yang hanya mencapai Rp. 1.796,9 Triliun.
Untuk itu pemerintah melakukan upaya tax amnesty untuk meningkatkan APBN 2016 yang bisa mencapai Rp 1.822,5 triliun atau Rp 2,35% dari Produk Domestik Bruto.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional yang berlangsung secara
terus-menerus dan berkesinambungan selama ini, bertujuan
meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan anggaran
pembangunan yang cukup besar. Salah satu usaha untuk
mewujudkan peningkatan penerimaan untuk pembangunan
tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal
dari dalam negeri, yaitu pajak. Secara ekonomi, pemungutan
pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. (Mulyo Agung, 2007).
Taraf hidup masyarakat akan meningkat diperlukan anggaran yang
selalu meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari memperbesar
anggaran Negara. APBN tahun 2015 Rp. 1.491,5 triliun dari target
APBN-P Rp. 1.793,6 triliun atau Rp. 84,7% . Target Pendapatan
Negara dalam APBN tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp 1.822,5
triliun, atau Rp 25,6 triliun lebih rendah dari yang diusulkan dalam
RAPBN Tahun Anggaran 2016 yang hanya mencapai Rp. 1.796,9
Triliun. Target Pendapatan Negara tersebut bersumber dari
Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 1.546,7 triliun dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak sebesar Rp 273,8 triliun (rasio penerimaan
negara terhadap PDB atau tax ratio dalam tahun 2016 sebesar
13,11 persen). Rp 1.822,5 triliun atau Rp 2,35% dari Produk
Domestik Bruto. Melalui UU Tax Amnesty, diharapkan pendapatan
negara akan meningkat dan para wajib pajak yang bersedia
memindahkan asetnya dari luar negeri akan diberikan tarif tebusan
sebesar 2% sampai 5%. Adapun wajib pajak yang mendeklarasikan
asetnya di luar negeri tanpa memindahkan aset akan dikenai tarif
4% hingga 10%.
Untuk menggali penerimaan negara dari sektor perpajakan
dibutuhkan upaya-upaya nyata, serta di implementasikan dalam
bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya tersebut dapat berupa
intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak
dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun
peningkatan penerimaan pajak itu sendiri. Upaya ekstensifikasi
dapat berupa perluasan objek pajak yang selama in belum
tergarap.
Untuk mengejar penerimaan pajak, perlu didukung situasi
sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa
dengan sukarela membayar pajaknya. Pemerintah tentu
diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan
perpajakan yang bisa menarik minat masyarakat menjadi wajib
pajak seperti sunset policy. Demikian juga, salah satu kebijakan
yang perlu dipertimbangkan adalah diberikannya tax amnesty atau
pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat
meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek
pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar
negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan
jumlah wajib pajak.
Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984.
Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang
merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi
perpajakan secara menyeluruh. Disamping itu peranan sektor
pajak dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap
saja sehingga pemerintah tidak mengupayakan lebih serius.
dalam struktur APBN Pemerintah Indonesia.
Saat ini, sebagai bentuk reformasi perpajakan salah
satu agendanya adalah menerapkan Pengampunan Pajak atau
Tax Amnesty. Namun dikalangan masyarakat menimbulkan
polemik ditambah lagi dalam pelaksanaannya, implementasi
perpajakan di Indonesia masih mempunyai beberapa
permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah.
Kedua, masih rendahnya kepercayaan kepada aparat pajak.
Ketiga, proses administrasi pengajuan tax amnesty yang cukup
menyusahkan dan panjang. Keempat, Dalam draf RUU tax
amnesty tidak menyebutkan asal-usul hartanya. "Sehingga ini
berpotensi menarik banyak uang haram dalam APBN dan
pereknomian indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan
menganilis implementasi pengampunan pajak (tax amnesty) di
Indonesiadi balik polemik Pembahasan RUU No. 11 Tahun 2016
Tentang Tax Amnesty.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengimplementasikan pengampunan pajak (tax
amnesty) dibalik polemik pembahasan RUU No. 11 tahun
2016 tentang Tax Amnesty ?
2. Apa saja polemik dibalik pembahasan RUU No. 11 tahun
2016 tentang Tax Amnesty ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi
pengampunan pajak (tax amnesty) dibalik polemik
satunya melihat beberapa negara yang telah berhasil (best
practice) menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty),
sehingga Pemerintah Indonesia dalam hal ini Dirjen
Pajak dapat mencontoh kebijakan tersebut. Demikian juga dapat
diketahui tantangan, peluang, kelemahan dan keunggulan
,serta strategi dan langkah-langkah kebijakan yang dapat
dilakukan pemerintah bila kebijakan ini diterapkan.
Metodologi Penelitian
Untuk menganalisis implementasi tax amnesty di
Indonesia digunakan metode kualitatif dengan pendekatan
eksploratif deskriptif. Pendekatan eksploratif (Philip, Kotler &
Kevin L. Keller, 2006) adalah metode penelitian yang bertujuan
menghimpun informasi awal yang akan membantu upaya
menetapkan masalah dan merumuskan hipotesis. Sedangkan
pendekatan deskriptif adalah metode penelitian yang
bertujuan memaparkan (mendeskripsikan) sesuatu hal. Jadi pendekatan ini bertujuan untuk mendalami mengenai
wacana implementasi tax amnesty di Indonesia..
Untuk memperjelas gambaran mengenai peluang,
tantangan, hambatan dan kelemahan penerapan tax amnesty di
Indonesia digunakan SWOT analysis (Strenghts, Weaknesses,
Opportunities dan Threats). Dari analisis ini dapat ditentukan
strategi dan langkah-langkah kebijakan yang dapat diambil.
(Suwarsono Muhammad, 2000)
Bahan-bahan dan informasi berasal dari data sekunder
yang didapat dari penggalian informasi dari berbagai sumber,
bahan seminar, media masa, media elektronik, dan lain-lain serta
TINJAUAN PUSTAKA
Makna dan Fungsi Pajak
Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan
adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk dapat merealisasikan
tujuan tersebut harus memperhatikan masalah pembiayaan
pembangunan.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian bangsa
atau negara dalam hal pembiayaan pembangunan adalah
menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa
pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang
berguna bagi kepentingan bersama.
Beberapa ahli memberikan batasan tentang pajak,
diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh P.J.A.
Andriani dalam (Brotodihardjo R. Santoso, 1998). Menyebutkan
bahwa :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Pengertian pajak menurut Edwin R.A Slegman dalam buku Essay in Taxation menyatakan bahwa “Tax is compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”.
Pajak mempunyai 2 fungsi utama, yaitu fungsi penerimaan
(budgetair) dan fungsi mengatur (reguler). Fungsi budgetair
dimaksudkan bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang
pemerintah. Sedangkan fungsi reguler dimaksudkan sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial
ekonomi.
Tax Amnesty
Menurut "UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan
Pajak" Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya
terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi
pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta
dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Secara umum Pengertian Tax Amnesty adalah kebijakan
pemerintah yang diberikan kepada pembayar pajak tentang
forgiveness / pengampunan pajak, dan sebagai ganti atas
pengampunan tersebut pembayar pajak diharuskan untuk
membayar uang tebusan. Mendapatkan pengampunan pajak
artinya data laporan yang ada selama ini dianggap telah
diputihkan dan atas beberapa utang pajak juga dihapuskan.
Tujuan Tax Amnesty
1. Repatriasi atau menarik dana warga negara Indonesia yang
ada di luar negeri;
2. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek;
3. Menambah jumlah wajib pajak;
4. Mengintegrasikan sektor informal ke dalam sistem
perekonomian;
5. Memanfaatkan dana yang tidak terpakai;
6. Langkah awal kebijakan rezim baru untuk menerapkan sanksi
yang lebih besar;
8. Meningkatkan basis perpajakan nasional, yaitu aset yang
disampaikan dalam permohonan pengampunan pajak dapat
dimanfaatkan untuk pemajakan yang akan datang.
Subjek Tax Amney
Subjek Tax Amnesty adalah warga negara Indonesia baik
yang ber NPWP maupun tidak yang memiliki harta lain selain yang
telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak (warga negara yang
pembayaran pajaknya selama ini masih belum sesuai dengan
kondisi nyata)
Objek Tax Amnesty
Objek Tax Amnesty adalah Harta yang dimiliki oleh Subjek
Tax Amnesty, artinya yang menjadi sasaran dari pembayaran uang
tebusan adalah atas Harta baik itu yang berada di dalam negeri
PEMBAHASAN
Implementasi pengampunan pajak (tax amnesty) dibalik polemik pembahasan RUU No. 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 Juli 2016 lalu
telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengampunan
Pajak atau Tax Amnesty, yang telah disahkan dalam Rapat
Paripurna DPR-RI sebagai Undang-Undang (UU) Nomor 11
Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Kebijakan tersebut
mulai berlaku hari Senin (18/7/2016).
Dalam UU itu ditegaskan, bahwa Pengampunan
Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi
pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta
dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini. Menurut PP ini, setiap Wajib Pajak
berhak mendapatkan Pengampunan Pajak, yang diberikan
melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat
Pernyataan. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud, yaitu Wajib Pajak yang sedang: a. dilakukan
penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan
lengkap oleh Kejaksaan; b. dalam proses peradilan; atau c.
menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan.
“Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud
meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai
dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum
sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak,” bunyi Pasal 3
ayat (4) UU ini seperti dilansir laman Setkab. Sementara tarif
Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling
singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah
sebesar: 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat
Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan
ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; 3%
(tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan
pada bulan keempat terhitung sejak UndangUndang ini mulai
berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan5%
(lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan
terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal
31 Maret 2017.
Adapun tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak
dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebesar: 4% (empat persen) untuk periode
penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai
dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini
mulai berlaku; 6% (enam persen) untuk periode penyampaian
Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak
UndangUndang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31
Desember 2016; dan c. 10% (sepuluh persen) untuk periode
penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1
Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang
peredaran usahanya sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
Terakhir, menurut UU Nomor 11 Tahun 2016 ini, adalah
sebesar: a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak
yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat
Pernyataan; atau b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang
mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, untuk periode
penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak
Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31
Maret 2017.
Langkah Penerapan Tax Amnesty
Beberapa hal penting yang menjadi acuan atau
langkah –langkah implementasi program tax amnesty, antara
lain :
1. Penelitian dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan
program pengampunan pajak sangat diperlukan.
2. Optimalisasi strategi ”pull and push”
3. Mendefinisikan dan mengkomunikasikan, maksud dan
tujuan dari program secara tepat dengan baik.
4. Mendapatkan persetujuan dan komitmen yang kuat dari
seluruh jajaran organisasi.
5. Mendapatkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari parlemen.
6. Tidak melakukan perubahan persyaratan administrasi di
tengah jalan, misalnya perubahan bentuk dan isi
formulir, setelah program diumumkan.
7. Pastikan bahwa program amnesti memberi manfaat
sekaligus kenyamaanan bagi yang berpartisipasi, sebaliknya
menimbulkan rasa was-was yang tinggi bila tidak
8. Meminimalisasi persyaratan yang sifatnya kurang jelas.
9. Melibatkan kalangan profesional sebanyak mungkin
seperti akuntan, pengacara, konsultan pajak, dunia
perbankan, kalangan akademisi, pengamat, Lembaga
Swadaya Masyarakat dan lain-lain.
10. Segera umumkan ke masyarakat luas jika pemerintah
dan parlemen telah memutuskan untuk melaksanakan
program amnesti ini.
11. Lakukan program sosialisasi ke seluruh lapisan
masyarakat luas dengan strategi yang tepat dan terarah.
12.Seharusnya konsep amnesti pajak perlu dipikirkan secara
mendalam karena didalamnya tidak termasuk kewajiban
membayar denda atau sanksi. Yang dipersoalkan hanya
harta kekayaan (assets) yang belum dilaporkan di Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) WP baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri. Namun catatan
mengenai besarnya pajak yang belum dibayarkan atau
masih kurang bayar tetap harus di bayar oleh WP.
13.Rencana pemberian pengampunan pajak juga memiliki
konsekuensi akan hilangnya hukuman sandera badan
(gijzeling) bagi penunggak pajak, sehingga perlu kajian
mendalam aspek yuridis berkaitan dengan wajib pajak
bermasalah khususnya penunggak pajak besar.
14.Kelemahan lain dari pengampunan pajak ini bisa
menjadi motivator bagi wajib pajak untuk tidak
membayar pajak (menunda melunasi utang pajaknya).
Karena yang bersangkutan berpandangan akan mendapat
pengampunan pajak lagi.
15. Penerapan pengampunan pajak ini harus menjadi bagian
(komprehensif), yang dapat berdampak pada
kontraproduktif.
16. Diwaspadai dalam penerapan pengampunan pajak ini,
adanya kepentingan tertentu dari segelintir pengusaha
besar (yang bermasalah dengan tax voluntary rendah).
Idealnya tax amnesty ini dapat berlaku untuk semua
orang tanpa diskriminasi, bukan hanya untuk segelintir
pengusaha saja.
Penerapan Tax Amnesty Sebagai Alternatif
Bagi banyak negara, pengampunan pajak (tax
amnesty) seringkali dijadikan alat untuk menghimpun
penerimaan negara dari sektor pajak (tax revenue) secara
cepat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Program tax
amnesty ini dilaksanakan karena semakin parahnya upaya
penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh
manfaat perolehan dana, terutama kembalinya dana yang
disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai
kelemahan dalam jangka panjang dapat berakibat buruk
berupa menurunnya kepatuhan sukarela (voluntary
compliance) dari wajib pajak patuh, bilamana tax amnesty
dilaksanakan dengan program yang tidak tepat. Penelitian ini
memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty
di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam
melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di
Afrika Selatan, Irlandia dan India, dengan maksud untuk
mempelajari kebijakan dari masing-masing negara serta
menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan program ini
dapat berhasil dan mencapai target yang ditetapkan, serta
Berdasarkan penelitian (Enste & Schneider,
2002), bahwa besarnya persentase kegiatan ekonomi
bawah tanah (underground economy), di negara maju dapat
mencapai 14 – 16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),
sedangkan di negara berkembang dapat mencapai 35 – 44
persen dari PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak
pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat
pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak Penghasilan, sehingga
masuk dalam kriteria penyelundupan pajak (tax evasion).
Penyelundupan pajak mengakibatkan beban pajak yang
harus dipikul oleh para wajib pajak yang jujur membayar
pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan
ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi
bawah tanah yang dibarengi dengan penyelundupan pajak ini
sangat merugikan negara karena berarti hilangnya
penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayaai
program pendidikan, kesehatan dan program-program
pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh sebab itu timbul
pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belum
dibayar dari kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui
program khusus yakni pengampunan pajak (tax amnesty).
Peluang dan Tantangan Implementasi Tax Amnesty di Indonesia
Ada beberapa langkah yang ditempuh pemerintah
Indonesia khususnya kementrian keuangan guna meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain
melaksanakan program Sensus Pajak Nasional. Selain itu
melakukan penyempurnaan peraturan untuk menangani
penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak
final.
Langkah lainnya adalah pembenahan internal aparatur dan
sistem perpajakan. Demikian juga akan dilakukan kenaikan tarif
cukai tembakau mulai tahun 2015 yang rata-rata sebesar 12,2
persen. Upaya berikutnya adalah akan dilakukan peningkatan
akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor
serta peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang.
Termasuk penyempurnaan implementasi Indonesia National
Single Windows (INSW) serta pengembangan otomatisasi
pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.
Selain itu salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam
sistem perpajakan yang berguna meningkatkan penerimaan pajak
tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun
persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia
usaha dan para pekerja adalah melalui program tax amnesty.
Salah satu tujuan pengampunan pajak ini diharapkan dapat
mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang selalu
dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus
selalu dihindari, berubah menjadi hubungan yang lebih “friendly.”
Pada dasarnya inovasi atau upaya ini dapat diterapkan di
Indonesia.
Keunggulan yang diharapkan bila kebijakan tax amnesty
diimplementasikan yaitu akan dapat mendorong masuknya
dana-dana dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat
digunakan sebagai pendorong investasi yang pada gilirannya
bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional.
Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan
pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja
setoran pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi
lainnya. Para pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan
melakukan penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila
diberlakukan pengampunan pajak bersyarat. Contohnya
pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak harus transparan
terhadap aset-aset dan penghasilan mereka. Hal ini guna
menghindari kekeliruan yang sama tahun 1984 tidak terulang
kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat dan
minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.
Analisis SWOT Implementasi Tax Amnesty
Bila digunakan analisis SWOT, terutama dilihat dari sisi
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan implementasi
penerapan Tax Amnesty, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Strength (Kekuatan)
1. Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat
ini sudah memadai yang dapat mendukung diberlakukannya
penerapan tax amnesty. Demikian juga infrastruktur pendukung
lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah sebesar
32.000 orang, sehingga bila wajib pajak saat ini berjumlah 20
juta orang berarti rationya adalah 1 : 625. Walaupun ke
depan sangat perlu untuk ditambah lagi mengingat wajib
pajak setiap tahunnya mempunyai tren meningkat.
2. Bila kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan
maka akan menciptakan kerelaan masyarakat untuk
mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan
kewajiban perpajakannya seperti yang dilakukan pemerintah
sebelumnya dengan sunset policy maupun pemebebasan pajak
fiskal bagi warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke
3. Dengan diadakannya sensus pajak tahun 2015 maka dapat
diketahui gambaran mengenai kondisi wajib pajak, potensi
maupun karakteristik wajib pajak yang dapat meberikan masukan
bagi pengambil keputusan guna menentukan ya atau tidak
implementasi tax amnesty dilakukan.
4. Telah disahkannya UU No. 11 Tahun 2016 tentang tax
amnesty
Opportunity (Peluang)
1. Program ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana
masuk ke Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar
negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir di
luar negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila
pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak.
2. Sejumlah negara telah sukses memberlakukan tax amnesty,
salah satu diantaranya adalah Afrika Selatan, Korea Selatan
dan India;
3.Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih tinggi
merupakan salah satu peluang untuk mewujudkan tujuan akhir
guna mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak;
4. Kondisi ekonomi Indonesia selama ini yang selalu
membaik memberikan kesempatan untuk dapat diterapkannnya
kebijakan tax amnesty;
5. Tax amnesty dapat berpengaruh positif bagi pasar uang
pada Bursa Efek Indonesia. Bila kebijakan ini diterapkan maka
mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena
perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas
permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah
perpajakan merupakan salah satu faktor yang dianggap
memberatkan bagi calon emiten untuk mengubah status
6. Bila program tax amnesty berhasil diimplementasikan maka
pemerintah mempunyai beberapa keuntungan antara lain
pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan
pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan
diimplementasikan tax amnesty maka asset recoverynya lebih
mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil asset
koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah
kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset
atau pengembalian asset korupsi. Selama ini persentase
asset recovery masih relatif kecil. Persentase asset
recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax amnesty.
Treat (Tantangan )
1. Salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah adalah
antara lain terus dikembangkan hubungan kerja sama
internasional baik dengan institusi negara-negara lain
maupun lembaga keuangan internasional untuk dapat saling
tukar menukar data dan informasi perpajakan.
2. Beberapa peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti
”Kasus Gayus” berakibat pada penggiringan opini wajib pajak untuk memboikot pembayaran pajak dengan melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance).
3. Banyaknya permasalahan yang timbul terkait
pengampunan pajak sehingga aturannyapun menjadi semakin
kompleks oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang
tidak menimbulkan persepsi yang berbeda serta berbagai
kepentingan.
4. Saat ini Indonesia masih memiliki permasalahan lain
Tax ratio Indonesia sampai saat ini masih rendah berkisar 13
persen bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga,
sehingga kebijakan tax amnesty adalah salah satu upaya
alternatif guna meningkatkan minat pembayaran pajak di
kalangan masyarakat.
Polemik dibalik pembahasan RUU No. 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty
Ketua Yayasan Satu Keadilan (YSK) Sugeng bersama
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) berencana
mengajukan gugatan atas Undang-Undang Pengampunan Pajak
atau Tax Amnesty (TA). Pengajuan judicial riview atau uji materi ke
Mahkamah Konstitusi akan dilayangkan saat UU TA berlaku
mengikat. Sugeng mengatakan pihaknya memiliki 21 alasan untuk
menggugat Undang-undang yang baru disahkan pada 28 Juli 2016
tersebut. Menurut dia, Undang-undang Tax Amnesty patut digugat
lantaran:
1. Merupakan praktek legal pencucian uang.
2. Merupakan karpet merah bagi pengemplang pajak
3. Merupakan prioritas terhadap penjahat kerah putih
4. Memberikan diskon habis-habisan terhadap pengemplang
pajak
5. Menggagalkan program whistleblower
6. Menabrak prinsip keterbukaan informasi
7. Dimanfaatkan oleh penjahat perpajakan
8. Tidak akan efektif seperti pengampunan pajak yang berlaku
pada 1964 dan 1986
9. Menghilangkan potensi penerimaan negara
10. Merupakan penghianatan terhadap warga miskin
11. Mengajarkan rakyat untuk tidak taat pajak
13. Pajak bersifat memaksa
14. Aneh bin ajaib karena hanya berlaku satu tahun
15. Pengesahan UU Tax Amnesty memposisikan Presiden dan
DPR sebagai pelanggar konstitusi
16. Menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum
17. Mengintervensi San menghancurkan proses penegakan hukum
18. Cermin kelemahan pemerintah terhadap pengemplang pajak
19. Melumpuhkan institusi penegak hukum
20. Diduga sebagai pesanan pengemplang pajak karena
memberikan hak eksklusif bagi pengemplang pajak
21. Membuat proses hukum pajak ak yang berjalan menjadi
tertunda.
Disamping itu masyarakat yang mengeluhkan seperti
laporan harta kekayaan yang dimiliki baik rumah, tanah, mobil,
diposito atau lainnya yang terkena pajak 2 % menjadi beban berat
dikarenakan bilamana masyarakat yang punya usaha yang
dianggap lumayan bisa membayarnya, namun bagi masyarakat
yang sehari-hari bekerja dengan gaji sekitar Rp. 3juta atau lebih
atau usaha dagang kecil-kecilan untuk makan sehari-hari sudah
pas-pasan bagaimana membayar pajak hartanya seperti rumah
dan tanah sudah puluhan tahun dibeli dengan harganya hanya
puluhan juta rupiah, karena perubahan wilayah begitu pesat
sehingga rumah dan tanah tersebut menjadi ratusan juta hingga
milliaran harus membayar 2 % dari harga NJOP Pajak Bumi dan
Bangunan rumah dan tanah tersebut mana mungkin terbayar, ada
juga masyarakat yang tadinya punya rumah dan dibangun sejak
orang tuanya diatas tanah pihak lain dengan istilah sewa tanah
dengan tuan tanah banyak terjadi di Jakarta, rumah tersebut di
kota harga naik ikut nilai NJOP Pajak Bumi dan Bangunan
sedangkan rumah tersebut tidak bisa dimiliki karena tanah bukan
miliknya dan mau membeli tanah pemiliknya tidak tahu dimana
lagi, rumah tersebut tidak bisa di jual,begitu juga bagi pengusaha
yang baru merintis belum ada modal kadang modal boleh hutang
dengan menggadaikan hartanya seperti rumah mobil dan lainnya
PENUTUP
Simpulan
Dari pembahasan di atas ada beberapa hal yang dapat di
simpulkan antara lain sebagai berikut :
1. Tax amnesty dapat diimplementasikan di Indonesia bisa
berhasil apabila semua pihak saling memiliki kepercayaan;
2. Meskipun terdapat polemik dalam pembahasan Undang undang
tax amnesty. Namun terdapat Keunggulan yang diharapkan bila
kebijakan tax amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat
mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam
jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong investasi
yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi
perekonomian nasional dan akan menciptakan kerelaan
masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak
(WP);
3. Disamping Kelebihan terdapat juga salah satu kelemahan Tax
amnesty adalah ketidak adilan pemerintah antara pengusaha
kecil, menengah dan besar. Bila pengusaha besar yang
tunggakan pajaknya besar, cuma diwajibkan membayar 2%,
sedangkan pengusaha kecil yang keuangannya pas-pasan juga
dikenakan 2%.
Saran
Ada beberapa saran yang dapat disampaikan terkait implementasi tax amnesty di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
1. Penerapan Tax Amnesty harusnya dibedakan antara wajib pajak
yang berpenghasilan besar, menengah dan kecil supaya tidak
akan menimbulkan polemik kedepannya;
2. Untuk proses administrasi pengajuan tax amnesty jangan terlalu
panjang dan menyusahkan buatlah sesimpel mungkin supaya
masyarakat dapat mengisi SPT dengan lancar;
3. Pemberian kebijakan pengampunan pajak semestinya tidak
hanya menghapus hak tagih atas wajib pajak (WP) tetapi yang
lebih penting lagi adalah memperbaiki kepatuhan WP, sehingga
pada jangka panjang dapat meningkatkan penerimaan pajak. 5. Implementasi Tax Amnesty dapat diterapkan bila
syarat-syarat keterbukaan dan akses informasi terhadap masyarakat
terpenuhi oleh karena itu apabila tax amnesty akan diterapkan
harus menggunakan tax amnesty bersyarat.
6. Tax amnesty dapat diterapkan terutama pada bidang-bidang atau
sektor- sektor industri tertentu saja yang dapat memberikan
pengaruh terhadap peningkatan tax ratio dengan syarat
Daftar Pustaka
Agung, Mulyo, Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia, Penerbit
Dinamika Ilmu, Jakarta, 2007
Brotodihardjo R. Santoso, Pengantar Hukum Pajak, Refika Aditama,
Bandung, 1998
Enste, H. Dominik & Schendik, Frederick, Shadow Economies: Size, Causes and Consequences, Journal of Economic Literature, Vol. XXXVIII March 2000, pp 77-114
Forum Diskusi Ilmiah Perpajakan, berjudul Amnesti Pajak Perlu Prasarat Tax Reform,
(http://groups.yahoo.com/group/forum- pajak/message/10744)
Ilyas, B. Wirawan, Suhartono Rudy, Panduan Komprehensif dan Praktis
Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2007
Kotler, Philip dan Keller L. Kevin, Metodologi Penelitian:Aplikasi
DalamPemasaran, Indeks, Jakarta, 2006
Muhammad, Suwarsono, Manajemen Stratejik: Konsep dan Kasus, Penerbit AMP. YKPN, Yogyakarta 2000
Santoso, Urip & Justina, Setiawan. Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No. 2 Juli 2009
Silitonga, Erwin, Makalah berjudul: Ekonomi bawah Tanah, Pengampunan Pajak dan Referandum, 2006
Slegman, R.A. Edwin, Essays in Taxation, New York, 1925
Subiyantoro, Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, 2004
Sukirno. Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi ke-2, PT. Raja grafindo Persada, Jakarta, 1997
Tambunan, Tulus, Perdagangan Internasional dan Neraca
Pembayaran, Teori dan temuan Empiris, LP3ES, Jakarta, 2000
LAMPIRAN
Tanya Jawab Umum Terkait Pengertian Tax Amnesty
Berikut ini kumpulan FAQ (Frequently Asked Question) Terkait Pengertian Tax Amnesty, Subjek Tax Amnesty dan Objek Tax Amnesty.
1. Apa yang dimaksud dengan Tax Amnesty / Pengampunan Pajak?
Jawaban:
Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dasar hukum : Pasal 1 angka 1 UU No 11 Tahun 2016
2. Apa yang dimaksud dengan uang tebusan?
Jawaban:
Sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Tax Amnesty / Pengampunan Pajak. Dasar hukum : Pasal 1 angka 7 UU No 11 Tahun 2016
3. Sampai kapan periode penyampaian Surat Pernyataan Pengampunan Pajak ini berlangsung?
Jawaban:
Periode penyampaian Surat Pernyataan Pengampunan Pajak berlangsung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak diundangkan sampai dengan 31 Maret 2017. Dasar hukum : Pasal 4 UU No 11 Tahun 2016
4. Syarat apa saja yang harus dipenuhi Wajib Pajak untuk mengajukan Tax Amnesty / Pengampunan Pajak?
Jawaban:
Syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak apabila hendak mengajukan pengampunan pajak atau tax amnesty adalah sebagai berikut :
 memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
 melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
 melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
 menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
 mencabut permohonan:
o pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
o pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam
Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;
o pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak
benar;
o keberatan;
o pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; o banding;
o gugatan; dan/atau
o peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang
mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
 Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Repatriasi), Wajib Pajak juga harus memenuhi persyaratan yaitu mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama 3 (tiga) tahun:
o sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang
menyampaikan Surat Pernyataan pada periode setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan 31 Desember 2016;
o sebelum 31 Maret 2017 yang menyampaikan Surat
Pernyataan pada periode sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.
Keterangan. Dasar hukum : Pasal 8 ayat (3), (6), dan (7) 5. Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wajib Pajak harus mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun, jangka waktu 3 tahun ini terhitung sejak kapan?
Jawaban:
Jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak Harta dialihkan ke dalam wilayah NKRI. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan melalui cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri, jangka waktu 3 tahun dihitung sejak WP mengalihkan Harta melalui Cabang Bank Persepsi dimaksud. Dasar hukum: Penjelasan Pasal 8 ayat (6)UU No 11 Tahun 2016.
6. Kemana Wajib Pajak dapat menyampaikan surat pernyataan untuk memperoleh Tax Amnesty / Pengampunan Pajak?
Jawaban:
Untuk memperoleh Tax Amnesty / Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri. Dasar hukum : Pasal 10 ayat (1) UU No 11 Tahun 2016
7. Berapa kali surat pernyataan untuk memperoleh Tax Amnesty / pengampunan pajak dapat diajukan?
Jawaban:
8. Apakah boleh mengajukan Tax Amnesty / Pengampunan Pajak kembali dalam periode pengenaan tarif yang sama?
Jawaban:
Boleh, Pengajuan Tax Amnesty / Pengampunan Pajak dapat dilakukan dalam periode pengenaan tarif yang sama asalkan tidak melebihi 3 (kali) dalam periode Pengampunan Pajak (sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017). Dasar hukum : Pasal 10 ayat (7) UU No 11 Tahun 2016
9. Apakah surat pernyataan kedua atau ketiga harus diajukan setelah terbit Surat Keterangan Pengampunan Pajak atas pengajuan pengampunan sebelumnya?
Jawaban:
Tidak, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua atau ketiga sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama atau kedua diterbitkan. Dasar hukum : Pasal 10 ayat (8) UU No 11 Tahun 2016
10. Apakah SPT Tahunan Tahun Pajak 2015 wajib disampaikan sebelum mengajukan permohonan Tax Amnesty / pengampunan pajak?
Jawaban:
Ya, Wajib Pajak harus terlebih dahulu menyampaikan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2015, kecuali: a. Wajib Pajak yang baru memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak pada tahun 2016 dan 2017; atau b. Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015, karena yang wajib disampaikan adalah SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 Dasar hukum : Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 1 angka 12 UU No 11 Tahun 2016
Jawaban:
Tidak, surat pernyataan harus disampaikan langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Dasar hukum: Pasal 10 ayat (1) UU No 11 Tahun 2016
12. Apakah penandatanganan surat pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak boleh diwakilkan?
Jawaban:
Tidak boleh Bagi Wajib Pajak orang pribadi, tetapi boleh bagi Wajib Pajak badan dalam hal pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan berhalangan Dasar hukum Pasal 8 ayat (2) UU No 11 Tahun 2016
13. Apakah penyampaian Surat Pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak boleh diwakilkan?
Jawaban:
Penyampaian Surat Pernyataan boleh diwakilkan dengan membawa surat penunjukan
14. Dalam hal penandatangan surat pernyataan dilakukan oleh kuasa Wajib Pajak Badan, haruskah dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan?
Jawaban: