• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Panduan Survei Sarang Orangutan. Orangutan. Sri Suci Utami Atmoko M. Arif Rifqi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Panduan Survei Sarang Orangutan. Orangutan. Sri Suci Utami Atmoko M. Arif Rifqi"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

Sri Suci Utami Atmoko

M. Arif Rifqi

Buku Panduan

Survei Sarang

Orangutan

Buku Panduan Survei Sarang Orangutan

FORINA dan Fakultas Biologi UNAS Jakarta, 2012

Sri Suci Utami Atmoko

M. Arif Rifqi

Buku Panduan

Survei Sarang

Orangutan

Buku Panduan Survei Sarang Orangutan

(2)

BUKU PANDUAN SURVEI SARANG ORANGUTAN

© Forum Orangutan Indonesia (FORINA) dan

Fakultas Biologi, Universitas Nasional ISBN : 978-602-17274-1-6

Forum Orangutan Indonesia

Jl. Cemara Boulevard No. 58 Taman Yasmin, Bogor, Indonesia, 16112. www.forina.or.id

Fakultas Biologi Universitas Nasional

Jl. Sawo Manila, Pasar Minggu Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia, 12520.

www.biologi.unas.ac.id Tim Penyusun

Sri Suci Utami Atmoko M. Arif Rifqi

Foto Cover : Orangutan - Ike N. Nayasilana Desain Cover : Herry Djoko Susilo

(3)

BUKU

PANDUAN SURVEI SARANG ORANGUTAN

Sri Suci Utami Atmoko

M. Arif Rifqi

Forum Orangutan Indonesia (FORINA) dan

Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

(4)

KATA PENGANTAR

rangutan merupakan salah satu primata yang paling

terancam di dunia dan satu-satunya kera besar yang hidup

O

di Asia. Di Indonesia terdapat dua jenis orangutan, yaitu

orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan orangutan Kalimantan

(Pongo pygmaeus) yang terdiri dari 3 (tiga) sub spesies, yaitu

Pongo pygmaeus pygmaeus (Kalimantan Barat), Pongo pygmaeus

wurmbii (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah) dan

Pongo

pygmaeus morio

(Kalimantan Timur). Sebaran orangutan 75%

diketahui berada di luar kawasan konservasi. Untuk mendukung

ketersediaan data sebaran dan populasi orangutan, terutama di

kawasan-kawasan yang masih minim data, perlu dilakukan

serangkaian penelitian awal melalui survey orangutan.

Serangkaian survey dan penelitian akan dilaksanakan untuk

memenuhi kebutuhan data guna kepentingan konservasi

orangutan. Salah satu cara untuk menyamakan persepsi mengenai

metodologi penelitian adalah melalui pelatihan survey sarang

orangutan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman yang

seragam mengenai metode survey yang akan dilaksanakan, agar

bisa memenuhi tujuan dimaksud.

Guna mendukung kegiatan pelatihan survey sarang dan

pelaksanaan survey sarang di lapangan maka FORINA menyusun

dan menerbitkan Buku Panduan Survey Sarang yang diharapkan

dapat menjadi pegangan ketika mengikuti pelatihan serta ketika

melaksanakan kegiatan survey di lapangan.

FORINA mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Dr. Sri Suci Utami Atmoko dan M. Arif Rifqi yang

telah menyusun dan merancang desain dari Buku Panduan ini.

Semoga bermanfaat.

Herry Djoko Susilo

Ketua

(5)

DAFTAR ISI

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN (1)

A. Pendahuluan (1)

B. Apa itu orangutan (1)

C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan

populasi? (4)

D. Pengambilan Data (5)

1. Data Awal (5)

2. Parameter Ekologi (11)

3. Laju Peluruhan Sarang (13)

4. Info Tambahan (14)

II. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN (16)

A. Membuat Desain Survei (16)

B. Analisa Hasil Survei (22)

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI (25)

A. GPS (25)

1. Pendahuluan (25)

2. Bagian-Bagian GPS (26)

3. Halaman-Halaman Utama pada Layar GPS (27)

4. Menggunakan GPS (30)

B. Range Finder (35)

DAFTAR PUSTAKA (38)

LAMPIRAN (40)

Daftar Isi

DAFTAR ISI

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN (1)

A. Pendahuluan (1)

B. Apa itu orangutan (1)

C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan

populasi? (4)

D. Pengambilan Data (5)

1. Data Awal (5)

2. Parameter Ekologi (11)

3. Laju Peluruhan Sarang (13)

4. Info Tambahan (14)

II. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN (16)

A. Membuat Desain Survei (16)

B. Analisa Hasil Survei (22)

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI (25)

A. GPS (25)

1. Pendahuluan (25)

2. Bagian-Bagian GPS (26)

3. Halaman-Halaman Utama pada Layar GPS (27)

4. Menggunakan GPS (30)

B. Range Finder (35)

DAFTAR PUSTAKA (38)

LAMPIRAN (40)

Daftar Isi

(6)

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN

A. Pendahuluan

ntuk mendukung ketersediaan data sebaran dan populasi orangutan,

U

terutama di kawasan-kawasan yang masih minim data, maka perlu dilakukan serangkaian penelitian awal melalui: (i) pengumpulan informasi keberadaan orangutan, (ii) pre-survei sarang orangutan dan dilanjutkan dengan (iii) survei sarang orangutan skala besar, jika terindikasi keberadaan orangutan (sarang orangutan atau perjumpaan langsung) melalui pre-survei sebelumnya. Oleh karena itu serangkaian survei dan penelitian harus segera dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan data guna kepentingan konservasi spesies ini.

B. Apa itu orangutan?

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar (primata tidak berekor) yang masih hidup di Asia. Ketiga jenis kera besar lainnya ditemukan di Afrika, yaitu Bonobo (Pan paniscus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorila (Gorilla gorilla). Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu yang berarti “orang hutan”, sedangkan masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan ”Mawas”, ”Maias” atau “Kahiyu”. Hasil penelitian genetika, morfologi, ekologi, tingkah laku, dan sejarah hidup orangutan dibedakan menjadi dua jenis (Delgado & van Schaik, 2001, Groves, 2001, Zhang dkk, 2001) Pongo abelii yang terdapat di Sumatera (provinsi Sumatera Utara dan Aceh) dan Pongo pygmaeus yang tersebar di Kalimantan (provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur; Sarawak dan Sabah di Malaysia).

Selain itu, terdapat variasi morfologi dan genetik pada populasi orangutan Kalimantan yang dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis (Groves, 2001; Warren dkk, 2001), yaitu: Pongo pymaeus pygmaeus yang tersebar di bagian Barat Laut Kalimantan (Taman Nasional Betung Kerihun, TN Danau Sentarum, dan sekitarnya), Utara Sungai Kapuas sampai Timur Laut Serawak. Pongo pygmaeus wurmbii memiliki sebaran pada Barat Daya Kalimantan, bagian Selatan sungai Kapuas dan bagian Barat sungai Barito. Pongo pygmaeus morio yang terbatas sebarannya pada Sabah dan bagian Timur Kalimantan sampai sejauh sungai Mahakam.

Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) yang berukuran besar, memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), dan masa hidup panjang (dapat lebih dari 50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran biji untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ketidakhadiran orangutan di hutan dapat mengakibatkan kepunahan suatu jenis tumbuhan yang penyebarannya tergantung oleh primata itu.

Kelangsungan hidup orangutan sangat tergantung pada hutan hujan tropis yang menjadi habitatnya, mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga hutan pegunungan dengan ketinggian lebih kurang 1800 m dpl (di atas permukaan laut) (Rijksen, 1978), dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian sekitar 200-400 m dpl (Payne, 1987 dan van Schaik dkk, 1995). Di Kalimantan, batas ketinggian populasi orangutan sekitar 500-800 m dpl, sedangkan di Sumatera, terutama jantan dewasa, terkadang dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl.

Orangutan jantan dewasa berpipi (Maias Capan-bhs Iban) besarnya hampir dua kali besar betina dewasa atau jantan dewasa tidak berpipi (Maias Timbau-bhs Iban). Betina dewasa orangutan biasa dijumpai berjalan bersama anaknya yang masih kecil, sedangkan anaknya yang remaja atau pra-dewasa (Maias Kesak-bhs Iban) sudah hidup mandiri dan mulai mencari pasangan. Orangutan betina siap bereproduksi (melahirkan) pada usia sekitar 14 tahun, dengan lama kehamilan 8-9 bulan. Setiap kelahiran orangutan hanya menghasilkan satu bayi dengan jarak kelahiran 7-9 tahun (Wich dkk, 2009).

Gambar 1. Distribusi orangutan (by Perry van duijhooven).

Panduan Survei Sarang Orangutan

1

(7)

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN

A. Pendahuluan

ntuk mendukung ketersediaan data sebaran dan populasi orangutan,

U

terutama di kawasan-kawasan yang masih minim data, maka perlu dilakukan serangkaian penelitian awal melalui: (i) pengumpulan informasi keberadaan orangutan, (ii) pre-survei sarang orangutan dan dilanjutkan dengan (iii) survei sarang orangutan skala besar, jika terindikasi keberadaan orangutan (sarang orangutan atau perjumpaan langsung) melalui pre-survei sebelumnya. Oleh karena itu serangkaian survei dan penelitian harus segera dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan data guna kepentingan konservasi spesies ini.

B. Apa itu orangutan?

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar (primata tidak berekor) yang masih hidup di Asia. Ketiga jenis kera besar lainnya ditemukan di Afrika, yaitu Bonobo (Pan paniscus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorila (Gorilla gorilla). Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu yang berarti “orang hutan”, sedangkan masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan ”Mawas”, ”Maias” atau “Kahiyu”. Hasil penelitian genetika, morfologi, ekologi, tingkah laku, dan sejarah hidup orangutan dibedakan menjadi dua jenis (Delgado & van Schaik, 2001, Groves, 2001, Zhang dkk, 2001) Pongo abelii yang terdapat di Sumatera (provinsi Sumatera Utara dan Aceh) dan Pongo pygmaeus yang tersebar di Kalimantan (provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur; Sarawak dan Sabah di Malaysia).

Selain itu, terdapat variasi morfologi dan genetik pada populasi orangutan Kalimantan yang dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis (Groves, 2001; Warren dkk, 2001), yaitu: Pongo pymaeus pygmaeus yang tersebar di bagian Barat Laut Kalimantan (Taman Nasional Betung Kerihun, TN Danau Sentarum, dan sekitarnya), Utara Sungai Kapuas sampai Timur Laut Serawak. Pongo pygmaeus wurmbii memiliki sebaran pada Barat Daya Kalimantan, bagian Selatan sungai Kapuas dan bagian Barat sungai Barito. Pongo pygmaeus morio yang terbatas sebarannya pada Sabah dan bagian Timur Kalimantan sampai sejauh sungai Mahakam.

Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) yang berukuran besar, memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), dan masa hidup panjang (dapat lebih dari 50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran biji untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ketidakhadiran orangutan di hutan dapat mengakibatkan kepunahan suatu jenis tumbuhan yang penyebarannya tergantung oleh primata itu.

Kelangsungan hidup orangutan sangat tergantung pada hutan hujan tropis yang menjadi habitatnya, mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga hutan pegunungan dengan ketinggian lebih kurang 1800 m dpl (di atas permukaan laut) (Rijksen, 1978), dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian sekitar 200-400 m dpl (Payne, 1987 dan van Schaik dkk, 1995). Di Kalimantan, batas ketinggian populasi orangutan sekitar 500-800 m dpl, sedangkan di Sumatera, terutama jantan dewasa, terkadang dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl.

Orangutan jantan dewasa berpipi (Maias Capan-bhs Iban) besarnya hampir dua kali besar betina dewasa atau jantan dewasa tidak berpipi (Maias Timbau-bhs Iban). Betina dewasa orangutan biasa dijumpai berjalan bersama anaknya yang masih kecil, sedangkan anaknya yang remaja atau pra-dewasa (Maias Kesak-bhs Iban) sudah hidup mandiri dan mulai mencari pasangan. Orangutan betina siap bereproduksi (melahirkan) pada usia sekitar 14 tahun, dengan lama kehamilan 8-9 bulan. Setiap kelahiran orangutan hanya menghasilkan satu bayi dengan jarak kelahiran 7-9 tahun (Wich dkk, 2009).

Gambar 1. Distribusi orangutan (by Perry van duijhooven).

Panduan Survei Sarang Orangutan

1

(8)

Gambar 2. Kelas umur dan sex orangutan: orangutan jantan dewasa berpipi (1), orangutan betina dewasa dan anak (2), orangutan jantan dewasa tidak berpipi (3), dan orangutan remaja (4).

Orangutan termasuk frugivora (pemakan buah), namun mereka juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga dan kadang-kadang memakan tanah serta vertebrata kecil. Hingga saat ini dari stasiun-stasiun riset yang berada di daerah sebarannya (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Aceh dan Sumatera Utara) tercatat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, hewan kecil dan jamur yang menjadi makanan orangutan (Rodman, 1973; MacKinnon, 1974; Rijksen, 1978; Galdikas, 1988; Utami dan van Hooff, 1997, Russon dkk, 2009).

Sebagai makhluk hidup yang sangat tergantung pada keberadaan hutan, orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, orangutan dapat dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan tropis.

Saat ini keberadaan kedua spesies orangutan di alam sangat terancam dan rentan terhadap kepunahan. Oleh IUCN (2008) orangutan kalimantan ditetapkan sebagai “Endangered” (Genting), sementara kondisi yang lebih kritis di Sumatra menempatkan orangutan di pulau itu ke dalam kategori

“Critical Endangered” (Kritis). Keduanya juga terdaftar dalam Appendix I CITES, yang berarti baik satwa maupun semua produk yang berasal darinya (daging, kulit, rambut, kuku, kotoran, dll) tidak boleh diperdagangkan di manapun juga. Di Indonesia, orangutan telah dilindungi secara hukum melalui : Peraturan perlindungan binatang liar no. 233 Th. 1931, UU no. 5 Th. 1990, SK MenHut 10 Juni 1991 no. 301/Kpts-II/1991 dan PP no. 7 Th. 1999.

C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan

populasi?

Seperti kera besar lainnya di Afrika (gorila, bonobo dan simpanse), orangutan membuat sarang tidur setiap hari dengan lokasi yang berbeda. Umumnya adalah sarang baru, tetapi pada beberapa kasus orangutan juga memperbaiki sarang lama sebagai sarang tidur ataupun membuat sarang istirahat pada waktu siang.

Penghitungan populasi orangutan menggunakan perjumpaan langsung dengan orangutan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena orangutan adalah primata semi-soliter yang sangat pemalu dan jumlahnya tidak melimpah. Dengan menggunakan metode perjumpaan langsung, maka data perhitungan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Melihat kondisi tersebut, maka metode penghitungan sarang orangutan adalah metode yang memungkinkan.

Secara umum bentuk sarang orangutan hampir menyerupai sarang burung elang, sarang tupai besar, maupun sarang beruang madu. Yang membedakan dengan sarang orangutan adalah bagian patahan dahan yang digunakan sebagai pondasi sarang.

Penghitungan kepadatan sarang dapat dikembangkan untuk menghasilkan perkiraan kepadatan populasi kera besar, paling tidak jika diasumsikan bahwa proses kehancuran sarang (t) berlangsung pada suatu kecepatan tertentu di suatu tempat dan musim tertentu. Akibatnya, jika dibandingkan dengan penghitungan individu secara langsung, penghitungan sarang tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi populasi musiman.

Penjelasan di atas menunjukkan pentingnya suatu program pemantauan populasi orangutan terpadu yang dapat menghasilkan data-data yang dapat diandalkan dan mudah diakses serta mampu menjelaskan sebab-sebab perubahan populasi orangutan di berbagai wilayah.

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

(9)

Gambar 2. Kelas umur dan sex orangutan: orangutan jantan dewasa berpipi (1), orangutan betina dewasa dan anak (2), orangutan jantan dewasa tidak berpipi (3), dan orangutan remaja (4).

Orangutan termasuk frugivora (pemakan buah), namun mereka juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga dan kadang-kadang memakan tanah serta vertebrata kecil. Hingga saat ini dari stasiun-stasiun riset yang berada di daerah sebarannya (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Aceh dan Sumatera Utara) tercatat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, hewan kecil dan jamur yang menjadi makanan orangutan (Rodman, 1973; MacKinnon, 1974; Rijksen, 1978; Galdikas, 1988; Utami dan van Hooff, 1997, Russon dkk, 2009).

Sebagai makhluk hidup yang sangat tergantung pada keberadaan hutan, orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, orangutan dapat dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan tropis.

Saat ini keberadaan kedua spesies orangutan di alam sangat terancam dan rentan terhadap kepunahan. Oleh IUCN (2008) orangutan kalimantan ditetapkan sebagai “Endangered” (Genting), sementara kondisi yang lebih kritis di Sumatra menempatkan orangutan di pulau itu ke dalam kategori

“Critical Endangered” (Kritis). Keduanya juga terdaftar dalam Appendix I CITES, yang berarti baik satwa maupun semua produk yang berasal darinya (daging, kulit, rambut, kuku, kotoran, dll) tidak boleh diperdagangkan di manapun juga. Di Indonesia, orangutan telah dilindungi secara hukum melalui : Peraturan perlindungan binatang liar no. 233 Th. 1931, UU no. 5 Th. 1990, SK MenHut 10 Juni 1991 no. 301/Kpts-II/1991 dan PP no. 7 Th. 1999.

C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan

populasi?

Seperti kera besar lainnya di Afrika (gorila, bonobo dan simpanse), orangutan membuat sarang tidur setiap hari dengan lokasi yang berbeda. Umumnya adalah sarang baru, tetapi pada beberapa kasus orangutan juga memperbaiki sarang lama sebagai sarang tidur ataupun membuat sarang istirahat pada waktu siang.

Penghitungan populasi orangutan menggunakan perjumpaan langsung dengan orangutan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena orangutan adalah primata semi-soliter yang sangat pemalu dan jumlahnya tidak melimpah. Dengan menggunakan metode perjumpaan langsung, maka data perhitungan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Melihat kondisi tersebut, maka metode penghitungan sarang orangutan adalah metode yang memungkinkan.

Secara umum bentuk sarang orangutan hampir menyerupai sarang burung elang, sarang tupai besar, maupun sarang beruang madu. Yang membedakan dengan sarang orangutan adalah bagian patahan dahan yang digunakan sebagai pondasi sarang.

Penghitungan kepadatan sarang dapat dikembangkan untuk menghasilkan perkiraan kepadatan populasi kera besar, paling tidak jika diasumsikan bahwa proses kehancuran sarang (t) berlangsung pada suatu kecepatan tertentu di suatu tempat dan musim tertentu. Akibatnya, jika dibandingkan dengan penghitungan individu secara langsung, penghitungan sarang tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi populasi musiman.

Penjelasan di atas menunjukkan pentingnya suatu program pemantauan populasi orangutan terpadu yang dapat menghasilkan data-data yang dapat diandalkan dan mudah diakses serta mampu menjelaskan sebab-sebab perubahan populasi orangutan di berbagai wilayah.

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

(10)

Gambar 3. Ciri khas sarang orangutan (1; foto oleh Kisar Odom) jika dibandingkan dengan sarang elang (2; foto oleh Suci Utami-Atmoko), tupai besar (3; foto oleh Suci Utami-Atmoko) dan beruang madu (4a & 4b; foto oleh Nuzuar).

D. Pengambilan Data 1. Data awal

Disetiap lokasi pada kunjungan pertama, semua sarang yg dijumpai dicatat (lokasi, nama pohon, jarak sarang ke jalur/ transek, kelas sarang, ketinggian, posisi sarang) diberi tanda dengan pita dan posisi sarang diambil GPS-nya.

Untuk mengumpulkan data dengan cara menelusuri jalur transek (line transect), dibutuhkan suatu tim yang berjumlah antara empat dan enam orang (Gambar 1):

· Orang (1) (di jalur) membuka jalur transek sesuai arah kompas

· Orang (2), (di jalur) 5 meter di belakang orang ke (1), membawa kompas dan alat GPS untuk memandu pembuka jalur dan pergerakan seluruh tim

· Orang (3) (di jalur) berjalan maksimal 10 meter di belakang orang ke

(2)

· Orang (4) (di jalur) berjalan 5 meter di belakang orang ke (3)

· Orang kelima (5) dan/atau keenam (6), 5 meter di samping jalur/ transek, tidak jauh di belakang orang keempat, orang ke 5 dan ke 6

tidak selalu harus ada dalam tim.

Tim tersebut terdiri dari empat orang atau lebih. Kedua personel tambahan membantu pengumpulan data. Jika parang/golok diperlukan selama perjalanan, alat tersebut akan dibawa oleh orang (1), yang juga membawa kompas. Walaupun penggunaan parang menimbulkan suara gaduh dan dapat merusak lingkungan, kadang-kadang alat ini diperlukan dalam beberapa keadaan tertentu. Orang (1) bertugas mengamati keadaan di depan, membuka jalur transek, mengarahkan tim.

Orang (2) membawa topofil dan GPS, dan melihat ke arah yang sama dengan orang (1). Orang (3) bertugas membuat catatan dan mengisi lembar data serta membawa teropong binokular untuk mencari sarang orangutan di pepohonan. Orang (3) juga sebaiknya melihat sesekali ke belakang (di antara pepohonan) untuk memastikan bahwa tidak ada sarang yang terlewat. Orang (4) melihat ke tanah dan mencari buah yang jatuh di jalur transek, kemudian mencari pohon buah tersebut, serta mengisi lembar data

fruit trail. Keempat orang ini harus tetap berjalan sepanjang jalur transek sembari mengamati keberadaan sarang orangutan di sepanjang jalur transek.

Orang (5) dan (6) bergerak secara zig-zag melintasi jalur transek, mencari sarang orangutan di sepanjang dan sekitar jalur transek, dengan pergerakan yang dibatasi tidak lebih jauh dari 5 meter di luar jalur transek. Jadi, setiap orang dalam tim memiliki tugas tersendiri, tetapi semua anggota juga mencari sarang orangutan.

Pengambilan data sarang dilakukan bolak-balik. Alasan utama adalah; pertama sinar matahari dari arah yang berbeda, kedua menghindari sarang yang terlewatkan, ketiga yang paling penting sarang yang diatas transek, sarang diatas transek sering terlewatkan karena pengamat terlalu konsentrasi pada sarang di sisi jalan.

Gambar 4. Penempatan para anggota tim survei di sepanjang dan sekitar jalur transek

Panduan Survei Sarang Orangutan

5

(11)

Gambar 3. Ciri khas sarang orangutan (1; foto oleh Kisar Odom) jika dibandingkan dengan sarang elang (2; foto oleh Suci Utami-Atmoko), tupai besar (3; foto oleh Suci Utami-Atmoko) dan beruang madu (4a & 4b; foto oleh Nuzuar).

D. Pengambilan Data 1. Data awal

Disetiap lokasi pada kunjungan pertama, semua sarang yg dijumpai dicatat (lokasi, nama pohon, jarak sarang ke jalur/ transek, kelas sarang, ketinggian, posisi sarang) diberi tanda dengan pita dan posisi sarang diambil GPS-nya.

Untuk mengumpulkan data dengan cara menelusuri jalur transek (line transect), dibutuhkan suatu tim yang berjumlah antara empat dan enam orang (Gambar 1):

· Orang (1) (di jalur) membuka jalur transek sesuai arah kompas

· Orang (2), (di jalur) 5 meter di belakang orang ke (1), membawa kompas dan alat GPS untuk memandu pembuka jalur dan pergerakan seluruh tim

· Orang (3) (di jalur) berjalan maksimal 10 meter di belakang orang ke

(2)

· Orang (4) (di jalur) berjalan 5 meter di belakang orang ke (3)

· Orang kelima (5) dan/atau keenam (6), 5 meter di samping jalur/ transek, tidak jauh di belakang orang keempat, orang ke 5 dan ke 6

tidak selalu harus ada dalam tim.

Tim tersebut terdiri dari empat orang atau lebih. Kedua personel tambahan membantu pengumpulan data. Jika parang/golok diperlukan selama perjalanan, alat tersebut akan dibawa oleh orang (1), yang juga membawa kompas. Walaupun penggunaan parang menimbulkan suara gaduh dan dapat merusak lingkungan, kadang-kadang alat ini diperlukan dalam beberapa keadaan tertentu. Orang (1) bertugas mengamati keadaan di depan, membuka jalur transek, mengarahkan tim.

Orang (2) membawa topofil dan GPS, dan melihat ke arah yang sama dengan orang (1). Orang (3) bertugas membuat catatan dan mengisi lembar data serta membawa teropong binokular untuk mencari sarang orangutan di pepohonan. Orang (3) juga sebaiknya melihat sesekali ke belakang (di antara pepohonan) untuk memastikan bahwa tidak ada sarang yang terlewat. Orang (4) melihat ke tanah dan mencari buah yang jatuh di jalur transek, kemudian mencari pohon buah tersebut, serta mengisi lembar data

fruit trail. Keempat orang ini harus tetap berjalan sepanjang jalur transek sembari mengamati keberadaan sarang orangutan di sepanjang jalur transek.

Orang (5) dan (6) bergerak secara zig-zag melintasi jalur transek, mencari sarang orangutan di sepanjang dan sekitar jalur transek, dengan pergerakan yang dibatasi tidak lebih jauh dari 5 meter di luar jalur transek. Jadi, setiap orang dalam tim memiliki tugas tersendiri, tetapi semua anggota juga mencari sarang orangutan.

Pengambilan data sarang dilakukan bolak-balik. Alasan utama adalah; pertama sinar matahari dari arah yang berbeda, kedua menghindari sarang yang terlewatkan, ketiga yang paling penting sarang yang diatas transek, sarang diatas transek sering terlewatkan karena pengamat terlalu konsentrasi pada sarang di sisi jalan.

Gambar 4. Penempatan para anggota tim survei di sepanjang dan sekitar jalur transek

Panduan Survei Sarang Orangutan

5

(12)

Informasi data yang diperlukan dalam perhitungan laju peluruhan sarang orangutan (tabulasi data) terlampir, terdiri dari 2 tabulasi. Tabulasi di lapangan (termasuk data awal; lampiran 1) dan tabulasi data base (tabel 3). Informasi data untuk tabulasi di lapangan (lampiran 1):

1. ID Transek: nomor transek sesuai dengan peta survei rencana kerja. 2. Posisi GPS (Global Position System) waypoint permulaan jalur transek:

posisi di titik awal dibukanya jalur (sesuaikan dengan titik yang sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

3. Posisi GPS akhir jalur transek: posisi di titik akhir jalur transek (harus sama dengan titik yg sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

4. Arah transek; contohnya timur-barat atau selatan-utara.

5. Cuaca: kondisi cuaca saat pengamatan (cerah, mendung, gerimis). 6. Jarak yang ditempuh: 1 km per transeknya.

7. Habitat: kondisi habitat di jalur/ transek (hutan primer, hutan sekunder, 70% terbuka, 40% kebun/ ladang, rawa, pegunungan, dataran rendah, bekas HPH). 1). Tutupan 70 – 90 %, yaitu hutan yang relatif masih baik (sedikit mengalami gangguan tebangan) dengan tutupan kanopi yang rapat, didominansi oleh tumbuhan berkayu dengan tinggi pohon rata-rata 25 – 30 m. 2). Tutupan 50 – 70 %, yaitu hutan yang sudah mengalami banyak tebangan (bekas tebangan 10 – 20 yang lalu), banyak tumbuhan pioneer (Macaranga spp), tinggi pohon berkisar antara 20 – 25 m. 3). Tutupan 30 – 50 %, yaitu kebun campur/bekas ladang yang telah lama ditinggalkan, tinggi pohon berkisar antara 15 – 20 m. Banyak ditumbuhi semak, bambu, kopi, dan jahe-jahean. 4). Tutupan kurang dari 30 %. Merupakan ladang/bukaan ladang yang baru (1 – 5 tahun), terbuka dengan tinggi pohon berkisar antara 10 - 15 m yang merupakan campuran tumbuhan hutan dan tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat , seperti petai, durian dan karet.

8. # ID: nomor urut pencatatan hasil pengamatan sarang orangutan. 9. Meter di jalur transek: jarak perjumpaan sarang OU dari titik awal

transek.

10. Nama waypoint: nama titik GPS yang disimpan, contohnya: sr1 11. Time: waktu perjumpaan sarang OU

12. Koordinat UTM/ GPS: posisi sarang OU harus diambil GPS tepat di bawah sarang OU (jika > 1 sarang di satu pohon, tetap harus diambil GPS masing-masing sarang), begitu juga jika ada perjumpaan dengan OU harus diambil GPS tepat di posisi OU itu terlihat.

13. PPD (Perpendicular Distance) meter: jarak posisi sarang dengan jalur transek, harus diambil tegak lurus (900) dari jalur ke posisi sarang OU (Gambar 5 & 6).

Gambar 5. Mengukur PPD tegak lurus persis di tengah posisi sarang ke jalur transek. 14. DD (Direct Distance) meter: jarak langsung posisi sarang dengan jalur

transek (terutama di lereng), harus disertai pengambilan sudut derajat ke posisi sarang (Gambar 6).

15. Arah sarang: posisi sarang di transek, sesuai arah mata angin (utara, selatan, timur, dan barat).

Panduan Survei Sarang Orangutan

7

Panduan Survei Sarang Orangutan

(13)

Informasi data yang diperlukan dalam perhitungan laju peluruhan sarang orangutan (tabulasi data) terlampir, terdiri dari 2 tabulasi. Tabulasi di lapangan (termasuk data awal; lampiran 1) dan tabulasi data base (tabel 3). Informasi data untuk tabulasi di lapangan (lampiran 1):

1. ID Transek: nomor transek sesuai dengan peta survei rencana kerja. 2. Posisi GPS (Global Position System) waypoint permulaan jalur transek:

posisi di titik awal dibukanya jalur (sesuaikan dengan titik yang sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

3. Posisi GPS akhir jalur transek: posisi di titik akhir jalur transek (harus sama dengan titik yg sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

4. Arah transek; contohnya timur-barat atau selatan-utara.

5. Cuaca: kondisi cuaca saat pengamatan (cerah, mendung, gerimis). 6. Jarak yang ditempuh: 1 km per transeknya.

7. Habitat: kondisi habitat di jalur/ transek (hutan primer, hutan sekunder, 70% terbuka, 40% kebun/ ladang, rawa, pegunungan, dataran rendah, bekas HPH). 1). Tutupan 70 – 90 %, yaitu hutan yang relatif masih baik (sedikit mengalami gangguan tebangan) dengan tutupan kanopi yang rapat, didominansi oleh tumbuhan berkayu

dengan tinggi pohon rata-rata 25 – 30 m. 2). Tutupan 50 – 70 %, yaitu

hutan yang sudah mengalami banyak tebangan (bekas tebangan 10 – 20 yang lalu), banyak tumbuhan pioneer (Macaranga spp), tinggi pohon berkisar antara 20 – 25 m. 3). Tutupan 30 – 50 %, yaitu kebun campur/bekas ladang yang telah lama ditinggalkan, tinggi pohon berkisar antara 15 – 20 m. Banyak ditumbuhi semak, bambu, kopi, dan

jahe-jahean. 4). Tutupan kurang dari 30 %. Merupakan

ladang/bukaan ladang yang baru (1 – 5 tahun), terbuka dengan tinggi pohon berkisar antara 10 - 15 m yang merupakan campuran tumbuhan hutan dan tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat , seperti petai, durian dan karet.

8. # ID: nomor urut pencatatan hasil pengamatan sarang orangutan. 9. Meter di jalur transek: jarak perjumpaan sarang OU dari titik awal

transek.

10. Nama waypoint: nama titik GPS yang disimpan, contohnya: sr1 11. Time: waktu perjumpaan sarang OU

12. Koordinat UTM/ GPS: posisi sarang OU harus diambil GPS tepat di bawah sarang OU (jika > 1 sarang di satu pohon, tetap harus diambil GPS masing-masing sarang), begitu juga jika ada perjumpaan dengan OU harus diambil GPS tepat di posisi OU itu terlihat.

13. PPD (Perpendicular Distance) meter: jarak posisi sarang dengan jalur transek, harus diambil tegak lurus (900) dari jalur ke posisi sarang OU (Gambar 5 & 6).

Gambar 5. Mengukur PPD tegak lurus persis di tengah posisi sarang ke jalur transek. 14. DD (Direct Distance) meter: jarak langsung posisi sarang dengan jalur

transek (terutama di lereng), harus disertai pengambilan sudut derajat ke posisi sarang (Gambar 6).

15. Arah sarang: posisi sarang di transek, sesuai arah mata angin (utara, selatan, timur, dan barat).

Panduan Survei Sarang Orangutan

7

Panduan Survei Sarang Orangutan

(14)

16. Kelas sarang: kelas kerusakan/kehancuran sarang, empat kelas dipakai untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut (Gambar 7) :

Kelas 1 = segar, sarang baru, semua daun masih hijau.

Kelas 2 = daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah coklat terutama di permukaan sarang, belum

ada lubang yang terlihat dari bawah.

Kelas 3 = sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah.

Kelas 4 = hampir semua daun sudah hilang; sudah terlihat struktur rantingnya.

Catatan: Jika dijumpai sarang pemakaian ulang/ sarang bekas (re-used), biasanya dasar sarang sudah coklat namun atasnya masih hijau/segar, atau atasnya terdiri dari ranting pohon jenis lain. Harap ditulis kelas sarang ke-duanya, contoh: 3/1 (3 untuk sarang dasar, 1 untuk sarang tambahan).

17. Tinggi sarang: tinggi tegak lurus sarang dari permukaan tanah.

18. Posisi sarang: dalam survei menggunakan 5 posisi sarang orangutan (van Schaik dkk, 1995 dan Prasetyo dkk, 2009; Gambar 8 di bawah ini), jika ada tambahan baru akan menjadi catatan penting di masa mendatang.

Posisi 1: di pangkal cabang utama.

Posisi 2: di bagian tengah atau ujung cabang. Posisi 3: di pucuk pohon.

Posisi 4: dibentuk dari cabang 2 pohon yang berbeda (banyaknya pohon bisa lebih dari 2 pohon yang berbeda)

Posisi 0: di tanah.

19. Nama pohon sarang: jika terdiri dari lebih dari 1 pohon (posisi sarang 4), harus dicatat semua nama pohon-pohon tersebut. Nama pohon sarang sangat penting dalam perhitungan 't'.

20. Keliling pohon sarang (cm), diukur sebatas dada pengamat (dbh): jika terdiri dari lebih dari 1 pohon, harus diukur semua keliling pohon-pohon tersebut.

21. Kanopi: posisi sarang tepat dibawah kanopi/tertutup cabang di atasnya (C=close) biasanya pada sarang posisi 1 dan 2 atau posisi 4; posisi sarang terbuka tidak ada naungan (O=open), biasanya pada sarang posisi 3 (tapi bisa juga sarang posisi 2 atau 4).

22. Keterangan: posisi sarang dekat alur sungai/ di lembah, nama satwa lain yg dijumpai, ada perangkap, dll

1

2

3

4

5

Panduan Survei Sarang Orangutan

9

Panduan Survei Sarang Orangutan

Gambar 7. Kategori Kelas Sarang Orangutan

(15)

16. Kelas sarang: kelas kerusakan/kehancuran sarang, empat kelas dipakai untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut (Gambar 7) :

Kelas 1 = segar, sarang baru, semua daun masih hijau.

Kelas 2 = daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah coklat terutama di permukaan sarang, belum

ada lubang yang terlihat dari bawah.

Kelas 3 = sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah.

Kelas 4 = hampir semua daun sudah hilang; sudah terlihat struktur rantingnya.

Catatan: Jika dijumpai sarang pemakaian ulang/ sarang bekas (re-used), biasanya dasar sarang sudah coklat namun atasnya masih hijau/segar, atau atasnya terdiri dari ranting pohon jenis lain. Harap ditulis kelas sarang ke-duanya, contoh: 3/1 (3 untuk sarang dasar, 1 untuk sarang tambahan).

17. Tinggi sarang: tinggi tegak lurus sarang dari permukaan tanah.

18. Posisi sarang: dalam survei menggunakan 5 posisi sarang orangutan (van Schaik dkk, 1995 dan Prasetyo dkk, 2009; Gambar 8 di bawah ini), jika ada tambahan baru akan menjadi catatan penting di masa mendatang.

Posisi 1: di pangkal cabang utama.

Posisi 2: di bagian tengah atau ujung cabang. Posisi 3: di pucuk pohon.

Posisi 4: dibentuk dari cabang 2 pohon yang berbeda (banyaknya pohon bisa lebih dari 2 pohon yang berbeda)

Posisi 0: di tanah.

19. Nama pohon sarang: jika terdiri dari lebih dari 1 pohon (posisi sarang 4), harus dicatat semua nama pohon-pohon tersebut. Nama pohon sarang sangat penting dalam perhitungan 't'.

20. Keliling pohon sarang (cm), diukur sebatas dada pengamat (dbh): jika terdiri dari lebih dari 1 pohon, harus diukur semua keliling pohon-pohon tersebut.

21. Kanopi: posisi sarang tepat dibawah kanopi/tertutup cabang di atasnya (C=close) biasanya pada sarang posisi 1 dan 2 atau posisi 4; posisi sarang terbuka tidak ada naungan (O=open), biasanya pada sarang posisi 3 (tapi bisa juga sarang posisi 2 atau 4).

22. Keterangan: posisi sarang dekat alur sungai/ di lembah, nama satwa lain yg dijumpai, ada perangkap, dll

1

2

3

4

5

Panduan Survei Sarang Orangutan

9

Panduan Survei Sarang Orangutan

Gambar 7. Kategori Kelas Sarang Orangutan

(16)

2. Parameter Ekologi a. Keberadaan ficus

Di Sumatera keberadaan beringin/rambung pencekik/ara raksasa

menyediakan pakan alternatif dan arena sosial yang penting bagi orangutan terutama disaat musim kurang buah (van Schaik dkk 1995; Utami dkk 1997; Wich dkk 2006). Untuk mendapatkan data kepadatan rambung pencekik raksasa di area penelitian ini: satu orang surveyor akan mencatat keberadaan rambung/ara ini dengan berjalan pelan sepanjang jalur transek serta mencatat jarak (PPD) tegak lurus antara rambung ke jalur, adapun beberapa hal penting yang perlu dicatat seperti pada tabel 1. Ada dua kelas beringin/rambung/ara yang

dicatat: kelas 1 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh

kanopinya tetapi masih memiliki pohon induk/inang, kelas 2 adalah

beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya, pohon inangnya sudah tidak terlihat lagi (mati).

Tabel 1. Format Pengambilan Data Beringin/Ara (Ficus sp).

Catatan:

Kelas 1: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya masih ada atau hidup. Kelas 2: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya sudah tidak ada.

b.Fruit trail

Parameter ekologi lainnya untuk mengukur kualitas habitat orangutan adalah dengan menghitung kelimpahan pohon buah yang sedang berbuah per km sepanjang jalur transek (disebut juga dengan metode “Fruit trail”) (van Schaik dkk 1995; Buij dkk 2002). Jika menjumpai buah di jalur transek, cari pohon asal buah disisi jalur transek, cek apakah pohon tersebut masih berbuah, jika ya, catat jenis buah tersebut, golongkan antara buah berdaging/ berair dengan buah keras/ berkayu, parameter yang diambil seperti pada tabel 2 di bawah.

T

abel 2. Format Pengambilan Data Fruit Trail.

Catatan: *buah berdaging/berair (D) atau keras/berkayu (K). ** M (matang), s (setengah matang), m (mentah). Keterangan: dimakan OU/ tidak, manfaat untuk masyarakat lokal.

c. Kualitas habitat

Pengamatan kualitas habitat dilakukan dengan metode pengkajian secara cepat (rapid assessment) melalui pengamatan secara langsung di lapangan (beberapa elternatif metode):

c.1. Jalur transek sepanjang 1 km setiap jalur transek dibagi menjadi 8 plot kecil dengan ukuran 20x20 m dan interval 100 m seperti pada gambar 9 dibawah ini :

Gambar 9. Model sampel plot vegetasi

Data yang diambil adalah pohon-pohon yang berdiameter > 10 cm, nama jenis, diameter pohon setinggi dada (dbh), dan tinggi pohon serta tutupan tajuk pohon. Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi jenis dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting serta daftar pohon pakan orangutan.

c.2. Alternatif model plot vegetasi lainnya adalah mendata semua pohon berdiameter > 10 cm disepanjang transek dengan lebar 5 m kiri dan kanan dan tutupan tajuk pohon. Jika dapat mendata liana yang ada akan lebih baik.

Panduan Survei Sarang Orangutan

11

(17)

2. Parameter Ekologi a. Keberadaan ficus

Di Sumatera keberadaan beringin/rambung pencekik/ara raksasa

menyediakan pakan alternatif dan arena sosial yang penting bagi orangutan terutama disaat musim kurang buah (van Schaik dkk 1995; Utami dkk 1997; Wich dkk 2006). Untuk mendapatkan data kepadatan rambung pencekik raksasa di area penelitian ini: satu orang surveyor akan mencatat keberadaan rambung/ara ini dengan berjalan pelan sepanjang jalur transek serta mencatat jarak (PPD) tegak lurus antara rambung ke jalur, adapun beberapa hal penting yang perlu dicatat seperti pada tabel 1. Ada dua kelas beringin/rambung/ara yang

dicatat: kelas 1 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh

kanopinya tetapi masih memiliki pohon induk/inang, kelas 2 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya, pohon inangnya sudah tidak terlihat lagi (mati).

Tabel 1. Format Pengambilan Data Beringin/Ara (Ficus sp).

Catatan:

Kelas 1: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya masih ada atau hidup. Kelas 2: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya sudah tidak ada.

b.Fruit trail

Parameter ekologi lainnya untuk mengukur kualitas habitat orangutan adalah dengan menghitung kelimpahan pohon buah yang sedang berbuah per km sepanjang jalur transek (disebut juga dengan metode Fruit trail”) (van Schaik dkk 1995; Buij dkk 2002). Jika menjumpai buah di jalur transek, cari pohon asal buah disisi jalur transek, cek apakah pohon tersebut masih berbuah, jika ya, catat jenis buah tersebut, golongkan antara buah berdaging/ berair dengan buah keras/ berkayu, parameter yang diambil seperti pada tabel 2 di bawah.

T

abel 2. Format Pengambilan Data Fruit Trail.

Catatan: *buah berdaging/berair (D) atau keras/berkayu (K). ** M (matang), s (setengah matang), m (mentah). Keterangan: dimakan OU/ tidak, manfaat untuk masyarakat lokal.

c. Kualitas habitat

Pengamatan kualitas habitat dilakukan dengan metode pengkajian secara cepat (rapid assessment) melalui pengamatan secara langsung di lapangan (beberapa elternatif metode):

c.1. Jalur transek sepanjang 1 km setiap jalur transek dibagi menjadi 8 plot kecil dengan ukuran 20x20 m dan interval 100 m seperti pada gambar 9 dibawah ini :

Gambar 9. Model sampel plot vegetasi

Data yang diambil adalah pohon-pohon yang berdiameter > 10 cm, nama jenis, diameter pohon setinggi dada (dbh), dan tinggi pohon serta tutupan tajuk pohon. Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi jenis dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting serta daftar pohon pakan orangutan.

c.2. Alternatif model plot vegetasi lainnya adalah mendata semua pohon berdiameter > 10 cm disepanjang transek dengan lebar 5 m kiri dan kanan dan tutupan tajuk pohon. Jika dapat mendata liana yang ada akan lebih baik.

Panduan Survei Sarang Orangutan

11

(18)

c.3. Atau dengan metode variable circular point dengan interval setiap 500 meter dan dengan diameter lingkaran 10 meter (Gambar 10). Data semua pohon berdiameter > 10 cm dan tutupan tajuk pohon.

3. Laju Peluruhan Sarang (t)

Hasil survey sarang skala besar akan ditindaklanjuti dengan perhitungan populasi yang menggunakan parameter tambahan (p, r, t). Parameter 'p' (proporsi) dan 'r' (rate) hanya dapat dipenuhi dengan melakukan penelitian perilaku orangutan di masing-masing habitat unit, sementara untuk nilai t (waktu laju peluruhan sarang) hanya dapat dilakukan dengan memonitoring sarang-sarang yang ada selama minimal 12 bulan berturut-turut (walaupun sebaiknya selama 2 tahun, terutama untuk Kalimantan). a. Label monitoring di pohon sarang

Setiap pohon yang ada sarangnya harus dipasang label untuk memudahkan monitoring bulan-bulan berikutnya. Kertas label harus dibungkus plastik dan di-ikat cukup kuat di pohon tersebut (Gambar 11).

Isi label harus memuat informasi sebagai berikut:

1. #ID = (sr1) 5. Posisi/Kanopi = (2/C)

2. Tanggal = (7 Juli 2007) 6. PPD = (10 m)

3. Nama pohon = (manggis hutan) 7. Meter di jalur = (250 m)

4. Kelas sarang = (kelas 1) 8. a/n (pengambil data) =

(Udin, Amat, Rudi)

b. Pengambilan data monitoring nilai 't'

Data monitoring laju peluruhan sarang (t) dilakukan setiap bulannya di tanggal yang sama (misalnya setiap tgl 12, 13, 14, dan 15) dengan menggunakan tabulasi lapangan (lampiran 1). Pengambilan data tidak hanya memonitoring sarang yang sudah ada sebelumnya, namun juga mencatat sarang yang baru dijumpai dan kemudian menambahkannya ke dalam format, sehingga dapat ikut di monitor pada bulan-bulan berikutnya. Setelah 2 tahun monitoring, di bulan ke-24, semua sarang dari data sarang awal (bulan ke-1hingga bulan ke-24) harus diambil datanya, sebagai data penutup. Isi format data monitoring nilai 't' (laju peluruhan sarang) (lihat tabel 3) : ID Transek

ID Sarang

No. sarang (terutama jika ada penambahan sarang di bulan berikutnya) Nama pohon sarang

Kanopi (Open atau Close)

Bulan 1 (tanggal pengambilan data & kelas sarang) Bulan 2 (idem)

Dan seterusnya

Tabel 3. Tabulasi data base monitoring laju peluruhan sarang (nilai 't').

d. Ke-asaman tanah

Hasil penelitian Buij dkk (2003) di beberapa tempat di Taman Nasional

Gunung Leuser, menunjukan adanya hubungan negatif antara t (umur sarang)

dengan pH tanah. Untuk mendapatkan data pH, maka ukur pH tanah di setiap titik per-250 m sepanjang jalur transek dengan menggunakan pH meter (van Schaik and Mirmanto 1985).

4. Info Tambahan (lampiran 2 Form isian)

1. Faktor alam lainnya seperti suhu, kelembaban udara, ketinggian tempat, curah hujan dan indikator alam lainnya juga dicatat pada setiap lokasi pengamatan.

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

14

Gambar 10. Model sampel plot vegetasi variable circular point

(19)

c.3. Atau dengan metode variable circular point dengan interval setiap 500 meter dan dengan diameter lingkaran 10 meter (Gambar 10). Data semua pohon berdiameter > 10 cm dan tutupan tajuk pohon.

3. Laju Peluruhan Sarang (t)

Hasil survey sarang skala besar akan ditindaklanjuti dengan perhitungan populasi yang menggunakan parameter tambahan (p, r, t). Parameter 'p' (proporsi) dan 'r' (rate) hanya dapat dipenuhi dengan melakukan penelitian perilaku orangutan di masing-masing habitat unit, sementara untuk nilai t (waktu laju peluruhan sarang) hanya dapat dilakukan dengan memonitoring sarang-sarang yang ada selama minimal 12 bulan berturut-turut (walaupun sebaiknya selama 2 tahun, terutama untuk Kalimantan). a. Label monitoring di pohon sarang

Setiap pohon yang ada sarangnya harus dipasang label untuk memudahkan monitoring bulan-bulan berikutnya. Kertas label harus dibungkus plastik dan di-ikat cukup kuat di pohon tersebut (Gambar 11).

Isi label harus memuat informasi sebagai berikut:

1. #ID = (sr1) 5. Posisi/Kanopi = (2/C)

2. Tanggal = (7 Juli 2007) 6. PPD = (10 m)

3. Nama pohon = (manggis hutan) 7. Meter di jalur = (250 m) 4. Kelas sarang = (kelas 1) 8. a/n (pengambil data) = (Udin, Amat, Rudi)

b. Pengambilan data monitoring nilai 't'

Data monitoring laju peluruhan sarang (t) dilakukan setiap bulannya di tanggal yang sama (misalnya setiap tgl 12, 13, 14, dan 15) dengan menggunakan tabulasi lapangan (lampiran 1). Pengambilan data tidak hanya memonitoring sarang yang sudah ada sebelumnya, namun juga mencatat sarang yang baru dijumpai dan kemudian menambahkannya ke dalam format, sehingga dapat ikut di monitor pada bulan-bulan berikutnya. Setelah 2 tahun monitoring, di bulan ke-24, semua sarang dari data sarang awal (bulan ke-1hingga bulan ke-24) harus diambil datanya, sebagai data penutup. Isi format data monitoring nilai 't' (laju peluruhan sarang) (lihat tabel 3) : ID Transek

ID Sarang

No. sarang (terutama jika ada penambahan sarang di bulan berikutnya) Nama pohon sarang

Kanopi (Open atau Close)

Bulan 1 (tanggal pengambilan data & kelas sarang) Bulan 2 (idem)

Dan seterusnya

Tabel 3. Tabulasi data base monitoring laju peluruhan sarang (nilai 't').

d. Ke-asaman tanah

Hasil penelitian Buij dkk (2003) di beberapa tempat di Taman Nasional Gunung Leuser, menunjukan adanya hubungan negatif antara t (umur sarang) dengan pH tanah. Untuk mendapatkan data pH, maka ukur pH tanah di setiap titik per-250 m sepanjang jalur transek dengan menggunakan pH meter (van Schaik and Mirmanto 1985).

4. Info Tambahan (lampiran 2 Form isian)

1. Faktor alam lainnya seperti suhu, kelembaban udara, ketinggian tempat, curah hujan dan indikator alam lainnya juga dicatat pada setiap lokasi pengamatan.

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

14

Gambar 10. Model sampel plot vegetasi variable circular point

(20)

2. Kondisi lingkungan lainnya seperti jarak dari desa terdekat/ kebun sawit/ karet/ tambang terdekat, nama sungai, nama jalan (jika ada) 3. Adanya ancaman bagi habitat dan populasi orangutan: perburuan,

konversi lahan (pembukaan jalan, perambahan, perkebunan, tambang, transmigrasi)

4. Pertemuan dengan satwa liar lainnya (langsung/ tidak langsung)

Panduan Survei Sarang Orangutan

15

Panduan Survei Sarang Orangutan

2. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN

A. Membuat Desain Survei

ntuk membuat desain survei, bisa menggunakan ArcMap atau

U

ArcView, gunakan salah satu saja

Ÿ

Distance

1. Open Distance 5.0 atau 6.0

2. Klik file new project (Ctrl + N)

3. Letakkan file distance (*.dst) di

t e m p a t a t a u d i r e k t o r i

t e r t e n t u , s e p e r t i m y

document, Data D, folder, dsb.

Pastikan tempatnya mudah

diingat.

4. Beri nama create

5. Pada kotak “step 1. Type of project (new project set up

wizard)” pilih

Design a new survey klik next finish

(21)

2. Kondisi lingkungan lainnya seperti jarak dari desa terdekat/ kebun sawit/ karet/ tambang terdekat, nama sungai, nama jalan (jika ada) 3. Adanya ancaman bagi habitat dan populasi orangutan: perburuan,

konversi lahan (pembukaan jalan, perambahan, perkebunan, tambang, transmigrasi)

4. Pertemuan dengan satwa liar lainnya (langsung/ tidak langsung)

Panduan Survei Sarang Orangutan

15

Panduan Survei Sarang Orangutan

2. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN

A. Membuat Desain Survei

ntuk membuat desain survei, bisa menggunakan ArcMap atau

U

ArcView, gunakan salah satu saja

Ÿ

Distance

1. Open Distance 5.0 atau 6.0

2. Klik file new project (Ctrl + N)

3. Letakkan file distance (*.dst) di

t e m p a t a t a u d i r e k t o r i

t e r t e n t u , s e p e r t i m y

document, Data D, folder, dsb.

Pastikan tempatnya mudah

diingat.

4. Beri nama create

5. Pada kotak “step 1. Type of project (new project set up

wizard)” pilih

Design a new survey

klik next finish

(22)

Panduan Survei Sarang Orangutan

17

Panduan Survei Sarang Orangutan

6. Setelah muncul tampilan “Project Browser”, perhatikan “Data

Layers” klik kanan di “study area” klik “create data layer”

Isi di kotak Layer name = Strata

Parent layer = Study area

Layer type = Stratum

Klik OK

7.Exit Distance

Ÿ

ArcGIS (ArcMap)

1. Buka ArcMap

2. Set proyeksi layar, apakah UTM, DS, DMS atau yang lain

a.Untuk UTM, klik kanan di layar

Data Frame properties

di kotak Data Frame Properties pilih Coordinate System

Predefined

Projected

Coordinate System

UTM

WGS 1984. Cari proyeksi kordinat yang

dimaksud, contoh WGS 1984 Zone 50 N untuk Kalimantan Timur

OK

b.Untuk DS atau DMS prosesnya sama, tetapi pada tahap

Predifined pilih Geographic Coordinate System World

pilih

WGS 1984

OK

3. Open ArcCatalog

4. Buka shapefile (*.shp) lokasi yang mau disurvei. Apabila tidak ada

shp, bisa dibuat shp baru dari peta digital yang sudah dilakukan

georeferensi.

5. Pastikan peta dasar ang hendak dimasukkan proyeksi kordinatnya

sama. Cara untuk mengetahuinya dengan Klik kanan di file yang

dimaksud (seperti *.sid atau*.img)

properties

klik tab

Spatial Reference

edit

select

pilih Projected

Coordinate System untuk UTM, atau Geographic Coordinate System

untuk DMS atau DS. Lakukan seperti langkah langkah 2.a dan 2.b.

OK

6. Drag (pindahkan) file dari ArcCatalog ke Layers ArcMap

7. Pada Layers (file shp yang dipindahkan) klik

kanan

Open Attribute Tabel,

pastikan di kolom tabel hanya ada FID dan

Shape. Untuk delete kolom yang lain klik

kolom yang mau dihapus

Delete Field.

(23)

Panduan Survei Sarang Orangutan

17

Panduan Survei Sarang Orangutan

6. Setelah muncul tampilan “Project Browser”, perhatikan “Data

Layers” klik kanan di “study area” klik “create data layer”

Isi di kotak Layer name = Strata

Parent layer = Study area

Layer type = Stratum

Klik OK

7.Exit Distance

Ÿ

ArcGIS (ArcMap)

1. Buka ArcMap

2. Set proyeksi layar, apakah UTM, DS, DMS atau yang lain

a.Untuk UTM, klik kanan di layar

Data Frame properties

di kotak Data Frame Properties pilih Coordinate System

Predefined

Projected

Coordinate System

UTM

WGS 1984. Cari proyeksi kordinat yang

dimaksud, contoh WGS 1984 Zone 50 N untuk Kalimantan Timur

OK

b.Untuk DS atau DMS prosesnya sama, tetapi pada tahap

Predifined pilih Geographic Coordinate System World

pilih

WGS 1984

OK

3. Open ArcCatalog

4. Buka shapefile (*.shp) lokasi yang mau disurvei. Apabila tidak ada

shp, bisa dibuat shp baru dari peta digital yang sudah dilakukan

georeferensi.

5. Pastikan peta dasar ang hendak dimasukkan proyeksi kordinatnya

sama. Cara untuk mengetahuinya dengan Klik kanan di file yang

dimaksud (seperti *.sid atau*.img)

properties

klik tab

Spatial Reference

edit

select

pilih Projected

Coordinate System untuk UTM, atau Geographic Coordinate System

untuk DMS atau DS. Lakukan seperti langkah langkah 2.a dan 2.b.

OK

6. Drag (pindahkan) file dari ArcCatalog ke Layers ArcMap

7. Pada Layers (file shp yang dipindahkan) klik

kanan

Open Attribute Tabel,

pastikan di kolom tabel hanya ada FID dan

Shape. Untuk delete kolom yang lain klik

kolom yang mau dihapus

Delete Field.

(24)

Panduan Survei Sarang Orangutan

19

Panduan Survei Sarang Orangutan

8. Di pojok bawah tabel klik Option

Add Field

pada kotak

Name isi = Linkid

OK

9. Klik editor

Start Editing

10. Tambahkan angka “1” di kolom Linkid

11. Klik editor

Stop editing

Yes

Yes/OK

Close

Attribute Tabel

12. Pilih file shp di Layers, klik kanan pilih Data

Export Data

tempatkan file data yang mau dieksport di folder atau direktori

yang dekat dengan tempat file distance (*.dst); untuk

mempermudah mengingat saja.

13. Beri nama file “Study_ar”

OK

14. Bila muncul permintaan untuk ditampilakan di ArcMap, klik Yes

15. Lakukan hal yang sama dengan mengganti nama file export menjadi

Strata,

taruh ditempat yang sama.

16. Close ArcMap,

save file.

(25)

Panduan Survei Sarang Orangutan

19

Panduan Survei Sarang Orangutan

8. Di pojok bawah tabel klik Option

Add Field

pada kotak

Name isi = Linkid

OK

9. Klik editor

Start Editing

10. Tambahkan angka “1” di kolom Linkid

11. Klik editor

Stop editing

Yes

Yes/OK

Close

Attribute Tabel

12. Pilih file shp di Layers, klik kanan pilih Data

Export Data

tempatkan file data yang mau dieksport di folder atau direktori

yang dekat dengan tempat file distance (*.dst); untuk

mempermudah mengingat saja.

13. Beri nama file “Study_ar”

OK

14. Bila muncul permintaan untuk ditampilakan di ArcMap, klik Yes

15. Lakukan hal yang sama dengan mengganti nama file export menjadi

Strata,

taruh ditempat yang sama.

16. Close ArcMap,

save file.

(26)

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

22

B. Analisis Hasil Survei

Analisis hasil survei dapat dilakukan dengan menggunakan program

Distance 6.0 (atau seri yang sebelumnya). Untuk data yang banyak dan

beragam, program ini akan mempermudah analisis. Dalam

penggunaan untuk analisa survei sarang orangutan, direkomendasikan

minimal data yang diperoleh adalah 60 sarang dan jumlah transek

tidak kurang dari 20. Hal tersebut berpengaruh pada kualitas dan

validitas data yang disyaratakan pada program ini.

Secara teknis, analisis data dapat dilakukan sebagai berikut :

Ÿ

Pengaturan Data

1.Data hasil survei dirapikan terlebih dahulu

dengan menggunakan program Microsoft Excel

(atau yang sejenis) seperti pada tabel di

samping.

2.Pada kolom “transek” berisi panjang ID jalur;

pada kolom “lenght” berisi panjang jalur dalam

Km, dan pada kolom “ppd” berisi jarak tegak

lurus pengamat ke objek.

3.Simpan file dalam bentuk “text (tab delimited)”

*.txt

Ÿ

Input Data

1. Buka Program Distance, creat new project tentukan direktori

penyimpanan file, kemudian beri nama dan

simpan.

2. Pada tampilan

“step 1", pilih

“Analyze a survey

h a s b e e n

completed”, klik

next sampai pada

“Step 3"

3.Pada “Step 3", tentukan jenis survei (line

transect atau point count), distance measurement (satuan

pengukuran jarak), dan jenis observasi . Pada “Step 4" tentukan

unit pengkuran data yang sesuai dan pada “Step 5" dapat dilewati.

(27)

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

22

B. Analisis Hasil Survei

Analisis hasil survei dapat dilakukan dengan menggunakan program

Distance 6.0 (atau seri yang sebelumnya). Untuk data yang banyak dan

beragam, program ini akan mempermudah analisis. Dalam

penggunaan untuk analisa survei sarang orangutan, direkomendasikan

minimal data yang diperoleh adalah 60 sarang dan jumlah transek

tidak kurang dari 20. Hal tersebut berpengaruh pada kualitas dan

validitas data yang disyaratakan pada program ini.

Secara teknis, analisis data dapat dilakukan sebagai berikut :

Ÿ

Pengaturan Data

1.Data hasil survei dirapikan terlebih dahulu

dengan menggunakan program Microsoft Excel

(atau yang sejenis) seperti pada tabel di

samping.

2.Pada kolom “transek” berisi panjang ID jalur;

pada kolom “lenght” berisi panjang jalur dalam

Km, dan pada kolom “ppd” berisi jarak tegak

lurus pengamat ke objek.

3.Simpan file dalam bentuk “text (tab delimited)”

*.txt

Ÿ

Input Data

1. Buka Program Distance, creat new project tentukan direktori

penyimpanan file, kemudian beri nama dan

simpan.

2. Pada tampilan

“step 1", pilih

“Analyze a survey

h a s b e e n

completed”, klik

next sampai pada

“Step 3"

3.Pada “Step 3", tentukan jenis survei (line

transect atau point count), distance measurement (satuan

pengukuran jarak), dan jenis observasi . Pada “Step 4" tentukan

unit pengkuran data yang sesuai dan pada “Step 5" dapat dilewati.

(28)

11. Pada kotak “Analysis 1", apabila diklik

“Properties” pada model definition, anda

dapat memilih model analisa, misalnya

Key Function = Half-normal dan Series

expansion = cosine. kembali pada kotak

“Analysis 1", klik Run.

12. Hasil akan tampil dalam “Input”,

“log”, dan “result”. Input berisikan

sama dengan detail analisa. “Log”

menampilkan detail langkah-langkah

analisa beserta peringatan. Log

dapat berwarna merah, orange, atau

hijau sesuai dengan peringatannya.

Merah, biasanya analisa tidak berhasil

dioperasikan. Orange, analisa masih

dapat dioperasikan namun ada

masalah tertentu (misalnya,

parameternya tidak cukup). Hijau, berarti analisa berjalan baik.

“Results” menampilkan komputasi statistik dan estimasi analisa kita.

Bagian ini dibagi menjadi beberapa halaman yang berisikan ringkasan

dari analisa yang kita pilih, fungsi deteksi (diantaranya model

fitting, plot detection probability), estimasi kepadatan, serta

ringkasan semua

estimasi (encounter

rates, detection

probability).

13. Selain itu, apabila

keluar ke “Project Browser”, hasil analisa dapat dilihat pada

Submenu “Analysis”

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

4. Pada “Step 6", klik Proceed to Data Impot Wizard, kemudian klik

Finish.

5. Selanjutnya, pada menu Data Import Wizard “Step 1" klik next dan

pada “Step 2", masukkan data yang akan dianalisa, pilih file (.txt)

yang akan dimasukkan.

6. Pada “Step 3", tentukan destination data layers. Jika anda

menggunakan stratifikasi, maka data tertinggi adalah “Region”.

Tetapi jika tidak, maka data tertinggi adalah “Line transect”.

7. Pada “Step 4" tabel data akan tampil. Tentukan delimiter yang

digunakan (tab) dan tidak perlu mengimpor baris

pertama dari table .

8. Pada “Step 5", tentukan layer name, field name dan field type untuk

data anda. Layer name terdiri dari 3 pilihan, region, line transect

untuk data line transect. Kemudian pada “Step 6" klik finish.

9. Selanjutnya, pada tampilan “Project Browser” yang terdiri dari

beberapa submenu atau folder. Submenu yang aktif adalah, “data”,

“surveys”, dan “analyses”.

10. Pada submenu “analyses”, klik dua kali cell “ID” atau ikon “new

analysis” untuk melihat detil analisa. Beri nama analisa dengan

nama baru.

(29)

11. Pada kotak “Analysis 1", apabila diklik

“Properties” pada model definition, anda

dapat memilih model analisa, misalnya

Key Function = Half-normal dan Series

expansion = cosine. kembali pada kotak

“Analysis 1", klik Run.

12. Hasil akan tampil dalam “Input”,

“log”, dan “result”. Input berisikan

sama dengan detail analisa. “Log”

menampilkan detail langkah-langkah

analisa beserta peringatan. Log

dapat berwarna merah, orange, atau

hijau sesuai dengan peringatannya.

Merah, biasanya analisa tidak berhasil

dioperasikan. Orange, analisa masih

dapat dioperasikan namun ada

masalah tertentu (misalnya,

parameternya tidak cukup). Hijau, berarti analisa berjalan baik.

“Results” menampilkan komputasi statistik dan estimasi analisa kita.

Bagian ini dibagi menjadi beberapa halaman yang berisikan ringkasan

dari analisa yang kita pilih, fungsi deteksi (diantaranya model

fitting, plot detection probability), estimasi kepadatan, serta

ringkasan semua

estimasi (encounter

rates, detection

probability).

13. Selain itu, apabila

keluar ke “Project Browser”, hasil analisa dapat dilihat pada

Submenu “Analysis”

Panduan Survei Sarang Orangutan

Panduan Survei Sarang Orangutan

4. Pada “Step 6", klik Proceed to Data Impot Wizard, kemudian klik

Finish.

5. Selanjutnya, pada menu Data Import Wizard “Step 1" klik next dan

pada “Step 2", masukkan data yang akan dianalisa, pilih file (.txt)

yang akan dimasukkan.

6. Pada “Step 3", tentukan destination data layers. Jika anda

menggunakan stratifikasi, maka data tertinggi adalah “Region”.

Tetapi jika tidak, maka data tertinggi adalah “Line transect”.

7. Pada “Step 4" tabel data akan tampil. Tentukan delimiter yang

digunakan (tab) dan tidak perlu mengimpor baris

pertama dari table .

8. Pada “Step 5", tentukan layer name, field name dan field type untuk

data anda. Layer name terdiri dari 3 pilihan, region, line transect

untuk data line transect. Kemudian pada “Step 6" klik finish.

9. Selanjutnya, pada tampilan “Project Browser” yang terdiri dari

beberapa submenu atau folder. Submenu yang aktif adalah, “data”,

“surveys”, dan “analyses”.

10. Pada submenu “analyses”, klik dua kali cell “ID” atau ikon “new

analysis” untuk melihat detil analisa. Beri nama analisa dengan

nama baru.

(30)

Panduan Survei Sarang Orangutan

25

Panduan Survei Sarang Orangutan

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI

A. GPS

1. Pendahuluan

PS (Global Positioning System) adalah salah satu alat navigasi yang digunakan untuk menetukan titik kordinat di permukaan bumi. Awal

G

perkembangannya mulai digunakan di bidang meliter, dalam perekmbanganya GPS mulai digunakan dalam banyak bidang, seperti konservasi, kehutanan, pertanian, sosial dan lain sebagainya. Pengunnaan GPS cukup sederhana, seperti menggunakan HP atau beberapa perangkat elektronik sederhana yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada prinsipnya, GPS menerima sinyal dari beberapa satelit yang dapat menentukan posisi di permukaan bumi. Sinyal diperoleh dari satelit yang sebelumnya tersambung dengan sistem kontrol di permukaan bumi, kemudian dapat diterima oleh pegguna (GPS) dengan akurasi yang bergantung pada kualifikasi alat dan kondisi lapangan (lihat gambar 1).

Gambar 1. Sistem penggunaan GPS (Abidin HZ, 2000)

Akurasi GPS dipengaruhi oleh kemampuan GPS menerima sinyal dan tutupan tajuk. Semakin banyak satelit yang diperoleh semakin akurat; semakin terbuka tajuk semakin mudah mendapatkan akurasi.

2. Bagian-bagian GPS

Gambar

Gambar 1. Distribusi orangutan (by Perry van duijhooven).
Gambar 2. Kelas umur dan sex orangutan: orangutan jantan dewasa berpipi (1),  orangutan betina dewasa dan anak (2), orangutan jantan dewasa tidak berpipi  (3), dan orangutan remaja (4).
Gambar 3. Ciri khas sarang orangutan (1; foto oleh Kisar Odom) jika dibandingkan  dengan sarang elang (2; foto oleh Suci Utami-Atmoko), tupai besar (3; foto oleh  Suci Utami-Atmoko) dan beruang madu (4a & 4b; foto oleh Nuzuar).
Gambar 5. Mengukur PPD tegak lurus persis di tengah posisi sarang ke jalur transek.
+7

Referensi

Dokumen terkait