• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE RENAL FAILURE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE RENAL FAILURE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE RENAL FAILURE (ARF) A. Pengertian

Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan hiperkalemia. ( D. Thomson 1992 : 91 )

B. Etiologi 1. Pre renal

a. Hipoperfusi .

b. Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis. c. Hipotensia : shock, AMI luas, anestesia.

2. Renal (intrinsik): kerusakan struktur & fungsi ginjal a. Hipoperfusi berkepanjangan.

b. Nekrosis tubular akut akibat : c. Hipotensi : pasca bedah

d. Hipovolemik dan infeksi : luka bakar. e. Hipotensi akibat trauma berat

f. Infeksi, nefrotoksis, penyakit parenkim ginjal (pielonefritis akut, glomerulonefritis akut)

3. Post renal (obstruktif).

a. Endapan asam urat, kristal sulfat.

b. Obstruksi : batu KK, hipertrofiprostat, cancer kolon, cancer servik & uterus. c. Pembedahan ureter.

d. Obstruksi uretra ; striktura uretra

C. Patofisiologi

(2)

dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.

Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :

1. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. 2. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak.

Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.

Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.

3. Stadium III.

(3)

kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

D. Manifestasi Klinis

a. Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025) b. Peningkatan BUN, creatinin

c. Kelebihan volume cairan d. Hiperkalemia

e. Serum calsium menurun, phospat meningkat f. Asidosis metabolik

g. Anemia h. Letargi

i. Mual persisten, muntah dan diare j. Nafas berbau urin

k. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejan

E. Komplikasi

a. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium

b. Gangguanelektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis

(4)

d. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan gastrointestinal

e. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik

f. Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein. 2. Arteriogram ginjal

3. Biopsi ginjal

4. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.

5. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .

6. Pielografi retrograde 7. Sistouretrogram berkemih 8. Ultrasono ginjal

9. Endoskopi ginjal nefroskopi 10. EKG

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan secara umum adalah: Kelainan dan tatalaksana penyebab.

a. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.

(5)

c. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya. 2. Penatalaksanaan gagal ginjal

a. Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi. b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau

hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis. c. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi

saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.

d. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.

(6)

MANAJEMEN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

a. Pengkajian Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria disebabkan oleh hipertrofi prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih yang berulang, serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.

b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi. 2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dnegna predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.

(7)

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

4. Riwayat psikososialcultural

Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.

c. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dan TTV :

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.

Pemeriksaan Pola Fungsi : B1 (Breathing).

Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.

B2 (Blood).

(8)

merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.

B3 (Brain).

Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.

B4 (Bladder).

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/ gelap.

B5 (Bowel).

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 (Bone).

Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.

2. Diagnosa Keperawatan

(9)

2. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolic

3. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia

4. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis metabolic

5. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi

3. Intervensi Keperawatan Diagnosa 1 :

Defisit volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut Tujuan : Defisit volume cairan dapat teratasi Kriteria Hasil :

- Klien tidak mengeluh pusing, - membran mukosa lembab - turgor kulit normal - TTV dalam batas normal - CRT < 3 detik

urine > 600 ml/hari Intervensi :

1. Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output)

Rasional : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.

(10)

Rasional : Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik. Perubahan berat badan sebagai parameter dasar terjadinya defisit cairan.

3. Programkan untuk dialysis.

Rasional : Program dialisis akan mengganti fugnsi ginjal yang terganggu dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh.

4. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur. Rasional : Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer. 5. Kolaborasi Pertahankan pemberian cairan secara intravena

Rasional : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan secara cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan.

Diagnosa 2 :

Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolic.

Tujuan : Tidak terjadi perubahan pola napas Kriteria Hasil :

- Klien tidak sesak napas

- RR dalam batas normal 16-20 x/menit

- Pemeriksaan gas arteri pH 7.40 ± 0,005, HCO, 24 ± 2 mEq/L, dan PaCO, 40 mmHg

Intervensi :

1. Kaji faktor penyebab asidosis metabolic.

Rasional : Mengeidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari asidosis metabolic.

(11)

Rasional : Perubahan TTV akan memberikan dampak pada risiko asidosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis

3. Istirahatkan klien dengan posisi fowler.

Rasional : Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.

4. Ukur intake dan output.

Rasional : Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.

5. Lingkungan tenang dan batasi pengunjung.

Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan O2 ruangan yang akan

berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. 6. Berikan cairan ringer laktat secara intravena.

Rasional : Larutan IV ringer laktat biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal, serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai keadaan ini.

7. Berikan bikarbonat.

Rasional : Kolaborasi pemberian bikarbonat. Jika penyebab masalah adalah masukkan klorida, maka pengobatannya adalah ditujukan pada menghilangkan sumber klorida.

8. Pantau data laboratorium analisis gas darah berkelanjutan.

Rasional : Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolik adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke batas yagn aman dan menanggulangi sebab-sebab asidosis yang mendasarinya. Dengan monitoring perubahan dari analisis gas darah berguna untuk menghindari komplikasi yang tidak diharapkan.

(12)

Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia.

Tujuan : Tidak terjadi aritmia Kriteria Hasil :

- Klien tidak gelisah, tidak mengeluh mual-mual dan muntah - GCS 4, 5, 6 tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normall

- Klien tidak mengalami defisit neurologis, kadar kalium serum dalam batas normal

Intervensi :

1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu dan faktor-faktor hiperkalemi.

Rasional : Banyak faktor yang menyebabkan hiperkalemia dan penanganan disesuaikan dengan faktor penyebab.

2. Beri diet rendah kalium

Rasional : Makanan yang mengandung kalium tinggi yang harus dihindari termausk kopi, cocoa, the, buah yang dikeringkan, kacang yang dikeringkan, dan roti gandum utuh. Susu dan telur juga mengandung kalium yang cukup besar. Sebaliknya, makanan dengan kandungan kalium minimal termasuk mentega, margarin, sari buah, atau saus cranbeery, bir jahe, permen karet, atau gula-gula (permen), root beer, gula dan madu.

3. Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.

Rasional : Adanya perubahan TTV secara cepat dapat menjadi pencetus aritmia pada klien hipokalemi.

4. Monitoring ketat kadar kalium darah dan EKG.

(13)

Rasional : Asidosis dan kerusakan jaringan seperti pada luka bakat atau cedera remuk, dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ICF ke ECF, dan masih ada hal-hal lain yang dapat menyebabkan hiperkalemia. Akhirnya, larutan IV yang mengandung kalium harus diberikan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya beban kalium berlebihan latrogenik.

6. Monitoring klien yang mendapat infus cepat yang mengandung kalium. Rasional : Aspek yang paling penting dari pencegahan hiperkalemia adalah mengenali keadaan klinis yang dapat menimbulkan hiperkalemia karena hiperkalemia adalah akibat yang bisa diperkirakan pada banyak penyakit dan pemberian obat-obatan. Selain itu, juga harus diperhatikan agar tidak terjadi pemberian infus larutan IV yang mengandung kalium dengan kecepatan tinggi.

Diagnosa 4 :

Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis metabolic.

Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria Hasil :

- Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kajang, GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+).

- Tanda-tanda vital normal (nadi 60-100 kali/menit, suhu : 36-36,70C,

pernapasan 16-20 kali/menit).

- Serta klien tidak mengalami defisit neurologis seperti : lemas, agitasi, iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi hingga akhirnya timbul koma, kejang

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Rasional : Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.

(14)

Rasional : Pada keadaan normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik yang dapat berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskular serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan pejralanan infeksi.

3. Bantu klien untuk membatasi muntah dan batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

Rasional : Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.

4. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.

5. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkatkan dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketegangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasusu stroke hemoragik/perdarahan lainnya.

6. Monitor kalium serum

Rasional : Hiperkalemi terjadi dengan asidosis, hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan asidosis dan perpindahan kalium kembali ke sel.

Diagnosa 5 :

Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi.

Tujuan : Perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi Kriteria Hasil :

(15)

Intervensi :

1. Kaji dan catat faktor-faktor yang menurunkan kalsium dari sirkulasi.

Rasional : Penting artinya untuk mengamati hipokalsemia pada klien berisiko. Perawat harus bersiap untuk kewaspadaan kejang bila hipokalsemia hebat. 2. Kaji stimulus kejang.

Rasional : Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu tubuh.

3. Monitor klien yang berisiko hipokalsemi.

Rasional : Individu berisiko terhadap osteoporosis diinstruksikan tentang perlunya masukan kalsium diet yang adekuat; jika dikonsumsi dalam diet, suplemen kalsium harus dipertimbangkan.

4. Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang tinggi.

Rasional : Alkohol dan kafein dalam dosis yang tinggi menghambat penyerapan kalsium dan perokok kretek sedang meningkatkan ekskresi kalsium urine

5. Monitor pemeriksaan EKG dan laboratorium kalsium serum. Rasional : Menilai keberhasilan intervensi

4. Implementasi Keperawatan

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan dan di lakukan sesuai intervensi kepetawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi adalah sebagai berikut: 1. Defisit volume cairan teratasi

2. Pola napas kembali efektif

(16)

5. Tidak terjadi aritmia

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer,Arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran.edisi 3,jilid 1. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin,Arif,Kumala Sari.2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.

Referensi

Dokumen terkait

elenium merupakan trace element yang esensial untuk sntesis selenocysteine, yang juga disebut sebagai *+st amino acid . elenium mempengaruhi sistem imunF defisiensi

Sumber stres lain yang didapatkan dari penelitian ini yaitu bersumber dari keluarga Dari dimensi strategi koping problem focused coping untuk aspek koping

Selama guru (peneliti) melaksanakan pembelajaran, teman sejawat mengamati dengan lembar observasi IPKG I digunakan untuk meskor kemampuan guru dalam

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan taufiq dan hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat

Uways Sulqurni Graha Piesta, Jalan Warung Buncit Raya No.. Bursa Efek

Penggunaan pengawet yang tepat (baik secara jenis dan jumlah) juga merupakan salah satuusaha pencegahan kontaminasi mikroba ini.Jenis kaleng yang digunakan untuk

Seminar Nasional ini diselenggarakan oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar (Unmas Denpasar) bekerjasmaa dengan Forum Layanan Ipteks Masyarakat

Pak kalau saran saya Kartu Jakarta Pintar (KJP), lebih baik dihapus saja, karena banyak yang salah sasaran, masa orang yang mampu bisa dapat KJP, contohnya diwilayah RT