• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN HAK NAFKAH SEBAGAI SALAH SATU POLATERHADAP PERLINDUNGAN ANAK: ANALISIS PEMIKIRAN A. HAMID SARONG | KURNAINI | Petita : Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah 1816 3605 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMENUHAN HAK NAFKAH SEBAGAI SALAH SATU POLATERHADAP PERLINDUNGAN ANAK: ANALISIS PEMIKIRAN A. HAMID SARONG | KURNAINI | Petita : Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah 1816 3605 1 SM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

79 PEMENUHAN HAK NAFKAH SEBAGAI SALAH SATU POLATERHADAP PERLINDUNGAN

ANAK: ANALISIS PEMIKIRAN A. HAMID SARONG

HETI KURNAINI

Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh Email: hetikurnaini@yahoo.com

Abstrak: Orang tua merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Hak anak pada orang tua dimulai sejak anaknya dilahirkan dan menghirup udara kehidupan. Sejak itu pula timbul tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya. Diantara hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua adalah hak nafkah. Tentang nafkah keluarga, Hamid Sarong mengatakan bahwa ayah berkewajiban mencukupkan nafkah anak-anaknya apabila mereka memerlukan, demikian pula anak berkewajiban mencukupkan nafkah ibu bapaknya apabila mereka memerlukan. Apabila ayah dalam keadaan fakir atau penghasilannya tidak mencukupi, kewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya itu tetap ada, tidak menjadi gugur, dan apabila ibu anak-anak berkecukupan dapat diperintahkan mencukupkan nafkah anak-anaknya yang menjadi kewajiban ayah mereka itu, tetapi dapat ditagih untuk mengembalikannya. Apabila ibu fakir juga, maka nafkah anak dimintakan kepada kakek (bapak ayah), dan pada saatnya kakek berhak minta ganti nafkah yang diberikan kepada cucunya itu kepada ayah. Apabila ayah tidak ada lagi, maka nafkah itu dibebankan kepada kakek, sebab kakek berkedudukan sebagai pengganti ayah dalam hal ayah tidak ada lagi. Pendapat Hamid Sarong ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam hukum Islam dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Namun tentang nafkah yang tidak mampu ditunaikan oleh ayah bisa ditagih untuk dikembalikan, perundang-undangan yang di Indonesia belum mengatur sejauh itu.

Kata Kunci: Kewajiban Orang Tua, Hak Nafkah, Perlindungan Anak

1. PENDAHULUAN

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan. Pengertian ini dicantumkan di dalam undang-undang nomor 22

tahun 2003 tentang perlindungan anak. Selanjutnya dikatakan juga bahwa perlindungan anak

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.1

Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki orang dewasa, hak

asasi manusia (HAM). Pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana

hak-hak orang dewasa (HAM) atau isu gender, yang menyangkut hak perempuan. ____________

1 Lihat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Perlindungan anak; Pasal 1 ayat (1) dan (2), dan

(2)

80 Perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut memikirkan dan melakukan

langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar yang

dilakukan negara, orang dewasa atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak begitu menaruh

perhatian akan kepentingan masa depan anak.

Padahal anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, aset

keluarga, agama, bangsa, dan negara. Di berbagai negara dan berbagai tempat di negeri ini,

anak-anak justru mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti eksploitasi anak,

kekerasan terhadap anak, pekerja anak, diterlantarkan, menjadi anak jalanan dan korban

perang/konflik bersenjata.

Di Indonesia pelanggaran hak-hak anak, baik yang tampak mata maupun tidak tampak

mata, menjadi pemandangan yang lazim dan biasa diberitakan di media masa, seperti

mempekerjakan anak baik di sektor formal, maupun informal, eksploitasi hak-hak anak. Upaya

mendorong prestasi yang terlampau memaksakan kehendak pada anak secara berlebihan,

atau untuk mengikuti berbagai kegiatan belajar dengan porsi yang melampaui batas

kewajaran agar mencapai prestasi seperti yang diinginkan orang tua. Termasuk juga meminta

anak menuruti kehendak pihak tertentu (produser) untuk menjadi penyayi atau bintang cilik,

dengan kegiatan dan jadwal yang padat, sehingga anak kehilangan dunia anak-anaknya.2

Orang tua merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap perlindungan

dan pemenuhan hak-hak anak. Hak anak pada orang tua dimulai sejak anaknya dilahirkan dan

menghirup udara kehidupan. Sejak itu pula timbul tanggung jawab orang tua terhadap

anak-anaknya.3 Diantara hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua adalah hak nafkah. Lalu

bagaimana pendapat Hamid Sarong terkait hak nafkah anak tersebut, dan bagaimana

kaitannya antara pandangan beliau dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

apakah terdapat persamaan atau perbedaan atau mungkin hal ini belum ada undang-undang

yang mengaturnya, akan dijelaskan lebih lanjut dalam pembahasan artikel ini.

2. TIMBULNYA HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK SEBAGAI AKIBAT ADANYA HUBUNGAN NASAB

Di dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, berbicara

perihal kedudukan nasab anak; A. Hamid Sarong menulis: QS. Al-Ahzab ayat 5 mengajarkan,

“Panggillah anak-anak dengan nasab (garis keturunan) ayah-ayah mereka; demikian itulah

yang lebih adil menurut Allah...”. Ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya yang

____________

2Puspa, Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak, 4 April 2017, diakses pada tahun 2010, dari situs:

https://puspa06.wordpress.com/2010/05/20/perlindungan-hukum-hak-hak-anak.

3Raja’ Thaha Muhammad Ahmad, Hifzhul Lisan: Penuntun Akhlak Keluarga, (Semarang: Pustaka Adnan,

(3)

81 menentukan bahwa pengangkatan anak dengan jalan adopsi tidak dapat dibenarkan, sebab

berakiat keluarny seseorang dari garis keturunan ayah kandungnya dan masuknya kepada

nasab orang yang mengangkatnya. Dari ayat 5 surat al-Ahzab diperoleh ketentuan bahwa anak

selalu bernasab kepada ayah, tidak kepada ibu. Satu-satunya anak bernasab kepada ayah,

tidak kepada ibunya, yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah ‘Isa bin Maryam, karena Nabi Isa

dilahirkan oleh ibunya yang belum pernah bertemu dengan laki-laki. Dalam hubungan ini QS.

Maryam 17-20 menyebutkan bahwa ketika Maryam kedatangan malaikat Jibril yang menjelma

sebagai seorang laki-laki, ia menolak kedatangannya sambil memohon perlindungan kepada

Allah agar jangan sampai melakukan perbuatan serong; tetapi malaikat Jibri menjawab bahwa

ia diutus Allah untuk memberi kabar gembira bahwa Maryam akan dianugerahkan putera

yang bersih; mendengan jawaban Malaikat jibril itu Maryam mengatakan: “Bagaimana

mungkin ku akan mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh seorang laki-lakipun,

demikian pula aku bukan perempuan jalang”. Seruan al-Qur’an kepada umat manusia dengan

panggilan “Wahai anak keturunan Adam”, memberi isyarat bahwa menisbahkan keturunan

anak adalah kepada ayahnya, bukan kepada ibunya.4

Selanjutnya tentang sahnya keturunan seorang anak, beliau mengatakan jika hukum

Islam menentukan bahwa pada dasarnya keturunan anak adalah sah apabila pada permulaan

kehamilan antara ibu anak dan laki-laki yang menyebabkan terjadinya kehamilan terjadi

dalam hubungan perkawinan yang sah. Untuk mengetahui secara hukum apakah anak dalam

kandungan berasal dari suami ibu atau bukan ditentukan masa kehamilannya, masa

terpendek enam bulan dan masa terpanjang biasanya adalah satu tahun. Dengan demikian

apabila seseorang perempuan melahirkan dalam keadaan perkawinan sah dengan seorang

laki-laki, tetapi jarak waktu antara terjadinya perkawinan dengan saat melahirkan kurang dari

enam bulan, maka anak yang dilahirkannya bukan anak sah bagi suami ibunya. Demikian juga

halnya dengan seorang janda yang ditinggal mati suaminya melahirkan anak setelah lebih dari

satu tahun kematian suaminya, maka akan yang dilahirkan bukan anak sah bagi almarhum

suami perempuan tersebut.

Apabila seorang perempuan diketahui telah hamil sebagai akibat hubungan zina,

kemudian dikawinkan dengan laki-laki yang menyebabkan kehamilan dan akhirnya

melahirkan kandungannya lebih dari enam bulan dari waktu perkawinan dilakukan, dapatkan

anak tersebut dinyatakan sebagai anak sah bagi kedua orang tuanya. Dalam hal ini, karena

anak tersebut telah ada dalam kandungan sebelum terjadi perkawinan, maka meskipun ia

lahir dalam perkawinan yang sah antara laki-laki yang menyebabkan kehamilan-katakanlah

bapaknya- dan ibu yang melahirkannya, kedudukannya hanya menjadi anak sah dari ibunya

____________

(4)

82 saja, bukan anak sah dari bapaknya. Antara anak dengan anak-anak dari ibu bapaknya yang

lahir kemudian mempunyai hubungan saudara seibu.

Ishaq bin Rahawaih berpendapat bahwa anak yang lahir sebelum berlangsungnya

perkawinan antara bapak dan ibunya seperti tersebut di atas mungkin menjadi anak-anak sah

daripada bapak ibunya apabila diakui oleh bapaknya dengan jalan istilhaq (mengakui sebagai

anak). Tentang hal ini, Hamid Sarong mengatakan, sepintas lalu pendapat Ishaq bin Rahawaih

itu melindungi kepentingan anak jangan sampai anak tidak mempunyai nasab. Tetapi apabila

ditinjau dari segi moral, pendapat Ishaq yang seperti ini akan mudah disalahgunakan untuk

melindungan kemerosotan moral; dengan dimungkinkannya pengangkatan anak yang jelas

terjadi sebagai akibat hubungan zina itu, orang akan tidak merasa keberatan untuk melakukan

hubungan sebelum perkawinan, sebab akhirnya toh anak yang lahir dapat dinyatakan anak

sebagai anak sah dari kedua orangtuanya. Oleh karena itu pendapat Ishaq tersebut seyogianya

tidak usah dipertahankan, guna melindungi nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan

masyarakat. Selain itu untuk mengatasi agar peristiwa kehamilan di luar nikah tidak banyak

terjadi ialah dengan menentukan bahwa perbuatan zina adalah delik yang diancam dengan

hukuman.5

Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa hubungan darah adalah pertalian darah

antara manusia yang satu dengan manusia yang lain karena berasal dari leluhur yang sama.

Hubungan darah ada dua garis, yaitu: (a) hubungan darah menurut garis lurus ke atas dan ke

bawah; (b) hubungan darah menurut garis ke samping. Hubungan darah menurut garis lurus

ke atas disebut “leluhur”, sedangkan hubungan darah menurut garis lurus ke bawah disebut

“keturunan”. Hubungan darah menurut garis lurus ke samping adalah pertalian darah antara

manusia bersaudara kandung dan keturunannya.6

Dekat-jauh hubungan darah mempunyai arti penting dalam hal perkawinan,

pewarisan, dan perwalian dalam kehidupan keluarga. Hubungan darah sampai batas tertentu

menjadi halangan/rintangan pelangsungan perkawinan, misalnya hubungan darah satu

tingkat7, dua tingkat8, dan tiga tingkat9. Demikian juga dengan urutan dalam pewarisan.

Hubungan darah sampai batas tertentu menentukan urutan prioritas sebagai ahli waris.

Misalnya, dalam hal tidak ada hubungan darah satu tingkat (tidak ada anak, tidak ada lagi

____________

5A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan..., hlm. 174-175.

6Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 70. 7Hubungan darah satu tingkat contohnya hubungan antara anak dan ayah/ibu. Antara keduanya tidak

ada yang menghalangi.

8Hubungan darah dua tingkat contohnya hubungan antara anak dan kakek/nenek. Antara keduanya ada

satu tingkatan yang membatasi, yaitu ayah.

9Hubungan darah tiga tingkat contohnya hubungan antara ayah/ibu dan cicit. Antara kedaunya ada dua

(5)

83 orang tua), hubungan dua tingkat berhak mewaris (saudara kandung atau nenek/kakek dari

almarhum).

Demikian juga dalam hal perwalian. Hubungan darah sampai batas tertentu

menentukan urutan perioritas menjadi wali. Misalnya, dalam hal hubungan darah satu tingkat

tidak ada karena orang tua anak sudah meninggal semua atau karena kekuasaan orang tua

dicabut pengadilan negeri. Dalam hal ini, hubungan darah dua tingkat (saudara kandung,

nenek) berhak menjadi wali bagi anak.10

Pendapat Hamid Sarong tentang anak sah berbeda dengan ketentuan yang terdapat

dalam kitab Undang-Undang hukum perdata (BW). Di dalam BW, yang dikatakan dengan

keturunan yang sah adalah keturunan yang dilahirkan atau dibuahkan di dalam perkawinan.

Adapun jika seorang anak dibenihkan di dalam perkawinan tapi lahirnya setelah perkawinan

orang tuanya bubar, maka anak itu adalah sah. Begitu pula jika anak itu dibenihka di luar

perkawinan, tapi lahir di dalam perkawinan, maka anak itu adalah sah juga. Dengan demikian,

maka menurut BW seorang anak yang lahir dengan tidak memenuhi ketentuan tadi, adalah

anak tidak sah.11

Keturunan yang sah sebagaimana yang dimaksud di dalam BW terdapat

ketentuan-ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 250, Seorang anak yang dilahirkan

atau dibenihkan di dalam perkawinan mempunyai si suami sebagai bapaknya. Dengan

demikian hubungan anak dan bapak itu adalah hubungan yang sah. Bahwasanya seorang anak

itu dilahirkan dari seorang ibu, hal itu mudah saja pembuktiannya. Tetapi bahwa seorang anak

itu betul-betul anaknya seorang bapak, itu agak sukar dibuktikan, sebab bisa saja terjadi

bahwa orang yang membenihkan anak itu, bukan suami dari ibunya. Maka berhubung dengan

itu demi kepastian hukum ditentukan saja apa yang disebut dalam pasal 250 tersebut.12

Sehubungan dengan itu, oleh undang-undang ditetapkan suatu tenggang kandungan

yang paling lama, yaitu 300 hari dan suatu tenggang kandungan yang paling pendek, yaitu 180

hari. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan orang tuanya dihapuskan, adalah

anak yang tidak sah.13

Dalam Pasal 251 disebutkan bahwa si suami dapat memungkiri keabsahan seorang

anak yang dilahirkan oleh si isteri jika anak itu lahir sebelum 180 hari setelah perkawinan

mereka. Sebagai pengecualian disebut bahw pemungkiran itu tidak mungkin di dalam hal-hal:

(1) jika si suami sebelum perkawinan mengetahui bahwa si isteri mengandung; (2) jika pada

____________

10Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata..., hlm. 71-72.

11Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian: Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta: PT Bina Aksara, 1986), hlm. 145.

12Ali Afandi, Hukum Waris ..., hlm. 140-141.

(6)

84 waktu anak itu dilahirkan dia ikut hadir waktu akta kelahiran dibuat dan ia ikut menanda

tangani akta itu; (3) jika anak itu tidak hidup waktu dilahirkan.

Selanjutnya ada kemungkinan lagi untuk memungkiri keabsahan anak yaitu yang

terdapat dalam pasal 252. Apabila si suami dapat membuktikan bahwa ia sejak 300 sampai

180 hari sebelum lahirnya seorang anak, karena perpisahan atau karena suatu sebab yang

kebetulan terjadi, tidak mungkin mengadakan hubungan dengan isterinya, maka keabsahan

seorang anak dapat dipungkiri. Dalam hal ini ketidakmampuan seorang laki-laki (impotensi)

tidak boleh dipakai sebagai sebab untuk memungkiri keabsahan seorang anak.14

Selanjutnya sang ayah dapat juga menyangkal sahnya anak dengan alasan isterinya

terlah berzina dengan lain lelaki, apabila kelahiran anak itu disembunyikan. Di sini sang ayah

harus membuktikan bahwa isterinya telah berzina dengan lelaki lain dalam waktu antara 180

dan 300 hari sebelum kelahiran anak itu. Tenggang waktu untuk penyangkalan ialah satu

bulan jika sang ayah berada di tempat kelahiran anak, dua bulan setelah ia kembali jikalau ia

sedang bepergian waktu anak dilahirkan atau dua bulan setelahnya ia mengetahui tentang

kelahiran anak, jika kelahiran itu disembunyikan. Apabila tenggang waktu tersebut telah

lewat, sang ayah itu tidak dapat lagi mengajukan penyangkalan terhadap anaknya.

Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai

Pencatat Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai

bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukkan adanya hubungan seperti

antara anak dengan orang tuanya. Oleh hakim yang menerima gugatan penyangkalan itu,

harus ditunjuk seorang wali khusus yang akan mewakili anak yang disangkal itu. Ibu si anak

yang disangkal itu, yang tentunya paling banyak mengetahui tentang keadaan mengenai anak

itu dan juga paling mempunyai kepentingan, haruslah dipanggil di muka hakim.15

Tentang anak di luar kawin dibagi ke dalam dua jenis. Anak yang lahir dari ayah dan

ibu antara orang-orang mana tidak terdapat larangan untuk kawin, dan anak yang lahir dari

ayah dan ibu yang diarang untuk kawin, karena sebab-sebab yang ditentukan oleh

Undang-Undang atau jika salah satu dari ayah atau ibu di dalam perkawinan dengan orang lain. Anak

yang kedua disebut anak zinah atau anak sumbang16. Anak yang dilahirkan diluar kawin, perlu

diakui oleh ayah atau ibunya supaya ada hubungan hukum. Sebab kalau tidak ada pengakuan

maka tidak terdapat hubungan hukum. Jadi, meskipun seorang anak itu jelas dilahirkan oleh

____________

14Ali Afandi, Hukum Waris ..., hlm. 141. 15Subekti, Pokok-Pokok Hukum..., hlm. 49.

16Anak yang lahir karena zinah adalah anak yang dilahirkan seorang perempuan atau dibenihkan

(7)

85 seorang ibu, ibu harus mengakui dengan tegas mengakui anak tersebut. Kalau tidak maka

tidak ada hubungan hukum antara ibu dan anak.17

Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa anak yang sah adalah

anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dari ketentuan

Undang-Undang ini ada dua kemungkinan sahnya anak, yaitu anak yang dilahirkan dalam perkawinan

yang sah atau anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah. Pada kemungkinan

yang kedua tidak menjadi masalah, sebab hukum Islampun menentukan demikian, tetapi pada

kemungkinan pertama, hanya dipandang sesuai dengan ketentua hukum Islam apabila

diperhatikan syarat bahwa terjadinya anak benar-benar setelah perkawinan dilakukan,

dengan memperhitungkan lamanya waktu hamil dan tidak diketahui dengan jelas bahwa anak

telah terjadi sebelum perkawinan dilakukan. Namun bila bagian pertama Pasal 42

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tersebut diartikan secara mutlaq, kapanpun lahirnya anak asal

dalam perkawinan yang sah dan tanpa memperhatikan apakah laki-laki yang kemudian

menjadi suami ibu anak itu adalah yang menyebabkan kehamilan atau bukan, maka dapat

dipastikan bahwa ketentuan Undang-Undang itu tidak sejalan dengan ketentuan hukum

Islam.18

Dengan adanya hubungan nasab tersebut antara orang tua dan anak, maka hubungan

hak dan kewajiban akan berlaku pula pada keduanya. Salah satu diantara hak dan kewajiban

yang dimaksud adalah hak nafkah.

3. HAK NAFKAH ANAK

Nafkah adalah semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut keadaan dan

tempat, seperti makanan, pakaian, rumah dan lain-lain.19 Tentang nafkah, Hamid Sarong

mengatakan bahwa hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk

isteri dan anak-anaknya. Ayah berkewajiban mencukupkan nafkah anak-anaknya apabila

mereka memerlukan, demikian pula anak berkewajiban mencukupkan nafkah ibu bapaknya

apabila merekaa memerlukan, tanpa memperhatikan agama yang dianutnya apakah sama atau

berlainan. Kecuali itu diperoleh pula ketentuan bahwa setiap kerabat yang mempunyai hak

waris dari kerabat lain berkewajiban memberi nafkah apabila memerlukan. Menurutnya juga,

kewajiban ayah memberikan nafkah kepada anak-anaknya memerlukan syarat-syarat sebagai

berikut:

____________

17Ali Afandi, Hukum Waris ..., hlm. 145-147. 18A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan..., hlm. 176.

(8)

86 a. Anak-anak membutuhkan nafkah (fakir) dan tidak mampu bekerja. Anak

dipandang tidak mampu bekerja apabila masih kanak-kanak atau telah besar

tetapi tidak mendapatkan pekerjaan atau perempuan.

b. Ayah memiliki kemampuan dalam harta dan mampu untuk memberi nafkah, baik

karena memang mempunyai pekerjaan yang menghasilkan atau memiliki

kekayaan yang menjadi penompang hidupnya.

Atas dasar adanya syarat-syarat tersebut, apabila anak yang fakir telah sampai pada

umur mampu bekerja, meskipun belum baligh, dan tidak ada halangan apapun untuk bekerja,

maka gugurlah kewajiban ayah untuk memberi nafkah kepada anak. berbeda halnya apabila

anak telah mencapai umur dapat bekerja itu terhalang untuk bekerja disebabkan sakit atau

kelemahan-kelemahan lain, maka ayah tetap berkewajiban memberikan nafkah untuk

anaknya itu.

Bagi anak perempuan, kewajiban ayah memberi nafkah kepadanya berlangsung

sampai ia kawin, kecuali apabila anak telah mempunyai pekerjaan yang dapat menjadi

penompang hidupnya, tetapi tidak dapat dipaksa untuk bekerja mencari nafkah sendiri.

Apabila ia telah kawin, maka nafkahnya menjadi kewajiban suami apabila dan apabila

suaminya meninggal juga tidak mendapat warisan yang cukup untuk nafkah hidupnya, maka

ayahnya berkewajiban lagi memberi nafkah kepadanya seperti pada waktu belum kawin.

Apabila ayah dalam keadaan fakir, tetapi mampu bekerja dan memang benar-benar

telah bekerja, tetapi penghasilannya tidak mencukupi, kewajiban memberi nafkah kepada

anak-anaknya itu tetap ada, tidak menjadi gugur, dan apabila ibu anak-anak berkecukupan

dapat diperintahkan mencukupkan nafkah anak-anaknya yang menjadi kewajiban ayah

mereka itu, tetapi dapat ditagih untuk mengembalikannya. Misalnya apabila suatu ketika anak

sakit dan harus dirawat di rumah sakit yang biayanya tidak dipikul oleh ayah, hingga ibu harus

menjual perhiasannya untuk menutup biaya anaknya itu, maka pada suatu saat ibu berhak

menagih ayah untuk mengganti biaya yang pernah dibayarkan untuk membiayai anak yang

pernah sakit dulu itu. Nampaknya contoh itu agak aneh di mana seorang ibu harus menagih

kepada ayah karena harta yang dikeluarkan untuk pengobatan anak. Tetapi apabila diingat

demikian besar tanggung jawab terhadap anak-anaknya, dan mungkin pada akhirnya terjadi

perceraian antara ibu dan bapak, rasa aneh itu akan hilang.

Apabila tiba-tiba ibupun fakir juga, maka nafkah anak dimintakan kepada kakek

(bapak ayah), dan pada saatnya kakek berhak minta ganti nafkah yang diberikan kepada

cucunya itu kepada ayah. Apabila ayah tidak ada lagi, maka nafkah itu dibebankan kepada

kakek, sebab kakek berkedudukan sebagai pengganti ayah dalam hal ayah tidak ada lagi.20

____________

(9)

87 Demikianlah pendapat Hamid Sarong tentang kewajiban nafkah terhadap anak.

Dengan menunaikan pemberian nafkah yang merupakan hak seorang anak dari ayahnya,

menurut hemat penulis maka si ayah telah melakukan salah satu upaya perlindungan

terhadap anak-anaknya. Karena yang dinamakan nafkah tidak hanya berupa makanan; tetapi

semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut keadaan dan tempat seperti pakaian,

tempat tinggal, pengobatan, biaya pendidikan, nafkah penyusuan, pemeliharaan, dan

kebutuhan hidup21, merupakan nafkah yang menjadi kewajiban ayah terhadap anak-anaknya.

Pendapat Hamid Sarong tentang kewajiban nafkah dari seorang ayah terhadap

anaknya sesuai dengan tuntunan ajaran Islam dan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia. Namun perihal nafkah yang tidak diberikan oleh seorang ayah terhadap anaknya

yang kemudian dapat ditagih undang-undang tidak mengatur hal ini.

Ada banyak hadits dan ayat al-qur’an yang menerangkan tentang kewajiban seorang

suami terhadap keluarganya.22 Misalnya dalam QS. Al-Baqarah ayat 233, Allah swt berfirman

yang artinya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Ayat ini merupakan rangkaian pembicaraan tentang keluarga. Setelah berbicara

tentang suami isteri, kini pembicaraan tentang anak yang lahir dari hubungan suami isteri itu.

Di sisi lain, ia masih berbicara tentang wanita-wanita yang ditalak, yakni mereka yang

memiliki bayi.23

Syahid Sayyid Quthb, di dalam kitab tafsirnya yang berjudul tafsir fi zhilalil-Quran

tentang tafsir ayat di atas menerangkan bahwa, ibu yang telah diceraikan itu mempunyai

kewajiban terhadap anaknya yang masih menyusu. Itu suatu kewajiban yang ditetapkan oleh

Allah dan tidak dibiarkan-Nya meskipun fitrah dan kasih sayangnya mengalami kerusakan

oleh pertengkaran urusan rumah tangganya, sehingga merugikan si kecil ini. Karena itu, Allah

____________

21Lihat Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, terj. Sihabuddin,(Jakarta:

Gema Insani Press, 1996), hlm. 42. Lihat juga Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan I: Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2013), hlm. 181.

22Lihat Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Mizan

Media Utama), hlm. 129-134.

23M. Quraish Shihab, Tafsir AL-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an; Vol. 1, (Jakarta: Lentera

(10)

88 memberikan tugas dan kewajiban di pundak si ibu, karena Allah lebih dekat kepada manusia

daripada dirinya sendiri. Lebih baik dan lebih penyayang dari pada kedua orang tuanya. Allah

mewajibkan si ibu untuk menyusui si anak selama dua tahun penuh. Karena Dia mengetahui

bahwa masa ini merupakan waktu yang paling ideal ditinjau dari segi kesehatan maupun jiwa

anak, “yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.

Pembahasan-pembahasan tentang kesehatan dan jiwa sekarang telah menetapkan

bahwa masa dua tahun itu merupakan kebutuhan yang vital bagi pertumbuhan anak, baik

mengenai kesehatan maupun mentalnya. Akan tetapi nikmat Allah kepada kaum muslimin ini

tidak menunggu hasil penelitian para ahli. Maka potensi insani yang tersimpan pada diri anak

itu tidak boleh dibiarkan digerogoti oleh kejahilan dalam masa yang sekian lama. Allah Maha

Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Lebih-lebih kepada si kecil yang lemah dan

membutuhkan kasih sayang serta pemeliharaan.

Kemudian sebagai timbal balik dari melaksanakan kewajiban yang ditetapkan Allah

terhadap si ibu kepada anaknya itu, maka si ayah (meskipun telah menceraikannya)

berkewajiban memberi nafkah dan pakaian kepada si ibu secara patut dan baik. Jadi,

kedua-duanya mempunyai beban dan tanggung jawab terhadap si kecil yang masih menyusui ini. Si

ibu merawatnya dengan menyusui dan memeliharanya, dan si ayah harus memberikan

makanan dan pakaian kepada si ibu itu supaya dia dapat memelihara anaknya.24

Alasan mengapa menjadi kewajiban ayah adalah karena anak itu membawa nama

ayah, seakan-akan anak itu lahir untuknya. Karena nama ayah akan disandang oleh sang anak,

yakni dinisbahkan kepada ayahnya. Kewajiban memberi makan dan pakaian itu hendaknya

dilaksanakan dengan cara yang ma’ruf, yaitu yang dijelaskan maknanya dalam penggalan ayat

selanjutnya, “seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah

seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya”, maksudnya jangan sampai ayah

mengurangi hak yang wajar bagi seorang ibu dalam pemberian nafkah dan penyediaan

pakaian, karena mengandalkan kasih sayang ibu kepada anaknya. “dan seorang ayah karena

anaknya”, maksudnya adalah jangan sampai si ibu menuntut sesuatu di atas kemampuan sang

ayah, dengan dalih kebutuhan anak yang disusukannya.25

Apabila si ayah meninggal dunia, kewajiban-kewajibannya pindah kepada ahli

warisnya, “warispun berkewajiban demikian”. Ahli waris dibebani tugas untuk memberi

sandang pangan kepada si ibu yang menyusui itu secara ma’ruf dan baik, sebagai realisasi

solidaritas keluarga yang diantaranya terwujud dalam bentuk pewarisan. Dan pada sisi lain

dalam bentuk menaggung beban orang yang diwarisi hartanya. Dengan demikian, tidak

____________

24Syahid Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil-Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000),

hlm. 301-302.

(11)

89 terabaikanlah si anak karena kematian ayahnya. Maka haknya dan hak ibunya dalam semua

keadaannya tetap terjamin.26

Adapun hadits yang berbicara tentang kewajiban nafkah keluarga misalnya hadits

yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang artinya: “Aisyah ra. Menceritakan, bahwa

pada suatu kali datanglah Hindun binti ‘Utbah, yaitu isteri Abu Sofyan menemui Rasulullah saw

seraya berkata, “Wahai Rasulullah! Abu Sofyan itu adalah laki-laki yang kikir, sehingga tidak

diberinya saya nafkah yang memadai untukku, kecuali hanya dengan mengambil hartanya

tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa dengan begitu?” Jawab beliau, “Ambillah

sebagian hartanya itu dengan niat baik secukupnya, yaitu untukmu dan anak-anakmu itu!” (HR.

Muttafaq ‘Alaih).27

Imam Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Suami wajib menafkahi kedua orang tua

dan anak-anak berdasarkan ucapan Nabi saw kepada Hindun sebagaimana yang tercantum di

dalam hadits di atas. Hadits tersebut menjelaskan tentang kewajiban menafkahi anak. Beliau

juga berkata, “orang yang mampu wajib menafkahi kedua orang tua dan anak-anak yang tidak

mampu, dan ia tidak wajib menafkahi orang yang mampu diantara mereka, atau orang yang

kuat dan mampu menghasilkan nafkahnya. Ini adalah madzhab Syafi’i.28

Selain dalam nash al-Qur’an dan Hadits, ketentuan tentang kewajiban nafkah orang tua

juga diterangkan dalam hukum positif yang ada di Indonesia, seperti dalam UU No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan UU

No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tentang kewajiban tersebut, diterangkan

dalam pasal-pasal berikut ini:

a) UU No. 1 Tahun 1974

Pasal 41 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

Pasal 45

(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

____________

26Syahid Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil-Qur’an, hlm. 302.

27Kahar Masyur, Bulughul Maram (Terjemahan), (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 140.

28Syaikh Al-Usrah Al-Muslimah, Panduan Keluarga Muslim, ter. Misbah, ( Jakarta; Cendekia Sentra

(12)

90 (2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Pasal 49

(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal:

a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. la berkelakuan buruk sekali.

(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

b) Kompilasi Hukum Islam

Pasal 77

(1) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat (2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi

bantuan lahir bathin yang satui kepada yang lain;

(3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya;

(4) suami isteri wajib memelihara kehormatannya;

(5) jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama

Pasal 80

(1) Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh sumai isteri bersama. (2) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya

(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

(4) sesuai dengan penghasislannya suami menanggung : a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;

b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak; c. biaya pendididkan bagi anak.

(5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.

(13)

91 (1) Semua biaya penyusuan anak dipertanggungkawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya.

Pasal 105 Dalam hal terjadinya perceraian :

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;

c. biaya pemeliharaanditanggung olehayahnya.

Pasal 149

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;

b. memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;

c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qobla al dukhul; d. memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun

c) UU Perlindungan anak

Pasal 26

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(14)

92 Pasal 30

(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.

Pasal 45

(1) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.

(2) Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. PENUTUP

Adanya hubungan nasab antara orang tua dan anak akan berakibat timbulnya hak dan

kewajiban antar orang tua dan anak. Hamid Sarong di dalam bukunya Hukum Perkawinan

Islam di Indonesia, tentang nafkah keluarga mengatakan bahwa hubungan perkawinan

menimbulkan kewajiban nafkah atas suami isteri dan anak-anaknya. Ayah berkewajiban

mencukupkan nafkah anak-anaknya apabila mereka memerlukan, demikian pula anak

berkewajiban mencukupkan nafkah ibu bapaknya apabila mereka memerlukan, tanpa

memperhatikan agama yang dianutnya apakah sama atau berlainan. Apabila ayah dalam

keadaan fakir atau penghasilannya tidak mencukupi, kewajiban memberi nafkah kepada

anak-anaknya itu tetap ada, tidak menjadi gugur, dan apabila ibu anak-anak berkecukupan dapat

diperintahkan mencukupkan nafkah anak-anaknya yang menjadi kewajiban ayah mereka itu,

tetapi dapat ditagih untuk mengembalikannya. Apabila ibu fakir juga, maka nafkah anak

dimintakan kepada kakek (bapak ayah), dan pada saatnya kakek berhak minta ganti nafkah

yang diberikan kepada cucunya itu kepada ayah. Apabila ayah tidak ada lagi, maka nafkah itu

dibebankan kepada kakek, sebab kakek berkedudukan sebagai pengganti ayah dalam hal ayah

tidak ada lagi.

Pendapat beliau tentang kewajiban nafkah tersebut sesuai dengan ketentuan hukum

Islam dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun tentang bahwa nafkah

yang tidak dibayarkan oleh si ayah bisa ditagih untuk dikembalikan, Perundang-undangan

yang ada di Indonesia belum mengatur sejauh itu.

Dengan menunaikan kewajiban dalam hal memberikan nafkah kepada anak yang

menjadi haknya, maka orang tua sebagai pihak pertama yang bertanggung jawab, telah

melakukan upaya dalam hal memberikan perlindungan terhadap jiwa si anak. Karena nafkah

(15)

93 keadaan dan tempat seperti pakaian, tempat tinggal, pengobatan, biaya pendidikan,

pemeliharaan, kebutuhan hidup, kasih sayang, dan lain-lainnya yang bersifat memberikan

(16)

94 DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid Kisyik, BimbinganIslam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah, Bandung: Mizan Media Utama, 2005

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010

Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, terj. Sihabuddin,Jakarta: Gema Insani Press, 1996

Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian: Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Jakarta: PT Bina Aksara, 1986

Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Banda Aceh: PeNa, 2010

Kahar Masyur, Bulughul Maram (Terjemahan), Jakarta: Rineka Cipta, 1991

Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan I: Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, Yogyakarta: ACAdeMIA, 2013

Muhammad Siddiq Armia, Studi Epistemologi Perundang-Undangan, Banda Aceh: Teratai Publisher, 2011.

Muhammad Siddiq Armia, Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 2009.

M. Quraish Shihab, Tafsir AL-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an; Vol. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002

Raja’ Thaha Muhammad Ahmad, Hifzhul Lisan: Penuntun Akhlak Keluarga, Semarang: Pustaka Adnan, 2005

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1996

Syahid Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil-Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

Syaikh Al-Usrah Al-Muslimah, Panduan Keluarga Muslim, ter. Misbah, Jakarta; Cendekia Sentra Muslim, 2005

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, ter. Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005

Puspa, Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak, 4 April 2017, diakses pada tahun 2010, dari situs:

https://puspa06.wordpress.com/2010/05/20/perlindungan-hukum-hak-hak-anak.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Perlindungan anak

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Referensi

Dokumen terkait

1) Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2011,dan peraturan Gubernur No.65 th 2011 tentang Rincian Tugas Pokok dan fungsi Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 2) Tersedianya sumber

(2) Apabila Perjanjian ini berakhir oleh sebab apapun maka pengakhiran Perjanjian ini tidak memengaruhi hak dan kewajiban dan/atau tanggung jawab PARA PIHAK yang

pekerja yang masih berlaku serta telah didaftarkan ke  instansi yang berwenang. 

tiga makna Perjamuan Kudus yaitu makna me- nyangkut masa lalu, kini dan yang akan datang. Mak- na masa lalu berarti bahwa Perjamuan Kudus meru- pakan peringatan pengorbanan

Fuel cell adalah alat atau teknologi seperti baterai yang mampu menghasilkan listrik dengan menggunakan bahan bakar kimia seperti hidrogen.. “Seperti pabrik, fuel

Dalam jual beli Account Clash of Clans Via Online tidak memenuhi asas dari akad karena akibat yang ditimbulkan oleh jual beli tersebut. mengandung jebakan dan jual beli

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Personal Background , Political Background, pengetahuan dan Pemahaman anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Banten

Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung ataupun tidak langsung memindahkan hak milik kepada