• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah khilafiyah merupakan persoalan yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Terkadang masalah khilafiyah diselesaikan melalui cara sederhana dan mudah, dengan saling pengertian berdasarkan akal sehat. Tetapi masalah khilafiyah dapat juga menjadi ganjalan untuk menjalin keharmonisan antar umat Islam, karena menimbulkan sikap ta’ashub (fanatik) yang berlebihan dan tidak berdasarkan pertimbangan akal sehat.

Perbedaan pendapat dalam bidang hukum sebagai hasil ijtihad tidak perlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan kedudukan hukum Islam, bahkan “Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.”

(HR. Baihaqi dalam Risalah Asy’ariyyah)

Hal ini berarti bahwa orang bebas memilih salah satu pendapat dari sekian banyak pendapat, dan tidak terpaku pada suatu pendapat saja.

Kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri juga menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hambali) menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab ini pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan atau langkah-langkah dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi, maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam nash (baik dalam al-Qur’an maupun Hadis).

Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya, dan tanpa disadari menjelma menjadi doktrin untuk menggali hukum dari sumbernya. Teori-teori pemikiran masing-masing mazhab merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena menyangkut penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis

(2)

dalam usaha melakukan istinbath hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi inilah yang dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan ushul fiqh.

Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam sampai kapan pun akan terus berlangsung, dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam dimana pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan sampai sekarang. Masing-masing mazhab memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap kedudukan al-Qur’an dan Hadis. Para penganut mazhab tetap berselisih paham dalam masalah furu’iyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash serta mengistinbathkan hukum yang tidak ada nashnya. Ikhtilaf bukan hanya terjadi pada wilayah fiqh, tetapi juga terjadi pada aspek teologi. Peristiwa tahkim adalah titik awal lahirnya mazhab-mazhab teologi dalam Islam. Masing-masing mazhab tersebut memiliki corak dan kecenderungan yang berbeda-beda, seperti dalam mazhab fiqh. Aliran-aliran teologi dalam Islam ada yang bercorak liberal, tradisional dan ada pula bercorak antara liberal dan tradisional.1 Perbedaan pendapat pada aspek teologi ini memiliki

implikasi besar bagi perkembangan pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu : 1. Apa yang dimaksud dengan mazhab?

2. Bagaimana sejarah perkembangan mazhab hukum Islam? 3. Apa dasar pemikiran dalam madzhab hukum Islam?

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Mazhab Dalam Islam 2.1.1. Definisi Mazhab

Mazhab secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu shighat mashdar mimi (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat), yang diambil dari fi’il madhi, yaitu dzahaba yang berarti pergi2, atau dapat diartikan yaitu jalan yang dilalui dan dilewati atau

sesuatu yang menjadi tujuan seseorang, baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Sedangkan pengertian mazhab secara etimologi adalah metode (minhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian dijalani dan dijadikan sebagai pedoman yang jelas batasan dan bagian-bagiannya, serta dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah.

Pengertian mazhab secara terminologi adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbathkan hukum Islam.3 Selanjutnya

imam mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath imam mujtahid tertentu, atau mengikuti pendapat imam mujtahid tentang masalah hukum Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertian, yakni :

a) Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang imam mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan Hadis.

b) Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang imam mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan Hadis.

Para ahli sejarah fiqh berbeda pendapat mengenai jumlah mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan yang pasti dari para ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada. Namun dari begitu banyak mazhab-mazhab yang pernah ada, hanya beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang hanya tujuh mazhab saja, yaitu :

- Mazhab Hanafi,

2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), h. 82

(4)

- Mazhab Ja’fariah.

Adapun mazhab-mazhab selain ketujuh mazhab di atas telah tiada.4

2.1.2. Faktor-Faktor Adanya Mazhab Hukum Islam

Mazhab-mazhab hukum Islam merupakan penentu perkembangan hukum Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Hal ini disebabkan karena tiga faktor, yaitu :

1. Meluasnya daerah kekuasaan Islam yang mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Irak, Mesir, Syam (Palestina), Persia dan lain-lain.

2. Pergaulan umat Islam dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya, dimana umat Islam berbaur dengan budaya, adat-istiadat serta tradisi bangsa tersebut.

3. Akibat jauhnya jarak negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, sehingga para gubernur, qadi dan para ulama harus melakukan ijtihad, guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.

Pada masa tabi’in, ijtihad sudah terpola menjadi dua bentuk, yaitu lebih banyak menggunakan ra’yu yang ditampilkan madrasah Kufah, serta yang lebih banyak menggunakan Hadis yang ditampilkan madrasah Madinah. Masing-masing madrasah menghasilkan para

mujtahid kenamaan. Pada masa itu, para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam berijtihad, yang kemudian disebut

ushul. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam berijtihad ini melahirkan kaidah-kaidah umum, yang dijadikan pedoman oleh generasi berikutnya dalam mengembangkan pendapat pendahulunya. Melalui cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun pendapatnya secara sistematis, terperinci dan opsional, dimana hal ini kemudian disebut fiqh. Mujtahid yang mengembangkan rumusan ilmu ushul dan metode tersendiri disebut mujtahid mandiri. Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada hukum syara’ dan menghasilkan temuan orisinil. Karena antar para

mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan metode yang berbeda, maka hasil yang dicapai juga tidak sama. Jalan yang ditempuh seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul

dan metode tertentu yang menghasilkan suatu pendapat tentang hukum inilah yang disebut mazhab, dimana tokoh mujtahidnya dinamai Imam Mazhab.

2.1.3. Sejarah Perkembangan Mazhab Hukum Islam

Sebenarnya ikhtilaf (perbedaan pendapat) telah ada sejak masa sahabat, dimana hal ini terjadi karena perbedaan pemahaman serta adanya perbedaan nash yang sampai kepada mereka. Selain itu, juga karena pengetahuan mereka dalam masalah Hadis tidak sama, perbedaan pandangan

(5)

tentang dasar penetapan hukum serta perbedaan wilayah tempat tinggal para sahabat. Sebagaimana diketahui ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat nabi yang berpindah tempat dan berpencar ke negara-negara baru. Hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah dalam memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan. Dengan adanya kejadian-kejadian di atas, dapat menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga5, yakni :

a. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur’an, b. Perbedaan riwayat para sahabat, dan

c. Perbedaan dalam ra’yu serta sudut pandang para sahabat yang berbeda, terutama mengenai prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada jaman Nabi Muhammad saw.

Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa tabi’in, maka muncul kemudian generasi ketiga yaitu tabi’ut tabi’in. Ijtihad para sahabat dan tabi’in dijadikan pedoman oleh generasi penerusnya, yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika masuk abad kedua Hijriah, dimana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam atau sering disebut dengan istilah “The Golden Age”.Pada masa itu, umat Islam mencapai puncak kemuliaan dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Berkembang pula berbagai cabang ilmu pengetahuan serta banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena inilah yang melahirkan cendekiawan-cendekiawan besar dengan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbasiyah mewarisi imperium besar Bani Umayyah, dimana mereka dapat mencapai hasil lebih baik karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Umayyah yang besar. Periode ini dianggap pula sebagai periode kegemilangan fiqh dalam sejarah hukum Islam, dimana lahir beberapa mazhab fiqh yang panji-panjinya dibawa oleh tokoh-tokoh yang berjasa mengintegrasikan fiqh Islam dan meninggalkan hal luar biasa yang menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama fiqh sampai saat ini.6

2.2. Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Hukum Islam

Berkembangnya aliran-aliran ijtihad rasionalisme dan tradisionalisme telah melahirkan madzhab-madzhab fiqh Islam yang mempunyai metodologi kajian hukum, fatwa-fatwa fiqh

tersendiri serta mempunyai pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam sejarah pengkajian

(6)

hukum Islam dikenal beberapa madzhab fiqh yang secara umum terbagi dua, yaitu madzhab Sunni

dan madzhab Syi’ah. Di kalangan Sunni terdapat beberapa madzhab, yaitu mazhabHanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Adapun di kalangan Syi’ah terdapat tiga madzhab fiqh, yaitu mazhab

Zaidiyah, Ismailiyah dan Ja’fariyah. Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pembahasan mengenai mazhab-mazhab hanya untuk mazhabHanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.

2.2.1. Mazhab al-Hanifiyah (Mazhab Hanafi)

Mazhab al-Hanifiyah didirikan oleh an-Nu’man bin Tsabit bin Zutha at-Tamimy atau lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah (80-150 H), yang hidup dalam dua masa yaitu Daulah Umayyah dan Abbasiyah. Imam Abu Hanifah berasal dari Kufah, yang merupakan keturunan bangsa Persia. Awalnya Imam Abu Hanifah adalah seorang pedagang, yang kemudian menjadi pengembang ilmu atas anjuran al-Syabi.7 Imam Abu Hanifah mengacu pada kebebasan berpikir

dalam memecahkan masalah-masalah baru, yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis. Imam Abu Hanifah banyak mengandalkan qiyas dalam menentukan pemecahan masalah hukum.8 Mazhab

al-Hanifiyah sangat dikenal dalam masalah pemanfaatan akal atau logika dalam mengupas masalah

fiqh, dimana hal tersebut dilatarbelakangi oleh :

(i) Imam Abu Hanifah sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadis, dimana jika tidak

terlalu yakin atas keshahihan suatu hadis, maka Imam Abu Hanifah lebih memilih untuk tidak menggunakannnya. Sebagai gantinya, Imam Abu Hanifah menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nashsyar’i.

(ii) Kurang tersedianya hadis yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat tinggal Imam Abu

Hanifah. Begitu banyak hadis palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa Imam Abu Hanifah. Perlu diketahui bahwa Imam Abu Hanifah hidup di masa 100 tahun pertama wafatnya Nabi Muhammad saw., jauh sebelum era Imam al-Bukhari dan Imam Islam yang terkenal sebagai ahli hadis.

Imam Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas dan

istihsan. Imam Hanafi membangun madzhabnya dengan dasar, yaitu al-Qur’an, Hadis, perkataan sahabat, ishtihsan, qiyas dan adat istiadat. Perbedaan dasar-dasar pemikiran Imam Abu Hanifah dengan imam-imam lainnya terletak pada kebenaran dalam menyelami suatu hukum serta pencarian tujuan-tujuan moral dan kemaslahatan yang menjadi sasaran utama disyariatkannya suatu hukum.

7 Rasyad Hanan Khalil, Tarikh Tasyri’ al-Islami, (Jakarta: Azmah, 2009), h. 172

(7)

Dalam hal ini termasuk penggunaan teori qiyas, istihsan, ‘urf (adat-kebiasaan), teori kemaslahatan dan lainnya. Tidak seperti imam yang lain, Imam Abu Hanifah sering menafsirkan suatu nash dan membatasi konteks aplikasinya dalam kerangka ‘illat, hikmah, tujuan-tujuan moral dan bentuk kemaslahatan yang dipahaminya. Pemikiran fiqh Imam Abu Hanifah tidak berdiri sendiri, tetapi berakar kuat kepada pendahulu-pendahulunya di Irak dan juga para ahli hadis di Hijaz.

Imam Abu Hanifah meninggal karena diracuni, sebagaimana yang disampaikan dalam kitab al-Barr adz-Dzahabi, dimana diriwayatkan bahwa khalifah al-Manshur memberi minuman beracun kepada Imam Abu Hanifah sehingga meninggal sebagai syahid. Adapun latar belakang kematiannya karena ada beberapa penyebar fitnah yang tidak suka kepada Imam Abu Hanifah, sehingga memberikan keterangan palsu pada khalifah al-Manshur. Sebuah riwayat shahih

mengatakan, bahwa ketika merasa kematiannya dekat, Imam Abu Hanifah bersujud hingga meninggal dalam keadaan sujud. Mazhab al-Hanifiyah adalah mazhab yang paling dominan di dunia Islam atau sekitar 45%, dimana penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon, Kaukasia (Chechnya dan Dagestan) serta Palestina (campuran mazhab Syafi’i dan Hanafi).

2.2.2. Mazhab al-Malikiyah (Mazhab Maliki)

Mazhab al-Malikiyah didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Amir al-Ashbahi (93-179 H). Imam Malik adalah seorang imam dalam ilmu hadis dan fiqh. Imam Malik mengawali pelajarannya dengan menekuni ilmu riwayat hadis serta mempelajari fatwa para sahabat, dan dengan inilah Imam Malik membangun mazhabnya. Imam Malik juga mengkaji ilmu yang ada hubungannya dengan ilmu syariat. Imam Malik memiliki firasat yang tajam dalam menilai seseorang dan mengukur kekuatan ilmu fiqhnya.

Imam Malik selama hidupnya tinggal di Madinah, dimana ketokohannya dalam bidang

(8)

Imam Malik menyusun kitab al-Muwaththa’, dimana penyusunannya menghabiskan waktu 40 tahun. Keistimewaan al-Muwatta’ adalah berisi rincian berbagai persoalan kaidah-kaidah

fiqhiyah yang diambil dari hadis-hadis dan atsar. Dalam hukumnya, Imam Malik lebih mendahulukan amalan penduduk Madinah daripada hadis ahad. Mazhab al-Maliqiyah berkembang sejak awal di kota Madinah, dan ditegakkan di atas doktrin yang merujuk segala sesuatunya kepada Hadis nabi. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar, yaitu al-Qur’an, Hadis (tekstualitas, pemahaman zhahir, lafadz umum, mafhumul mukhalafah, mafhumul muwafaqah,

tanbih alalilah), ijma’, qiyas, ‘amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, ishtihsab, saddu adz-dzari’ah, mura’atulkhilaf, istishhab, maslahahmursalah dan syar’u manqablana (syariat nabi terdahulu).

Mazhab Malikiyah adalah kebalikan dari mazhab Hanifiyah. Jika mazhab al-Hanifiyah banyak mengandalkan nalar dan logika karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, maka mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Hal ini karena mazhab al-Malikiyah tumbuh dan berkembang di kota Nabi Muhammad saw. yang penduduknya adalah anak keturunan dari para sahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Nabi Muhammad saw. bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadis yang shahih. Mazhab al-Malikiyah diikuti oleh sekitar 25% umat Islam di seluruh dunia, yang didominasi oleh negara-negara Afrika Barat dan Utara. Mazhab al-Malikiyah memiliki keunikan, yaitu menyodorkan tata cara hidup penduduk Madinah sebagai sumber hukum, yang dikarenakan Nabi Muhammad saw. hijrah, menetap dan meninggal di Madinah.

2.2.3. Mazhab as-Syafi’iyah (Mazhab Syafi‘i)

Mazhab as-Syafi’iyah didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150-204 H), dilahirkan di Gaza, Palestina. Imam Syafi’i hidup di jaman pertentangan antara aliran

(9)

masalah-masalah hukum yang beraneka ragam. Imam Syafi’i belajar hukum fiqh dari para mujtahid

mazhab Hanafi dan mazhab Malik, serta menyatukan kedua mazhab tersebut setelah menguasainya dan merumuskan sumber-sumber hukum Islam yang baru.

Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qadim) di Baghdad pada masa pemerintahan khalifah al-Amin. Imam Syafi’i lalu pindah ke Mesir pada tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru, yaitu madzhab jadid. Mazhab jadid adalah pendapat Imam Syafi’i selama berdiam di Mesir, yang banyak mengoreksi pendapat-pendapatnya sebelumnya. Karakteristik pemikiran Imam Syafi’i dalam mazhab jadid lebih bersifat pengembangan pemikirannya yang global terhadap masalah-masalah. Imam Syafi’i wafat di Mesir sebagai

syuhadaulilm di akhir bulan Rajab 204 H. Salah satu karangan Imam Syafi’i yang terkenal adalah

ar-Risalah, buku pertama tentang ushulfiqh. Kitab al-Hujjah yang merupakan madzhab lama Imam Syafi’i diriwayatkan oleh empat imam Irak, yaitu Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani dan al-Karabisyi. Sementara kitab al-Umm sebagai madzhab fiqh Imam Syafi’i yang baru diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir, yaitu al-Muzani, al-Buwaithi dan ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman.

Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis dan ushul. Imam Syafi’i mampu memadukan fiqh ahli rayi (mazhab al-Hanifiyah) dan fiqh ahli hadis (mazhab al-Malikiyah). Dasar madzhab as-Syafi’iyah adalah al-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas. Imam Syafi’i tidak mengambil perkataan sahabat, karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa saja salah, serta tidak juga mengambil istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya. Imam Syafi’i menolak pula maslahahmursalah serta gambaran perbuatan penduduk Madinah.

(10)

1. Al-Qur’an menerangkan suatu hukum dengan nash yang jelas, seperti nash yang mewajibkan shalat, puasa, zakat dan haji, atau nash-nash yang mengharamkan zina, minum khamar, makan bangkai, darah dan yang lainnya.

2. Suatu hukum disebut secara global dalam al-Qur’an dan dirincikan dalam Hadis, misalnya jumlah rakaat dalam shalat dan waktu pelaksanaannya.

3. Nabi Muhammad saw. sering menentukan suatu hukum yang tidak ada nash hukumnya dalam al-Qur’an. Bentuk penjelasan al-Qur’an untuk masalah ini adalah dengan mewajibkan taat kepada perintah Nabi Muhammad saw. dan menjauhi larangannya.

4. Allah swt. mewajibkan kepada hambaNya untuk berijtihad terhadap berbagai persoalan yang tidak ada ketentuan nashnya dalam al-Qur’an dan Hadis. Penjelasan al-Qur’an dalam masalah ini adalah dengan membolehkan ijtihad (bahkan mewajibkan), sesuai dengan kapasitas pemahaman terhadap maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan umum syariat), misalnya dengan

qiyas atau penalaran analogis.

Mazhab as-Syafi’iyah memiliki penganut sekitar 28% umat Islam di dunia. Pengikut mazhab ini paling banyak tersebar di Indonesia, Turki, Irak, Iran, Syria, Mesir, Somalia, Yaman, Kamboja, Vietnam, Thailand, Singapura, Sri Langka, Filipina serta menjadi mazhab resmi di negara Malaysia dan Brunei Darussalam.

2.2.4. Mazhab al-Hanabilah (Mazhab Hambali)

Mazhab al-Hanabilah didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal bin Asad asy-Syaibani (164-241 H), yang dilahirkan di Baghdad.9 Imam Hambali memiliki pengalaman mencari ilmu di

pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekkah, Madinah, Yaman dan Syam (Palestina). Imam Hambali berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad, sehingga menjadi mujtahid

mutlak mustaqil. Imam Hambali mempunyai guru yang mencapai ratusan dan menguasai banyak hadis, sehingga menjadi ahli hadis di jamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari.10

Imam Hambali adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Umumnya ahli hadis pernah belajar kepada Imam Hambali, dimana yang paling menonjol adalah Imam Bukhari, Imam Islam, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Imam Hambali melakukan perjalanan mencari hadis dengan mendengar langsung dari perawinya yang masih hidup, dan merasa tidak cukup hanya dengan

9 Rasyad Hanan Khalil, op.cit., h. 193-194

(11)

menukil dari buku untuk kemudian disampaikan lagi. Kecenderungan Imam Hambali tehadap hadis dan periwayatan tersebut memberi dampak besar bagi dalam ilmu fiqh, dimana setiap hadis yang dikuasainya menjelma menjadi sebuah pemahaman yang sangat dalam. Imam Ahmad menjadi seorang mujtahid mandiri yang memiliki mazhab tersendiri berkat keahlian fiqhnya yang besar dan kemampuannya dalam menggali suatu masalah.

Dasar madzhab al-Hanabilah adalah al-Qur’an, Hadis, fatwa sahabat, ijma’, qiyas,

istishhab, maslahah mursalah dan saddu adz-dzari’ah.11 Dari dasar-dasar dan metode-metode

pengambilan hukumnya, terlihat bahwa Imam Hambali mempersempit penggunaan rasio sampai pada batas tertentu, dan lebih mendahulukan penggunaan qiyas. Imam Hambali tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya, namun pengikutnya yang membukukan madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Imam Hambali mengarang sebuah kitab hadis al

-Musnad yang memuat ± 40.000 hadis serta mengunakan hadis mursal dan hadis dha’if, yang derajatnya meningkat menjadi hadis hasan.12 Mazhab al-Hanabilah diikuti oleh sekitar 5% umat

Islam di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab. Mazhab al-Hanabilah merupakan mazhab yang saat ini dianut oleh warga Arab Saudi.

11 Ibid., h. 195-196

(12)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan mengenai dasar pemikiran dan perkembangan mazhab hukum Islam di atas, maka penulis menyimpulkan, yaitu :

1. Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru, dimana hal ini telah ada sejak Islam belum berkembang seperti sekarang. Perbedaan pendapat sering terjadi karena adanya ciri dan pandangan yang berbeda dalam memahami Islam. Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam akan terus berlangsung sampai kapan pun, dan ini menunjukkan kedinamisan umat Islam. Hal ini juga yang melahirkan mazhab-mazhab hukum Islam, yang masih menjadi pegangan saat ini. Masing-masing mazhab memiliki pokok pegangan yang berbeda, sehingga melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk pandangan terhadap kedudukan al-Qur’an dan Hadis.

2. Hasil ijtihad para imam mazhab dapat diketahui setelah disusun secara sistematis dan melalui penyempurnaan di tangan murid-muridnya, sehingga menghasilkan mazhab fiqh. Ketentuan hukum dalam mazhab fiqh itulah yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Mazhab fiqh peninggalan para imam mazhab merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan dan perkembangan pemikiran mazhab hingga saat ini.

3. Terdapat kemiripan latar belakang adanya mazhab-madzhab hukum Islam, dimana dasar yang digunakan pada mazhab-mazhab tersebut mengutamakan dan berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis, dengan menambahkan pedoman lain sebagai pelengkap.

3.2. Saran

Setelah membaca urai-uraian mengenai mazhab hukum Islam di atas, penulis berusaha menyarankan beberapa hal, yaitu :

(13)

2. Umat Islam harus selalu bersikap terbuka dan bijaksana dalam memandang serta memahami arti perbedaan, sehingga dapat sampai pada satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan, dan Islam adalah satu dalam keragaman.

Referensi

Dokumen terkait

lahzasından süzülüp gelen, enerji dolu. millî, arkaik tipli dinî- mitolojik anlayışlardır. Dinin dil üzerindeki etkisinin bir örneği de Uygur Türkleri olabilir.

Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini adalah adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan serap susu segar domestik,

Dari hasil korelasi diatas dapat diperoleh nilai r= 0,633, maka koefisien determinan ( ) 0,40 artinya pengaruh konseling kelompok terhadap peningkatan prestasi

Pada hari ini Selasa tanggal Lima Belas bulan Juli tahun Dua Ribu Empat Belas kami Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konstruksi karakter nasionalisme pada film Soegija, Analisis Isi untuk Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan

Adanya kecenderungan kekurangan zat besi, vitamin C dan tembaga yang kurang pada remaja akibat tidak memperhatikan pola makan dan kurangnya pengetahuan akan

Berdasarkan uraian tersebut, yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian di wilayah Puskesmas Colomadu 1, dengan judul “hubungan antara pengetahuan ibu tentang

Jenis-jenis teknik yang digunakan (birama 57 sampai dengan birama 72) adalah ascending slide, descending slide, vibrato, hammer on, pull off, bend and