• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdarahan Uterus Disfungsional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perdarahan Uterus Disfungsional"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Pendahuluan

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) merupakan perdarahan uterus yang tidak teratur yang terjadi tanpa adanya kelainan organ pelvis atau penyakit medis lain. Merupakan gangguan pola siklus normal akibat rangsangan hormon ovulasi pada lapisan endometrium. Perdarahan yang terjadi bervariasi, dapat ringan atau berat, memanjang, sering, ataupun tidak beraturan. Kebanyakan kasus PUD berhubungan dengan perdarahan anovulatorik dimana kadar Estrogen dan progesteron pada uterus terganggu yang menyebabkan PUD. Namun wanita dengan siklus ovulatorik juga dapat terkena PUD.

Karena kebanyakan kasus berhubungan dengan siklus haid anovulatorik, maka anak remaja dan wanita perimenopause lebih sering terkena. Sebenarnya angka kejadian PUD cukup tinggi mengingat terjadi hampir pada semua wanita. Tetapi karena sebagian PUD pulih sendiri tanpa pengobatan, maka yang tercatat hanyalah PUD berat yang menyebabkan kondisi gawat darurat. Disamping itu masih terdapat keengganan pada wanita perimenars untuk menjalani pemeriksaan.

Pada beberapa kasus PUD dengan perdarahan haid yang banyak atau berulang sering menyebabkan keadaan yang mencemaskan atau bahkan muncul sebagai keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan khusus. Disamping itu, yang perlu mendapat perhatian adalah adanya rangsangan estrogen yang terus menerus pada susunan endometrium meningkatkan risiko terjadinya kejadian hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium.

Penanganan PUD tergantung pada jumlah dan lamanya perdarahan, usia pasien, dan jika pasien dalam usaha menginginkan kehamilan. Belum ada cara tunggal yang berlaku untuk beragam keadaan. Pengobatan secara hormonal menjadi salah satu pilihan yang menarik untuk diperkenalkan secara lebih luas. Pada dasarnya, semua kasus memerlukan evaluasi dan penanganan dengan menggunakan pendekatan secara menyeluruh.

(2)

Bab II

Tinjauan Pustaka

I. Definisi

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang terjadi semata-mata hanya karena gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium, tidak disebabkan oleh kelainan organik genetalia, pengaruh obat-obatan, atau penyakit medis lainnya.

II. Insiden

Kasus PUD merupakan 10% dari kunjungan poliklinis ginekologik. Sekitar 20% terjadi pada kelompok usia remaja, 50% berusia 40-50 tahun dan sisanya berada pada usia reproduksi.

III. Fisiologi Menstruasi

Perdarahan haid adalah darah yang keluar dari uterus perempuan sehat, terjadi secara ritmis mengikuti suatu siklus haid yang normalnya satu siklus berkisar 25-31 hari sekali, lamanya 3-6 hari, warnanya kecoklatan, ganti pembalut 2-5 pembalut per hari, dan terjadi akibat penurunan kadar progesteron, yaitu pada suatu siklus haid yang berovulasi

Siklus haid dipengaruhi berbagai hormon. Hormon pelepas gonadotropin atau GnRH memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon FSH. FSH memicu pematangan folikel di ovarium, sehingga terjadi sintesis estrogen dalam jumlah besar. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel endometrium, yang dikenal dengan fase proliferasi, atau fase folikuler. Estrogen yang tinggi ini memberi tanda kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH. Pengeluaran LH ini menyebabkan terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk sekretorik pada endometrium, yang dikenal juga dengan fase sekresi, atau fase

(3)

luteal. Fase sekresi biasanya selalu tetap, yaitu 14 hari, sedangkan fase proliferasi dapat berlangsung 7 hingga 21 hari.

Gambar : Hubungan antara hipotalamus-hipofisis-ovarium dan endometrium pada siklus haid normal

(4)

IV. Patofisiologi

Selama siklus menstruasi normal, produksi progesteron pada dua minggu terakhir dari siklus adalah untuk menyeimbangkan efek regenerasi dari estrogen, menghentikan pertumbuhan endometrium selanjutnya. Pada anovulasi, kadar estrogen tidak menurun, dan progesteron tidak disekresi untuk menyeimbangkan efek estrogen. Pertumbuhan endometrium tidak berhenti dan jaringan endometrium semakin bertumpuk dan tebal, sebagai akibatnya terjadi perdarahan abnormal yang banyak. Juga, tanpa progesteron, endometrium kekurangan jaringan penunjang dan mengelupas secara tidak teratur, menyebabkan perdarahan banyak dan atau periode yang tidak teratur.

Pasien dengan PUD kehilangan rangsangan siklus endometrium yang terjadi pada siklus ovulatorik. Sebagai akibatnya pasien ini memiliki kadar estrogen non siklus yang konstan yang merangsang pertumbuhan endometrium. Proliferasi tanpa menumpahkan darah secara periodik menyebabkan endometrium menyuplai darah yang lebih banyak. Jaringan menjadi runtuh dan mengelupas dari uterus. Selanjutnya penyembuhan endometrium tidak teratur dan tidak serempak. Rangsangan kronis dari kadar estrogen yang rendah akan menyebabkan PUD yang ringan dan jarang. Rangsangan kronis dari kadar estrogen yang tinggi akan menyebabkan episode perdarahan yang lebih berat dan sering.

Secara fisiologis, ada tiga kategori utama bentuk perdarahan uterus disfungsional yaitu :

1. perdarahan sinambung estrogen (estrogen withdrawal bleeding) ; terjadi akibat pengaruh rangsangan estrogen terhadap endometrium untuk berproliferasi dalam bentuk yang tidak teratur sehingga ketebalan endometrium menjadi tidak teratur sedangkan kadar yang rendah dari progesteron mengakibatkan tidak adanya struktur penopang serta tidak berfungsinya platelet dan tidak terjadi vasokontriksi sehingga dapat terjadi perdarahan banyak.

2. perdarahan lucut estrogen (estrogen breakthrough bleeding); terjadi akibat penurunan kadar estrogen secara tiba-tiba seperti pada pasca operasi oovorektomi bilateral, penghentian terapi hormonal pengganti.

(5)

3. perdarahan lucut progesteron (progestin breakthrough bleeding); serupa dengan penggunaan KB hormonal yang menggunakan progesteron saja. Endometrium menjadi atrofik dan ulserasi sehingga terjadi perdarahan yang tidak teratur.

V. Etiologi

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus haid yang ovulatorik, anovulatorik maupun pada keadaan dengan folikel persisten.

a.PUD pada siklus ovulatorik: Perdarahan yang terjadi berbeda dengan perdarahan pada suatu haid yang normal, dibedakan menjadi 3, yaitu :

- perdarahan pada pertengahan siklus ; perdarahan yang terjadi biasanya sedikit, singkat dan dijumpai pada pertengahan siklus. Disebabkan oleh rendahnya kadar estrogen (E2)

- perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium ; perdarahan yang terjadi biasanya banyak dan memanjang. Disebabkan oleh adanya korpus luteum persisten dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan progesteron terus terbentuk

- perdarahan bercak (spotting) prahaid dan pasca haid ; pada masa prahaid disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum, sedangkan pada masa pasca haid disebabkan oleh defisiensi estrogen sehingga regenerasi endometrium terganggu.

b. PUD pada siklus anovulatorik; perdarahan jenis ini sering dijumpai pada masa reproduksi dan masa perimenopause. Periode anovulasi biasa terjadi pada 2 atau 3 tahun setelah menars atau selama beberapa tahun menjelang menopause. Lebih dari 80% siklus menstruasi adalah anovulasi selama tahun pertama setelah menars. Serupa pada wanita menopause, terdapat 8 sampai 10 periode anovulasi dalam satu tahun. Wanita yang memakai kontrasepsi oral dan mereka yang menggunakan terapi estrogen pengganti juga dapat memiliki siklus anovulasi. Stres dan penyakit juga dapat menjadi pencetus anovulasi

Dasar Perdarahan pada keadaan ini adalah tidak adanya ovulasi karena tidak terbentuk korpus luteum sehingga siklus ini dipengaruhi oleh keadaan defisiensi

(6)

progesteron dan kelebihan estrogen. Perdarahan yang terjadi dapat normal, sedikit atau banyak dengan siklus yang teratur atau tidak teratur. Penyebabnya diduga adanya gangguan regulasi sentral akibat adanya faktor psikis.

c. PUD pada keadaan folikel persisten; Sering dijumpai pada masa perimenopause. Endometrium secara menetap dipengaruhi oleh estrogen, sehingga terjadi hiperplasia endometrium, baik jenis adenomatosa ataupun atipik. Jenis ini sering menjadi pembakal keganasan endometrium, sehingga memerlukan penanganan yang seksama. Setelah folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen maka akan terjadi perdarahan lucut estrogen. Secara kilinis mula-mula haid biasa, kemudian terjadi perdarahan bercak, yang selanjutnya akan diikuti perdarahan yang makin banyak terus menerus dan disertai gumpalan

VI. Gejala

PUD dapat berupa gangguan haid dan perdarahan yang menyerupai haid pada interval siklus haid normal (21-35 hari) sebagai berikut :

• Polimenorea : gangguan ritme (irama). Haid terlalu sering dengan interval < 21 hari

• Hipermenorea : darah haid yang keluar terlalu banyak, dengan ganti pembalut > 6 kali per hari pada periode waktu yang normal.

• Hipomenorea : darah haid yang sedikit, ganti pembalut cuma 1-2 kali per hari , berupa bercak-bercak kecil di pembalut

• Menoragia : darah haid yang keluar > 6 hari yang terjadi pada interval yang teratur

• Metroragia : Perdarahan terjadi pada pertengahan siklus, tak teratur, sedikit atau sangat banyak. Perdarahan menyerupai haid yang terjadi diluar siklus haid normal.

• Menometroragia : darah haid yang keluar > 6 hari, jumlahnya banyak, yang terjadi diluar siklus haid normal.

(7)

VII. Dasar Diagnosis

Tahapan pemeriksaan yang perlu ditempuh untuk menegakkan diagnosis Perdarahan uterus disfungsional adalah :

7.1. Anamnesa riwayat penyakit

Berdasarkan anamnesa dicurigai suatu PUD apabila seorang pasien mengeluhkan perdarahan berat atau ringan dengan pemeriksaan pelvisnya normal.

- pertama harus disingkirkan diagnosis kehamilan - menyingkirkan adanya penyakit lokal atau sistemik

- menyingkirkan penyebab aitrogenik perdarahan, termasuk perdarahan sekunder akibat penggunaan kontrasepsi hormon steroid, terapi hormonal pengganti, atau pengobatan hormon lainnya yang merupakan penyebab tersering.

- Kebanyakan pasien PUD adalah anak remaja atau wanita berusia lebih dari 40 tahun.

- Pasien yang mengeluhkan haid tidak teratur sejak menars biasanya ditemukan sindrome polikistik ovarium dengan atau tanpa hirsutisme, hiperinsulinemia, dan obesitas.

- Pasien dengan kelainan enzim adrenal, hiperprolaktinemia, penyakit tiroid, atau gangguan metabolik lainnya juga dapat menyebabkan perdarahan anovulasi.

7.2. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik dapat menemukan beberapa penyebab anatomis dan organis penyebab perdarahan uterus abnormal. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dapat mengevaluasi hal-hal berikut :

- obesitas

- tanda-tanda kelebihan androgen - pembesaran tiroid

- galaktorea

- penyempitan lapangan pandang - ekimosis

(8)

- purpura

7.3. Pemeriksaan ginekologik

Tujuan pemeriksaan ginekologik adalah untuk menyingkirkan adanya kelainan organik pada genetalia seperti perlukaan genetalia, erosi/radang atau polipserviks, mioma uteri, dll.

Adapun beberapa kelainan organik dan kelainan medis yang menyebabkan perdarahan uterus abnormal namun bukan digolongkan sebagai penyebab PUD adalah mioma submukosum, endometriosis, polip serviks, kanker endometrium, hiperplasia endometrium, dan adneksitis. Kelainan medis yang sering adalah trombositopenia, gangguan faktor pembekuan darah, penggunaan terapi sulih hormon (TSH), kontrasepsi hormonoal maupun non hormonal, hipertensi, dan vitium kordis.

7.4. Pemeriksaan penunjang

Penggunaan alat bantu diagnostik dianjurkan pada kasus dengan kecurigaan adanya kelainan organik yang kecil pada genetalia interna seringkali sulit dinilai, apalagi pada wanita yang belum menikah meski dimana penilaian perektal lebih sulit. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah :

1. Laboratorium darah lengkap dan fungsi hemostatis

2. biopsi endometrium (terutama pada wanita yang sudah menikah) 3. Ultrasonografi (USG)

4. Tera radio imunologik (TRI) atau radio imuno assay

Apabila dicurigai adanya kelainan medis dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium spesifik. Pada kelainan tiroid diperiksa kadar T3, T4 dan basal metabolisme rate (BMR). Pada kelainan kelenjar adrenal dilakukan uji ACTH, 17-ketosteroid, testosteron, DHEAS. Pada kelainan kelenjar pankreas dilakukan uji glukosa.

Sangat penting diketahui ada atau tidaknya ovulasi untuk menetukan jenis PUD. Melalui pemeriksaan penunjang dapat ditetapkan keadaan anovulasi yang akan memberikan ciri-ciri sebagai berikut :

(9)

- suhu basal : monofasik - biopsi endometrium : atrofi, proliferatif - sitologi : tidak tampak pengaruh - uji pakis : positif

- progesteron : serum rendah - gonadotrofin : LH rendah - hiperfungsi adrenal : testosteron tinggi - hipotiroid PRL : tinggi

- hipofungsi prankreas insulin: rendah

VIII. Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Disfungsional Terdapat 3 prinsip dasar pengobatan PUD, yaitu : 1. Hentikan perdarahan.

Secara garis besarnya dikenal dua cara untuk menghentikan perdarahan yaitu pengobatan hormonal dan pengobatan operatif.

2. Mengatur siklus haid.

Tindakan ini dilakukan setelah perdarahan dapat dihentikan. Pengaturan siklus haid penderita tersebut 3 bulan berturut-turut.

3. Analisis hormonal

Analisa hormonal dilakukan setelah 3 bulan pengaturan siklus haid kembali lagi seperti semula, bertujuan untuk mencari penyebab lain.

8.1 Pengobatan hormonal

Hormon sintetik yang paling banyak dipakai dalam pengobatan PUD adalah estrogen dan progesteron. Jenis estrogen yang dianjurkan adalah jenis yang menyerupai estrogen alamiah seperti estrogen konjugasi, misalnya estradiol valerat (E2). Estrogen jenis ini mempunyai keuntungan karena tidak terlalu membebani hati dan tidak meingkatkan kadar renin maupun faktor pembekuan. Jenis estrogen kuat seperti etinil estradiol dahulu banyak digunakan karena cepat menghentikan perdarahan tetapi kini kurang dianjurkan karena sulit

(10)

dimetabolisme di hati disamping kerugian senyawa ini yang meningkatkan kadar renin, faktor pembekuan, dan meningkatkan protein pengikat kortisol dan tiroksin.

Jenis progesteron yang menyerupai progesteron alamiah seperti medroksi progesteron asetat (MPA) dan didrogesteron lebih banyak dianjurkan dipakai mengingat daya ikatan MPA terhadap reseptor adalah yang terbesar dibandingkan dengan progesteron sintetik lainnya. Disamping itu MPA mempunyai khasiat antiandrogen.

8.1.1. PUD pada Usia Perimenars

Usia perimenars adalah usia sejak terjadinya menars (rata-rata 11 tahun) hingga memasuki usia reproduksi, yang biasanya berlangsung sampai 3-5 tahun setelah menars. Siklus haid pada usia tersebut biasanya ditandai dengan siklus yang tidak teratur baik lama maupun jumlah darahnya

PUD pada usia ini umumnya terjadi pada siklus anovulatorik, yaitu sebanyak 95-98 %. Diagnosis anovulasi dan analisis hormonal tidak perlu dilakukan, kecuali bila PUD terjadi pada siklus haid 21-35 hari.

Perlu diketahui bahwa pada usia perimenars jarang terjadi ovulasi. Siklus haidnya anovulatorik. Tanpa diobati pun ovulasi akan terjadi spontan. Selama perdarahan yang terjadi tidak berbahaya, atau tidak mengganggu keadaan pasien maka tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Pengobatan hanya diberikan bila gangguan yang terjadi selama 6 bulan, atau 2 tahun setelah menars belum juga dijumpai siklus haid yang berovulasi. Pengobatan harus diberikan bila perdarahan yang terjadi sampai membuat keadaan umum pasien menjadi jelek. Kadang-kadang pengobatan terpaksa diberikan atas permintaan pasien, atau bila sampai menimbulkan gangguan psikis.

Pada keadaan yang tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin, antiinflamasi nonsteroid, atau asam traneksamat. Pemberian tablet kombinasi estrogen-progesteron, atau tablet progesteron saja maupun analog GnRH (agonis/antagonis) dilakukan hanya bila dengan obat-obat tersebut di atas tidak memberikan perbaikan.

(11)

Pada keadaan akut, dimana Hb sampai kurang dari 8 gr%, maka pasien harus dirawat dan diberikan transfusi. Untuk mengurangi perdarahan diberikan sediaan kombinasi estrogen-progeteron, misalnya 17 β estradiol 2 x 2mg, atau estrogen equin konjugasi 2 x 1,25 mg, atau estropipete 1 x 1,25mg dikombinasikan dengan noretisteron asetat 2 x 5 mg, didrogesteron 2 x 10 mg atau medroksi progesteron asetat (MPA) 2 x10 mg. Pemberiannya cukup 3 hari saja. Yang paling mudah adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi, juga untuk 3 hari saja.

Pengobatan dikatakan berhasil bila perdarahan yang terjadi dpat berhenti/berkurang, dan 3-4 hari setelah penghentian pengobatan bila terjadi perdarahan lucut. Pada wanita yang dijumpai gangguan psikis, pengobatan serupa dapat diteruskan selama 18 hari lagi. Setelah perdarahan akut dapat diatasi, maka tindakan selanjutnya adalah pengaturan siklus, misalnya pemberian tablet progesteron saja dari ke hari ke 16 sampai hari ke 25, selama 3 bulan. MPA atau didrogesteron dosisnya cukup 10 mg/hari, sedangkan noretisteron asetat cukup 5 mg/hari.

Andaikata perdarahan tetap saja tidak dapat diatasi, atau bila setelah dilakukan pengaturan siklus terjadi lagi perdarahan akut maka perlu dipikirkan adanya kelainan organik. Memang selama siklus haidnya masih belum berovulasi, kemungkinan terjadinya perdarahan akut ulang tetap ada. Pemberian obat-obat pemicu ovulasi kurang bermanfaat, bahkan banyak ahli yang tidak menganjurkan pemberian obat pemicu ovulasi.

8.1.2. PUD pada Usia Reproduksi

PUD pada usia ini dapat terjadi pada siklus yang berovulasi (65%) dan pada siklus yang tidak berovulasi. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Analisis hormonal hampir selalu normal. Diduga terjadi gangguan sentral (disregulasi) akibat adanya gangguan psikis.

Untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi dapat dilakukan pemeriksaan suhu basal badan (SBB), sitologi vagina, atau analisis hormonal (FSH, LH, estradiol,

(12)

prolaktin, progesteron) pada wanita usia lebih dari 35 tahun harus dilakukan tindakan Dilatasi dan Curetage (D&C) untuk menyingkirkan keganasan.

Pada keadaan akut penanganannya sama seperti penanganan PUD pada usia perimenars. Setelah perdarahan akut dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah pengaturan siklus, dan caranya sama seperti pengaturan siklus pada usia perimenars. Namun setelah pengaturan siklus 3 bulan pada PUD diusahakan siklus haid yang berovulasi, karena selama siklus haid belum berovulasi, PUD akan berulang kembali. Obat-obat pemicu ovulasi yang dapat diberikan adalah klomifen sitrat, epimestrol, atau hormon gonadotropin.

PUD pada siklus yang berovulasi umumnya lebih ringan dan jarang sampai akut. PUD yang terjadi paling sering berupa perdarahan bercak (spotting) pada pertengahan siklus. Pengobatannya dapat diberikan 17 β estradiol 1 x 2 mg, atau estrogen equin konyugasi 1 x 1,25 mg, atau estropipete 1 x 1,25 mg, dari hari ke- 10 sampai hari ke- 15 siklus haid. Pada perdarahan bercak prahaid dapat diberikan MPA 1 x 10 mg, atau didrogesteron 1 x 10 mg, atau noretisteron asetat 1 x 5 mg, atau juga nomogestrol asetat 1 x 5 mg, yang diberikan mulai hati ke – 16 sampai pada hari ke – 25 siklus, sedangkan perdarahan bercak pascahaid dapat diberikan 17 β estradiol 1 x 2 mg, atau estrogen equin konyugasi 1 x 1,25 mg, atau estropipete 1 x 1,25 mg yang diberikan mulai hari ke – 2 sampai hari ke-8 siklus haid.

Bila sulit mendapatkan tablet estrogen maupun progesteron dapat diberikan pil kontrasepsi kombinasi, namun pemberiannya diberikan sepanjang siklus haid. 8.1.3. PUD pada Usia Perimenopause

Perimenopause adalah usia antara masa pramenopause dan pascamenopause, yaitu sekitar menopause (usia 40-50 tahun). PUD pada usia ini hampir 95 % terjadi pada siklus yang tidak berovulasi (folikel persisten).

Perlu dilakukan analisis hormonal, yaitu pemeriksaan hormon FSH, LH estradiol, prolaktin. Kadar FSH lebih dari 35 mLU/ml menunjukkan pasien telah memasuki usia perimenopause, sedangkan pada kadar estradiol yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penebalan endometrium. Kadar prolaktin lebih dari 50

(13)

ng/ml perlu dicurigai adanya prolaktinoma. Kadar normal 17 β estradiol pada fase folikuler adalah 39-189 pg/ml, pada saat puncak ovulasi 95-508 pg/ml, pada fase luteal 48-309 pg/ml, sedangkan pada pascamenopause adalah kurang dari 20-41 pg/ml.

Setiap perdarahan/gangguan haid yang terjadi pada usia perimenopause harus dipikirkan adanya keganasan pada endometrium. Pada keadaan tidak akut, pasien diprsiapkan untuk dilakukan tindakan D&C. perubahan pada endometrium dapat dilakukan dengan USG. Bila ditemukan ketebalan endometrium lebih dari 5 mm berarti telah terjadi hiperplasia endometrium. Namun untuk mengetahui ada tidaknya keganasan pada endometrium tindakan yang terbaik adalah melakukan D&C.

Andaikata hasil pemeriksaan patologi anatomi menggambarkan suatu hiperplasia kistik, atau hiperplasia adenomatosa, maka dapat dicoba terlebih dahulu pemberian progesteron seperti MPA dengan dosis 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, atau dapat juga diberikan depo medroksi progesteron asetat (DMPA) dengan cara Kistner, yaitu 100 mg DMPA setiap 2 minggu selama 4 kali pemberian. Dua minggu setelah pemberian yang ke 4 dosis dinaikan menjadi 200 mg selama satu kali pemberian saja, dan sesudah itu 200 mg setiap 4 minggu selama 5 kali pemberian lagi. Jumlah total pemberian DMPA adalah 10 kali. Pemberian DMPA dapat juga dilakukan dengan pemberian 150 mg setiap bulan dengan lama pemberian 6 bulan. Dewasa ini banyak digunakan analog GnRH untuk pengobatan hiperplasia endometrium dan hasilnya jauh lebih baik dibandingkan dengan pemberian progesteron. Lama pemberian analog GnRH juga 6 bulan, yang dapat diberikan intramuskuler atau subkutan. Setelah pengobatan dengan progesteron maupun dengan analog GnRH selesai, dilakukan D&C ulang untuk melihat hasil pengobatan. D&C ulang dilakukan setelah pasien mendapat haid normal kembali, atau bila setelah pengobatan terjadi lagi perdarahan yang abnormal. Bila tidak ditemukan lagi hiperplasia maka pasien yang mendapatkan pengobatan dengan tablet progesteron, melanjutkan pengobatan dengan tablet MPA 3 x 10 mg, 2 kali per minggu selama 6 bulan, sedangkan pasien yang mendapatkan DMPA atau analog GnRH tidak mendapatkan pengobatan lanjutan

(14)

lagi. Setiap selesai pengobatan, maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan pengaturan siklus haid seperti pengaturan siklus haid pada usia reproduksi.

Bila hasil D&C ulang tidak menunjukkan adanya perubahan setelah pengobatan dengan progesteron maupun analog GnRH sebaiknya pasien dianjurkan untuk histerektomi saja. Pada hiperplasia atipik juga sebaliknya dilakukan histerektomi, dan pada wanita yang menolak dilakukan histerektomi dapat dicoba pemberian progesteron atau analog GnRH, namun perlu dilakukan observasi ketat dan jangan sampai tidak melakukan D&C ulang.

Ketebalan endometrium kurang dari 6 mm dapat langsung diberikan kombinasi estrogen-progesteron, seperti estrogen equin konjugasi 1 x 0,3 mg, atau 17 β estradiol 1x 2 mg + MPA 1x10 mg yang diberikan secara kontiyu selama 6 bulan. Bila tidak dijumpai perbaikan, maka perlu dilakukan tindakan D&C. pengobatan selanjutnya tergantung dari hasil patologi anatomi yang diperoleh.

Terjadinya kanker endometrium tidak semata-mata hanya tergantung dari reseptor estrogen. Telah ditemukan kanker endometrium pada wanita dengan reseptor estrogen negatif. Hiperplasia endometrium umumnya terjadi akibat pengaruh estrogen yang berkepanjangan terhadap endometrium dan umumnya juga dijumpai reseptor estrogen positif, sehingga sangat responsif terhadap pemberian progesteron yang berfungsi sebagai antiestrogen. Namun pada wanita yang endometriumnya sudah atrofi masih dapat terjadi kanker endometrium. Kanker endometrium yang terjadi pada endometrium yang atrofi bukan karena ditemukan reseptor estrogen yang tinggi, melainkan terjadi karena adanya sistem enzim di dalam endometrium. Sistem enzim ini memiliki kemampuan mensintesis estrogen dalam jumlah besar. Pengobatan yang diberikan adalah obat-obata yang memiliki kemampuan menghambat sintesis estrogen di dalam jaringan endometrium. Kanker endometrium yang terjadi pada endometrium yang atofi pada umumnya memiliki prognosis yang buruk, metastasisnya sangat cepat, dibandingkan kanker endometrium yang terjadi akibat hiperplasia endometrium, dimana prognosisnya baik dan jarang terjadi metastasis. Oleh karena itu, endometrium yang tipis yang diperoleh berdasarkan hasil USG, tidak merupakan jaminan wanita tersebut tidak terkena kanker endometrium, sehingga biar

(15)

bagaimanapun pemeriksaan patologi anatomi merupakan pemeriksaan yang sangat dianjurkan.

PUD akut pada usia perimenopause penanganannya sama dengan PUD akut yang terjadi pada usia reproduksi. Namun setelah keadaan akut dapat diatasi, maka tetap harus dilakukan D&C. Penanganan selanjutnya sangat tergantung dari hasil patologi anatomi yang diperoleh.

8.1.4. PUD Berupa Metroragia

Metroragia dapat terjadi pada usia perimenars, usia reproduksi dan usia perimenopause. Perdarahan terjadi pada pertengahan siklus, tak teratur, sedikit atau sangat banyak. Paling sering disebabkan oleh kelainan organik, sangat jarang ditemukan endokrinologik. Penyebab organik tersering adalah kanker endometrium, mioma uterus, polip, dan kanker serviks.

Penanganannya seperti PUD usia perimenars, usia reproduksi dan usia perimenopause.

8.1.5. PUD Berupa Hipermenorea

Hipermenorea adalah perdarahan haid yang banyak, ganti pembalut 5-6 kali per hari, lama perdarahan 6-7 hari. Setiap pembalut basah seluruhnya. Paling banyak disebabkan oleh kelainan organik seperti mioma uterus, hipoplasia uterus, dan penyakit radang panggul, serta kelainan darah. Selebihnya dapat disebabkan oleh kelainan endokrinologik.

Diagnosis didapatkan dari keterangan pasien tentang banyaknya darah haid yang keluar. Setiap wanita berusia > 35 tahun harus dilakukan diagnostik D&C untuk menyingkirkan hiperplasia endometrium maupun keganasan.

Untuk menyingkirkan kelainan endokrinologik dianjurkan memeriksa hormon FSH, LH, estradiol dan prolaktin.

Bila dijumpai kelainan organik, maka pengobatan ditujukan kepada kelainan organik diberikan progesteron seperti MPA 10 mg per hari, atau didrogesteron 10 mg per hari, atau juga noretisteron asetat 5 mg per hari, yang diberikan dari hari ke – 16 sampai hari ke – 25 siklus haid. Dapat juga diberikan tablet kombinasi estrogen-progesteron dari hari ke-16 sampai hari ke – 25 siklus

(16)

haid. Jika sediaan hormon-hormon tersebut sulit diperoleh atau tidak terjangkau oleh pasien, maka boleh diberikan pil kontrasepsi kombinasi dan yang dipilih adalah pil kontrasepsi kombinasi yang kadar progesteronnya tinggi.

VIII.1.6. PUD Berupa Hipomenorea

Hipomenorea ditandai dengan jumlah darah haid yang sedikit, ganti pembalut cuma 1-2 kali per hari , berupa bercak-bercak kecil di pembalut. Jarang disebabkan oleh kelainan organik. Pada umumnya disebabkan oleh kekurangan estrogen maupun progesteron.

Diagnosis didapatkan dari keterangan pasien tentang banyaknya darah haid yang keluar. Pada wanita usia > 35 tahun tetap harus dilakukan D&C. selain itu perlu dilakukan analisis hormonal. Jenis hormon yang diperiksa adalah FSH, LH, estradiol, dan prolaktin.

Bila siklus haid berovulasi tidak perlu dilakukan pengobatan apapun. Bila ternyata tetap ingin diberikan pengobatan, maka dapat diberikan kombinasi estrogen-progesteron yang dimulai hari ke-16 sampai hari ke-25 siklus haid.

8.2 Pengobatan Operatif

Untuk menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata berhasil mengatasi 40-60 % kasus PUD. Tetapi tindakan kuretase bukan merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan PUD, karena tindakan ini hanya mengatasi masalah pada organ sasaran saja tanpa melihat dasar patofisiologinya. Kuretase, selain dapat digunakan untuk pengobatan juga dapat digunakan sebagai sarana diagnostik. Namun pada penderita yang belum menikah, apabila tidak terpaksa, tindakan kuretase tidak dianjurkan. Tindakan histerektomi dilakukan hanya atas indikasi kegagalan pengobatan maupun pada keganasan.

8.3 Pengobatan lain

8.3.1. Pengobatan dengan Senyawa Antifibrinolitik

Uterus merupakan salah satu organ dengan aktifitas fibrinolisis yang tinggi. Proses ini terjadi akibat adanya aktifitas enzimatik dari plasmin atau plasminogen sehingga terjadi degradasi fibrin, fibrinogen, faktor V, faktor VII dan beberapa

(17)

protein lainnya. Plasminogen adalah senyawa tidak aktif yang kemudian menjadi bentuk aktif berupa plasmin berkat pengaruh aktivator jaringan, misanya urokinase, tripsin dan streptokinase. Proses aktivitas plasminogen ini ternyata dapat dihambat oleh asam aminokaproat dan asam traneksamat. Telah terbukti bahwa kedua jenis asam ini berhasil mengurangi perdarahan pada PUD. Dosis yang diberikan adalah 4 gram perhari, dibagi dalam 4 kali pemberian, selama 4-7 hari dan dapat diulangi pada setiap siklus.

8.3.2. Pengobatan dengan Senyawa Antiprostaglandin

Antiprostaglandin seperti asam mefenamat dapat mengurangi jumlah perdarahan pada penderita dengan PUD.pemakaian asam mefenamat ini sangat dianjurkan terutama pada penderita yang memiliki kontraindikasi terhadap pemakaian hormon estrogen maupun progesteron. Pemberian asam mefenamat adalah per oral dengan dosis 3 x 500 mg per hari.

8.4 Pengaturan siklus haid

Seperti telah dijelaskan bahwa bila perdarahan/gangguan haid dapat diatasi harus segera dilanjutkan dengan penagturan siklus haid. Pengaturan siklus haid ini dapat dilakukan 3 bulan berturut-turut. Pengaturan siklus haid ini dapat dilakukan dengan penggunaan pil KB atau cukup dengan pemberian progesteron saja. Progesteron diberikan mulai hari ke 16-25 siklus haid. Untuk keperluan ini dapat digunakan beberapa jenis sediaan progesteron seperti MPA dengan dosis 10 mg perhari, nortestosteron asetat 5 mg perhari, atau didrogesteron 10 mg perhari.

Pada pengobatan sekuensial dengan kombinasi estrogen dan progesteron, maka estrogen (estrogen konjugasi, estrogen valerat, atau etinil estradiol) diberikan dari hari ke 5-25 siklus haid, dilanjutkan dengan progesteron (MPA, nortestosteron asetat, atau didrogesteron) dari hari ke 16-25 siklus haid.

8.5 Analisis hormonal

Sering ditemukan bahwa setelah pengobatan maupun pengaturan siklus haid dilakukan, ovulasi tetap tidak terjadi. Selama belum terjadi ovulasi maka tetap besar kemungkinan untuk terjadi perdarahan ulang. Pada penderita yang

(18)

masih merencanakan untuk menjadi hamil maka perlu diberikan obat-obatan pemicu ovulasi seperti klomifen sitrat, epimestrol, atau hormon gonadotropin.

Analisis hormonal dilakukan setelah 3 bulan pengaturan siklus haid dan keadaan sudah kembali lagi seperti semula, maka pemeriksaan ini juga menjadi penting untuk dapat menemukan penyebab lain perdarahan uterus abnormal.

(19)

BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Penderita

Nama : NNSN

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : Br Dalem, Desa Pejaten, Kediri Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status Perkawinan : Menikah

Tanggal MRS : 15 September 2011 (pk. 19.00 WITA) 3.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Perdarahan pervaginam Perjalanan Penyakit:

Pasien datang kiriman dari Sp.OG dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak tanggal 01/092011. Dikatakan saat itu adalah periode menstruasi pasien, namun sejak tanggal 04/09/2011 perdarahan semakin banyak dan disertai gumpalan darah. Nyeri perut hilang timbul seperti melilit hingga mengganggu aktifitas sehari-hari sejak 15 hari SMRS. Mual (+), muntah (+) 1x, isi muntahan adalah makanan yang dimakan. Nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluh lemah dan sempat pingsan selama kurang lebih 1 menit. Pasien lalu dikirim ke RSUD Tabanan untuk perawatan lebih lanjut. Riwayat panas badan satu hari SMRS. Tes kehamilan pada urin negatif. Riwayat trauma disangkal.

Riwayat menstruasi

(20)

tiap kali menstruasi.

• Hari pertama haid terakhir 01/09/2011

• Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.

• Pasien mengganti pembalut kurang lebih 5 kali sehari. Pada hari biasa mengganti 2-3 pembalut sehari.

Riwayat perkawinan: Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 2 bulan.

Riwayat kehamilan: Pasien belum pernah hamil. Riwayat KB: Penderita tidak memakai KB.

Riwayat penyakit dahulu: Asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik (15/9/11) 1. Status Present

Keadaan umum : tampak lemas Kesadaran : E4V5M6(CM)

Tekanan Darah : 90/50 mmHg Nadi :80x/menit, lemah Respirasi : 18 x/menit Suhu tubuh : 36,4 °C Tinggi badan : 156 cm Berat badan : 50 kg BMI : 20,57

2. Status General

Kepala : Normochepali

Mata : anemia +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-) THT : kesan tenang

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V midclavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung dextra linea parasternal dextra IV, batas jantung sinistra linea midclavicularis sinistra V

(21)

Pulmo : Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris Palpasi : vocal fremitus (-/-), Nyeri tekan (-) Perkusi : sonor seluruh paru

Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki , wheezing -/-Abdomen : ~ status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas 3. Status Ginekologi

Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada, bising usus normal Vulva/vagina : Inspeksi : Flx (+), fl (-), pØ (-)

VT (19.00Wita 15/09/11): Flx (+), fl (-), pØ (-),

perdarahan aktif (-), stolsel (-), corpus uteri retrofleksi b/c normal/lunak, APCD taa.

3.4 Diagnosis

Menometroragi + anemia berat 3.5 Penatalaksanaan

Pdx : DL, BT/CT, USG bila KU membaik Tx :

• IVFD RL 28 tpm

• Asam mefenamat 3 x 500 mg • Asam traneksamat 3x 500 mg • SF 2 x 1 tab

• Bila Hb < 7 rencana transfuse PRC 2 kolf sehari Mx : KU, VS dan keluhan

(22)

3.6 Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap Parameter 15/09/2011 18/09/2011 WBC 8,96 7,77 RBC 2,3↓ 4,06 HGB 4,72↓ 9,92↓ HCT 17,9↓ 33,9↓ PLT 283 340 USG (tanggal 15/09/11)

(23)

3.7 Follow up

16/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (+), lemas (+), mual (+), pucat (+), pusing (+), nyeri perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (-), BAK (+) O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 16x/menit N : 78x/menit Tax: 36,2 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki , wheezing -/-Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas Status Ginekologi

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-) Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+) A : Menometroragia + anemia berat P : Tx : IVFD Ringer Laktat 16 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

PRC kedua dan ketiga 250 ml Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan. KIE pasien dan keluarga

(24)

17/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (+) flek-flek, lemas (+), mual (-), pucat (+), pusing (+), nyeri perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (+), BAK (+)

O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 18x/menit N : 78x/menit Tax: 36,5 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki , wheezing -/-Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas Status Ginekologi

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-) Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+) A : Menometroragia + anemia berat P : Tx : IVFD NaCl 0,9% 28 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1 PRC keempat 250 ml

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan. KIE pasien dan keluarga

(25)

18/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (-), lemas (+), mual (-), pucat (+), pusing (+), nyeri perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (+), BAK (+) O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 18x/menit N : 80x/menit Tax: 36,5 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki , wheezing -/-Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas Status Ginekologi

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-) Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+) A : Menometroragia + anemia ringan P : Pdx :

Tx : IVFD NaCl 0,9% 28 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan. KIE pasien dan keluarga

(26)

19/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (-), lemas (+), mual (+), pucat (+), pusing (+), nyeri perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (+), BAK (+) O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 18x/menit N : 78x/menit Tax: 36,5 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki , wheezing -/-Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas Status Ginekologi

Payudara

Inspeksi : Pembengkakan (-), Retraksi puting susu (-) Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-) Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+) A : Menometroragia + anemia ringan P : Tx : IVFD NaCl 0,9% 28 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan. KIE pasien dan keluarga

(27)

Bab IV

Pembahasan

Definisi menometroragia adalah perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak teratur disertai perdarahan yang banyak dan lama. Pada kasus ini, didapatkan pasien mengeluhkan keluar darah pervaginam terus menerus selama 15 hari yang lalu. Darah dikatakan lebih banyak keluar saat tanggal-tanggal haid dan haid dikatakan tidak teratur. Menometroragia dapat disebabkan oleh sebab-sebab organik perdarahan dari uterus, tuba maupun ovarium dan sebab fungsional perdarahan dari uterus atau disebut juga perdarahan disfungsional. Pada kasus ini, dicurigai adanya menometroragia yang dikeluhkan oleh pasien disebabkan kelainan fungsional uterus, karena tidak ditemukan penyebab organik atau penyakit lokal ataupun penyakit sistemik.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dari keluhan menometroragia yakni; pemeriksaan darah lengkap, USG, biopsi endometrium dan pemeriksaan laboratorium spesifik. Pada kasus ini, pasien berusia 22 tahun, ditemukan kelainan pada darah pasien yaitu penurunan pada RBC, Hb, dan Hct. Dari pemeriksaan USG tidak ditemukan adanya tanda-tanda penyakit organik. Pemeriksaan biopsy endometrium ataupun pemeriksaan laboratorium spesifik lainnya belum dikerjakan.

Prinsip penatalaksanaan menometroragia yakni; menghentikan perdarahan, mengatur menstruasi agar kembali normal dan

(28)

transfusi jika kadarhemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%. Pada kasus ini telah dilakukan perbaikan keadaan umum. Pemberian asam tranexamat dimaksudkan guna menghentikan perdarahan pada pasien. Pasien juga diberikan asam mefenamat dan SF sebagai upaya mengurangi nyeri dan penambah darah. Pada pasien ini juga diberikan transfusi PRC karena kadar Hb < 8 gr%. Terapi oral lanjutan juga diberikan Ethinyl estradiol

(Lynoral) 2 x 1 tab dan Prenamia 2 x 1 tab.

Bab V

Kesimpulan

Pada kasus ini, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien mengaku keluar darah dari kemaluan sejak tanggal 01/092011. Dikatakan saat itu adalah periode menstruasi pasien, namun sejak tanggal 04/09/2011 perdarahan semakin banyak dan disertai gumpalan darah. Dikatakan pasien ganti pembalut 5-6 kali dalam sehari. Nyeri perut hilang timbul seperti melilit hingga mengganggu aktifitas sehari-hari sejak 15 hari SMRS. Mual (+), muntah (+) 1x. Pasien juga mengeluh lemah dan sempat pingsan selama kurang lebih 1 menit, kira-kira 1 jam yang lalu. Riwayat panas badan satu hari SMRS. Tes kehamilan pada urin negatif. Riwayat menstruasi tidak teratur. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi atau terapi hormonal disangkal. Pasien menikah selama 2 bulan, pasien belum pernah hamil, HPHT 1/9/2011.

Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah, tekanan darah 90/50, nadi 80x/menit lemah reguler, suhu 36,7°C. Dari status general ditemukan konjungtiva pucat, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada. Dari pemeriksaan ginekologi didapatkan, palpasi tidak teraba fundus uteri, tidak teraba massa, nyeri tekan tidak

(29)

ada. Dari pemeriksaan vagina, didapatkan adanya flek perdarahan, perdarahan aktif tidak ada, cairan dan keputihan tidak ada. Pembukaan tidak ada.

Dari hasil pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah lengkap didapatkan penurunan pada RBC (2.30), Hb (4.72) dan HCT (17.9). Pemeriksaan biopsi dan laboratorium spesifik tidak dilakukan. Dari USG tidak ditemukan tanda-tanda penyakit organik.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan kecurigaan ke arah perdarahan uterus disfungsinal (menometrorhagia).

Pada pasien ini diberikan terapi awal IVFD RL 28 tpm, asam tranexamat 3x500, asam mefenamat 3x500, SF 2x1, dan transfusi 2 kolf/hari. Terapi lanjutan juga diberikan Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab dan Prenamia 2 x 1 tab.

Etiologi atau faktor resiko bagaimana terjadinya perdarahan uterus disfungsional pada kasus ini masih belum jelas,

Komplikasi yang dijumpai pada penderita saat ini antara lain anemia akibat kehilangan banyak darah. Secara umum prognosis hingga saat ini mengarah ke baik namun ancaman perdarahan pervaginam tersebut masih ada.

(30)

Daftar pustaka

1. John T Queenan, Jr, MD , Dysfunctional Uterine Bleeding , Department of Obstetrics and Gynecology, Division of Reproductive Endocrinology, University of Rochester Medical School, www.eMedicine.com, 2003

2. Ali Baziad, Gangguan haid, endokrinologi ginekologi, edisi kedua, Media Aesculapius FKUI, 2003

3. Dysfunctional uterine bleeding on http://www.womenshealthchannel.com 4. Speroff, Robert H. Glass, Nathan G. Kase, Dysfunctional Uterine

Bleeding, Clinical Gynecologic Endrocrinology And Infertility, Fifth Edition, 1994

5. Wiknjosastro, Haid dan siklusnya, Ilmu Kandungan, Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997

6. Govan ADT, et all, Dysfunctional uterine bleeding, Gynaecology illustrated, 4th edition, Churchill livingstone, 1993

7. Kornia Karkata, dkk, Perdarahan uterus disfungsional, pedoman diagnosis-terapi dan bagan alir pelayanan pasien, lab/SMF obstetri dan ginekologi FK UNUD/RS Sanglah, 2003

Gambar

Gambar : Hubungan antara hipotalamus-hipofisis-ovarium dan endometrium pada  siklus haid normal

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini menghasilkan warna yang lebih hidup (dalam kontras tinggi), misalnya biru dengan jingga, merah dengan hijau, kuning dengan ungu.. Warna berlawanan bisa

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa PBL merupakan metode yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh konstruktivisme

Untuk menyempurnakan alat pengukuran, membantu pembuatan keputusan dengan kualitas lebih baik, memaksimalkan nilai hasil pengukuran, dan memudahkan pengguna dalam

[r]

1) Simbol memungkinkan orang berhubungan dengan dunia materi dan dunia sosial karena dengan simbol mereka bisa member nama, membuat kategori, dan mengingat objek yang

Data Pencatatan Produksi Master Supplier IDSupplier NamaSupplier AlamatSupplier KotaSupplier ContactPerson NoTelp Produk Master Kandang IDKandang NamaKandang LokasiKandang

Beberapa hal yang dapat menjelaskan jumlah komponen SM tidak ada hubungan dengan derajat perlemakan hati secara USG kemungkinan disebabkan antara lain: 1) SM adalah suatu

mengklaim tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol peristiwa yang memicu krisis. - Provocation: krisis merupakan hasil dari respon terhadap aksi orang lain. -