POSISI PENYULUH PERTANIAN DI ERA MASYARAKAT INFORMASI
AGRICULTURAL EXTENSION POSITION IN THE ERA OF
INFORMATION SOCIETY
Kadhung Prayoga1
1Program Magister Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada
Email: kadhungprayoga@gmail.com
ABSTRAK
Transformasi masyarakat Indonesia telah berubah sangat cepat, dari awalnya masyarakat agraris berubah menjadi masyarakat informasi. Hal ini menyebabkan perubahan yang begitu signifikan dalam kehidupan masyarakat. Fenomena hari ini adalah sudah jamak ditemui petani yang memanfaatkan smartphone untuk berselancar di dunia maya. Sedangkan di sisi lain, masih umum ditemui penyuluh yang belum banyak memanfaatkan internet. Maka menarik untuk dikaji bagaimana dan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang penyuluh pertanian di tengah perkembangan masyarakat seperti hari ini. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif dan analisis wacana. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan lewat metode studi pustaka. Dari pembahasan diketahui bahwa informasi telah menjadi salah satu komoditas yang penting bagi petani. Petani tidak lagi memiliki kekhawatiran terhadap biaya yang dikeluarkan untuk mengakses saluran komunikasi, asalkan informasi yang dibutuhkan tersedia. Bahkan bisa dibilang petani sudah tidak lagi membutuhkan penyuluh karena semua informasi telah ada di internet. Sehingga tantangan kegiatan penyuluhan ke depan penyuluh harus satu langkah di depan petani dalam menyediakan informasi. Penyuluh harus reaktif dan responsif jika tidak ingin ditinggalkan oleh petani. Penyuluh harus menjadi seorang gatekeeper yang mampu membantu petani dalam memilah informasi dan memberikan sosialisasi kepada petani terkait bagaimana memanfaatkan internet guna kegiatan usaha taninya.
Kata Kunci: Informasi, Internet, Penyuluh, Petani, Pertanian
ABSTRACT
information and socialization to farmers regarding how to utilize the internet to their farm activities.
Keyword: Information, Internet, Extension Officers, Farmers, Agriculture
1. PENDAHULUAN
Penyuluh pertanian, suatu profesi yang membawa banyak dampak signifikan dalam
pembangunan pertanian di Indonesia. Berkat seorang penyuluh pertanian pula Indonesia
sempat diganjar sebagai negara yang swasembada pangan. Namun, perlu diingat hal itu terjadi
ketika masyarakat Indonesia masih bercorak sebagai masyarakat agraris. Transformasi di
tengah masyarakat Indonesia juga berubah sangat cepat, dari yang awalnya masyarakat agraris
berubah menjadi masyarakat industri dan hari ini telah memasuki era masyarakat informasi.
Masuknya masyarakat ke era informasi juga tidak lepas dari peran intervensi hp dan
internet. Setelah munculnya hp dan internet, perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi menjadi semakin cepat dan menyebabkan perubahan yang begitu signifikan dalam
kehidupan masyarakat saat ini. Severin (2009) menyatakan bahwa teknologi informasi berupa
internet menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis
dibandingkan dengan media massa yang ditawarkan sebelumnya.
Hari ini, masyarakat telah memasuki desa digital yang terhubung tanpa ada batasan
tempat dan waktu. Termasuk di dalamnya petani ayng ada di pedesaan. Fenomena hari ini
adalah sudah jamak ditemui petani yang memanfaatkan smartphone dan memanfaatkan
gawainya untuk berselancar di dunia maya. Tak hanya sekedar chatting, petani juga sudah
memanfaatkan internet guna mencari inforasi pertanian. Mulai dari kegiatan budidaya,
pemupukan, pemanenan, hingga pemasaran suatu komoditi. Selain memberikan informasi,
menurut Atrisiandy (2015) teknologi informasi juga dapat membantu jalannya penyuluhan
pertanian. Karena pada zaman sekarang tidak ada kegiatan yang tidak menggunakan teknologi
walaupun teknologi hanya sekedar mencari informasi untuk diri sendiri ataupun mencari
informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat.
Sedangkan di sisi lain, penyuluh pertanian juga belum mampu berbenah secara
maksimal. Masih umum ditemui penyuluh yang belum banyak memanfaatkan internet.
Mengingat mayoritas penyuluh yang sudah berumur dan tidak mau dipersulit dengan mencari
informasi di internet. Penyuluh masih belum menyadari jika saat ini petani tidak lagi seperti
dahulu, mereka telah terhubung dan terkoneksi sebagai masyarakat dari desa global. Dengan
penyuluh sulit menjangkau petani maka dengan adanya internet sudah tidak ada lagi batasan
di antara keduanya.
Menurut Eksanika (2014), keterbatasan tenaga penyuluh juga menyebabkan sulitnya
mengakses informasi antara petani dengan penyuluh. Padahal saat ini perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi kian berkembang pesat. Jadi, bisa dibilang penyuluh harus
menyadari dan mensetting ulang posisi serta perannya hari ini dalam kegiatan penyuluhan.
Penyuluh harus memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi sebagai media untuk
berkomunikasi dengan petani.
Bahkan seorang penyuluh bisa langsung memanfaatkan media sosial yang dimilikinya.
Media sosial yang sudah lekat dengan kehidupan masyarakat hari ini bisa menjadi alternative
penyuluh dalam menyebarluaskan informasi pertanian. Ditambah lagi dengan keberadaan
start-up digital yang telah banyak membuat aplikasi pertanian bagi petani. Tentu hal ini akan
memudahkan akses informasi dan interaksi antara penyuluh dan petani. Karena realita yang
terjadi hari ini. Maka menarik untuk dikaji bagaimana dan apa yang seharusnya dilakukan oleh
seorang penyuluh pertanian di tengah perkembangan masyarakat seperti hari ini.
2. METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah pendekatan kualitatif.
Sedangkan, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis wacana. Penulisan
paper ini berusaha untuk menjelaskan posisi penyuluh pertanian di tengah fenomena
bergesernya masyarakat agraris menuju masyarakat informasi. Teknik pengumpulan datanya
sendiri menggunakan metode studi pustaka untuk mendapatkan data-data sekunder. Langkah
pertama ialah pengumpulan berbagai data sekunder berupa hasil penelitian seperti skripsi, tesis,
jurnal, disertasi, maupun buku-buku mengenai media sosial dan penyuluh pertanian. Kemudian
data sekunder tersebut dipelajari, diringkas, serta disusun menjadi sebuah ringkasan studi
pustaka yang relevan. Selanjutnya dilakukan sintesis dan analisis dari hasil ringkasan studi
pustaka. Terakhir ialah penarikan hubungan dari semua hal yang telah dilakukan sehingga
memunculkan sebuah kerangka teoritis yang menjadi dasar perumusan masalah bagi penelitian
yang akan dilakukan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Globalisasi telah memberi dampak yang besar dalam beragam sektor kehidupan
masyarakat yang tinggal di kota, namun mereka yang hidup di desa juga telah banyak berubah
karena adanya globalisasi. Di tengah dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh
globalisasi, salah satu yang dirasa memudahkan petani adalah dalam hal mencari informasi.
Bisa dibilang petani bahkan sudah tidak lagi membutuhkan penyuluh karena semua informasi
telah ada di internet. Hanya tinggal membuka gawai maka semua informasi yang dibutuhkan
telah ada di genggaman.
Senada dengan pendapat diatas, seorang Atrisiandy (2015) menyatakan bahwa
tantangan kegiatan penyuluhan di lapangan semakin berat, sehingga jika penyuluhan pertanian
sebagai penyedia public goods tidak bisa berperan dengan baik akan semakin ditinggalkan oleh
penguna tradisionalnya. Zaman telah berubah, maka sudah sewajarnya jika penyuluh pertanian
juga ikut berbenah. Penyuluh pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian harus
sudah familiar dengan internet agar bisa mengimbangi gerak petani. Internet di satu sisi bisa
memudahkan petani, namun di sisi lain bisa membingungkan petani karena adanya ledakan
dan tsunami informasi. Disini penyuluh harus menjadi seorang gatekeeper yang mampu
membantu petani dalam memilah informasi.
Pertiwi dan Saleh (2010) bahkan menyebutkan bahwa dewasa ini informasi menjadi
salah satu komoditas yang penting bagi petani. Petani tidak lagi memiliki kekhawatiran
terhadap biaya yang dikeluarkan untuk mengakses saluran komunikasi, asalkan informasi yang
dibutuhkan tersedia dan mudah diperoleh. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masalah
perolehan informasi tidak terletak pada biaya yang harus dikeluarkan, tetapi pada ada tidaknya
informasi yang dapat diakses. Disini terlihat bahwasanya petani pada dasarnya sudah sangat
melek akan pentingnya informasi. Mereka juga sadar bahwa banyak saluran komunikasi yang
bisa digunakan agar mereka mendapatkan informasi. Penyuluh dirasa tidak lagi sumber tunggal
dari informasi yang dibutuhkan. Dan jika penyuluh tidak menyadari hal ini maka tidak mustahil
kalua lambat laun penyuluh akan ditinggalkan petani.
Dan yang patut disorot bahwa petani sudah biasa untuk membeli pulsa guna
operasional telepon genggam, semua sudah dianggap seperti kebutuhan pokok asalkan mereka
mendapat informasi yang diinginkan. Di era yang serba digital, petani bahkan mengakui bahwa
pemanfaatan teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian sudah sesuai dan sangat
sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini diketahui dari penelitian Mulyandari (2011) yang
juga menjelaskan bahwa teknologi informasi telah menjadi sarana utama dalam berkomunikasi
untuk mendukung kegiatan usaha tani, khususnya untuk mengelola usaha tani dan pemasaran.
Meski begitu, ada juga petani yang masih menganggap bahwa penggunaan teknologi
informasi khususnya akses internet belum membudaya di masyarakat karena selain sulit
diakses juga khawatir terhadap dampak negatif yang mungkin terjadi terkait, seperti adanya
penipuan (Mulyandari, 2011). Maka disinilah peran seorang penyuluh agar bisa meyakinkan
petani serta memberikan sosialisasi kepada petani. Penyuluh harus memberikan pelatihan
terpogram agar petani dapat memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia dengan optimal.
Hal ini penting karena penggunaan teknologi informasi memiliki peranan penting dalam suatu
sistem penyuluhan pertanian. Adekoya (2007) menyebutkan bahwa internet dapat memberikan
layanan penyuluhan dari berbagai sektor pertanian dan memainkan peranan penting dalam
pembangunan pedesaan.
Kualifikasi penyuluh pertanian memang sudah harus ditingkatkan, mereka harus
senantiasa belajar dan beradaptasi dengan zaman. Media yang digunakan juga harus diubah
karena hari ini hampir semua masyarakat sudah sangat lekat dengan internet, media sosial, dan
beragam aplikasi lainnya. Penyuluh harus mengenal media sejak dini karena menurut
penelitian Anwas (2009) intensitas pemanfaatan media belajar yang dilakukan oleh penyuluh
pertanian, baik intensitas pemanfatan media massa, intensitas pemanfatan media terprogram,
dan intensitas pemanfatan media lingkungan dalam kategori rendah.
Saluran komunikasi tak langsung atau bermedia yang selama ini digunakan penyuluh
juga masih kurang maksimal. Penelitian dari Pertiwi dan Saleh (2010) menyebutkan bahwa
penyuluh masih terlalu bergantung pada majalah dan tabloid pertanian karena merasa informasi
yang diberikan lebih lengkap dan mampu mewakili informasi yang dibutuhkan oleh petani.
Tentu hal ini tidak salah dan sah-sah saja, namun di tengah perkembangan dunia digital seperti
dewasa ini penyuluh juga sudah harus mulai memanfaatkan internet dan tidak boleh tergantung
hanya pada satu media saja. Maka, penyuluh harus terus belajar agar bisa menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi. Penyuluh harus bisa merancang media belajar baru bagi petani
agar petani juga bisa melakukan proses belajar dengan baik. Bahkan jika penyuluh sudah bisa
menguasai internet dan mengetahui bagaimana memilah informasi yang baik maka mereka
tidak akan lagi tergantung kepada lembaga dan tidak perlu menunggu perintah karena setiap
saat bisa berinteraksi dengan petani.
Namun, perlu diingat bahwasanya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
keterdedahan internet para penyuluh. Setidaknya ada motivasi yang berasal dari dalam diri dan
ada dorongan dari lingkungan eksternalnya agar penyuluh memanfaatkan internet. Anwas
terhadap pemanfaatan media yaitu: (1) tingkat pendidikan formal, (2) tuntutan klien, (3)
motivasi, (4) dukungan keluarga, dan (5) tingkat kepemilikan media komunikasi dan informasi.
Dipertegas lagi dalam penelitian Pancaputra (2003), bahwa faktor yang menentukan
dalam memanfaatkan internet oleh seorang penyuluh dapat dibedakan menjadi faktor yang
bersumber dari dalam diri dan dari luar diri. Faktor yang bersumber dari dalam diri meliputi:
(1) kebutuhan informasi; (2) motivasi untuk maju; dan (3) hiburan. Sedangkan yang berasal
dari luar diri adalah: (1) meningkatkan akses komunikasi dan informasi; (2) kredibilitas
informasi; (3) informasi relevan; (4) informasi baru; (5) organisasi informasi sumber internet;
(6) biaya murah; (7) tempat akses yang sesuai; (8) sarana tidak banyak yang menggunakan;
dan (9) tersedia operator internet.
Dengan adanya teknologi yang digunakan dalam penyuluhan pertanian diharapkan
dapat meningkatkan layanan penyuluhan pada aktivitas petani dalam menyediakan inovasi
pertanian. Dalam era baru pertanian, penyuluh lapangan juga dituntut memiliki fungsi paling
tidak dalam tiga hal yaitu transfer teknologi (technology transfer), fasilitasi (facilitation) dan
penasehat (advisory work). Untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut, penyuluh pertanian
lapangan mestinya juga menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
(Atrisiandy, 2015).
Maka perlu dipahami bahwa kedepan kegiatan penyuluhan harus sudah
mengintegrasikan bergam media jika ingin hasilnya maksimal. Namun hal ini juga perlu
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang akan disuluh apakah cocok dan sesuai dengan
media yang digunakan. Kegiatan pertemuan kelompok maupun pelatihan bisa
mengkombinasikan penggunaan internet, televisi, radio, maupun poster. Hal ini agar informasi
yang didapatkan bisa komprehensif dan mampu menjawab keresahan petani. Penyuluh yang
berusaha membantu petani dalam memanfaatkan internet diharap petani juag tidak lagi
memiliki ketergantungan kepada penyuluh. Sehingga penyuluh juga bisa meningkatkan
kompetensinya. Mengingat selama ini penyuluh pertanian terlalu terfokus pada komoditas
pangan. Dengan begitu penyuluh juga bisa belajar sistem agribisnis komoditas lainnya.
Satu hal penting yang perlu disoroti juga adalah bagaimana mindset penyuluh terhadap
internet yang harus dihilangkan. Disitasi dari Elian et. al. (2014), penyuluh masih banyak yang
memiliki persepsi bahwa internet tidak memberikan kemudahan untuk akses informasi,
informasi yang tersedia tidak sesuai kebutuhan dan kualitas informasi tidak dapat
meningkatkan kualitas penyuluh. Sehingga, mereka jarang mengakses internet. Penyuluh baru
temui di buku, majalah, atau tabloid. Padahal jika mau berkaca kepada apa yang ditulis
Muslihat et. al. (2015) bahwasanya kompetensi seorang penyuluh agar bisa dipandang
berkompeten oleh masyarakat tergantung pada faktor konsumsi media. Semakin sering seorang
penyuluh memanfaatkan media, maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, dan
kesempatan untuk menajwab permasalahan petani juga menjadi semakin besar.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Perkembangan tekonologi informasi terutama internet yang dipupuk oleh agenda besar
bernama globalisasi semakin membawa dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat, tak terkecuali para petani. Bisa dibilang petani bahkan sudah tidak lagi
membutuhkan penyuluh karena semua informasi telah ada di internet. Sehingga tantangan
kegiatan penyuluhan ke depan juga semakin berat karena harus satu langkah di depan petani
dalam menyediakan informasi. Penyuluh harus reaktif dan responsif jika tidak ingin
ditinggalkan oleh para petani. Penyuluh pertanian sebagai ujung tombak pembangunan
pertanian harus sudah familiar dengan internet agar bisa membendung laju tsunami informasi.
Disini penyuluh harus menjadi seorang gatekeeper yang mampu membantu petani dalam
memilah informasi. Hal ini mengingat dewasa ini informasi telah menjadi salah satu komoditas
yang penting bagi petani. Petani tidak lagi memiliki kekhawatiran terhadap biaya yang
dikeluarkan untuk mengakses saluran komunikasi, asalkan informasi yang dibutuhkan tersedia
dan mudah diperoleh. Namun di satu sisi ada pula petani yang masih lambat dalam
menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi informasi. Maka disinilah peran seorang
penyuluh agar bisa meyakinkan petani serta memberikan sosialisasi kepada petani. Penyuluh
harus memberikan pelatihan terpogram agar petani dapat memanfaatkan teknologi informasi
yang tersedia dengan optimal. Perlu dipahami pula bahwa kedepan kegiatan penyuluhan harus
sudah mengintegrasikan bergam media jika ingin hasilnya maksimal. Namun hal ini juga perlu
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang akan disuluh apakah cocok dan sesuai dengan
media yang digunakan.
5. DAFTAR PUSTAKA
Adekoya, A. E. 2007. Cyber extension communication: A strategic model for agricultural and
rural transformation in Nigeria. International journal of food, agriculture and
environment 5(1): 366-368.
Jurnal Komunikasi Pembangunan. 7(2): 68-81.
Atrisiandy, Khasril. 2015. Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Pertanian Melalui
Penguasaan Teknologi Informasi (TI). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera
Utara: 1-33.
Eksanika, Putri. 2014. Pemanfaatan Media Sosial di Internet Oleh Penyuluh Pertanian. Laporan
Studi Pustaka. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Elian, Novi, Djuara P Lubis, dan Parlaungan A Rangkuti. 2014. Penggunaan Internet dan
Pemanfaatan Informasi Pertanian oleh Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor Wilayah
Barat. Jurnal Komunikasi Pembangunan 12(2):104-109.
Mulyandari, Retno S.H. 2011. Perilaku Petani Sayuran dalam Memanfaatkan Teknologi
Informasi. Jurnal Perpustakaan Pertanian 20(1): 22-34.
Muslihat, Elih Juhdi, Azhar, Kusmiyati, Woro Indriatmi. 2015. Kompetensi Penyuluh
Pertanian dalam Penyusunan Rancangan Usaha Agribisnis Padi pada BKP5K Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat. Jurnal Agriekonomika 4(2): 132-153
Pancaputra B. 2003. Pemanfaatan Internet oleh Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian di Bogor. Jurnal Perpustakaan Pertanian 12(2): 51-60.
Pertiwi, P.R dan A. Saleh. 2010. Persepsi Petani tentang Saluran Komunikasi Usahatani Padi.
Jurnal Komunikasi Pembangunan 8(2): 46-61.
Severin, J W. T. Jr. 2009. Teori Komunikasi. Sejarah, metode dan Terapan di dalam Media