• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Fin pada Heat Exchanger Shell and Tube

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Penambahan Fin pada Heat Exchanger Shell and Tube"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SATUAN PROSES STUDI JURNAL

Pengaruh Pemasangan Fin dan Adanya Getaran pada Heat Exchanger Shell and Tube Terhadap Laju Pindah Panas

Disusun Oleh : Andrea Ayu Prawesti 08/269365/TP/09287

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

(2)

Pengaruh pemasangan fin dan adanya getaran pada heat exchanger shell and tube terhadap laju pindah panas

Studi jurnal ‘Analisis perbandingan pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap perpindahan panas’ oleh Putu Wijaya Sunu

Andrea Ayu Prawesti (08/269365/TP/09287)

Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRAK

Heat exchanger merupakan alat yang menjalankan proses perpindahan panas, atau alat penukar panas, yang digunakan untuk memanfaatkan energi terbuang dari suatu proses pengolahan pada industri. Salah satu jenis heat exchanger adalah shell and tube yang memiliki tube bundle di dalam shell. Heat exchanger jenis ini mempunyai luas pepindahan panas yang besar per satuan, akan tetapi, laju perpindahan panas pada alat jenis ini relatif kecil. Untuk memperbesar efisiensi dari kerja heat exchanger, maka dilakukan penelitian untuk membandingkan laju pindah panas pada heat exchanger shell and tube biasa, dengan heat exchanger yang diberi tambahan fin atau sirip pada permukaan dinding shell dan tube. Variabel bebas pada penelitian ini adalah kecepatan aliran fluida yang divariasi menggunakan suction blower, dan variabel yang diukur adalah koefisien pindah panas konveksi. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa penambahan fin atau sirip pada dinding heat exchanger, mampu meningkatkan laju pindah panas. Kecepatan aliran fluida semakin tinggi karena luas permukaan media pindah panas semakin besar, aliran fluida juga diacak oleh fin, dan timbul getaran karena terjadi pembalikan arus fluida. Getaran tersebut mampu mengoyak boundary layer yang terbentuk pada dinding tube, sehingga memaksimalkan permukaan tube sebagai media pindah panas.

Keyword : fin, getaran, luas permukaan, koefisien pindah panas, laju pindah panas.

1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang cukup pesat memberikan dampak bagi industri. Pelaku industri mulai menggunakan berbagai mesin dan peralatan yang serba mudah dan efisien. Dari situ pula, industri memanfaatkan sumber energi yang mampu menambah tingkat produktivitasnya. Sumber energi ini tentunya belum dapat diperbarui sehingga diperlukan rekayasa terhadap peralatan engineering dengan memanfaatkan energi terbuang.

Peralatan yang sering digunakan untuk memanfaatkan energi yang terbuang adalah heat exchanger atau alat penukar panas. Sebagian besar alat penukar kalor yang biasa digunakan dalam industri (terutama industri kimia), adalah jenis shell and tube. Pada jenis penukar kalor ini, dua jenis fluida dengan suhu yang berbeda mengalir melalui

(3)

saluran yang berbeda. Heat exchanger shell and tube ini memiliki bagian yang disebut floating head, yang memungkinkan tube untuk bergerak relative terhadap shell dengan tujuan untuk emngantisipasi perbedaan pemuaian antara shell dan tube.

Aliran yang terhalang menimbulkan adanya getaran pada pipa, sehingga fungsi floating head adalah memungkinkan pipa tersebut bergetar. Vortex atau getaran yang terbentuk menimbulkan gangguan pada pipa karena adanya pembalikan arah aliran fluida. Vortex ini sangat mempengaruhi osilasi pada tube, baik amplitudo maupun frekuensi yang ditimbulkan. Vortex yang terbentuk pada saluran akan menarik fluida yang berada pada lapisan batas menuju ke pusat vortex, dan boundary layer akan semakin tipis serta terkoyak sehingga perpindahan panas semakin besar.

Penambahan sirip pada pipa memperbesar luas daerah perpindahan panas, selain itu dapat mempengaruhi pola aliran fluida serta vortex yang terbentuk di belakang pipa yang mengakibatkan perpindahan panas yang terjadi semakin besar. Kecepatan aliran fluida mempengaruhi energi dan pola aliran vortex, dan hal tersebut mampu mempengaruhi pula pencampuran fluida yang menyebabkan aliran semakin acak sehingga meningkatkan laju perpindahan panas pada heat exchanger tersebut.

Oleh karena itu, makalah ini akan menjabarkan bagaimana pengaruh kecepatan aliran fluida terhadap laju perpindahan panas pada pipa bersirip dan bergetar, dengan pembanding yaitu pipa tanpa sirip dan tidak bergetar.

2. Metodologi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental murni. Variabel bebas yang digunakan yaitu kecepatan aliran fluida. Sedangkan variabel terikat yang digunakan yaitu perpindahan panas konveksi pada permukaan pipa pada titik stagnasi. Data yang diamati pada penelitian ini adalah temperatur dan koefisien perpindahan panas konveksi.

Dalam penelitian ini terdapat berbagai macam alat yang digunakan : a. Heat Exchanger

Permodelan Heat Exchager yang digunakan adalah shell and tube dengan aliran cross flow dimana fluida yang mengalir melalui shell adalah udara sedangkan panas tube dihasilkan oleh elemen panas.

b. Elemen Panas

Elemen panas yang digunakan yaitu pemanas udara (blower) di dalam pipa dengan daya 80 watt.

c. Sensor dan peralatan yang mendukung.

Sensor yang digunakan, yaitu Sensor temperatur LM 35, Rangkaian penguat OP-Amp, ADC (Analog to digital Converter) 0808, PPI Card 8255, Komputer, Program Komputer, Manometer U dan pipa pitot.

Sedangkan langkah-langkah atau prosedur penelitian adalah :

a. Menyalakan elemen panas, kemudian menyalakan blower sampai aliran fluida dalam saluran(shell) stabil.

b. Memvariasi kecepatan udara pada saluran dengan membuka maupun menutup suction blower.

(4)

c. Mengukur kecepatan udara dengan manometer U dan pipa pitot.

d. Menggambarkan dalam grafik, hubungan kecepatan fluida dengan koefisien pindah panas konveksi.

3. Hasil dan Pembahasan

Industri pengolahan makanan, menggunakan energi sebagai bahan baku utama untuk menjalankan proses produksinya. Salah satu energi yang selalu ada pada setiap proses produksi, adalah energi panas. Pemanasan dan pendinginan bahan-bahan pertanian (atau bahan-bahan makanan) merupakan satu aspek penting untuk mencegah aktivitas mikrobial dan degradasi enzim. Heat transfer atau transfer panas, merupakan salah satu proses dalam pengolahan makanan yang menggunakan alat khusus, heat exchanger. Heat exchanger terbagi menjadi dua, tipe kontak dan non-kontak. Heat exchanger tipe kontak meliputi steam infusion dan steam injection. Sedangkan untuk heat exchanger tipe non-kontak meliputi scraped surface, shell and tube, tubular, dan plate heat exchanger. Pada jurnal ini, akan dibahas mengenai heat exchanger tipe shell and tube, dan banyaknya transfer panas yang ditunjukkan dengan koefisien panas yang dihasilkan. Hasil koefisien panas yang dihasilkan heat exchanger shell and tube ini akan dibandingkan dengan koefisien panas dari heat exchanger shell and tube yang diberi tambahan fin atau sirip dan penambahan vortex atau alat penghasil getaran.

Heat exchanger shell and tube, merupakan heat exchanger yang banyak digunakan untuk industri bahan-bahan kimia. Menggunakan prinsip kerja menukar atau mengalirkan panas dari satu fluida dengan temperatur lebih tinggi ke fluida lain yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas yang terjadi pada heat exchanger merupakan gabungan dari perpindahan panas secara konduksi dan konveksi.

Gambar 1. Shell and Tube Heat Exchanger Sumber : Washington university

Pada gambar 1, terdapat tube inlet (warna merah muda), merupakan tempat masuknya fluida yang dimaksudkan sebagai fluida yang melepas panas. Fluida tersebut mengalir melalui tube, menuju tube outlet. Sedangkan fluida yang lain (fluida yang dimaksudkan sebagai fluida penyerap panas), disalurkan dari atas melalui shell inlet, mengalir memutari tube bundle menuju shell outlet. Sebagai contoh proses transfer panas ini, adalah proses pendinginan susu cair setelah melalui proses sterilisasi dengan metode UHT. Pada sterilisasi UHT, susu disterilkan dengan suhu 140oC selama 4 detik untuk membunuh semua bakteri yang membahayakan. Setelah melalui proses sterilisasi, susu

(5)

dialirkan menuju tempat pengemasan. Pada perjalanan pengaliran tersebut, susu harus diturunkan terlebih dahulu suhunya, salah satunya adalah dengan menggunakan heat exchanger shell and tube ini. Susu dialirkan melalui tube bundle, dan fluida dengan suhu yang lebih rendah dari susu dialirkan melalui shell.

Permasalahan yang terjadi pada setiap proses transfer panas adalah keadaan transfer. Kondisi transfer panas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu steady-state dan unsteady-state. Pada kondisi steady state, waktu tidak memiliki pengaruh terhadap distribusi atau perpindahan panas yang terjadi pada obyek. Sedangkan pada unsteady state, perubahan temperatur terjadi dengan disertai perpindahan lokasi dan perubahan waktu.

Transfer panas yang terjadi pada heat exchanger shell and tube merupakan gabungan antara konduksi dan konveksi. Konduksi merupakan transfer panas yang terjadi pada benda padat, dan tidak disertai perpindahan molekul konduktor. Terdapat dua teori mengenai transfer panas konduksi. Molekul dari benda padat memperoleh energi thermal tambahan, yang menjadikan molekul tersebut lebih berenergi dan menghasilkan getaran dengan aplitudo getaran yang semakin meningkat saat diberi energi lebih besar. Getaran ini disalurkan melalui satu molekul ke molekul benda padat yang lain tanpa ada gerakan perpindahan molekul. Sehingga panas ditransfer dari suhu tinggi ke suhu rendah. Teori kedua mengenai konduksi, menyatakan bahwa konduksi terjadi pada tingkat molekuler dimana terjadi perpindahan atau gerak bebas dari electron.elektron bebas ini biasanya paling mudah bergerak di bahan metal, itu sebabnya bahwa konduktor listrik dari bahan perak dan copper merupakan konduktor listrik yang baik, dan biasanya juga merupakan konduktor panas yang baik pula. Kualitas konduksi panas ditentukan dari luas penampang konduktor, bahan konduktor, ketebalan dari bahan konduktor, dan perbedaan suhu saat transfer panas terjadi.

Rate of heat transfer atau kecepatan pindah panas dapat dituliskan dengan persamaan :

ݍ = ݈ݑܽݏ ܽݎ݁ܽ ݔ ݌݁ݎܾ݁݀ܽܽ݊ ݏݑℎݑ ݇݁ݐܾ݈݁ܽܽ݊ ݉ܽݐ݁ݎ݅ ݍ = −݇ܣ݀ܶ

݀ݔ (ܹ)

dimana k adalah konduktivitas thermal (W/moC), dan turunan dari dT/dx adalah negatif, sehingga di depan persamaan diberi nilai -1 agar hasil dari kecepatan pindah panas positif.

Konveksi merupakan perpindahan panas yang biasanya terjadi pada liquid dan gas. Perpindahan panas pada konveksi terjadi dengan diikuti perpindahan molekul dari media (liquid dan gas). Terdapat dua tipe konveksi, yaitu forced convection dan free convection. Konveksi paksaan atau forced convection merupakan konveksi yang dilakukan secara mekanikal, menggunakan alat-alat mekanis seperti pompa atau fan, untuk mempercepat atau memperlambat pergerakan fluida. Konveksi natural atau free convection disebabkan oleh adanya perbedaan densitas yang disebabkan oleh gradient

(6)

dari temperatur pada sistem. Kedua tipe konveksi ini dapat menyebabkan baik aliran turbulen maupun aliran laminar. Aliran turbulen biasanya lebih sering terjadi pada forced convection. Pada perpindahan panas konveksi, terdapat Newton’s law of cooling, yaitu :

ݍ = ℎܣ(ܶ− ܶ)

dimana h merupakan koefisian konvektivitas thermal (W/m2 oC), yang bukan merupakan property material padat. Koefisien h nilainya tergantung pada sejumlah property fluida (densitas, viskositas, konduktivitas thermal, dan specific heat), velocity of fluid, geometri, dan kekasaran permukaan dari material padat yang kontak langsung dengan fluida.

Pada heat exchanger shell and tube, terjadi pindah panas konduksi dan konveksi. Pindah panas secara konduksi terjadi antara perpindahan panas pada fluida menuju ke dinding tube, dan pindah panas secara konveksi terjadi antara perpindahan panas dari dinding tube menuju fluida yang bersuhu lebih rendah daripada fluida yang memberi panas ke dinding tube. Oleh karena pindah panas baik konduksi maupun konveksi dipengaruhi oleh luas permukaan dari material solid atau dinding tube, maka untuk memperbesar kapasitas pindah panas dari heat exchanger shell and tube, dilakukan beberapa modifikasi. Salah satu modifikasi dari heat exchanger shell and tube adalah dengan memberi fin (sirip) pada setiap tube sehingga luas permukaan atau luas penampang pada tube semakin besar sehingga memungkin panas yang tertransfer semakin banyak. Analisa perpindahan panas pada permukaan yang diperluas :

Gambar 2. Sistem Konduksi dan Konveksi pada fin atau sirip.

Berdasarkan gambar 2. dapat dituliskan bahwa neraca panasnya adalah energi konduksi masuk = energi konduksi keluar + energi konveksi keluar. Dengan mengetahui distribusi suhu lingkungan di sirip, maka besarnya panas yang terlepas dapat dihitung. Distribusi suhu di sirip dapat dijadikan parameter efisiensi sirip. Efisiensi sirip semakin besar bila beda suhu antara permukaan sirip dengan suhu di sepanjang sirip tidak terlalu besar.

Selain penambahan sirip, heat exchanger shell and tube juga dimodifikasi dengan memberi tambahan vortex atau penghasil getaran, sehingga terbentuk getaran pada fluida di dalam heat exchanger. Getaran yang terbentuk sangat mempengaruhi osilasi pada

(7)

tube, baik amplitude maupun frekuensinya. Getaran yang terbentuk akan menyedot fluida pada lapisan batas sehingga fluida tertarik ke dalam dan boundary layer dari fluida akan semakin tipis dan perpindahan panas pada fluida dan dinding tube akan semakin besar. Penambahan sirip juga mempengaruhi pola aliran dari fluida di antara dinding dalam shell dan dinding luar tube. Semakin acak aliran, makan semakin besar pula laju perpindahan panas fluida.

Instalasi dari percobaan penambahan fin terdiri dari heat exchanger shell and tube, blower, wind tunnel, manometer, tabung pitot, dan komputer. Heat exchanger terbuat dari shell, tube, dan fin. Bahan pembuat tube adalah aluminium dengan ukuran silinder 5/8 inchi. Shell dibuat menyerupai saluran udara berukuran 16x16 cm, dan dipasangi blower pada mulutnya sebagai input udara panas. Fin merupakan sirip yang berpenampang lingkaran 1mm yang dipasang di sekitar tube. Sedangkan manometer dan pitot digunakan sebagai salah satu sensor yang memberi input data kepada komputer.

Percobaan dilakukan dengan memberi aliran udara panas yang dihasilkan oleh blower yang mengalir di dalam shell. Kemudian ditunggu hingga aliran udara dalam shell stabil, dan setelah aliran udara stabil, maka dilakukan berbagai macam variasi kecepatan udara pada saluran shell dengan memperbesar dan memperkecil suction blower. Data yang dicatat adalah kecepatan udara stabil yang terdapat di dalam shell, dibaca dengan manometer dan pitot, dan data temperature pada keadaan kecepatan udara tertentu.

Hasil dari percobaan diperoleh bahwa, kecepatan fluida sangat mempengaruhi harga dari koefisien pindah panas. Semakin tinggi kecepatan fluida, maka semakin tinggi pula harga h, yang juga berarti semakin tinggi pula kecepatan pindah panasnya (q). Dan dapat dilihat pula dari grafik di bawah ini, bahwa kecepatan fluida pada heat exchanger termodifikasi, dengan fin dan dengan getaran, memiliki tingkatan tertinggi pada kecepatan fluidanya dibandingkan dengan kecepatan fluida pada heat exchanger tanpa fin dan tanpa getaran.

Gambar 3. Grafik Perbandingan Kecepatan Fluida Pada Titik Stagnasi, Terhadap Koefisien Pindahan Panas Konfeksi dengan Berbagai Variasi (dengan dan tanpa fin).

Titik stagnasi merupakan titik dimana bagian dari tube berhadapan langsung dengan aliran fluida. Peningkatan kecepatan aliran fluida akan meningkatkan bilangan Reynolds, maka semakin tinggi kecepatan fluida, semakin tinggi pula bilangan

(8)

Reynolds-nya, dan gaya inersia yang berhubungan dengan densitas dan kecepatan fluida yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan gaya viskositas. Dengan semakin besarnya gaya inersia, maka gaya viskositas tidak akan dapat menahan fluktuasi fluida yang cepat dan acak, sehingga terjadilah aliran turbulen pada fluida tersebut. Pada daerah di seberang titik stagnasi (1800 stagnasi), koefisien pindah panas secara konveksi lebih kecil dibandingkan pada titik stagnasi, sebab beda tekanan pada titik stagnasi dengan titik 180o stagnasi cukup besar. Perbedaan tekanan yang cukup besar ini menyebabkan terjadinya pembalikan arah pada fluida. Pembalikan arah tersebut memicu terjadinya getaran sehingga perpindahan panas semakin besar.

Penambahan fin atau sirip pada heat exchanger shell and tube menyebabkan peningkatan nilai koefisien pindah panas, yang menyebabkan meningkatnya nilai laju pindah panas. Sirip ini memperluas permukaan tube sehingga perpindahan panas antara fluida menuju ke dinding tube berlangsung semakin cepat. Selain memperluas permukaan, sirip ini juga mengacak aliran fluida pada shell, sehingga alirannya semakin cepat dan laju pindah panas semakin cepat pula. Selain itu, aliran fluida yang diacak oleh fin, mengakibatkan terjadinya perbedaan tekanan antara titik stagnasi dengan titik 180o stagnasi, yang menyebabkan terjadinya pembalikan arah fluida. Pembalikan arah tersebut memicu getaran yang akan mengoyak boundary layer pada sekitar pipa sehingga meningkatkan koefisien perpindahan panas.

4. Kesimpulan

a. Industri bertujuan untuk memaksimalkan pemasukan dengan meminimasi biaya produksi. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan minimasi biaya produksi adalah dengan memanfaatkan energi yang terbuang.

b. Heat exchanger merupakan alat yang berfungsi sebagai alat penukar panas antara dua fluida dengan temperatur yang berbeda. Salah satu jenis heat exchanger adalah shell and tube, yang terdiri dari shell untuk tempat aliran fluida, dan di dalamnya terdapat tube bundle sebagai aliran fluida yang berbeda temperaturnya.

c. Untuk memaksimalkan pemanfaatan heat exchanger, maka ditambahkan fin pada dinding di sekitar shell dan tube. Penambahan fin ini terbukti dapat meningkatkan laju pindah panas pada heat exchanger. Yaitu dengan menambah luas permukaan media pindah panas, mengacak aliran fluida pada shell sehingga menimbulkan getaran yang mampu memecah boundary layer yang terbentuk pada dinding dan meningkatkan nilai koefisien pindah panas.

d. Semakin tinggi nilai koefisien pindah panasnya, maka semakin tinggi pula laju perpindahan panas yang terjadi pada heat exchanger yang diberi tambahan fin.

(9)

5. Daftar Pustaka

Baierlein, Ralph. 1999. Thermal Physics. Cambridge : Cambridge University Press.

Cengel, Yunus A. 1998. Heat Transfer : A Practical Approach. McGraw Hill : New York.

Fuadi, Ahmad M. dan Kun Harismah. 2004. Pengaruh Pemasangan Sirip terhadap Jumlah Panas yang Dipindahkan pada Alat Penukar Panas Anulus. Surakarta : Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah.

Holman. J.P. 1988. Perpindahan Kalor, 6th ed. Jakarta: Erlangga.

Kapale, Uday C. and Satich Chand. Modeling for shell-side pressure drop for liquid flow in shell-and-tube heat exchanger. Elsevier (Des.) (2004) 601-610.

Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Singh, R. Paul. 2001. Introduction to Food Engineering. London : Academic Press.

Jurnal utama yang digunakan :

Sunu, Putu Wijaya. 2008. Analisis Perbandingan Pemasangan Sirip pada Pipa Bergetar Terhadap Perpindahan Panas. Bukit Jimbaran Bali : Politeknik Negeri Bali.

Gambar

Gambar 1. Shell and Tube Heat Exchanger  Sumber : Washington university
Gambar 2. Sistem Konduksi dan Konveksi pada fin atau sirip.
Gambar 3. Grafik Perbandingan Kecepatan Fluida Pada Titik Stagnasi, Terhadap  Koefisien Pindahan Panas Konfeksi dengan Berbagai Variasi (dengan dan tanpa fin)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang Analisis Pengaruh Kecepatan Fluida Panas Aliran Berlawanan terhadap Efektivitas Heat Exchanger tipe Shell and Tube dilakukan di Laboratorium Konversi Energi

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : “Analisis Pengaruh Viskositas Fluida Dingin terhadap Karakteristik Heat Exchanger Tipe Shell and.. Tube ”

Tugas akhir ini berisi tentang hasil perancangan shell and tube heat exchanger yang digunakan pada proses produksi oksigen serta pemvariasian baffle cut untuk mengetahui

Tugas Akhir berjudul 'Rancang Bangun Heat Exchanger Tube Non Fin Tiga Pass Shel/ Satu Pass Untuk Mesin Pengering Empon€mpon" telah dipertahankan dihadapan Dewan

Selanjutnya, penelitian mengenai penggunaan curved vortex generator pada fin- tube heat exchanger dilakukan dengan hasil bahwa, intensitas aliran selanjutnya lebih besar

Objek penelitian ini adalah heat exchanger tipe shell and tube dengan kemiringan sudut baffle 30° jenis baffle yang digunakan double segmental.. Proses pengujian

Pompa yang digunakan dalam sistem Shell and Tube Heat exchanger ini menggukan dua jenis pompa , yaitu : pompa sentrifugal untuk distribusi air dingin dan pompa

ANALISA KINERJA HEAT EXCHANGER-02 SHELL AND TUBE PPSDM MIGAS CEPU DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS CFD Abstrak Heat Exchanger adalah sebuah alat yang berfungsi untuk