• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori : Tuberkulosis. M.tb complex yang terdiri dari delapan strain spesies mycobacterium yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori : Tuberkulosis. M.tb complex yang terdiri dari delapan strain spesies mycobacterium yaitu"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori : Tuberkulosis

1. Definisi

Definisi TB adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri M.tb complex yang terdiri dari delapan strain spesies mycobacterium yaitu

Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium canettii, Mycobacterium

africanum, Mycobacterium microti, Mycobacterium bovis, Mycobacterium caprae, Mycobacterium pinnipedii dan Mycobacterium mungi (Smith et al.,

2006; Van Ingen, 2012). Mycobacterium ini memiliki 99,9% kesamaan

nukleotida 16S rRNA, tetapi berbeda secara tropisme, fenotipe dan patogenisitas. Pada umumnya sebagian besar penyebab TB pada manusia adalah M.tb, maka definisi lain TB adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh M.tb (Depkes, 2002; Huard, 2006). Mycobacterium bovis,

penyebab utama TB pada sapi, menyebabkan 5% - 10% TB pada manusia

(Smith et al., 2006; De Jong et al., 2009).

2. Epidemiologi

Secara epidemiologi sekitar sepertiga penduduk dunia diperkirakan terinfeksi M.tb dan infeksi baru rata-rata satu orang perdetik. Namun, tidak semua infeksi M.tb menyebabkan penyakit TB paru dan banyak yang asimtomatik. WHO, (2011) melaporkan jumlah kasus baru di Indonesia tahun 2009 sebanyak 289.044 kasus, dengan 169.213 kasus BTA positif, 108.616

kasus BTA negatif dan 11.215 tuberkulosis ekstra paru. World Health

(2)

commit to user

per 100.000 penduduk, dengan insiden 189 per 100.000 penduduk. Sementara untuk kasus TB dengan HIV dilaporkan ada 479 kasus di Indonesia. Tahun

2009 Kasus multidrug resistant-tuberculosis (MDR-TB) sebesar 3,3% dari

semua kasus TB baru tahun 2010 (WHO, 2010).

3. Morfologi dan Struktur

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit

melengkung, ramping, non motil, tidak berspora, tidak berkapsul, lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M.tb sangat kompleks, terdiri dari sejumlah besar kompleks lemak (60%) dengan berat molekul tinggi, antara

lain mycosid D wax, trehalose-6,6-dimycolate (TDM) dan sulfolipid yang

berperan dalam virulensi. Unsur lain dalam yang terdapat pada dinding sel bakteri adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan (Persatuan Dokter Paru Indonesia / PDPI, 2006). Struktur dinding sel yang kompleks menyebabkan bakteri M.tb bersifat tahan asam, pertumbuhan yang lambat, berkelompok, resisten terhadap deterjen dan beberapa antibiotik, bersifat antigen. Struktur dasar dinding sel khas seperti bakteri gram positif, inner plasma membrane diliputi dengan lapisan peptidoglycan yang tebal, namun strukturnya lebih komplek dibanding dengan gram positif (PDPI, 2006; Todar, 2009).

Komponen antigen ditemukan didinding sel dan sitoplasma yaitu terdiri dari komponen lipid, polisakarida dan protein. Karateristik antigen M.tb dapat

diidentifikasi dengan antibodi monoklonal. Saat ini dikenal purified antigens

(3)

commit to user

memberikan sensitifitas dan spesifitas yang bervariasi dalam mendiagnosa tuberkulosis. Ada juga yang menggolongkan kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 kDa, protein MTP-40 dan lain lain (PDPI, 2006).

Gambar 1. Dinding sel M.tb (Ho Park & Bendelac, 2000)

4. Biomolekuler

Genom M.tbmempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan

guanine (G) dan citosyne (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik dibagi dalam 3 kelompok.

Kelompok I gen yang merupakan sekuen DNA mycobacterium yang selalu

ada sebagai target DNA, kelompok II merupakan sekuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III sekuen DNA ulangan seperti elemen sisipan (PDPI, 2006).

(4)

commit to user

Suatu pendekatan untuk memahami evolusi M.tb dan mencari virulensi

gen adalah dengan mengidentifikasi RD atau mencari single nucleotide

polymorphisms (SNPs) (Rastogi & Sola, 2007). Analisa comparative genome

menggunakan DNA microarray, BAC dan subtractive hybridization dapat

mengidentifikasi RD antara strain virulen M.tb complex dan strain M. bovis

BCG yang dilemahkan. Sejak lama telah diketahui, kuman tuberkulosis

manusia erat hubungannya dengan basil tuberculosis bovine, sehingga timbul

spekulasi bahwa asal tuberkulosis pada manusia berasal dari infeksi zoonotik

pada ternak sapi (Mostowy &Behr, 2005).

Tabel 1. Delesi gen pada RDM.tb complex (Cole, 2002) Regio yang

dihilangkan

Species Open reading frame,

gene

Fungsi RD1 Semua

M. bovis BCG

Rv3871-Rv-3879c PE, PPE, Esat-6,

various conversed hypotheticals RD2 Beberapa M.bovis BCG Rv1978-Rv1988 Methyltransferase, MPT-64, ribonucleotida reductase, membrane and secreted proteins

RD3 M. africanum, M. microti, beberapa M. bovis BCG Rv1573-Rv1586c phiRv1 prophage RD4 M. bovis, semua M. bovis BCG Rv1505c-Rv1516c Various membrane proteins and enzymes involved in exopolysaccharide synthesis RD5 M. microti, M. bovis, M. bovis BCG

Rv2346c±Rv2353c ESAT-6, PE, PPE family members,

phospholipases C

RD6 Variable in all Rv3425±Rv3428c PPE proteins, IS1532

RD7 All except M.

tuberculosis,

M. canettii

Rv1964±Rv1977 Various exported and integral membrane proteins, MceP invasins

RD8 M. microti, M.

bovis, M. bovis

BCG

ephA±lpqG Epoxide hydrolase,

monooxygenase, lipoprotein, ESAT-6, PE, PPE protein family

(5)

commit to user tuberculosis, M. canettii oxidoreductase, exported protein RD10 M. microti, M. bovis, M. bovis BCG Enoyl Co Ahydratase, aldehydedehydrogenas e

Enoyl CoA hydratase, aldehyde dehydrogenase RD11 M. bovis, M. bovis BCG Rv2645±Rv2695c phiRv2 prophage RD12 M. bovis, M. bovis BCG sseC±Rv3121 Thiosulfate sulfurtransferase, molybdopterin converting factor, methyltransferase, cytochrome P450 RD13 M. bovis, M. bovis BCG Rv1255c±Rv1257c Transcriptional regulator, cytochrome P450, dehydrogenase

RD14 Some BCG Rv1765c±Rv1773c PEjPGRS, conserved

hypotheticals, IclR transcriptional regulator

RD15 Some BCG Rv0309±Rv0312 Conserved hypotheticals

RD16 Some BCG Rv3400±3405c Transcriptional regulator, conserved hypotheticals,b phosphoglucomutase TbD1 Modern M. tuberculosis mmpS6, mmpL6 Membrane proteins i. Regions of Differences 1

Identifikasi segmen gen 9,5kb yang meliputi 9 open reading frame

(ORF) dari RD1 (Rv3871c-Rv3879c) terdapat pada strain virulen M.tb dan delesi pada semua substrain BCG. Dua dari ORF pada RD ini (Rv3874 dan

Rv3875) yaitu, 10 kDa culture filtrate protein (CFP-10) dan 6 kDa ESAT-6

merupakan antigen poten yang dapat menginduksi respon sel limfosit T

(Ganguly & Sharma, 2012). Regio of differences-1 ini, terbanyak merupakan

kluster gen ESAT-6, telah dinyatakan sebagai stimulator sistem imun yang

poten dan sebagai antigen yang dikenal pada awal infeksi (Parkash et al.,

(6)

commit to user ii. Regions of Differences 2

Mahairas et al. (1996) menemukan RD2 yang tidak ada pada beberapa

strain BCG. Diantara tiga belas substrain BCG yang diperiksa oleh Behr et al,

8 substrain menunjukkan delesi 10 kb. Dua gen dalam daerah RD2 mengkode

protein imunogenik MPT-64 dan protein regulator LysR. Beberapa peneliti

berspekulasi bahwa hilangnya RD2 pada beberapa substrain BCG mungkin bertanggung jawab atas menurunnya imunitas protektif yang dipicu oleh

substrain BCG tersebut (Brosch et al., 2000; Parkash et al., 2009).

iii. Regions of Differences 3

Daerah RD3 sesuai dengan satu (phiRv1) dari dua prophage (phiRv1

dan phiRv2) dan terdapat pada genom M.tb, panjang keduanya 10 kb dan

phiRv1 hilang pada strain M. bovis BCG (Brosch et al., 2000; Parkash et al.,

2009).

Antigen spesifik yang berhasil diidentifikasi, diantaranya berasal dari dinding sel kuman, tetapi juga dijumpai dalam filtrat kultur yaitu antigen kompleks 85A, 85B, 85C atau lebih dikenal dengan protein 30 – 32 kDa. Antigen spesifik yang berasal dari protein filtrat kultur yang berhasil diidentifikasi adalah

protein 16-kDa, suatu antigen utama yang dikenal oleh serum pasien TB paru, dan

merupakan elemen yang mengatur kuman M.tb tetap laten dan tetap berada di dalam pejamu. Antigen spesifik yang berasal dari filtrat kultur lain adalah ESAT-6, CFP-10 yang keduanya dikode oleh gen RD1. Ketiganya merupakan famili ESAT-6 dan ketiganya merupakan antigen imunodominan yang dikenal oleh mayoritas pasien TB paru. Antigen ESAT-6 sangat kuat dikenal oleh sel-sel

(7)

commit to user

limfosit yang memproduksi interferon-γ (IFN-γ). Protein ESAT-6 sebagai antigen

mempunyai bermacam-macam epitop yang semuanya dikenal oleh sel limfosit T

pada berbagai populasi dengan genetik yang tidak sama (Andersen et al., 2000).

Early secreted antigen target-6adalah antigen yang disekresi baik oleh M.tb dan wild type dari M.bovis namun tidak terdapat pada BCG (Meher et al., 2006).

Antigen CFP-10 adalah antigen yang berperan dalam virulensi M.tb.

CFP-10 menyusun kompleks yang kuat dengan ESAT-6 dengan perbandingan 1:1.

Pada sel mycobacterial kedua protein ini saling tergantung satu sama lain untuk

kestabilannya. Kompleks ESAT-6 dan CFP-10 disekresikan oleh excretion

system-1 (EXS-1) untuk memindahkan faktor virulensi kedalam makrofag dan

monosit dari host selama infeksi. Komponen utama dari sistem sekresi ESX-1

yang utuh pada M.tb meliputi Rv3877 dan dua AAA adenosine triphospatase

(ATPase) meliputi Rv 3870 dan Rv 3871 yang merupakan protein sitosolik.

Kompleks heterodimer ESAT-6 atau CFP-10 ditargetkan untuk sekresi oleh

sequen sinyal C-terminal pada CFP-10 yang dikenali oleh protein sitosolik

Rv3871. Rv3871 kemudian berinteraksi dengan CFP-10 C-terminal dan

membawa kompleks ESAT-6 atau CFP-10 ke Rv3870 dan Rv3877, yaitu suatu protein multi transmembran yang membuat pori-pori pada membran sitosolik dari

sel host virulen. Setelah itu, pada membran sel host virulen, CFP-10 C-terminal

melekat dan mengikat dirinya pada permukaan sel. Sekresi kompleks ESAT-6

atau CFP-10 dan perlekatannya pada sel host virulen berperanan pada

patogenesitasM.tb(Meher et al., 2006). Culture filtrate protein-10 adalah produk

(8)

commit to user

tidak menyebabkan positif palsu pada hasil pemeriksaan pada orang yang telah divaksinasi. Kombinasi dengan antigen spesifik lainnya meningkatkan

sensitivitasnya terhadap M.tb (Rao et al., 2005; Ernest et al., 2007).

Mycobacterium tuberculose protein-64 yang juga dikenal sebagai protein

RV1980c merupakan antigen spesifik yang disekresikan oleh M.tb complex (M.

tuberculosis, M. africanum, M. bovis, sebagian M. bovis BCG) selama

(9)

commit to user

Gambar 3. Sistem sekresi dari lokus RD1 (Ernst et al., 2007)

5. Imunopatogenesis tuberkulosis paru

Tubuh manusia mempunyai suatu sistem imun yang bertujuan melindungi tubuh dari serangan benda asing seperti kuman, virus dan jamur. Sistem tersebut terdiri atas berbagai macam sel dan molekul protein yang sanggup

membedakan antara self antigen dan non self antigen. Setelah sistem imun

(10)

commit to user

memori dan akan melakukan respons yang lebih spesifik serta lebih aktif jika

antigen tersebut masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya (Amin et al.,

2006).

Kuman M.tb masuk ke dalam tubuh melalui saluran napas saat bicara atau batuk kemudian tersebar dari tempat infeksi awal di paru ke organ lain

melalui sistem limfatik atau darah. Mycobacterium tuberculosis yang masuk

ke dalam saluran napas dapat berupa nuclei droplet berukuran 1 - 5

mikrometer melalui sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai

dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Jumlah kuman di dalam nuclei

droplet bervariasi antara 1 - 400 organisme per milimeter. Kuman tunggal mempunyai potensi menimbulkan penyakit dengan kisaran antara 5 - 200 kuman terinhalasi yang mampu menimbulkan infeksi (Garay, 2004; Depkes, 2006).

Kuman M.tb yang masuk ini kemudian difagositosis oleh makrofag yang belum teraktifasi secara spesifik. Fagositosis ini terjadi melalui interaksi dengan molekul permukaan makrofag seperti reseptor manosa, reseptor

komplemen dan type A scavenger. Makrofag dapat memfagositosis bakteri

secara efektif bila jumlah bakteri yang masuk ke alveolus sedikit. Namun ketika jumlah bakteri menjadi banyak, hal ini menyebabkan makrofag yang memfagositosis bakteri tersebut tidak optimal. Fungsi yang tidak optimal ini menyebabkan bakteri tersebut dapat bereplikasi dan menyebabkan infeksi TB lokal (Raja, 2004).

(11)

commit to user

Didalam makrofag kuman M.tb berada di dalam kantong fagosom sehingga dapat mengubah lingkungannya dengan menghambat proses pengasaman yang berperan dalam maturasi fagosom sehingga dapat terjadi penghentian maturasi fagosom, sehingga pada infeksi M.tb fagosom tidak

dapat berfusi dengan lisosom sehingga mengakibatkan M.tb tidak dapat

dimusnahkan dan terus bereplikasi didalam makrofag. Penyebab penghentian maturasi fagosom belum diketahui dengan jelas, mungkin disebabkan karena

M.tb mengekskresikan faktor virulensi seperti ESAT-6, CFP-10, MPT-64

(Handojo, 2004).

Respon imun alamiah melibatkan neutrofil, sel mast, makrofag, sel

dendritik dan sel natural killer (NK). Neutrofil merupakan sel yang paling

awal bermigrasi ke tempat terjadinya infeksi diparu, dan mengalami akumulasi secara progresif pada fase kronis, namun kemampuan untuk

membunuh mycobacterium masih diperdebatkan (Lyadova, 2012). Setelah

terjadi infeksi kuman M.tb akan difagositasis oleh sel makrofag alveolar dan tetap bertahan hidup dalam fagosom. Respon makrofag terhadap infeksi awal

ini merupakan innate immune responses yang utama. Selanjutnya recruitment

sel-sel dendritik merupakan respon imun selular termasuk di dalamnya

keterlibatan sel T cluster of differences (CD-4) dan CD-8 dengan

kemungkinan terbentuknya granuloma. Pada umumnya sebagian besar individu mampu bertahan agar tidak sakit tetapi tidak mampu mengeleminasi kuman, sehingga kuman tetap berada di dalam granuloma yang kelak dapat

(12)

commit to user

Respon imun berperan penting dalam infeksi M.tb. Sistem imun berperan efektif pada sebagian besar infeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi basil tuberkel, 90% tidak berkembang menjadi penyakit TB. Risiko berkembangnya penyakit TB meningkat bila ada kondisi yang mengganggu sistem imun, seperti pada koinfeksi dengan HIV. Vaksinasi BCG telah diketahui, tidak dapat memberikan pencegahan yang efektif terhadap TB paru

(Hernandez-Pando et al., 2007).

Mycobacterium tuberculosis memiliki banyak antigen protein, beberapa

terdapat dalam sitoplasma dan dinding sel dan yang lain disekresikan. Protein yang disekresikan ke lingkungan ekstraseluler oleh M.tb dapat menimbulkan respon imun dan ini mempunyai nilai diagnostik (ESAT-6, CFP-10, MPB-70, MPT-64, MPT-63, MPT-80). Terdapat beberapa protein yang bersifat

protektif terhadap mycobacteria yaitu antigen 30-kDa dan ESAT-6. Protein

sekretori M.tb secreted antigen (MTSA-10) dan ESAT-6 tidak hanya

menyebabkan aktivasi sel dendritik dan makrofag, namun juga mengaktivasi

sel mast untuk melepas mediator proinflamasinya (Hernandez-Pando et al.,

2007, Fauci et al., 2008). Early secreted antigenic target-6, dapat

menghambat aktivasi Nuclear Factor Kappa β (NF-κβ) yang merupakan

faktor transkripsi dan IFN-γ yang merupakan faktor regulator setelah ESAT-6

berikatan dengan tall like receptor-2 (TLR-2) dan menginhibisinya

(13)

commit to user

i. Tuberkulosis Primer

Sebagian besar kuman TB masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone

infection. Karena ukurannya yang sangat kecil <5 µm, kuman TB dalam

droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, M.tb dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imun non spesifik, sehingga tidak terjadi proses imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruh kuman dapat dihancurkan. Makrofag alveolus akan menfagosit M.tb yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil M.tb yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, M.tb

membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Gohn.

Selama perkembangan fokus primer, basil tuberkel di bawa ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Dari fokus primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju kelenjar limfe regional sehingga terbentuk suatu

kompleks primer yang disebut kompleks primer dari Ranke. Infeksi primer dari

Gohn dan kompleks primer dari Ranke dinamakan TB paru primer. TB paru

primer adalah suatu keradangan yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil M.tb. Sebagian besar penderita TB paru primer (90%) akan sembuh sendiri dan 10% akan mengalami penyebaran

endogen (Alsagaff et al., 2002; Rook, 2005).

Kompleks primer ini akan mengalami salah satu sebagai berikut :

(14)

commit to user

b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

c) Menyebar dengan cara : (1) perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya, (2)

penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan, (3) penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, adrenal, genitalia dan sebagainya (PDPI, 2006).

ii. Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dorman pada TB primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (Sudoyo et al., 2006).

Tuberkulosis sekunder juga dapat berasal dari eksogen berupa infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita TB. Tuberkulosis sekunder terjadi karena sistem imunitas tubuh yang menurun seperti malnutrisi, alkoholik, keganasan, infeksi berat, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru dan akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

a) Direabsorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan

cacat

b) Sarang tadi semula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan

(15)

commit to user

c) Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa)

(PDPI, 2006; Sudoyo et al., 2006).

Gambar 4 . Perjalanan infeksi M.tb (Rook, 2005)

Dalam paru-paru, bakteri difagosit oleh makrofag alveolar. Interaksi antara

komponen mycobacterium dengan reseptor makrofag, seperti toll-like

receptors (TLRs) akan memproduksi kemokin dan sitokin yang berfungsi

sebagai sinyal infeksi yang menyebabkan migrasi makrofag yang berasal dari monosit dan sel dendritik ketempat infeksi dalam paru-paru. Beberapa sitokin

proinflamasi yang terlibat di dalam proses infeksi M.tb adalah tumor necrosis

factor-α (TNF-α), interleukin-1β (IL-1β), IL-6, IL-12, IL-8, IL-15 dan IFN-γ.

Sitokin anti inflamasi adalah IL-10, tumor growth factor-β (TGF-β) dan IL-4.

Kemokin yang terlibat dalam proses respon imun terhadap infeksi kuman

(16)

commit to user

Sel dendritik segera memfagosit bakteri kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel dendritik yang sampai di kelenjar getah bening akan

mengaktifkan sel T CD-4 dan CD-8 untuk melawan antigen mycobacterium.

Sel T yang telah aktif bermigrasi kembali ke fokus infeksi di paru-paru, ini mungkin disebabkan oleh mediator (kemokin dan sitokin) yang dihasilkan

oleh sel yang terinfeksi (Emoto et al., 1999; Van Crevel et al., 2002; Smith,

2003).

Eliminasi kuman tuberkulosis sangat bergantung pada keberhasilan interaksi antara sel makrofag dan sel limfosit T. Sel T CD-4 dengan produksi

sitokin utama IFN-γ setelah mendapat stimulasi antigen kuman TB

menimbulkan efek protektif. Sel subset T yang lain yaitu sel T CD-8

mempunyai kontribusi dalam proteksi terhadap kuman melalui sekresi sitokin dan melisis sel yang terinfeksi. Respon sel T merupakan respon imun yang bersifat spesifik antigen dengan antigen immunodominan tertentu. Bersama major histocompatibility complex (MHC) serta adanya polymorphisme di MHC, maka setiap individu mempunyai suseptibilitas berbeda terhadap

infeksi dan terjadinya penyakit tuberkulosis (Emoto et al., 1999; Van Crevel

et al., 2002; Smith, 2003).

Respon imun sel dendritik adalah memicu maturasi sel T kearah sel T

helper 1 (Th1) dengan mensekresi sitokin IL-12, IL-18, IL-23 dan mungkin

juga IFN-α dan β, namun tidak IFN-γ. Sedangkan natural killer cell (sel NK)

mempunyai kemampuan meningkatkan sitotoksisitas terhadap makrofag yang

(17)

commit to user

untuk memproduksi IFN-γ dan melisiskan sel yang terinfeksi M.tb, serta

menggabungkan respon imun alamiah dan adaptif (Hernandez et al., 2007).

Mycobacterium tuberculosis berada dalam intraseluler oleh sebab itu

sering diasumsikan tidak terpapar dengan antibodi, sehingga tipe respon imun ini dianggap tidak protektif. Namun, saat awal infeksi, antibodi sendiri atau bersama dengan sitokin mempunyai fungsi penting, seperti mencegah masuknya bakteri di permukaan mukosa. Antibodi meningkatkan imunitas melalui berbagai mekanisme, yaitu netralisasi toksin, opsonisasi, aktivasi

komplemen, memicu keluarnya sitokin, antibody-dependent cytotoxicity dan

meningkatkan presentasi antigen (Hernandez et al, 2007). Kuman M.tb dalam

makrofag memberi sinyal kepada MHC kelas II dari kromosom 6 DNA makrofag. Molekul inilah yang kemudian mengangkut fragmen dari M.tb yang diproses oleh makrofag kepermukaan makrofag, sehingga dapat dikenali dan diikat oleh reseptor limfosit T CD-4. Sel ini berperan penting dalam respon protektif terhadap M.tb. Pada kondisi sel limfosit T CD-4 menurun, pertumbuhan basil tidak dapat dikendalikan. Hal ini dapat terjadi pada penderita imunodefisiensi yang disebabkan oleh infeksi HIV. Fungsi utama

sel T CD-4 adalah memproduksi sitokin IFN-γ, yang mengaktivasi makrofag

dan menyebabkan destruksi basil. Limfosit T CD-4 juga berperan dalam induksi apoptosis sel yang terinfeksi dan selanjutnya menurunkan viabilitas

bakteri melalui sistem ligan CD-95 Fas (Hernandez et al., 2007; Elias &

(18)

commit to user

Pada umumnya pengerahan sel limfosit T CD-4 saja masih belum cukup untuk mengontrol pertumbuhan kuman M.Tb, terutama bila invasi kuman dalam jumlah banyak atau infeksi yang terjadi beulang kali, dalam hal ini perlu bantuan dari limfosit T CD-8. Limfosit T CD-8 akan meningkatkan

produksi IFN-γ yang akan merangsang makrofag yang mengandung kuman

M.tb memproduksi reactive nitrogen intermediate (RNI) untuk membunuh

kuman M.tb. Sifat sitotoksik dari limfosit T CD-8 adalah menghancurkan kuman TB maupun makrofag yang mengandung kuman TB, sehingga menimbulkan nekrosis pengejuan. Sel T CD-8 juga berperan dalam pengendalian infeksi M.tb, dengan melisiskan sel yang terinfeksi dan menurunkan jumlah bakteri intraselular. Mekanisme pengendalian bakteri

sepertinya berkaitan dengan eksositosis granular yang melibatkan perforin

dan granzyme. Granulysin yang ditemukan dalam granul sel T CD-8

merupakan molekul yang berfungsi untuk membunuh bakteri (Flynn, 2001;

Hernandez et al., 2007; Elias & Wilkinson, 2009).

Pada individu dengan infeksi M.tb laten dan individu yang kontak erat dengan penderita TB, maka mekanisme imun alamiah dan adaptif mencegah terjadinya infeksi dan perkembangan kearah tuberkulosis. Stimulasi TLR terhadap monosit, makrofag alveolar dan sel dendritik oleh M.tb, merupakan kunci komponen imun alami. Respon imun adaptif ditandai terutama oleh

respon T helper-1 CD-4 (Th1 CD-4) yang meliputi IL-2, IFN-γ, TNF-α,

respon imun Th2 CD-4 yang diduga tidak protektif pun ikut terstimulasi, dengan perantara sitokinnya (IL-4, IL-10 dan IL-8) akan menstimulasi sel B

(19)

commit to user

untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel memori. Sel plasma akan memproduksi antibodi yang diduga tidak protektif terhadap kuman M.tb, oleh karena letak basil yang intraseluler dan dinding selnya sangat tebal. Interaksi

awal M.tb dengan antigen-persenting cell (APC) menentukan keseimbangan

antara Th1 dan Th2. Kesimbangan ini mungkin dipengaruhi oleh genetik dan faktor yang didapat. Secara klinis, infeksi laten M.tb dapat terganggu oleh karena imunosupresi, umur tua, komorbid (misalnya diabetes melitus) atau faktor yang tidak diketahui dan mengakibatkan reaktivasi penyakit (Handojo, 2004; Schwander & Ellner, 2008).

Setelah infeksi selama dua sampai empat minggu, terdapat dua respon

terhadap M.tb yaitu respon cell mediated immunity (CMI) dan respon

kerusakan jaringan. Respon CMI merupakan terspon dimana terjadi aktivasi makrofag yang dimediasi sel limfosit T. Respon kerusakan jaringan

merupakan akibat dari delayed hypersensitivity reaction yang menghancurkan

makrofag yang mengandung M.tb namun juga menyebabkan kerusakan jaringan sekitar. Aktivasi limfosit T, makrofag, dan sekresi limfokin dan sitokin dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Jika makrofag tidak bisa

membunuh M.tb, maka antigen keluar dari sel dan menyebabkan migrasi

monosit lebih banyak ke tempat lesi, terjadi peningkatan aktivitas makrofag, pembentukan granuloma lebih besar dan menghasilkan nekrosis lebih luas. Selain itu limfosit T dapat menghancurkan makrofag yang mengandung M.tb sehingga terjadi pelepasan enzim yang menyebabkan nekrosis perkejuan dan

(20)

commit to user

Limfokin dan sitokin dapat membentuk granuloma yang kemudian menghancurkan dinding sel bakteri, menekan pertumbuhan, membunuh bakteri dan membatasi pergerakan bakteri dan penyebaran infeksi ke seluruh tubuh. Granuloma ini terdiri dari makrofag yang banyak sehingga dapat menimbulkan tuberkel. Tuberkel ini terdiri dari limfosit, sel epiteloid, sel datia langerhans, makrofag dan nekrosis perkijuan. Sel limfosit T tersebut

diaktifasi oleh makrofag yang teraktivasi oleh M.tb untuk mensekresikan

sitokin, seperti IFN-γ. Makrofag yang berkumpul disekitar lesi berperan

untuk menjaga lesi supaya tidak menyebar lebih jauh. Nekrosis perkijuan berada ditengan lesi, dan terjadi akibat dari respon kerusakan jaringan. Respon ini menghambat pertumbuhan M.tb, namun dapat terjadi fibrosis dan

kalsifikasi pada parenkim paru dan nodus limfa dihilus (Fauci et al., 2008).

(21)

commit to user

6. Gejala Tuberkulosis

Gejala utama penderita tuberkulosis adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 2 - 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti gejala tambahan yang sering dijumpai, batuk bercampur darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pada penyakit paru lain seperti bronkhiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi tuberkulosis di Indonesia masih sangat tinggi, maka setiap penderita yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut, harus dianggap sebagai suspek tuberkulosis atau tersangka penderita tuberkulosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis secara langsung (Depkes RI, 2006).

7. Diagnosis Tuberkulosis Paru

Diagnosa dapat ditegakan melalui anamnesa (sering asimptomatik, demam, batuk/batuk darah, nyeri dada, malaise), pemeriksaan fisik (tergantung luas kelainan paru, dapat berupa : suara nafas bronkial, ronchi, restriksi), foto thorak (limfadenopati hilus, infiltrat), pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium darah seperti peningkatan laju endap darah (LED) serta hasil pemeriksaan bakteriologik seperti mikroskopik dan kultur (Depkes, 2006).

(22)

commit to user

Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis, ini merupakan diagnosis utama.

i. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga

spesimen sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) BTA hasilnya positif.

ii. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

thorak saja. Foto thorak tidak selalu memberikan gambaran yang khas

pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes, 2006).

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu:

i. Apabila hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita

didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif.

ii. Apabila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis, maka pemeriksaan

sputum SPS diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya kultur (Depkes, 2006).

Salah satu alasan gagalnya program pengendalian tuberkulosis di negara berkembang karena kelemahan diagnostik untuk mendeteksi kasus infeksi tuberkulosis pada saat dini. Pada umumnya metode diagnostik tuberkulosis dilakukan secara konvensional seperti pemeriksaan mikroskopik dan kultur. Namun metode tersebut memiliki banyak kelemahan. Pemeriksaan mikroskopik disamping memerlukan kuman/bakteri minimal 5000 sel/ml, juga

tidakdapat mendeteksi spesies mycobacterium. Pemeriksaan kultur kuman

(23)

commit to user

waktu yang cukup lama yaitu berkisar 2 - 8 minggu. Sensitivitas metode tersebut mendekati 100% dan dapat dilakukan pada sampel klinis yang

mempunyai kandungan bakteri 10 - 1000 sel/ml (Plorde et al., 1994; Brooks et

al., 1995). Beberapa cara tes darah telah diajukan sebagai diagnosis serologis

tuberkulosis. Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan antigen yang dimurnikan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman tuberkulosis pada pasien, namun karena spesifitasnya sangat rendah maka dilakukan antigen rekombinan atau antigen yang lebih dimurnikan lagi. Hal tersebut dapat

meningkatkan spesifitas tapi menurunkan sensitivitas (Palomino, 2005). World

Health Organisation, (2010) telah membuat kebijakan untuk tidak

menggunakan pemeriksaan serodiagnostik komersial (pemeriksaan serologi) untuk mendiagnosa TB paru dan ekstra paru saat ini, karena ditemukan hasil pemeriksaan yang tidak konsisten dan tidak tepat. Tidak ada bukti bahwa tes serologis komersial yang ada meningkatkan hasil pasien, dan proporsi hasil positif palsu dan negatif palsu yang tinggi mungkin memiliki dampak negatif pada kesehatan pasien.

8. Pemeriksaan Laboratorium

i. Kultur

Pemeriksaan mikroskopis BTA memang mudah dan cepat, namun tidak

memastikan diagnosis tuberkulosis karena Mycobacteria sp selain M.tb juga

terlihat sebagai basil tahan asam pada pemeriksaan mikroskopis BTA. Selain itu, perlu jumlah basil yang banyak untuk memberikan hasil positif pada pemeriksaan mikroskopis BTA. Sedangkan jumlah kuman yang dibutuhkan

(24)

commit to user

pada metode kultur diperkirakan 10 – 1.000/ml mycobacteria hidup (viable).

Hasil kultur M.tb yang positif menegakan diagnosis tuberkulosis aktif

(Palomino et al., 2007).

Media kultur yang paling banyak dipakai untuk isolasi Mycobacterium

adalah egg-based media dan media yang mengandung kadar malachite green

tinggi untuk menghindari kontaminasi bakteri lain. Saat ini telah tersedia berbagai macam media kultur untuk M.tb.

Media ini dikategorikan menjadi :

a) Egg-based (Loweinstein-Jensen’s, Ogawa, Kudoh) : Ogawa mempunyai

komposisi yang mirip dengan LJ, namun lebih ekonomis karena

menggunakan sodium glutamate sebagai pengganti asparagine.

b) Agar-based (Middle Brook 7H-10, Middle Brook 7H-11 dan Dubois Oleic

albumin) : komponen utamanya adalah powder base, Agar dan Middlebrook

oleic acid, albumin, dextrose and catalase (OADC) enrichment. Media

Middlebrook menghasilkan isolasi yang lebih baik daripada media egg-based, namun lebih mahal. Pertumbuhan kuman diamati seminggu dua kali selama 4 minggu, selanjutnya sekali seminggu sampai 8 minggu. Semua kultur positif harus diidentifikasi sampai spesies menggunakan metode biokimia atau molekuler (PDPI, 2006; Palomino, 2007).

Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat, sehingga sulit ditemukan

pertumbuhan pada minggu pertama. Pada egg-based media, M.tb tumbuh

(25)

commit to user

koloni tumbuh datar, kering dan kasar dengan tepi irreguler (Waard & Robledo, 2007).

Gambar 6. Kultur M.tb pada media LJ (Palomino, 2007)

Gambar 7. Kultur M.tb pada media

(26)

commit to user

B. Kerangka Teori

Gambar 8. Kerangka Teori

Inhalasi kuman M.tb melalui droplet/udara

Alveolus paru

Fagositosis oleh makrofag Destruksi kuman M.tb

M.tb bereplikasi

Destruksi makrofag

Pembentukan tuberkel

Resolusi Kelenjar limfe

M.tb mensekresi antigen Penyebaran hematogen

Ag Non secreted (somatik)

• Lipid (LAM) • Polisakarida (asam mikolat) • Protein Ag secreted protein • RD1 : ESAT-6, CFP-10 • RD2: MPT-64 • RD3: phi Rv1 RD1, RD2, RD3 merupakan region yang dihilangkan pada M.bovis BCG. Lingkup penelitian

Bukan lingkup penelitian

Mempengaruhi proses selanjutnya kalsifikasi

(27)

commit to user

C. Kerangka Konsep

Gambar 9. Kerangka Konsep M.tb di paru

↑ Sekresi protein M.tb (Esat-6, CFP-10, MPT-64) ↑ Sekresi protein intrasel ke ekstrasel

Protein bersifat immunogenik

Produksi sekret belebihan Inflamasi di jaringan paru

Pembentukan Tuberkel Limfogen dan hematogen

↑ sekresi Esat-6, CFP-10, MPT-64

di sputum

↑ sekresi Esat-6, CFP-10, MPT-64

di darah

Deteksi Esat-6, CFP-10, MPT-64 dengan TBAg rapit test kit

Tersangka TB paru dewasa

Lingkup penelitian

Bukan lingkup penelitian

(28)

commit to user

D. Hipotesis Penelitian

TBAg rapid test kit dapat mendeteksi antigen dari RD1, RD2, dan RD3

yang mengkode ESAT-6, CFP-10, MPT-64 kuman M.tb dan dapat digunakan sebagai alat diagnostik TB paru pada sampel sputum dan serum.

Gambar

Gambar 1. Dinding sel M.tb (Ho Park &amp; Bendelac, 2000)  4.  Biomolekuler
Gambar 3. Sistem sekresi dari lokus RD1 (Ernst et al., 2007)  5.  Imunopatogenesis tuberkulosis paru
Gambar 4 . Perjalanan infeksi M.tb (Rook, 2005)
Gambar 5. Respon imun tuberkulosis (O’Garra et al., 2013).
+4

Referensi

Dokumen terkait