BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.1.1 Pengertian JKN
Program jaminan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk
memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan yang menjamin masyarakat
miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah sehingga
terpenuhi kebutuhan dasar kesehatan secara layak. Dalam rangka menurunkan
angka kematian ibu dan anak serta mempercepat pencapaian MDGs telah
ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya
ditanggung oleh pemerintah melalui program jaminan persalinan yang sekarang di
ganti menjadi BPJS Kesehatan.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh
penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara Indonesia menuju
Universal Health Coverage (UHC) berdasarkan Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa : setiap orang berkewajiban
ikut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional
adalah bagian dari SJSN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi
berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Tujuan asuransi agar
seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan
Prinsip-prinsip penyelenggaraan JKN berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2011, mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: kegotong
royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan
efektifitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana amanah dan hasil penegelolaan
dana jaminan sosial. menfaat jaminan kesehatan yang bisa diperoleh dalam
program JKN bersifat pelayanan perseorangan yang mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan kebidanan dan
neonatal. Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang termasuk di dalam
program JKN meliputi: pelayanan pemeriksaan kehamilan (antenatal care),
pertolongan persalinan (intranatal care), pemeriksaan bayi baru lahir (neonatus),
pemeriksaan pasca persalinan (postnatal care) dan pelayanan Keluarga Berencana
setelah melahirkan (BPJS Kesehatan, 2013).
2.1.2 Jenis Tarif Pelayanan Dalam Penyelenggaraan Program JKN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 tahun 2016 tentang standar tarif
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan terbagi
atas tarif kapitasi, tarif non kapitasi, tarif Indonesian-Case Based Groups
(INA-CBGs) , dan tarif non INA-CBGs.
1. Tarif Kapitasi
Tarif kapitasi adalah besaran pembayaran perbulan yang dibayar di muka
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan
jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan
Tarif kapitasi diberlakukan pada FKTP yang memerlukan pelayanan
administrasi, promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis, tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif, obat
dan bahan medis habis pakai, dan pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pertama.
Penetapan besaran tarif kapitasi di FKTP dilakukan berdasarkan
kesepakatan bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama. Besaran tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP ditentukan
melalui proses seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan
melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan
dengan mempertimbangkan sumber daya manusia, kelengkapan sarana dan
prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.
2. Tarif Non Kapitasi
Tarif non kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan
kepada Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan j8umlah
pelayanan kesehatan yang diberikan. Pembayaran dana non kapitasi diberlakukan
pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di luar lingkup pembayaran
kapitasi yang meliputi :
a. Pelayanan ambulans
b. Pelayanan obat program rujuk balik
c. Pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik
d. Pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk pelayanan
e. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis
f. Jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau
dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya
g. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di FKTP
2.1.3 Standar tarif pelayanan kebidanan dan neonatal dalam program JKN
Program JKN memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan
kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN
mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan
fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan BPJS. Manfaat pelayanan
kebidanan dan neonatal yang diberikan oleh JKN berupa : Pemeriksaan ANC,
pelayanan persalinan, Pemeriksaan PNC dan bayi baru lahir (neonatus) dan
pelayanan keluarga berencana.
Pembiayaan yang dilakukan dalam tarif pelayanan pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang besaran pembayarannya yang diklaim oleh BPJS Kesehatan
berjenis tarif non kapitasi, dimana FKTP adalah fasilitas yang melakukan
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan
observasi, promotif, prevetif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan pelayanan
kesehatan lainnya. (Permenkes RI, 2014).
Sesuai dengan Permekes RI No.59 tahun 2014 tentang standar tarif
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan
menyatakan bahwa tarif non kapitasi yang diberlakukan pada FKTP yang
melakukan pelayanan kesehatan di luar lingkup pembayaran kapitasi yang
penunjang pelayanan rujuk balik, pelayanan skrining tertentu, rawat inap tingkat
pertama, jasa pelayanan kebidanan dan neonatal, pelayanan Keluarga Berencana
(KB) berupa MOP/Vasektomi, kompensasi pada daerah yang tidak terdapat
fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, pelayanan darah, pelayanan gawat
darurat di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Jasa pelayanan kebidanan, neonatal dan keluarga berencana yang
dilakukan oleh bidan atau dokter bersifat non kapitasi yaitu pembayaran klaim
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan
jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) sesuai standar yang diberikan dalam bentuk
paket paling sedikit 4 kali pemeriksaan, sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah)
2) Persalinan pravaginam normal sebesar Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah)
3) Persalinan pravaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar di puskesmas
PONED Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
4) Pemeriksaan PNC dan neonatus sesuai standar dilaksanakan dengan dua kali
kunjungan ibu nifas dan neonatus pertama (KF1-KN1) dan kunjungan ibu nifas
dan neonatus kedua (KF2-KN2) serta satu kali kunjungan neonatus ketiga
(KN3) dan satu kali kunjungan ibu nifas ketiga (KF3), sebesar Rp. 25.000,00
(dua puluh lima ribu rupiah) untuk tiap kunjungan dan diberikan kepada
5) Pelayanan tindakan pasca persalinan di puskesmas PONED, sebesar Rp
175.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Rp 125.000,00
(seratus dua puluh lima ribu rupiah)
7) Pelayanan Keluarga Berencana:
a) Pemasangan atau pencabutan IUD/Implan sebesar Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah)
b) Pelayanan suntik KB sebesar Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah) setiap
kali suntik
c) Penanganan komplikasi KB sebesar Rp 125.000,00 (seratus dua puluh
lima ribu rupiah), dan
d) Pelayanan KB MOP/vasektomi sebesar Rp 350.000,00 (tiga ratus lima
puluh ribu rupiah).
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Nomor
143 Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014
menjelaskan bahwa :
1) Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan oleh
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
2) Penagihan biaya oleh jejaring melalui faskes induk. Pemotongan biaya
pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10 % dari total
klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)
3) Tarif pemeriksaan ANC merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC paling
kali pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester kedua, dan 2 (dua)
kali pada trimester ketiga kehamilan dan tidak dapat dipecah menjadi 4
(empat) misalnya per kali pemeriksaan masing-masing Rp 50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah)
4) Apabila pemeriksaan ANC dilakukan dari jumlah minimal (< 4 kali)
pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan maka biaya pemeriksaan ANC
tidak dapat ditagihkan
5) Penagihan biaya pemeriksaan ANC dapat ditagihkan apabila telah dilakukan
minimal 4 kali pemeriksaan ANC sesuai waktu yang ditetapkan (dapat
bersamaan dengan klaim persalinan yang diajukan atau terpisah jika
persalinan dilakukan di faskes lain) disertai dengan bukti pelayanan kepada
peserta
6) Untuk menjaga kontinuitas pelayanan pemeriksaan ANC maka perlu adanya
informed consent bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan ANC dan PNC
di satu tempat yang sama (baik oleh FKTP maupun jejaring bidan sesuai
dengan prosedur). Pemeriksaan ANC dan PNC pada tempat yang sama
dimaksudkan untuk: keteraturan pencatatan partograf, monitoring terhadap
perkembangan kehamilan, memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim
ke BPJS Kesehatan.
7) Yang dimaksud dengan perkali kunjungan pemeriksaan PNC adalah paket
kunjungan ibu nifas dan neonatus (kedatangan keduanya dihitung untuk 1 kali
8) Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Rawat Inap Tingkat
Lanjut (FKRTL) dilakukan berdasarkan indikasi medis
9) Kartu ibu dan buku kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) disediakan oleh
faskes sebagai pencatatan dan pemantauan status kesehatan peserta kebidanan
10) Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat menagihkan tarif pelayanan
persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar Rp
750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan pelayanan tindakan pasca
persalinan sebesar Rp 175.000,00 (seratus tujuh puluh lima rupiah) hanyalan
Puskesmas yang ditetapkan sebagai Puskesmas PONED (Pelayanan
Obstretrik Neonatal Emergensi Dasar).
11) Apabila pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar
ditagihkan oleh FKTP lain selain Puskesmas PONED, maka disetarakan
sesuai tarif persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus
ribu rupiah)
12) Pelayanan KB dapat diberikan dan ditagihkan oleh FKTP
13) Kantor cabang agar berkoordinasi dengan BKKBN di masing-masing daerah
terkait ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alkon)
14) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk, pemotongan
biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10% dari total
klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)
15) Khusus pelayanan KB MOP/vasektomi dapat diberikan pada FKTP yang
mempertimbangkan kompetensi dan kelengkapan sarana dan prasarana
faskes.
2.2 Kebidanan dan Neonatal dalam pelaksanaan Program JKN
Program jminan kesehatan dalam kebidanan merupakan upaya untuk
menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, pasca persalinan,
penanganan perdarahan pasca keguguran dan pelayanan KB pasca salin serta
komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas dan KB pasca salin
yang dilakukan secara struktur dan berjenjang.
Menurut BPJS Kesehatan tentang pelaksanaan BPJS dalam kebidanan dan
neonatal terbagi atas cakupan pelayanan, biaya pelayanan kebidanan dan neonatal,
dan prosedur pelayanan.
2.2.1 Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal
Cakupan dari pelayanan kebidanan dan neonatal adalah :
1) Pelayanan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) yang merupakan
salah satu fungsi terpenting dari perawatan antenatal untuk memberikan saran
dan informasi pada ibu hamil mengenai tempat kelahiran yang tepat dan sesuai
dengan keadaannya. Perawatan antenatal juga merupakan suatu kesempatan
untuk menginformasikan kepada ibu hamil mengenai tanda-tanda bahaya dan
gejala yang memerlukan bantuan segera dari petugas kesehatan (BPJS
Kesehatan, 2014).
Tujuan antenatal care (ANC) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat
melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat,
(AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dari suatu proses persalinan.
Pemeriksaan ANC juga memberikan manfaat bagi ibu dan janin, antara lain:
a. Bagi Ibu
1. Mengurangi dan menegakkan secara dini komplikasi kehamilan dan
mengobati secara dini komplikasi yang mempengaruhi kehamilan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan mental dan fisik ibu
hamil dalam menghadapi persalinan.
3. Meningkatkan kesehatan ibu setelah persalinan dan untuk dapat
memberikan ASI.
4. Memberikan konseling dalam memilih metode kontrasepsi.
b. Bagi Janin
Manfaat untuk janin adalah memelihara kesehatan ibu sehingga
mengurangi persalinan prematur, berat badan lahir rendah, juga meningkatkan
kesehatan bayi sebagai titik awal kualitas sumber daya manusia.
2) Persalinan
3) Pemeriksaan bayi baru lahir
4) Pemeriksaan pasca salin atau postnatal care (PNC)
Pemeriksaan bayi baru lahir dan ibu pasca persalinan sangat penting untuk
memastikan kesehatan dan keselamatan bayi dan ibu, terutama pada masa nifas
awal yaitu setelah kelahiran bayi dan selama 7 (tujuh) hari pertama setelah
melahirkan. Sepanjang periode nifas yaitu setelah melahirkan hingga 28 hari
setelah kelahiran adalah masa-masa resiko tinggi. Kematian bayi lahir hidup
(neonatal mortality rate) dilaporkan terjadi di seluruh dunia. Begitu juga
dengan kematian ibu karena komplikasi pasca persalinan cukup tinggi.
Tujuan pemeriksaan pasca persalinan (PNC) adalah:
a) Menjaga kesehatan ibu dan bayi
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan bayi sehat.
5) Pelayanan KB
2.2.2 Biaya pelayanan kebidanan dan neonatal
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat bekerja sama dengan BPS
Kesehatan dalam pelayanan kebidanan dan neonatal berupa puskesmas,
puskesmas PONED, klinik, Dokter praktik perorangan beserta jejaringnya (Pustu,
Polindes/Poskesdes, Bidan Desa/Bidan Praktik Mandiri). Pembiayaan yang
dilakukan oleh FKTP dalam pelayanan kebidanan dan neonatal yaitu:
1) Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan Pemeriksaan Pasca Melahirkan
(PNC)
a. Pelayanan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(Puskesmas, RS kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan
yang setara):
1. Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan di dalam gedung atau menggunakan
sarana Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maka pembayannya sudah
2. Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring di luar gedung atau tidak
menggunakan Fasilitas Keehatan Tingkat Pertama maka pembayarannya
ditagihkan per tindakan (fee for service) dan penagihaanya melalui faskes
tingkat pertama.
Maksimal kunjungan ANC dan PNC yang bisa ditagihkan secara fee for
service adalah masing-masing sebanya 4 (empat) kali. Kunjungan lebih
dari 4 (empat) kali tidak bisa ditagihkan kepada BPJS Kesehatan secara fee
for service, tetapi termasuk dalam biaya kapitasi.
b. Pelayanan ANC dan PNC di dokter praktek tingkat pertama yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan:
1. Pelayanan ANC dan PNC oleh dokter praktek tingkat pertama yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka pembayarannya sudah
termasuk dalam kapitasi.
2. Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring dokter praktek tingkat
pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka
pembayarannya adalah fee for service dan penagihannya melalui faskes
tingkat pertama.
c. Pemeriksaan ANC dan PNC di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Pada kondisi kehamilan normal ANC harus dilakukan di faskes tingkat
pertama. ANC di tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan sesuai indikasi
medis berdasarkan rujukan dari faskes tingkat pertama.
Pemeriksaan ANC dan PNC dilakukan di tempat yang sama, kecuali dalam
monitoring perkembangan kehamilan dan memudahkan klaim kepada BPJS
Kesehatan.
2) Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di Fasilitas Kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
a. Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Tabel 2.1 Besaran Tarif Persalinan
No. Jenis Pelayanan Tarif (Rp)
1. Persalinan Pervaginam Normal 600.000 2. Penanganan perdarahan paska keguguran,
persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar
750.000
3. Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. Placenta manual)
1. Besaran tarif persalinan merupakan tarif paket termasuk akomodasi ibu.bayi
dan perawatan bayi. Pasien tidak boleh ditarik iur biaya.
2. Besaran tarif paket termasuk akomodasi ibu/bayi dan perawatan bayi
sebagaimana yang telah disebutkan adalah persalinan pervaginam normal
dan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar.
3) Pengajuan klaim persalinan di faskes tingkat pertama dapat dilakukan oleh
faskes tingkat pertama yang memberikan pelayanan (Puskesmas/Puskesmas
PONED/klinik/Dokter praktik perorangan dengan jejaring).
4) Jejaring Faskes tingkat pertama berupa Polindes/Poskesdes dan Bidan
5) Pada daerah tidak ada faskes tingkat pertama (ditetapkan melalui SK Kepala
Dinas setempat), maka bidan desa/bidan praktik madiri dapat menjadi faskes
tingkat pertama yang bekerjasama langsung dengan BPJS kesehatan dan
mengajukan klaim langsung ke BPJS Kesehatan.
Penagihan klaim kebidanan dan neonatal dilakukan oleh fasilitas kesehatan.
Pasien tidak boleh ditari bayar dan tidak ada klaim perorangan dari peserta ke
BPJS Kesehatan.
b. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan lainnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjut yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
1. Persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat pertama.
2. Penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjut hanya
dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat.
3. Yang dimaksud kondisi gawat darurat ialah perdarahan, kejang pada
kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang
mengancam jiwa ibu dan bayi.
4. Biaya pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kebidanan dan
persalinan sesuai dengan tarif INA CBGs yang ditentukan oleh
Kementrian Kesehatan RI.
5. Pada kasus persalinan normal pervaginam dengan berat badan bayi lahir
normal/sehat (tidak ada masalah medis), maka:
a) untuk pelayanan perawatan bayinya sudah termasuk ke dalam paket
persalinan ibu sehingga tidak perlu dibuatkan Surat Eligibitasi Peserta
b) Bagi peserta pekerja penerima upah pada persalinan anak 1 sampai
dengan 3, setelah kelahiran anaknya orang tua harus segera melapor ke
Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten BPJS Kesehatan untuk
mengurus kartu peserta BPJS Kesehatan dengan membawa surat
keterangan lahir atau akte kelahiran.
c) Proses pendaftaran bayi menjadi peserta BPJS Kesehatan mengikuti
ketentuan penambahan anggota keluarga yang berlaku.
6) Pada kasus persalinan pervaginam normal atau dengan penyulit, ataupun
persalinan operasi pembedahan caesaria, bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) dan bayi tidak sehat (mempunyai masalah medis), maka untuk
perawatan bayinya disebutkan SEP tersendiri. Persalinan anmerupakan benefit
bagi peserta BPJS Kesehatan tanpa pembatasan jumlah kehamilan/persalinan.
2.3 Verifikasi Klaim
Verifikasi klaim persalinan / maternal dan neonatal non kapitasi di fasilitas
kesehatan tingkat pertama dengan cakupan pelayanan ANC (antenatal care),
PNC (postnatal care), dan pelayanan KB harus memenuhi langkah – langkah
Verifikasi yang tepat agar tidak terjadinya kendala ketika berkas tersebut di
proses, diantaranya :
2.3.1 Verifikasi administrasi
Dalam melakukan proses verifikasi pengklaiman bidan harus memenuhi
syarat – syarat administrasi klaim, yaitu :
a. Kuitansi asli bermaterai secukupnya
c. Rekapitulasi pelayanan, diantaranya : Nama, Nomor Identitas, Tanggal
pelayanan, GPA (Gravid, Partus, Abortus), Jenis persalinan (tanpa
penyulit/dengan penyulit), Besaran tarif paket, Jumlah seluruh tagihan.
d. Foto kopi identitas peserta BPJS
e. Partograf yang sudah ditandatangani tenaga kesehatan penolong persalinan
untuk pertolongan persalinan. Pada kondisi tidak ada partograf dapat
digunakan keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan persalinan
yang diberikan.
f. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh faskes dan peserta atau
anggota keluarga seperti: salinan lembar pelayanan buku KIA sesuai
pelayanan yang diberikan untuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas,
termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila
peserta tidak memiliki buku KIA, dapat digunakan kartu ibu atau
keterangan pelayanan lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu
hamil/bersalin.
2.3.2 Verifikasi Pelayanan
a. Bandingkan data identitas peserta dengan identitas pada bukti pelayanan
b. Memastikan kesesuaian tindakan dengan diagnosa
c. Apabila diperlukan dalam proses verifikasi dapat dilakukan sampling
terhadap klaim dengan melakukan catatan kegiatn harian atau konfirmasi
2.4 Teori Penelitian
2.4.1 Respons
Menurut (Lumbantobing, 2010) respons pada prosesnya didahului sikap
seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang
untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi rangsangan tertentu. Respons juga
diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman
yang mendetail, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak serta
pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.
Respons pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap
merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku ia
menghadapi rangsangan tertentu, misalnya dalam melakukan persalinan dengan
BPJS Kesehatan dan besaran biaya yang di dapat tidak sesuai dengan keputusan
sehingga rangsangan seperti ini dapat mempengaruhi sikap bidan dalam menolong
persalinan yang bisa saja mengurangi kualitas bidan sehingga tidak ada kepuasan
sendiri bagi pasien yang melakukan persalinan dengan menggunakan BPJS
Kesehatan. Jadi, berbicara mengenai respons atau tidak respons tidak terlepas dari
pembahasan sikap. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap
sesuatu maka akan diketahui bagaimana respons mereka terhadap kondisi
tersebut. Respons merupakan sejumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan,
dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan
keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui
bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:
c. Suka atau tidak suka
d. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek
Dalam pembahasan, teori respons tidak terlepas dari pembahasan proses
teori komunikasi, karena respons merupakan timbal balik dari apa yang
dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M. Chafferespon dibagi
menjadi tiga bagian yaitu kategori respons kognisi (cognition), afeksi
(affection),dan konasi (conation) (Rahmat, 1999).
1. Respons Bersifat Kognitif
Respons bersifat kognitif berhubungan dengan pemikiran atau persepsi
kita tentang objek sikap. Secara verbal, pemikiran seseorang dapat diidentifikasi
dari ungkapan keyakinannya (beliefs) atas sesuatu, baik yang cenderung negatif
maupun positif. Respons kognitif nonverbal, seperti juga disampaikan pada saat
kita diskusi tentang watak pribadi, relatif sulit mengidentifikasinya. Karena itu,
informasi tentang respons ini banyak kita peroleh informasinya secara tidak
langsung.
Konteks respons konigtif dalam konteks penelitian ini yaitu menuju pada
syarat dan proses serta alur pengklaiman, dimana hal ini menjadi acuan dalam
menanggapi respons yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan
informasi seseorang mengenai sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya
perubahan terhadap yang dipahami khalayak.
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap
orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat
memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu
merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya pencatatan
yang benar terhadap situasi (Thoha, 2007).
Persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari luar yang
ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian kemudian masuk kedalam
otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terujud dalam sebuah
pemahaman pemahaman. Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi.
Sebelum terjadi pada manusia, diperlukan sebuah stimuli yang harus ditangkap
melalui organ tubuh yang bisa digunakan sebagai alat bantunya untuk memahami
lingkungannya. Alat bantu ini dinamakan indra (Sarwono, 2009).
2. Respons Bersifat Afektif
Respons bersifat Afektif yang menunjukkan sikap seseorang dapat kita
simpulkan dari evaluasi atau perasaan seseorang atas objek dari sikapnya. Kalau
dari verbal, sekali lagi kita bisa memperolehnya dari apakah ia memuji atau
mencela, menaruh hormat atau benci.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan
timbul apabila individu mengkehendaki adanya reaksi individual. Respons
evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itutimbulnya
didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan
terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik, buruk, positif-negatif,
menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap
Sikap (Attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak
senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu.
“Sesuatu bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Kalau yang
timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif,
sedangkan kalau perasaan tidak senang, sikap negatif. Kalau timbul perasaan
apa-apa, berarti sikapnya netral. Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat
berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan
pada saat-saat dan tempat yang berbeda-beda. Dalam sikap yang tersangkut juga
faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang membedakannya dari pengetahuan
(Sarwono, 2009).
Dalam hal ini yang berkaitan dengan respons yang bersifat afektif yaitu
menggambarkan bagaimana sikap seorang bidan dalam menangani persalinan
baik itu pengguna BPJS Kesehatan atau membayar premi langsung. Dimana sikap
dapat menilai kinerja seorang bidan dalam melihat kualitas bidan tersebut melalui
tingkat kepuasan pasien persalinan yang ditanganinya.
3. Respons Bersifat Konatif
Respons yang bersifat konatif terkait dengan kecendrungan perilaku,
keinginan, komitmen, dan tindakan yang terkait dengan objek sikap. Dalam
bentuk verbal kita bisa memperhatikan apa yang dikatakan seseorang tentang
yang mereka kerjakan, yang mereka rencanakan, atau yang mereka lakukan
seandainya berada di situasi tertentu. Sikap suka atau tidak suka terhadap suatu
objek, institusi, atau kejadian, bisa kita ketahui melalui respons verbal, atau
atas objek, atau kayakinan terhadap sifatnya/ karakternya; bisa juga berbentuk
afektif, yang terkait dengan evaluasi dan perasaan seseorang; dan juga bisa
bersifat konatif yang menunjukkan
bagaimana seseorang melakukan atau berkeinginan untuk bertindak atas objek.
Faktor-faktor yang dipengaruhi respons, yaitu:
1. Diri orang yang bersangkutan
Apabila seseorang itu berusaha untuk memberikan interpretasi tentang apa
yang dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut
terpengaruhi seperti sikap, motif, kepentingan, melihat, pengakuan dan
harapan.
2. Sasaran respons tersebut berupa orang, benda,atau respons peristiwa.
Sifat-sifat sasaran ini biasanya berpengaruh terhadap respons seseorang yang
melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan
cirri-ciri lain dari sasaran respons turut menentukan cara pandang orang.
3. Faktor situasi. Respons dapat dilihat secara karaktektual yang berarti dalam
situasi manapun respons itu timbul perlu mendapat perhatian. Situasi
merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan
2.5 Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Berdasarkan diatas dapat dijelaskan bahwa respons bidan pada proses
pengklaiman yang dilakukan oleh BPJS untuk dana non kapitasi terhadap bidan di
landasi faktor – faktor yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu proses dan alur
pengklaiman, syarat-syarat berkas klaim, sikap petugas, ketepatan waktu
pelaksanaan dana klaim, dan kesusaian besaran klaim dengan penerima dana. Dari
lima indikator tersebut dapat menjadi landasan bagaimana respon bidan terhadap
pembiayaan dana klaim non kapitasi yang terjadi di Puskesmas Patumbak 2016.
Jika bidan memiliki penilaian yang positif pada masing-masing indikator
atau penilaian yang bersifat positif lebih mendominasi maka bisa disimpulkan
biaya pengklaiman dana non kapitasi di FKTP Puskesmas Patumbak bagus dan
dapat sambutan positif oleh bidan. Namun jika bidan memiliki penilaian negatif
pada masing-masing indikator atau penilaian yang bersifat negatif lebih dominan
bisa disimpulkan biaya pengklaiman dana non kapitasi yang diterima oleh bidan
tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh bidan tersebut. Respons Bidan Pada Proses Klaim