• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu orang dengan orang lainnya (KBBI, 2014:268). Menyatakan cinta berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. antara satu orang dengan orang lainnya (KBBI, 2014:268). Menyatakan cinta berarti"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAH ULUAN

1.1 Latar Belakang M asalah

Cinta m erupakan rasa suka atau kasih sekali, atau juga rasa keterpikatan antara satu orang dengan orang lainnya (KBBI, 2014:268). M enyata kan cinta berarti m engungkapkan perasaan kasih terhada p orang yang dicintai dengan harapan agar orang terse but dapat m engetahuinya . Berdasarkan pengertiannya secara leksika l, bahwa cinta m erupakan rasa suka dengan tingkat yang tinggi, dapa t diliha t bahwa terdapat perbedaan antara rasa suka, sayang, dan cinta. Terdapat tingkatan pada ketiga perasaan tersebut, yaitu rasa suka dengan tingkat pa ling rendah, rasa sa yang berada pada tingkat m enengah, dan rasa cinta berada pada tingka t paling tinggi.

Cinta m erupakan rasa atau em osi yang cenderung bertendensi untuk m em iliki, sehingga dalam m enyatakan cinta, penutur juga m em iliki tujuan agar dirinya dengan orang yang diberi pernyataan c inta da pat m enjalin hubungan yang lebih lanjut. Secara um um , m enyatakan cinta m erupaka n tugas utam a kaum laki-laki. Laki-laki dianggap m em iliki ke harusan dan keberanian le bih ba nyak untuk m enyatakan cinta terlebih dahulu kepada perem puan yang dicintainya. Akan tetapi, seiring berkem bangnya zam an, m anusia dan lingkungan yang m engitarinya pun ikut berkem bang. Saat ini, pernyataan cinta tidak hanya dila kuka n ole h laki-laki terhadap perem puan, te tapi juga

(2)

sebaliknya. Sudah sangat sering dijum pai perem puan lebih berani m enyatakan cinta kepada laki-la ki.

Dalam hal m enyatakan cinta, terdapat tiga kem ungkinan respons yang akan diterim a oleh orang yang m enyatakan, ya itu pernyataan c intanya diterim a , pernyataan cintanya ditolak, dan pernyataan cintanya diabaikan. M enurut Kam us Besar Bahasa Indonesia (2014:1477), m enolak berarti tidak m enerim a, tidak m engabulkan, atau m enam pik, sedangkan penolakan berarti proses, cara, atau perbuata n m enolak. Da lam penelitian ini, m enolak cinta m erupakan sebuah sikap tidak m enerim a cinta atau pernyataan cinta yang diwujudka n dengan adanya tuturan penolakan cinta.

Pernyataan di atas m enunjukka n bahwa m enyatakan cinta tidak hanya dilakukan oleh laki-laki, tetapi juga oleh perem puan. B egitu pula dalam hal m erespons pernya taan cinta tersebut. Penerim aan , penolakan, dan pengabaian terhadap cinta pun saa t ini tidak hanya dila kukan oleh perem puan, teta pi juga oleh laki-laki. Apabila dite laah kem bali, bentuk-bentuk respons tersebut dipe ngaruhi oleh beberapa faktor tertentu dan kem udian m em berikan dam pak yang berbeda -beda bagi pem buat pernyataan serta yang m em beri respons.

Dam pak yang dapat disoroti dengan c ukup jelas a dalah ke berlanjutan hubungan antara orang yang m enya takan cinta d a n yang pem beri respons. Keberlanjutan hubungan yang ba ik biasanya akan diterim a ole h si pem beri respons m enerim a, sedangkan keberlanjutan hubungan yang tidak baik biasanya akan lebih

(3)

banyak diterim a oleh si pem beri respons m enola k dan m enga baikan. Ke berlanjutan hubungan terse but dapa t ditim bulkan oleh banyak faktor, m isalnya subjek yang m enjadi lawan bicara, kesesuaian be ntuk tuturan, pem ilihan kata, waktu dan situasi tutura n, dan lain sebaga inya. Dalam penelitian ini, penulis m em aparkan adanya kem ungkinan atau kecenderungan kebahasaan tuturan penola kan cinta berdasarkan data yang diperoleh.

Dalam m erespons pernyataan cinta, baik m enerim a, m enolak, m aupun m egabaikan, peran bahasa sangat penting, yaitu sebagai sarana penyam paian yang utam a. Bahasa tidak hanya diguna kan sebagai m edia untuk m em bahas suatu perm asalahan, m em bujuk, atau m erayu, tetapi juga dapat digunakan untuk m enyam paikan gagasan, pikiran, dan perasaan. Dalam m enyam paikan gagasan dan perasaan tersebut, seringka li dijum pai perbedaan bentuk yang dituturka n oleh setiap individu m aupun kelom pok sosia l tertentu. Begitu pula yang ditem ukan dalam data pada penelitian ini, yaitu berupa penolaka n cinta. Oleh karena adanya perbedaan itu, peneliti m em ilih untuk m enganalisis lebih dalam tenta ng tuturan penolakan cinta.

Agar dapat m em aham i lebih dalam tenta ng tuturan penolakan cinta, perlu dilakukan analisis terhadap bentuk-bentuk tuturan penolaka n yang disam paika n, faktor-faktor sosial yang m em engaruhi tuturan penolakan cinta, serta kaita nnya dengan pola hubungan pascapenola kan cinta yang ditim bulkan . Untuk m endukung analisis tersebut, penulis m enggunakan pendeka tan sosiolinguistik. Pendekatan sosiolinguistik dianggap pa ling relevan karena penulis dapa t m enganalisis bentuk

(4)

tutura n penolakan yang didasari ole h berbagai m acam aspek, khususnya aspek sosialnya. Analisis ini diharapkan dapat m em berikan m anfaat bagi sem ua piha k, terutam a bagi pem inat bidang bahasa dan rom an (cinta).

1.2 Rumusan M asalah

M asalah m erupakan hal penting yang m enjadi dasar dilakukannya penelitian. Sem ua jenis penelitian, term asuk pe nelitian ke bahasaan, bersum ber pada m asala h. Berdasarkan pernyataan tersebut, diharapkan m elalui analisis ini dapa t m enjawab pertanyaan berikut.

1. Apa saja bentuk-bentuk tutura n penola kan cinta?

2. Bagaim ana faktor-faktor sosial m em engaruhi tuturan penolakan cinta? 3. Bagaim ana pola tuturan terhadap hubungan pascape nolaka n cinta ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rum usan m asalah di atas, pene litian ini bertujuan untuk:

1. M endeskripsikan bentuk-bentuk tuturan penolakan cinta.

2. M enganalisis faktor-faktor sosia l yang m em engaruhi tuturan penolaka n cinta.

(5)

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari ke giatan penelitian ini diba tasi dengan m enggunakan kerangka teori sosiolinguistik. Penggunaan teori terse but difokuskan pa da bentuk tutura n penolakan c inta, faktor sosia l yang m em engaruhi tuturan penolaka n cinta , serta kaitannya denga n pola tuturan terhadap hubungan pa scapenolakan cinta . Tuturan penolakan yang digunakan dalam pe nelitian ada lah tutura n yang diproduksi oleh pem bahan bergender fem inin dan m askulin yang kem udian akan diklasifikasikan berdasarkan bentuk la ngsung dan tak langsung, berdasarkan faktor -faktor sosia l yang m em engaruhi seperti hubungan antarpenutur, m edia penyam paian, gender, serta berdasarkan dam pak hubungan pascapenolakan cinta yang ditim bulkan.

1.5 Studi Pustaka

Seiring dengan berkem bangnya kebaha saan, tuturan yang m enja di wacana turut berkem bang dan m enjadi kajian yang m enarik untuk diteliti. Berdasarkan telaah pusta ka yang telah dilakukan, terdapa t beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan. Penelitian denga n objek kajian ungka pan penola kan dalam bahasa Jawa dilakukan oleh Nadar (2000). Hasil penelitian tersebut berupa laporan pe nelitian berjudul “Kajian Formula dan Kesantunan Ungkapan Penolakan dalam Bahasa Jawa”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui formula umum ungkapan penolaka n dalam bahasa Jawa, pena nda kesantuna n yang dipaka i, dan apakah terdapat indika si keterka itan antara budaya penutur dengan ungkapan penolaka n. Pengum pulan data dalam penelitian tersebut m enggunakan kuesioner dalam bentuk

(6)

DCT (Dialogue/D iscourse Com pletion T ask), yang biasa digunakan dalam ka jian pragm atik dan sosiolinguistik. Secara um um , ungkapan penolakan dalam bahasa Jawa cenderung m engikuti pola urutan ungkapan m aaf, sebutan, ungkapan ketida km am puan, alasan, dan kadang-ka dang ungkapan m aaf sekali lagi. Dalam laporan pe nelitian tersebut, yang dibandingkan adalah sta tus penutur, yaitu antara penolak da n pem beri perintah.

Penelitia n dengan obje k kajian penolakan juga dilakuka n oleh Na dar (2006) dalam disertasi yang berjudul “Penolakan da lam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia (Kajian Pragmatik tentang Realisasi Strategi Kesopanan Berbahasa)”. Penelitia n tersebut m engka ji penola kan dalam bahasa Inggris dan penola kan dalam bahasa Indonesia. Pengka jiannya secara deskriptif de ngan pe ndekata n pra gm atik, yaitu pengkajian yang dilakukan dengan sudut pandang penggunaan bahasa da lam konte ks tertentu. Penelitian tersebut bertujua n m engetahui realisasi strate gi kesopanan berbahasa pada penolakan dalam bahasa Indonesia, dan perbandingan realisasi strateg i kesopa nan berbahasa antara penola kan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Pem erolehan datanya de ngan tes m elengkapi wacana yang dibagikan kepada penutur asli kedua bahasa, m enyim ak dan m encatat dialog dalam film , m enyim ak dan m encatat pem bicaraan a ntarpenutur dalam situasi natura l. Pengelom pokan data dalam penelitia n tersebut berdasarkan teori tindak tutur.

Beberapa penelitian tenta ng penola kan lainnya juga dilakukan oleh Charism awati (2014) dan Ka sih (2015) yang kedua nya m em bahas pe nola kan pada

(7)

film . Hasil penelitian Charism awati (2014) berupa skripsi dengan judul “Kesopanan Positif dan Negatif dalam Penolakan pada Tiga Film Drama Amerika”. Penelitian ini m enganalisis tentang jenis-jenis kesopa nan dalam bentuk penolakan yang ada pada dialog film dram a, khususnya dram a Am erika. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Pragm atik. Hasil penelitian Kasih (2015) berupa skripsi dengan judul “Strategi Penolakan Tidak Langsung di Dua Film Amerika dan Tiga Film Inggris”. Penelitia n ini berfokus pada identifikasi dan klasifika si stra tegi penolakan tidak langsung yang ditem ukan pa da dua film Am erika dan tiga film Inggris. T ujua n dari penelitian ini adalah untuk m enunjukkan perbedaan strategi penolakan yang digunakan di film -film Am erika da n Inggris. Hasil penelitian m enunjukka n bahwa ditem uka n 50 bentuk penolakan da lam film Am erika dan 42 dalam film Inggris.

Penelitia n yang dilakukan ole h Rurut (2013) pada m akalahnya yang berjudul “Pengkajian Pemakaian Bahasa Lisan” juga menggunakan sosiolinguistik sebagai pendekatannya. Penelitian tersebut berfokus pa da apa yang m elatarbelakangi pem akaian suatu ba hasa lisan.

Penelitia n tenta ng basa-ba si yang m enjadi acuan ba gi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Arimi (1998) pada tesisnya yang berjudul “Basa -basi dalam Masyarakat Bahasa Indonesia”. Penelitian tersebut menggambarkan etnografi basa-basi dalam m asyarakat baha sa Indonesia. Penelitian tersebut m enjela skan kebutuhan pe nggunaan basa-ba si, m enguraikan je nis-jenisnya, serta m enunjukkan kekhasannya. Berdasarkan daya tuturnya, basa-basi da pat dibagi m enjadi basa-basi

(8)

m urni dan basa-basi polar. Basa-basi m urni adalah ungkapa n basa -basi yang digunakan secara otom atis se suai denga n gejala peristiwa tutur yang m uncul, m isalnya m engucapkan salam , m enyapa, sela m at da tang, m enanyaka n kabar, dan berpam itan. Basa-basi polar m erupakan wujud basa-basi yang tuturannya berlawanan dengan realitasnya. Dalam linguistik, kepolaran yang dim aksud da pat ditunjukkan dari ke-asim etrisan tuturan. Artinya, orang sering kali harus m em ilih tuturan yang tidak se harusnya untuk m enunjukkan sikap yang lebih sopan, m isa lnya dalam hal ajakan atau penolaka n. Dalam hal ini, berkaitan dengan penelitian ini, penolakan cinta dapat dikategorika n dalam jenis ba sa -basi polar. Hasil pene litian tersebut m enunjukkan ba hwa basa-basi adalah pe nggunaan baha sa yang le ntur da n tipika l. Penggunaan basa-basi adalah untuk m em bina dan atau m em pertahankan hubungan sosial antarpenutur.

Beberapa penelitian di atas m em bahas tentang penolakan. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada kajian penelitia n-penelitia n di atas dengan topik yang dipilih oleh peneliti, yaitu bentuk obje k yang digunaka n dan sasaran objek yang dituju. Pada beberapa penelitian di atas, objek yang digunakan adalah bentuk penolakan terhadap perintah secara um um , dan sasaran objeknya adalah bahasa Jawa, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia, sedangkan pada pene litian ini, objek yang digunakan adalah tutura n penolakan cinta dalam bahasa Indonesia. Oleh karena tidak adanya ke sam aan yang siginifikan pada pene litian terdahulu dengan penelitian ini, pem ilihan tem a tersebut digunakan dalam penelitian ini.

(9)

1.6 K erangka Pendekatan Penelitian

Bahasa m erupakan sistem lam bang bunyi arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu m asyarakat untuk bekerja sam a, berinteraksi, dan m engidentifikasi diri (KBBI, 2014:116). Bahasa m erupakan alat untuk berkom unikasi dan berinteraksi sosial yang penting bagi m anusia, karena sem ua aktivitas yang dikerja kan oleh m anusia selalu m enggunakan bahasa. Sebagai suatu sistem , bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola -pola terte ntu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat yang semuanya tidak dapat dilanggar (Rurut, 2013).

Penelitian ini menggunakan landasan sosiolinguistik sebagai pendekatannya. Penelitian yang dilakukan oleh Rurut (2013) di atas dijadikan sebagai acuan karena menggunakan pendekatan yang sama. Menurut Meyerhoff (2006:1), sosiolinguistik merupakan ranah kajian atau pendekatan yang sangat luas, dan dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai macam cara yang berbeda dalam mempelajari bahasa. Sosiolinguistik mengkaji tentang bagaimana setiap individu penutur menggunakan bahasa, bagaimana setiap manusia menggunakan bahasa yang berbeda di tiap daerah yang berbeda, juga tentang bagaimana masyarakat memutuskan bahasa seperti apa yang berlaku atau digunakan di suatu daerah atau dalam proses edukasi.

Sejalan dengan pendapat M eyerhoff, Halliday (via Sum arsono, 2014:2) m enyebutkan bahwa sosiolinguistik m engka ji pertautan bahasa denga n orang-orang yang m em akai bahasa itu. Holm es (1997:1) kem udian juga m enyebutkan bahwa sosiolinguistik m engkaji hubungan antara bahasa dan sosial. Sosiolinguistik m engkaji

(10)

m engapa m anusia bertutur denga n berbeda -beda dalam konteks sosial yang berbeda-beda pula, serta m engidentifikasi fungsi sosial bahasa da n bagaim ana bahasa digunakan untuk m enyam paikan m akna sosial.

Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku sosial dan perilaku bahasa (Kridalaksana, 2011:225). Bram dan Dickey (via Ohoiwotun, 2007:9) juga menyatakan bahwa sosiolinguistik mengkhususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tenga h m asyarakat. Dalam sosiolinguistik, bahasa dipandang sebagai tingk ah laku sosial yang digunakan dalam kom unikasi (Sum arsono, 2014:19). Pendapat terse but juga sejalan de ngan pendapat W ardhaugh (1986:12), bahwa sosiolinguistik m engkaji hubungan antara bahasa dan sosial dengan tujuan agar m anusia lebih m em aham i dengan ba ik tentang struktur kebaha saan dan bagaim ana bahasa berfungsi dalam kom unikasi.

Sosiolinguistik m engka ji pengaruh antara struktur sosial dan kebahasaan. Beberapa faktor sosial yang berpengaruh bagi struktur sosial tersebut di antaranya seperti kela s sosial penutur, tingkat pendidikan, usia penutur, gender, m edia tutura n, relasi antarpe nutur, dan lain seba gainya. Sebagaim ana yang dije laskan oleh W ardhaugh (1986:11), sosiolinguistik m encari relasi antara struktur sosia l dan struktur keba hasaan dan m engobservasi se gala peruba han yang terjadi. Struktur sosial tersebut dapa t dilihat dari beberapa faktor yang m em engaruhinya seperti kelas sosial dan latar belakang pendidikan, sehingga kebia saan verbal dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor terse but. W ardhaugh juga m em aparkan, untuk m engetahui apakah

(11)

struktur sosial da n struktur keba hasaan saling berelasi, tidak ha nya ditentukan dari struktur sosial yang m enyebabkan adanya struktur bahasa, atau juga sebaliknya. Relasi terse but dapat juga disebabkan ole h adanya faktor ketiga atau faktor la innya, yang dalam hal ini berarti faktor sosial.

1.6.1 Bahasa dan H ubungan Antarpenutur

Terdapat sejum lah ragam atau variasi di dalam sebuah bahasa yang dapat dipilah berdasarkan faktor yang m endasarin ya. Salah satu di antara sejum lah ragam tersebut ada lah sosiolek, yaitu ragam yang pem ilaha nnya berdasarka n atas perbedaan faktor-faktor sosia l seperti usia, jenis kelam in, pendidikan, pekerjaan, kasta, dan sebagainya (Sum arsono, 2014:27). M enurut Nababan (via Sum arsono, 2014:27), terdapat istilah la in ya ng le bih rinci, yaitu fungsiolek. Fungsiolek adala h ragam bahasa yang didasarkan atas perbe daan fungsi ragam .

Salah satu faktor penting yang dapat m em engaruhi ragam tersebut adalah hubungan antara penutur denga n m itra tutur. Hubunga n atau jarak sosial yang berbeda antara keduanya dapat m enciptakan tingka t keform alan tuturan antara penutur dan lawan tutur, kem udian tingkat keform alan terse but m enim bulkan se buah situasi tertentu. Berdasarkan situasinya, m enur ut M artin Joos (via Nababa n, 1993:22) ragam bahasa tersebut dapat dikelom pokkan m enjadi lim a jenis, yaitu 1) ragam baku, 2) ragam resm i, 3) ragam konsultatif, 4) ragam santai, dan 5) ragam akrab.

(12)

Ragam baku adalah ragam bahasa paling resm i yang digunaka n dalam situasisituasi khidm at seperti upacara resm i, penulisan dokum en bersejarah seperti undang -undang, serta dokum en penting lainnya. Ragam resm i atau form al adalah ragam bahasa yang digunakan dalam pidato-pidato resm i, rapat dinas, atau rapat resm i lainnya. Ragam usaha atau konsultatif adalah ragam bahasa yang sesua i dengan bidang tertentu, m isalnya bida ng pendidikan, perusahaa n, bisnis, dan seba gainya, atau ragam yang berada pada tingkat paling operasiona l. Ragam santai adalah ragam bahasa yang diguna kan antartem an dalam perbincangan sehari-hari. Ragam akrab adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam keluarga atau tem an, tidak m em erlukan penggunaan bahasa secara lengkap da n artikulasi yang terang. H al tersebut dise babkan oleh adanya saling pengertian dan pengetahuan sa tu sam a lain. Pada ragam ini biasanya banyak digunakan istila h atau kata -kata khas bagi suatu keluarga atau kelom pok terte ntu.

1.6.2 Bahasa dan M edia

M enurut Thom as dan W areing (2007:7 8— 79), m edia adalah tem pat yang sangat berpotensi untuk m em produksi dan m enyebarluaska n m akna sosia l, atau dengan kata lain, m edia berperan besar dalam m enentukan m akna dari kejadia n yang terjadi di dunia untuk budaya, m asyarakat, atau kelom pok sosial tert e ntu. Dapat dikata kan, m edia kom unikasi adalah sarana atau cara agar sebuah bahasa dapat disam paikan oleh pe nutur dan tersam paikan kepada lawan tutur. M edia kom unikasi

(13)

tersebut sa ngat banyak m acam nya, seperti m edia cetak, m edia elektronik, dan sebagainya.

Pada penelitian ini, penutur m enyam paika n penolakan cinta secara langsung atau tanpa m edia dan dengan m engguna kan m edia elektronik. M edia elektronik yang dim aksud pada pene litian ini ada lah m edia tele pon, m edia te lepon genggam

(handphone) dan m edia kom puter. Berdasarkan inform asi yang diperoleh da lam

penelitian ini, penutur m enyam paikan tuturan penolakannya secara langsung, m elalui SM S (Short Message Service) yang m enunjukkan penggunaan m edia tele pon genggam , m elalui telepon yang m enunjukkan penggunaan m ed ia telepon, serta m elalui jejaring internet yang m enunjukka n penggunaan m edia kom puter.

1.6.3 Bahasa dan G ender

Gender bukanlah sesuatu yang dibawa oleh manusia sejak lahir, dan bukan sesuatu yang dimiliki oleh manusia, melainkan sesuatu yang dilakukan (West dan Zimmerman via McConnel-Ginet dan Eckert, 2003:10). Gender dan jenis kelamin adalah dua hal yang berbeda. Jenis kelamin adalah kategorisasi secara biologis yang berdasarkan pada potensi reproduksi, sedangkan gender adalah perluasan sosial dari jenis kelamin secara biologis (McConnel-Ginet dan Eckert, 2003:10). Oleh karena itu, pembagian dalam jenis kelamin dan gender pun berbeda. Pada jenis kelamin, pembedaannya adalah laki-laki dan perempuan, sedangkan pada gender adalah feminin dan maskulin.

(14)

Perbedaan gender dalam bahasa seringkali hanya menjadi salah satu dari perbedaan kebahasaan yang lebih luas dalam masyarakat yang mencerminkan status sosial atau perbedaan kekuasaan. Jika sebuah komunitas sangat hirarkis dan dalam setiap tingkat dari hirarki, laki-laki lebih kuat daripada perempuan, maka perbedaan linguistik antara tuturan perempuan dan laki-laki dimungkinkan hanya menjadi satu dimensi dari perbedaan yang lebih luas yang mencerminkan hirarki sosial secara keseluruhan (Holmes, 1998:166).

Laki-laki dan perempuan tidak berbicara dalam cara yang sama seperti orang lain dalam komunitas apa pun (Holmes, 1998:164). Pada semua kelompok sosial, perempuan menggunakan bentuk-bentuk yang lebih standar daripada laki-laki. Bentuk-bentuk standar tersebut biasanya berhubungan dengan bentuk yang lebih formal dan interaksinya lebih bersifat pribadi (Holmes, 1998:173).

Dalam beberapa bahasa, aturan bentuk gender menjadi yang utama. Aturan -aturan ini kemudian menandai dan melambangkan pembedaan pada wanita dan pria, dalam hal ini diperluas menjadi gender feminin dan maskulin. Namun, pola yang lebih umum adalah preferensi untuk alternatif linguistik, yang dibuktikan melalui frekuensi penggunaan berbagai variasi bahasa, termasuk di dalamnya adalah suara, kata-kata, atau konstruksi tata bahasa. Dengan demikian, bahasa dinyatakan sebagai hal yang penting dalam menciptakan model budaya feminin dan maskulin. Bahasa kemudian memberikan gambaran tentang status mereka secara tepat dan

(15)

mencerminkan bentuk perilaku serta memperkuat penggunaan budaya yang tertanam pada simbol gender (Bonvillain, 2008:356).

1.6.4 Skala K esopanan Berbahasa

Brown dan Levinson (via W ijana dan Rohm adi, 2011:62) m engidentifikasi em pat strategi da sar dalam m enyam paikan tuturan, yaitu 1) kurang sopan; 2) agak sopan; 3) lebih sopan; 4) paling sopan. Keem pat stra tegi tersebut harus dikaitkan dengan tiga param eter pragm atik, yaitu 1) tingkat jarak sosia l (distance); 2) tingkat status sosia l (power), dan 3) tingka t peringka t tindak tutur (rank). Pertam a, tingkat jarak sosia l banyak ditentuka n berdasarkan param eter perbedaan usia, jenis kelam in, dan latar belaka ng sosiokultura l. Biasanya, sem akin tua um ur sese orang, peringkat kesantunan da lam bertututurnya lebih tinggi. W anita cenderung m em iliki kesantunan lebih tinggi daripada pria. Orang yang m em iliki jabatan tertentu dalam m asyarakat, peringka t kesantunannya lebih tinggi.

Kedua, tingkat status sosia l dida sarkan atas kedudukan ya ng asim etris antara penutur dan la wan tutur dalam suatu konteks tuturan . M isa lnya, di dalam ruang kela s, dosen m em iliki kekuasaan le bih tinggi daripada m ahasiswa, atau di jalan raya, polisi m em iliki kuasa lebih tinggi daripada para pengguna jalan la innya. Ketiga, tingkat peringka t tindak tutur didasarkan ata s keduduka n relatif antartindak tutur. M isalnya, dalam situasi norm al, m em injam m obil ke pada seseorang dapat dipandang tidak sopan. A kan teta pi, dalam situasi yang m ende sak seperti untuk m engantar orang yang

(16)

sedang sakit atau kecelakaan, tinda kan tersebut m enjadi wajar (W ijan a dan Rohm adi, 2011:63).

1.6.5 Basa-Basi

Penelitian ini juga merujuk pada bentuk penolakan cinta yang menggunakan basa-basi. Penelitian yang dilakukan oleh Arimi (1998) digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini karena memberikan gambaran tentang bentuk -bentuk basa-basi yang juga sedikit dipaparkan dalam penelitian ini. Menurut Arimi (1998:171), berdasarkan daya tuturnya, basi dapat dibagi menjadi basi murni dan basa-basi polar. Basa-basa-basi murni merupakan ungkapan basa-basa-basi yang digunakan secara otomatis sesuai dengan gejala peristiwa tutur yang muncul, misalnya mengucapkan salam Selamat pagi, menyapa, mengucapkan Selamat datang, menanyakan kabar, dan berpamitan. Seseorang dapat mengucapkan Selamat pagi karena kenyataannya adalah pagi hari, kemudian mengucapkan Selamat datang karena kenyataannya ada orang yang baru saja datang. Oleh karena itu, tuturan tersebut disebut adalah tuturan yang sesuai dengan realitasnya. Modus basa-basi murni di sini dapat sebagai tegur sapa, sopan santun, atau ramah tamah.

Basa-basi polar merupakan wujud basa-basi yang tuturannya berlawanan dengan realitasnya (Arimi, 1998:172). Dalam wujud struktur batin berbentuk X, sedangkan wujud struktur permukaannya berbentuk Y , dengan kata lain, antara tuturan dan kenyataan tidak memiliki korespondensi. Dalam linguistik, kepolaran

(17)

yang dimaksud dapat ditunjukkan dari ke-asimetrisan tuturan. Artinya, orang sering kali harus memilih tuturan yang tidak seharusnya untuk menunjukkan sikap yang lebih sopan, misalnya dalam hal ajakan atau penolakan. Tuturan dapat dikategorikan sebagai tuturan basa-basi polar atau bukan dapat ditandai dengan perulangan tuturan, baik berupa repetisi, parafrase, atau spontanitas penutur. Pada titik yang menyakinkan, biasanya setelah perulangan yang ketiga, baru dapat dianggap bahwa penutur tidak berbasa-basi (Arimi, 1998:173). Oleh karena itu, penentuannya dilakukan secara pragmatis oleh lawan tutur.

1.7 Data dan M etode

M enurut Sudaryanto (1993:5), terdapat tiga tahapan yang dilewati dalam penelitian, yaitu tahap penyediaan da ta, tahap analisis da ta, dan tahap penya jian hasil analisis data. Peneliti m enerapkan tiga tahap tersebut dalam penelitian ini. M etode penyediaan data pa da penelitian ini awa lnya dilakukan dengan m etode wawancara terhadap lim a orang pem bahan bergender fem inin dan lim a orang pem bahan bergender m askulin. Akan tetapi, m etode wawancara dirasa kurang m enunjang peneliti untuk m em peroleh data. Hal tersebut disebabkan oleh ham pir dari setengah jum lah pem bahan tidak dapat m em berikan jawaban atau data yang m em adai, m alu -m alu untuk -m enjawab, -m enjawab dengan tida k lengkap, tidak -m e-m aha-m i -m aksud pertanyaan pe neliti, dan sebaga inya. O leh karena itu, pe neliti m engubah teknik pengum pulan data dengan m enyebar kuesioner secara langsung terhadap 15 pem bahan bergender fem inin dan 15 pem bahan bergender m askulin. Akan tetapi,

(18)

m etode tersebut juga dirasa m asih m enyulitkan peneliti karena m em erlukan cukup banyak waktu.

Kem udian, peneliti kem bali m engubah teknik pengum pulan da ta de ngan m enyebar kuesioner secara online m elalui akun m edia sosial Facebook, Line, dan

What’s App kepada sejum lah pem baha n bergender fem inin dan bergender m askulin .

M etode tersebut dianggap paling m em adai, efektif, efisien, da n m em bantu peneliti dalam m engum pulkan data. Oleh karena itu, data berupa tuturan penolakan cinta yang digunakan adalah tuturan nonverbal atau teks tuturan.

M elalui m etode tersebut, diperoleh data tuturan sebanya k 342 tuturan yang dianggap valid dan reliabel. Tuturan tersebut terdiri ata s 282 pem bahan bergender fem inin dan 60 pem bahan bergender m askulin. Di bawah ini akan ditunjukkan bagan perbandingan persentase antara pem bahan fem inin dan m askulin.

Tahap berikutnya adalah analisis data yang m engguna kan m etode padan, yaitu m etode analisis yang alat penentunya berada di luar dan tidak m enjadi bagian dari bahasa, dalam penelitian ini ya itu m itra tutur dan faktor-faktor sosial. Data berupa tutura n penolakan cinta diklasifikasikan berdasarkan bentuk -bentuknya, kem udian

(19)

dipaparkan dan dia nalisis faktor-faktor sosial yang m em engaruhinya, serta m enganalisis pola tuturan terhadap hubungan pascapenolakan ya ng berbeda -be da. Tahap terkahir adalah pe nyajian hasil analisis da ta yang dilakukan pengam bilan hasil kesim pulan dan pem berian saran.

1.8 Sistematika Penyajian

Skripsi ini diba gi m enjadi lim a bagia n atau lim a bab. Bagian pertam a adalah Bab I Pendahuluan, yang m eliputi latar bela kang, rum usan m asala h, tujua n penelitia n, ruang lingkup, studi pustaka, landasan teori, data dan m etode, serta sistem atika penyajian. Bagian ke dua adala h Bab II Bentuk-Bentuk Tuturan Penolakan C inta yang terdiri atas bentuk berdasarka n cara penyam paian, bentuk berdasarkan struktur, bentuk berdasarkan situa si, dan bentuk berdasarka n tingkat kesopanan . Bagian ke tiga adalah Bab III Pengaruh Faktor-Faktor Sosial terhadap Tuturan Penola kan Cinta yang terdiri atas penola kan cinta berdasarkan hubungan antarpe nutur, penolakan cinta berdasarkan m edia penyam paian, serta penolakan c inta berdasarkan gender . Bagian keem pat adalah Bab IV Pola Tuturan terhadap Hubungan Pascapenolakan Cinta yang terdiri ata s tuturan penolakan cinta berdam pak hubungan norm al da n tuturan penolaka n cinta berdam pak hubungan berjauhan . Bagian terakhir adala h Bab V Kesim pulan yang diikuti dengan daftar pustaka dan lam pira n.

Referensi

Dokumen terkait