• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Re

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Re"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MANDIRI

PENGARUH KONSENTRAT TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI SAPI PO DAN SIMPO

Oleh:

Zunaizah Qudwatunnisa, S.K.H

13/358721/KH/7940

KOASISTENSI REPRODUKSI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH MANDIRI KOASISTENSI REPRODUKSI

Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Reproduksi Sapi PO dan Simpo

Oleh:

Zunaizah Qudwatunnisa, S.K.H.

13/358721/KH/7940

Makalah mandiri ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Koasistensi Reproduksi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

Yogyakarta, 22 Oktober 2013

Dosen Pembimbing/ Penguji

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mandiri ini dengan judul Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Reproduksi Sapi PO dan Simpo. Makalah ini diajukan dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan koasistensi reproduksi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. drh. Erif Maha Nugraha Setyawan, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberi arahan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

2. Teman-teman kelompok Koasistensi A.13.4

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan baik dalam isi, penulisan, maupun struktur bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik. Semoga makalah mandiri ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Yogyakarta, 22 Oktober 2013

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………... iv

DAFTAR GAMBAR ………... v

DAFTAR TABEL ……… vi

I. PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar belakang ……….. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan pakan sapi ……… 3

B. Konsentrat ………. 6

C. Pengaruhnya terhadap reproduksi ……….……. 9

III. PEMBAHASAN ……….… 12

IV. KESIMPULAN ………... 14

DAFTAR PUSTAKA ……… 15

LAMPIRAN ……… 17

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole (PO)………... 2

(5)

Gambar 3. Leguminosa……….. Gambar 4. Ampas singkong………... Gambar 5. Bungkil kopra………... Gambar 6. Kulit kopi………. Gambar 7. Dedak padi………...

7 7 7 7

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Persyaratan mutu konsentrat sapi potong berdasarkan bahan kering,

(6)

Tabel 2. Komposisi bahan untuk formulasi pakan konsentrat……… 6

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

(7)

sebagai penghasil daging (Anonim, 2013). Berdasarkan hasil sensus pertanian bulan Mei lalu, populasi sapi potong, sapi perah dan kerbau di Indonesia menunjukkan penurunan sebanyak 15,5% dari tahun 2011 tercatat 16,7 juta ekor sedangkan pada tahun 2013 tercatat hanya 14,2 juta ekor (Anonim, 2013). Jika hal ini terus terjadi dan tidak ada perbaikan atau upaya untuk meningkatkan produktiftas ternak, maka rencana swasembada daging 2014 (PSDSK 2014) akan gagal, dan mengalami pengunduran waktu lagi.

Penyebab utama dari turunnya jumlah populasi sapi di Indonesia adalah sedikitnya angka kelahiran ternak. Kurang mahirnya peternak dalam melaksanakan manajemen peternakan menjadi salah satu sebab sedikitnya angka kelahiran pedet. Manajemen kesehatan, pakan dan kandang yang tidak sesuai dengan kondisi ideal sapi, akan menurunkan performa ternak, terutama performa reproduksi yang berkaitan dengan angka kelahiran pedet. Hal yang paling mendasar terjadi di hampir seluruh kawasan Indonesia adalah buruknya manajemen pakan, yang mengakibatkan rendahnya nutrisi yang diterima oleh ternak terutama untuk mengoptimalkan reproduksi ternak. Perbaikan produktivitas induk sapi harus segera dilakukan, karena sebanyak 99% penghasil pedet di Indonesia berasal dari peternakan rakyat, dan peternakan rakyat menggantungkan asupan pakan ternak dari alam sekitar bahkan limbah pertanian yang berkualitas rendah (Mariyono dkk., 2004). Hijauan berkualitas rendah serta kurang mampunya peternak untuk mencukupi kebutuhan konsentrat sapi yang berkualitas menjadi masalah klasik di negeri ini.

(8)

konsentrat dan hijauan yang berkualitas tinggi menjadi hal yang sulit untuk dipenuhi oleh peternak lokal. Sapi crossbreed seperti peranakan Simmental (Simpo), peranakan Limousin (Limpo), peranakan Brahman dan Angus (Brangus-PO) terpaksa harus diadaptasikan dengan lingkungan yang memberikan mereka pakan seadanya, tidak sesuai dengan kebutuhan pokok dari sapi crossbreed. Sapi Simental-Peranakan Ongole (Simpo) merupakan sapi hasil backcrossing antara sapi Simental termasuk exotic breed dengan sapi Peranakan Ongole merupakan salah satu sapi potong yang banyak digemukkan oleh peternak Indonesia dengan sistem feedlot (Riyanto, 2009). Sapi lokal (sapi PO) telah adaptif dengan lingkungan di kawasan Indonesia dengan pakan hijauan dan konsentrat yang kualitasnya tidak terlalu tinggi.

Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Gambar 2. Sapi PO-Simmental (Simpo)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan pakan sapi

(9)

kacang tanah. Pakan tambahan berupa konsentrat merupakan salah satu sumber gizi tinggi, mineral dan protein (Nuschati, 2008).

Tabel 1. Persyaratan mutu konsentrat sapi potong berdasarkan bahan kering, sesuai SNI 2009.

Sapi Peranakan Ongole (PO) dengan sapi crossbreed memiliki kebutuhan pakan yang berbeda. Sapi PO memiliki konsumsi pakan yang kurang dari sapi crossbreed, misalnya Simpo. Kebutuhan pakan sapi PO maupun Simpo dihitung secara ringkas dari berat badannya, yaitu hijauan 10% dari berat badan, konsentrat 1-2% dari berat badan. Kebutuhan protein (PK) untuk sapi yang baik adalah >14% serta, total digestible nutrient (TDN) 70%. Ukuran tersebut merupakan standar optimal untuk sapi dapat berproduksi (Nuschati, 2008).

Peternak memiliki berbagai cara untuk memberikan pakan pada sapi yang bertujuan agar sapi mereka gemuk dan berproduksi maksimal. Nugraha (2012) menyatakan bahwa cara penggemukan sapi secara modern dilakukan dengan menggunakan prinsip feedlot, yaitu:

1. Sistem dry lot fattening

(10)

hanya relatif sedikit sehingga efisiensi penggunaan pakan lebih tinggi. Perbandingan hijauan dan konsentrat berkisar antara 40:60 sampai 20:80. Perbandingan ini didasarkan pada bobot bahan kering (BK). Penggemukan sistem ini dilakukan di dalam kandang. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi di dalam kandang. Sistem yang dilakukan adalah pakan harus disediakan sesuai porsi waktu yang tepat. 2. Sistem pasture fattening

Sistem penggemukan pasture fattening, yaitu sapi yang digembalakan di padang penggembalaan sepanjang hari. Dengan sistem ini, ada ternak yang tidak dikandangkan dan ada juga yang dikandangkan setelah malam hari atau pada saat matahari bersinar terik. Padang penggembalaan yang baik adalah padang tersebut ditumbuhi hijauan berupa rumput dan leguminosa. Sementara padang penggembalaan yang hanya ditumbuhi rumput saja berdampak kurang baik bagi laju pertumbuhan sapi. Leguminosa mempunyai kemampuan untuk menangkap nitrogen sehingga tanah dibawahnya menjadi lebih subur dan baik untuk pertumbuhan rumput. Leguminosajuga memiliki kandungan protein yang tinggi.

3. Sistem kombinasi dry lot dan pasture fattening

(11)

lama daripada sistem dry lot fattening, tetapi lebih singkat daripada sistem pasture fattening.

4. Sistem kereman

Sistem ini sebenarnya hampir sama dengan dry lot fattening, yaitu ternak sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat serta sapi dikandangkan selama pemeliharaan. Bedanya, sistem kereman lebih banyak dilakukan oleh peternak tradisional dan pemberian pakannya masih tergantung dengan kondisi. Bila musim hujan, sapi diberi banyak pakan hijauan, tetapi bila musim kering sapi lebih banyak diberi pakan konsentrat.

Gambar 3. Leguminosa

B. Konsentrat

Menurut SNI 3148.2:2009 konsentrat merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

(12)

Gambar 4. Ampas singkong

Gambar 5. Bungkil kopra

Gambar 6. Kulit kopi

Gambar 7. Dedak padi

(13)

GPC tersusun dari 5 % urea, 20 % molases, 30 % bungkil kedelai, 5 % bungkil sawit, polar 39 % dan mineral 1 %.

Daerah yang memiliki lahan kering misalnya di Blora, Grobogan, Gunung Kidul, lebih cenderung memberikan pakan pada ternak yang berkualitas rendah. Apabila musim penghujan, hijauan melimpah sehingga asupan mineral, serat dan vitamin cukup untuk ternak. Lain halnya jika musim kemarau terjadi, hijauan akan sulit ditemukan, sehingga peternak kesulitan untuk memberikan pakan pada ternaknya. Salah satu cara peternak memanfaatkan melimpahnya hijauan ketika musim penghujan adalah dengan pengeringan rumput untuk menyimpannya sebagai persediaan saat tidak ditemui limbah pertanian. Saat hijauan sulit ditemukan, maka konsentrat adalah pilihan selanjutnya sebagai pakan. Konsentrat yang ada di pasaran terlalu mahal untuk dibeli, sehingga sebagian peternak memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan konsentrat buatan (Soeharsono dkk., 2005; Nuschati, 2008). Upaya mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dilakukan dengan berbagai cara, seperti perebusan pada dedak padi, gaplek, onggok, maupun dengan pencincangan pada jerami jagung dan pucuk tebu. Perlakuan fisik dengan penggilingan menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil, berakibat meningkatkan bahan terkonsumsi (Soeharsono, 2005).

C. Pengaruhnya pada reproduksi

(14)

Reproduktivitas ternak yang tinggi merupakan kunci keberhasilan produksi ternak, terutama mengenai jumlah anak yang dapat dilahirkan selama hidup induk. Empat hal yang menjadi kendala reproduksi sapi potong, yaitu lama bunting yang panjang, panjangnya interval dari lahir hingga estrus pertama, tingkat konsepsi yang rendah dan kematian anak sampai umur sapih yang tinggi.

Nuryadi dkk (2011) menyatakan bahwa performa reproduksi dapat dilihat dari service per conception (S/C), calving interval (CI), days open (DO) dan conception rate (CR). Service per conception yang baik adalah 1,6-2,0, calving interval yang ideal adalah 9 bulan bunting ditambah waktu menyusui 3 bulan yaitu 12 bulan, days open yang baik adalah 80-85 hari, dan conception rate 65%. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara perbaikan pakan pada sapi saat menjelang kelahiran dan setelah kelahiran, saat menyusui dan saat akan kawin (Winarti dkk., 2010). Sapi persilangan cenderung memiliki performa reproduksi yang lebih buruk dari pada sapi PO. Faktornya adalah kesalahan manajemen pakan, deteksi estrus yang tidak tepat, perkawinan IB yang tidak tepat dan legeartis, sehingga dapat berdampak pada performa reproduksi secara langsung (Nuryadi dkk., 2011 dan Winarti dkk., 2010).

(15)

yang akan memasuki masa reproduksi membutuhkan bobot badan dan kondisi tubuh yang optimal. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama akan menyebabkan kekurusan dan diikuti tidak aktifnya fungsi ovarium, sebaliknya akan mengalami gangguan reproduksi yaitu kegagalan kebuntingan dan kemajiran bila bobot badan meningkat drastis. Pemberian pakan yang tidak memadai akan berpengaruh pada conception rate yang rendah. Apabila kebutuhan pakan tambahan tidak terpenuhi dengan baik, maka akan terjadi defisiensi mineral dan berdampak pada reproduksi. Kegagalan reproduksi dapat disebabkan karena kurang gizi, defisiensi mineral, teknik inseminasi dan faktor internal ternak itu sendiri (Rasyid dkk., 2009).

(16)

Sapi persilangan memiliki kebutuhan pakan yang lebih tinggi dibanding dengan sapi lokal, misalnya Simpo (Simmental-PO). Performa reproduksi sapi Simpo akan menurun jika cara pemeliharaannya sama dengan pemeliharaan sapi PO. Jika nutrisi tidak terpenuhi, maka sapi crossbreed akan lebih sering mengalami gangguan reproduksi yang diawali dengan silent heat-anestrus, karena bobot tubuh mereka tidak optimal untuk mencapai kemampuannya dalam berovulasi atau beraktivitas luteal. Kurangnya pakan penguat yang mengandung banyak mineral dan energi secara garis besar dapat berdampak negatif pada performa reproduksi baik sapi PO maupun Simpo (Rasyid dkk., 2009).

(17)

III. PEMBAHASAN

Kebutuhan pakan sapi lokal dan crossbreed misalnya PO dan Simpo tidak dapat disamakan secara kuantitas maupun kualitas. Sapi PO cenderung lebih adaptif untuk pakan yang ada di wilayah Indonesia, sedangkan sapi Simpo memiliki kecenderungan pakan yang lebih banyak dan berkualitas tinggi hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan peternak rakyat untuk membeli pakan yang berkualitas tinggi, baik berupa hijauan yang bagus ataupun konsentrat yang bernutrisi tinggi.

(18)

tenang, anestrus, kawin berulang (repeat breeding), kematian embrio dini, absorbsi embrio yang mati oleh dinding uterus, kelahiran anak yang lemah atau kelahiran prematur. Selain pengaruh nutrisi, defisiensi dan ketidakseimbangan mineral juga berpengaruh terhadap kawin berulang, aktivitas ovarium, dan rendahnya efisiensi reproduksi (Bearden, 1980).

Kebutuhan nutrisi yang seimbang sangat penting untuk kelangsungan reproduksi sapi, jika kebutuhan nutrisi pokok seperti energi, protein rendah maka akan terjadi gangguan reproduksi yang berpengaruh pada performa reproduksi. Sapi membutuhkan pakan penguat atau konsentrat apabila jumlah energi dan protein yang diterima kurang. Kebutuhan energi dan protein yang kurang untuk perkembangan reproduksi kurang, maka S/C, CI dan DO akan tinggi (S/C >2,0; CI > 12 bulan, DO > 85 hari) sedangkan CR semakin rendah (CR < 65%) baik pada sapi PO dan Simpo, karena kurangnya kebutuhan energi menyebabkan adanya negative energy balance sehingga menyebabkan nilai kondisi tubuh rendah berdampak pada gangguan reproduksi dan performa reproduksi yang buruk.

IV. KESIMPULAN

(19)

rate akan semakin rendah. Hal itu dapat menurunkan nilai fertilitas sapi potong.

2. Performa reproduksi (S/C, CI, CR, DO) sapi PO dan persilangan dipengaruhi oleh nutrisi pada pakan, deteksi estrus, dan perkawinan IB.

3. Kebutuhan energi dan protein akan berpengaruh langsung terhadap performa reproduksi sapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pakan Konsentrat-Bagian 2: Sapi Potong. Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Anonim. 2013. Sapi Lokal Penuhi 85% Kebutuhan Daging.

http://www.tempo.co/read/news/2013/03/05/090465177/Sapi-Lokal-Penuhi-85-Persen-Kebutuhan-Daging. 18 September 2013.

Anonim. 2013. Hasil Sensus Pertanian 2013 (angka sementara). Badan Pusat Statistik.

(20)

Bearden, H. J. and John W. Fuquay. 1980. Applied Animal Reproduction Reston Publishing Company. Inc. A. Printice Hall Company Reston, Virginia.

Iskandar. 2011. Performa Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jambi. Fakultas Peternakan Universitas Jambi: Jambi.

Nugraha, RI. 2012. Mengenal Manajemen Pakan Sistem Penggemukan Sapi. Nuryadi. Wahjuningsih, S. 2011. Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan

Ongole dan Peranakan Limousin di Kabupaten Malang. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya: Malang.

Nuschati, U. 2008. Teknologi Formulasi Ransum untuk Penggemukan Sapi pada Wilayah Marjinal.

Rasyid, A. Krishna, NH. 2009. Produktivitas Sapi Potong Dara Hasil Persilangan F1 (PO x Limousin dan PO x Simmental) di Peternakan Rakyat. Loka Penelitian Sapi Potong: Pasuruan, Jawa Timur.

Riyanto, J. 2009. Usaha Penggemukan Sistem Feed/of Sapi Simental Berbasis Pakan Jerami Padi Fermentasi (Straw Fermented Block=SFB) dan Suplementasi Konsentrat Pemacu Pertumbuhan (Growth Promoting Concentrate=GPC) Pola Integrated Sustainabality Farming System Berwawasan Zero Waste-LEISA (Low External Input Sustainable

Soeharsono. Supriadi. Hanafi, H. 2005. Pengaruh Pemberian Pakan Konsentrat yang disusun dari Limbah Pertanian Terhadap Produktivitas Ternak Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: Yogyakarta.

(21)

LAMPIRAN

1. Sistem feedlot mana yang baik dilakukan untuk mendapatkan sapi yang baik?

(22)

2. Jelaskan mengenai pemberian pakan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat!

Jawab: Maksudnya adalah pemberian diberikan berdasrkan kondisi iklim setempat. Misalnya daerah Grobogan, Gunung kidul, Blora yang memiliki lahan kering, mereka memanfaatkan melimpahnya hijauan disaat musim hujan sehingga sapi hanya diberikan hijauan. Sedangkan pada musim kemarau karena stok hijauan sangat minim, peternak lebih banyak memberikan konsentrat atau bahkan full konsentrat tanpa hijauan. Konsentrat biasanya juga terbuat dari limbah pertanian.

3. Apa hubungannya negative energy balance (NEB) dengan performa reproduksi?

Jawab: apabila terjadi NEB maka asupan glukosa untuk energi tidak ada, sehingga yang terjadi adalah menurunnya fungsi GnRH sebagai penstimulus anterior pituitary. Jika GnRH terganggu, maka gangguan reproduksipun akan terjadi. Hal itu dapat menebabkan late estrus, calving interval yang tinggi, repeat breeding (menyebabkn S/C tinggi), serta conception rate yang rendah.

4. Penting atau tidak konsentrat untuk sapi?

Gambar

Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole (PO)………………………………………...
Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole (PO)
Tabel 1. Persyaratan mutu konsentrat sapi potong berdasarkan bahan kering,
Gambar 3. Leguminosa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan kasih sayang serta rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan Skripsi dengan judul “Studi Literatur tentang Aktivitas

Ia merupakan satu mekanisma yang digunakan untuk mengukur dan menimbang kata bahasa Arab ( Ibn Jinniy ,1954 : 2). Wazan kata yang dipilih untuk data kajian ini ialah wazan

Hasil penelitian pertama yaitu dosis perendaman rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH) untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan sidat (glass

Teknik pengumpulan data dalam mengungkap kondsi objektif layanan perpustakaan SLB dengan melakukan wawancara dan observasi, kemudian berdasarkan kondisi objektif

Mendengarkan suara-suara di sekitarnya Ingin tahu lebih dalam dengan benda yang dipegangnya (misal: cara membongkar, membanting, dll) Mengamati berbagai.. benda yang

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa rendahnya aktivitas, minat, dan hasil belajar kimia siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Penyampaian