• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bouman Tiroi Situmorang. Technical Section Manager SARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bouman Tiroi Situmorang. Technical Section Manager SARI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneckpenyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

PEmbANgUNAN DAN PENgEmbANgAN

PAbRIK PElEbURAN DAN PEmURNIAN TEmbAgA

PT SmElTINg gRESIK

bouman Tiroi Situmorang

Technical Section Manager

boumant@ptsmelting.com

SARI

PT Smelting merupakan pabrik peleburan tembaga pertama dan satu-satunya di Indonesia. Dimu lai pada 1994 ketika PT Freeport Indonesia mengajak Mitsubishi Material Corporation

(MMC) untuk bekerjasama membangun pabrik peleburan dan pemurnian tembaga di Indone-sia. PT Smelting mulai melakukan konstruksi pabrik tahun 1996, dan membutuhkan waktu 2 tahun untuk menyelesaikannya. Pabrik PT Smelting didesain dengan kapasitas produksi sebesar 200.000 ton katode tembaga per tahun, yang tercapai pada tahun 2001, yaitu 3 tahun setelah pabrik beroperasi. Sebagai pabrik peleburan tembaga independen, pabrik yang tidak memiliki tambang, PT Smelting membeli putus bahan baku berupa konsentrat tembaga dari perusahaan tambang dengan mengacu kepada pasar international. Karena itu, PT Smelting harus beroperasi seefisien dan seefektif mungkin, dengan biaya operasi yang rendah dan menghasilkan produk katode tembaga yang tinggi. Untuk meningkatkan daya saing supaya dapat terus beroperasi, PT Smelting melakukan peningkatan kapasitas produksi secara bertahap. dalam 3 tahap de ngan biaya investasi seminimal mungkin, sehingga pabrik PT Smelting dapat mencapai kapasitas opti-mumnya. Paper ini menjelaskan pembangunan dan peningkatan kapasitas produksi yang dilaku-kan oleh PT Smelting.

Kata kunci : PT Smelting, peleburan, pemurnian, tembaga

1. PENDAhUlUAN

PT Freeport Indonesia dalam perpanjangan kontrak karya keduanya, diharuskan memba-ngun pabrik peleburan dan pemurnian tembaga di Indonesia. Karena itu, pada tahun 1994 PT Freeport Indonesia mengajak Mitsubishi Ma­

terial Corporation (MMC) untuk bekerja sama membangun pabrik peleburan dan pemurnian tembaga di Indonesia. Pada Februari 1996, PT Smelting (PTS) didirikan sebagai pabrik peleburan dan pemurnian tembaga pertama dan satu-satunya di Indonesia sampai saat ini de ngan investasi awal sekitar US $ 500 juta untuk biaya konstruksi langsung. Pemegang

saham PT Smelting adalah Mitsubishi Materi­

al Corporation (60,5%), PT Freeport Indonesia (25%), Mitsubishi Corporation Rtm Japan Ltd

(9,5%), dan JX Nippon Mining dan Metal Cor-poration Ltd (5%). Pabrik ini terletak di Gresik, Jawa Timur, dekat kota terbesar kedua di Indo-nesia, Surabaya.

Pembangunan pabrik dimulai pada Juli 1996 dan selesai tahap konstruksi pada Agustus 1998. Pabrik memulai tahap uji coba pro-duksi pada Desember 1998 dan melakukan awal produksi komersial Mei 1999. PT Smelt-ing awalnya dirancang untuk menghasilkan 200.000 ton katode tembaga LME Grade A per

(2)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi 2. PEmbElIAN KoNSENTRAT TEmbAgA PT Smelting merupakan pabrik peleburan in-dependen (custom smelter) yang berdiri sendiri dan tidak memiliki tambang tembaga sehingga PT Smelting membeli bahan baku konsentrat tembaga dari perusahaan tambang tembaga. Praktik bisnis yang umum dan pembagian nilai logam dalam industri tembaga global sangat unik (hanya ada pada logam tembaga, seng, timbal dan lumpur anode) dan berbeda dengan pembagian nilai logam pada industri besi/baja, nikel, alumium dan lainnya. Ketika konsentrat tembaga dijual oleh perusahaan tambang ke-pada pabrik peleburan (smelter), pabrik pele-buran membayar seharga 100% harga logam tembaga, emas dan perak yang terkandung di dalam konsentrat, yang kemudian nilainya di-kurangi dengan kemampuan untuk mengam-bil logam dari konsentrat tembaga (recovery

ratio) dan biaya mengolah dan memurnikan pada proses peleburan dan pemurnian (TC/ RC). Contoh penetapan harga jual konsentrat tembaga dari perusahaan tambang ke pabrik peleburan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penetapan harga jual konsentrat tembaga

Sebagai contoh pada tahun 2014 pembagian nilai logam antara perusahaan tambang tem-baga de ngan pabrik peleburan temtem-baga dapat dilihat pada Tabel 2.

tahun dari pengolahan bahan baku konsentrat tembaga sebesar 660.000 ton per tahun, yang dihasilkan terutama dari tambang Grasberg di Papua. Produk utama katode tembaga dijual dengan prioritas utama memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan sisanya diekspor ke pasar Asia. Produk samping yakni asam sulfat, terak tembaga dan gipsum dijual ke pa sar da-lam negeri. Sedangkan produk samping tem-baga telurida dan lumpur anode dieskpor ke pasar internasional.

Proses Mitsubishi telah dipilih sebagai pro-ses di unit peleburan. Propro-ses ini merupakan proses yang kontinu yang memiliki teknologi tinggi untuk melebur dan mengkonversi tem-baga sehingga menghasilkan produk langsung tembaga blister dari proses pengumpanan konsentrat tembaga. Dengan demikian biaya operasi yang dikeluarkan menjadi efisien dan merupakan proses yang ramah lingkungan. Terhadap tembaga blister ini kemudian dilaku-kan proses fire refining pada tanur anode un-tuk mengurangi kandung an sulfur dan oksigen di dalamnya. Setelah itu dicetak dengan meng-gunakan continuous Hazelett Twin Belt Caster

dan dipotong-potong menjadi potong a n yang disebut anode tembaga dengan berat sekitar 400 kg dengan kemurnian 99.4% tembaga. Anode tembaga ini kemudian dibawa ke pabrik pemurnian untuk dimurnikan de ngan menggu-nakan proses elektrolisis menggumenggu-nakan tek-nologi ISA, yang menggunakan pelat stainless

steel permanen sebagai kutub katode. Hasil akhir dari proses pemurnian ini adalah katode tembaga dengan kemurnian mencapai 99,99% tembaga. Produk ini terdaf tar di LME Grade A pada tahun 2001 dengan nama dagang “Gresik Copper Cathode”, dan te lah diakui mempunyai kuali tas tembaga terbaik.

Teknologi penyerapan ganda dari Lurgi- Mitsubishi digunakan di pabrik asam sulfat untuk mengubah gas SO2 dari pabrik pelebur-an menjadi produk samping asam sulfat cair 98,5% yang dapat dijual ke pabrik pupuk yang terletak di sebelah pabrik PT Smelting.

Tembaga Emas Perak

Harga Logam

Harga Pasar pada London Metal Exchange (LME)

Harga Pasar pada London Bullion Market (LBM) ▲Kontraktual TC/RC (Treatment Charge / Refining Charge) (Pengurangan dari Harga Logam)

Ditentukan berdasarkan pasar konsentrat tembaga international (Supply & Demand Konsentrat Dunia)

(3)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneckpenyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

3. PENgEmbANgAN PAbRIK

Kapasitas desain awal pabrik sebesar 200.000 ton katode tembaga per tahun dapat dicapai pada tahun 2001. Kapasitas pabrik peleburan (smelter) dan pabrik pemurnian (refinery) telah meningkat secara bertahap melalui modifika -si-modifikasi kecil dari fasilitas-fasilitas pabrik dan beberapa pengembangan dan perbaikan pada kontrol operasi. Untuk meningkatkan efi siensi pabrik dan dapat menghasilkan pro -duk katode tembaga dalam jumlah besar, PT Smelting melakukan peningkatan kapasitas produksi dengan investasi yang minim dalam beberapa tahap, seperti diuraikan berikut ini. a. Peningkatan Kapasitas Produksi

Tahap I

Setelah tiga tahun pabrik dapat beroperasi de-ngan baik, kapasitas desain pabrik telah terca-pai dan telah dapat diidentifikasi permasalahan utama yang terjadi untuk proyek peningkatkan kapasitas produksi. PT Smelting melakukan per baikan dan modifikasi pada peralatan-per -alatan yang menjadi hambatan dalam pening-katan kapasitas produksi sehingga kapasitas produksi dapat meningkat secara efektif de-ngan biaya investasi yang sangat kecil. Dari 2002 hingga 2004, kapasitas produksi pabrik peleburan lebih besar dari pabrik pemurnian, sehingga kelebihan produksi dari pabrik pele-buran, dijual sebagai tembaga anode.

Ekspansi pabrik pertama kali dimulai pada awal Mei 2003 dengan meningkatkan kapa-Dari Tabel 2 dapat terlihat pada tahun 2014,

perusahaan tambang mendapatkan nilai se-besar 91,5% dari harga logam tembaga, pada tembaga yang terkandung di dalam konsen-trat tembaga, 99,6% dari harga logam emas, pada emas yang terkandung di dalam kon-sentrat tembaga dan 97,6% dari harga logam perak, pada perak yang terkandung di dalam konsentrat tembaga. Sementara pabrik pele-buran hanya mendapatkan nilai sebesar 8,5% dari nilai logam tembaga, 0,4% dari nilai log-am emas dan 2,4% dari nilai loglog-am pe rak. Pendapatan yang diterima pabrik peleburan ini digunakan sebagai biaya melebur dan memurnikan konsentrat tembaga menjadi log-am tembaga murni.

Pabrik peleburan tembaga bisa mendapatkan keuntungan apabila biaya yang dikeluarkan untuk melebur dan memurnikan konsentrat tembaga menjadi logam tembaga lebih kecil dari nilai TC/RC yang didapatkan oleh pabrik peleburan tembaga saat membeli konsentrat tembaga. Hal itu berarti pabrik peleburan ha-rus efisien (biaya operasi yang rendah) serta dapat mengolah dan memurnikan konsentrat tembaga sebanyak mungkin (pabrik dapat beroperasi dengan stabil) sehingga meng-hasilkan produk katode tembaga yang tinggi. Pembagian nilai logam antara perusahaan tambang tembaga dan pabrik peleburan tem-baga menunjukkan bahwa margin yang di-miliki oleh pabrik peleburan tembaga sangat rendah apabila dibanding kan dengan perusa-haan tambang tembaga.

Tembaga

Emas

Perak

2014 Harga

rata-rata 312.0 cent /lb 1,266 $/toz 19.08$/toz

2014 Tipikal TC/RC = Pendapatan Smelter 26.6 cent /lb [8.5%] 5 $/toz [ 0.4%] 0.45 $/toz [ 2.4% ] Balance = Pendapatan Tambang Tembaga 285.4 cent /lb [91.5%] 1,261 $/toz [ 99.6%] 18.63 $/toz [97.6%]

(4)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi tetapi dalam perencanaan ekspansi pertama itu kapasitas smelter dianggap tidak cukup unt uk mengisinya.

b. Peningkatan Kapasitas Produksi Tahap II

Pada tahun 2006 PT Smelting melakukan pe-ningkatan kapasitas produksi tahap kedua. Pada peningkatan kapasitas produksi tahap kedua ini dilakukan dengan cara mengisi ru-ang kosong di pabrik pemurnian, menambah 36 cell dan memasang rectifier kecil tambahan sehingga dapat meningkatkan produksi katode tembaga sebesar 15.000 ton per tahun. Layout

pabrik pemurnian setelah peningkatan kapasi-tas produksi tahap II dapat dilihat pada Gam-sitas produksi pabrik pemurnian dari 220.000

ton katode tembaga per tahun pada saat itu menjadi 255.000 ton sehingga kapasitas pabrik pemurnian dapat menyerap semua kelebihan produksi yang dihasilkan pabrik peleburan. Peningkatan kapasitas produksi ini juga se-jalan dengan meningkatnya permintaan tem-baga di pasar domestik dan Asia. Perluasan pabrik tahap pertama ini dilakukan dengan cara menambah sejumlah commercial cell di pabrik pemurnian sehingga dapat memanfaat-kan kelebihan kapasitas rectifier. Pekerjaan konstruksi perluasan pabrik tahap pertama ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Tata letak commercial cell di pabrik pemurnian ditunjukkan pada Gambar 2. Pada ekspansi pertama ini, bangunan pabrik pemurnian diper-panjang, sehingga cukup untuk menambah 3

section atau lebih, Penambahan 3 section

(section 19, 20 dan 21) dengan penambahan 108 comercial cell dari awalnya 654 cell, jumlah commercial cell di pabrik pemurnian meningkat menjadi 762 cell. Hal itu dapat meningkatkan kapasitas produksi katode tembaga sebesar 35.000 ton katode tembaga per tahun. De-ngan adanya penambahan 108 cell ini kapa-sitas pabrik pemurnian akan dapat menyerap semua produksi anode tembaga dari pabrik peleburan, sehingga anode tembaga ini akan dimurnikan semuanya di pabrik pemurnian. Perluasan pabrik pemurnian ini masih menyi-sakan ruang kosong untuk satu bagian lagi,

gambar 1. Pekerjaan konstruksi perluasan pabrik pemurnian

Tot al 798cells

1. Sect ion1 6. Sect ion6 11. Sect ion12 16. Sect ion17 2. Sect ion2 7. Sect ion7 12. Sect ion13 17. Sect ion18,22B 3. Sect ion3 8. Sect ion8 13. Sect ion14 18. Sect ion19 4. Sect ion4 9. Sect ion9,10 14. Sect ion15 19. Sect ion20 5. Sect ion5 10. Sect ion11 15. Sect ion16 20. Sect ion 21

Tot al Cropping Group 20

Section1 38Cells Section2 38Cells Section3 38Cells Section4 38Cells Section5 38Cells Section6 38Cells Section7 38Cells Section8 38Cells Section11 38Cell Section12 38Cells Section13 38Cells Section14 38Cells Section15 36Cells Section16 36Cells Section17 36Cells Section18 36Cells Section9,10

54Cells Section1936Cells

Handling Machine Area Section20 36Cells Section21 36 Cells Prim ary Lib 8c ells Sec ond ary Lib 8cells Ter tia ry Li b 16c ells

Rect ifier A&B 36.5kA Sect ion1~21

(5)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneckpenyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi pengumpanan konsentrat ke furnace dan sistem slag granulasi akan dimodifikasi seba -gian. Modifikasi yang dilakukan pada dasarnya hanya dengan meningkatkan kecepatan setiap peralatan kecuali untuk peralatan C furnace feeding vibrating sceen. Untuk meningkatkan kapasitas sistem pengumpanan pneumatik ke dalam S dan C furnace, dilakukan dengan me-masang tambahan 1 kompresor udara pneu-matik dengan kapasitas yang sama seperti sebelumnya.

Setelah peningkatan kapasitas produksi yang pertama, laju pengumpanan konsentrat di smelter sering turun karena konsentrasi SO2 dalam emisi gas mendekati batas standar emisi gas buang yang ditetapkan pemerintah, yang disebabkan oleh beban SO2 yang tinggi ke pabrik asam sulfat. Hal itu berarti kapasitas pabrik asam sulfat untuk menyerap gas SO2 sudah tidak cukup untuk meningkatkan kapa-sitas produksi lebih lanjut. Untuk mengatasi masalah ini, PT Smelting memasang peralatan baru scrubbing plant di pabrik asam sulfat un-tuk mengolah gas buang yang dihasilkan. Ini bar 3. Jumlah cell meningkat dari 762 menjadi

798 cell dan jumlah bagian menjadi 22 bagian. Produksi katode tembaga aktual pada tahun 2007 mencapai 277.000 ton katode tembaga, lebih besar dari kapasitas produksi setelah eks pansi tahap kedua sebesar 270,000 ton katode tembaga per tahun berdasarkan kera-patan arus 312 A / m2. Fasilitas dan peralatan yang ada di pabrik pemurnian seperti recti fier, anode charging facility, fasilitas pengolah-an slime, sistem pemurnian elektrolit dan se-bagainya tidak memerlukan modifikasi.

Modifikasi fasilitas di smelter untuk meningkat-kan laju pengumpanan konsentrat (termasuk

revert) sebesar 5% dari 118 T/ jam menjadi 124 T / jam dapat diminimalkan. Jumlah total blow­

ing untuk setiap furnace dapat dijaga pada kondisi sekarang dengan cara meningkatkan kandungan oksigen di dalam udara blowing 2 sampai 3%, menjadi sekitar 65% O2 untuk S

furnace dan 37% O2 untuk C-furnace. Dengan kondisi tersebut, peralatan pada penanganan gas buang tidak perlu dimodifikasi untuk eks-pansi ini. Beberapa peralatan pada sistem

Total 798cells

1. Section1 6. Section6 11. Section12 16. Section17

2. Section2 7. Section7 12. Section13 17. Section18,22B

3. Section3 8. Section8 13. Section14 18. Section19

4. Section4 9. Section 9,10 14. Section15 19. Section20

5. Section5 10. Section11 15. Section16 20. Section21,22A

Section1 38Cells Section2 38Cells Section3 38Cells Section4 38Cells Section5 38Cells Section6 38Cells Section7 38Cells Section8 38Cells Section11 38Cell Section12 38Cells Section13 38Cells Section14 38Cells Section15 36Cells Section16 36Cells Section17 36Cells Section18 36Cells Section9,10 54Cells Section19 36Cells Section22A 18Cell (2nd Handling Machine Area Section22B 18Cell (2nd Section20 36Cells Section21 36Cell 8c ells Sec ond ar y Lib 8c ells Te rt iar y L ib 16c el ls Rectifier A&B 36.5kA Section1~20 Rectifier C 45kA Section21,22

(6)

42

M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015 M&E, Vol.13, No. 3, September 2015

9

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi pabrik asam sulfat dan pabrik pemurnian. c. Peningkatan Kapasitas Produksi

Tahap III

Kapasitas produksi setelah peningkatan pro-duksi tahap kedua dihitung berdasarkan opera-si di pabrik pemurnian menggunakan current density (rapat arus) sebesar 312 A / m2. Se-mentara banyak pabrik pemurnian lainnya di dunia yang menggunakan proses ISA sudah dioperasikan dengan kerapatan arus yang le-bih tinggi sekitar 330-350 A / m2.

Pada tahun 2009 PT. Smelting melakukan pe-ningkatan kapasitas produksi tahap III dengan cara meningkatkan rapat arus pada operasi pabrik pemurnian menjadi 312-330 A/m2. Kon-sekuensinya waktu tanam anode akan beru-bah dari 20 menjadi 19 hari (7 hari untuk tanam pertama dan 12 hari untuk tanam kedua), dan untuk itu berat anode harus disesuaikan dari 394 menjadi 400 kg. Modifikasi yang dilaku -kan untuk meningkat-kan berat anode adalah dengan cara menambah panjang anode seki-tar 9 mm dan menjaga ketebalan anode sama se perti kondisi saat ini sebesar 47 mm. Jarak anta ra permukaan anode dan katode dalam cell sebesar 26,5 mm sama dengan kondisi se-merupakan proses desulfurizing sederhana

dan efisien, proses pemulihan asam encer dengan menggunakan katalis CASOX, yang dikembangkan dan dirancang oleh Chiyoda Co, Ltd.

Skematik diagram dari scrubbing plant ditun-jukkan pada Gambar 4. Gas buang dari pabrik asam sulfat dialirkan melalui tahap pembasa-han (humidifikasi) dan absorpsi tower dengan katalis, SO2 dalam gas akan teroksidasi men-jadi gas SO3, diserap ke dalam air dan diubah menjadi asam sulfat. Bahan baku yang diper-lukan hanyalah air dan produk yang dihasilkan adalah asam sulfat encer, yang dikirim kembali ke pabrik asam sulfat untuk membuat produk asam sulfat. Proses dan peralatan yang digu-nakan sangat sederhana serta mudah dikon-trol, dan investasi yang diperlukan untuk per-alatan ini sangat minimum.

Teknologi inti dari proses ini adalah katalis baru yang dikembangkan oleh Chiyoda dan telah digunakan di pabrik desulfurizing minyak di Jepang. PT Smelting telah mengkonfirmasi kinerja peralatan ini. Total investasi pada pe-ningkatan kapasitas produksi tahap II ini seki-tar 8 juta US $, terutama digunakan untuk modifikasi dan pemasangan peralatan baru di

.

Setelah peningkatan kapasitas produksi yang pertama, laju pengumpanan konsentrat di smelter

sering turun karena konsentrasi SO2dalam emisi gas mendekati batas standar emisi gas buang yang

ditetapkan pemerintah, yang disebabkan oleh beban SO2yang tinggi ke pabrik asam sulfat. Hal itu

berarti kapasitas pabrik asam sulfat untuk menyerap gas SO2 sudah tidak cukup untuk meningkatkan

kapasitas produksi lebih lanjut. Untuk mengatasi masalah ini, PT Smelting memasang peralatan baru

scrubbing plant di pabrik asam sulfat untuk mengolah gas buang yang dihasilkan. Ini merupakan proses desulfurizing sederhana dan efisien, proses pemulihan asam encer dengan menggunakan katalis CASOX, yang dikembangkan dan dirancang oleh Chiyoda Co, Ltd.

Skematik diagram dari scrubbing plant ditunjukkan pada Gambar 4. Gas buang dari pabrik asam sulfat dialirkan melalui tahap pembasahan (humidifikasi) dan absorpsi tower dengan katalis, SO2

dalam gas akan teroksidasi menjadi gas SO3, diserap ke dalam air dan diubah menjadi asam sulfat.

Bahan baku yang diperlukan hanyalah air dan produk yang dihasilkan adalah asam sulfat encer, yang dikirim kembali ke pabrik asam sulfat untuk membuat produk asam sulfat. Proses dan peralatan yang digunakan sangat sederhana serta mudah dikontrol, da n investasi yang diperlukan untuk peralatan ini sangat minimum.

Teknologi inti dari proses ini adalah katalis baru yang dikembangkan oleh Chiyoda dan telah digunakan di pabrik desulfurizing minyak di Jepang. PT Smelting telah mengkonfirmasi kinerja peralatan ini. Total investasi pada peningkatan kapasitas produksi tahap II ini sekitar 8 juta US $, terutama digunakan untuk modifikasi dan pemasangan peralatan baru di pabrik asam sulfat dan pabrik pemurnian.

Gambar 4 Diagram alir CASOX Scrubbing Plant

c. Peningkatan Kapasitas Produksi Tahap III

Sulfuric Acid Process Water Absorbing Tower Cooling

Tower ExchangerHeat Fan

85m

Catalyst

Acid Plant

(7)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneckpenyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi meskipun kandungan oksigen di dalam udara

blowing akan dinaikkan lagi.

Di pabrik asam sulfat dengan adanya CASOX

scrubbing plant yang dipasang pada pening-katan kapasitas produksi tahap II sudah memi-liki kapasitas yang cukup untuk mengolah gas sehingga modifikasi tidak diperlukan lagi. Setelah selesai peningkatan kapasitas produk-si tahap III, PT Smelting memiliki kapaproduk-sitas ter-pasang 300.000 ton katode tembaga per tahun, yang sudah merupakan kapasitas optimum untuk 1 jalur produksi pabrik peleburan temba-ga yang menggunakan teknologi kontinu Mit-subishi. Saat ini kandungan tembaga di dalam konsentrat seperti ditunjukkan dalam Gambar 5 menunjukkan tren yang menurun dari sekitar 30-31% pada awal pabrik beroperasi menja-di sekitar 21-25% saat ini, hal ini merupakan salah satu faktor yang menurunkan kapasitas produksi katode tembaga sehingga sampai saat ini PT Smelting belum pernah mencapai produksi katode tembaga sebesar 300.000 ton katode tembaga. Untuk meningkatkan pro-duksi katode tembaga akibat penurunan kan-dungan tembaga dalam konsentrat tembaga, PT Smelting mengolah skrap-skrap tembaga. Gambar 6 menunjukkan konsentrat dan skrap karang. Operasi percobaan pada cell komersial

dengan menggunakan rapat arus yang lebih tinggi telah berhasil dilakukan selama setahun dan tidak ada masalah besar yang ditemukan. Dengan demikian, pabrik pemurnian memiliki potensi yang cukup untuk mencapai kapasitas produksi besar, meningkat hingga lebih dari 300.000 ton per tahun.

Dengan meningkatnya kapasitas produksi di pabrik pemurnian menjadi 300.000 ton, laju pengumpanan konsentrat di smelter juga ha-rus ditingkatkan menjadi 136 ton per jam, pe-ningkatan sebesar 10% jika dibandingkan ka pasitas produksi hasil peningkatan tahap kedua, yang sebesar 124 ton per jam. Dalam kasus ini, Mitsubishi Furnace, S-furnace dia-me ter 10m dan C-furnace diameter 9 m, tidak perlu dimodifikasi. Akan tetapi fasilitas terkait lainnya seperti sistem pengumpanan konsen-trat S dan C furnace termasuk di dalamnya proses pengeringan, screening dan sistem pengumpanan pneumatik, sistem slag granula­

tion perlu dilakukan modifikasi sebagian atau -pun dengan menambah fasilitas baru sehing-ga kapasitasnya menjadi lebih besar. Sistem penanganan gas buang termasuk boiler dan electrostatic precipitator, tidak perlu dilakukan modifikasi karena jumlah blowing dijaga tetap,

30.27 30.85 30.75 30.36 30.58 28.40 30.41 27.20 28.30 26.91 28.47 24.79 24.47 21.45 21.77 25.62 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00 32.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ka ndung an Tem ba ga di Ko nse ntr at

gambar 5. Kandungan tembaga dalam konsentrat

(8)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi kapa sitas produksi awal sebesar 200.000 ton katode tembaga per tahun, untuk mengolah konsentrat tembaga yang dihasilkan perusa-haan tambang tembaga di Indonesia. Sebagai perusahaan peleburan independen PT Smelt-ing membeli putus bahan baku konsentrat tem-baga dari perusahaan tambang dengan men-gacu kepada pasar international.

Kapasitas produksi awal pabrik tercapai di ta-hun 2001, 3 tata-hun setelah pabrik beroperasi. Se telah itu agar PT Smelting dapat kompeti-tif dan bersaing dengan perusahaan pelebur-an tem baga lain di dunia, secara bertahap PT Smelting melakukan peningkatan produk-tembaga yang diolah oleh PT Smelting. Sejak

tahun 2005 ketika kandungan tembaga dalam konsentrat mulai menurun PT Smelting mulai mengolah skrap-skrap tembaga. Hasil produk-si katode tembaga PT Smelting ditunjukkan dalam Gambar 7. Produksi tertinggi katode tembaga dicapai pada tahun 2009 dengan pro-duksi 288.000 ton katode tembaga.

4. KESImPUlAN

PT Smelting merupakan pabrik peleburan tem-baga pertama dan satu-satunya di Indone-sia yang dibangun mulai tahun 1996 dengan

102 164 214 193 223 214 263 198 277 254 288 277 257 207 215 232 0 50 100 150 200 250 300 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Pro duc tio n ( K t on/ Y) cathode 453 625 703 728 810 783 904 698 1,018 969 1,060 1,029 1,015 868 942 921 0 0 0 0 0 0 5 3 4 13 7 17 17 23 17 13 -5 10 15 20 25 -200 400 600 800 1,000 1,200 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Scr ap Tem bag a Produc tion (K ton/ Y)

Conc. Sec. Scrap

gambar 6. Konsentrat dan sekrap tembaga yang diolah

gambar 7. Produksi katode tembaga

Produksi (Ribu T on per T ahun) Produksi (Ribu T on per T ahun)

(9)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneckpenyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

DAFTAR PUSTAKA

Handogo, Budi Priyo dan Bouman T Situmo-rang, 2008. PT Smelting, Production Per-formance and Plant Expansion Milestone, Indonesian Process Metallurgy Conference, ITB Bandung

Hideya Sato, Djoko S. Adji, Antonius Prayoga, Bouman Tiroi S, 2010. Gresik Operation: Past Present and Future , Proceeding Cop-per 2010 vol 3 Pyrometallurgy II p. 1143, Hamburg, Germany.

si dalam 3 tahap dengan investasi seminimal mung kin.

Tahap I dimulai tahun 2003 untuk meningkat-kan kapasitas produksi dengan memperluas pabrik pemurnian dan menambah 108 cell elekrolisis di pabrik pemurnian. Kapasitas pabrik meningkat menjadi 255.00 ton katode tembaga per tahun.

Pada tahun 2006, Tahap II dimulai dengan menambah kembali 36 cell elektrolisis dan menambah rectifier baru di pabrik pemurni-an, serta memasang CASOX scrubbing plant

di pabrik asam sulfat. Kapasitas produksi meningkat menjadi 270.000 ton katode temba-ga per tahun.

Pada tahun 2009, peningkatan kapasitas pro-duksi Tahap III dilakukan dengan cara me-naikkan rapat arus operasi di pabrik pemur-nian dari sebelumnya 312 A/m2 menjadi 330 A/m2. Kapa sitas produksi meningkat menjadi 300.000 ton katode tembaga per tahun.

Kapasitas produksi 300.000 ton katode temba-ga merupakan kapasitas optimum dari pabrik PT Smelting yang mempunyai 1 jalur produk-si dengan teknologi Proses Mitsubiproduk-sihi. Akan tetapi hingga saat ini PT Smelting belum bisa mencapai produksi 300.000 ton katode tem-baga terutama karena kandungan temtem-baga dalam konsentrat menurun, dari 30-31% pada awal pabrik beroperasi menjadi sekitar 21-25% saat ini. Untuk mengimbangi turunnya produk-si katode tembaga akibat menurunnya kan-dungan tembaga dalam konsentrat, PT Smelt-ing mengolah sekrap-sekrap tembaga sebagai bahan baku tambahan.

Gambar

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
Tabel 2. Pembagian harga logam antara perusahaan tambang tembaga dan peleburan tembaga
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pati terbagi menjadi dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dengan struktur makromolekul linier yang dengan iodium

itu, namun Nabi Musa enggan meminumnya. Lantas Nabi Musa berkata; bahwa ia tidak akan berobat, sehingga ia merasakan rasa sakit dari Allah tanpa berobat. Biar Allah saja yang

Faktor profesi, menunjukkan bahwa persepsi akuntansi selalu dibutuhkan dalam bisnis merupakan faktor utama para responden memilih jurusan akuntansi, serta terdapat

Program sertifikasi diberlakukan kepada guru yang memiliki masa kerja minimal 5 tahun dengan usia maksimal 50 tahun (Pendidikan, 2013). Sertifikasi merupakan bentuk penghargaan

Setelah berlangsungnya kegiatan ini rencana yang akan disusun kedepan adalah melaksanakan kegiatan serupa rutin diadakan setiap tahun dengan perbaikan dari evaluasi

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi siswa SMA N 1 Parigi Pangandaran terhadap

Penekanannya : SDM yang diharapkan adalah yang memiliki kualitas atau mutu yang baik, yang dapat memberi contoh (teladan) yang menjadi modal dasar untuk menjadi

Berdasarkan analisis makna dalam lirik lagu Ebiet G Ade di atas sesuai dapat dikemukakan bahwa di dalam lirik lagu Ebiet G Ade sarat akan makna yang sangat universal yakni makna