• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Hasil Kedelai di Tanah Salin dengan Penggunaan Genotipa Tahan, Asam Askorbat dan Fungi Mikoriza Arbuskular

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Hasil Kedelai di Tanah Salin dengan Penggunaan Genotipa Tahan, Asam Askorbat dan Fungi Mikoriza Arbuskular"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

7

Tanaman kedelai ( L. Merr) merupakan salah satu tanaman

pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini

mempunyai arti penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka

memperbaiki gizi masyarakat karena merupakan sumber protein nabati yang

relatif murah bila dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu dan

ikan (Mapegau, 2006).

Produktivitas kedelai per hektar tergantung pada varietas, cara bercocok

tanam dan kondisi lingkungan tempat bertanam. Penggunaan varietas yang tepat

pada kondisi lingkungan atau musim yang cocok diharapkan dapat mencapai

potensi hasilnya. Varietas kedelai yang diusahakan petani sangat beragam dengan

sifat dan potensi hasil yang beragam pula. Salah satu penyebab keadaan ini

dikarenakan kesulitan petani dalam mendapatkan benih kedelai yang akan

ditanam (Hapsoh, 2005).

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis

dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok

bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.

Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman

kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100 + 400

mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai

membutuhkan curah hujan antara 100 + 200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki

tanaman kedelai antara 21 + 34ᵒC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan

(2)

memerlukan suhu yang cocok sekitar 30ᵒC (Prihatman, 2000). Pada suhu yang

lebih tinggi dari 30ᵒC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis.

Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan

menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang dan berdrainase baik.

Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu

basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus

sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur

dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air

yang akan menyebabkan busuknya akar. Toleransi pH yang baik sebagai syarat

tumbuh yaitu antara 5,8 – 7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih

dapat tumbuh baik. Dengan menambah kapur 2 – 4 ton per ha, pada umumnya

hasil panen dapat ditingkatkan (Prihatman, 2000).

Lahan salin atau pantai adalah lahan pasang surut yang terkena pengaruh

intrusi air laut atau payau. Lahan salin mendapatkan intrusi air laut lebih dari 3

bulan dalam setahun. Daya hantar listrik lebih dari 4 mmhos/cm dan persentase

Na dapat tukar 8 + 15% dan pH tanah kurang dari 8,5 (Horneck 2007;

Noor, 1996). Istilah salin digunakan untuk menggambarkan tanah yang kaya

kadar garam di dalam larutan tanah. Luas total lahan salin di Indonesia adalah

60,08 juta hektar yang terdiri dari lahan rawa dengan luas mencapai 39,98 juta

hektar dan lahan pasang surut seluas 20,1 juta hektar. Berdasarkan luas total lahan

salin tersebut diketahui bahwa lahan yang potensial untuk program pertanian

adalah seluas 9,5 juta hektar, sedangkan lahan potensial tersebut yang baru

(3)

9

memperoleh garam dalam jumlah yang cukup tinggi dari limpasan air laut

sehingga menjadi salin atau secara alami tingkat salinitas tanah akan menjadi

tinggi. Kondisi ini ditemukan pada daerah+daerah pantai (Delvian, 2003).

Masalah salinitas telah meluas akhir+akhir ini. Data dari FAO antara

pertengahan tahun 1960 sampai dengan tahun pertengahan 1980 memperlihatkan

hampir 50% lahan irigasi mengalami masalah salinitas. Setiap tahun beberapa

ratus ribu hektar lahan irigasi ditinggalkan karena mengalami salinisasi.

Fenomena ini juga terjadi secara luas di Indonesia (Sembiring dan Gani, 2005).

Salinitas pada umumnya bersumber pada tanah dan air tanah. Salin atau

tidaknya suatu tanah ataupun air diukur berdasarkan daya hantar listriknya yang

tergantung pada kadar garam yang terlarut dalam air ataupun dalam larutan yang

berhubungan dengan pertumbuhan tanaman. Tanah salin mengandung garam

terlarut yang dapat membahayakan tanaman. Karakteristik tanah salin adalah

adanya lapisan keras berwarna putih atau coklat muda pada bagian permukaan.

Tanah salin memiliki daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm. Garam yang biasa

terdapat pada tanah salin adalah NaCl, CaCl2, gipsum (CaSO4), magnesium sulfat,

potasium klorida dan sodium sulfat. Secara umum pH tanah salin adalah di bawah

8,5 (Provin dan Pitt, 2009).

Kadar garam terlarut dalam tanah akan mempengaruhi beberapa sifat fisik

tanah, antara lain pembentukan struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.

Semakin tinggi pemberian Na2SO4 dan NaCl pada tanah akan semakin tinggi

tekanan osmotik tanah. Daya hantar listrik ( , EC) meningkat

semakin jauh dari permukaan tanah, hal ini disebabkan oleh akumulasi kation

garam ke bagian bawah solum akibat pencucian yang intensif (Jumin, 1989).

Namun salinitas tanah tidak hanya tergantung pada konsentrasi garam dalam

(4)

lima kali kapasitas memegang air dibandingkan tanah kasar, sehingga pada

kondisi tertentu larutan tanah kasar akan mengandung sampai lima kali

konsentrasi garam yang terkandung dalam tanah halus (Bernstein, 1981).

Walaupun demikian, pada kondisi seperti ini peluang untuk mengusahakan

tanaman serelia masih terbuka dengan memilih tanaman yang toleran atau semi

toleran. Kedelai merupakan salah satu serealia yang semi toleran (Jumberi dan

Yufdy, 2009).

Penurunan produksi pertanian pada tanah salin yang sangat besar

dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaruh

salinitas secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman meliputi :

a. Pengurangan potensial osmotik pada larutan tanah yang akan mengurangi

jumlah air yang tersedia bagi tanaman yang menyebabkan kering fisiologis,

untuk mengatasi masalah ini tanaman harus menjaga potensial osmotik

internal untuk mencegah air keluar dari akar ke tanah di sekitar tanaman.

b. Toksisitas akibat berlimpahknya ion Na+ dan Cl+ di dalam sel, pengaruh

keracunan meliputi terganggunya struktur enzim dan makromolekul lain,

kerusakan organel sel dan membran plasma, gangguan fotosintesis, respirasi

dan sintesis protein.

c. Ketidakseimbangan hara pada tanaman menyebabkan terganggunya

penyerapan dan/atau transport hara ke tajuk menyebabkan defisiensi hara

(Evelin 2009).

Salinitas mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting

dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. Pada

(5)

11

akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma menyebabkan perubahan

metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam. Kondisi

tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena

berkurangnya potensial air di dalam sel (Mahmood 2009).

Gambar 2.1. Pengaruh Cekaman Salinitas pada Tanaman (Evelin 2009).

Kedelai termasuk tanaman yang cukup toleran terhadap garam dan

produksi kedelai akan berkurang apabila tingkat salinitas tanah melebihi 5 dS/m.

Pada tanah dengan salinitas 14 + 15 dS/m produksi rata+rata 47,5% dibandingkan

pada tanah non salin dan pada salinitas 18+20 dS/m produksi rata+rata hanya

28,9% dibandingkan produksi kedelai pada tanah non salin (Phang 2008).

Tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus

hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi

menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada

konsentrasi garam rendah. Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan

menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan

penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif

(6)

oleh salinitas yang tinggi, diantaranya adalah pengurangan tinggi tanaman,

ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah cabang, jumlah polong, bobot

tanaman dan bobot 100 biji, penurunan kualitas biji, penurunan kandungan protein

biji, menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai, nodulasi kedelai,

mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen, menurunkan jumlah dan bobot bintil akar

(Phang 2008)

Selain menunjukkan gangguan pertumbuhan, respon genotipe kedelai

sensitif pada kondisi salin juga terjadi pengurangan laju fotosintesis. Penurunan

laju fotosintesis mungkin diakibatkan penutupan stomata yang disebabkan

cekaman osmotik atau gangguan induksi garam pada organ+organ fotosintesis

(Kao 2006). Secara umum, varietas kedelai yang toleran garam

menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dan berproduksi lebih baik dibandingkan

dengan varietas yang sensitif (Phang 2008).

!

Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi

kedelai di seluruh dunia. Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk

meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas. Oleh karena

itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat

biaya. Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap

peningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir. Melalui pemuliaan konvensional,

mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat+sifat kualitatif yang kurang peka

terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi

terhadap stres abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan (Pathan

(7)

13

Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman

tersebut di samping itu ada pula yang menjadi teradaptasi. Mayoritas tanaman

budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi, atau

sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang. Studi

mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik

penapisan tanaman yang efektif. Varietas kedelai menunjukkan spektrum luas

dalam kemampuannya mentoleransi garam. Penapisan genotipe kedelai telah

dilakukan untuk mengidentifikasi sifat genetik yang menunjukkan toleransi tinggi

terhadap cekaman garam. Saat ini, pemuliaan merupakan strategi utama untuk

meningkatkan toleransi garam pada kedelai (Phang 2009).

Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang cukup toleran salinitas

tergantung dari perbedaan varietas (Katerji 2000). Penelitian Rahmawati

dan Rosmayati (2010) menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada

tanah salin, hanya 5 varietas yang mampu menyelesaikan siklus hidupnya sampai

fase generatif dan menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas lainnya hanya mampu

bertahan sampai pada fase vegetatif saja. Kelima varietas tersebut adalah

Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray dan Detam 2.

Mekanisme toleransi garam pada kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4

kategori utama, yaitu :

1. Pemeliharaan ion homeostatis

2. Penyesuaian sebagai respon terhadap cekaman osmotik

3. Pemulihan keseimbangan oksidatif

4. Adaptasi struktural dan metabolik lain (Phang 2008)

Penelitian Valencia (2008) menunjukkan pengaruh pertumbuhan

tajuk dan akar pada kedelai yang mengalami cekaman garam pada beberapa

(8)

Tabel 2.1. Perbandingan Dua Metodologi Penapisan Klorida pada Tujuh Kultivar Kedelai

Kultivar Metode Gejala Visual Daun Metode Penapisan Reaksi Klorida

Klasifikasi Gejala Klasifikasi Cl– (mg kg+1)

Clark Sensitif Klorosis 14,104

Dare Sensitif Klorosis 14,612

Williams Sensitif Klorosis 13,868

HBK R4924 Sensitif Klorosis 14,152

HBK R5525 Toleran Hijau normal 3,096

Lee 68 Toleran Hijau normal 2,352

S+100 Toleran Hijau normal 2,724

(Sumber : Valencia , 2008)

Gambar 2.2. Gejala Visual pada Genotipe Kedelai Sensitif ( ) dan Varietas Kedelai Toleran pada NaCl 120 nM (Sumber : Valencia , 2008)

(9)

15

Cekaman salinitas pada sel menyebabkan perubahan metabolisme dan

perkembangan sel. Identifikasi karakteristik spesifik yang berhubungan dengan

toleransi garam seperti osmolite yang kompatibel (misalnya prolin dan gula) akan

menjadi penanda biologis potensial yang berguna dalam mengidentifikasi dan

manipulasi sel+sel tanaman yang tahan salinitas. Untuk melihat perubahan

biokimia terhadap cekaman osmotik dan menjelaskan mekanisme adaptasi pada

tingkat sel, perlu diteliti status pertumbuhan tanaman kedelai, kandungan gula,

dan prolin. Hasil penelitian menunjukkan kultivar kedelai toleran salinitas

memiliki bobot segar, prolin, protein dan kandungan gula yang lebih tinggi

dibandingkan kultivar kedelai yang tidak toleran salinitas (Aghaleh dan Niknam,

2009).

" # $

Kemajuan dalam bidang bioteknologi, khususnya pada biologi molekuler

membuka peluang penggunaannya dalam memecahkan berbagai masalah

pemuliaan tanaman. Dalam pemuliaan konvensional menggunakan hasil observasi

fenotipe, kadang+kadang didukung oleh statistika yang rumit dalam menyeleksi

individu unggul pada suatu populasi tanaman (Amris, 1988). Pemuliaan tanaman

di masa mendatang akan lebih mengarah kepada penggunaan teknik dan

metodologi pemuliaan molekuler dengan menggunakan penanda genetik.

Penggunaan “pemuliaan molekuler” ini telah menjanjikan kesederhanaan terhadap

kendala dan tantangan dalam pemuliaan tanaman yang rumit. Seleksi tidak

langsung dengan menggunakan penanda molekuler yang terikat dengan sifat+sifat

yang diinginkan telah memungkinkan studi individu pada tahap pertumbuhan dini,

(10)

ketidaktepatan pengukuran akibat ekspresi sifat yang disebabkan oleh faktor

eksternal lokus genetik ganda (Sudarmi, 2013).

Gen+gen yang diinduksi oleh cekaman abiotik seperti salinitas tinggi telah

ditemukan dan memberi peluang penting untuk memperbaiki sifat toleran

terhadap salinitas tinggi melalui pendekatan rekayasa genetik. Gen+gen target

tersebut meliputi gen+gen yang menyandikan enzim+enzim yang diperlukan untuk

biosintesis berbagai osmoprotektan, enzim+enzim yang mengelimasi reaktif

oksigen spesies, protein+protein embriogenesis akhir (LEA), enzim+enzim untuk

detoksifikasi dan faktor transkripsi (Santoso 2012).

Respon tanaman terhadap cekaman salinitas telah digunakan oleh para

ilmuwan untuk menghasilkan tanaman transgenik yaitu dengan cara mentransfer

gen responsif stres ke tanaman yang sensitif atau mengubah ekspresi gen yang

ada. Ada sejumlah gen yang diketahui bertanggung jawab mentoleransi cekaman

salinitas. Pendekatan molekuler melalui skrining dilakukan pada tanaman untuk

mengetahui gen+gen yang berperan dalam mekanisme ketahanan tersebut (Turan

2012; Ermawati, 2011).

Mekanisme utama untuk toleransi garam adalah dengan meminimalkan

garam diambil oleh akar, membaginya di tingkat sel dan jaringan sehingga tidak

mencapai konsentrasi yang bersifat toksik pada sitosol di daun. Gen+gen kandidat

antara lain untuk transportasi ion, osmoprotektan, dan membuat tanaman tumbuh

lebih cepat di tanah salin. Studi tentang ekspresi gen pada akar dan daun telah

banyak diulas dan berbagai saran telah disampaikan untuk meningkatkan

ketahanan tanaman di tanah salin (Munns, 2005). Beberapa peneliti telah

melaporkan beberapa gen yang terkait dengan toleransi kedelai terhadap cekaman

salinitas antara lain P5CS, GmCLC1, GmSOS1, GmNHX1, GmbZIP, GmDREB,

(11)

17

2011; Gao 2011; Zhang 2009; Li 2006; Liao 2003; Sun

2013).

% & #

$

Cekaman salinitas seperti faktor cekaman abiotik lainnya, diketahui

menginduksi kerusakan oksidatif sel+sel tanaman akibat senyawa reaktif oksigen

spesies (ROS) yang mempengaruhi proses fisiologi dan biokimia tanaman yang

dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman (Azevedo+Neto 2006 ).

Tanaman yang mengalami cekaman salinitas melakukan adaptasi metabolisme

untuk mengatasi perubahan lingkungan. Kelangsungan hidup pada kondisi stres

tergantung pada kemampuan tanaman untuk memahami stimulus, menghasilkan

dan mengirimkan sinyal dan memicu perubahan biokimia yang mengatur

metabolisme yang sesuai ( Hasegawa 2000 ).

Senyawa reaktif oksigen seperti radikal superoksida (O2+), hidrogen

peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH+) juga diproduksi selama stres

salinitas, dan bertanggung jawab atas kerusakan membran dan makro molekul

penting lainnya seperti pigmen fotosintesis, protein, DNA dan lipid (Fahmy

1998). Sel kloroplas tanaman, mitokondria dan peroksisom adalah penghasil ROS

yang penting. Senyawa reaktif oksigen yang diproduksi sebagai hasil dari

berbagai cekaman abiotik harus dibuang untuk melindungi tanaman dari stres

oksidatif dan pemeliharaan pertumbuhan normal (Dolatabadian dan Jouneghani,

2009).

Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara peroksidan

(ROS) dan antioksidan. Senyawa reaktif oksigen spesies (ROS) adalah radikal

bebas dan senyawa yang cenderung reaktif dan mudah bereaksi dengan senyawa

(12)

menimbulkan reaksi berantai yang menimbulkan kerusakan jaringan (Agarwal,

2005).

Salah satu upaya untuk meningkatkan toleransi terhadap stres oksidatif

adalah dengan aplikasi asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat adalah molekul

yang berukuran kecil, larut dalam air, merupakan anti+oksidan yang bertindak

sebagai substrat utama dalam jalur siklik detoksifikasi enzimatik hidrogen

peroksida. Asam askorbat adalah zat pertama dalam detoksifikasi dan menetralkan

radikal superoksida (Noctor dan Foyer, 1998). Asam askorbat juga berperan

penting dalam fotoproteksi, regulasi fotosintesis, serta proses pertumbuhan

tanaman seperti pembelahan sel dan ekspansi dinding sel (Smirnoff, 2000;

Pignocchi dan Foyer, 2003).

Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses

selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan

aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Asam askorbat juga

berfungsi menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan

radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004).

Gambar 2.4. Struktur Kimia Asam Askorbat

Dehghan (2011) melaporkan aplikasi asam askorbat eksogenous

dengan dosis 400 ppm pada kondisi cekaman salinitas dapat meningkatkan

persentase perkecambahan kedelai, bobot kering akar dan tajuk. Ejaz (2012)

(13)

19

meningkatkan pertumbuhan vegetatif, aktifitas enzim antioksidan (POD dan

SOD), dan kandungan prolin pada cekaman salinitas. Aplikasi asam askorbat pada

kacang hijau yang mengalami stres salinitas juga dapat meningkatkan aktivitas

enzim antioksidan dan mencegah aktivitas senyawa reaktif oksigen. Selain itu

asam askrobat juga meningkatkan kandungan klorofil pada kacang hijau

(Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).

' ( # ) &

Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk

jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah

berarti “akar jamur” (Atmaja, 2001). Mikoriza adalah merupakan asosiasi

simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Secara umum mikoriza di daerah

tropika tergolong ke dalam dua Endomikoriza pada umumnya termasuk ke dalam

ordo Glomales (Zyangomycetes), yang terbagi ke dalam subordo Glominae dan

Gigasporinae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai dua genus

yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili yaitu famili

Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulospora dengan genus Acaulospora

dan Entrophospora, Paraglomacear dengan genus Paraglomus, dan

Archaeosporaceae dengan genus Achaespora (INVAM, 2003).

Perkembangan suatu infeksi mikoriza dimulai dengan pembentukan

apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal yang berasal dari spora

mikoriza dalam tanah. Hifa dari apresorium menembus sel+sel epidermis dan

menjalar di antara sel atau dalam sel sepanjang akar korteks. Akar bermikoriza

membentuk jaringan hifa luar (eksternal) yang merupakan kelanjutan dari hifa

dalam (internal) menjalar ke dalam tanah. Gambar 2.5 menunjukkan struktur

(14)

jaringan akar tanaman yang terinfeksi mikoriza terdiri atas hifa yang tidak

bercabang yang terletak di ruangan antara sel. Selain itu terdapat pula hifa

intraseluler yang membengkok menjadi bulat atau bulat memanjang yang disebut

vesikel (Anas, 1992).

Gambar 2.5. Penampang Melintang Akar yang Menunjukkan Karakteristik Struktur Fungi Mikroriza Arbuskular (Habte dan Osorio, 2001)

Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat,

mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan

atau berkembang menjadi klamidospora yang berfungsi sebagai organ reproduksi

dan struktur tahan. Vesikel selain dibentuk secara interseluler ada juga yang

secara intraseluler. Pembentukan vesikel diawali dengan adanya perkembang

sitoplasma hifa yang menjadi lebih padat, multinukleat dan mengandung partikel

lipid dan glikogen. Sitoplasma menjadi semakin padat melalui proses kondensasi,

dan organel semakin sulit untuk dibedakan sejalan dengan akumulasi lipid selama

maturasi (proses pendewasaan). Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar

jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua dan terbentuk setelah

pembentukan arbuskul. Arbuskul adalah struktur hifa yang bercabang+cabang

(15)

21

berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur.

Struktur ini mulai terbentuk 2+3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi

cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan intraseluler ke dalam

dinding sel inang (Feronika, 2003).

Manfaat FMA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam

siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar

tanaman ke organisme tanah yang lain (Brundrett 1996). Sedangkan

manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama

P (Bolan, 1991), di mana FMA dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam+

asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P. Sasli

(2004) menggambarkan peranan FMA dalam meningkatkan ketersediaan dan

serapan unsur hara dan unsur hara lainnya seperti pada Gambar 6.

Gambar 2.6 . Pengaruh Mikoriza Arbuskular pada Ketersediaan dan Penyerapan Unsur Hara (Sasli, 2004)

*

Pada tahap ini, terjadi modifikasi kimia oleh mikoriza terhadap akar tanaman,

sehingga tanaman mengeksudasi asam+asam organik dan enzim fosfatase asam

(16)

tanaman terhadap kondisi tanah yang kahat P, yang mempengaruhi kimia rizosfer

(Marschner, 1995).

Mekanisme utama bagi pergerakan P ke permukaan akarah melalui difusi yang

terjadi akibat adanya gradien konsentrasi, serta merupakan proses yang sangat

lambat. Menurut Bolan (1991), jarak difusi ion+ion fosfat tersebut dapat

diperpendek dengan hifa eksternal FMA yang juga dapat berfungsi sebagai alat

penyerap dan translokasi fosfat (Jakobsen, 1992).

Konsentrasi P yang ada di larutan tanah dapat menjadi sangat rendah dan

mencapai konsentrasi minimum yang dapat diserap akar, hal ini terjadi sebagai

akibat terjadinya proses penyerapan ion fosfat yang ada di permukaan akar

(Marschner, 1995). Di bawah konsentrasi minimum tersebut akar tidak mampu

lagi menyerap P dan unsur hara lainnya, sedangkan pada akar bermikoriza,

penyerapan tetap terjadi sekalipun konsentrasi ion fosfat berada di bawah

konsentrasi minimum yang dapat diserap oleh akar (Bolan, 1991). Proses ini ini

terjadi karena afinitas hifa eksternal yang lebih tinggi atau peningkatan daya tarik

menarik ion+ion fosfat yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa

FMA (Smith dan Read, 1997).

Selain berperan penting dalam peningkatan serapan P, serapan unsur hara

lain seperti kalium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, mangan, seng, dan boron

seringkali meningkat akibat adanya FMA (Santosa, 1990). Pengaruh FMA dalam

pertumbuhan tanaman telah pula diinformasikan yaitu tanaman yang bermikoriza

menjadi lebih tenggang terhadap salinitas dan kemasaman tanah, keracunan logam

(17)

23

dalam pertumbuhan, merangsang nodulasi dan penambatan nitrogen pada legum

dan memberikan perlindungan akar dari infeksi patogen (Lynch, 1983; Mosse,

1991). Munyanzuza (1997) menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza

lebih tahan kekeringan daripada yang tidak bermikoriza dan akan cepat kembali

pulih setelah periode kekeringan berakhir. Hal ini dimungkinkan karena hifa FMA

masih mampu menyerap air pada pori+pori tanah pada saat akar tanaman sudah

tidak mampu. Selain penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas sehingga hifa

dapat mengambil air relatif lebih banyak.

Secara umum dinyatakan pertumbuhan tanaman yang bermikoriza lebih

baik dari tanaman tanpa mikoriza (Mosse, 1981). Walaupun demikian setiap

spesies FMA mempunyai kemampuan berbeda dalam meningkatkan penyerapan

dan pertumbuhan tanaman. Kemampuan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan

tanaman pada kondisi kurang menguntungkan disebut keefektifan. Ada beberapa

faktor yang berhubungan dengan keefektifan suatu spesies FMA yaitu :

kemampuan FMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran hifa

yang baik di dalam tanah, kemampuan FMA untuk membentuk infeksi yang

ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman,

kemampuan hifa FMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah dan umur dari

mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman (Daniels dan Menge,

1981; Abbot dan Robson, 1984)

+ ( # ) & $

Tanaman pada lingkungan alami dikolonisasi oleh mikroorganisme

eksternal dan internal. Beberapa mikroorganisme menguntungkan terutama

bakteri dan jamur dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman pada

(18)

FMA telah ketahui dapat meningkatkan pertumbuhan dan toleransi

tanaman terhadap salinitas. FMA meningkatkan toleransi salinitas dengan

berbagai mekanisme, seperti meningkatkan serapan hara (Al+Karaki dan Al+

Raddad, 1997), memproduksi hormon pertumbuhan tanaman, memperbaiki

kondisi rizosfer dan tanah (Lindermann, 1994), mengubah sifat fisiologis dan

biokimia tanaman inang (Smith dan Read, 1995) dan mempertahankan akar dari

serangan patogen tanah (Dehne, 1982). Selain itu, FMA dapat meningkatkan

proses fisiologis inang seperti kapasitas penyerapan air tanaman dengan

meningkatkan konduktivitas hidrolik akar dan menyesuaikan keseimbangan

osmotik yang baik dan komposisi karbohidrat (Rosendahl dan Rosendahl, 1991;

Al+Karaki dan Clark, 1998; Ruiz+Lozano dan Azcon, 2000; Ruiz+Lozano, 2003).

Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman meningkat dan mengurangi

efek ion toksik (Juniper dan Abbott, 1993). Manfaat ini telah mendorong FMA itu

untuk menjadi bio+ameliorasi yang sesuai untuk tanah salin.

Fungi mikoriza arbuskular telah diketahui secara alami terdapat pada

lingkungan salin (Yamato 2008). Penelitian Aliasgharzadeh (2001)

menunjukkan beberapa spesies FMA dominan di tanah salin di dataran Tabriz

(EC 162 dS/m) adalah dan .

Peneliti juga menyatakan bahwa jumlah spora FMA tidak menurun secara nyata

dengan meningkatnya salinitas tanah dan dilaporkan jumlah spora relatif tinggi

(rata+rata 100 per 10 g tanah). Tingkat kepadatan spora jamur pada tanah salin

kemungkinan disebabkan sporulasi yang distimulasi cekaman salin, hal ini

menunjukkan bahwa FMA dapat menghasilkan spora pada tingkat kolonisasi akar

yang rendah pada kondisi salinitas tinggi. Sebaliknya beberapa peneliti

menyatakan bahwa salinitas tidak hanya mempengaruhi tanaman inang tetapi juga

(19)

25

Ada hubungan antara populasi spora FMA dengan beberapa faktor edapik.

Korelasi positif antara kerapatan spora dengan pH tanah, karbon organik, dan

kandungan pasir pada tanah. Korelasi negatif antara kepadatan spora dengan

ketersediaan Mg, Ca, Cl, liat, daya hantar listrik, SO4 dan rasio absorpsi natrium

(Aliasgharzadeh 2001; Mohammad 2003; Mathur , 2007).

Salinitas, tidak hanya berpengaruh pada tanaman inang tetapi juga pada

FMA yaitu dapat menghambat kemampuan kolonisasi, perkecambahan spora dan

pertumbuhan hifa. Beberapa peneliti melaporkan salinitas memberikan efek

negatif terhadap FMA (Hirrel, 1981; Estaun, 1989; McMillen 1998;

Jahromi 2008). Kolonisasi pada akar tanaman oleh beberapa spesies FMA

berkurang bila terpapar NaCl (Giri 2007; Sheng 2008) karena efek

langsung dari NaCl terhadap fungi yang menekan pertumbuhan mikoriza

arbuskular (Tian 2004; Sheng 2008; Juniper dan Abbott, 2006).

Panjang hifa cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi salinitas

tanah. Pertumbuhan hifa jamur dapat lebih sensitif terhadap NaCl dari

perkecambahan spora (Juniper dan Abbott, 2006). Jahromi (2008)

melaporkan bahwa tingkat salinitas medium akan mengurangi jumlah spora yang

dihasilkan oleh . Penurunan ini menunjukkan bahwa jika

salinitas berlanjut, ada pengurangan kolonisasi pada tanaman dengan mengurangi

kemampuan inokulum (yaitu spora). Peningkatan salinitas akan mengurangi

panjang hifa yang akan menghambat kolonisasi dan kemampuan simbiosis FMA.

FMA yang paling banyak diteliti pada tanah salin adalah spp.

(Wang 2004). Porras+Sariano (2009) yang menguji kemampuan tiga

spesies FMA yaitu dan untuk

(20)

kemampuan FMA untuk melindungi tanaman dari pengaruh cekaman salinitas

yang merugikan tergantung dari kemampuan masing+masing spesies.

Penelitian Sharifi (2007) menunjukkan bahwa FMA yang diberi

perlakuan pendahuluan NaCl dengan peningkatan konsentrasi bertahap dan

kemudian diberi cekaman salinitas efisiensinya meningkat. Hal ini kemungkinan

disebabkan aklimatisasi FMA terhadap salinitas.

, -. / ( # ) & # 0

$

Evelin (2009) menyatakan bahwa peran FMA dalam meningkatkan

toleransi tanaman inang terhadap cekaman salinitas meliputi peningkatan serapan

hara (P, N, Mg dan Ca), menjaga rasio K+/Na+, perubahan biokimia (akumulasi

prolin, betain, poliamina, karbohidrat dan antioksidan), perubahan fisiologi

(fotosintesis, efisiensi, permeabilitas relatif, status air, akumulasi asam absisat,

nodulasi dan fiksasi nitrogen), perubahan molekular (ekspresi gen PIP, Na+/H+

antipoters, Lsnced, Lslea, dan LsPC5CS) dan perubahan ultra+struktural (Gambar

7).

(21)

27

, &

Mikoriza telah diketahui meningkatkan kemampuan tanaman inang

dengan meningkatnya pertumbuhan dan biomassa. Beberapa peneliti melaporkan

bahwa tanaman yang diinokulasi FMA tumbuh lebih baik daripada tanaman yang

tidak diinokulasi pada kondisi salin (Zuccarini dan Okurowska, 2008; Al+Karaki

dan Al+Raddad, 1997; Lindermann, 1994).

Colla (2008) melaporkan peningkatan pertumbuhan, produksi, status

air, kandungan hara dan mutu buah tanaman yang dikolonisasi

oleh yang mengalami cekaman salinitas. Peningkatan

pertumbuhan tanaman bermikoriza disebabkan kemampuan mikoriza

meningkatkan pengambilan hara khususnya fosfor (Sharifi 2007).

Beberapa penelitian mengenai pengaruh FMA pada tanaman kedelai yang

mengalami cekaman salinitas menunjukkan pertumbuhan tanaman kedelai yang

diinokulasi FMA lebih baik dibandingkan yang tidak diinokulasi (Ghorbanli

2004; Sharifi 2007). Sharifi (2007) menyatakan bahwa kedelai yang

diinokulasi dengan FMA secara nyata meningkatkan bobot basah dan bobot

kering, prolin akar, P, K dan Zn.

, $

FMA menunjukkan pengaruh positif pada komposisi hara mineral

(terutama hara dengan mobilitas rendah seperti fosfor) pada tanaman yang tumbuh

pada kondisi cekaman salinitas. Hal ini terutama disebabkan oleh ketersediaan

hara di sistem perakaran dan meningkatnya transportasi (penyerapan dan/atau

translokasi) oleh FMA (Sharifi 2007). Ketergantungan terhadap mikoriza

semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam. Keadaan ini

(22)

( .

Salinitas tanah secara signifikan mengurangi penyerapan nutrisi mineral,

terutama fosfor (P), karena ion fosfat terjerap dengan ion Ca2+, Mg2+ dan Zn2+

pada tanah salin dan menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Inokulasi mikoriza

dapat meningkatkan konsentrasi P dalam tanaman dengan meningkatkan serapan

yang difasilitasi oleh luas hifa fungi yang memungkinkan hifa tersebut

mengeksplorasi volume tanah lebih banyak dibandingkan dengan tanaman tidak

bermikoriza. Diperkirakan bahwa hifa eksternal memberikan hingga 80% dari

kebutuhan P suatu tanaman (Ruiz+Lozano dan Azcon, 2000). Peningkatan hara P

pada tanaman yang diinokulasi FMA dapat meningkatkan laju pertumbuhan

tanaman, meningkatkan produksi antioksidan dan meningkatkan bintil akar dan

fiksasi nitrogen dalam kacang+kacangan (Garg dan Manchdana, 2008).

Peningkatan serapan P oleh FMA pada tanaman yang tumbuh di pada

kondisi cekaman garam dapat mengurangi efek negatif dari ion Na dan Cl dengan

mempertahankan integritas membran vakuolar yang memudahkan

kompartementasi ke dalam vakuola dan selektifitas asupan ion sehingga

mencegah ion masuk ke dalam jalur metabolisme untuk pertumbuhan (Cantrell

dan Lindermann, 2001).

&

Salinitas mengganggu penyerapan nitrogen (N) dan pemanfaatannya yang

mempengaruhi tahapan yang berbeda dari metabolisme N, seperti serapan NO3+

dan sintesis protein (Frechill 2001). Pemberian FMA dapat membantu

asimilasi nitrogen yang lebih baik pada tanaman inang. Khaliel (2010)

menyatakan bahwa serapan nitrogen meningkat pada kacang tanah yang

(23)

29

mengambil nitrogen anorganik dari tanah dalam bentuk nitrat dan berasimilasi

melalui reduktase nitrat yang terletak dalam sel yang memiliki arbuskular.

Cliquet dan Stewart (1993) mengamati meningkatnya serapan N pada

tanaman bermikoriza yang disebabkan oleh perubahan metabolisme N akibat

perubahan enzim yang berhubungan dengan metabolisme nitrogen. Giri dan

Mukerji (2004) telah melaporkan bahwa peningkatan nutrisi N dapat membantu

mengurangi efek toksik dari ion Na dengan mengurangi penyerapan ion tersebut,

mekanisme ini secara tidak langsung dapat membantu dalam mempertahankan

kandungan klorofil tanaman.

1 2 3

Ketika Na+ atau konsentrasi garam dalam tanah tinggi, tanaman

cenderung mengambil lebih banyak Na+ yang mengakibatkan penurunan

penyerapan K+. Ion Na+ bersaing dengan K+ untuk menjadi bagian terpenting

pada berbagai fungsi selular. Kalium memainkan peranan penting dalam

metabolisme tanaman. K+ mengaktifkan berbagai enzim dan memainkan peranan

penting dalam pergerakan stomata dan sintesis protein. Konsentrasi tinggi K+

diperlukan dalam sintesis protein di mana K digunakan dalam pengikatan tRNA

pada ribosom. Fungsi+fungsi ini tidak dapat digantikan oleh ion Na+, lebih

tingginya rasio Na+ : K+ disebabkan karena salinitas akan mengganggu

keseimbangan ion dalam sitoplasma, akibatnya akan mengganggu berbagai jalur

metabolik (Giri 2007.).

Kolonisasi mikoriza pada tanaman dengan FMA bisa membalikkan

pengaruh salinitas terhadap nutrisi K dan Na. Kolonisasi mikoriza dapat

meningkatkan penyerapan K pada kondisi salin (Giri 2007; Sharifi

(24)

Serapan Na+ mungkin juga dipengaruhi oleh sintesis dan penyimpanan polifosfat

oleh kation lain terutama K (Giri 2003.).

Penyerapan K+ meningkat pada tajuk tanaman yang diberi mikoriza

bahkan pada tingkat salinitas tinggi (9,5 dS/m). Hal ini akan meningkatkan rasio

K : Na di akar dan tunas pada tanaman bermikoriza (Giri 2007). Tingginya

rasio K : Na membantu untuk mencegah berbagai gangguan proses enzimatis

dan penghambatan sintesis protein. Tingginya rasio K : Na juga bermanfaat dalam

mempengaruhi keseimbangan ion pada sitoplasma atau pengeluaran Na+ dari

tanaman (Colla 2008).

Pada salinitas tinggi, akumulasi Cl sangat meningkat, meskipun tetap

konstan dalam akar. Tingginya konsentrasi Cl pada jaringan bisa menjadi racun

bagi tanaman dan akan membatasi budidaya di daerah salin. Masalah ini dapat

diatasi oleh aplikasi mikoriza arbuskular yang dapat mengurangi penyerapan ion

Cl (Zuccarini dan Okurowska, 2008). Ion Cl dapat dipindahkan ke dalam

membran vakuolar sehingga mencegah ion tersebut mengganggu jalur metabolik

dalam tanaman (Cantrell dan Lindermann, 2001).

#

Studi menunjukkan bahwa FMA sangat mempengaruhi kalsium (Ca)

dalam tanaman. Cantrell dan Linderman (2001) melaporkan meningkatkan

serapan Ca pada selada yang diberi mikoriza. Tingginya Ca memiliki efek

menguntungkan pada efek racun dari NaCl dengan memfasilitasi tingginya

selektivitas K/Na dan menyebabkan meningkatnya adaptasi terhadap garam.

Selain itu, Ca yang tinggi juga dibutuhkan untuk meningkatkan kolonisasi dan

(25)

31

Biosintesis klorofil dihambat oleh cekaman salinitas yang menghalangi

menyerapan cahaya dan menyebabkan penurunan laju fotosintesis. Mikoriza dapat

meningkatkan serapan Mg dan meningkatkan konsentrasi klorofil. Efektifitas

serapan Mg2+ membantu meningkatkan konsentrasi klorofil dan dengan

demikian meningkatkan efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan tanaman (Giri dan

Mukerji, 2004).

, &

Jika tanah mengering dan potensi air tanah berkurang, tanaman harus

mengurangi potensi air untuk menjaga gradien yang menguntungkan bagi aliran

air dari tanah ke akar. Untuk mencapai efek seperti itu, kebanyakan tanaman

mengembangkan mekanisme penyesuaian osmotik yang paling penting atau

osmoregulasi yang mungkin memerlukan penurunan potensial osmotik dalam

tanaman yang diminimalisir oleh akumulasi senyawa ion organik aktif atau zat

terlarut. Sejumlah senyawa yang mengandung nitrogen menumpuk di tanaman

yang terkena cekaman salinitas. Senyawa yang paling umum meliputi asam

amino, amida dan protein, senyawa amonium kuartener (betain) dan poliamina.

Senyawa ini umumnya ada dalam konsentrasi rendah ketika tanaman tidak

terkenan cekaman garam. Osmoregulasi memungkinkan sel untuk menjaga turgor

dan proses+proses yang tergantung turgor termasuk ekspansi dan pertumbuhan

sel, membuka stomata dan fotosintesis, serta menjaga gradien potensial air yang

menguntungkan untuk air masuk ke tanaman (Rabie dan Almadini, 2005).

Akumulasi prolin paling sering dilaporkan sebagai modifikasi yang

disebabkan oleh cekaman air dan garam pada tanaman. Dalam kondisi salin,

(26)

pelindung untuk menjaga keseimbangan osmotik pada potensi air rendah (Ashraf

dan Foolad, 2007; Sannazzaro 2007). Prolin juga bertindak sebagai

cadangan energi dan nitrogen untuk digunakan selama stres garam (Goas

1982; Sharifi 2007), dilaporkan juga konsentrasi prolin lebih tinggi dalam

kedelai yang diberi mikoriza dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza pada

tingkat salinitas yang berbeda (0, 50, 100, 150 dan 200 mM NaCl). Peneliti juga

mengamati bahwa pada tanaman bermikoriza, tingkat konsentrasi prolin lebih

tinggi ditemukan di dalam akar dari pada tajuk. Hal ini mungkin disebabkan

karena akar adalah bagian utama penyerapan air dan karenanya harus menjaga

keseimbangan osmotik antara sel akar yang menyerap air dan media eksternal.

Wang (2004) menyatakan bahwa akumulasi prolin pada tanaman mungkin

merupakan gejala stres dalam spesies yang kurang toleran garam dan

kontribusinya untuk penyesuaian osmotik.

&

Akumulasi betain pada tanaman yang mengalami cekaman garam

umumnya terjadi. Betain adalah senyawa amonium quartener turunan N+alkohol

amino asam. Setelah terbentuk, betain jarang dimetabolisme. Oleh karena itu,

betain dapat digunakan sebagai indikator yang efektif pada cekaman garam (Duke

1986). Betain tidak hanya osmolite seluler yang tidak beracun tetapi juga

dapat menstabilkan struktur dan aktifitas enzim dan komplek protein dan menjaga

integritas membran terhadap efek merusak dari kelebihan garam. Akumulasi

betain pada cekaman garam meningkat jika tanaman dikolonisasi oleh FMA. Hal

ini ditemukan pada tingkat salinitas tinggi di mana kandungan glisin betain pada

tanaman bermikoriza dua kali lipat lebih besar daripada tanaman yang tidak

(27)

33

1

Poliamina bebas adalah kation organik kecil yang diperlukan untuk

pertumbuhan sel eukariotik. Kation ini diperkirakan berperan penting dalam

respon tanaman pada berbagai cekaman lingkungan seperti salinitas osmolaritas

tinggi dan stres anti+oksidatif. Poliamina diduga berperan dalam regulasi

perkembangan akar pada kondisi salin (Coue'e 2004.). Dalam kondisi salin,

pool poliamina bebas akan menurun, namun inokulasi tanaman dengan FMA

meningkatkan konsentrasi poliamina bebas. Sannazzaro (2007) melaporkan

peningkatan total pool poliamina bebas pada tanaman yang

dikolonisasi oleh . Peneliti tersebut mengamati poliamina

pada berbagai individu sebagai respon terhadap salinitas dan inokulasi mikoriza

tergantung pada genotipa tanaman dan organ (akar atau tajuk). Disimpulkan

bahwa pool poliamina bisa menjadi salah satu mekanisme yang digunakan oleh

FMA untuk meningkatkan adaptasi tanaman terhadap tanah salin.

&

Beberapa penelitian melaporkan akumulasi gula terlarut untuk mengatur

potensi osmotik tumbuhan selama stres garam menurunkan potensial osmotik

pada tanaman yang merupakan mekanisme penting dalam perlindungan tanaman

terhadap stres. Kadar gula larut pada yang dikolonisasi

secara nyata meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

NaCl (Thanna dan Nawar, 1994; Al+Garni, 2006). Porcel (2003) juga

melaporkan konsentrasi gula meningkat pada akar kedelai yang dikolonisasi oleh

.

Korelasi positif antara kadar gula dan mikoriza disebabkan efek sink

pada fungi yang mengambil gula dari jaringan tajuk. Proses+proses yang terlibat

(28)

dan senyawa karbon pada sistem akar tanaman inang. Akumulasi gula meningkat

kemungkinan disebabkan hidrolisis pati menjadi gula dalam bibit yang

diinokulasi dengan mikoriza (Finlay dan Soderstro, 1992).

Reaktif oksigen spesies seperti oksigen tunggal, anion superoksida (O2+),

hidrogen peroksida dan radikal hidroksil (OH+) adalah produk yang tidak

terhindarkan pada interaksi antara oksigen dan elektron yang bocor dari rantai

transport elektron di dalam kloroplas dan mitokondria selama metabolisme

aerobik normal (Moller, 2001). Semua reaktif oksigen spesies dapat bereaksi

dengan DNA, protein dan lipid dan jika tidak ada mekanisme perlindungan akan

dapat merusak struktur dan fungsi sel (Alguacil 2003.). Pada tanaman yang

mempunyai mekanisme perlindungan tanaman untuk menghindar dari kerusakan

oksidatif akan melibatkan molekul antioksidan dan enzim (Jiang dan Zhang,

2002; Nunez 2003). Hubungan antara kapasitas antioksidan dan toleransi

NaCl telah dibuktikan dalam beberapa jenis tumbuhan (Benavides 2000;

Nunez 2003).

Tanaman dengan konsentrasi antioksidan tinggi telah dilaporkan memiliki

ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan oksidatif (Jiang dan Zhang, 2002).

Antioksidan termasuk superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) peroksidase,

askorbat (APOX), glutathione reduktase, dehidroaskorbat, onodehidroaskorbat

reduktase), peroksidase guaiakol, glutathione teroksidasi, glutathione peroksidase,

dan enzim yang terlibat dalam siklus askorbat+glutathione (Ghorbanli , 2004;

Alguacil 2003.).

Beberapa studi menunjukkan bahwa simbiosis FMA membantu tanaman

untuk mengurangi cekaman salinitas dengan meningkatkan aktivitas enzim

(29)

35

(2004) menunjukkan peningkatan enzim antioksidatif enzim pada kedelai yang

diinokulasi dengan . Aktivitas superoksida dismutase (SOD),

peroksidase (POD) dan askorbat peroksidase meningkat pada kedelai bermikoriza

pada kondisi salin.

, & (

Cekaman salinitas dapat mempengaruhi tanaman dengan mengganggu

mekanisme fisiologisnya seperti penurunan efisiensi fotosintesis, pertukaran gas,

gangguan membran, status air, dan lain+lain . Ada bukti menunjukkan bahwa

simbiosis FMA dapat mengurangi efek seperti yang disebutkan di atas dengan

menggunakan berbagai mekanisme yang dibahas berikut ini :

.

Peningkatan salinitas menyebabkan penurunan kandungan klorofil karena

menekan enzim tertentu yang bertanggung jawab untuk sintesis pigmen

fotosintetik. Pengurangan penyerapan mineral (seperti Mg) yang diperlukan untuk

biosintesis klorofil juga mengurangi konsentrasi klorofil dalam daun (Sheng ,

2008).

Kandungan klorofil lebih tinggi pada daun tanaman bermikoriza dalam

kondisi salin telah diamati oleh berbagai penulis (Giri dan Mukerji, 2004;

Sannazzaro 2006;. Zuccarini, 2007; Colla 2008.; Sheng 2008).

Hal ini menunjukkan garam tidak mengganggu sintesis klorofil pada tanaman

bermikoriza dibandingkan tanaman tidak bermikoriza (Giri dan Mukerji, 2004).

Dengan keberadaan mikoriza, efek antagonistik penyerapan Na+ dapat

diimbangi dan ditekan oleh Mg2+ (Giri 2003). Tanaman yang diinokulasi

FMA pada cekaman garam memiliki kapasitas fotosintesis (dihitung dengan

(30)

cekaman, hal ini menunjukkan bahwa mikoriza mampu sepenuhnya

menyeimbangkan kondisi yang disebabkan cekaman (Zuccarini, 2007).

& & .

FMA yang diinokulasi tanaman inang memungkinkan tanaman untuk

mempertahankan konsentrasi elektrolit lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman

yang tidak bermikoriza dengan mempertahankan integritas dan stabilitas

membran. Akibatnya, konduktivitas listrik pada akar mikoriza ditemukan lebih

tinggi dari pada akar yang tidak bermikoriza (Garg dan Manchdana, 2008).

Garg dan Manchdana (2008) menjelaskan bahwa akar tanaman

bermikoriza menunjukkan permeabilitas lebih tinggi dari

tanaman tidak bermikoriza pada berbagai tingkat salinitas tanah (DHL 4, 6 dan 8

dS/m). Kaya (2009) melaporkan bahwa kebocoran elektrolit dalam daun

yang diberi perlakuan NaCl dengan konsentrasi dengan 50 mM

dan 100 mM adalah 31,66 dan 42,45, sedangkan tanaman yang diinokulasi FMA

memiliki kebocoran elektrolit yang relatif lebih rendah masing+masing 26,87 dan

30,98, ini menunjukkan bahwa membran plasma pada akar tumbuhan

bermikoriza memiliki permeabilitas elektrolit yang jauh lebih rendah

dibandingkan dengan tanaman tidak mikoriza. Stabilitas membran meningkat

dikaitkan dengan peran mikoriza melalui peningkatan serapan P dan

meningkatkan produksi antioksidan (Feng 2002).

1 & 4 5

Mikoriza dapat mengubah tingkat ABA pada tanaman inang. Sannazzaro

(2007) melaporkan kandungan ABA lebih tinggi pada tanaman

dikolonisasi oleh dibandingkan tanaman yang tidak

bermikoriza. Tetapi sebaiknya Jahromi (2008) melaporkan kadar ABA

(31)

37

pada tanaman tidak bermikoriza, hal ini menunjukkan bahwa tanaman

bermikoriza sedikit mengalami cekaman dibandingkan tanaman tidak

bermikoriza sehingga akumulasi ABA berkurang. Kemungkinan pengaruh FMA

terhadap kandungan ABA berbeda dengan berbagai tanaman inang.

Tanaman pada tanah salin mengalami kekeringan fisiologis karena ion

Na dan Cl yang terikat pada air yang dibutuhkan dan ikut dimobilisasi oleh

tanaman (Fuzy 2008). Penelitian menunjukkan bahwa kolonisasi dengan

FMA dapat membantu tanaman pada keadaan ini. Banyak penulis telah

melaporkan bahwa tanaman yang diinokulasi dengan FMA mempertahankan

kadar air yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak

diinokulasi (Colla, 2008; Jahromi 2008; Sheng 2008). Hal ini

difasilitasi oleh peningkatan konduktivitas hidrolik akar pada potensial air rendah

(Kapoor 2008). Meningkatnya konduktansi akar dikaitkan dengan panjang

akar dan sistem morfologi akar yang diubah oleh FMA (Dehne, 1982; Kothari

1990). Tanaman yang diberi FMA menunjukkan konduktansi stomata lebih

tinggi sehingga meningkatkan transpirasi (Jahromi 2008; Sheng

2008). Tanaman bermikoriza juga memiliki potensi osmotik lebih rendah

disebabkan akumulasi zat terlarut, sehingga menghasilkan penyesuaian osmotik

tanaman dapat ditingkatkan. Defisit kejenuhan air yang lebih rendah rendah dan

potensi turgor yang lebih tingggi pada tumbuhan bermikoriza juga meningkatkan

status air tanaman. Semua hal tersebut difasilitasi kolonisasi mikoriza sehingga

memungkinkan tanaman inang untuk menggunakan air lebih efisien yang

memungkinkan tanaman untuk mempertahankan konsentrasi karbon dioksida

yang lebih rendah antar sel sehingga meningkatkan kapasitas tukar gas dalam

(32)

, " (

Nodul yang dibentuk melalui simbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen

sangat rentan terhadap cekaman salinitas dan simbiosis menurun karena cekaman

garam (Garg dan Manchdana, 2008). Hal ini mungkin karena penuaan nodul dini

dipicu oleh cekaman garam yang menyebabkan pembentukan pigmen hijau dari

leghaemoglobin dan kehilangan fiksasi nitrogen (Delgado 1994.).

Aplikasi FMA dapat menangkal efek salinitas yang berbahaya terhadap

bintil akar dan fiksasi nitrogen pada kacang+kacangan. Giri dan Mukerji (2004)

melaporkan pengaruh inokulasi mikoriza dalam pembentukan bintil pada

cekaman. Kolonisasi FMA pada legum dapat meningkatkan jumlah bintil (Giri

dan Mukerji, 2004; Garg dan Manchdana, 2008). Hal ini menunjukkan pengaruh

positif FMA pada simbiosis bakteri penambat nitrogen dengan leguminosa.

Tanaman bermikoriza juga memiliki aktivitas nitrogenase yang lebih tinggi.

Penelitian Garg dan Chandel (2011) menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas

nitrogenase, jumlah nodul dan fiksasi nitrogen pada yang

dikolonisasi pada kondisi salin.

Semua parameter berkontribusi terhadap kemampuan fiksasi nitrogen yang

lebih tinggi pada tanaman bermikoriza, aktivitas nitrogenase meningkat dan

fiksasi nitrogen meningkat terkait dengan penyerapan P dan unsur mikro esensial

yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu

disarankan bahwa mikoriza dan simbiosis bintil sering bertindak sinergis pada

tingkat infeksi, nutrisi mineral dan pertumbuhan tanaman yang mendukung

kebutuhan untuk N dan P dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman

salinitas (Rabie dan Almadini, 2005).

(33)

39

6 $

Lahan pasang+surut terdapat di sepanjang daerah pantai Sumatera,

Kalimantan, Irian dan pulau lainnya, terdiri dari berbagai ekosistem yang

dipengaruhi oleh pergerakan air pasang dan salinitas dengan tingkat bervariasi.

Salinitas merupakan salah satu cekaman abiotik yang sangat mempengaruhi

kuantitas dan kualitas produksi tanaman. Persoalan lahan salin yang utama

adalah tingginya kandungan Na+ dan Cl+ di medium perakaran tanaman

sehingga tekanan osmotik larutan tanah naik. Hal tersebut mengakibatkan

gangguan terhadap penyerapan air dan unsur hara yang dapat cepat

menurunkan laju pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akar, batang dan luas

daun berkurang karena cekaman salinitas yaitu ketidakseimbangan metabolik

yang disebabkan oleh keracunan ion, cekaman osmotik dan kekurangan hara yang

pada akhirnya akan menurunkan produksi tanaman.

Untuk mengatasi permasalahan pada budidaya tanaman di tanah salin

termasuk budidaya kedelai ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, diantaranya

dengan penggunaan varietas kedelai toleran salinitas. Upaya untuk mendapatkan

varietas kedelai toleran salinitas telah dimulai dengan melakukan penelitian

penapisan 20 varietas kedelai di lahan salin di Kecamatan Percut Sei Tuan (DHL

5,6 – 5,9 mmhos/m) pada musim kemarau dan musim penghujan. Hasil penelitian

menunjukkan ada lima varietas yang mampu berproduksi pada lahan salin tersebut

yaitu Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray dan Detam 2. Kelima varietas

tersebut masing+masing berproduksi pada musim yang berbeda dan produksi

kedelai yang diperoleh masih sangat rendah baik dari segi kuantitas maupun

kualitas. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian pendahuluan yang

(34)

kelima varietas tersebut termasuk varietas yang toleran dan agak toleran terhadap

cekaman salinitas.

Penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa kedelai varietas

Grobogan adalah varietas yang mampu berproduksi pada musim kemarau dan

hujan, memiliki produksi tertinggi dan persentase penurunan produksi terendah

dibdaningakan empat varietas lainnya. Varietas Grobogan dianggap paling

berpotensi untuk ditingkatkan toleransinya terhadap cekaman salinitas.

Peningkatan toleransi kedelai terhadap salinitas dapat dilakukan dengan

memperbaiki potensi produksi secara genetis melalui seleksi adaptasi bertahap

sampai beberapa generasi yaitu melalui seleksi massa. Dari hasil seleksi tersebut

diharapkan diperoleh galur+galur kedelai yang toleran terhadap salinitas.

Rendahnya produksi kedelai di lahan salin diduga disebabkan berbagai

gangguan yang dialami tanaman tersebut, terutama gangguan penyerapan hara,

keracunan ion, cekaman osmotik dan gangguan oksidatif. Upaya yang dapat

dilakukan untuk membantu tanaman mengatasi berbagai cekaman yang dialami

akibat tingginya tingkat salinitas adalah melalui aplikasi asam askorbat dan

inokulasi fungi mikoriza arbuskular (FMA). Berbagai penelitian menunjukkan

respon positif tanaman kedelai yang diberi perlakuan asam askorbat eksogenous

dam inokulasi FMA untuk mengatasi berbagai gangguan yang terjadi akibat

cekaman salinitas, melalui mekanisme fisiologi dan biokimia tanaman.

Diharapkan peran FMA untuk mengatasi cekaman salinitas ini akan lebih baik

jika digunakan isolat FMA indigenous yang berasal dari lahan salin. FMA

indigenous akan lebih adaptif pada kondisi salin sehingga efektivitasnya lebih

baik. Isolasi dan identifikasi FMA indigenous akan menunjukkan potensi berbagai

tipe FMA sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan produksi kedelai di lahan

(35)

41

Diharapkan penggunaan galur kedelai toleran salinitas yang diinokulasi

dengan FMA dan aplikasi asam askorbat dapat mengoptimalkan produksi kedelai

pada di lahan salin. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 5.

0 $

1. Ada peningkatan ketahanan genotipa kedelai terhadap cekaman salinitas

melalui seleksi adaptasi bertahap.

2. Aplikasi asam askorbat dapat mengatasi stres oksidatif akibat cekaman

salinitas.

3. Terdapat isolat FMA yang efektif yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya

kedelai pada lahan salin.

4. Terdapat peningkatan produksi genotipa kedelai toleran salinitas melalui

(36)

Gambar

Gambar 2.1. Pengaruh Cekaman Salinitas pada Tanaman (Evelin ������� 2009).
Gambar 2.2. Gejala Visual pada Genotipe Kedelai Sensitif (��������) dan Varietas Kedelai Toleran pada NaCl 120 nM (Sumber : Valencia ������, 2008)
Gambar 2.4. Struktur Kimia Asam Askorbat
Gambar 2.5. Penampang Melintang Akar yang Menunjukkan Karakteristik Struktur Fungi Mikroriza Arbuskular (Habte dan Osorio, 2001)
+4

Referensi

Dokumen terkait

jangan dalam penyediaan teori dan praktek kewirau- sahaan dan membantu meyakinkan akademisi terkait komponen kompetensi calon wirausahawan untuk.. menjadi modul akademik inti

Adanya kecemasan bagi beberapa mahasiswa semester VI enam merupakan persepsi yang mereka buat sendiri karena ada rasa kekhawatiran dan ancaman ketika persiapan mengerjakan skripsi

Kami mohon dengan hormat agar peserta yang sedang sakit berat/keras dan ibu-ibu hamil yang kehamilannya belum mencapai 5 (lima) bulan atau yang telah mendekati masa persalinan

Pada penulisan ilmiah yang berjudul âKomputerisasi Sistem Penggajian Pada PT.Anugrah Sentosa Jayatama Dengan Menggunakan Microsoft Acces 97â menjelaskan bagaimana cara

Sistim yang digunakan pada Klinik Mawar masi bersifat manual hal inilah yang menjadi kendala bagian keuangan untuk memberikan gaji pada karyawannya. Dalam hal ini bagian keuangan

Kami mohon dengan hormat agar peserta yang sedang sakit berat/keras dan ibu-ibu hamil yang kehamilannya belum mencapai 5 (lima) bulan atau yang telah mendekati masa persalinan

pemrogram  12 TIK.PR02.00 5.01 Menulis program  dasar.      Skema  Klaster  Perekaya saan  Perangka t Lunak I 3.4 Menerapkan  penggunaan tipe data, variabel, 

Penelitian ini menjelaskan bahwa 36 balita yang memiliki kepadatan tempat tinggal kurang dan diantaranya 18 balita mengalami pneumonia, hal ini bisa dikatakan