• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Kiat Mencari Jodoh Menurut Ajara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH Kiat Mencari Jodoh Menurut Ajara"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

I.

Pendahuluan

Untuk persoalan jodoh, setiap orang hendaknya bersungguh-sungguh, baik laki-laki maupun perempuan harus proaktif dan selektif. Tidak ada dikotomi bahwa laki-laki harus mencari dan perempuan harus menunggu (ikhtiar), namun tidak keluar dari norma dan syariat.

Agar pernikahan bersemi dengan indah, maka dalam memilih jodoh hendaknya kita sangat mengutamakan ajaran Islam, seperti yang dipesankan Rasulullah SAW. “…lihatlah agamanya maka kalian akan mendapatkan semuanya…“. Dengan memiliki pasangan yang agamanya baik dan benar, maka rumah tangga kita akan menjadi sakinah, mawaddah dan warahmah.

Pertanyaannya, “Jodohku Siapa…?”. Jodoh, memang merupakan misteri kehidupan, karena untuk hal yang satu ini terkadang membuat seseorang sangat bimbang dalam menentukan keputusannya. Jangankan untuk menerima seseorang menjadi pasangan hidupnya kelak, dalam persoalan menerima tawaran ta’aruf saja terkadang masih terlalu banyak ‘kriteria’ yang dipakai. Sampai-sampai kriteria yang dipasangpun sudah tidak memenuhi kriteria syar’i lagi, seperti harus yang ‘smart’, tinggi, putih, cantik, ganteng, kaya, sarjana, dan lainnya.

Tidak salah memang untuk memasang kriteria seperti itu, hanya saja menurut beliau hendaknya kita tidak mempersulit diri untuk persoalan ini. Persoalan fisik adalah titipan dari Allah SWT, kita tidak pesan sama Allah waktu mau dilahirkan! biar hitam asal hatinya putih, biar pendek asal akhlaknya tinggi, biar kurang ganteng asal taqwa, biar kurang cantik tapi sholehah.

Insya Allah, tidak akan menyesal bagi yang memilih pasangan hidup berdasarkan agamanya. Jika di dunia ini ada surga, maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia. Rasulullah SAW berkata ‘Baiti Jannati”, Rumahku Surgaku. Kebahagiaan merupakan hal yang relatif.

▸ Baca selengkapnya: cara menghitung nama jodoh menurut islam

(2)

A. Motivasi Dan Jalan Yang Ditempuh

Motivasi utama para remaja mencari calon pasangan hidup pada umumnya karena dorongan libido, sulit bagi nalar mereka bagaimana tanpa dorongan seksual seseorang dapat mencari jodoh, padahal telah banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan bukan karena dorongan seksual, tetapi karena kedewasaan intlektualnya bahkan karena ketinggian spiritualitasnya, sehingga mampu menetralisir emosinya. Ibarat orang mau makan, biasanya nafsu makan itu menjadi pendorong awal, tetapi toh masih bisa diimbangi dengan kesadaran ilmiyah menyangkut nutrisi yang dibutuhkan, sehingga dapat memilih mana makanan yang sehat dan mana yang tidak.

Membangun motivasi ini bukan hal sederhana apalagi bagi ABG. Remaja pada umumnya setelah berkenalan dengan lawan jenis, dan libido telah mendorongnya jatuh cinta, maka semua jalan/alternatif menjadi buntu, dunia menjadi sempit, tidak ada lagi yang namanya kedewasaan berfikir dan kesadaran agama. Oleh karena itu peran orang tua dan pendidikan sangatlah menentukan bagi lahirnya kedewasaan dan kesadaran tersebut, sehingga motivasi remaja dalam memilih jodoh dapat dibangun.

Pada umumnya para remaja mendapatkan jalannya sendiri-sendiri, ada yang karena terjadinya pertemuan yang intens (seprofesi), ada yang secara aktif melakukan pendekatan, ada yang melalui perantara, lewat biro jodoh, chating dan lain-lain, bahkan ada yang mencari jodoh melalui dukun.

(3)

B. Kriteria Wanita Shalihah

“Wanita itu dinikahi karena empat hal: pertama karena kecantikannya, kedua karena hartanya, ketiga karena nasabnya dan keempat karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, hidupmu akan bahagia” (HR Bukhari dan Muslim). Urutan ”cantik, harta, nasab (Keturunannya) dan agama” adalah cara bicara Nabi SAW sesuai naluri lawan bicaranya (Al Hadis) yaitu pemuda, sehingga cantik menjadi urutan pertama, padahal urutan dimaksud sebenarnya dibalik, yaitu “ agama, nasab, kedudukan/harta, baru kecantikan”. Bahkan Rasulullah SAW melarang dan mengancam laki-laki yang memilih wanita bukan karena agama:

“Jangan kalian mengawini wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan membuatnya sombong. Dan jangan pula karena hartanya, bisa jadi kekayaannya membuat dia melawan, tetapi kawinilah wanita karena agamanya. Sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lagi pesek namun beragama itu lebih baik.”(HR Ibnu Majah)

Agama yang dimaksud bukan hanya ilmu agama (knowledge) tapi “dzaatuddin”, memiliki kesadaran agama. Pilihan agama berada pada peringkat tertinggi karena pertama; meyakini bahwa perjodohan yang ia alami adalah pilihan Tuhan yag terbaik, sehingga akan berusaha menjaganya, menyelesaikan semua masalah melalui ajaran agama, dan dapat menerima kenyataan hidup dalam rumah tangga dengan modal keyakinan terhadap janji Tuhan sehingga konsekwensinya harus kuat bertawakkal. Kedua; taat kepada suaminya selama pasangannya itu tidak maksiat kepada Allah, ; ketiga; menjaga diri dan harta suaminya, dengan menahan diri belanja sesuatu yang tidak prioritas dan kurang bermanfaat bagi keluarganya. Keempat; berusaha memberikan kasih sayang kepada suami dengan mensyukuri dan merispon positif, apapun yang diberikan kepadanya (mawaddah).

Mencari gadis yang memiliki keempat potensi tersebut bukan hal mudah, sehingga disamping mengenal betul kehidupan keluarganya, juga tidak dapat mengabaikan pendekatan spiritual.

(4)

Wanita beragama mampu menggunakan sifat-sifat keibuannya hanya untuk membimbing anak-anaknya. Sifat keibuan wanita ini didukung oleh dua hal, pertama; wanita itu memiliki rasa cinta lebih besar yang karenanya besar pula pengorbanan demi anak-anaknya, kedua; memiliki kelembutan rasa yang karenanya anak-anak lebih dekat dan dalam kehangatan dekapannya (Quraish Shihab). Dua sifat menonjol itu tidak dapat diganti oleh siapapun dan sangat diperlukan bagi pertumbuhan anak. Tetapi jika dua sifat itu tidak untuk anak-anaknya (keluar dari fitrah), maka efek negatifnya justru akan lebih besar. Seperti rasa cinta wanita terhadap harta, memiliki resistensi tinggi dalam persaingan hidup, atau jika kelembutan rasa yang dimiliki ibu (cerewet) itu untuk suami, maka akan sangat negatif. Ibu cerewet terhadap anak-anaknya sangat positif (Ayah Edi), sedang cerewet terhadap suami menjadi sebaliknya.

Adapun memilih wanita karena keturunan yang baik, keuntungannya antara lain, pertama; ia memiiki genetika yang sangat potensial untuk dibentuk menjadi manusia yang baik, kedua; memiliki sifat-sifat yang telah dibentuk oleh lingkungannya, ketiga; mendapatkan do’a dari nenek moyangnya yang memungkinkan hati menjadi lunak untuk mendapat bimbingan agama dan kebanaran.

Memilih wanita karena kedudukan atau kekayaan pada umumnya, Pertama, kedudukan dan kekayaan (yang wajar) itu berkaitan dengan kecerdasan, pengetahuan dan ketrampilan, Kedua, Kedudukan juga berkitan dengan etika, menjaga adat istiadat dan tata pergaulan alias berbudaya.

Sedang memilih wanita karena kecantikannya tidak ada kelebihan kecuali kecantikan itu sendiri.

C. Kriteria Laki-laki yang Bertanggung Jawab

Pada dasarnya kriteria pertama laki-laki yang baik adalah sama dengan kriteria wanita yaitu agama, keturunan, kedudukan dan ketampanan. Hanya saja agama bagi laki- laki, adalah :

a. Untuk menjaga benih dalam dirinya, tidak dicemari dengan maksiat-maksiat.

(5)

Kriteria kedua bagi laki-laki adalah memiliki “Qawwam” kemandirian atau tanggung jawab yang didukung oleh dua hal. Pertama; punya kelebihan diantara laki-laki lain dalam hal tertentu, yang secara subjektif-eksklusif menjadi magnit yang mengikat pasangannya. Kedua; punya harta yang dibelanjakan untuk keluarganya (An Nisa’: 34)

Adapun nasab itu penting bagi laki-laki, karena posisinya sebagai pembawa bibit, sehingga laki-laki diibaratkan sebagai petani yang memilih ladang subur, mengolah sekaligus membawa dan menjaga bibit yang dimiliki.

(6)

II. Memaksimalkan Menjemput Jodoh

Seorang muslim tidak baik hanya berpangku tangan dalam menghadapi ketentuan Allah termasuk mencari jodoh. Dalam hal ini akan sedikit dipaparkan langkah-langkah sekiranya bias kita lakukan dalam penantian seorang pendamping hidup sebagai ikhtiar kita selaku manusia dalam menjemput jodoh. Ada dua cara uantuk berusaha :

A. Ikhtiar Batin

1. Menjaga Kesucian dan Memperbaiki diri

Setiap orang tentu sangat mendambakan memiliki pasangan hidup yang baik, yang bisa menjaga kesucian dirinya, memiliki pengetahuan agama yang baik dan benar serta memiliki tujuan hidup yang mulia yaitu hanya mencari ridho Allah semata. Pasangan hidup yang demikian sudah tentu menjadi pasangan yang baik, yang mau diajak susah dan senang dalam mengarungi bahtera rumah tangga demi mencari ridho Allah semata

wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).

2. Rajin berdoa

Sebagaimana yan telah kita ketahui bersama bahwa manusia itu adalah makhluk yang sangat lemah, tiada daya kekuatan yang dimilikinya, kecuali atas izin dan pertolongan Allah. Sementara itu, kita juga mengerti bahwa jodoh itu ditangan Allah dan bukan ditangan salah seorang makhluknya. Untuk itu siapa saja yang menginginkan jodohnya segera datang sangat dianjurkan banyak berdoa kepada Allah. dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

3. Memperbanyak ibadah Sunnah

(7)

lewat lesan Nabinya yaotu melakukan istikhoroh memohon kepadaNya, agar diberikan yang terbaik diantara pilihan yang ada atau kalau semuanya buruk agar diganti yang lebih baik

Agar jodoh kita semakin cepat datang, kita juga perlu mendekati Allah dengan ekstra dekat. Caranya tidak hanya mengandalkan ibadah wajib, tapi juga dengan menambah ibadah-ibadah sunnah seperti sholat tahajjud, sholat dhuha, shaum, tilawah Al Qur’an, infaq, dan lain-lain. Lakukan ibadah sunnah ini secara rutin setiap hari agar iman kita bertambah dan doa kita semakin dikabulkan Allah Swt.

4. Tawakal

Serahkan segalanya kepada Allah SWT. Tawakal itu harus berkhusnuzhon kepada Allah swt. Pada dasarnya, Allah swt menghendaki kita menikah. Karena menikah merupakan perbuatan baik. Tidak mungkin Allah menjerumuskan kita kepada hal-hal yang tidak baik. Kita sudah meniatkan untuk itu dan merasa sudah tawakal kepada Allah swt. Tapi ternyata, kita lebih sering tidak khusnuzhon kepada Allah SWT. Padahal Allah selalu menginginkan segala kebaikan kepada kita. Hanya kita tidak menyikapi kebaikan Allah itu dengan baik.

5. Sabar

Tidak semua orang mendapatnkan jodoh secara cepat, tapi ada yang lambat, bahkan didunia didunia boleh jadi dia belom dipertemukan dengan jodohnya dan insya Allah akan di pertemukan saat di akhirat kelak. Dalam menghadapi kenyataan ini kita harus bersabar. Jangan keluar dari sikap sabar dengan mengambil jalan pintas yang dilarang orah agama seperti menggunan aji pelet, menikah dengan orang kafir dan lain sebagainya.

B. Ikhtiar Lahir

1. Tampil menarik

Allah telah menjadikan dalam diri manusia fitrah yang mencintai akan keindahan. Maka sesuatu yang indah akan mampu menyentuh fitrah manusia ini, sehingga dirinya akan menjadi tertarik terhadanya. Dengan demikian berpenampilan menarik adalah akan lebih disukai oleh kebanyakan orang. Sesungguhnya Allah menyukai hambanya selalu berpenampilan menarik sebagai salah satu bentuk mensyukuri nikmat yang diberikanNya

2. Menyatakan hasrat secara langsung

(8)

masih asing dalam budaya Indonesia. Namun cara ini sebenarnya Islami, karena pernah dilakukan Khadijah ra kepada Nabi Muhammad SAW. Khadijah ra yang lebih dahulu menyatakan hasratnya kepada Nabi melalui perantaranya.

Tsabit al Bunnani berkata, “Aku berada disisi Anas, dan disebelahnya ada anak perempuannya. Anas berkata, seorang wanita datang kepada Rosulullah SAW. menawarkan dirinya seraya berkata, “wahai Rosulullah apakah engkau berhasrat kepadaku? “ (dan didalam satu riwayat yang lain wanita itu berkata, wahai Rosulullah aku datang hendak memberikan diriku kepadamu) maka putri Anas berkata, betapa sedikitnya perasaan malunya, Anas berkata dia lebih baik dari padamu dia menginginkan Nabi lalu menawarkan dirinya kepada beliau” (HR : Bukhori).

3. Memiliki kriteria yang tidak muluk

Mengapa jodoh sulit datang kepada kita? Salah satunya mungkin disebabkan karena kriteria jodoh kita terlalu muluk. Kita ingin jodoh yang mapan, ganteng/cantik, berpangkat, keturunan baik-baik dan beriman. Keinginan semacam itu sah-sah saja, tapi jika hal tersebut dijadikan syarat untuk jodoh kita maka kita telah mempersulit diri sendiri.

Itulah sebabnya Rasulullah mengatakan jika kita tidak dapat memperoleh semuanya, maka pilihlah yang agamanya paling baik. Hal itu berarti mungkin saja jodoh kita orang yang miskin, tidak berpangkat, bukan keturunan orang baik, akan tetapi kita perlu menerimanya asalkan memiliki agama/akhlaq yang baik. Jangan kita menginginkan kesempurnaan dari orang lain, sedangkan diri kita tidaklah sempurna.

4. Memperluas pergaulan

Cara lain agar cepat mendapatkan jodoh adalah memperluas pergaulan. Dengan pergaulan yang luas kita juga lebih banyak mendapatkan pilihan. Seringkali jodoh itu datang bukan dari perkenalan langsung, tapi dari kenalan teman kita. Itulah gunanya pergaulan yang luas. Ibarat seorang nelayan yang menebarkan jaringan yang luas untuk mendapatkan ikan yang lebih banyak.

5. Meminta bantuan orang lain

(9)

malu-malu juga untuk mengulangi permintaan kita secara rutin agar orang tersebut ingat bahwa kita meminta bantuan kepadanya.

III. Mengenal Ta’aruf

Secara bahasa ta’aruf bisa bermakna ‘berkenalan’ atau ‘saling mengenal’. Asalnya berasal dari akar kata ta’aarafa. Seperti ini sudah ada dalam Al-Qur’an. Simak saja firman Allah (yang artinya),: “Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (ta’arofu) …” (QS. Al Hujurat: 13).

Kata li ta’aarafuu dalam ayat ini mengandug makna bahwa, aslinya tujuan dari semua ciptaan Allah itu adalah agar kita semua saling mengenalyang satu terhadap yang lain. Sehingga secara umum, ta’aruf bisa berarti saling mengenal. Dengan bahasa yang jelas ta’aruf adalah upaya sebagian orang untuk mengenal sebagian yang lain.

Jadi, kata ta’aruf itu mirip dengan makna ‘berkenalan’ dalam bahasa kita. Setiap kali kita berkenalan dengan seseorang, entah itu tetangga, orang baru atau sesama penumpang dalam sebuah kendaraan umum misalnya, dapat disebut sebagai ta’aruf. Ta’aruf jenis ini dianjurkan dengan siapa saja, terutama sekali dengan sesama muslim untuk mengikat hubungan persaudaraan. Tentu saja ada batasan yang harus diperhatikan kalau perkenalan itu terjadi antara dua orang berlawanan jenis, yaitu pria dengan wanita. Untuk itu umat islam sudah menganjurkan memberlakukan hijab bagi wanita muslimah, yang bukan hanya berarti selembar jilbab dan baju kurung yang menutupi tubuhnya dari pandangan pria yang bukan mahram, tapi juga melindungi pergaulannya dengan lawan jenis yang tidak diizinkan syari’at islam.

(10)

Kemudian dalam makna khusus proses pengenalan sesorang terhadap pria atau wanita yang akan dipilih sebagai pasangan hidup sering juga disebut sebagai ta’aruf. Sebagai istilah ta’aruf tentu saja bebas nilai, sampai ada hal-hal yang memuat aplikasi dari hal-hal yang dianjurkan atau diwajibkan, atau sebaliknya, justru hal-hal yang tidak baik atau dilarang..

Proses Ta'aruf

proses taaruf yang syar’i sehingga menuju pernikahan yang barakah? Yang pertama yaitu tidak boleh menunggu, misalnya jarak antara ta’aruf dengan pernikahan selama satu tahun. Si akhwat diminta menunggu selama satu tahun karena ikhwannya harus bekerja terlebih dahulu atau harus menyelesaikan kuliah dulu. Hal ini jelas menzalimi akhwat kerana harus menunggu, dan juga apa ada jaminan bahawa saat proses menunggu itu tidak ada syaitan yang mengganggu?? Yang kedua adalah tidak boleh malu-malu, jadi kalau memang sudah bersedia untuk menikah sebaiknya segera untuk mengajukan diri untuk bertaaruf. Apabila malu maka akan lambat prosesnya.

Etika selama bertaaruf yaitu jangan terburu-buru menjatuhkan cinta. Misalnya ketika kita mendapatkan satu biodata calon pasangan tanpa mengenal lebih dalam, tiba-tiba sudah yakin dengan pilihan itu. Alangkah baiknya jika mengenal lebih dalam mulai dari kepribadian,fizikal,dan juga latar belakang keluarganya, sehingga nanti tidak seperti membeli kucing dalam sangkar. Akan tetapi tidak terburu-buru dalam menjatuhkan cita itu juga tidak boleh terlalu lama dan bertele-tele. Sebaiknya menanyakan hal yang penting dan to the point. Hal ini juga untuk menghindari godaan setan yang lebih dahsyat lagi.

(11)

Kedua, ta’aruf itu lebih fair. Masa penjajakan diisi dengan saling tukar informasi mengenai diri masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya. Informasi bukan cuma dari si calon langsung, tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya (sahabat, guru ngaji, orang tua si calon). Jadi si calon enggak bisa ngaku-ngaku dirinya baik. Ini berbeda dengan orang pacaran yang biasanya semu dan penuh kepura-puraan. Yang perempuan akan dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan pun jadi sedikit gara-gara takut dibilang rakus). Yang laki-laki biarpun lagi bokek tetap berlagak kaya traktir ini itu (padahal dapet duit dari minjem temen atau hasil ngerengek ke ortu tuh).

Ketiga, dengan ta’aruf kita bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini bisa terjadi karena kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri baik kelebihan maupun kekurangan. Ini kan penghematan waktu yang besar. Coba bandingkan dengan orang pacaran yang sudah lama pacarannya sering tetap merasa belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?

Keempat, melalui ta’aruf kita boleh mengajukan kriteria calon yang kita inginkan. Kalau ada hal-hal yang cocok Alhamdulillah tapi kalau ada yang kurang sreg bisa dipertimbangan dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan akhir pun tetap berdasarkan dialog dengan Allah melalui sholat istikharah. Berbeda dengan orang yang mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pada pacarnya, misalnya pacarnya suka memukul, suka mabuk, tapi tetap bisa menerima padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta (atau sebenarnya nafsu) terpaksa menerimanya.

Kelima, kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta’aruf ke khitbah (lamaran) dan ke akad nikah tidak terlalu lama. Ini bisa menghindarkan kita dari berbagai macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan “digantung” pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah jelas tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah yaitu menikah.

(12)

Doa bagi laki-laki yang berharap jodoh :

ROBBI HABLII MIILANDUNKA ZAUJATAN THOYYIBAH AKHTUBUHA WA ATAZAWWAJ BIHA WATAKUNA SHOIHIBATAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH, artinya : Ya Robb berikanlah kepadaku istri yang terbaik dari sisi-Mu, istri yang aku lamar dan nikahi dan istri yang menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat.

Doa bagi wanita yang berharap jodoh :

ROBBI HABLII MIN LADUNKA ZAUJAN THOYYIBAN WAYAKUUNA SHOHIBAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH, artinya : Ya Robb berikanlah kepadaku suami yang terbaik dari sisi-Mu, suami yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia & akhirat.

(13)

Kesimpulan

Ta’aruf adalah Proses saling mengenal antara seseorang dengan orang lain. Dengan maksud untuk bisa saling mengerti dan memahami. Sedangkan dalam Konteks Pernikahan, maka ta’aruf di maknai sebagai “Aktivitas saling mengenal, mengerti dan memahami untuk tujuan meminang atau menikahi”.

Dalam uraian di atas, sudah diterangkan bahwa Islam tidak mengenal adanya budaya pacaran, melainkan ta’aruf sebagai upaya pengenalannya. Ta’aruf di sini artinya luas, bukan hanya untuk mengenal calon suami atau istri, tetapi juga bisa dijadikan sarana pendekatan dalam hal berbisnis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang kemudian berujung ke pernikahan.

Berta'aruf pun memiliki etika dan aturannya dalam islam, sehingga tidak disalah artikan ta'aruf menjadi pacaran. Penjabarannya telah disebutkan di atas, bahwa seorang laki-laki dalam menjalani proses ta’aruf tidak dibenarkan hanya berdua dengan calon istrinya, melainkan harus ada yang menemani mereka, paling utama adalah wali (keluarganya).

Saran

(14)

Daftar Pustaka

http://beritaactual.wordpress.com/2012/12/08/mencari-jodoh/

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=14

http://eduside.blogspot.com/2014/02/kiat-cara-mencari-jodoh-menurut-ajaran-islam.html#sthash.NKRSXSfs.dpuf

http://eduside.blogspot.com/2013/07/perbedaan-pengertian-taaruf-dengan.html

http://www.eramuslim.com

http://lenterakecil.com/bila-jodoh-tak-kunjung-tiba/

Referensi

Dokumen terkait