• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PERILAKU KONSUMSI DALAM TEORI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN PERILAKU KONSUMSI DALAM TEORI (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBEDAAN PERILAKU KONSUMSI DALAM TEORI EKONOMI

KONVENSIONAL DENGAN TEORI EKONOMI ISLAM

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu: Zein Muttaqin, SEI.,MA

Disusun Oleh:

Nama NIM

Rizki Septy Ananda 14423105

Andi Rizka Anggraini 14423109

Program Studi Ekonomi Islam

Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta

(2)

2

Contents

KATA PENGANTAR... 3

BAB I ... 4

PENDAHULUAN ... 4

Latar Belakang ... 4

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan ... 4

BAB II ... 5

PEMBAHASAN ... 5

Pengertian Konsumen ... 5

Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Konvensional... 5

Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal ... 6

Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi... 8

Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam ... 8

Refrensi konsumsi dan alokasi anggaran ... 9

Refrensi Konsumsi yang Islami ... 10

Perbedaan Teori Perilaku Konsumen menurut Teori Ekonomi Konvensional dengan Teori Ekonomi Islam ... 11

Teori nilai guna ... 11

Fungsi Utility ... 12

Perbedaan Maslahah dan Utility... 12

Perbedaan Motif dan Tujuan Konsumsi Islami dengan Konvensional ... 13

BAB III ... 15

PENUTUP ... 15

(3)

3

KATA PENGANTAR

ه لا سب

يح َرلا نَمحَرلا

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbedaan Perilaku Konsumsi dalam Teori Ekonomi Konvensional dengan Teori Ekonomi Islam” dengan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari di dalam makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi tata bahasa maupun kesalahan dalam penulisan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Harapannya makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk pribadi maupun untuk teman-teman pembaca, dan semoga Allah senantiasa memberikan jalan kemudahan dan kerdloan dalam setiap langkah kita. Amin...

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, 6 Desember 2016

(4)

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumsi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, karena sebagian besar dari kegiatan yang dilakukan manusia merupakan sebuah kegiatan konsumsi, baik sandang, pangan, maupun papan. Jika dilihat dari sudut pandang khusus, maka sering kali konsumsi hanya terbatas pada makan dan minum saja. Namun jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas lagi, maka konsumsi tidak hanya dimaknai dengan makan dan minum, tetapi segala aktivitas yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepuasan dan penggunaan suatu produk. Seperti penggunaan mesin cuci dan mengenakan pakaian juga termasuk kegiatan konsumsi.

Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu pada konsumsi karena peranan konsumsi sangat besar mendorong pertumbuhan ekonomi. Seperti yang telah kita ketahui, dalam ekonomi konvensional dikenal adanya dua nilai dasar sebagai pendekatan dalam menganalisa perilaku konsumen, yaitu utilitas dan rasionalitas. Kedua nilai tersebut mengarah kepada perilaku hedonis. Prinsip konsumsi dengan pendekatan tersebut adalah konsumsi atas barang/jasa sebanyak-banyaknya sepanjang budget yang dimiliki mencukupi untuk memperoleh kepuasan yang maksimal. Namun utilitas tersebut dalam islam dimaknai berbeda. Islam melarang segala sesuatu yang berlebih-lebihan termasuk dalam mengkonsumsi sesuatu, maka pendekatan menurut teori dalam ekonomi Islam sangat berbeda dengan prinsip dalam teori ekonomi konvensional.

Dilihat dari latar belakang yang dipaparkan diatas, maka penyusun makalah akan menganalisis perbedaan perilaku konsumsi dalam teori ekonomi konvensional dengan teori ekonomi Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perilaku konsumsi menurut teori ekonomi konvensional dan teori ekonomi islam?

2. Bagaimana perbedaan perilaku konsumsi dalam teori ekonomi konvensional dengan teori ekonomi islam?

C. Tujuan

1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai perilaku konsumen menurut teori ekkonomi konvensional dan teori ekonomi islam

(5)

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsumen

Dalam Ilmu Ekonomi yang dimaksud dengan konsumen adalah seseorang atau kelompok yang melakukan serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa. Pengertian lain tentang konsumen adalah orang atau sesuatu yang membutuhkan, menggunakan dan memanfaatkan barang atau jasa. Konsumen biasa memiliki kebiasaan dan tikah laku yang berbeda-beda. Di desa berbeda dengan kebiasaan yang ada di kota, tergantug pada jumlah pendapatan mereka. Konsumen adalah seseorang yang mengkonsumsi suatu barang atau jasa. Maka konsumsi seseorang itu tergantung pada: pendapatan, pendidikan kebiasaan dan kebutuhan. Adapun pengetrian perilaku konsumen, yaitu tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki dan memoerbaiki sutu peroduk dan jasa mereka.Fokus dari perilaku konsumen adalah bagai mana individu membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatu barang.(Abd. Muntholip, 2012 p.2)

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasianproduk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang. (Abd. Muntholip, 2012 p.2)

Perilaku konsumsi merupakan perilaku keseharian setiap individu atau rumah tangga dalam menggunakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan diri atau keluarga. Hal ini dapat terbentuk penggunaan satu jenis barang dan jasa untuk memenuhi khusus kebutuhan lahiriyah dan dapat bersifat memenuhi khusus kebutuhan batiniyah dan dapat pula bersifat memenuhi kebutuhan sekaligus, bail laihiriyah maupun batiniyah. Perilaku konsumsi dapat berbentuk penggunaan berbagai jenis barang dan jasa seperti sandang, pangan, alat komunikasi, dan lain-lain yang bermuara pada pemenuhan kebutuhan hidup sebagai makhluk biologis. (Andi Bahri S, 2014, p.351)

B. Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Konvensional

(6)

6

karakteristik mencoba menjelaskan bahwa dasar prefrensi seorang konsumen adalah pada karakteristik yang terkandung dalam suatu barang atau jasa, bukan wujud barang itu sendiri. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,120)

Adapun pendekatan yang digunakan, teori perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional tidaklah bebas nilai. Pada dasarnya teori-teori tersebut berdiri diatas dua nilai dasar yaitu rasionalime ekonomi dan utilitarianisme. Menurut (Weber, 1958, h.52-76; sen, A.K, 1987, h.15; khaf, 1992, h.63) Rasionalisme ekonomi mengandung pengertian bahwa setiap konsumen berkonsumsi sesuai dengan sifatnya sebagai homo economicus. Secara lebih spesifik konsumen akan bertindak untuk memenuhi kepentingannya sendiri, dimana kalkulasi yang tepat dari setiap perilaku ekonominya untuk mencapai sukses senantiasa diukur dengan capaian-capaian yang bersifat materialistik. Oleh karenanya, rasinolisme ini bermakna pada perjuangan untuk kepentingan diri yang senantiasa diukur dengan berapa banyak uang atau bentuk kekayaan lain yang diperoleh. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,120). Menurut (Miller,1962, Capra, 2001) secara sederhana makna utilitarianisme, seringkali disebut utilitarianisme hedonis, adalah suatu pandangan yang mengukur benar atau salah berdasarkan krtieria ‘kesenangan’ dan ‘kesusahan’. Sesuatu dianggap benar dan baik seandainya sesuatu itu memberikan kesenangan, dan sebaliknya dianggap salah atau buruk seandainya tidak memberikan kesenangan. Dengan dua nilai dasar ini perilaku konsumsi seseorang akan bersifat individualis, diwujudkan dalam bentuk segala barang dan jasa yang dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan. Jadi, sesuatu yang menyebabkan ‘susah’ tentu saja akan ditinggalkan, dan sesuatu yang membuat senang akan dikejar. Prefrensi. Diantara berbagai teori tersebut yang paling popular adalah pendekatan indiverence curve, dimana utilitas sudah harus dinyatakan secara cardinal. Karenanya, pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan ordinal.

Individu sebagai konsumen akan mengkonsumsi berbagai macam barang dan jasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Individu konsumen yang rasional akan melakukan pilihan terhadap barang-barang dan jasa yang dikonsumsi yang dapat memberikan manfaat, kegunaan, kekuasaan yang paling tinggi. konsumen bertindak rasional artinya konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan yang maksimum dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. (Setyowati et al., 2003 p.89)

1. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal

Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal ini sering disebut teori perilaku konsumen dengan pendekatan Kardinal. Teori ini membahas bahwa kepuasan atau kegunaan untuk tiap-tiap kesatuan barang bagi konsumen dapat diukur dengan satuan tertentu. Kemampuan suatu barang untuk memuaskan kebutuhan dapat dikuantifikasikan. Untuk pembahasannya perlu dibedakan pengertian kepuasan total dan kepuasan marginal. Kepuasan total adalah kepuasan yang diperoleh dari konsumsi bermacam-macam barang dalam periode tertentu. Sedangkan kepuasan marginal adalah tambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan konsumsi satu unit suatu barang. (Setyowati et al., 2003 p.89).

Selain membedakan pengertian kepuasan total dan kepuasan marginal, diperlukan asumsi-asumsi yang mendasari teori kepuasan marginal. Asumsi-asumsi tersebut adalah:

(7)

7

macam kebutuhannya. Misalnya konsumen hanya mengkonsumsi dua macam barang, maka dengan dana yang tertentu konsumen dapat melakukan pilihan kombinasi dari konsumsi dua macam barang yang dapat memberikan kepuasan yang tertinggi. (Setyowati et al., 2003 p.89-90)

b. Berlakunya “hukum kepuasan marginal yang semakin berkurang”. Tambahan

kepuasan yang akan diperoleh seseorang dari tambahan setiap unit konsumsi suatu barang akan menjadi semakin berkurang. Semakin banyak unit barang yang dikonsumsi oleh seseorang per periode waktu, semakin besar kepuasan total yang diterima dan pada suatu tingkat konsumsi tertentu, kepuasan total akan mencapai maksimum dan kepuasan marginal akan menjadi nol. Hal ini dinamakan titik jenuh. Untuk lebih memahami, diberikan contoh tabel 1.1 yang menunjukan schedule kepuasan total seseorang dari mengkonsumsi berbagai jumlah alternative dari suatu barang (barang x) perunit waktu. Dalam hal ini kepuasan (manfaat) dianggap dapat diukur dengan “satuan guna”. Setyowati et al., 2003 p.90)

Tabel 1.1

Schedule Manfaat Total dan Manfaat Marginal Qx

Kolom (1) dari table 1.1 menunjukkan kuantitas barang x yang dikonsumsi oleh seorang konsumen. Kolom (2) dan kolom (3) menunjukkan kepuasan total dan kepuasan marginal pada berbagai unit barang x yang dikonsumsi konsumen tersebut. Setiap nilai pada MUx (kolom 3) diperoleh melalui pengurangan dari 2 nilai berurutan pada TUx (kolom 2). Sesuai dengan berlakunya “hukum kepuasan marginal yang berkurang”, semakin tinggi kuantitas konsumsi (Qx) akan memberi tambahan kepuasan konsumen (MUx) yang semakin menurun. Sebaliknya semakin sedikit Qx maka MUx semakin tinggi. secara sistematis tambahan kepuasan konsumen (MUx) dapat diperoleh dengan formula sebagai berikut: (Setyowati et al., 2003 p.90)

MUx

=

∆ Tux

(8)

8

Berdasarkan table 5.1 diatas menunjukkan bahwa semakin banyak unit barang x yang dikonsumsi, semakin besar kepuasan total yang diterima konsumen. Apabila konsumsi bertambah terus, maka pada tingkat tertentu (6 unit, kepuasan total yang diterima konsumen mencapai maksimum dan kepuasan marginal menjadi nol. Apabila konsumsi tersebut ditambah 1 unit yang berarti menjadi 7 unit, kepuasan total menurun menjadi 28 dan kepuasan marginal menjadi negatif. (Setyowati et al., 2003 p.91)

2. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi

Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi mengartikan kepuasan total sebagai fungsi dari kuantitas barang-barang yang dikonsumsi konsumen. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiveren mengasumsikan bahwa:

a. Konsumen memiliki pola prefrensi terhadap barang-barang yang dikonsumsi (misalnya barang yang dikonsumsi adalah barang X dan barang Y) yang dapat dinyatakan dalam bentuk indiveren map atau kumpulan dari indeveren curve.

b. Konsumen memiliki sejumlah uang tertentu.

c. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum. (Setyowati et al., 2003 p.94)

Pilihan konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh kendala anggaran atau pendapatan. Sejumlah pendapatan tertentu akan membatasi kemampuan orang tersebut untuk melakukan konsumsi. Perubahan pendapatan konsumen akan menyebabkan garis anggaran bergeser. Garis anggaran akan bergeser ke kanan atas apabila tingkat pendapatan konsumen naik dan akan bergeser ke kiri bawah apabila tingkat pendapatan turun. (Setyowati et al., 2003 p.96-97)

C. Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam

Teori perilaku konsumen dalam persfektif dibangun atas dasar syariah islam, yang ternyata memiliki perbedaan mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Menurut (Khaf, 1992) Terdapat tiga prinsip dasa yang menjadi fondasi bagi teori perilaku konsumsi, yaitu keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses, serta fungsi dan kedudukan harta. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,123)

Teori perilaku yang memandang manusia sebagai makhluk yang mementingkan diri sendiri tersebut, Menurut Suwardi (1996) berakar pada pandangan Max Weber, bahwa

perilaku “Manusia Ekonomi” didasarkan pada perhitugan masa depan dan kehati-hatian

(9)

9

Seorang muslim harus meyakini dengan keimanan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan dari kematiannya, kemudian menerima kalkulasi pahala dan dosa akibat perilakunya di dunia. Setelah itu manusia akan menjalani kehidupan di surge atau di neraka sesuai dengan pahala dan atau dosa yang dimilikinya, yang bersifat kekal dan abadi. Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu pertama, pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan pada dua bagian yaitu yang langsung dikonsumsi untuk kepentingan di dunia dan untuk kepentingan akhirat. Kedua, jumlah jenis pilihan konsumsi kemungkinan menjadi lebih banyak, sebab mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat. Jenis konsumsi terakhir ini tidak dicakup dalam rasinalitas Max Weber, kecuali jika memiliki dampak seketika bagi kepuasan manusi. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,123)

Sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Harta merupakan anugrah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan secara benar sebaliknya, harta juga dapat menjerumuskan kehidupan manusia ke dalam kehinaan. Jika diusahakan dan dimanfaatkan tidak sejalan dengan ajaran islam.Berdasarkan ketiga prinsip dasar diatas jelaslah bahwa konsumsi seorang muslim tidak ditujukan untuk mencari kepuasan maksimum sebagaimana dalam terminologI teori ekonomi konvensional. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,123)

1. Refrensi konsumsi dan alokasi anggaran

Dengan melihat tujuan utama berkonsumsi serta metode alokasi prefrensi konsmusi dan anggaran, maka dapat disimpulkan bahwa penggerak awal kegiatan konsumsi dalam ekonomi konvensional adalah adanya keinginan. Seseorang berkonsumsi karena ingin memenuhi keinginannya sehingga dapat mencapai kepuasan yang maksimal. Islam menolak perilaku manusia untuk selalu memenuhi segala keinginannya, karena pada dasarnya manusia memiliki kecendrungan terhadap keinginan yang baik dan keinginan yang buruk sekaligus. Keinginan sering kali tidak selalu sejalan dengan rasionalitas, karenanya bersifat tak terbatas dan dalam kuantitas maupun kualitasnya. Dalam ajaran islam manusia harus mengendalikan dan mengarahkan keinginannya sehingga dapat membawa kemanfaatan dan bukan kerugian bagi kehidupan dunia dan akhirat. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,124)

Seorang muslim berkonsumsi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya sehingga memperoleh kemanfaatan yang setinggi-tingginya bagi kehidupannya Hal ini merupakan dasar dan tujuan dari syariat islam sendiri, yaitu kesejahteraan hakiki sebagai manusia, dan sekaligus sebagai cara untuk mendapatkan falah yang maksimum. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,124-125)

(10)

10

manusia dengan beberapa catatan yakni halalan, toyyiban, dan tidak berlebih-lebihan. (Dwi suwiknyo, 2010, p.159).

Seorang muslim dalam berkonsumsi didasarkan atas beberapa pertimbangan: a. Manusia tidak kuasa sepenuhnya mengatur detail prekonomian ekonomi

masayarakat atau Negara. Terselenggaranya keberlangsungan hidup manusia diatur oleh Allah. Dalam surat Al-Waqiah (68-69) Allah berfirman, “adakah kamu lihat air yang kamu minum? Kamukah yang

menurunkannya dari awan atau Kamilah yang menurunkannya?” ketidakmampuan manusia dalam mengatur gejala-gejala ekonomi dinayatakan Al-Gazali sebagai sesuatu yang alami, karena manusia mengkondisikan pemenuhan kebutuhan hidupnya berdasarkan tempat dimana dia hidup. (Heri Sudarsono, 2002, p.151)

b. Dalam konsep islam kebutuhan yang memebentuk pola konsumsi seorang muslim. Sebab, pola konsumsi yang didasarkannya atas kebutuhan akan menghindari dari pengaru-pengaruh pola konsumsi yang tidak perlu.( Heri Sudarsono, 2002, p.152)

c. Perilaku berkonsumsi seorang muslim diatur perannya sebagai makhluk social. Maka, dalam berprilaku dikondisikan untuk saling menghargai dan menghormati orang lain. Perilaku konsumsi dalam pandangan islam akan melihat bagaimana suasana psikologi orang lain. Dengan keadaan ini maka islam menjamin terbangunnya pembangunan masyarakat yang berkeadilan, terhindar dari kesenjangan social atau diskriminasi social. (Heri Sudarsono, 2002, p.152)

Al-Satibi yang mengutip pendapat Al-Gazali, menyebutkan 5 kebutuhan dasar yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu: kebenaran, kehidupan, harta material, ilmu pengetahuan, dan kelangsungan keturunan. Kelima kebutuhan ini semuanya penting untuk mendukung suatu perilaku kehidupan yang islami, karenanya harus diupayakan untuk dipenuhi. Menurut Al-Gazali tujuan utama syariat islam adalah mendorong kesejahteraan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap kebenaran/ keimanan, ilmu, kehidupan, harta dan kelangsungan keturunan. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,125)

2. Refrensi Konsumsi yang Islami

Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu jenis benda ekonomi merupakan substitusi sempurna bagi benda ekonomi lainnya sepanjang memberikan utilitas yang sama (indeverence curve). Akibatnya, anggaran akan dialokasikan untuk mengkonsumsi apa saja sepanjang utilitasnya maksimum. Tidak ada benda ekonomi yang berharga daripada benda ekonomi lainnya, yang membedakan adalah tingkat kepuasan diperoleh akibat mengkonsumsi benda tersebut. Karenanya, benda yang memberikan utilitas lebih tinggi akan menjadi lebih berharga dibandingkan yang memberikan utilitas yang lebih rendah (M.B Hendrie Anto, 2003, p,128-129)

(11)

11

lebih berharga dan bernilai sehingga akan diutamakan dibandingkan pilihan konsumsi lainnya. Sebaliknya, terdapat benda ekonomi yang kurang/tidak bernilai, bahkan terlarang, sehingga akan dijauhi. Selain itu, terdapat prioritas-prioritas dalam pemenuhannya berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan yang islami. Dengan demikian, prefrensi konsumsi dan pemenuhannya akan memiliki pola yaitu mengutamakan akhirat daripada dunia dan konsisten dalam prioritas pemenuhannya (M.B Hendrie Anto, 2003, p,129)

D. Perbedaan Teori Perilaku Konsumen menurut Teori Ekonomi Konvensional dengan Teori Ekonomi Islam

Dalam ekonomi konvensional, konsep barang atau jasa adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai guna (utility) yang dapat memberikan tingkat kepuasan kepada seseorang. Sementara konsep utilitas yang dimaksud adalah jika sesuatu tersebut dapat memberikan tingkat kepuasan maka dinamakan barang/konsumsi. Pandangan utility ini sangat bersifat subjektif bagi masing-masing individu, artinya suatu yang dianggap memberikan nilai guna berupa pemenuhan rasa puas atas konsumsinya belum tentu akan memberi rasa puas pada individu yang lain. (Ely Masykuroh, 2008, p.146-147)

1. Teori nilai guna

Didalam teori ekonomi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan semakin tinggi, semakin tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan semakin rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan mempertimbangkan beberapa hal yakni, barang yang dikonsumsi tidak haram termasuk didalamnya berspekulasi, menimbun barang dan melakukan kegiatan dipasar gelap, tidak mengandung riba, dan memperhitungkan zakat dan infaq. Oleh karena itu kepuasa seseorang muslim tidak didasarkan atas banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi lebih dikarenakan apa yang dilakukan sebagai ibadah dengan memenuhi apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala larangan Allah. Seperti tindakan-tindakan yang merugikan dan seperti pemborosan. (Heri Sudarsono, 2002, p.152-153)

(12)

12 2. Fungsi Utility

Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiveren. Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara dua barang atau jasa yang keduanya memang disukai oleh konsumen. Dalam membangun utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:

1. Completeness

Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukainya diantara dua keadaan.

2. Transitivity

Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A” lebih disukai daripada “B” dan “B” lebih disukai daripada “C”, “maka pasti ia akan mengatakan bahwa “A” lebih disukai daripada “C”. “ aksioma ini sebenarnya untuk memastikan adanya konisistensi internal dalam diri individu dalam mengambil keputusan.

3. Continuity

Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatkan “A” lebih disukai daripada “B”, “maka keadaan yang mendekati “A” pasti juga lebih disukai daripada “B”

(Adi Warman A karim, 2007, p.64-65)

3. Perbedaan Maslahah dan Utility

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa tujuan konsumsi seorang muslim bukanlah mencari utility, melainkan mencari maslahah. Konsepsi utility atau kepuasan sangat berbeda dengan konsep masalahah atau kemanfaatan yang menjadi tujuan dalam konsumsi yang islami. Konsep utility bersifat sangat subyektif karena bertolak dari pemenuhan yang memang bersifat subyektif sementara itu, konsep maslahah relative lebih obyektif karena bertolak dari pemenuhan need yang memang relative lebih obyektif disbanding want. Berikut ini beberapa perbedaan mendasar diantara keduanya:

a. Maslahah relative lebih obyektif karena bertolak dari pemenuhan need karena need ditentukan berdasarkan pertimbangan rasional normative dan positif, maka akan terdapat suatu kriteria yang obyektif tentang apakah sesuatu benda ekonomi memiliki maslahah atau tidak. Sementara alam utilitas orang mendasarkan pada kriteria yang bersifat subyektif, karenanya dapat berbeda diantara satu orang dengan orang lain. (Hendri Anto, 2003, p.126)

(13)

13

c. Jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi maka arah pembangunan ekonomi akan menuju pada titik yang sama. Hal ini akan mempercepat dan meningkatkan kualitas pencapaian tujuan pembangunan, yaitu kesejahteraan hidup. Hal ini berbeda dengan utilitas, dimana konsumen mengukurnya dari pemenuhan want-nya sementara produsen dan distributor dari tingkat keuntungan yang dapat diperolehnya, sehingga berbeda tujuan dan arah yang ingin dicapainya. (Hendri Anto, 2003, p.128)

d. Maslahah merupakan konsep yang lebih terukur dan dapat diperbandingkan sehingga lebih mudah disusun prioritas dan pentahapan dalam pemenuhannya

Menurut Satibi dan Al-Gazali (Sakr, Ahmed, 1992: H. 120) maslahah dari sesuatu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

a. Jelas dan factual, jadi maslahah itu obyektif, terukur, dan nyata.

b. Bersifat produktif, jadi maslahah itu memberikan dampak konstruktif bagi kehidupan yang islami.

c. Tidak menimbulkan konfilik keuntungan diantara swasta dan pemerintah, jadi terdapat keselarasan tentang maslahah dalam pandangan perintah dengan pandangan swasta atau masyarakat.

d. Serta tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, jadi tidak terdapat konflik antara maslahah individu maupun maslahah sosial. (Hendri Anto, 2003, p.12

4. Perbedaan Motif dan Tujuan Konsumsi Islami dengan Konvensional

(14)

14 Gambar 1.1

Gambar 1.2

Gambar 1.2 Nafsu:

 Amru bis-su’

 Lawwamah

 Muthma’innah

 Subyektif

 Ambifalen

 Tidak teratur

 Tak terbatas

Want

Maximum Utility

 Nafsu yang terkendali

 rasionalitas

 Obyektif

 Postif

 Terbatas

 terukur

Need

Falah

(15)

15

BAB III

PENUTUP

Perilaku konsumsi merupakan perilaku keseharian setiap individu atau rumah tangga dalam menggunakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan diri atau keluarga. Dalam Ilmu Ekonomi yang dimaksud dengan konsumen adalah seseorang atau kelompok yang melakukan serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa. Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasianproduk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.

Dalam ekonomi konvensional terdapat bebrapa teori yang menjelaskan perilaku konsumsi, misalnya teori perilaku konsumen dengan pendekatan marginal utility, pendekatan indifference curve, hingga pendekatan karakteristik. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal ini sering disebut teori perilaku konsumen dengan pendekatan Kardinal. Teori ini membahas bahwa kepuasan atau kegunaan untuk tiap-tiap kesatuan barang bagi konsumen dapat diukur dengan satuan tertentu. Kemampuan suatu barang untuk memuaskan kebutuhan dapat dikuantifikasikan. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi mengartikan kepuasan total sebagai fungsi dari kuantitas barang-barang yang dikonsumsi konsumen.

Teori perilaku konsumen dalam persfektif dibangun atas dasar syariah islam, yang ternyata memiliki perbedaan mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Terdapat tiga prinsip dasar yang menjadi fondasi bagi teori perilaku konsumsi islami, yaitu keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses, serta fungsi dan kedudukan harta.

(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

Anto, Hendri.2003, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, EKONISIA:Yogyakarta

Bahri, Andi S. 2014, Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Studia Islamika,

Vol:11, 347-370

Karim, Adiwarman A. 2007, Enomi Mikro Islami, PT Rajagrafindo Persada: Jakarta

Masykuroh,Ely.2008, Pengantar Teori Ekonomi “Prndekatan pada Teori Ekonomi Islam,

STAIN Ponorogo Press: Yogyakarta

Muntholip, Abd. 2012, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam, Jurnal Kajian Keislaman dan

Pendidikan, Vol:01, 1-12

Setyowati, Endang. Damayanti, Rianasari. Subagyo, Dkk. 2003, Ekonomi Mikro Pengantar,

FTIE YKPN:Yogyakarta

Sudarsono, Heri.2002, Konsep Ekonomi Islam, EKONISIA:Yogyakarta

Suwiknyo, Dwi.2010, Ayat-ayat Ekonomi Islam, Pustaka Pelajar:Yogyakarta

Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya, Surat Al-Waqiah 68-69, UII Press:Yogyakarta

Yasid. 2013, Perilaku Konsumen:Perspektif Konvensional dan Perspektif Islam, Jurnal Ekonomi

Gambar

Tabel 1.1 Schedule Manfaat Total dan Manfaat Marginal
Gambar 1.2

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan ini lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut daerah tersebut dari wilayah

Niko nije bio duhovni otac Jovana Raškovića, pa ni Dobrica Ćosić - kaže Sanda Rašković- Ivić.. Ćosić nije Miloševića doživeo kao komunistu, već kao nacionalnog vođu Srba i

Adanya gugus fungsional yang tertanam pada permukaan nanopartikel tersintesis dalam etanol/urea mengakibatkan nanopartikel tersebut memiliki dispersi yang lebih baik

Modifikasi juga menunjukkan banyaknya kontaminasi sel-sel otak dilakukan dengan menambahkan beberapa faktor lain di samping sel EPDO pada sampel yang tidak pertumbuhan utama,

Dari tiga sampel air yang diambil yaitu dari Situ Pamulang, Situ Kuru dan Situ Gintung dilakukan pengukuran secara triplo dengan menggunakan alat turbidimeter diperoleh nilai

roll untuk membersihkan sisa serat merah (bulu bajing) dari bubuk teh, sehingga diperoleh bubuk yang benar-benar hitam dan bersih. Bubuk teh jenis DUST langsung

Penilaian atas risiko kecurangan dianggap sebagai alat yang efektif untuk pencegahan fraud dan karena dengan sarana ini dapat meningkatkan kompetensi auditor dalam

Sedangkan untuk salep dengan basis larut air memiliki daya sebar 4,5 salep dengan tipe ini belum memenuhi parameter yang ada hal ini dikarenakan salep ekstrak daun