• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan Resiko Jatuh dengan Kejadian Resiko Jatuh pada Lansia di Unit Pelayanan Primer Puskesmas Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan Resiko Jatuh dengan Kejadian Resiko Jatuh pada Lansia di Unit Pelayanan Primer Puskesmas Medan Johor"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Lansia

2.1.2 Defenisi Lansia

Lanjut usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menurut UU no 4 tahun 1945 lansia adalah seseorang yang mencapai berusia 55 tahun yang merupakan kelompok orang lansia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut Kemkes RI (2010) lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia ini adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya perubahan dalam hidup. Sebagaimana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, maka seseorang mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan selanjutnya memasuki usia lanjut, kemudian meninggal dunia. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

(2)

2.1.2 Karakteristik Lansia

Ada beberapa karakteristik lansia yang perlu diidentifikasi berdasarkan data demografi untuk mengetahui keberadaan masalah-masalah kesehatan lansia yaitu: jenis kelamin diamana jumlah lansia lebih didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan perempuan. misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat, sementara lansia perempuan menderita osteoporosis. Status Perkawinan, yang masih berpasangan atau sudah hidup sendiri (duda/janda) mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun kondisi kesehatan secara psikososial pada lansia umumnya.

(3)

2.2 Proses Menua

Menua adalah suatu proses alami dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari oleh manusia, proses ini merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang akan dialami oleh setiap individu secara terus-menerus dan berkesinambungan (Surilena &Agus, 2006). Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan pada fisik, psikologis, dan sosial (Mubarak dkk, 2010; Putri dkk, 2008).

2.2.1 Perubahan-Perubahan Pada Lansia

(4)

penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi dan integrasi kulit, kemunduran proses penyembuhan penyakit yang diderita. Perubahan fisik pada lansia diantaranya : sistem penglihatan pada lansia sangat erat kaitannya dengan prebiopi, dimana lensa kehilangan elastis dan kaku, otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh dan dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan perlu diperhatikan.

Sistem Pendengaran pada lansia merupakan kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam, terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit dimengerti kata-kata terjadi pada lansia diatas 60 tahun.Sistem Integumen kulit pada lansia sudah mulai kendur, tidak elastis, mengerut dan kulit akan kekurangan cairan sehingga akan menjadi tipis dan berbecak. Kulit timbul pigmen berwarna coklat, perubahan kulit dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angin, sinar ultra violet. Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan sistem muskuloskeletalpada lansia seperti kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat. Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan nyeri, penurunan kekuatan otot, sulit bergerak dari duduk ke berdiri dan jongkok hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.3 Resiko Jatuh pada Lansia

(5)

bahwa 5% lanjut usia yang jatuh mengalami patah tulang iga (sterm), humerus (tulang lengan), pelvis dan patah tulang paha (fractura columna femoris), dan 5% diantaranya mengalami perlukaan jaringan lunak subdural haematoma, memar dan keseleo otot (Kane (1994). Menurut (Stanley, 2006) resiko jatuh adalah suatu kejadian yang menyebabkan subjek yang sadar menjadi berada di lantai tanpa disengaja. Bukan merupakan jatuh bila kejadian jatuh diakibatkan pukulan keras, kehilangan kesadaran atau kejang. Kejadian jatuh merupakan penyebab spesifik yang berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh.

(6)

Sekitar 50% lansia yang tinggal di panti mengalami jatuh dan umumnya mereka mengalaminya beberapa kali (Miller, 2007).

Faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko jatuh pada lansia adalah faktor internal seperti penyakit yang diderita, gangguan penglihatan, gangguan adaptasi, gangguan kognitif, kardiovaskular seperti hipotensi postural atau sinkop, gelap, infeksi telinga, lemah otot tungkai, penyakit sistemik dan reaksi negatif obat-obat, maupun faktor eksternal lingkungan seperti kondisi tangga, lantai licin atau basah, pencahayaan yang kurang, toilet jauh dari kamar, kondisi terlalu rendah, sepatu yang buruk atau dengan sol licin, tempat tidur terlalu tinggi atau rendah, alat rumah tangga yang dapat menyebabkan jatuh seperti karpet, kaki kursi, dan kabel listrik (Kemkes, 2010). Beberapa faktor resiko yang teridentifikasi sebagai penyebab berpotensi jatuh adalah kelemahan otot, gangguan koordinasi, penggunaan obat-obat, dan resiko jatuh meningkat seiring dengan peningkatan jumlah faktor resiko pada lansia (Tinetti, 1994). Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan perubahan fisik khususnya kelemahan otot, kehilangan keseimbangan dan kelelahan fisik (Victoria et al., 2004).

(7)

diisolasikan dengan resiko jatuh pada lansia. Faktor muskuloskeletal ini betul-betul berperan besar terjadinya resiko jatuh pada lansia. Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Misalnya berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf dan lapang pandang dapat menyebabkan penurunan sendi, extremitas dan goyangan badan.

2.4 Faktor-Faktor Resiko Jatuh

Faktor-faktor resiko jatuh pada lansia digolongkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik sebagaimana diuraikan berikut ini.

2.4.1 Faktor Intrinsik

Faktor-faktor intrinsik hal yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri, antara lain yaitu gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak seperti kelemahan otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi, gangguan sistem susunan saraf seperti neuropati perifer, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan psikologis, infeksi telinga, gangguan adaptasi gelap, pengaruh obat-obatan yang dipakai (diazepam, antidepresi, dan anti hipertensi), vertigo, atritis lutut, sinkop dan pusing, penyakit-penyakit sistemik.

(8)
(9)

sering dialami para lansia dengan potensial resiko 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Perubahan sistem sensorik terdiri dari sentuhan, pembauan, perasa, penglihatan, dan pendengaran. Perubahan pada indra pembauan dan pengecapan dapat mempengaruhi lansia dalam mempertahankan nutrisi yang adekuat, penurunan sensivitas sentuhan terjadi pada lansia seperti berkurangnya neuron sensori yang secara efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi, dan identifikasi sentuhan atau tekanan yang dialami pada area kulit. Lansia juga sering mengalami kehilangan sensasi dan persepsi informasi yang mengatur pergerakkan tubuh dan posisi serta hilangnya fiber sensori, reseptor vibrasi dan sentuhan dari ekstremitas bawah yang menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk memperbaiki pergerakkan sendi pada lansia yang pada akhirnya dapat mengakibatkan ketidakseimbangan tubuh sehingga terjatuh (Mauk, 2010).

(10)

jarak pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi diantaranya garis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada peria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Kunjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata oleh kelenjar lakrimaris yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering. Kondisi ini memungkinkan terjadi ketidakawasan klien lansia dalam beraktifitas.

Mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa mongering dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Warna gelap seperti coklat, hitam dan marun tampak sama, pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan pada lansia resiko cedera, sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal diatas dapat mempengaruhi kemampuan fungsional pada lansia. Gangguan ketajaman pada penglihatan dapat disebabkan oleh presbiop kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan dalam mata yang meninggi (glaucoma), radang saraf mata (Cieayundacitra, 2010).

(11)

ditandai dengan menurunnya fungsi berbagi organ tubuh, salah satunya adalah fungsi pendengaran. Sekitar 30-35% orang berusia antara 65-75 tahun akan mengalami gangguan pendengaran secara perlahan-lahan akibat proses penuaan yang dikenal dengan istilah presbicusis, akibat adanya gangguan pendengaran ini, seringkali orang-orang disekitarnya akan berbicara dengan suara yang lebih lantang dan keras dengan para lansia, namun dengan demikian bukan berarti semakin keras suara yang diucapkan akan terdengar lebih baik bagi mereka karena ternyata suara yang terlalu keraspun akan terdengar menyakitkan ditelinga mereka. Lanjut usia dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun, tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tidak lagi mampu melakukan pekerjaan tertentu sehingga kesepakatan kerja sama dengan pihak pihak terkait (Cieayundacitra, 2010).

(12)

paling tinggi adalah penderita aktif dengan gangguan keseimbangan. Selanjutnya penelitian Barnedh (2006) terhadap 300 lansia di Puskesmas Tebet bahwa lansia dengan aktivitas rendah (tidak teratur berolahraga) beresiko 7,63 kali menderita gangguan keseimbangan dibandingkan lansia dengan aktivitas tinggi. Lansia yang tidak melakukan kebiasaan berolahraga beresiko tinggi mengalami jatuh (Kemkes, 2010; Miller, 1999;).

Obat-obatan merupakan faktor bermakna terhadap resiko jatuh diantaranya obat golongan sedatif dan hipnotik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek diuretik pada anti hipertensi, antidepresan, dan antipsikotik.Obat-obat yang menyebabkan hipotensi, hipoglikemi, mengganggu vestibular, neuropati hipotermi dan menyebabkan kebingungan seperti phenothiazine, barbiturat dan benzodiazepin juga meningkatkan resiko jatuh. Lansia yang memiliki tiga faktor resiko seperti kelemahan otot paha, gangguan koordinasi, ketidakseimbangan, dan mendapat lebih dari 4 jenis pengobatan beresiko jatuh sebesar 100% (Maryam, 2013).

2.4.2 Faktor Ekstrinsik

(13)

sebagai resiko penyebab jatuh di rumah (Bemmel at al., 2005; Maryam, 2013). Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya resiko jatuh pada lansia adalah faktor gizi yang mengakibatkan penurunan fungsi keseimbangan atau kelemahan fisik. Lansia dengan asupan makanan yang rendah kalsium dan vitamin D, fosfor, protein dan besi beresiko untuk jatuh. Asupan makanan yang tidak memadai berupa protein, air dan tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup untuk menangkal hilangnya massa otot atau kehilangan kepadatan tulang meningkatkan resiko jatuh dan cedera pada lansia (Kemkes RI., 2010).

Penggunaan alat bantu jalan memang meningkatkan keseimbangan, namun disisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda, karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual. Lansia apabila pada kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan, maka salah satu penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti tongkat, crutch (tongkat ketiak) dan walker, ketika memilih alat bantu jalan , anatomi tubuh dan sudut siku harus diperlihatkan, banyak dari mereka yang tidak mendapatkan bantuan professional dalan memilih alat bantu jalan sehingga pemilihan alat bantu jalan yang tidak tepat dapat mengakibatkan bertambah buruknya koordinasi gerakan dan gaya berjalan klien sehingga dapat meningkatkan resiko untuk jatuh (Darmojo, 2004).

(14)

membantu stabilitas tubuh. Keluarga juga harus memperbaiki kondisi sekitar lingkungan rumah yang dianggap tidak aman, misalnya dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil, ketinggian kursi disesuaikan, pegangan pada, dinding dan tangga) serta lantai yang tidak licin dan penerangan ruangan yang cukup (Darmojo, 2004; Miller 2004).

(15)

2.4.3 Faktor Situasional

Jatuh sebagian besar terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi,. Jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan kelelahan atau terpaparnya bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak)ketika tiba-tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.

Jatuh pada lansia sering terjadi dirumah, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibandingkan saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai licin dan tidak rata, penerangan/ pencahayaan yang kurang atau gelap. Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun-tahun biasanya menjadikan lansia lebih mudah jatuh seperti stroke, hipertensi, hilangnya fungsi penglihatan, dizziness dan sinkope, sering menyebabkan jatuh. Penyakit kronik yang diderita

lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada pada penderita penyakit jantung iskemik, dll.

2.5 Morse Fall Scale(MFS)

(16)

dan mudah untuk digunakandan 54% memperkirakanbahwa butuh waktukurang dari 3menituntuk menilaipasien(Morse, 1997). Skala ini terdiri dari enam variable yang cepat dan mudah untuk digunakan, dan telah terbukt i memiliki validitas prediktif dan reabilitas interrater. MFS digunakan secara luas dalam pengaturan perawatan akut maupun dan pelayanan perawatan jangka di rumah sakit.

Berikut ini ada skala yang digunakan untuk melakukan pengkajian resiko jatuh lansia dengan menggunakan Morse Fall Scale. Penilaian dalam MFS terdiri dari enam item yaitu riwayat jatuh, diagnosis penyakit, bantuan berjalan, terapi intravena, gaya berjalan,dan status mental. Riwayat jatuh mendapatkan skor 25 jika pasien telah mengalami jatuh selama masuk rumah sakit/panti atau jika ada riwayat mengalami jatuh secara fisiologis, seperti ; gangguan gaya berjalan sebelum masuk panti. Jika pasien pernah memilki riwayat jatuh mendapat skor 0. Catatan tambahan jika pasien jatuh untuk pertama kalinya, maka skor nya segera bertambah 25. Diagnosis Sekunder dinilai dengan skor 15 jika terdapat lebih dari satu diagnosis medis yang terdaftar pada status pasien, jika tidak, skor 0.

(17)

Gaya berjalan yang normal ditandai dengan kepala yang tegak saat berjalan, lengan berayun bebas di samping, dan berjalan tanpa ragu-ragu. Item ini mendapatkan skor 0. Gaya berjalan yang lemah mendapat skor 10 yaitu pasien yang membungkuk tetapi mampu mengangkat kepala sambil berjalan tanpa kehilangan keseimbangan. Langkah yang pendek dan acak pasien mungkin terjadi. Gaya berjalan dengan gangguan mendapat skor 20 yaitu pasien yang memiliki kesulitan bangkit dari kursi, mencoba untuk bangun dengan mendorong di lengan kursi / atau dengan memantulkan (yaitu, dengan menggunakan beberapa upaya untuk naik). Kepala pasien turun, dan ia mengamati tanah. Karena keterbatasan keseimbangan pasien, pasien menggenggam ke furnitur, dukungan orang, atau bantuan berjalan dengan dukungan dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan ini.

Status mental diukur dengan memeriksa pasien itu sendiri dalam penilaian kemampuan untuk melakukan ambulasi. Tanyakan pasien, "Apakah Anda bisa pergi kamar mandi sendiri atau apakah Anda perlu bantuan?" Jika jawaban pasien menilai kemampuan sendiri secara konsisten dengan urutan rawat jalan, pasien dinilai sebagai normal dan mendapat skor 0. Jika respon pasien tidak konsisten dengan intervensi keperawatan atau jika respon pasien tidak realistis, maka pasien dianggapmelebih-lebihkan kemampuan sendiri dan memilki keterbatasan pelupa dinilai dengan skor 15.

(18)

ada resiko sehingga tindakan yang diperlukan adalah perawatan dasar yang baik. Skor MFS 25-50 termasuk dalam level resiko rendah dan tindakan yang diperlukan adalah melakukan intervensi pencegahan jatuh standar. Skor MFS ≥ 51 termasuk dalam level resiko tinggi dan tindakan yang diperlukan melakukan intervensi pencegahan jatuh tinggi. (Morse, 1997).

Tabel 2.1 Metode Morse Falls Scale (MFS)

No. Pengkajian Skala Nilai

1 Riwayat jatuh, apakah lansia pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir ?

Tidak (0) Ya (25) 2 Diagnosa sekunder, apakah lansia memiliki lebih dari

satu penyakit ?

Tidak (0) Ya (15) 3 Alat bantu jalan; apakah lansia menggunakan

alat/dibantu ?

 Bedrest/dibantu perawat  Tongkat/walker

 Berpegangan pada benda-benda disekitar (kursi, lemari, meja)

(0) (15) (30)

4 Terapi intravena, apakah saat ini lansia terpasang infus ?

Tidak (0) Ya (25) 5 Gaya berjalan/cara berpindah apakah lansia berjalan ?

 Normal/bedrest (tidak dapat berjalan sendiri)  Lemah (tidak bertenaga)

 Gangguan/tidak normal (pincang/diseret)

(0) (10) (20)

6 Status mental, apakah lansia mengalami status mental ?  Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri

 Lansia mengalami keterbatasan daya ingat

(19)

2.6 Pencegahan Jatuh pada Lansia

Klien lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan dini untuk mengetahui adanya faktor resiko cedera akibat terjatuh dari aspek instrinsik:. Perlu dilakukan pengkajian keadaan sensorik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan kejadian teratuh.Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan, lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman atau rusak dan dapat bergeser sendiri sebaiknya diganti. Peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan atau tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi tidak dibuat licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka, dan WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

2.6.1 Penilaian Keseimbangan dan Gaya Berjalan

(20)

2.6.2 Mengatur dan Mengatasi Faktor Situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita klien lanjut usia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara perodik. Faktor situasional bahaya lingkungan tinggal dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat diatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan kemampuan aktifitas rutin yang diperbolehkan baginya sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi fisik.Maka dari itu lansia dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

(21)

1. Latihan Fisik

Tujuan melakukan aktivitas fisik adalah meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan.Latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang dapat melatih kekuatan tungkai, pergelangan, tidak terlalu berat dan dilakukan sesuai semampunya, latihan berjalan kaki, senam lansia, dan latihan keseimbangan.

2. Management Obat-Obatan

Mengurangi penggunaan obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama missal: obat tidur dan melakukan konsultasi terhadap penggunaan obat-obat yang harus dikonsumsi jangka panjang, missal: obat hipertensi, obat DM, dll. Gunakan alat bantu berjalan jika diperlukan.

3. Modifikasi Lingkungan

(22)

4. Memperbaiki Kebiasaan Lansia yang Buruk

Melakukan perubahan posisi dari posisi duduk atau jongkok ke posisi berdiri jangan terlalu cepat, jangan mengangkat barang yang berat sekaligus, dan lakukan pengangkatan barang dengan cara yang benar dari lantai yaitu dengan cara posisi jongkok dan bukan posisi membungkuk. Hindari aktifitas berolahraga yang berat dan berlebihan, sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar dan datar, jangan berjalan hanya dengan kaos kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan, pakai sepatu antislip dengan alas yang kasar.

5. Memelihara Fungsi Tubuh

Gambar

Tabel 2.1 Metode Morse Falls Scale (MFS)

Referensi

Dokumen terkait

Jika memory total page lebih dari memory fisik yang tersedia, kernel lebih banyak melakukan swapping dibandingkan eksekusi kode program, sehingga terjadi thrashing dan mengurangi

Maka dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk mengembangkan instrumen tes berupa soal-soal pilihan ganda beralasan yang bertujuan sejauh mana efektivitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persaudaraan yang terjadi pada anak.. kembar berjenis kelamin

[r]

Atas perhatiannyakami ucapkan terima kasih.. P anrtia P engadaan

UJI AKTIVITAS ANTIRADIKAL EKSTRAK ETANOL DAUN Elephantopus schaber L., Ocimum basilicum L.forma citratum Back., Graptophylum pictum Griff, dan Gynura procumbens Merr.. DENGAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang diperoleh pada kelas IV B MI Ketib dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi menggali informasi dari teks

Dari hasil dapat dilihat bahwa kemampuan anak dalam membuat bentuk sederhana dari media permainan leggo sebanyak 14 % berkembang sangat baik (BSB) yang terdiri dari