BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Laporan Keuangan
Dalam Standar Akuntasi Keuangan (2002:2) disebutkanbahwa laporan
keuangan merupakan dari proses laporan keuangan.Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporanlaba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikandalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan
arus kas, atau laporanarus dana) catatan dan laporan lain serta materi penjelasan
yangmerupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Menurut Raharjo (2005:1) laporan kuangan adalah laporanpertanggung
jawaban manajer atau pemimpin perusahaan ataspengelolaan perusahaan yang
dipercayakan kepada pihak-pihakyang punya kepentingan (stakeholders) diluar
perusahaan seperti pemilikperusahaan, pemerintah, kreditor, dan pihak lain.
Menurut Harahab (1998:105) laporan keuangan merupakan laporan yang
menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat
tertentu atau jangka waktu tertentu. Tujuan dari laporan keuangan menurut
Standar AkuntasiKeuangan (2002:4) adalah menyediakan informasi yang
menyangkutposisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatuperusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalampengambilan keputusan ekonomi.
Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahankeuangan
dalam menghasilkan kas (dan setara kas),dan waktu serta kepastian dari hasil
tersebut. Posisi keuanganperusahaan dipengaruhi oleh sumber-sumber daya yang
dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas sertakemampuan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan.Sedangkan analisis laporan keuangan
mencakupmengaplikasikan berbagai alat dan teknik analisis pada
laporankeuangan dan data keuangan dalam rangka untuk
memperolehukuran-ukuran dan hubungan-hubungan yang berarti bergunadalam proses pengambilan
keputusan.
Analisis laporan keuangan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan.
Misalnya dapat digunakan sebagai alat screening awal dalam memilih alternative
investasi atau merger: sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja
keuangan di masa datang sebagian proses diagnosis terhadap masalah-masalah
manajemen, operasi atau masalah lainnya atau sebagai alat evaluasi
terhadapmanajemen.
Dari semua tujuan tersebut, yang terpenting dari analisislaporan keuangan
adalah tujuannya adalah untuk mengurangiketergantungan para pengambil
keputusan pada dugaan murni,terkaan, dan instuisi, mengurangi dan
mempersempit ketidakpastianyang tidak bisa diletakkan dalam setiap
pengambilan keputusan.(Prastowo dan Juliaty, 2005:57)
Banyak teknik yang dipakai dalam analisis laporan keuangan.Teknik ini
merupakan cara bagaimana kita melakukan analisis,beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk menganalisis terhadaplaporan keuangan adalah (Munawir,
a. Analisis perbandingan (comparative Analysis) adalah metode dan teknik
analisa dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk dua periode
atau lebih. Analisis dengan menggunakan metode ini dapat diketahui
perubahan-perubahan yang terjadi dan perubahan mana yang memerlukan
penelitian lebih lanjut.
b. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang
dinyatakan dalam presentase (Trend Percentage Analysis), adalah suatu
metode dan teknik analisis untuk mengetahuitendensi dari pada keadaan
keuangannya, apakah menunjukkanbagaimana tendeksi tetap, naik atau
bahkan turun.
c. Laporan dengan persentase per komponen (common Size Statement),
adalah suatu metode analisis untuk mengetahuipersentase investasi pada
masing-masing aktiva tetap terhadaptotal aktivanya. Disamping itu juga
untuk mengetahui strukturpermodalannya dan komposisi perongkosan
yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
d. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatuanalisis untuk
mengetahui sumber-sumber serta penggunaanmodal kerja atau untuk
mengetahui sebab-sebab berubahnyamodal kerja dalam periode tertentu.
e. Analisis sumber dan penggunaan kas (Cash Flow Statement Analysis),
adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebabberubahnya jumlah
uang kas atau untuk mengetahui sumbersumberserta penggunaan uang kas
f. Analisis Rasio (Ratio Analysis), adalah suatu metode analisisuntuk
mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neracaatau laporan laba
rugi secara individu atau kombinasi dari keduanya.
g. Analisis perubahan Laba Kotor (Gross Profit Aablysis), adalah suatu
analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu
perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor
suatu periode dengan laba yangdibudgetkan untuk periode tersebut.
h. Analisis Break Even, adalah suatu analisis untuk menentukantingkat
penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agarperusahaan
tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belummemperoleh
keuntungan. Dengan analisa break even ini juga akandiketahui berbagai
tingkat keuntungan atau kerugian denganberbagai tingkat penjualan.
Hasil dari analisis laporan keuangan tersebut, setelah diinterprestasikan sesuai
dengan lingkungan bisnis yang lebih luas lagi (yaitu industri umum atau
lingkungan ekonomi) akan menjadi bahan dasar untuk mendapatkan pemahaman
yang cukup mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat ini sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
2.1.1Analisis Trend
Analisis trend merupakan salah satu teknik analisis laporankeuangan dan
termasuk metode analisis horizontal. Analisis inimenggambarkan kecenderungan
perubahan suatu pos laporankeuangan selama beberapa periode. (Prastowo dan
Dengan mempelajari trend beberapa kegiatan usaha untuk beberapatahun
terakhir diharapkan ada gambaran tentang perkembangan,fluktuasi, atau
kemunduran usaha.Teknik analisis ini biasanya digunakan untuk
menganalisislaporan keuangan keuangan yang minimal tiga periode atau lebih.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembanganperusahaan
melalui rentang perjalanan waktu yang sudah lalu danmemproyeksi situasi masa
itu kemasa yang berikutnya. (Harahap,2009:244)Suatu perusahaan diramalkan
menuju kebangkrutan apabilaanalisis trend terhadap posisi menujukkan
kecenderunganmenurunnya posisi kas, menurunya modal kerja, over invesment
padaaktiva lancar (misalnya persediaan, piutang dagang, dan hasilproduksi),
meningkatnya hutang jangka pendek dan hutang jangkapanjang, serta penundaan
pembayaran hutang-hutang yang jatuhtempo.
2.1.2 Analisis Rasio Keuangan
Rasio- rasio keuangan tetap lebih bermanfaat dan mampumenunjukkan
kekuatan maupun kelemahan financial perusahaandari pada keuangan. Data
keuangan tersebut terdiri dari limakategori yaitu: (Hanafi & Halim, 2003: 77)
a. Rasio Likuiditas
Rasio untuk mengukur kemampuan likuiditas jangkapendek perusahaan
dengan melihat aktiva lancar perusahaanrelatif terhadap hutang lancar
(hutang dalam hal ini merupakankewajiban perusahaan).
b. Rasio Aktivitas
Rasio yang melihat pada aset kemudian menentukan berapatingkat
yang rendah pada tingkat penjualan tertentuakan mengakibatkan semakin
besarnya dana kelebihan yangtertanam pada aktiva-aktiva tersebut.
c. Rasio Solvabilitas .
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
memenuhikewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidaksolvabel adalah
perusahaan yang total hutangnya lebih besardibandingkan total aktivanya.
d. Rasio Profitabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahanmenghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan,aset dan modal saham tertentu.
e. Rasio Pasar
Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilaibuku. Sudut
pandang rasio ini lebih banyak bersudut padainvestor (atau calon investor),
meskipun pihak manajemenberkepentingan terhadap rasio ini.
2.2 Financial Distress
Financial Distress merupakan suatu situasi dimana aliran kasoperasi
sebuah perusahaan tidak cukup memuaskan kewajiban-kewajibanyang sekarang
(seperti perdagangan kredit ataupengeluaran bunga) dan perusahaan dipaksa untuk
melakukantindakan korektif. (Sjahrial, 2007:453) Financial Distress
mungkinmembawa suatu perusahaan untuk menggagalkan suatu kontrak danitu
mungkin melibatkan restrukturisasi diantara perusahaan, parakrediturnya, dan
para investor ekuitasnya.
Istilah kesulitan keuangan (financial distress) digunakan
dijawab atau diatasi tanpa harus melakukan perubahan skalaoperasi atau
restrukturisasi perusahaan. Pengelolaan kesulitankeuangan jangka pendek (tidak
mampu membayar kewajibankeuangan pada saat jatuh temponya) yang tidak tepat
maka akanmenimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi
tidaksolvable (jumlah utang lebih besar dari pada jumlah aktiva) danakhirnya
mengalami kebangkrutan. (Munawir, 2002:291)
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress
perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahuikondisi financial distress
perusahaan sejak dini diharapkan dapatdilakukan tindakan-tindakan untuk
mengantisipasi kondisi yangmengarah pada kebangkrutan.
2.3 Pengertian Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga
perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Kebangkrutan
biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.
Menurut Alimiansyah dan Padji (2003:44) bahwa kebangkrutan dapat
diartikan sebagai pernyataan keadaan yang menunjukkan jalannya usaha yang
sangat kritis (genting) dan akhirnya jatuh pailit atau bangkrut. Sedangkan menurut
pendapat yang lain kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa
arti (Martin et al. dalam Sayekti Indah,2005).
1. Kegagalan dalam arti ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang
berarti bahwa tingkat labanya lebih kecil dari kewajiban Kegagalan terjadi
bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas
yang diharapkan.
2. Kegagalan keuangan (financial failure), Kegagalan keuangan bisa
diartikan sebagai insolvensi. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua
bentuk:
a. Insolvensi teknis (tehnical insolvency)
Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, walaupun total aktiva
melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi
salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio
aktiva lancar terhadap hutang lancar yang telah ditetapkan atau rasio
kekayaan bersih terhadap total aktiva yang diisyaratkan. Insolvensi teknis
juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga
atau pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Dalam pengertian ini, kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran
sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai
sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Pengertian kebangkrutan dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan
perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban
kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan
sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat
dicapai dengan profit sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa
digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi
perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup
dengan laba atau aktiva yang dimiliki (Adnan dan Kurniasih (2000) dalam
Sayekti Indah (2005)).
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh tanda-tanda awal
kebangkrutan. Semakin awal diketahui tanda-tanda kebangkrutan semakin baik
bagi manajemen karena manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan.
Kreditur dan pemegang saham bisa melakukan persiapan untuk mengatasi
berbagai kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan dalam hal ini
dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi dalam laporan keuangan
perusahaan.
Ada beberapa indikator yang bisa menjadi prediksi
kebangkrutanperusahaan. Salah satu sumbernya adalah analisis aliran kas untuk
saat ini atauuntuk masa mendatang dan analisis strategi perusahaan. Sumber lain
adalahlaporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan bisa dipakai
untukmemprediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan rasio
keuangan.
2.3.1 Indikator Terjadinya Kebangkrutan
Sebelum pada akhirnya pada suatu perusahaan dinyatakan bangkrut,
dengan efektivitas dan efisiensi operasinya. Indikator yang harus diperhatikan
para manajer,seperti yang dikemukakan oleh harnanto (1984) bahwa :
1. Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera atau
permintaan konsumen.
2. Kenaikan biaya produksi.
3. Tingkat persaingan yang semakin ketat.
4. Kegagalan melakukan ekspansi.
5. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan piutang.
6. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).
Suatu perusahaan yang mengandalkan hutang di dalam menghadapi
kegiatan operasi dan kegiatan investasinya akan berada dalam keadaan yang kritis
karena apabila suatu saat perusahaan mengalami penurunan hasil operasi, maka
perusahaan tersebut akan mendapatkan kesulitan untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
Adapun indikator-indikator yang dapat diamati oleh pihak ekstern antara
lain :
a. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham
b. Terjadinya penurunan laba yang terus-menerus, bahkan sampai terjadinya
kerugian.
c. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha
d. Terjadinya pemecatan pegawai
e. Pengunduran diri eksekutif puncak.
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Perusahaan yang berada pada Negara sedang mengalami kesulitan
ekonomi akan lebih cepat mengalami kebangkrutan, karena kesulitan ekonomi
akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya
sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum
sakitpun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan
operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian,
proses kebangkrutan sebuah perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan
oleh faktor ekonomi saja, tetapi bisa juga disebabkan oleh faktor lain yang
sifatnya non ekonomi.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:104) mendeskripsikan bahwa secara
garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian
internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari
faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor
perekonomian secara makro.
Adapun Faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan
meliputi:
1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-
menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat
membayar kewajibannya. Ketidakefisien ini diakibatkan oleh pemborosan
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah
piutang-hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya
bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan
kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva
yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.
3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa
mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan
perusahaan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup
ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau
investor.
Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan
berasal dari faktor yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi
pelanggan, supplier, debitor, kreditor, pesaing ataupun dari pemerintah.
Sedangkan faktor eksternal yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan
meliputi kondisi perekonomian secara makro ataupun faktor persaingan global.
Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah:
1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan
dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu
mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang
2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan
bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal
tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier
dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok
sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak
melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak
piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu pengembalian yang
lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak
memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar
bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus
selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa
melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal
terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam undang-undang
no.4 tahun 1998, kreditor bisa memailitkan perusahaan. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya
dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor.
5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut
perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan
6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh
perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan
Negara-negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi
oleh perusahaan.
Dari teori yang dikemukakan diatas maka faktor penyebab kebangkrutan
adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kebangkrutan yang dialami
oleh perusahaan yang kondisi keuangannya tidak sehat, baik itu faktor ekonomi,
internal dan eksternal
2.3.3 Prediksi Kebangkrutan
Menurut Darsono dan Ashari (2005:105) mengemukakan bahwa
Kemampuan dalam memprediksi kebangkrutan akan memberikan keuntungan
banyak pihak, terutama pada kreditur dan investor. Kemudian prediksi
kebangkrutan juga berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak
tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan
atau tidak di masa mendatang. Maka, sebagai pihak yang berada di luar
perusahaan, investor sebaiknya memiliki pengetahuan tentang kebangkrutan
sehingga keputusan yang diambil tidak akan salah.
Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk mengetahui tingkat
kebangkrutan adalah indikator keuangan. Prediksi kesulitan keuangan salah
satunya dikemukakan oleh seorang profesor di New York University bernama
Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score. Rumus Z-Score ini
menggunakan komponen laporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap
Dari teori yang dikemukakan diatas bahwa dalam memprediksi
kebangkrutan dapat mengetahui kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan
datang dari komponenyang digunakan dalam rumus Z-Score yang sebagai alat
prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya suatu perusahaan.
2.4 Analisis Diskriminan
Dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan kita perlumemasukkan
rasio-rasio keuangan kedalam model Altman yangdapat menentukan besarnya
kemungkinan kebangkrutan.Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang
kekuatankeuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbuldari
kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat suatupenyimpangan
(univariate), yang artinya setiap rasio diuji secaraterpisah.
Untuk mengatasi kelemahan analisis-analisis tersebut,maka Alman telah
mengkombinasikan beberapa rasio menjadimodel prediksi dengan teknik analisis
statistik, yaitu analisisdiskriminan yang menghasilkan suatu indek yang
memungkinkanklasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari
beberapapengelompokan yang bersifat apriori. (Weston & Copeland,2004:254)
Dalam penelitian Altman (1968) yang menggunakan analisisdiskriminan
dengan menyusun satu model untuk perusahaan 66perusahaan manufaktur,
setengah diantaranya mengalami pailit,Altman memperoleh 22 rasio keuangan,
dimana lima di antaranyaditemukan paling berkontribusi pada model prediksi.
Fungsidiskriminan Z yang ditemukan oleh Altman adalah sebagai berikut:
(Weston & Copeland, 2004:255)
Pada tahun 1983,1984 model prediksi kebangkrutandikembangkan lagi
oleh Altman untuk beberapa negara, daripenelitian tersebut ditemukan nilai Z,
yang dicari dengan persamaandiskriminan sebagai berikut : (Hanafi & Halim,
2003:275).
Zi = 1,2X1 + 1,4 X2+3,3X3 + 0,6X4 +1,0X5
Dimana :
X1 = (Aktiva Lancar – Hutang lancar)/Total Aktiva X2 = Laba yang ditahan/total aset
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total aset
X4 = nilai pasar saham biasa dan preferent/nilai buku total hutang X5 = penjualan /Total aset
Dalam laporannya Altman mengelompokkan perusahaan menjadi dua
kategori, yaitu pailit dan tidak palit. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai Z
rata-rata kelompok perusahaan yang pailit sebesar -0,2599 dan rata-rata untuk
perusahaan yang tidak pailit sebesar 4,8863. Sebesar patokan untuk
mengklasifikasikan perusahaan yang dipilih batas nilai Z sebesar 2,675 sebagai
nilai kritis yang merupakan klasifikasi umum. Jadi nilai perusahaan dengan nilai
skor Z yang lebih besar dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang tidak pailit
dan skor nilai Z yang kurang dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang pailit.
(Weston& Copeland, 2004:255).
Masalah lain yang sering dihadapai oleh Altman dalammelakukan
penelitian di Indonesia adalah sedikitnya perusahaanIndonesia yang go public.
Jika perusahaan tidak go-public, maka nilaipasar menggunakan nilai buku saham
biasa dan preferen sebagaisalah satu komponen variabel bebasnya, dan kemudian
mengembangkan model discriminan kebangkrutan, danmemperoleh model
Zi = 0,717 X1+0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4+0,998 X5
Akam tetapi Z-Score Altman untuk perusahaan yang telah go public
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (S.Munawir, 2002: 309):
Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana :
X1 = (Aktiva Lancar – Hutang lancar)/Total Aktiva X2 = Laba yang ditahan/total aset
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total aset
X4 = Nilai pasar saham biasa dan preferent/nilai buku total hutang X5 = Penjualan /Total aset
Modeltersebut kemudian bisa digunakan baik untuk perusahaan yang go
publicmaupun yang tidak go-public. Perbandingan nilai skor Z kritisdan skor
daerah rawan dengan model yang baru bisa dilihat pada interprestasi penilaian
sebagai berikut :
a. Z-Score> 2,99 artinya perusahaan tersebut dalam kondisi sehat dan
tidak sedang mengalami kesulitan keuangan.
b. 1,81 <Z-Score< 2,99 artinya perusahaan memiliki peluang mengalami
kebangkrutan, namun peluang terselamatkan dan peluang bangkrut
sama besarnya, tergantung dari penanganan pihak manajemen dalam
mengelola perusahaan mengatasi hal tersebut.
c. Z-Score < 1,81 artinya perusahaan sedang dalam kondisi mengalami
kesulitan keuangan yang pelik dan memiliki peluang besar akan
menghadapi kebangkrutan.
Berikut merupakan uraian mengenai rasio-rasio yang kemudian akan
a. Modal kerja terhadap total aset (working capital to total assets)
digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif
terhadap total kapitalnya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Indikator yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas
perusahaan adalah indikator-indikator internal sepertim ketidakcukupan
kas, utang dagang membengkak, dan beberapa indikator lainnya.
b. Laba ditahan terhadap total harta (retained earning to total assets)
digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini
mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur
perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama
perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi
laba ditahan. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan yang masih
relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah,
kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.
c. Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings before
interest and taxes to total assets) digunakan untuk mengukur
produktivitas yang sebenarnyan dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari
aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari
model tersebut. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam
mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan
dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, dan
terlambatnya hasil penagihan piutang.
d. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang (market value equity to
book value of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak
aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar
daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud
adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen,
sedangkan utang mencakup utang lancar dan utang jangka
panjang.Penjualan terhadap total harta (sales to total assets)
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam
menghadapi kondisi persaingan. Rasio tersebut mengukur kemampuan
manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, antara lain oleh:
1. Beaver (1966). Dalam penelitian ini membahas tentang kebangkrutan
dengan membandingkan mean rasio keuangan dari 79 perusahaan yang
kesulitan keuangan (gagal) dengan 79 perusahaan yang tidak gagal (tidak
mengalami kesulitan keuangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rasio keuangan yang terbaik untuk memprediksi kegagalan keuangan
adalah (1) Cash flow/total debt, (2) Net income/total asset, dan (3) Total
debt/total asset.
2. Edward I Altman (1968). Dalam penelitian ini membahas tentang
gunakan Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total
Assets, EarningBefore Interest and Tax to Total Assets, dan Book Value of Equity to Total Liabilities. Dari penelitian tersebut, ia mengunakan metode
Altman Zscore Revisi (1968) dengan discriminant analysis. Hasil dari
penelitian ini menunjukan Fungsi diskriminan yang dihasilkan Z = 0,012
X1 + 0,014 X2 + 0,033 X3 + 0,006 X4 + 0,999 X5, fungsi diskriminan
yang dihasilkan mampu mengklasifikasikan sampel estimasi sebesar 95%
dan sampel validasi sebesar 83%.
3. Platt & Platt (2006), meneliti mengenai prediksi kondisi financial distress
dengan menggunakan logit regresi. Hasil yang didapatkan daripenelitian
ini adalah rasio cash flow/sales, EBIT/total assets, time interest earned
berpengaruh negatif pada risiko suatu perusahaan mengalami kondisi
financial distress. Sedangkan rasio current debt/total assets, dan quick ratio memiliki pengaruh positif.
4. Masruddin (2007) melakukan penelitian terhadap pengaruh corporate
governance terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini mengambil 19 perusahaan
delisted pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 dan 41 perusahaan
yang listed sebagai sample pembanding. Teknik pengambilan sample pada
penelitian ini secara purposive sampling tipe judgement sampling.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa semakin besar ukuran dewan direksi
dan semakinbaik penerapan nilai-nilai yang diberikan oleh pendiri
sahamyang dimiliki oleh masyarakat yang dikaitkan dengan
tingkatkepercayaan oleh masyarakat dan performance kinerja manajer
perusahaan maka semakin berkurang kemungkinan perusahaan tersebut
akan mengalami fianancial distress.
5. Fitriya (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Model Altman
Z-Score dan Rasio Camel Untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan
Bank Umum Syariah Yang Go Public di Indonesia. Penelitian ini
mengambil obyek Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia
(BMI), penelitian ini menggunakan analisis Z-score untuk memprediksi
kebangkrutan perusahaan dan analisis CAMEL untuk memprediksi
kesehatan Bank, dalam analisis ini menggunakan progam SPSS 11.0. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2001-2005 BSM dan BMI
dikategorikan tidak 28 bangkrut, sedangkan hasil analisis dengan metode
analisis CAMEL menunjukkan BSM dan BMI pada tahun 2001-2005
mempunyai predikat cukup sehat.
6. Fitrhi Aulia Daswir (2010), dengan judul penelitian analisis prediksi
kebangkrutan perusahaan-perusahaan yang listing di daftar efek syariah
menurut model z-altman. Variabel yang digunakan yaitu rasio z-altman.
Dari 74 perusahaan yang ia teliti sebagian mengalami katagori bangkrut.
Dalam hasil penelitian ini, ia mengunakan metode analisis z-altman yang
menunjukan bahwa dalam kenyataanya perusahaan-perusahaan yang
2.6 Kerangka konseptual
Adapun kerangka teoritis yang dapat penulis paparkan mengenai peringkat
keberhasilan keuangan perusahaan-perusahaan yang listing di daftar efek syariah
yaitu dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Analisis Prediksi KebangkrutanPerusahaan
Analisis Altman (Z-Score)
(X1)Net Working Capital to Total Assets (X2)Retained Earnings to Total Assets
(X3) Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (X4)Book Value of Equity to Book Value of Debt (X5)Sales to total assets
Hasil Analisis
Kesimpulan Laporan
Keuangan
Analisis
Trend
Sehat Rawan Bangkrut Bangkrut