• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Unsur Pm 2,5 pada Periode Kebakaran Hutan di Pekanbaru dengan Teknik Analisis Aktivasi Neutron

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karakterisasi Unsur Pm 2,5 pada Periode Kebakaran Hutan di Pekanbaru dengan Teknik Analisis Aktivasi Neutron"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI UNSUR PM 2,5 PADA PERIODE KEBAKARAN HUTAN DI PEKANBARU DENGAN TEKNIK ANALISIS AKTIVASI NEUTRON

Indah Kusmartini, Natalia Adventini, Dyah Kumala Sari, Syukria Kurniawati, Diah Dwiana Lestiani, Muhayatun Santoso

Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jalan Tamansari 71, Bandung 40132

Email : indahkus@batan.go.id

Diterima: 30-09-2018

Diterima dalam bentuk revisi: 30-09-2018 Disetujui: 26-02-2019

ABSTRAK

KARAKTERISASI UNSUR PM 2,5 PADA PERIODE KEBAKARAN HUTAN DI PEKANBARU DENGAN TEKNIK ANALISIS AKTIVASI NEUTRON Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Untuk mengetahui dampak kualitas udara akibat kebakaran hutan pada tahun 2015, telah dilakukan karakterisasi dan evaluasi cuplikan partikulat udara yang dikumpulkan pada periode terjadinya kebakaran hutan di Pekanbaru. Karakterisasi cuplikan telah dilakukan dengan metode AAN. Validasi metode dilakukan pengujian terhadap cuplikan bahan acuan SRM NIST 1648a Urban Particulate Matter. Konsentrasi massa PM2,5 saat terjadi kebakaran hutan di Pekanbaru terdeteksi sebesar 37 dan 83 µg/m3. Nilai PM2,5 pada penelitian ini telah melebihi standar konsentrasi yang ditetapkan oleh United State Environmental Protection Agency (USEPA) sebesar 35 µg/m3. Sedangkan hasil karakterisasi cuplikan telah teridentifikasi 15 unsur yaitu Al, Ca, Ti, Cl, Mn, As, Br, Na, K, Se, Fe, Zn, Cr, Co, Sb dengan konsentrasi masing-masing 1240-3168; 1998-4657; 53,6-929; 164-2783; 3,7-2,65; 1,7-2,42; 18,1-33,8; 531-565; 929-1203; 0,7-1,14; 17,9-23,08; 34,6-160; 48,7-71,02; 0,3-0,21; dan 2,25-0,5 ng/m3. Dari hasil tersebut telah dievaluasi unsur karsinogenik dan non-karsinogenik masing-masing ditunjukkan dengan Excess Lifetime Cancer Risk (ELCR) dan Hazard Quotient (HQ) keduanya menunjukkan nilai < 1 yang mengindikasi paparan yang diterima masih berada dalam nilai yang diperbolehkan.

Kata kunci: Kebakaran hutan, unsur, AAN, Karakterisasi.

ABSTRACT

ELEMENTAL CHARACTERIZATION OF PM2,5 IN FOREST FIRE PERIOD IN PEKANBARU BY NEUTRON ANALYSIS ACTIVATION TECHNIQUE. Forest fires are one of the causes of forest degradation which results in a decrease in environmental quality. To determine the impact of air quality due to forest fires in 2015, characterization and evaluation of air particulate samples were collected in the period of forest fires in Pekanbaru. In order to obtain an elemental composition data of airborne particulate, the characterization was carried out by Neutron Activation Analysis (NAA). The method validation was tested against NIST SRM 1648a Urban Particulate Matter reference material. Mass concentration of PM2.5 during forest fires occurred in Pekanbaru was detected at 37 and 83 µg/m3. The value of PM2.5 in this study has exceeded the concentration standards set by the United States Environmental Protection Agency (USEPA) of 35 µg/m3. The results of samples characterization have identified 15 elements, namely, Al, Ca, Ti, Cl, Mn, As, Br, Na, K, Se, Fe, Zn, Cr, Co, Sb with concentrations of 1240-3168; 1998-4657; 53,6-929; 164-2783; 3.7-2.65; 1.7-2.42; 18,1-33,8; 531-565; 929-1203; 0.7-1.14; 17,9-23,08; 34,6-160; 48.7-71.02; 0.3-0.21; and 2.25-0.5 ng/m3 respectively. From these results, each carcinogenic and non-carcinogenic element has been evaluated, indicated by Excess Lifetime Cancer Risk (ELCR) and Hazard Quotient (HQ) respectively, both of which show values <1 which indicate the exposure received is still within the allowed value.

(2)

PENDAHULUAN

Kualitas udara di Asia Tenggara dipengaruhi oleh beberapa sumber emisi termasuk bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik, transportasi, industri, pembakaran biomassa dan emisi primer maupun sekunder dari sumber biogenik (1). Pembakaran biomassa merupakan sumber pencemaran udara yang signifikan terhadap dampak global, regional dan lokal yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan perubahan iklim (2). Asap yang ditimbulkan dari pembakaran biomassa disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan gambut yang tidak terkendali. Hal tersebut terjadi secara rutin di berbagai wilayah Indonesia ketika hutan hujan tropis berubah fungsi menjadi lahan pertanian melalui penebangan hutan dan teknik bakar tebang. Indonesia memiliki kawasan lahan gambut tropis terbesar di dunia, dengan 27 juta hektar yang tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Merauke dan Nabire di Papua serta di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera (3-4).

Pada pertengahan tahun 2015 terjadi kebakaran hutan lahan gambut di Pekanbaru, wilayah Sumatera yang dipengaruhi oleh musim kemarau iklim El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan antropogenik perubahan penggunaan lahan. Pada tahun El Nino curah hujan sangat kurang sehingga lahan gambut yang kering sulit dipadamkan dan berpotensi menyebar luas ke wilayah sekitarnya (5-6). Dampak dari kebakaran gambut menyebabkan degradasi hutan, mengemisikan sejumlah besar gas karbon dioksida, polutan atmosfer lainnya dan menurunkan kualitas udara

secara regional serta berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (7).

Salah satu polutan utama yang berfungsi sebagai indikator kualitas udara adalah partikulat udara (particulate matter PM). Partikulat merupakan campuran partikel padat dan tetesan cairan di udara termasuk asap, debu dan abu. Sumber partikulat udara berasal dari antropogenik (proses pembakaran misalnya kendaraan bermotor, industri, incenerator) dan sumber alami (misalnya debu dan air laut yang terbawa serta terkondensasi oleh angin) (8). Pada awal tahun 2000, penelitian terkait PM10 (partikel aerodinamis diameter kurang dari 10 µm) dan PM2,5 (partikel dengan diameter aerodinamis kurang dari 2,5 µm) hingga saat ini telah banyak dilakukan investigasi diantaranya oleh Mar TF, Norris GA, Koenig JQ 2000 mengevaluasi hubungan ratio PM10 dan PM2,5 terhadap penurunan fungsi pernapasan, kardiovaskular hingga kematian dini pada populasi wilayah Phoniex, Amerika Serikat. Studi lain terkait efek PM10 dan PM2,5 yang berasal dari asap kebakaran hutan di negara Amerika, Kanada dan Australia sebelumnya pernah dilakukan oleh Diaz 2012. Peneliti lainnya Kindzierski et al. 2015, menginvestigasi karakteristik PM di wilayah urban Kanada dan Rovelli et al. 2017, memonitoring udara ambien di wilayah urban Italia (9, 10, 11, dan12).

PM2,5 merupakan campuran kompleks dari berbagai kandungan kimia berbeda-beda baik alami maupun antropogenik yang terbentuk di atmosfer sehingga karakterisasi kimianya didasarkan

(3)

pada analisis kimia yang simultan. Spesies unsur di atmosfer yang berasal dari aktivitas antropogenik antara lain arsenik (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni), seng (Zn), vanadium (V), merkuri (Hg), dan timbal (Pb). Trace element umumnya berada pada jumlah yang relatif kecil yakni kurang dari 1 % aerosol atmosfer. Namun dengan meningkatnya polusi udara di atmosfer akan berdampak terhadap kesehatan manusia, kualitas udara dan iklim global. Trace element yang menjadi perhatian utama dalam masalah kesehatan meliputi As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, Al, Mn, dan Zn. Beberapa unsur yang terkandung dalam PM2,5 seperti Cr, Ni, Cd, dan Co termasuk unsur karsinogenik (3,13-14).

Penentuan unsur dalam PM10 dan PM2,5 telah dilakukan oleh Ahmed, et al. Al-momani et al.(15), demikian pula dengan PM2,5 pada kebakaran hutan di Siberia yang dikemukakan oleh Samsonov et al.(16). Kandungan unsur dalam PM2,5 pada kebakaran hutan gambut sangat kecil dan sulit dideteksi dengan cara konvensional misalnya dengan metode Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP MS) seperti yang dilakukan oleh Siao et al. (4) dan Fang et al.(17). Oleh karena itu diperlukan metode pengukuran yang akurat dan valid untuk menentukan unsur secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis Aktivasi Neutron (AAN) merupakan salah satu teknik analisis nuklir yang memiliki keunggulan antara lain non destruktif, multi elemen, dan dapat digunakan untuk cuplikan berdimensi nano. Teknik ini mampu digunakan untuk menganalisis unsur-unsur runutan dalam

berbagai matriks sampel (18-19). Penelitian terkait penentuan unsur dengan metode AAN dalam PM2,5 udara ambien telah dilakukan oleh Avino et al.(20) namun metode AAN belum dilakukan untuk PM2,5 dari kebakaran hutan.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi unsur dalam PM2,5 dari kebakaran hutan gambut di Pekanbaru menggunakan teknik AAN dan mengevaluasi unsur karsinogenik dan non karsinogenik yang beresiko terhadap kesehatan terkait dengan paparan partikulat yang terhirup ketika terjadi kebakaran hutan.

TATA KERJA Lokasi sampling

Sampling partikulat dilakukan di Laboratorium Udara kota Pekanbaru, Riau dengan arah mata angin N 00°31.310' / E 101°26.526'. Cuplikan filter diinvestigasi pada tanggal 6 Juli dan 1 September 2015 ketika terjadi periode kebakaran hutan lahan gambut di Sumatera. Sedangkan sampling udara ambien ketika tidak terjadi kebakaran hutan (clear days) dilakukan pada lokasi sampling yang sama.

Sampling partikulat udara

Sebelum digunakan untuk sampling, filter dikondisikan di ruang bersih untuk ditimbang minimal 24 jam. Ruang bersih merupakan ruangan bebas debu dilengkapi dengan dehumidifier dan Air Conditioner untuk mengendalikan kelembaban udara ruangan pada tingkat kelembaban 40 – 60 % dengan suhu 18 - 25 0C. Pengambilan cuplikan dilakukan di laboratorium udara kota Pekanbaru, Riau selama 24 jam

(4)

menggunakan Gent Stacked Filter Unit Sampler. Dalam setiap kali pengambilan cuplikan digunakan dua jenis filter polikarbonat yaitu filter halus (berpori-pori

0,4 μm) dan filter kasar (berpori-pori 0,8 μm). Gent sampler diatur pada laju alir sekitar 16–18 L/min (21). Filter halus dan filter kasar setelah sampling dikondisikan dalam ruang bersih kemudian dilakukan penimbangan.

Penentuan konsentrasi massa partikulat udara

Penentuan massa partikulat udara dilakukan secara gravimetrik yaitu penentuan konsentrasi partikulat udara yang didasarkan pada perbedaan berat filter sebelum dan sesudah sampling sehingga diperoleh massa partikulat udara (22). Filter fine dan coarse sebelum sampling ditimbang sebanyak 3 kali pengulangan hingga diperoleh berat filter yang menunjukan nilai yang tidak jauh berbeda. Hal yang sama dilakukan terhadap filter cuplikan sesudah sampling.

Penentuan konsentrasi black carbon Penentuan black carbon dilakukan menggunakan EEL smokestain reflectometer (23). Prinsip dasar dari pengukuran black carbon dengan EEL smokestain reflectometer adalah absorpsi dan refleksi cahaya. Konsentrasi masa partikulat dalam suatu filter dapat dihubungkan dengan tingkat kerapatan partikulat tersebut dengan persamaan:

.... (1)

Dengan

BC : black carbon (µg/m3) I0 : reflektans filter kosong I : reflektans sampel yang diukur A : luas area sampel yang diukur (cm2) V : volume udara yang diukur (m3)

Penentuan unsur dengan metode AAN

Preparasi cuplikan dan bahan acuan

Filter dilipat lalu dimasukkan ke dalam vial polietilen. Vial ditutup dan disegel dengan proses pemanasan. Bahan acuan SRM NIST 1468 Partikulat Udara ditimbang ke dalam vial sebanyak 0,0250 g dengan neraca elektronik mikro Metter Toledo kemudian vial ditutup dan disegel dengan proses pemanasan seperti pada cuplikan.

Preparasi standar multielemen

Standar campuran untuk metode komparatif dipreparasi dan ditempatkan pada vial yang sama. 100 uL multielemen standar ICP (E Merck) dipipet kemudian diteteskan ke dalam vial polyetilen. Vial dikeringkan di bawah lampu infra merah dan disegel dengan proses pemanasan. Unsur yang ditentukan adalah Al, Na, Ca, Fe, K, Mn, Ti, Zn, Co, Sb, Cr, As, Br, Cl, Se. Diperoleh bobot (µg) unsur dalam standar masing-masing 21; 20,98; 21; 9,7; 21; 1; 10,02; 9,8; 0,98; 1; 0,98; 9,8; 21; 5,64; 9,8.

Iradiasi, pencacahan dan perhitungan konsentrasi unsur

Cuplikan, SRM dan standar diiradiasi pada rabbit system reaktor TRIGA 2000 Bandung dengan fluks neutron ~ 1013 n.cm-2.s-1. Dilakukan iradiasi pendek (Al, Ca, Ti, Mn, Cl), iradiasi sedang (Na, K, As, Br) dan

(5)

iradiasi panjang (Se, Fe, Co, Cr, Sb, Zn) masing-masing selama 1 menit, 10 menit dan 1 jam. Kemudian dilakukan cooling /decay masing-masing selama 1 menit, 1 hari dan 1 minggu. Setelah dilakukan decay cuplikan, SRM dan standar diukur dengan spektrometer gamma Canberra melalui proses counting/ pencacahan masing-masing selama 200, 800 dan 4000 detik. Analisis spektrum dilakukan dengan menggunakan software GENIE 2000 (24).

Perhitungan konsentrasi unsur ini dilakukan dengan metode komparatif yaitu membandingkan konsentrasi unsur di dalam cuplikan dengan standar yang telah diketahui konsentrasinya (25). Kadar unsur dalam cuplikan dihitung dengan menggunakan persamaan (2):

Dengan :

Ccuplikan : konsentrasi cuplikan (µg/g) Wcuplikan : Berat cuplikan (g)

Wstd : Berat standar (µg) Acuplikan : Aktivitas cuplikan (cps) Astd : Aktivitas standar (cps)

Validasi metode

Pada kegiatan ini dilakukan validasi metode dengan menentukan konsentrasi unsur dalam SRM NIST 1648a Particulate Matter. Parameter validasi mencakup uji akurasi dan uji presisi. Akurasi adalah kesesuaian antara hasil suatu analisis dan nilai benar analit/unsur, karena nilai analisis merupakan nilai benar dengan memperhitungkan nilai ketidakpastiannya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery), ketetapan

menunjukkan hasil analisis suatu analit dengan nilai yang sebenarnya.

Akurasi dinyatakan baik (lulus) jika nilai keberterimaan memenuhi persamaan 3 dan 4:

(3)

(4) Dengan :

UNCsertifikat : nilai ketidakpastian dari sertifikat

UNC analisis : nilai ketidakpastian dari hasil pengukuran

Akurasi hasil pengujian lulus jika A ≤

B. Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata. Uji presisi dilakukan dengan persamaan (5)(6): Presisi hasil pengujian lulus jika nilai C ≤ D dengan perhitungan:

(5)

.(6)

Dengan :

UNC sertifikat : nilai ketidakpastian dari sertifikat

UNC analisis : nilai ketidakpastian dari hasil pengukuran

C : adalah konsentrasi unsur yang tercantum dalam sertifikat.

(6)

Standar deviasi (σ) merupakan fungsi Horwitz dengan nilai σH. Hasil pengujian

diterima jika akurasi dan presisi kedua-duanya lulus (26).

Penentuan nilai resiko kesehatan

Penilaian resiko kesehatan manusia ditentukan berdasarkan konsentrasi rata-rata unsur karsinogenik dan non-karsinogenik. Perhitungan mengenai resiko kesehatan sebelumnya telah dijelaskan oleh Betha et al. (3). Penilaian paparan yang melibatkan perkiraan chronic daily intake (CDI) melalui persamaan (7):

(7)

Dengan

CDI : Cronic Daily Intake (mg/kg.day) TD : Total Dose (mg/m3)

IR : Inhalation Rate (m3/day) BW : Body Weight (kg) Td = C x E

Dengan

C : konsentrasi polutan dan

E : adalah fraksi deposisi partikulat.

(8)

Dp merupakan diameter partikulat PM2,5 (i.e Dp = 2,5 µm).

Orang dewasa sehat diperkirakan beresiko sehingga IR biasanya diasumsikan

20 m3 per hari dan BW sebesar 70 kg untuk orang dewasa. Penilaian dosis - respon ini menggambarkan efek kesehatan berdasar-kan dosis polutan udara yang dihirup. Diasumsikan hanya menghirup melalui rute paparan, reference dose (RfD, mg kg-1, day-1) untuk unsur non-karsinogenik yang dihitung dari referensi konsentrasi (RfC, mg m3) USEPA (United State Environmental Protection Agency). Demikian juga, untuk unsur karsinogenik slope factor menghirup (SF, mg-1 kg day) dihitung dari nilai resiko unit inhalasi (IUR, mg-1 m3) yang diberikan oleh USEPA. Karakterisasi resiko atau perkiraan resiko kesehatan dihitung berdasarkan penilaian paparan dan dosis. Untuk logam non-karsinogenik ditunjukkan dengan Hazard Quotient (HQ) = CDI / RfD. Sedangkan untuk logam karsinogenik, total resiko karsinogenik dalam resiko terhadap kanker dengan (ELCR) = CDI x SF (3).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan konsentrasi massa dan black carbon

Konsentrasi massa pada periode kebakaran hutan lahan gambut di Sumatera terlihat pada Gambar 1 menunjukkan konsentrasi massa PM2,5 lebih rendah dibandingkan dengan PM10. Konsentrasi massa rata-rata untuk PM10 sebesar 31 µg/m3 dengan rentang berkisar 10 - 108,1 µg/m3. Konsentrasi massa PM2,5 berkisar antara 1,7 – 55 µg/m3 dengan nilai rata-rata

31 µg/m3. Konsentrasi PM2,5 dan PM10 pada tanggal 6 Juli dan 1 September 2015 masing-masing 37; 55 serta 83; 108 µg/m3. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata PM2,5 dan PM10 pada

kondisi clear days yang masing-masing sebesar 8 dan 22 µg/m3. Penelitian lain dilakukan oleh Ahmed, Guo, and Zhao 2016 di Malaysia pada periode kebakaran hutan tahun 2015 dengan kabut asap berasal dari Kalimantan dan Sumatera di Indonesia

(7)

dengan nilai rata-rata konsentrasi PM2,5 sebesar 55,89 µg/m3. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan PM2,5 dari penelitian ini pada 1 September 2015 (83 µg/m3) (13). Studi lain yang dikemukakan oleh Slezakova, et al., 2013 pada periode kebakaran hutan di Portugal menunjukan nilai konsentrasi PM2,5 yang lebih rendah sebesar 35 µg/m3 (27). Tingginya nilai konsentrasi PM pada periode kebakaran hutan dipengaruhi oleh angin yang kencang, kondisi atmosfer yang kering serta pengaruh partikel debu dan tanah yang tersuspensi didalamnya (13). Nilai PM2,5 pada penelitian ini telah melebihi standar konsentrasi yang ditetapkan oleh United State Environmental Protection Agency (USEPA) sebesar 35 µg/m3 sedangkan nilai PM10 masih berada dibawah standar yang ditetapkan USEPA sebesar 150 µg/m3 (28).

Nilai konsentrasi massa PM2,5 yang ditentukan pada penelitian ini telah melebihi standar 24 jam ambang batas konsentrasi PM2,5 yang telah ditetapkan oleh USEPA (35 µg/m3). Jika melebihi standar yang ditetapkan maka akan berpengaruh pada kesehatan karena partikel dapat melewati mekanisme perlawanan tubuh normal dan menembus jauh ke alveoli paru-paru. Dampak emisi dari kebakaran lahan gambut cukup signifikan terhadap efek pernapasan dan jantung yang telah ditunjukkan pada studi laboratorium maupun studi epidemiologi (3, 23, 29) Pada kegiatan ini diperoleh konsentrasi black carbon yang didasarkan pada pengukuran reflektansi sampel partikulat udara menggunakan alat smoke stain reflectometer 43D.

Gambar 1. Konsentrasi massa PM2,5 dan PM10 selama periode kebakaran hutan di Pekanbaru

Konsentrasi black carbon (BC) pada periode kebakaran dan kondisi clear days masing-masing diperoleh nilai rata-rata sebesar 4 dan 3 µg/m3. Black carbon digunakan sebagai ukuran pengganti elemental carbon (EC) karena mudah ditentukan melalui tingkat kegelapan filter

sampel. BC secara operasional telah didefinisikan sebagai EC dalam referensi pada tingkat kegelapan yang sama (30-31). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yan, C et al.,(27) nilai konsentrasi BC yang lebih tinggi sebesar 5,58 µg/m3 jika dibandingkan dengan konsentrasi BC pada penelitian ini.

(8)

Konsentrasi black carbon (BC) dilakukan untuk mengetahui tingkat kehitaman dari filter udara yang menandakan pembakaran yang tidak sempurna dari asap atau debu yang diemisikan.

Penentuan Konsentrasi unsur

Validasi metode dilakukan menggunakan cuplikan SRM NIST 1648 Particulate Matter. Hasil analisis unsur

dalam SRM menggunakan teknik analisis neutron disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai hasil analisis unsur jika dibandingkan dengan nilai sertifikat menunjukkan nilai yang cukup baik. Namun demikian, hasil analisis ini perlu diuji terlebih dahulu dengan uji akurasi dan uji presisi. Nilai hasil analisis dikatakan baik jika dinyatakan lulus pada kedua uji tersebut.

Tabel 1. Konsentrasi unsur dalam SRM NIST 1648a PU

Unsur Hasil analisis (µg/g)

Nilai Sertifikat (µg/g)

Uji Akurasi KET Uji Presisi KET

A B C D Al 35820 ± 755 34300 ± 1300 1519 2931 Diterima 4 5 Diterima Ca 57998 ± 1713 58400 ± 1900 402 4989 Diterima 4 4 Diterima Ti 4075 ± 64 4021 ± 86 54 209 Diterima 2 5 Diterima Cl 4543 ± 116 4543 ± 47 6 347 Diterima 4 5 Diterima Mn 819 ± 6 790 ± 44 28 86 Diterima 5 8 Diterima As 113 ± 0,7 116 ± 4 3 7 Diterima 3 9 Diterima Br 489 ± 1 502 ± 10 13 20 Diterima 2 7 Diterima Na 4241± 11 4240 ± 60 0.66 119 Diterima 1 5 Diterima K 10574 ± 325 10560 ± 490 14 1146 Diterima 6 6 Diterima Se 30 ± 1 28 ± 1 1,4 3,1 Diterima 6 10 Diterima Cr 415 ± 2 402 ± 13 13 26 Diterima 3 7 Diterima Fe 38000 ± 269 39200 ± 2100 1200 4128 Diterima 5 6 Diterima Zn 4310 ± 16 4800 ± 270 490 527 Diterima 6 7 Diterima Co 17 ± 0,3 18 ± 0,7 1,2 1,4 Diterima 4 11 Diterima Sb 46 ± 0,5 45 ± 1 1,01 2,88 Diterima 3 10 Diterima * cuplikan dinyatakan memenuhi persyaratan jika jika A ≤ B dan C≤ D

Uji akurasi dilakukan menggunakan persamaan (3) dan (4) dengan tingkat kepercayaan 95 % sedangkan uji presisi dilakukan menggunakan persamaan (5) dan (6). Hasil uji akurasi unsur dalam SRM 1648a PU terlihat pada Tabel 1. yang menunjukkan bahwa unsur dalam SRM NIST 1848a PU memenuhi persyaratan akurasi dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji presisi untuk unsur dalam SRM

NIST 1648a PU disajikan pada Tabel 1. Terlihat bahwa unsur-unsur dalam cuplikan SRM NIST 1648a memenuhi persyaratan presisi. Dengan demikian, nilai hasil analisis unsur-unsur dalam cuplikan SRM NIST 1648a PU memiliki akurasi dan presisi yang baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan valid dan data yang diperoleh dapat dipercaya (32).

(9)

Gambar 2. Spektrum analisis radionuklida waktu paro pendek

Gambar 3. Spektrum analisis radionuklida waktu paro sedang

Penentuan unsur dalam PM2,5 periode kebakaran hutan dengan metode AAN diperoleh 15 unsur yang terbagi dalam 3 kelompok berdasarkan waktu paro masing-masing radionuklida yaitu waktu paro pendek (2 menit – 3 jam), waktu paro sedang (15 jam

– 2 hari) serta waktu paro panjang (2 hari – 5 tahun) (20). Pada Gambar 2 menunjukkan spektrum analisis radionuklida waktu paro pendek (Al, Ca, Ti, Cl, Mn), Gambar 3 memperlihatkan spektrum analisis

radionuklida waktu paro sedang (As, Br, Na, K), sedangkan spektrum analisis radionuklida waktu paro panjang (Cr, Fe, Zn, Co, Sb, Se) disajikan pada Gambar 4. Nilai konsentrasi unsur dalam PM2,5 dengan metode AAN disajikan pada Tabel 2, sedangkan untuk kondisi clear day diperoleh dengan menggunakan metode XRF. Pada Tabel 2 terlihat konsentrasi unsur pada kabut asap untuk tanggal 1 September memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Br K As Na Ti Mn Al Cl Ca

(10)

tanggal 6 Juli 2015. Pada Tabel 2 terlihat juga konsentrasi unsur PM2,5 kabut asap memiliki nilai konsentrasi yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi clear day. Konsentrasi unsur Al, Ca, Ti pada cuplikan 1, 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan clear day sedangkan pada cuplikan 2 lebih tinggi 120 kali. Konsentrasi Mn, As, Na, K, Fe, Zn, Sb pada kondisi clear day memiliki konsentrasi 2 kali lebih rendah dari konsentrasi PM2,5 pada kabut asap. Perbedaan konsentrasi unsur pada kondisi kabut asap dan clear day disebabkan karena

sebagian besar dihasilkan dari berbagai sumber emisi, kondensasi, dan koagulasi dalam partikulat udara seperti jaringan dari tanaman yang terbakar serta abu dan tanah yang tersuspensi dalam partikulat udara. Penentuan konsentrasi unsur PM2,5 pada Tabel 2 menunjukkan kandungan Al, Ca, Ti, Cl, K memiliki konsentrasi lebih tinggi dibandingkan unsur lainnya (Mn, As, Br, Se,Cr, Zn, Co, Na). Kandungan Al, Ca, Ti, Fe, Na dalam PM2,5 berasal dari debu atau tanah yang terdekomposisi dalam aerosol partikulat udara.

Gambar 4. Spektrum analisis radionuklida waktu paro panjang Se

Cr

Fe Zn

(11)

Tabel 2. Konsentrasi unsur dalam PM2,5 (ng/m3)

n = jumlah cuplikan PM2,5

Unsur-unsur tersebut dapat dikatakan

light element” karena berkaitan dengan zat yang berasal dari pembakaran sampah dan vegetasi hutan yang banyak mengandung debu (tanah atau partikel debu di hutan beberapa bulan sebelum terjadinya kebakaran dan dapat diemisikan kembali ke atmosfer ketika terjadi kebakaran hutan (16). Sementara itu, unsur utama yang teridentifikasi pada pembakaran biomassa atau kebakaran hutan adalah Kalium (K). Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Ofosu, F et al., (33) dan Froehlich, H (34) kalium yang terdekomposisi dalam aerosol partikulat udara merupakan key element indikator dalam kebakaran hutan. Pada kegiatan ini konsentrasi unsur K pada Tabel 2 memiliki konsentrasi yang cukup tinggi yakni 929 dan 1203 ng/m3. Namun

nilai tersebut 50 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Samsonov, Y et.al., (16) dengan nilai rerata 62000 ng/m3. Unsur-unsur tertentu seperti K, Br, Zn berperan pada jaringan hidup secara biologis dalam sel tanaman. Selama terjadinya proses pembakaran vegetasi hutan, unsur tersebut dilepaskan ke atmosfer dan terdekomposisi dalam partikulat udara halus (PM2,5). Emisi yang berasal dari lalu lintas juga berperan sebagai sumber polutan yang potensial dalam unsur logam (Fe, Br) termasuk hasil pembakaran bahan bakar minyak, bahan konstruksi bangunan dan debu jalanan. Normalnya unsur logam ditemukan dalam partikulat udara kasar (PM10), namun unsur logam yang berasal dari sumber antropogenik terutama dalam PM2,5 mampu Unsur

clear day (metode XRF n=8)

Kabut asap (metode AAN)

Ambang batas berdasarkan OAAQC 6 Juli 2015 cuplikan 1 1 September 2015 cuplikan 2 Al 65,93 1240 3168 Ca 27,35 1998 4657 Ti 6,04 53,6 929 120000 Cl 164 2783 10000 Mn 1,07 3,7 2,65 100 As 1,82 1,7 2,42 5000 Br 18,1 33,8 20000 Na 109 531 565 K 254 929 1203 Se 0,7 1,14 10000 Cr 0,81 17,9 23,08 500 Fe 33,41 34,6 160 4000 Zn 14,52 48,7 71,02 120000 Co 0,3 0,21 100 Sb 1,07 2,25 0,5 25000

(12)

membawa lebih banyak senyawa kimia beracun terhadap manusia dan ekosistem dibandingkan PM10. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian sebelumnya oleh Ahmed, M et al., (13) yang menyebutkan secara keseluruhan selama periode kebakaran hutan lahan gambut di Indonesia sumber utama unsur logamnya berasal dari debu jalanan dan emisi kendaraan bermotor. Pada tabel 2. Secara keseluruhan terlihat konsentrasi unsur dalam PM2,5 pada penelitian ini berada dibawah ambang batas konsentrasi unsur dalam PM2,5 yang telah ditetapkan oleh OAAQC

(

Ontario’s Ambient Air Quality Criteria) (35).

Perkiraan Resiko Kesehatan

Penilaian resiko kesehatan manusia ditentukan untuk mengetahui kesehatan terkait dengan paparan emisi dari kebakaran

lahan gambut terhadap warga yang tinggal di sekitar lokasi kebakaran hutan. Analisis resiko menunjukkan bahwa sekitar 70 % PM2,5 dapat tersimpan dalam tubuh akibat paparan sumber polutan. Terkait informasi yang berkaitan dengan Chronic Daily Intake (CDI), Reference Dose (RfD), Hazard Quotient (HQ), slope factor (SF) dan Excess Lifetime Cancer Risk (ELCR) untuk unsur yang berbeda terlihat pada Tabel 3. Tingkat karsinogenik pada cuplikan 1 dan 2 (total HQ), resiko karsinogenik (total ELCR) masing-masing 2 x 10-1, 2,4 x 10-1, dan 2 x 10-6, 1,3 x 10-6. Nilai HQ pada Tabel 3 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari 1 (HQ lebih besar dari 1) yang mengindikasi paparan yang diterima masih berada dalam nilai yang diperbolehkan sedangkan untuk nilai ELCR kurang dari 1 (nilai yang diterima 1 dalam sejuta).

Tabel 3. Penilaian resiko kesehatan unsur dalam PM2,5

Cuplikan 1 Unsur CDI (mg kg-1 day -1-) RfD (mg kg-1 day -1-) HQ SF (mg-1kg day) ELCR Unsur non-karsinogenik Al 2,5x10-4 4,2x10-3 0,059 Cr 3,6x10-6 4,9x10-5 0,074 Mn 7,4x10-7 1,4x10-5 0,053 unsur karsinogenik Co 4,4x10-9 32 2x10-6 Cuplikan 2 Unsur non-karsinogenik Al 4,4x10-4 4,2x10-3 0,11 Cr 4,6x10-6 4,9x10-5 0,09 Mn 5,3x10-7 1,4x10-5 0,04 unsur karsinogenik Co 4,2x10-8 32 1,3x10-6

(13)

Hasil tersebut mengindikasi bahwa 1 sampai 9 individu dari 1 juta orang dapat terkena kanker setelah terpapar logam karsinogenik dalam PM2,5 dari emisi kebakaran hutan lahan gambut. Sedangkan nilai ELCR resiko terpapar 1 individu dalam 1 juta orang. Secara keseluruhan perkiraan resiko kesehatan menunjukkan bahwa paparan logam karsinogenik dan logam non karsinogenik dalam partikulat dapat terhirup oleh warga sekitar lokasi terjadinya kebakaran hutan (3).

Berdasarkan informasi WHO (2000) menunjukkan bahwa paparan PM2,5 yang terhirup secara berlebih dapat menyebabkan arteriosklerosis, kelahiran prematur dan penyakit pernapasan pada anak-anak. Dalam sistem biologis kandungan logam yang tinggi dalam PM2,5 telah dilaporkan dapat mempengaruhi organ seluler dan komponen seperti membran sel, mitokondria, endoplasma rektum, lisosom, nukleus dan beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme. Ion logam telah ditemukan dapat berinteraksi dengan komponen sel seperti DNA dan nukleus protein yang menyebabkan kerusakan DNA dan siklus modulasi sel karsinogenesis. Oleh karena itu, informasi pengaruh struktur antara partikel logam dan udara seperti aerosol karbonat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan terkait aktivitas logam dalam tubuh (13, 36).

KESIMPULAN

Karakterisasi dan evaluasi cuplikan partikulat udara yang dikumpulkan pada periode terjadinya kebakaran hutan di

Pekanbaru diperoleh konsentrasi massa terdeteksi 5 hingga 7 kali lebih tinggi dari kondisi normal. Hasil karakterisasi cuplikan telah teridentifikasi 15 unsur Al, Ca, Ti, Cl, Mn, As, Br, Na, K, Se, Fe, Zn, Cr, Co, Sb dengan nilai konsentrasi masing-masing 1240-3168; 1998-4657; 53,6-929; 164-2783; 3,7-2,65; 1,7-2,42; 18,1-33,8; 531-565; 929-1203; 0,7-1,14; 17,9-23,08; 34,6-160; 48,7-71,02; 0,3-0,21; dan 2,25-0,5 ng/m3.

Hasil dari kegiatan ini telah dievaluasi unsur karsinogenik dan non-karsinogenik masing–masing ditunjukkan dengan Excess Lifetime Cancer Risk (ELCR) dan Hazard Quotient (HQ) keduanya menunjukkan nilai < 1 yang mengindikasi paparan yang diterima masih berada dalam nilai yang diperbolehkan. Hasil tersebut mengindikasi bahwa 1 sampai 9 individu dari 1 juta orang dapat terkena kanker setelah terpapar logam karsinogenik dalam PM2,5 dari emisi kebakaran hutan lahan gambut. Sedangkan nilai ELCR resiko terpapar 1 individu dalam 1 juta orang. Secara keseluruhan perkiraan resiko kesehatan menunjukkan bahwa paparan logam karsinogenik dan logam non karsinogenik dalam partikulat dapat terhirup oleh warga sekitar lokasi terjadinya kebakaran hutan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang telah mendanai penelitian ini serta kepada seluruh personel di Laboratorium Udara kota Pekanbaru yang telah mendukung kegiatan ini.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Engling G, He J, Betha R, Balasubramanian R. Assessing the regional impact of indonesian biomass burning emissions based on organic molecular tracers and chemical mass balance modeling. Atmos Chem Phys. 2014;14(15):8043–54.

2. Chen J, Li C, Ristovski Z, Milic A, Gu Y, Islam MS, et al. A review of biomass burning: Emissions and impacts on air quality, health and climate in China. Sci Total Environ. Elsevier B.V.; 2017;579(November 2016):1000–34. 3. Betha R, Pradani M, Lestari P, Joshi

UM, Reid JS, Balasubramanian R. Chemical speciation of trace metals emitted from Indonesian peat fires for health risk assessment. Atmos Res. Elsevier B.V.; 2013;122(May 1998):571–8.

4. Siao WS, Balasubramanian R, Rianawati E, Karthikeyan S, Streets DG. Characterization and source

apportionment of particulate matter ≤ 2.5 μm in Sumatra, Indonesia, during a

recent peat fire episode. Environ Sci Technol. 2007;41(10):3488–94.

5. Harrison ME, Page SE, Limin SH. The global impact of Indonesian forest fires. Biologist. 2009;56(3):156–63.

6. Hinwood AL, Rodriguez CM. Potential health impacts associated with peat smoke: A review. J R Soc West Aust. 2005;88(3):133–8.

7. Reddington CL, Yoshioka M, Balasubramanian R, Ridley D, Toh YY, Arnold SR, et al. Contribution of

vegetation and peat fires to particulate air pollution in Southeast Asia. Environ Res Lett. IOP Publishing; 2014;9(9):094006.

8. Robinson MS, Zhao M, Zack L, Brindley C, Portz L, Quarterman M, et al. Characterization of PM2.5 collected during broadcast and slash-pile prescribed burns of predominately ponderosa pine forests in northern Arizona. Atmos Environ. Elsevier Ltd; 2011;45(12):2087–94.

9. Mar TF, Norris GA, Koenig JQ LT. Associations between air pollution and mortality in Phoenix. Env Heal Perspect 108 347-353. 2000;108(4):1995–7. 10. Diaz JM. Health Effects of Wildland Fire

Smoke : Insight from Public Health Science Studies. 2012;

11. Kindzierski WB, Ph D, Eng P, Bari A. Investigation of Fine Particulate Matter Characteristics and Sources in Edmonton , Alberta Final Report. 2015;(November).

12. Rovelli S, Cattaneo A, Borghi F, Spinazzè A, Campagnolo D, Limbeck A, et al. Mass concentration and size-distribution of atmospheric particulate matter in an urban environment.

Aerosol Air Qual Res.

2017;17(5):1142–55.

13. Ahmed M, Guo X, Zhao XM. Determination and analysis of trace metals and surfactant in air particulate matter during biomass burning haze episode in Malaysia. Atmos Environ. Elsevier Ltd; 2016;141:219–29.

(15)

H, Hernández-Mena L, Campos-Ramos A, Cárdenas-González B, Ospina-Noreña JE, et al. Potential sources of trace metals and ionic species in PM2.5 in Guadalajara, Mexico: A case study during dry season. Atmosphere (Basel). 2015;6(12):1858–70.

15. Al-momani IF, Shatnawi WM. Chemical Characterization and Source Determination of Trace Elements in PM2 . 5 and PM10 from an Urban Area , Northern Jordan. 2017;5(4):103–8. 16. Samsonov YN, Ivanov VA, Mcrae DJ,

Baker SP. Chemical and dispersal characteristics of particulate emissions from forest fires in Siberia. Int J Wildl Fire. 2012;21(7):818–27.

17. Fang X, Bi X, Xu H, Wu J, Zhang Y, Feng Y. Source apportionment of ambient PM10 and PM2.5 in Haikou, China. Atmos Res. Elsevier B.V.; 2017;190:1–9.

18. Lestiani DD, Adventini N. Application of Neutron Activation Analysis in Characterization of Environmental SRM Samples. Indo J Chem, 2009, 9 (2), 231 - 235 231 APPLI. 2009;9(2):231–5. 19. Bouhila Z, Mouzai M, Azli T, Nedjar A, Mazouzi C, Zergoug Z, Boukhadra D, Chegrouche S LH. Investigation of aerosol trace element concentrations nearby Algiers for environmental monitoring using instrumental neutron activation analysis. Atmos Res. Elsevier B.V.; 2015;166:49–59.

20. Avino P, Capannesi G, Lopez F, Rosada A. Determination of Interesting Toxicological Elements in PM 2 . 5 by

Neutron and Photon Activation Analysis. 2013;2013.

21. Atmojo DPD, Suherman N, Kurniawati S. Sampling Partikulat udara Lingkungan Udara Terbuka (Ambien). Pros Semin Nas Sains dan Teknol Nukl PTNBR-BATAN Bandung. 2011;268– 73.

22. Division IS, Carolina N. Standard Operating Procedure for Particulate Matter (PM) Gravimetric Analysis. 2008. 1-22 p.

23. Santoso M, Lestiani DD, Hopke PK. Atmospheric black carbon in PM 2.5 in Indonesian cities. J Air Waste Manage Assoc. 2013;63(9):1022–5.

24. Kusmartini I, Syahfitri WYN, Kurniawati S, Lestiani DD, Santoso M. Elemental characterization of Mt. Sinabung volcanic ash, Indonesia by Neutron Activation Analysis To. Int Nucl Sci Technol Conf 2016, IOP Conf Ser J Phys Conf Ser 860 012005. 2017; 25. Kusmartini I, Rukayah R. PENENTUAN

UNSUR Se DAN Zn DALAM CUPLIKAN SERUM. Pros Semin Nas AAN 2010. 2010;(November):2–3. 26. Mulyono, Sukadi, Rosidi, Sihono BI.

Akurasi Metoda Analisis Aktivasi Neutron Pada Pengujian Se dan As dalam Limbah Padat. Pros Semin Penelit dan Pengelolaan Perangkat Nukl Pus Teknol Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta. 2011;301–7. 27. Slezakova K, Morais S, Pereira M do C.

Forest fires in Northern region of Portugal: Impact on PM levels. Atmos Res. Elsevier B.V.; 2013;127:148–53.

(16)

28. Nagar JK, Akolkar AB, Kumar R. A review on airborne particulate matter and its sources , chemical composition and impact on human respiratory system. Int J Environ Sci. 2014;5(2):447–63.

29. Ill CAP, Hill RW, Villegas GM. Particulate Air Pollution and Daily Mortality on Utah ’ s Wasatch Front. 1999;107(7):567–73.

30. Sahan E, Brink HM ten, Weijers EP. Carbon in Atmospheric Particulate Matter. 2008;(October):1–22.

31. Yan C, Zheng M, Sullivan AP, Bosch C, Desyaterik Y, Andersson A, et al. Chemical characteristics and light-absorbing property of water-soluble organic carbon in Beijing: Biomass burning contributions. Atmos Environ. 2014;121:4–12.

32. Damastuti, E, Muhayatun, kurniawati S. Penentuan Unsur Zn dalam beberapa Cuplikan Makanan Siap Santap Menggunakan Analisis Aktivasi Neutron. Pros Semin Nas AAN 2008 Sabuga, ITB Bandung. 2008;273–8.

33. Ofosu FG, Hopke PK, Aboh IJK, Bamford SA. Biomass burning contribution to ambient air particulate levels at Navrongo in the Savannah zone of Ghana. J Air Waste Manage Assoc. 2013;63(9):1036–45.

34. Froehlich MG, Chatterjee S, Li M, T. DeSilva, J. McDonald, S. Rockliff IF-F. Airborne Particulate Matter Pollution in the Australian Capital Territory. 2015. 35. (MOE). OM of the E. ONTARIO’S

AMBIENT AIR QUALITY CRITERIA. In

2012.

36. Li T, Wang Y, Li WJ, Chen JM, Wang T, Wang WX. Concentrations and solubility of trace elements in fine particles at a mountain site, southern China: Regional sources and cloud processing. Atmos Chem Phys. 2015;15(15):8987–9002.

Gambar

Gambar 1. Konsentrasi massa PM2,5 dan PM10 selama periode kebakaran hutan di Pekanbaru
Tabel 1. Konsentrasi unsur dalam SRM NIST 1648a PU
Gambar 2. Spektrum analisis radionuklida waktu paro pendek
Gambar 4. Spektrum analisis radionuklida waktu paro panjang Se
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan sebagian besar pasien tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB bekerja sebagai buruh, petani, dan pengurus runah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bentuk partisipasi politik yang terjadi di Kecamatan Bajeng yaitu bentuk Partisipasi Politik Konvensional, yaitu meliputi Ikut Serta

Tujuan kegiatan ini ialah untuk menyusun Buku Ajar Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan dengan tetap berpedoman pada prinsip efektif, efisien, tetap mengembangkan CP

senantiasa dipupuk dan dikembangkan. Hal-hal yang dapat mengurangi rasa percaya diri, baik itu dari segi jasmaniah, segi mental maupun sosial haruslah bisa dihindarkan

· Avia tour tidak bertanggung jawab atas biaya – biaya tambahan maupun pengembalian uang dari biaya – biaya tour jika peserta tersebut mengalami deportasi atau penolakan

Setelah Server telah selesai, kemudian buatlah aplikasi untuk client untuk mengakses data pada server dengan ketentuan sebagai berikut :. Buatlah tampilan user interface (UI / UX

Dalam bab ini akan disajikan hasil dari analisis terhadap data yang diperoleh untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara rasio biaya program dengan

Program Jalur Cepat Sarjana-Magister meruparan dan program magister yang linier untuk memberikan mengembangkan dirinya secara optimal dan dalam penerapan kurikulum baru