• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlu nya sistem pemilu yang efektif ser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perlu nya sistem pemilu yang efektif ser"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dari beberapa hasil studi menyimpulkan bahwa hampir semua negara di dunia ini memiliki partai. Tak terkecuali negara-negara yang tergolong sebagai negara berkembang. Partai telah diyakini sebagai komponen penting dalam sistem pemerintahan buat membangun sistem politik yang demokratis. Dengan adanya politik partai diharapkan semua aspirasi rakyat yang heterogen dapat terakomodasi secara proporsional lewat pemilu. Melalui hasil pemilu roda pemerintahan dijalankan untuk mencapai negara sejahtera (welfare state) seperti yang dicita-citakan. Tetapi dalam banyak kasus terutama di negara berkembang keberadaan partai justru telah menimbulkan pemerintahan yang tidak efektif, inefisien, bahkan tidak jarang menimbulkan chaos. Lain halnya di negara maju (developed countries) sistem kepartaian di negara ini sudah mapan, terdiri dari dua partai, seperti USA dan Kanada atau beberapa partai seperti, Italia dan Perancis. Di Indonesia sistem kepartaian mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada era pasca revolusi sistem kepartaian mengalami masa boom partai. Tetapi banyaknya partai justru menjadikan instabilitas di semua sektor. Reformasi partai politik dimulai pada masa Orde Baru dengan melakukan fusi dari multi partai menjadi beberapa partai dan mengurangi kekuatan partai dengan floating mass dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975. Sedangkan pada tahun 1999 terdapat 48 partai politik yang berhak mengikuti pemilihan umum.

Pemilu dengan partai politik merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan. Pemilu membutuhkan partai politik sebagai kontestannya. Sedangkan partai politik membutuhkan pemilu sebagai sarana memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam legislatif maupun kabinet. Meskipun partai politik sudah ada sejak sebelum kemerdekaan tetapi pemilu di Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1955. Pada masa itu digunakan sistem multi partai dan sistem perwakilan berimbang atau proporsional. Dalam prakteknya sistem ini justru menimbulkan distorsi dan friksi. Terbukti dari tidak bertahan lamanya kabinet yang dibentuk dan sering terjadi konflik. Kondisi ini menjadikan pemerintah pada waktu itu tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Setelah dilakukan reformasi dan dilaksanakannya Pemilu 1971 fungsi pemerintah berjalan normal. Barometer kesuksesan pelaksanaan Pemilu 1971 dipakai acuan untuk Pemilu selanjutnya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana analisa saudara terhadap model pemilu yang Efektif dan Efisien?

2. Bagaimana analisa saudara terhadap upaya mengatasi perilaku kader partai yang pragmatis dan mengutamakan kepentingan kelompoknya sehingga mampu mengurangi perilaku KKN. 3. Bagaimana analisa saudara terhadap situasi politik lokal ketika dilakukan pemilukada secara

serentak.

(2)

1. Mendeskripsikan model pemilu yang efektif dan efisien

2. Mendeskripsikan upaya mengatasi perilaku kader partai yang pragmatis sehingga mampu mengurangi perilaku KKN

(3)

BAB II

1. MODEL PEMILU YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

A. Sistem Pemilu

Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.

Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:

 Sistem hak pilih

 Sistem pembagian daerah pemilihan.

 Sistem pemilihan

 Sistem pencalonan.

Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua prinsip pokok, yaitu:

a. Sistem Pemilihan Mekanis

Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.

b. Sistem pemilihan Organis

(4)

B. Tujuan Pemilu

Secara umum tujuan pemilu adalah

1. Melaksanakan kedaulatan rakyat

2. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat

3. Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk dilembaga legislatif serta memilih presiden dan wakil presiden

4. Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara aman, damai dan tertib

5. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional C. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

6. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.

Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.

Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.

7. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

(5)

menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.

8. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.

Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.

Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.

9. Zaman Reformasi (1998- Sekarang)

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.

(6)

B. Pentingnya Pemilu

Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.

Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:

 Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.

 Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.

 Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.

 Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin

secara konstitusional.

C. Asas-asas Pemilu

1. Langsung

Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.

2. Umum

Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.

3. Bebas

Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

(7)

Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

5. Jujur

Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil

Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

E. Pemilu Sistem Distrik dan Proporsional

Sistem perwakilan distrik (satu dapil untuk satu wakil).

Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan suara terbanyak, sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain :

 first past the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan pemilihan yang

berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak.

 the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk

menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.

 the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih

diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.

 block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang

terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.

Kelebihan Sistem Distrik

 Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang

(8)

 Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat

mendorong penyederhanaan partai secara alami.

 Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik

oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.

 Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.

 Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan

Kelemahan Sistem Distrik

 Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal

ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.

 Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.

 Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.

 Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada

kepentingan nasional.

Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )

Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.

Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;

 list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar

calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.

 the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan

(9)

Kelebihan Sistem Proposional

 Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan

persentase kursinya di parlemen.

 Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil & minoritas

memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat majemuk(pluralis).

Kelemahan Sistem Proposional

 Sistem proporsional tidak begitu mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai

yang terus bertambah menghalangi integrasi partai.

 Wakil rakyat kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan partainya. Hal

ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen.

 Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk

menjadi partai mayoritas.

Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa cara penghitungan suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.

F. Analisa Pemilihan Umum 2014

Pemiihan Umum tahun 2014 sudah semakin dekat yang sesuai rencana akan dilaksanakan pada tanggal 9 April dan 9 Juli 2014, dalam waktu dekat ini akan dilaksanakan Pemilu dengan memilih calon legislatif baik di tingkat DPR, DPD, maupun DPRD yag kemudian dilanjutkan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(10)

sejak tahun 2012 bahwa sistem pemilu pada tahun 2014 ini akan menggunakan electronic voting (e-voting). Electroninc voting atau e-voting adalah proses pemungutan suara dan penghitungan suara yang menggunakan perangkat elektronik atau teknologi informasi. Tujuan penggunaan e-voting tidak saja untuk mempercepat proses pemungutan dan penghitungan suara, tetapi yang lebih penitng adalah untuk menjaga otentisitas atau keaslian suara pemilih, sekaligus menjaga akurasi penghitungan suara.

Sistem Proporsional

Sistem proporsional ini pada dasarnya bertujuan untuk mengimbangkan atau memproporsionalkan antara suara sah yang diperoleh pada pemungutan suara yang kemudian dikonversi menjadi kursi, Sistem ini sendiri sejatinya telah diaplikasikan sejak Pemilu tahun 1971, termasuk dimana terjadi suatu rekayasa perolehan suara melalui Golongan Karya yang pada saat itu (sampai tahun 1999) sehingga menjadi golongan mayoritas. Sebagai perbandingan, pada Pemilu 2004, jumlah suara yang diperoleh Partai Golkar adalah 24.480.757 (21,58%) atau jika dikonversi menjadi 128 kursi (23,30%) dan perolehan PDI-P yaitu 21.026.629 (18,53%) atau 109 kursi (19,80%).18 Pada saat itu, ketentuan ambang batas

(Presidential Threshold) adalah 15% jumlah kursi di DPR atau 20 % dari jumlah suara sah nasional Pasal 5 Ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden:

(4) Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.

Mengaca pada pasal tersebut, maka ada ketentuan yang melunak dengan penambahan kata substitusi `atau`, selain itu juga ada ketentuan bahwa partai politik yang tidak mencapai nilai 15% dan 20% dapat menggabung partainya sehingga diperoleh ekuivalen yang melebihi ketentuan angka tersebut (koalisi).

Dalam tataran pemilu, sebagaimana disebutkan oleh David M. Farrel,19 bahwa sistem

(11)

kandidat atau calon yang telah melebihi ambang batas (threshold) dapat mewakili. Pada pemaparan Farrel tersebut bahwa dapat diambil konklusi bahwa Indonesia kerap menerapkan sistem pemilu proporsional dengan varian Proportional Representation (PR) yang juga dipilih guna adaptasi dengan sistem demokrasi dan heterogenitas di masyarakat.

Teknik yang digunakan dalam Pemilu di Indonesia lebih condong pada Teknik Kuota dengan varian baik Hare maupun Droop.

Kuota Hare (HQ) Kuota Droop (DQ)

HQ= v/s DQ= v/ (s+1)

v= jumlah total suara yang sah; v= jumlah total suara yang sah; s= jumlah kursi yang disediakan tiap s= jumlah kursi yang disediakan tiap daerah daerah

Resiko Pemilihan Suatu Sistem Pemilu

Pada lingkup sistem proporsionalitas, disebutkan oleh Will Kymlicka bahwa sistem tersebut memiliki problem yang besar dalam masyarakat heterogen atau majemuk, sebagai contoh bahwa di Amerika Serikat, warga dengan penutur Bahasa Spanyol memiliki berjumlah 8%, namun hanya memegang 0,8% jumlah kursi. Sedangkan di Kanada, warga Aborigin berjumlah 3,4% dari jumlah penduduk, namun hanya memegang 1% kursi legislatif, hal tersebut mendeskripsikan bahwa terdapat kesenjangan yang nyata antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi yang diperoleh.

Selain itu resiko dalam suatu sistem pemilu adalah disproporsionalitas yang dapat juga terjadi pada sistem pemilu proporsional, semakin menyempit daerah pemilihan maka semakin besar tingkat diaproporsionalitasnya, begitu pun sebaliknya, dalam disproporsional terjadi suatu pengerdilan dari partai politik kecil atau minoritas terutama pada tingkat pemilu nasional, sehingga meskipun suaranya tinggi di daerah, namun tidak dapat berbicara lebih pada kancah nasional. Contoh Partai Matahari Bangsa yang dalam Pemilu anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan memperoleh 4.699 suara atau 2,4% dari total suara tetapi tidak dapat mengikuti Pemilu nasional seperti pemilihan anggota DPR-RI karena terbentur sistem

parliamentary threshold.

(12)

Lsq

=

√ ½

Σ (V-S)

2

Keterangan:

Lsq = indeks disproporsionalitas V = prosentase suara partai S = prosentase perolehan kursi

Resiko lain lagi yaitu berkaitan dengan pembentukan kabinet dimana partai atau gabungan partai yang mayoritas dapat memonopoli bahkan menyingkirkan suara dari partai atau gabungan partai lain yag lebih sedikit dari segi kuantitas atau bargain politik.

Keuntungan Pemilihan Sistem Proporsional

1. Secara historis telah dilaksanakan di Indonesia sejak Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987,1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009 sehingga kelemahan dan kelebihan lebih mudah untuk diantisipasi oleh penyelenggara pemilu;

(13)

2. MENGATASI PRILAKU KADER PARTAI YANG PRAKMATIS DAN MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN KELOMPOK SEHINGGA MAMPU MENGURANGI PERILAKU KKN

A. Sistem Seleksi dan Kompetisi Kandidat

Sistem seleksi dan kompetisi untuk jabatan bupati, walikota, gubernur hingga presiden merupakan suatu mekanisme partai dalam menentukan kandidat partai yang berbasis elektoral. Dalam rangka ini, rekrutmen (pencalonan) politik adalah sebagai sarana merekrut dan menyeleksi masyarakat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui pemilu. Pada umumnya, terdapat dua pola sistem seleksi kandidat. Pertama, inklusif (terbuka) bagi siapapun dapat mencalonkan melalui partai politik dengan memenuhi syarat ringan (eligible). Jadi, tidak ada keharusan menjadi anggota partai tersebut, ataupun kesamaan ideologi.

Kedua, pola eksklusif (tertutup), terdapat sejumlah syarat yang membatasi hak pemilih untuk ikut serta dalam seleksi kandidat. Misalnya, ada syarat khusus bagi kandidat yang ikut diseleksi. Sebagai contoh, kader yang dapat diseleksi harus memenuhi syarat yakni selama 3 tahun berturut-turut menjadi anggota partai dan mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan ideologi dan garis perjuangan partai. Singkat kata, semakin inklusif proses seleksi kandidat, maka semakin demokratis. Sebaliknya, semakin eksklusif seleksi kandidat semakin tidak demokratis seleksi itu—tidak transparan dan hanya internal elit saja sebagai penyeleksi ataupun penentuan kandidat (Rahat dan Hazan, 2006: 110).

Terkait perekrutan kandidat secara inklusif (terbuka), meski syarat dari internal partai cukup ringan, namun ada dua faktor yang cukup menentukan terekrutnya anggota luar menjadi kandidat. Sebagaimana menurut Rahat dan Hazan: Pertama, syarat keterjaminan terpilihnya kandidat tersebut (tingkat elektabilitas). Dalam kerangka politik lokal, proses seleksi kandidat terletak pada rekam jejak seorang figur. Rekam jejak dan popularitas ini sangat menentukan dapat diterimanya seseorang oleh masyarakat. Prestasi seorang Bupati misalnya, ditimbang melalui neraca rasionalitas, untuk menentukan apakah bisa dianggap telah mencapai hasil yang dijanjikan atau tidak. Karena itulah, dalam kultur pragmatis, elektabilitas incumbent akan sangat tinggi. Elektabilitas ini akan mujarab dan menjangkau lintas-kelompok, etnis, agama, dan seterusnya, karena hal-hal yang bersifat konsep dan ideologis telah diabaikan melalui kompromi dan toleransi.

(14)

Kebutuhan dana yang inheren dalam pilkada. Dana sebagai alat peraga dalam kampanye (kaos, poster, rontek, spanduk, baliho, iklan di media massa). Faktor uang menjadi penting bila kandidat ingin dapat dukungan dari sebuah partai harus memberi sejumlah uang, dengan berbagai istilah seperti sumbangan, pembinaan, dan sebagainya. Situasi ini akan muncul terutama sekali jika kandidat yang dimunculkan partai berasal dar luar partai. Namun, hal ini juga bisa terjadi kemungkinan dari kader partai yang harus menyetor sejumlah uang ke partai (Pamungkas, 2010; 3). Sementara itu, uang juga diperlukan untuk memikat pemilih. Pemilih melihat uang dalam pilkada sebagai insentif bagi mereka atas pilihan yang mereka berikan. Pemilih akan memberikan dukungan suara ketika mereka menerima kompensasi uang dari kandidat. Pemilih tidak melihat peristiwa itu sebagai pragmatisme tetapi lebih pada mekanisme barter yang disepakati tanpa harus melihat itu sebagai sesuatu yang buruk.

B. Faktor-Faktor Penting dalam Pemenangan Kompetisi

Pemilu kepala daerah yang berbasis kompetisi merupakan momentum tepat bagi partai manapun untuk memenangkan kandidatnya. Atas persoalan ini menjadi faktor penting dalam keputusan penentuan calon bupati dan wakil bupati sebagai kandidat yang potensial bagi partai. Pertama, dari segi penguasaan birokrasi yang berarti dapat melibatkan birokrasi secara langsung maupun terselubung untuk mendukung pemenangan. Kedua, dalam segi penentuan kebijakan dalam aspek kepentingan umum dalam menciptakan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik dalam masyarakat.

C. Analisis Simultan terhadap Domain Internal dan Eksternal dalam Kader Partai

Hubungan logis antara seleksi internal dan eksternal dalam rekrutmen kepala daerah adalah berdasarkan standar normatif kandidasi untuk mengisi jabatan kepala daerah (AD/ART partai). Ketika kandidat terekrut dari nilai rasional yang berbeda dengan common values, maka menjadi tindakan pragmatisme karena tidak dikawal dengan idealisme sejak awal.

(15)

dikapitalisasi oleh partai politik menjadi faktor pemenangan pemilu menuju kekuasaan, dan diterima kembali oleh masyarakat melalui politik transaksional, yakni diperolehnya pemimpin yang kompatibel dengan keinginan masyarakat.

Dalam pilkada, uang dapat dikonversi dari satu bentuk ke bentuk yang lain dengan cepat. Dalam pilkada, uang dapat dipertukarkan dengan cepat menjadi baliho, spanduk, rontek dan iklan. Tim kampanye dapat terbentuk dengan cepat, jumlah uang yang banyak dan merata. Selain itu, uang juga dapat dikonversi menjadi berbagai fasilitas pendukung kampanye dan menyewa konsultan politik secara profesional. Uang bekerja sangat masif, sehingga siapa yang akumulasi uangnya banyak, dapat mengkonversinya dalam berbagai bentuk keperluan pilkada. Dengan kata lain, uang menjadi penghubung antara aktor aktor yang berinteraksi dalam pilkada, yaitu partai, kandidat, dan pemilih.

Dengan begitu uang diperagakan secara berbeda yakni (1) Partai; uang sebagai kompensasi dukungan partai pengusung dan partai pendukung terhadap pencalonan kandidat dan uang untuk menggerakkan mesin partai, (2) Popularitas Kandidat; uang sebagai alat untuk pembiayaan kampanye dan mendongkrak popularitas, (3) Pemilih; uang adalah insentif untuk memilih seorang kandidat.

(16)

3. SITUASI POLITIK LOKAL KETIKA DILAKUKAN

PEMILUKADA SERENTAK

A. Pengertian Politik Lokal

Politik lokal merupakan semua kegiatan politik yang berada pada level lokal, dalam hal ini diantaranya kota, kabupaten dan desa. Politik lokal berkaitan dengan politik seperti halnya pemerintahan lokal, pembentukan kebijakan daerah, maupun pemilihan kepala daerah. Dalam politik lokal , pemerintah nasional tidak dapat berperan secara penuh, karena politik lokal cakupannya berada dibawah tingkat nasional. Hal ini terjadi karena dalam setiap tatanan lokal sudah memiliki peraturan dan kebijakan daerah masing-masing.

Politik lokal dapat diartikan sebagai pasar lokal yang menyediakan pelayanan publik, pemerintahan lokal juga dianggap sebagai penyedia layanan yang baik bagi masyarakatnya karena lebih dapat mengerti kebutuhan rakyatnya. Politik lokal lebih memperhatikan hak-hak rakyat kecil, karena politik lokal menggunakan pendekatan grass-root sehingga rakyat kecil menjadi sebuah prioritas.

B. Sejarah Politik Lokal di Indonesia

Di Indonesia, sejarah politik lokal hampir setua umur penjajahan kolonial, desentralisasi kekuasaan, dan administrasi pemerintahan itu sendiri. Bahkan jauh kebelakang, ke jaman kerajaan yang pernah berdiri dengan megahnya seantero nusantara, para bangsawan mempergunakan politik lokal untuk memperluas wilayah dan kekuasaannya. Dengan itu politik lokal bukanlah barang baru dalam sejarah pembentukan karakter bangsa Indonesia.

Sejarah politik lokal Indonesia terbagi dalam beberapa tahapan masa, yaitu : penjajahan kolonial Belanda; penjajahan kolonial Jepang ; pasca kemerdekaan 1945 : Republik Indonesia Serikat tahun 1948-1949; demokrasi parlementer; demokrasi terpimpin; Orde Baru; dan Pasca Orde Baru.

C. Pengertian Pemilukada

(17)

Dalam penyelenggaraan PILKADA telah diatur dalam Undang-Undang berikut adalah Dasar Hukum Penyelenggaraan PILKADA yang antara lain adalah :

1. Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah

3. PP Pengganti UU Nomor 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

5. UU RI Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu pengertian pemilukada

6. UU RI Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu

7. Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Adapun Partai Politik/Gabungan Partai Politik yang berhak mengusung pasangan calon dan syarat dukungan calon perseorangan pada Pemilukada adalah sebagai berikut:

1) Partai Politik/Gabungan Partai Politik

a) Pasal 59 Ayat (2) UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah: “Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”.

b) Pasal 6 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah:

(1) Dalam hal bakal pasangan calon diajukan oleh gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD, penghitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan perolehan kursi gabungan partai politik sehingga diperoleh jumlah kursi paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD.

(2) Dalam hal hasil penjumlahan kursi partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD tidak mencukupi 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD, maka penghitungan dilakukan berdasarkan perolehan suara sah paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD terakhir di daerah yang bersangkutan.

(3) Dalam hal bakal pasangan calon diajukan oleh gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dengan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD, penghitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan perolehan suara sah gabungan partai politik sehingga diperoleh jumlah suara sah paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD yang bersangkutan.

(18)

cara menjumlahkan perolehan suara sah gabungan partai politik sehingga diperoleh jumlah suara sah paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD yang bersangkutan.

2) Calon Perseorangan

a) Pasal 59 Ayat (2b) huruf d UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah:“kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen)”.

b) Pasal 59 Ayat (2d) UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah: “Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2b) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud”.

(19)

BAB III

PENUTUP

Dengan mencari tahu solusi bagi pemilu yang efektif dan evisien dapat diterapkan sistem pelaksanaan proporsional , karena hal tersebut dapat memberikan transparansi dalam kegiatan pemilukada di Indonesia tanpa harus menghilangkan budaya demokrasi yang sudah ada sampai saat ini.

Melalui sistem proporsional ,suara sah yang diperoleh pada pemungutan suara yang kemudian dikonversi menjadi kursi, jadi hal tersebut dapat memberikan kesempatan-kesempatan pada partai-partai yang memperoleh suara minoritas.

Terkait prilaku kader partai yang mementingkan keutamaan kelompok dapat dilakukan perbaikan perekrutan dengan melihat sejarah calon yakni, prestasi kerja dalam kehidupan bermasyarakat maupun organisasi-organisasi pemerintah maupun lokal, menjauhkan kader partai dari politik uang dengan membatasi nya dengan 30 % dana dari calon itu sendiri dan 70% dari partai politik, hal ini sebagai pengorbanan sebuah partai untuk memberikan kader terbaik nya dalam menaikan nama-nama dalam keikut sertaan pemilu baik tingkat daerah kab/kota, provinsi hingga tingkat pusat. Kemudian dari pada itu faktor penunjang lainnya ialah sebuah kebijakan yang berkualitas yang mampu memberikan gambaran umum dari rencana kepemimpinan kandidat yang maju di pemilukada. Hal-hal tersebut mampu meningkatkan kwalitas kandidat dan bukan hanya sekedar kepemilikan popularitas dari kandidat-kandidat yang siap maju berkompetisi dalam pemilukada di tiap-tiap daerah khususnya di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda, uji F (simultan) dan uji t (parsial) dimaksud untuk mengetahui secara simultan dan secara parsial

Drive merupakan teknik pukulan yang dilakukan dengan cara menggerakan bet dari bawah serong ke atas dan sikap bet tertutup Service yaitu teknik memukul untuk menyajikan bola

Pada penelitian ini dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitas adsorbent berfungsional phosphorus yang disintesis secara kopolimerisasi grafting radiasi dengan menggunakan

Ini bukan disebabkan karena Total Fertility Rate (TFR) yang rendah sehingga banyak mahasiswa kedokteran yang tidak mau mengambil jurusan spesialis Kebidanan tetapi karena

Pembiayaan merupakan salah satu komponen penting untuk terlaksananya program pelatihan KTSP di KKG dan MGMP sesuai yang diharapkan. Mungkin sebagian besar KKG dan MGMP

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Perancangan Dan Pembuatan Sistem Informasi Pemetaan Tempat Kost Di Lingkungan Universitas

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irwanto et al pada tahun 2016 dengan melakukan pemeriksaan kadar asam urat pada pasien tuberkulosis paru yang

3.4 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks deskriptif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait tempat