• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paper Politik Dan Demokrasi pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Paper Politik Dan Demokrasi pdf"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

POLITIK DAN DEMOKRASI

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Tingkat Pemilihan Nasional dan Daerah yang di bina oleh Bapak Mochamad Rozikin.Drs,MAP

Oleh:

Mega Fataya 125030100111087

Arina Dinal Khaq 125030100111068

Yunita Rahmawati 125030100111070 Wulan Fitriawati 125030107111105

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2015

(2)

1. Perkembangan Ilmu Politik

Ilmu politik lahir pada abad ke-19 dan dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memilki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas. Pada abad tersebut, ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini ilmu-ilmu tersebut saling mepengaruhi antara satu dengan yang lain. Selain itu, ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik. Hal tersebut kemudian ilmu politik sendiri sering dinamakan sebagai ilmu sosial yang tertua di dunia.

Pada taraf perkembangan seperti demikian itulah kemudian, ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat. Seperti hal nya di Yunani Kuno, pemikiran mengenai sejarah sudah dimulai pada tahun 459 S.M, hal tersebut terbukti dalam karya-karya ahli sejarah Herodotus, atau filsuf-filsuf seperti Plato, Aristoteles, dan sebagainya. di Asia ada beberapa pusat kebudayaan, antara lain India dan China yang telah mewariskan berbagai tulisan politik yang bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul antara lain dalam kesusastraan Dharmasastra dan Arthasastra yang berasal dari masa kira-kira pada tahun 500 S.M. Diantara filsuf China yang terkenal ialah Confucius (± 350 S.M) dan mazhab Legalist, seperti Shang Yang (± 350 S.M).

(3)

pengaruh dari ilmu hukum, filsafat, dan sejarah sampai Perang Dunia II masih tetap terasa.

Perkembangan yang berbeda terdapat di Amerika Serikat. Dimana hal tersebut bermula dari adanya tekanan yuridis seperti yang terdapat di Eropa yang sangat menginginkan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis itu, dan lebih mendasarkan diri pada kumpulan data empiris. Pada perkembangan yang bertepatan dengan perkembangan sosiologi dan psikologis, sehingga kedua cabang ilmu sosial ini banyak mempengaruhi metodologi dan terminologi ilmu politik pada tahun 1858. Kejadian di Amerika tersebut dianggap sebagai pengakuan pertama terhadap ilmu politik sebagai ilmu tersendiri. Perkembangan selanjutnya berjalan secara cepat, yang dapat dilihat juga dari didirikannya American Politic Science Assosiation (APSA) pada tahun 1904.

Sesudah Perang Dunia II perkembangan ilmu politik semakin pesat lagi. Dinegeri Belanda, dimana sampai saat itu penelitian mengenai politik negara dimonopli oleh fakultas hukum, didirikan Faculteit Sociale en Politieke Wetenschappen (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) pada tahun 1947 (sekarang namanya Faculteit der Sociale Wetenschappen– Fakultas Ilmu Sosial) yang berada di Amesterdam. Seperti pulan di Indonesia yang terdapat fakultas-fakultas serupa, yang dinamakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) seperti di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Disini ilmu politik menjadi jurusan tersendiri akan tetapi karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada awal perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh secara kuat oleh ilmu tersebut. Namun demikian, dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang baru berangsur-angsur mulai dikenal, dan sudah diterima baik oleh masyarakat.

(4)

Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminology dan metodologi dalam ilmu politik, UNESCO pada tahun 1948 menyelenggarakan suatu survei mengenai kedudukan ilmu politik di kira-kira 30 negara. Proyek ini yang di pimpin oleh W.Ebenstain dari Princeton University Amerika Serikat, kemudian dibahas oleh beberapa ahli dalam suatu pertemuan di Paris dan menghasilkan buku Contemporary Political Science (1948).Sebagai tindak lanjutnya UNESCO bersama International Political Science Assosiation (IPSA) yang didirikan pada tahun 1949, menyelenggarakan suatu penilitian mendalam yang mencakup kira-kira sepulu negara, di antaranya negara-negara Barat besar, disamping India, Mexico, dan Polandia. Pada tahun 1952 laporan-laporan ini dibahas dalam suatu konferensi di Cambridge, Inggris, dan hasilnya disusun oleh W.A. Robson dari London School of Economics and Political Sciences dalam buku The University Teaching of Social Sciences: Political Sciences. Buku ini merupakan bagian dari suatu rangkaian penerbitan UNESCO mengenai pengajaran beberapa ilmu sosial (termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini merupakan usaha Internasional untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempersatukan beberapa pandangan yang berbeda-beda.

Selanjutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan dari antropologi, psikologi, ekonomi, dan sosiologi, dan dengan demikian ilmu politik telah dapat meningkatkan mutu dengan banyak mengambil model dari cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Hal ini telah banyak mengubah wajah ilmu politik. Berkat berbagai usaha tersebut diatas, ilmu politik telah menjadi ilmu politik terpandang yang perlu dipelajari untuk mengerti kehidupan politik.

2. Definisi Ilmu Politik

(5)

hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Namun demikian, pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik daripada yang dihadapinya. Seperti yang dikemukakan oleh Peter Merkl: “Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah usaha untuk menetukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kea rah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha untuk menggapai the good life ini terdiri dari berbagai macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Utuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan alokasi (allocation) dari sumber daya alam, perlu dimiliki kekuasaan (power) serta wewenang (authority). Kekuasaan ini diperlukan baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses pengambilan keputusan. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa adanya unsur paksaan, kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. Di pihak lain, di negara demokrasi, kegiatan ini memerlukan kerja sama karena kehidupan manusia bersifat kolektif. Dalam rangka ini politik pada dasarnya dapat dilihat sebagai usaha penyelesaian konflik (conflict resolution) atau konsensus (consensus).

(6)

1. Menurut Rid Hague et al; “Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagiamana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.

2. Menurut Andrew Heywood; “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang betujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik kerja sama.

Disamping itu terdapat beberapa definisi-definisi lain yang lebih bersifat pragmatis. Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena ini diperlukan sebagai konsep pokok yang akan dipakai untuk meneropong unsur-unsur lain. Dari uraian diatas dapat kita disimpulkan bahwa konsep-konsep pokok itu adalah:

1. Negara (State)

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memilki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Para sarjana yang menekankan negara sebagai inti dari politik, memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk formalnya. Definisi-definisi ini bersifat tradisional dan agak sempit ruang lingkupnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan institusional (institutional approach).

2. Kekuasaan (Power)

(7)

3. Pengambilan keputusan (Decision making)

Keputusan (decision) adalah hasil dari membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan istilah pengambilan kemputusan (decision making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif mengikat seluruh masyarakat. Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat, serta dapat pula menyangkut kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan itu. Setiap proses membentuk kebijakan umum atau kebijakan pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil keputusan, yaitu memilih beberapa alternatif yang akhirnya ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah. Misalnya jika Indonesia memutuskan untuk memberi prioritas kepada pengembangan pertanian (seperti dalampelita I), maka hal ini merupakan suatu keputusan yang diambil sesudah mempelajari beberapa alternatif lain misalnya memprioritaskan industri.

4. Kebijakan (Policy, Beleid)

Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsinya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanaknnya. Para sarjana menekankan aspek kebijakan umum (public policy, beleid), menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama dan cita-cita bersama yang ingin dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituang dalam kebijakan (policies) oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah pemerintah.

5. Pembagian (Distribution) atau alokasi (allocation)

(8)

adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar. Sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang mempunyai harga dan oleh karenanya dianggap baik dan benar, sesuatu yang ingin dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti penilaian (judgement) atau suatu asas seperti misalnya kejujuran, kebebasan berpendapat dan kebebasan mimbar. Nilai juga bersifat konkret (material) seperti rumah, kekayaan, dan sebagainya.

3. Konsep-konsep Politik

Dalam perkembangan konsep ilmu politik terdapat lima pandangan yang meliputinya. Yaitu Pertama, politik dipandang sebagai usaha-usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Pandangan-pandangan dalam ilmu politik tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Pandangan Klasik

Aristoteles mengemukakan bahwa pandangan klasik melihat politik sebagai suatu asosiasi warga negara yang berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan bersama seluruh anggota masyarakat. Ia membedakan urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama (kepentingan publik) dengan urusan-urusan yang menyangkut kepentingan individu atau kelompok masyarakat (swasta). Urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki nilai moral yang lebih tinggi dari pada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan individu atau swasta.

(9)

dan “dengan cara apa sebaiknya” tujuan-tujuan itu dicapai. Dengan kata lain, pandangan klasik lebih menekankan aspek filosofis (idea dan etik) dari pada aspek politik.

Dalam pengertian politik terkandung tujuan dan etik masyarakat yang jelas. Berpolitik ialah membicarakan dan merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan ikut serta dalam upaya mengejar tujuan bersama. Barangkali aspek filosifis ini yang merupakan kelebihan, dan arena itu menjadi ciri khas pandangan klasik. Dalam hal ini aspek-aspek filosofis lebih ditekankan dari pada aspek politik. Oleh karena itu metode kajian yang digunakan bukan empirisme, melainkan metode spekulatif-normatif. 2. Pandangan Kelembagaan

Pandangan ini melihat politik sebagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Max Weber melihat politik merupakan persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antarnegara maupun antar kelompok di dalam suatu Negara. Dalam hal ini, Max Weber merumuskan negara sebagai komunitas manusia yang secara sukses memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dalam wilayah tertentu.

Negara dipandang sebagai sumber utama hak untuk menggunakan paksaan fisik yang sah. Oleh karena itu, politik bagi Weber merupakan persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antar negara maupun antar kelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu struktur administrasi atau organisasi yang kongkret, dan ia membatasi pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan ketaatan.

Berdasarkan pendapat Weber tersebut di atas dapat disimpulkan tiga aspek sebagai ciri negara, yaitu:

a. Berbagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan, peranan, dan lembaga-lembaga yang memiliki tugas yang jelas batasnya, yang bersifat kompleks, formal, dan permanen.

(10)

membuat keputusan yang final dan mengikat seluruh warga negara. Para pejabatnya mempunyai hak untuk menegakkan keputusan itu seperti menjatuhkan hukuman dan menanggalkan hak milik. Dalam hal ini, untuk melaksanakan kewenangan maka negara menggunakan aparatnya seperti polisi, militer, jaksa, hakim, dan petugas lembaga pemasyarakatan.

c. Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut.

Sebelum perang dunia kedua, para sarjana ilmu politik mengidentifikasikan politik sebagai studi mengenai negara. Dalam hal ini, ada berbagai literatur yang berjudul “pengantar ilmu politik” yang diawali dengan pernyataan ilmu politik bermula dan berakhir dengan negara.

Akan tetapi, saat ini para sarjana ilmu politik tidak lagi menggunakan konseptualisasi itu, sebab mereka berpendapat bahwa politik merupakan gejala serba hadir dalam masyarakat apa saja, yang tidak terbatas pada masyarakat negara atau negara modern. Lalu mereka mencari dan merumuskan konsep politik yang sejauh mungkin dapat diterapkan dalam sebanyak mungkin tempat dan waktu. Pandangan Kelembagaan menimbulkan empat kritik, yaitu: Pertama, konsep itu terlalu sempit, ciri-ciri negara yang disebutkan itu berlaku pada masyarakat yang berbentuk negara, khususnya negara-negara industri maju seperti Eropa Barat, dan Amerika Utara. Sebagaimana diketahui ada berbagai masyarakat suku atau masyarakat yang baru merdeka, yang sekalipun belum memenuhi ciri-ciri negara modern akan tetapi sudah malaksanakan proses dan kegiatan politik.

Masyarakat yang disebutkan terakhir ini belum memenuhi ciri-ciri negara modern, hal tersebut disebabkan antara lain :

(11)

b. Tidak memiliki struktur yang memonopoli kewenangan dalam menggunakan paksaan fisik sebab kekuasaan terpencar atau terdistribusi kepada seluruh anggota masyarakat. Sanksi biasanya lebih kepada sanksi moral dan psikologis seperti pengucilan dari pergaulan, sindiran, teguran, dan gossip.

c. Batas wilayah masyarakat belum jelas sebab penduduk cenderung berpindah, termasuk apabila mereka tidak senang kepada pemimpin mereka.

Kedua, di negara-negara industri maju kekuasaan tidak terpusat pada negara melainkan terdistribusikan pada negara-negara bagian, dan kepada berbagai kekuatan politik dalam masyarakat. Ketiga, konseptualisasi di atas terlalu melihat negara dari sudut pandang yuridis-formal sehingga negara cenderung dilihat sebagai gejala yang statis. Keempat, yang melakukan kegiatan bukan lembaga negara (yang tidak memiliki nilai dan kepentingan), tetapi elit yang memegang jabatan tersebut yang ternyata memiliki nilai dan kepentingan sendiri. oleh karena itu, perilaku elit yang memiliki jabatan pada lembaga tersebut yang dipelajari, bukannya lembaganya. Demikian kritik yang diajukan oleh kaum behavioralist.

Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik Amerika Serikat kembali menjadikan negara sebagai fokus kajian. Mereka memandang negara tidak lagi sekadar arena persaingan kepentingan di antara berbagai kepentingan dalam masyarakat, tetapi juga sebagai lembaga yang memiliki otonomi (terlepas dari pengaruh masyarakat), dan memiliki kemampuan (yang melaksanakan kebijakan yang dibuat sendiri). negara dilihat sebagai lembaga yang memiliki kepentingan yang berbeda dari berbagai kepentingan yang bersaing atau bertentang yang ada di dalam masyarakat. Pandangan ini disebut juga statist perspective (perspektif negara).

3. Pandangan Kekuasaan

(12)

politik dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat, kedudukan, dan penggunaan kekuasaan di manapun kekuasaan itu ditemukan. Robson dalam (Surbakti : 1999 : 5), merupakan salah seorang yang mengembangkan pandangan tentang kekuasaan mengatakan bahwa, ilmu politik sebagai ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan. Ilmu politik mempelajari hal ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan dalam masyarakat, yakni sifat, hakikat, dasar, proses-proses, ruang lingkup, dan hasil-hasil kekuasaan.

Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan kekuasaan? Menurut pandangan ini, kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Kekuasaan dilihat sebagai interaksi antara pihak yang dipengaruhi dan mempengaruhi, atau yang satu mempengaruhi dan yang lain mematuhi. Hubungan ini selalu diamati dan dipelajari oleh ilmuwan politik yang mengikuti pandangan ketiga ini. Konsep politik sebagai perjuangan mencari dan mempertahankan kekuasaan juga memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, konseptualisasi tersebut tidak membedakan kekuasaan yang beraspek politik dari kekuasaan yang tidak beraspek politik. Misalnya, kemampuan para kiyai atau pendeta untuk mempengaruhi jamaah agar melaksanakan ajaran agama tidaklah beraspek politik.

(13)

Walaupun harus diakui bahwa konsep kekuasaan politik merupakan salah satu konsep yang tidak terpisahkan dari ilmu politik.

4. Pandangan Fungsionalisme

Fungsionalisme memandang politik sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum. Menyimpang dari pandangan kelembagaan tersebut di atas. Dewasa ini para sarjana politik memandang politik dari kacamata fungsional. Menurut mereka, politik merupakan kegiatan para elit politik dalam membuat dan melaksanakan kebijakan umum. Di antara sarjana politik yang menggunakan pandangan fungsional dalam mempelajri gejala politik ialah David Easton dan Harold Lasswell. David Easton merumuskan politik sebagai the authoritative allocation of values for a society, atau alokasi nilai-nilai secara otoritatif, berdasarkan kewenangan, dan karena itu mengikat untuk suatu masyarakat.

Oleh karena itu, yang digolongkan sebagai perilaku politik berupa setiap kegiatan yang mempengaruhi (mendukung, mengubah, menentang) proses pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Sementara itu, Lasswell menyimpulkan proses politik sebagai masalah who gets what, when, how, atau masalah siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana. “Mendapatkan apa” artinya mendapatkan nilai-nilai, “Kapan” berarti ukuran pengaruh yang digunakan untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan nilai-nilai terbanyak, “Bagaimana” berarti dengan cara apa seseorang mendapatkan nilai-nilai. Kemudian yang menjadi pertanyaan, apa yang dimaksud dengan nilai-nilai sebagai hal-hal yang diinginkan, hal-hal yang dikejar oleh manusia, dengan derajat kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya.

(14)

dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Jadi, kegiatan mempengaruhi pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum berarti mempengaruhi pembagian dan penjatahan nilai-nilai secara otoritatif untuk suatu masyarakat.Kelemahan pandangan fungsionalisme adalah menempatkan pemerintah sebagai sarana dan wasit terhadap persaingan di antara berbagai kekuatan politik untuk mendapatkan nilai-nilai yang terbanyak dari kebijakan umum.

Fungsionalisme mengabaikan kenyataan bahwa pemerintah juga memiliki kepentingan sendiri, baik berupa kepentingan yang melekat pada kepentingan lembaga pemerintah (yang mewakili kepentingan umum), maupun kepentingan para elit yang memegang jabatan (melaksanakan peranan).

Di samping itu, fungsionalisme cenderung melihat nilai-nilai secara instrumental bukan sebagai tujuan seperti yag ditekankan pandangan klasik. Bagi fungsionalisme nilai-nilai sebagai tujuan bersifat sangat relatif karena berbeda dari satu tempat dan waktu ke tempat dan waktu yang lain. Dalam hal ini, politik tidak dapat pernah bersifat netral, bahwa politik secara ideal seharusnya menyangkut kebaikan bersama.

5. Pandangan Konflik

Menurut pandangan ini, kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum tiada lain selain upaya untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai. Dalam memperjuangkan hal itu seringkali terjadi perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan yang bersifat fisik di antara berbagai pihak. Dalam hal ini di antara pihak yang berupaya mendapatkan nilai-nilai, dan pihak yang berupaya keras mempertahankan apa yang selama ini telah mereka dapatkan, antara pihak yang sama-sama berupaya keras untuk mendapatkan nilai-nilai yang sama dan pihak yang sama-sama mempertahankan nilai-nilai yang selama ini mereka kuasai.

(15)

proses politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat dalam setiap proses politik. Akan tetapi, konseptualisasi ini tidak seluruhnya tepat. Hal tersebut disebabkan selain konflik, konsensus, kerja sama, dan integrasi juga terjadi dalam hampir semua proses politik. Perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, dan pertentangan untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai itu justru diselesaikan melalui proses dialog sehingga sampai pada suatu konsensus maupun diselesaikan lewat kesepakatan dalam bentuk keputusan politik yang merupakan pembagian dan penjatahan nilai-nilai.

Oleh karena itu, keputusan politik merupakan upaya menyelesaikan konflik politik. Kelemahan lain dari konseptualisasi ini ialah konflik tidak semua berdimensi politik sebab selain konflik politik terdapat pula konflik pribadi, konflik ekonomi, konflik agama yang tidak selalu diselesaikan melalui proses politik. Apabila konflik-konflik yang disebutkan terakhir ini berkaitan dengan pemerintah atau diselesaikan melalui proses politik maka konflik-konflik yang semula tidak berdimensi politik berkembang menjadi konflik politik. Dari segi metodologi, kelima pandangan ini acapkali dikelompokkan menjadi dua kategori umum, yakni tradisionalme dan behavioralisme. Ilmu politik tradisionalisme memandang gejala politik dari segi normatif, dan menganggap tugas ilmu politik untuk memahami dan memberikan gejala politik, bukan menjelaskan apalagi memperkirakan apa yang akan terjadi. Ilmu politik tradisional melihat politik sebagai perwujudan tujuan masyarakat-negara. Termasuk ilmu politik tradisional dalam hal ini berupa pandangan klasik dan pandangan kelembagaan.

(16)

4. Pendekatan-pendekatan dalam Politik

Didalam ilmu politik terdapat enam macam pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Legal/institusional

Negara menjadi fokus utama dalam pendekatan ini, terutama pada aspek yuridis dan konstitusional. Pada pendekatan ini Negara menjadi fokus utama, terutama konstitusional dan yurisidisnya. Pendekatan Legal/Rasional menjelaskan mengenai sifat dari undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan Tradisional. Pendekatan tradisional mencakup unsur illegal maupun unsur institusional.

Pendekatan Legal/Rasional lebih sering bersifat normatif dengan mengasumsikan norma-norma demokrasi baratserta Negara lebih di tafsirkan sebagai suatu badan dari norma-norma konstitusional yang formal. Pada pertengahan 1930-an para sarjana di amerika serikat mulai mengemukakan suatu pandangan yang lebih melihat politik sebagai proses, dan negara sarana perebutan ktujuanekuasaan antara berbagai kelompok. Serta bagi mereka politik adalah kekuasaan, terutama kekuasaan yang menentukan kebijakan publik.

2. Pendekatan Perilaku

Pendekatan ini muncul dan berkembang di amerika pada tahun 1950-an. Kemunculannya disebabkan oleh sifat deskriptif dari ilmu politikdianggap tidak memuaskan, adanya kekhawatiran bahwa jika ilmu politik tidak akan maju dengan pesat, dan munculnya keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik untuk menerangkan fenomena politik di kalangan pemerintah Amerika. Pendekatan ini tidak menganggap lembaga-lembaga formal sebagai sentral atau actor independen, tetapi sebagai kerangka. Prilaku ini mempelajari prilaku anggota parleman seperti pola pemberian suara rancangan undang-undang. Salah satu ciri khas dari pendekatan prilaku ini adalah pandangan bahwa masyarakat dapat melihat sebagai suatu sistem sosial, dan Negara sebagai sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial.

3. Pendekatan Neo-Marxis

(17)

komunisme dari uni-soviet, di pihat lain tidak setuju dengan kapitalisme. Salah satu kelemahan pada golongan ini adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam keadaan dunia yang banyak berubah. Marx meninggal pada tahun 1883. pemikirannyalah yang yang ditafsirkan menjadi Marxisme.Secara holistik, mereka berpendapat bahwa keseluruhan gejala sosial merupakan gejala kesatuan yang tidak boleh dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tersendiri. Politik adalah perjuangan antar kelompok sosial khususnya kelas sosial. Pandangan ini Setia untuk terlibat dalam perjuangan kelompok sosial atau kelas yang tertindas.

4. Pendekatan Ketergantungan

Bertolak belakang dengan konsep Lenin mengenai imprealisme, mereka beranggapan bahwa imprealisme masih hidup tapi dalam bnetuk lain seprti ekonomi yang didominasi Negara-negara kaya. Pembangunan Negara kurang maju selalu berkaitan dengan kepentingan pihak lain seperti:

1) Negara jajahan dapat menyediakan sumber daya manusia atau sumber daya alam.

2) Negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi Negara maju. Pendekatan ini berpendapat bahwa gejala ini sudah menjadi gejala seluruh dunia. Pendekatan ketergantungan juga memandang akibat dari dominasi ekonomi yang mana dapat dilihat dari membumbungnya hutang dan kesenjangan sosial. 5. Pandangan Pilihan Rasional

Pendekatan ini muncul dan berkembang setelah pertentangan anatara pendekatan-pendekatan sebelumnya. Inti dari politik menurut pendekatan ini adalah individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik. Sebagai mahkluk rasional mereka selalu memiliki tujuan tersendiri. Pelaku rasional ini terutama politisi, birokrat, pemilih, dan aktor ekonomi, pada dasrnya egois dan segalanya tindakannya berdasarkan kecenderungan ini. Dasar dari pendekatan ini adalah : 1) Tindakan manusia adalah instrument agar perilaku manusia dapat dijelaskan

sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan yang sedikit banyak jarak jauh. 2) Para aktor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional mengenai

aksi mana yang akan memaksimalkan keuntungannya.

(18)

6. Pandangan Institusional Baru

Institusionalisme baru melihat institusi Negara sebagi hal yang dapat diperbaiki kearah tujuan tertentu. Pendekatan ini sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis yang melihat politik dari kebijakan public sebagai hasil dari perilaku dari kelompok besar atau massa, dan pemerintahan sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi tergantung dari aktornya. Ada semacam konsensus bahwa inti dari institusi politik adalah rules or the game (Aturan main). Institusi tidak hanya merupakan refleksi dari kekuatan sosial. Institusi seperti pemerintahan, parlemen, parpol, dan birokrasi. Dapat dikatakan suatu institusi adalah organisasi yang tertata melalui pola prilaku yang diatur oleh peraturan.

B. Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos artinya rakyat dan kratein artinya pemerintah. Secara sederhana, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat, dalam hal ini kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Menurut Abraham Lincoln demokrasi secara sederhana berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sedangkan menurut Koentjoro Poerbopranoto demokrasi adalah sebuah sistem dimana rakyat ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemerintahan negara. Dalam pengertian yang lebih kompleks, demokrasi berarti suatu sistem pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dengan tanpa memandang partisipasi mereka dalam kehidupan politik, sementara pengisian jabatan-jabatan publik dilakukan dengan dukungan suara rakyat dan merekan memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

(19)

2. Ciri-ciri Pemerintahan Demokrasi

Sebuah Negara bisa di sebut sebagai Negara demokrasi manakala memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kedaulatan rakyat

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Dalam Negara demokrasi, pemilik kedaulatan adalah rakyat bukan penguasa. Kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Kekuasaan yang dimiluki oleh penguasa berasal dari rakyat.

b. Pemerintahan didasarkan pada persetujuan rakyat

Prinsip ini menghendaki adanya pengawasan rakyat terhadap pemerintahan. Dalam hal ini, penguasa Negara tidak bisadan tidak boleh menjalankan kehidupan Negara berdasarkan kemauannya sendiri.

c. Pemerintahan mayoritas dan perlindungan hak-hak minoritas Prinsip ini menghendaki adanya keadilan dalam keputusan. Keputusan yang sesuai dengan kehendak rakyat. Dalam kenyataan, kehendak rakyat bias berbeda-beda, tidak sama. Dalam hal demikian, berlaku prinsip majority rule . maksudnya keputusan diambil sesuai kehendak mayoritas rakyat. Namun, keputusan tersebut hatus menghormati hak-hak minoritas (minority rights).

d. Jaminan hak-hak asasi manusia

Prinsip ini menghendaki adanya jaminan hak-hak asasi. Jaminan tersebut dinyatakan dalam konstitusi. Jaminan hak asasi itu sekurang-kurangnya meliputi hak-hak dasar. Hak-kah tersebut meliputi: hak mengemukakan pendapat, berekspresi, dan pers bebas; hak beragama; hak hidup, hak berserikat dan berkumpul; hak persamaan perlindungan hokum; hak atas proses peradilan yang bebas. Namun demikian. Di sini berlaku prinsip: hak asasi manusia harus senantiasa dikembangkan (diperbaiki, dipertajam, dan ditambah hak-hak lainnya).

e. Pemilu yang bebas dan adil

(20)

kedaulatan rakyat tidak di selewengkan. Untuk itu diselenggarakanpemilihan umum (pemilu).

f. Persamaan di depan hukum

Prinsip ini menghendaki adaanya persamaan politik. Maksudnya, secara hukum (didepan hukum) setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Jadi, siapa saja memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. Itu berarti tidak boleh ada sikap membeda-bedakan (diskriminasi), entah berdasarkan suku, ras, agama, antargolongan maupun jenis kelamin.

g. Perlindungan hukum

Prinsip ini menghendaki adanya perlindungan hukum warga Negara dari tindakan sewenang-wenang oleh Negara. Misalnya warga Negara tak boleh di tangkap tanpa alasan hukum yang jelas; warga Negara tak boleh dipenjarakan tanpa melalui proses hukum yang terbuka.

h. Pemerintahan di batasi oleh konstitusi

Prinsip ini menghendaki adanya pembatasan kekuasaan pemerintah melalui hokum. Pembatasan itu di tuangkan dalam konstitusi. Selanjutnya konstitusi itu menjadi dasar penyelenggaraan Negara yang harus di patuhi oleh pemerintah. Itulah sebabnya pemerintahan demokrasi sering di sebut “demokrasi konstitusional” dengan demikian, pemerintahan demokrasi dijalankan sesuai prinsip supremasi hukum (rule of law). Itu berarti kebijakan Negara harus didasarkan pada hukum.

i. Penghargaan pada keberagaman

Prinsip ini menghendaki agar tiap-tiap kelompok social-budaya, ekonomi, ataupun politik diakui dan dijamin keberadaannya. Masing-masing kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan Negara.

j. Penghargaan terhadap nilai-nilai demokrasi

(21)

Kemanfaatan berarti demokrasi haruslah mendatangkan manfaat konkret, yaitu perbaikan kehidupan rakyat. kerja sama berarti semua pihak bersedia untuk menyumbangkan kemampuan terbaiknya dalam mewujudkan cita-cita bersama. Kompromi berarti ada komitmen untuk mencari titik temu di antara berbagai macam pandangan dan perbedaan pendapat guna mencari pemecahan untuk kebaiakn bersama.

3. Prinsip Demokrasi

Dalam prinsip negara demokrasi, tidak terdapat dominasi pemerintah yang berlebihan, maksudnya tidak setiap aspek kehidupan dikendalikan secara monopolistik dan terpusat oleh negara. Karena itu warga negara seharusnya terlibat dalam hal tertentu seperti pembuatan keputusan-keputusan politik, baik secara langsung melalui wakil-wakil pilihan mereka. Selain itu, mereka memiliki kebebasan untuk berpartisipasi dan memperoleh informasi serta berkomunikasi. Prinsip-prinsp demokrasi mencakup :

a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik

Keterlibatan warga negara dalam pemerintahan, terutama ditujukan mengandalkan tindakan para pemimpin politik. Dalam hal ini, pemilu menjadi salah satu cara untuk melakukan persiapan. Selain itu, masyarakat pula menyampaikan kritik, mengajukan usul, atau memperjuangkan kepentingan melalui saluran-saluran lain yang demokratis sesuai dengan undang-undang. Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga negara, yaitu teori elitis dan partisipatori.

1. Pendekatan Elitis, menegaskan bahwa demokrasi adalah suatu metode administrasi pembuatan kebijaksanaan umum menuntut adanya kualitas ketanggapan pihak penguasan/kaum elit terhadap pendapat umum. Dalam prakteknya hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan.

2. Pendekatan partisipatori, menegaskan bahwa demokrasi menuntut adanya tingkat keterlibatan yang lebih tinggi, karena itu untuk mendapatkan keuntungan seperti ini kita harus menegakkan kembali demokrasi langsung.

b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu diantara warga negara.

(22)

persamaan yang lebih besar. Pada umumnya tingkat persamaan yang dituju antara lain: persamaan politik, persamaan dimuka hukum, persamaan kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan sosial atau persamaan hak. c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai

oleh para warga negara.

Kebebasan dan kemerdekaan pada awalnya timbul dalam kehidupan politik sebagai reaksi terhadap absolutisme. Kedua hal ini diperlukan untuk memberi kesempatan kepada warga negara agar dapat memperjuangkan kepentingan dan kehendaknya serta melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara. Kebebsan tersebut terutama menyangkut hak-hak kebebasan yang telah tercakup dalam hak asasi manusia (seperti hak politik, ekonomi, kesetaraan di depan hukum dan pemerintahanm ekspresi kebudayaan, dan hak pribadi). Dalam pemahaman yang sangat mendasar hak-hak tersebut harus diakui dan dilindungi oleh negara.

d. Penghormatan terhadap supremasi hukum. Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pihak penguasa maupun oleh rakyat.

Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan atas nama hukum, karena itu pemerintahan harus didasarkan kepada hukum yang berpihak kepada keadilan (Rule Of Low). Segala warga negara berdiri setara di depan hukum tanpa ada kecualinya. Jika hukum dibuat atas nama keadilan dan disusun dengan memperhatikan pendapat rakyat, maka tidak ada alasan untuk mengabaikan apalagi melecehkan hukum dan lembaga hukum. Dengan demikian, keadilan dan ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu syarat mendasar bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis.

4. Asas Demokrasi

Suatu negara dapat disebut sebagai negara demokrasi apabila memiliki dua asas yaitu:

a. Pengakuan Hak Asasi Manusia sebagai penghargaan martabat manusia Pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia diwujudkan dalam

tindakan-tindakan negara/

(23)

demokrasi wajib mencantumkan Hak Asasi Manusia di dalam Undang-Undang Dasar negara tersebut, penyusunan peraturan perundang-undangan wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), negara berkewajiban meratifikasi (mengakui dan mengesahkan) berbagai bentuk instrumen HAM internasional. Di dalam negara demokrasi juga dibentuk lembaga perlindungan HAM yang bertugas melindungi pihak-pihak yang menderita akibat pelanggaran HAM.

b. Pengakuan partisipasi rakyat pemerintahan

Dalam negara demokrasi pemerintahan yang berkuasa merupakan pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat. Pemerintah yang mengatur negara harus mendapat dukungan dan partisipasi dari rakyat. Apabila pemerintahan yang ada sudah tidak mendapat dukungan/partisipasi dari rakyat, maka pemerintahan itu akan runtuh. Antara rakyat dan pemerintah terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan.Pemerintah hanya menjalankan amanat dan mandat dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan/kekuasaan. Pemerintah berfungsi melindungi rakyat, tanpa ada pemerintah, rakyat tidak bisa hidup dengan teratur, dan mudah dihancurkan bangsa lain sebaliknya pemerintah tanpa dukungan rakyat tidak dapat berbuat apa-apa, program-program pemerintah tidak akan dapat dijalankan dengan baik. 5. Konsep Demokrasi

a. Demokrasi Konstitusional/Demokrasi Parlementer

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa

pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya

dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya

(Miriam Budiarjo,2010:107). Pembatasan kekuasaan tersebut adalah

berdasarkan konstitusi dan terdapat peranan yang menonjol terhadap para anggota parlemen. Berdasarkan UUD 1950 menyatakan bahwa demokrasi

parlementer adalah dimana badan eksekutif yang terdiri atas presiden sebagai

kepala negara konstitusional dan menteri-menterinya mempunyai tanggung

jawab politik. Demokrasi ini sendiri berlangsung dari tahun 1945-1959

(24)

b. Demokrasi Terpimpin

Demokrasi ini memiliki ciri adanya dominasi dari presiden,

terbatasnya peranan partai politik, berkembang pengaruh komunis dan

meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial-politik. Demokrasi ini sendiri

di Indonesia berlangsung dari tahun 1959-1965 (Miriam Budiarjo,2010:129).

c. Demokrasi Pancasila

Demokrasi ini adalah demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia.

Demokrasi ini adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Latar belakang munculnya demokrasi Pancasila adalah adanya berbagai penyimpangan dan persoalan yang dialami oleh bangsa Indonesia pada masa berlakunya demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Demokrasi Pancasila hingga kini tetap digunakan. Akan tetapi, ada beberapa perbedaan antara demokrasi Pancasila Era Orde Baru dan demokrasi Pancasila pada era setelah reformasi. Beberapa perubahannya dapat terlihat dengan adanya pemilihan Umum yang lebih demokratis dan pengaturan hak asasi manusia yang lebih jelas.

6. Perubahan Bentuk Pemerintahan Teokrasi, Autokrasi, Aristokrasi, Ke Demokrasi

a. Perubahan Bentuk Pemerintahan Teokrasi ke Autokrasi

Kata “teokrasi” berasal dari bahasa Yunani theokratia. Theos artinya “tuhan” dan kratein “memerintah”. Teokrasi artinya “pemerintahan oleh tuhan”. Teokratisme didasarkan pada suatu pandangan bahwa segala sesuatu yang ada di atas dunia ini adalah ciptaan Tuhan, termasuk negara, karena negara diciptakan dan dibentuk atas kehendak Tuhan, maka pemimpin-pemimpinnyapun adalah orang-orang yang ditunjuk dan dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu, kekuasaan para raja dan pemimpin negara adalah suci. Pelanggaran terhadap kekuasaan raja dan pemimpin negara berarti pelanggaran terhadap kehendak Tuhan. Dengan demikian, raja dan segenap pemimpin negara hanya bertanggung jawab kepada Tuhan.

(25)

pelaksana pemerintahan yang terlebih dahulu mendapat restu dan legalitas dari gereja. Demikian pula dalam hal pewarisan kekuasaan, gerejalah yang mengesahkan penggantinya. Dengan demikian, gereja menjadi pelaksana kekuasaan di dunia, yang dalam prakteknya diserahkan kepada raja atau para pemimpin dunia.

Seiring dengan perkembangan bentuk pemerintahan ini, rakyat merasa bahwa tidak seharusnya para gerejawan yang memimpin dunia, karena pada hakikatnya pemuka agama tetaplah pemuka agama yang harus mengajarkan nilai-nilai agama kepada masyarakat, sedangkan seharusnya yang memerintah adalah penguasa atau raja, yaitu pihak yang memang diembankan untuk memegang tampuk pemerintahan. Autokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratôr yang secara literal berarti “berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”.

Autokrasi pada hakikatnya merupakan suatu sistem dimana seorang raja atau kaisar merupakan penguasa tunggal yang kadang-kadang dianggap sebagai utusan Tuhan yang tidak boleh dilanggar. Dalam sistem ini kekuasaan itu mutlak yaitu tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun dan seorang pemimpin itu tidak pernah salah. Salah satu contoh pemerintahan yang Autokrasi ini dapat kita lihat pada pemerintahan di Rusia pada abad 18-19. Pada masa itu Rusia dipimpin oleh Tsar (kaisar) yang punya kekuasaan penuh dan tidak ada prinsip check and balance antara pemimpin dan parlemen karena parlemen harus tunduk pada Tsar.

Perkembangan sistem Autokrasi ini lama-kelamaan ditentang oleh berbagai pihak karena sistem ini jauh dari kata keadilan dan berpeluang munculnya Otoriterisme dan diktator yang ditandai dengan Infrastruktur dan fasilitas dikendalikan oleh satu orang, aturan datang dari satu orang, kekuasaan seolah-olah hanya milik raja, tidak boleh menentang raja, kekuasaan tidak terbatas dsb. Oleh karena itu maka munculah sistem Aristokrasi atau bentuk pemerintahan yang dipegang oleh kaum yang paling baik yaitu kaum bangsawan.

b. Perubahan Bentuk Pemerintahan Aristokrasi ke Demokrasi

(26)

orang terpilih. Tetapi kata–kata terbaik disini terkesan samar dengan istilah terbaik dimasa yunani kuno. Penjelasan yang benar bahwa yang terbaik adalah mereka yang memiliki kecakapan yang tinggi, berpendidikan, berpengalaman dan bermoral tinggi. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan atau dipastikan menjadi yang terbaik.

Aristotle membedakan aristokrasi dan oligarchy ( pemerintahan oleh sekelompok kecil ). Dia menegaskan bahwa pemerintahan yang dipimpin oleh sekelompok kecil, dengan dasar kepentingan mereka sendiri; dan telah terjadi, maka dari hal ini, membuktikan bentuk pemerintahan aristokrasi yang dipimpin oleh orang – orang terbaik didalam Negara adalah sesat. Akan tetapi, pada masa modern perbedaan ini sering diabaikan. Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, kesemua bentuk pemerintahan tersebut tidaklah beerlaku lagi, hal itu dikarenakan semakin tingginya tingkat pendidikan membuat masyarakat semakin rasional, sehingga perlu dibentuk sebuah bentuk pemerintahan baru yang mengatasnamakan rakyat, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dimana pemerintahan seperti ini disebut pemerintahan demokrasi.

C. Perkembangan Demokrasi Di Indonesia

Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu:

1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), Masa Demokrasi Konstitusional

Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1949 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat digalangkan untuk menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai. Lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.

(27)

yang berkisar pada satu atau dua partai besar dengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi tidak segan-segan untuk menarik dukungannya sewaktu-waktu sehingga kabinet seringkali jatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri. Dilain pihak partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagai oposisi yang konstruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi. Umumnya kabinet dalam masa pra peralihan umum yang diadakan pada tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan untuk melaksanakan programnya.

Faktor-faktor semacam in, ditambah dengan tidak adnya anggota partai-partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-Undang dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.

2. Masa Republik Indonesia II (1959-1965): Masa Demokrasi Terpimpin.

Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini yang ditentukan oleh UUD. Tindakan menyimpang lainnya yaitu pada tahun 1960 Ir. Soekarno membubarkan DPR hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.

(28)

pula didirikan badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai dengan taktik komunisme Internasional yang menggariskan pembentukan front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan dan dibreidel, serta politik mercusuar dibidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi bertambah suram. G 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya masa demokrasi Pancasila.

3. Masa Republik Indonesia III (1965-1998): Masa Demokrasi Pancasila Landasan formal dari periode ini adalah pancasila, UUD 1945, serta ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD yang telah terjadi dalam masa dmokrasi terpimpin, telah diadakan sejumlah tindakan korektif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan kembali menjadi jabatan elektif setiap lima tahun. Ketetapan MPRS NO. XIX /1966 telah menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislatif dari masa Demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu UU no 19/1964 telah diganti dengan suatu undang-undang baru (No. 14/1970) yang menetapkan kembali ke asas kebebasan badan-badan pengadilan.

Perkembangan lebih lanjut pada masa Republik Indonesia III menunjukkan peranan presiden yang semakin besar. Secara lambat laun tercipta pemusatan kekuasaan ditangan presiden karena Presiden Soeharto telah menjelma sebagai seorang tokoh paling dominan dalam sistem politik Indonesia. Keberhasilan memimpin penumpasan G 30 S/PKI dan kemudian membubarkan PKI dengan menggunakan Surat Perintah 11 maret (Super Semar) memberikan peluang yang besar kepada Jenderal Soeharto untuk tampil sebgai tokoh yang paling berpengaruh di Indonesia. Status ini membuka peluang bagi jenderal Soeharto untuk menjadi presiden berikutnya.

(29)

pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan politik, termasuk yang bertentangan dengan demokrasi. Contohnya yaitu prinsip monoloyolitas PNS, yaitu dengan mewajibkan semua PNS untuk memilih Golkar dalam setiap pemilu sehingga mencegah partai politik lain keluar sebagai pemenang dalam pemilu sehingga Golkar dan Orde baru dapat terus berkuasa. Masa Republik Indonesia III menunjukkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu. Namun nilai-nilai demokrasi tidak diberlakukan karena tidak ada kebebasan memilih bagipara pemilih dan tidak ada kesempatan yang sama bagi ketiga organisasi partai pemilu untuk memenangkan pemilu.

Keberhasilan pemerintahan presiden Soeharto untuk menjadikan Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an dan pembangunan ekonomi pada masa-masa setelah itu ternyata tidak diikuti dengan kemampuan untuk memberantas korupsi. KKN berkembang dengan sangat pesat seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi malah dianggap sebagai peluang untuk melakukan KKN yang dilakukan oleh para anggota keluarga dan kroni para penguasa, baik di pusat maupun di daerah.

Di bidang politik, dominasi presiden Soharto telah membuat presiden menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu institusi/lembaga pun yang dapat menjadi pengawas presiden dan mencegahnya melakukan penyelewengan kekuasaan. Menjelang berakhirnya orde baru, elite politik semakin tidakpeduli dengan dengan aspirasi rakyat dan semakin banyak membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para kroni dan merugikan negara dan rakyat banyak.

(30)

merasa yakin bahwa ia tidak mendapat dukungan yang besar dari rakyat dan orang-orang dekatnya sendiri, sehingga ia kemudian memutuskan untuk mudur sebagai Presiden RI pada tanggal 20 Mei 1998.

4. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang): Masa Reformasi

Tumbangnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman Orde Baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat.

Presiden Habibie dilantuk sebagai presiden untuk menggantikan presiden Soeharto dapat dianggap sebagai presiden yang akan memulai langkah-langkah demokratisasi dalam Orde Reformsi. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintahan Habibie adalah mempersiapkan pemilu dan beberapa langkah penting dalam demokratisasi. UU politik yang meliputi UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD yang baru disahkan pada awal 1999. UU politik ini jauh lebih demokratis dibandingkan dengan UU politik sebelumnya sehingga pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis yang diakui oleh dunia internasional. Selain itu dilakukannya penghapusan dwifungsi ABRI, sehingga fungsi sosial-politik dihapuskan dan fungsi pertahanan menjadi fungsi satu-satunya.

(31)

pertama dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk lembaga legislatif.

Langkah demokratis selanjutnya adalah pemilu untuk memilih kepala daerah secara langsung yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Hal ini berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat tidak langsung karena dipilih oleh DPRD. Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil presiden yang didahului oleh terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD, dan DPRD telah menuntaskan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintahan Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD 1945.

D. Kesimpulan

Politik merupakan salah satu konsep ilmu yang pada dewasa ini menjadi sangat penting untuk dipelajari, karena berdasarkan fenomena yang ada di dalam kehidupan kita politik selalu berdampingan dengan lingkungan kehidupan sekitar kita. Seperti apa yang dikatakan oleh Aristoteles yaitu bahwa politik adalah master of science,yang dapat diartikan secara garis besarnya bahwa politik itu adalah berkaitan dengan apa yang akan dan tidak akan kita lakukan. Maka dari itulah berarti politik selalu berhubungan dengan apa yang akan kita lakukan dalam kehidupan kita. Kemudian disis lain yang tidak kalah penting selain politik adalah demokrasi. Demokrasi adalah salah satu bentuk atau sistem dalam pemrintahan suatu negara yang menekankan pada prinsip partisipatif. Di Indonesia sendiri sudah sejak lama sekali kita membudayakan hidup berdemokrasi. Jika dikaji dari sistem pemerintahan negaranya bentuk demokrasi yang kita anut adalah demokrasi Pancasila,yaitu demokrasi yang berdasarkan pada nilai-nilai pancasila.

(32)
(33)

Daftar Pustaka

Surbakti,Ramlan.2010.Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Data Studi. 2011. Proses Demokrasi Menuju Masyarakat Madani. Melalui https://datastudi.files.wordpress.com/2011/04/proses-demokrasi-menuju-masyarakan-madani.pdf. Diakses pada tanggal 21/02/2015 jam 10:05

Amanah. 2013. Ciri-ciri Pemerintan demokrasi. Melalui https://amanahtp.

wordpress.com/2013/01/31/ciri-ciri-pemerintahan-demokrasi/ Diakses pada tanggal

21/02/2015 jam 10:15

Tauhid, Enda. 2014. Asas Demokrasi. (Online),(http://bloglegendatauhid.blogspot.com/

2014/04/asas-demokrasi.html), diakses pada tanggal 21/02/2015 jam 10:30

Achmadi,Indra.2012. Konsep

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian ini menunjukkan bahwa variabel penyempurnaan produk tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel kepuasan wisatawan karena keinginan

Kurikulum terpadu tidak lagi tertumpu pada penguasaan mata pelajaran saja, tetapi lebih mengarah pada pemecahan masalah dengan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kadar asam lemak jenuh tertinggi yang terdapat pada limbah pengolahan ikan jambal siam adalah asam palmitat yang diduga mendominasi

Sesuai dengan deskripsi data yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diuraikan kemampuan siswa mengidentifikasi karakter tokoh dalam cuplikan novel remaja yang

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini bahwa adanya pengaruh antara self awareness terhadap perilaku disiplin diperkuat dengan pendapat Abdurrohman

Model Unit Proses yang dibangun dikilang adalah dirancang berbeda-beda menyesuaikan minyak mentah yang akan diolah dan jenis produk yang diinginkan.. Design metalurgi peralatan

3. Survei dilakukan pada populasi yang sama namun dengan sampel berbeda untuk mengetahui kecenderungan suatu fenomena dari waktu ke waktu... 4. Survei dilakukan terhadap sampel

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Strategi Produksi