• Tidak ada hasil yang ditemukan

Segolo jenis kebufuhon buku bermutu, odo podo komi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Segolo jenis kebufuhon buku bermutu, odo podo komi"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Segolo

jenis

kebufuhon

buku

bermutu,

odo

podo

komi

DAYA

BATIN

O RAHASIA SUKSES O KARIER BISNIS

O PEMIMPIN

&

PROFESIONALISME

O

ILMU

&

TEKNOLOGI O PILAR-PILAR KELUARGA

O

OLAH

RAGA

O SEHAT

&

BUGAR

O KEPUSTAKMN

JAWA

O KARYA

&

SENI BUDAYA

O HOBBY

&

FOTOGRAFI O KAMUS

&

ENSIKLOPEDIA O SADAR

HUKUM

O HUMAN RELATION

@@

&qglrlt Nrlhlrrrl NlJll'r.Jt, t{It trtl (0,

(3)

Sultan

Agung

PEIT

(4)

/*/

SE,RAT

KE,KTYASANING

PENGRACUTAN

(5)

Cetakan

pettarna

Cetakan

kedua

Penerbit

"Dicetak oleh

Dahara Prize Semarang

Effhar Offset Semarang L997

1999

(6)

PENGANTAR

Dengan rasa syukur kami telah berhasil menguak salah satu

Kapustakaan Jawa

yang

berjudul "SERAT KEKIYASANNING

PANGRACUTAN" salah satu buah karya sastra Sultan Agung raia Mataram (1 61

3

-

1 645). R upa-rupanya Serat kekiyasaning Pangracutan iuga menjadi narasumber dalam penulisan Serat

Wirid

Hidayat

Jati

oleh

R.Ng. Ronggowarsito. Karena ada

beberapa

bab

yang

terdapat

pada Serat

kekiyasanning Pangracutan terdapat pula pada Serat Wirid hidayat jati.

Pada manuskrip huruf jawa Serat Kekiyasaning Pangracutan tersebut telah ditulis kembali pada tahun shaka 185711935 Masehi.

Disyahkan oleh pujangga di Surakarta RONG no-GO ma-WAR-ni Sl-ra-TO

-

Ronggowarsito atau R.NG. Ronggowarsito.

Manuskrip

ini

kami lestarikan dalam huruf

dan

bahasa lndonesia, diwedarkan sekedarnya dan kami beri judul:

.,SERAT KEKIYASANING PANGRACUTAN" WIRID NGELMU

MA'RIFAT

Buku

ini

baik sekali untuk dimiliki, karena

di

dalamnya mengandung berbagai petunjuk untuk mencapai kasampurnaan Budi luhur, bahkan diuraikan pula rahasia Asmaragama atau rahasia Suami lsteri agar mempunyai keturunan yang berguna bagi orang tua, bangsa, dan negara, serta Agamanya.

Selamat membaca, semoga buku ini bermanfaat bagi Anda.

Hormat kami,

Ki Hudoyo Doyodi puro,Occ.

(7)

ISI BUKU

Pengantar.

...

3

l.

Dibalik pancaran Tiga

Wahyu...

6

Bahasa Jawa Sarasehan Ngelmu Kasampurnaan

...

10

1

.

Kgdadeyaning

Jisim ...

... 10

2.

Pepangkating Tiyang

Pejah...

14

3.

Wewedharan Angracut

Jasad

...

18

4.

Wewedharan Angluluh Jasad

...

18

5.

Pgrluning Pati

Raga

...

20

6.

Perluning Guru Lawan

Murid

....;... 24

8.

Bedanipun Wedal ing AIam akherat lawan Alam

Dunya

.

40

9.

AIam Setelah

Kematian

...

40

10.

Wgwgdharanipun Tri

Bawana...,...

44

11.

Gosul'alam

48

12.

Kreteking Cipta Sanalika Mahanani

Gara-Gara

50

14.

Dununging lman, Tauhid,

Mo'rifat

52

15.

Tegesipun Jalal, Jamal, Kahar lawan

Kamal

52

16.

Sajatining Lanang lawan Sajatining

Wadon.

54

17.

Babagan Kawontenaning Pati

...

60

18.

Asaling Manungsa saking Kawan Anasir

.

64

19.

Warnining llmu

Sorogan.

...

68

20.

llmi

Talek

...

70

21

.

Warni Warnining

Wahyu

... 70

(8)

Bahasa Indonesia

Sarasehan !lmu ka.sampurnaah...o... 1 1

1.

Berbagai kejadian Pada Jgnasah... 11

2.

Berbagai Jgnis Kgmatian... 15

3.

Wedaran Angracut Jasad'... 19

4.

Wgdaran mgnghancurkan Jasad ...-... 19

5.

Perl unya Pati Baga...o... 21

6.

PgrlunyaGuruDenganMurid...oooror... 25

7.

Urutan Dalam Kematian dan Apa Yang Harus DilakUkan ... ... 33

8.

Perbedaan Wahu di Alam Akhirat dan di Alam Dunia...r

...

.r... 41

9.

Alam Sgtglah Kgmatian...,... 41

10.

Wgdaran Tribawana ... 45

11.

GOSU|tA|am... 49

12.

Kghgbatan daya Fikir...o... 51

13.

Surga dan Ngrakd ...o... 53

14.

Tempatnya lman, Tauhid, dan matrifat ... 53

15.

Arti Jalal, Jamal, lGhar, dan lGmal ...o... 53

16.

Pria dan Wanita Yang Sejati... 55

17

.

Mengenai Kgadaan Kgmatian ... 61

1

8.

Manusia terdiri Dari Empat Anasir...o... 65

19.

Bgrbagai llmu Sorogan (Gaib) ... 6€)

20.

llmu Talgk (Keajaiban) ...r.o.... 71

21

.

Bgrbagai Macam Wahyu...,...,... 71

Narasumbgr Dan Bahan Bacaall ...o... 77

Tgntang Penyusun Wgdarall ...or...r... 79

(9)

I.

Dibalik

Pancaran Tiga

Wahyu

Besar perhatian Sultan Agung terhadap suatu upaya untuk menegakkan kedaulatan Mataram seutuhnya. Tetapi suatu kendala yang ditimbulkan

oleh

cengkeraman-cengkeraman Kompeni ke arah politik pemerintahan. VOC yang telah menyusup

ke Banten, Batavia, bahkan sampaidiJepara, merupakan gendala. Juga masih adanya pertentangan dalam perhitungan tahun, dari kalangan Pesantren yang mempergunakan perhitungan tahun

Hijriah,

sedangksan kalarlgan kejawen mempertahankan mempergunakan tahun caka.'/

Dengan perbedaan pokok itu menimbulkan masalah pula bagi stabilitas pemerintahan Mataram pada masa itu.

Maka dengan membaca sejarah leluhurnya, bahwa sosial-budaya perlu mendapat perhatian yang utama. Sultan Agung memulai pembenahan pemerintahannya lewat hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.

Tahun 1633 berhasil menyusun perhitungan tahun yang baru,

perhitungan tahun ciptaan Sultan Agung itu dapat diterima kedua belah fihak. Bagi kalangan Kejawen dapat menerima karena awal

perhitungan tahun Jawa masih mempergunakan awal tahun Qaka yaitu tahun 78 Masehi. Maka berhasillah Sultan Agung dalam upaya untuk menciptakan suatu kesatuan perhitungan tahun di antara masyarakat Pesantren dengan masyarakat Kejawen.

Dari sinilah rupa-rupanya Sultan Agung melakukan, dalam rangka membenahi Mataram. Karena disadari nahwa kekuatan Mataram terletak pada

dua

kubu; masyarakat Pesantren dan masyarakat Kejawen. lalu dicarilah suatu cara untuk mengusai keduanya. Setelah berhasil menyusun perhitungan tahun yang dapat menyatukan kedua faham itu. Kernudian disusunlah Serat

.

Nitipraja oleh Sultan Agung. Juga

tersusunnyya

serat Kekiyasaning Pangracutan yang merupakan Wirid Ngelmu Ma'rifat dan iuga merupakan konsep awal dari Ratu adil.

Untuk kalangan Pesantren menjuiung Sultan Agung pada sekitar tahun 1633 sebagai Susuhunan, karena beliau mengambil gelar Susuhunan itu sebelum bergelar Sultan. Susuhunan bagi

1). Dr. Simuh, MISTIK ISLAM LEJAWEN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA,

Suatu Studi Terhadap Seraf Wirid Hidayat Jati (UI-PRESS Jakarta 1988)

(10)

uetn cer 6ue4 dulueseApley JyUfS

90 L' pll y$VfO NWtVtSndWt'esletelpqeod' 3.N' W'Ar1'totd

e

eduel

'ue1Je0uaplp Jpuag-Jpuaq

'U!p

leq!lau

'Iepuaqol

eAecred BAupn[n/nral

r]alo

ullpllet

e[e.rdluu'BAuups!;nued lelnrulp Blp)1lpl '(lqaseyy

t?gI

EIeC eggl p^

ef

unqq uele>10ues) e1e10ues

EIa

eA;,rp Ouluese,

;ua6 lnpl

rue;aAuau uelre6eg

:seqaq ertulyv

wepDut

qepatt '1p61u1rvr uet

eytqefi

eue[

Duluqr]lrt"7!ff#

es4ed

y

euntl 'Dun66und ete>1due1due 'etyes

Duepllue

'pdeDu

eleced

ellpnu Duluep 'sndedul

e[edgu

'e>lueAued uelfileutl

\np

;ep>16uas

e\a

elltp

Durueset

'paD

ete}es Dul walls lpey ,,

:

n\yeq

p0egas e[ed1qN

ue\lpd

u,qeru,raruadr",r"=''i;3llU."'l3J"li,i,:',,ft

"1J,3:'?X,,::,'fl 13

Ouepy1

Inlns

'llln6 Inlns 'ueqe[e[ e[oy nple Oueuog ueuns lpras

epd

uelnuauaur pUI uplpnuay

'uplsl

lllslrx

qplepe BSJBInS

Inlns ldetat npulH npqraq nU lcnrp/nag Inlns nple>1 eAuupppaqrad

eAueq 'lcnJe/nag lplag ue6uap eues rldr-upq psJpInS Inlns 'UBg lV

ellor{S teras eAuleslru plrl/n uep Inlns'reOeqraq eAulncunyl 'rledouag

upL{pqurauad rueJelelnl uep '0ue[upd uptpnual 'IBuaO upplera4

ueue[1e[as telnu!p r{Bpns undnpleM 'dBre0!p snral uamelay uepp I;lslrrJ 'pp!/n undneu 'Intns

'nlnq

upst;nuad

uelpp

BAusnsnqy

'uotpJal ue0ue1e1

Bueln

upllpqred rpe[uaru uBeAepnqay 'tB&lBl ueuued ;pe[uau e[BU te6eqes 6un0v uBilnS 'qp/nnqJnN nAqern qnleOuad esenl ulelpp dn>lBcrel

BIeu

uarne[ay

uelsl

tpleleAseu

qnrntas I0Bg lBIB.rBAsBtu UBDuBIPI

uellluap

ue0uap '[pV

'uernelay

Uep

uB0unlnp

elnd

ueldB.req0uau nlBU

dasuol

BuarPI elnd nl6ag

'rlauJoqlp le0uBs qpllv !p/n re6eqas uorluesad lplerpAseyl ue6ue;e1 IO 'r.lpllv IlpM qelepe Oun6y ueuns E/nr4eq uenle0ued nlpns Ourcueuau lupJoq nU re;eO upltqueOuad

uppp

Ip plpl

l

'nlnO nplp nqns eAulye

(11)

mengutamakan paksaor, kebanyakan manusia santausa dan utama, haruslah dikatakan pandai,"

Bahwa serat Nitipraja jelas ditulis oleh Sultan Agung pada

tahun

1641 Masehi. Begitu

iuga diduga

penulisan Serat Kekiyasaning Pangracutan sekitar 1633

-

1&11, Benar-benar sangat penting bagi Mataram. Sultan Agung yang memandang perlu adanya persatuan dan kesatuan bangsa, untuk mencapai kejayaan Mataram.

Wirid Kekiyasaning Pangracutan, tidak hanya mengajarkan tentang llmu Ma'rifat, tetapi iuga tentang etika menggauli esteri atau Aji Asmaragama, agar dapat menurunkan anak yang berguna

bagi orang tua, nusa

dan

bangsa. Wejangan-wejangan,,yang mewedarkan Tribawana atau Triloka, yaitu rahasia Baital mdkmur,

Baital mukharan, dan Baital mukhadas.

Adalah rahasia untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akherat. Karena kalau mematuhi ajaran Tribawa itu

orang

akan

berbuat baik,

jujur, giat

bekeria,

dan

tidak

mengganggu milik orang lain baik itu b'erupa kebendaan maupun

seks atau kepercayaan.

(12)
(13)

So

rasehan

Ngel

mu

Kasampurnaan

Punika pratelanipun serat Kekiyasanning Pangracutan, yasan dalem lngkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Prabu

Anyakrakusuma ing Mataram, kaparengipun ing ngarsa dalem

amrayogi patraping sangkan paran medal saking ilhaming panggalih, kekeran sejati, mupakat sayehosanipun, sadaya

punika lajeng

karembagaken

dhateng para

akhli

ilmi

kasampurnan, dene ingkang sami katimbafan wonten ing ngarsa dalem, ing ngandhap punika:

1.

Panembahan Purubaya.

2.

Panembahan Djuminah.

3.

Panembahan Ratu Pekik ing Surabaya.

4.

Panembahan Juru Kithing.

5.

Pangeran ing Kadilangu.

6.

Pangeran ing Kudus.

7.

Pangeran ing Tembayat.

8.

Pangeran ing Kajoran.

9.

Pangeran ing Wangga.

10. Kyai Pengulu Ahmad Kategan.

7.

Kedadiyaning Jisim

Menggah wiyosing dhawuh pangandika dalem, andangu

ingkang sampun kalampahan,

tiyang

pejah punika

dene piyambakpiyambak kedadosanipun ing jisim.

Saking

pawartosipun

ing

akathah,

utawi

kayektosan pamariksanipun, para tetiyang ingkang asring sumerep wujuding

jisim, ingkang salah kedadosan miwah warni-warnining jisim kados ing ngandhap punika :

1.

Wonten ingkang lajeng besok.

2.

Trekadang wonten jisimipun margegeg wetah kemawon.

3.

Wonten ingkang ical wujudipun jisim.

4.

Saweneh luluh dados toya.

5.

Wonten dados mustika.

6.

Wonten lajeng dados memedi.

7.

Trekadang dados sato kewan.

Sasaminipun, ingkang makaten kala wau saking punapa sabab-sababipun?

10 SERA r *"

(14)

Soro

sehan

llmu

Kasampurnan

lni

adalah katerangan Serat Suatu pelaiaran tentang Pangracutan yang telah disususn oleh Baginda Sultan Agung Prabu Angakrakusuma

di

Mataram, atas berkenan Beliau untuk membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia, untuk mendapatkan suatu kepastian

dan

kejelasan, dengan harapan dapat dirembuk dengan para Akhli llmu Kasampurnan. Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar

itu

adalah sebagai berikut lni:

1.

Panembahan Purbaya.

2.

Panembahan Juminah.

3.

Panembahan Ratu Pekik di Surabaya.

4.

Panembahan Juru Kithing.

5.

Pangeran di Kadilangu.

6.

Pangeran di Kudus.

7.

Pangeran di Tembayat.

8.

Pangeran di Kajoran.

9.

Pangeran di Wangga.

10.

Kyai Pengulu Akhmad kategan.

1.

Berbagai Kejadian pada Jenasah

Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi setelah manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam kejadian pada jenasahnya.

Dari berbagai cerita umum, iuga menjadi suatu kenyataan, bagi mereka

y

ng sering menyaksikan keadaan jenasah yang salah kejadian atau berbagai macam kejadian pada keadaan jenasah adalah berbagai diketengahkan di bawah ini:

1.

Ada yang langsung membusuk.

2.

Ada pula yang jenasahnya utuh.

3.

Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuknya jenasah.

4.

Ada pula yang meleleh manjadi cair.

5.

Ada yang menjadi mustika (permata).

6.

lstimewanya ada yang menjadi hantu.

7.

Bahkan ada pula yang menjelma menjadi hewan.

Masih banyak pula kejadiannya. l*alu bagaimana hal itu dapat terjadi, apa yang menjadi penyebabnya?

11

(15)

Menggah aturipun para Akhli 'llmi, muoangating rembag kados makaten:

Aniawi kaparengipun ing karsa dalem, mila tiyang pejah jisimipun beda-beda; tandha salah kedadosan. Mila makaten, ing nalika gesangipun mawi kasasaban dosa, dumuginipun jisim wekasan temah kalintu dunungipun.

lnggih

punika kalebet dhateng 'Alam Panasaran. Awit nalika mancade ing sekaratilmaut mawi anggadhahi cipta samar-samar, uwas sumelang, kirang santosa ing tekadipun, boten mantheng tilar awas elingipun. Mila

wonten

erang-eranging

ulah

ilmi

Ma'rifat kados

makaten wijang-wijang i pun satung gal -satung gal :

7.

lng

nalika gesang sinten lngkang

tansah ajibar-jibur

ambaruwah lumuh dhateng kasutap&fi, adat luwangipun dumuginipun dinten wekasan,

lng

tembe jisimipun bosok

dados

siti

lempufig, alusing

sukma

anglambrafrg,

kaumpamekaken kados

kinjeng

tanpa

soca,

ewadene manawi

duk

gesangipun taberi sesuci

lair

batos, yekti sampun kalebet lampah, inggih terkadhang boten makaten

kadadosanipun ing delahan.

2.

lng

nalika taksih gesangipun, srnten ingkang anggentur siyam miwah

sesirh

boten mawi watawis, saking adat

luwangipun dumugining

dinten

wekasefr,

ing

tembe jiwimipun margegeg dados sela, tur anyangari sif4 dene alusing sukma dados Dang Hyang Semorobumi. Ewadeten

duk

gesangipun kinanthenan lampah nrima, tegesipun

dhahar,

sare,

boten

ngedek-adekakef,,

narimah

sakawatonipun miwah legawa

ing

lalr

batog

terkadhang

boten makaten kadadosanipun ing delahan.

3.

Dukgesangipunsrnten ingkang ambanterwungu

tilarddugi

watawis,

saking

adat

luwangipun dumugining dinten wekasan,

ing

tembe jisimipun saget medal saking kubur luwangipun, amargi kepanjingan bekasa kan mawarni-warni,

ingkang memedeni

wau.

Dene alusing sukma, manifrs dhateng sato kewan. Ewadeten manawi duk gesangipun kinanthen lampah rila legawa, tegesipun, sanadyan betah wungu

kedah

sapakantukipufr, ingkang makaten punika dumugining pati terkadhang boten kalintu delahanipun.

(16)

Adapun menurut para Pakaf setelah mereka bersepakat disimpulkan suatu pendapat sebagai berikut ini:

Sepakat dengan pendapat Sultan Agung, bahwa manusia itu

setelah meninggal keadaan jenasahnya berbeda-beda; itu suatu tanda bahwa disebabkan karena ada kelainan atau salah kejadian (tidak wajar), makanya demikian karena pada waktu masih hidup

berbuat

dosa,

setelah menjadi mayatpun akan mengalami sesuatu, masuk ke dalam

dam

Penasaran. Karena pada saat

sedang memasuki proses sakaratulmaut hatinya menjadi ragu,

takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat memusatkan pikiran

hanya untuk satu ialah menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu Ma'rifat, seperti yang akan kami utarakan berikut ini:

1.

pada waktu

masih

hidupnya,

siapapun

yang

senang tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal

tapa brata,

setelah

mencapai

akhir

hayatnya,

maka jenasahnya akan menjadi busuk dan kemudian menjaditanah liat, sukmanya melayang gentayangan, dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata. Sebaliknya, bila pada saat

hidupnya gemar menyucikan

diri

lahir maupun batin. Hal

tersebut sudah termasuk lampah, maka kejadiannya tidak akan demikian.

2.

Pada waktu masih hidup,

Fgi

mereka yang kuat berpuasa tetapi tidak mengenal batas waktunya, bila telah tiba saat

'

kematiannya, maka mayatnya akan teronggok menjadi batu

dan

membuat tanah pekuburannya

itu

menjadi sangar, adapun rohrya akan meniadi Danyang Semorobumi.

Walaupun begitu, bila pada masa hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar; artinya makan, tUu[ tHak bermeralah-nrewah,

cukup seadanya dengan perasaan tulus lahir batin,

kemung-kinan tidaklah sepertidiatas kejadiannya pada akhir hidupnya.

3.

Pada masa hidupnya, seseorang yang menjalanilampah tidak tidur tetapi tidak ada batas waktu teftentu, pada umumnya disaat kematiannya kelak, maka jenasahnya akan keluar dari liang lahatnya, karena terkena pengaruh dari berbagai hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan.

Walaupun begitu bila pada masa hidupnya, disertai sifat rela

gadang tetapi harus ada batas waktunya, yang demikian itu

bila meninggal tidak akan keliru jalannya.

(17)

4.

Einten ingkang nglanturaken acegah syahwat, boten mawi dedugi prayogi, saking adat lwvangipun dumugining dinten wekasan, ing tembe jisimipun ical amrayafrg, korup dhateng alaming lelembat siluman sasa/r?inipun, alusing suksma asring manjanma utawi ngamladheyan, kados ta gandarwo

sasam inipun ingkang asring anyidra sermi, upami dumunung

ing wreksa ingkang ageng, mangka witipun tinegor utawi

pejah, ftgumladheyan kala wau

inggih

tumut sirnaning

wreksa,

ewadenten manawi

duk

gesangipun

mawi

kinanthenan lampah temen, lumuh abebandrek ulat, jina,

cidra

resmi ingkang dede wajibipuff, sadaya wau inggih trekadhang mboten makaten kadadosanipun ing delahan.

5.

lng

natika gesangipun sinten ingkang sumedya sabar darana, sagef amekak nafsu hawa, wani dhateng lampah brata pejah salebeting gesang, kadosta angangkah budi sampun ngantos repeh, nitya sumeh, pdfigandika sareh tur teteh solah ngepepeh, sadaya kala wau sampun ngantos tilar empan papan

ddugi

prayogi, sarta mawi watawis, ingkang makaten wau saking adat ltrwangipun dumugining dinten wekasan, ing tembe jisimipun saget mulya sampurna ing kahanan Jati, nunggil kaliyan Dating Pangeran Kang Agung, Kang Murba Amisesa, Kawasa andadosaken saciptanipufr, wonten sasedyanipun, dhateng sakarsanipun. Witne manawi

kinanthenan ambek paramartotaffid, kados /estantun pamoring Kawula Gusti.

Mila sajatosipun, tiyang anggeguru llmu Ma'rifat punika, kedah ingkang saged anglampahi : lmam, Tauhid, Ma'rifat.

2.

Pepangkataning Tiyang Pejah

Kala samanten lngkan Sinuwun Kanieng Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma andadosaken kaparengipun

ing

panggalih

dalem, ooembadani dhateng para aturipun sadaya punika.

Sasampunipun

makaten,

pandangu

dalem

angraosaken papangkataning tiyang pejah, kadosta :

1.

Pejah Krsas.

2.

Pejah Kiyas.

3.

Pejah Syahid.

4.

Pejah Salih.

(18)

4.

Siapapun yang melantur dalam mencegah syahwat atau

hubungan seks,

tanpa

mengena!

waktu, pada

saat kematiannya kelak jenasahnya akan lenyap melayang, masuk kedalam alamnya iim setan dan roh halus lainnya, sukmanya

sering

menielma

dan

menjadi semacam benalu atau menempel pada orang, seperti meniadi gandarwa dan sebagainya yang masih senang mengganggu wanita, kalau berada pada pohon yang besar, kalau pohon itu dipotong, maka benalu tadi akan ikut mati.

Walaupun begitu, bila pada masa hidupnya diseftakan sifat

jujur,

tidak

berbuat mesum, tidak berjina, bermain seks dengan wanita yang bukan haknya, semuanya itu bila tidak dilanggar, tidak akan begitu kejadiannya kelak.

5.

Pada waktu masih hidup selalu sabar dan tawakal, dapat menahan hawa nafsu, berani dalam lampah dan menjalani mati didalamnya hidup, misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah, rona muka manis, dengan tutur kata sopan sabar dan sederhana, semuanya itu janganlah sampai berlebihan dan haruslah tahu tempatnya situasi dan kondisi, yang demikian itu pada umumnya bila tiba akhir hayatnya, maka keadaan jenasahnya akan mendapatkan kemulyaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki, kembali menyatu dengan Dzat Pangeran Yang maha Agung, yang Dapat Meng-hukum, Dapat menciptakan apa saia, ada bila menghendaki, datang menurut kemauannya, Apa lagi bila diseftakan sifat welas asih, akan abadilah menyatunya Kawula Gusti.

OIeh karenanya bagi seseorang yang ingin mempelajari llmu Ma'rifat haruslah dapat menjalani: lman, Tauhid, dan Ma'rifat.

2.

Berbagai Jenis Kematian

Pada ketika

itu

Baginda Sultan Agung Prabu Hanyakra-kusuma merasa senang atas segala pembicaraan dan pendapat

yang telah disampaikan

tadi.

Kemudian Beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian, misalnya:

1.

Mati kisas.

2.

Mati Kias.

3.

Mati Syahid.

4.

Mati Salih.

(19)

5.

Pajak Tiwas.

6.

Pejah Apes.

Sadaya

wau sami

kad

hawuhan

anggancaraken

pikajengipun.

Aturing para sumewa makaten :

Pejah Kisas punika, ingkang katrap ing paukuman saking

memejahi,

dados

katetepaken wewenanging pengadhilan wisesasning Ratu.

Pejah Kiyas punika; ingkang anjarag pati, kadosta ngampet ambegan, utawi sesabil pati konduran.

Pejah Syahid punika; ingkang nemahi pati Perang, kabegal, kakecu.

Pejah

Salih

punika, ingkang nemahi

pati

saking kaluwsn, anglampus

saking

kawirangan,

utawi

sangsara sisah sanget.

Pejah

Tiwas punika, ingkang

nemahi

pati

ambah-ambahan, pegeblug, utawi kinging wisaya

sasaminipun, sayekti boten saget dumugi ing kahanan jati, cepak dhateng Alam Panasaran.

Dhawuh pangandika

dalem;anyebabaken

sadaya

ingkang pejah

makaten kala

wau,

punapa boten wonten

bedanipun ingkang

llmi

kaliyan ingkang bodho?

Upami ingkang peiah kala wau tiyang akhli llmi, sebab saking punapa teka boten saget angracut sami sanalika.

Aturipun para sumewa: "langkang

makaten

wau

bokmanawi

saking kageting

kadadak,

mila lajeng

boten angengeti llminipun,

ing

batos amungngraosaken sakitipun

kemawon. Saupami

lajeng

angengeti

llminipur,

kados

tumpang

suh

pangrakiting

kukudan, awadenten manawi sampun angengeti pitedahing Guru, bokmanawi inggih saged angracut sanalika."

(20)

5.

Mati Tiwas.

6.

Mati Apes.

Semuanya itu Beliau berharap agar dijelaskan apa maksud-nya. maka yang hadir memberikan jawaban sebagai berikut:

Mati Kisas. adalah suatu jenis kematian karena hukuman

mati.

Akibat

dari

perbuatan

orang

itu

karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman karena keputusan Pengadilan atas wewenang Raja.

Mati Kias, adalah suatu jenis kematian yang diakibatkan oleh suatu perbuatan, misalnya menahan nafas, atau mati karena melahirkan.

Mati

Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam Perang, dibajak, dirampok, dan disamun.

Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena mendapat aib, atau sangat bersedih.

Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena Tenggelam,

mati

karena disambar petir,

tertimpa

pohon,

jatuh

karena memanjat pohon,

dan

sebagainya, mati yang demikian tadi dinamakan "mati Tiwas.'

Mati Ap€S, adalah suatu

jenis

kematian

karena

ambah-ambahan, epidemi, karena santhet atau tenung dari orang lain, yang demikian

itu

benar-benar tidak dapat sampai pada "Kematian yang sempurna" atau Kesedan jati bahkan dekat sekali pada Alam penasaran,

Berkatalah Beliau: "Sebab-sebab kematian

tadi

yang mengakibatkan kejadiannya, lalu apakah tidak ada perbedaannya

antara

yang

berilmu dengan

yang

bodoh? Andaikan yang menerima akibat dari kematian itu seorang Pakarnya llmu Mistik,

mengapa tidak dapat meracut seketika itu juga ?"

Dijawab oleh yang menghadap: "Yang begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut menghadapi hal yang tibatiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang diyakininya, dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya, mungkin akan kacau

di

dalam melaksanakannya. Tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari Gurunya, maka kemungkinan besar dapat meracut seketika itu

iuga.

(21)

Pangandika dalem, sapunika asmu sandeyaning galih, awit saderenging apes punapa sepi panengeraning cipta rasa rumasa, teka boten rinasa, manawi amung makaten kemawon kirang dados ing pamanggih dalem, mila lajeng kadhawuhan angrembag sakecanipun ing pamanggih.

'

'

Kyai Akhmad kategan matur: "Lares Dawuhing pangandika dalem, awit sajatosipun tasih mubahan, amung kanjeng Susuhu-nan ing Kalijaga piyambak ingkang rinilan saget jisim sami sakala,

jalaran jumeneng Gosu'l'alam, maniing Rijalu'llah Gaib, yekti wa'llahu a'lam ingkang saget animbangi kados kasebat nginggil."

3.

Wewedharan Angracut jasad

Dene pangracutan

jasad ingkang

kagem

Kanieng

Susuhunan

ing

Kalijogo, wewedharanipun ingkang sampun winasiyataken para putra wayah kados makaten pakartinipun:

"Badaningsun jasmani

w.ts

sici,

ingsun gawa marang kahanan jati, tanpa jalaran pati, bisa mulya sampurna waluya urip sa/awase, ana ing "Alam Donya ingsun urip, tumekane "Alam kahanan Jati ingsun urip, saka kodrat iradatingsun,

dadi

saciptanings

ufr, ana

sasedyaningsun,

teka

sakars aningst)n."

4.

Wewedharan Angluluh Jasad

Menggah weweling dhawuhipun kangjeng Susuhunan ing Kalijogo makaten: " Sinten ingkang badhe saged angluluh jasad sami sanalika utawi andadosaken muiijadipun kados para Nabi,

ngedalaken karamat kados para Wali. Andhatengaken Ma'unah

kados para Mukmin Khas, kalampahana

tapa brata

kados wasiyatipun Kanjeng Susuhunan ing Ampel Denta:

1.

Amekri

nrpsu hawa, ing datem sewu dinten sewu datu p,sa/,.

2.

Angampet syahwat, ing dalem satus dinten, dalunipun pisan.

3.

Amepet pangandikan, inggih

punika

ambisu,

ing

dalem sekawan dasa dinten kawandasa dalu.

(22)

Setelah mendengar jawaban itu, Beliau merasa masih kurang puas, menurut pendapat Beliau; bahwa sebelum seseorang terkana bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin dan fikiran, kok tidak terasa, kalau hanya begitu saia Beliau kurang

sependapat,

oleh

karenanya Beliau mengharapkan untuk dimusyaw arahkan sampai

tuntas

dan

mendapatkan

s

tu pendapat yang lebih masuk akal.

Kyai Akhmat Kategan menghaturkan sembah: "Sabda paduka adalah benar, karena sebenarnya semuanya itu masih

belum tentu, hanyalah Kanjeng Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika, tidak terduga siapa yang dapat menyamainya."

3.

Wedaran Angracut Jasad

Ad,apun Pangracutan

Jasad yang

dipergunakan oleh

("ngieng

Susuhunan

Kalijogo,

penielasannya

yang

telah diwasiatkan kepada anak cucu seperti ini caranya:

"Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi Selamanya, di Dunia aku hidup, sampai di alam nyata (akherat) aku iuga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang

kuci,ptakan,

yang

kuinginkan ada,

dan

datang

yang kukehendaki."

4.

Wedaran Menghancurkan Jasad

Adapun pesan beliau Kanjeng Susuhunan

di

Kalijogo

sebagai berikut: "siapapun yang

menginginkan

dapat

menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjijad seperti

para Nabi,

mendatangkan

keramat

seperti para

Wali, mendatangkan ma'unah seperti para Mukmin Khas, dengan cara menjalani tapa brata seperti pesan dari Kanjeng' Susunuhan di Ampel Denta:

1.

Menahan Hawa Nafsu, selama

seribu

hari

siang

dan malamnya sekalian.

2.

Menahan Syahwat (seks), selama seratus hari siang 9an

malam.

3.

Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empatpuluh hari

.

siang dan malam.

(23)

4.

Siyam peiah latu, pitung dinten pitung dalu.

5.

Wungu ing dalem tigang dinten tigang dalu.

6.

Pejah raga boten ebah boten mosik ing dalem sadrte n sadalu, Menggah peperangipun ing lampah sewu dinten punika, ugi makaten pamaranipun:

1. Pamekaking napsu hawa; menawi sampun angsal sang-angatus dinten, lajeng karangkepan

2.

angampet syahwat,

manawi

watawis sampun angsal

sawidak

dinter,

lajeng karangkepan 3. ambisu tanpa siyarn, ing dalam sakawan dasa dinten.

Dene anggenipun ambisu tanpa siyam, punika manawi sampun angsal tiyang dasa tiga dinten, lajeng karangkepan siyam pejah latu, ing dalem pitung dinten pitung dalu, siyamipun pejah

Iatu

wau

watawis sampun angsal sekawan

dinten,

laieng karangkepan wungu ing dalem tigang dinten tigang dal'u, dene wungu punika manawi sampun angsal kalih dinten kalih dalu,

lajeng wiwit karangkepan pejah raga sadinten sadalu.

Menggah patraping peiah

raga

punika; Sidhakep suku tunggal, nutupi babahan nawasanga, boten ebah nguyuh ngising,

ing dalem sadinten sadalu wau ingkang ebah arnung kantun kajeping tingal, keketeking napas, anapos, tanap?s, nupus, tegesipun kantun. angen lebet wedaling napas ingkang sareh sampun ngantos tumpang suh."

5.

Perluning Pati Raga

lngkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung andangu; perluning pati raga.

Aturipun

Pengulu Kyai Akhmad Kategan

makaten: "Menggah perluning pati raga punika, minangka dados ular-ular ngulamtih kasunyatan, supados saget uninga pisah kempaling lGwula Gusti, manawi para akhli "llmi duk ing kino-kino dipun

wastani saget Raga Sukma, tegesipun abadan sukma, mila

kawasanipun saged anyelakaken ingkang tebih, andadosaken saciptanipuh, angawotenaken sasedyanipun, andhatengaken sakarsanipun, sadaya punika kenging kaangge

prabot

ing awal akhir. Saupami kaagem ing Donya inggih nyata kewasa, kaagem ing tembe manawi sampun mancad ing sakaratulmaut

(24)

4.

Puasa padam api (pati geni), tujuh hari tujuh malam.

5.

Jaga, lamanya tiga hari tiga malam.

6.

Mati Raga, tidak bergerak-gerak lamanya sehari semalam. Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari

seribu malam itu beginilah caranya:

1.

Menahan

hawa

Nalsu,

bila

telah

mendapat

sembilanratus hari, lalu diteruskan dengan2. Menahan Syahwat (seks), bila kira-kira telah mencapai waktu enampuluh hari, lalu dirangkap iuga dengan

3.

Membisu tanpa berpuasa, selama empatpuluh hari.

Adapun Membisu tanpa berpuasa setelah mendapat waktu selama tigapuluh tiga hari, lalu dilanjutkan dengan 4. Puasa Pati

geni (padam api) selama tujuh hari tujuh malam, puasanya pati

geni

tadi

setelah mendapat empat

hari

empat malam, lalu dilanjutkan dengan

5.

Jaga, selama tiga hari tiga malam, bila

berjaga

itu

kalau sudah mendapat

dua hari dua

malam, dilanjutkan dengan 6. Pati raga, selama sehari semalam.

Adapun caranya untuk Pati Raga adalah; tangan bersidakep

kaki membujur lurus dan menutup sembilan lubang di tubuh, tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdeheffi, batuk, tidak meludah, tidak berak dan tidak kencing selama sehari semalam tersebut. Yang bergerak tinggalah kedipnya mata, tarikan nafas, anapos, tanapos, nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang iangan sampai bersengal-sengal campur baur."

5.

Perlunya Pati Raga

Baginda Sultan Agung bertanya: "Apakah manfaatnya Pati

Raga itu?"

Kyai

Penghulu Akhmad Kategan menjawab: "Adapun perlunya pati raga itu, sebagai sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan kumpulnya Kawula Gusti, bagi para Pakarnya llmu Kebatinan pada jaman kuno dulu dinamakan dapat Meraga Sukma, artinya berbadan sukffio, oleh karenanya dapat mendekatkan yang jauh, apa yang dicipta

jadi,

mengadakan

apapun

yang

dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat dijadikan suatu sarana pada awal akhir. Bila

dipergunakan ketika masih hidup di Dunia ada manfaatnya, begitu iuga dipergunakan kelak bila telah sampai pada sekaratulmaut

$;.

(25)

inggih sakalangkung sae, awit

saged

anandukaken panuwun

dhateng

para

putra wayah, ingkang badhe katilar. Dados tandhane katarimah sapanuwunipun dhateng para waris ingkang kantun kala wau. lnggih amung wonten ing panuwun salebeting jaman sakaratulmaut kemawoh, dene sarengating anak putu sami nenuwun dhateng astana wau namung kangge sarana tilasing Bapa Biyung Kaki Nini, mila mawi sadhekah ing saben wulan Ruwah, amung anut ing leluri duk lGnjeng Nabi Adam. rnanawi

saluguning saMa, pangaksarna amung dqk mancad ing alam Sakaratulanr4ut wau"

lngkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung, miwah lGnieng

Panembahan Puruboyo, Panembahan

Juru

Kithing

sapanunggilane, sami angamini aturipun Kyai Pengulu Akhmad Kategan, ingkang rumiyin pancen akhli Kitab dhasar maksud dateng raosipun, kaliyan malih Kyai Pengulu Akhmad Kategan

sampun anglampahi pejah kawandasa dinten gesang malih. Mila ing samangke parenging karsa dalem sadaya kawajibaken

dhateng

Kyai Pengulu Akhmad Kategan minangka dados warananing wewiridan saking berkah dalem, nanging mawi pangkat-pangkat, kadosta :

1.

Amijekaken dhateng Garwa Putra Dalem, lngkang Sin uwun

piyambak. Kaparengipun papan pamejangan wonten Panepen.

2.

Manawi medharaken dateng para.sentana dalem, ingkang mijeaken minangka dados wawakil dalem ingkang Sinuwun;

Kanjeng Panembahan Purubaya kaliyan Kyai Pengulu Akhmad kategan.

3.

Manawi ambarkahaken

dateng para

Bandara, Bupati, Wadana, Kliwon, ingkang medharaken Panembahan Ratu

Pekik

ing

Surabdyd,

kanthi

Pangeran

ing

Kadilangu, Pangeran ing Kudus.

4.

Manawi paring berkah dhateng para Punggaw?, Panewu,

Mantri, sa/ebeting Praja, ingkang mejang Panembahan juru

Kithing, kanthi

Pangeran

ing

Wangga, Pangeran ing Tembayat.

5.

Manawi paring berkah dhateng para Bupati Tamping Pasisrr manca Nagari ingkang medharaken Panembahan Juminah, kanthi Pangeran ing Kajoran, Kyai Pengulu Akhmad Kategan.

(26)

iuga

sangat berguna, karena dapat melimpahkan rasa sukur

kepada anak cucu yang akan ditinggal. Jadi suatu tanda rasa sukur bagi keluarga yang ditinggalkan tadi. Hanya pada waktu sampai saat sekaratulmaut itu saja panuwunan itu disampaikan. Adapun syariatnya pergi ke Kuburan untuk nenuwun hanyalah sebagai

suatu sarana yang membuktikan sebagai Ayah, lbu, Kakek,'Nenek, maka lalu diadakan sedekah

di

bulah Ruwah, hanya mengikuti

tradisi sejak jaman Nabi Adam. Bila menurut Sabda bahwa pemberian ampunan itu hanyalah pada waktu saat-saat memasuki dam Sakarulmaut tadi."

Baginda Sultan Agung

dan

Panembahan' Purubaya, Panembahan Juru Kiting dan yang lainnya, mehgamini apa yang dikatakan oleh Kyai Penghulu Akhmad Kategan. Terutama karena memang akhli Kitab dan memahami arti maksudnya, serta pernah mengalami

mati

selama empatpuluh

hari

kemudian hidup kembali. Oleh karenanya sekarang atas berkenan beliau semua kewajiban diberikan kepada Kyai Penghulu Akhmad Kategan,

sebagai pengaruh dalam mernpelajari Mistik dari berkah Sultan Agung. Tetapi telah pula ditentukan bagian-bagiannya, misalnya:

1.

Mengajarkan kepada lstri dan Putra beliau, Baginda Sultan

sendiri.

Beliau

telah

menunjuk

tempatnya

untuk

.

mewejangkannya di Panepen.

2.

Kalau meredamkan kepada para kerabat Keraton,

yap

di

serahi

untuk

mengajar

adalah

Kanjeng Panembahan Purubaya dengan Kyai Penghulu Akhmad Kategan.

3.

Kalau memberkahkan kepada para Bandara, Bupati, Wedana,

Kliwon, Yang diberi tugas mewedarkan adalah Panembahan Ratu Pekik di Surabaya, dengan Pangeran di Kadilangu, dan Pangeran di"Kudus.

4.

Kalau pemberian berkah kepada para Punggawa, Panewu,

Mantri, di dalam negeri, yang mewejang Panembahan Juru Kithing, dengan Pangeran

di

Wangga, dan . Pangeran di

Tembayat.

5.

Kalau pemberian berkah kepada para BupatiTamping Basisisr Manca Negara, yang mewedarkan Panembahan Juminah, dengan Pangeran

di

Kajoran, dan Kyai Penghulu Akhmad

Kategan.

(27)

Nanging Sampeyan dalem Kanjeng Sultan

inggih

ugi

tedhak anjenengi dalah para Panembahan sapanuggalipun, dununging papan pamejangan sadaya wau wontening tetelih

Pabandengan.

Menggah

wewed

haran dalem

ingkang

kawakilaken sadaya wau boten wonten gesehipun, mila sami narimah.

Wiwit Sampeyan Dalem karsa amijekaken "llmi" para kalu

warga sadaya

wau boten

kenging pisah,

ing

saben dalem Jumungah katantokaken sowan Penepen.

Anuju satunggaling

dinten,

saraseyan angraosaken

sarujuking pamanggih dumadakan sami saplek kemawon.

boten wonten ingkang sulaya

pemanggihipuh,

tandha

katarimah ingkang

dados

parenging karsa dalem. Kenging linuri-luri pusakaning para Putra Wayah Dalem, ingkang sami jumeneng Nata Binatara ing Tanah Jawi.

6.

Perluning Guru l-awan Murid

Wonten Pandangu dalem malih, perluning Guru lawan murid. Aturipun Kanieng Panembahan Purubaya sasaminipun matur perluning Guru, amargi wajib dipun gugu tiniru, sarta

tanggung

ing

awal

akhir,

mila

nama Guru

margi

pinundhi pundhi jejeg ing wewarahipun.

o

Amung Kyai Pangulu Akhmad kategan matur perlu Murid,

manawi Guru punika leres kemawon pinundhi, margi amijeni

pedamelan

sae, yekti tinurut

sawewarahipUtr, nanging bebasan sampun

dados

wewenanging

guru

punika wajib

tinurut, sareng Murid kaupamekaken badhe binuka. Mangka saupami kori minep menga, manawi kapareng saweg menga, saestu saged malebet wewarahing Guru, Upami

kori

minep

saking pundi lebetipun.

Bebasan

jinejelan kawruh

boten

weruh, rahsaning wewejangan ambuwang, wekasan amung nunjang palang, saksinipun makaten, kadosta:

(28)

Tetapi Sampeyan Dalem lGnjeng Sultan juga berkenan hadir

dalam tiap kegiatan itu, begitu pula segenap Panembahoh, adapun

tempat untuk

weiangan-weiangan

itu

berada

di

Tetelih Bebandengan, artinya didalam lingkungan puri keraton. Wedaran yang diwakilkan kepada para Panernbahan, Pangeran, dan Kyai

Akhmad Kategan tadi ternyata tidak berbeda dengan wedaran Baginda Sulta Agung, maka semuanya dapat menerima dengan senang hati.

Sejak Baginda Sultan berkanan mengajarkan llmu, segenap keluarga tadi tidak diperbolehkan terpish, ditentukan pada setiap malam Jumat untuk datang ke panepen.

Pada suatu

hari,

sarasehan membahas tentang suatu pendapat untuk mendapatkan suatu kesepakatan yang tunggal, temyata semuanya berjalan mulus dan ada kesamaan pendapat.

Tidak

ada yang

berbeda pendapat, suatu pertanda bahwa semuanya telah sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Baginda Sultan. Dapat dilestarikan sebagai pusaka bagi Putra dan Cucu Baginda, yang meniadi Raja di tanah Jawa.

6.

Perlunya Guru dengan Murid

Ada pertanyaan Baginda lagi ; perlunya Guru dengan Murid.

Dijelaskan oleh Panembahan Purubaya: "Perlunya Guru, karena

wajib

dipercaya

dan

ditirukan,

serta

mempunyai

tanggungiawab awal akhir, maka dinamakan

'Guru'

karena dijunjung tinggi dan dihormati yang menunjukkan jalan yang lurus."

Tetapi Kyai penghulu Akhmad Kategan menyahut: "Bahwa perlu Murid. Benarlah kalau Guru

itu

wajib dihormati, karena mengajarkan pelajaran menuju ke jalan yang baik, tentu akan ditiru segala petuniuknya. Tetapi sudah menjadi kepastian sudah menjadi wewenangnya Guru haruslah diturut. Sedangkan Murid, dapat diperumpamakan baru akan terbuka. Adaikan pintu tertutup terbuka, apa bila sedang terbuka, benar-benar pelajaran dari Guru

dapat

masuk. Tetapi

bila pintu

sedang tertutup,

dari

mana masuknya? lbaratnya dipaksakan untuk mengerti tidak akan mengerti. Rahsanya wejangan terbuarg, akhirnya hanya tak keruan, saksinya akan hal itu, misalnya:

(29)

1.

Tiyang mirengaken

ujar

awon,

Ddmtokaken

lajeng

mangeltos.

2.

Mirengaken wewarah ingkang sae, yekti pilih-pilih ingkang

sagef lajeng tampi

trekadhang mirengipun kemawon wa'llahu a'lam. Awit sampun kalebet ing jilidan, manusa punika asnaputr, warna-warna dados tetelo boten kenging

dipun

carub woG pawitanipun ngagesang

punika

sami kasandhangan watak lumuh kaungkulan, milawasiyat dalem lngkang Sinwrun kanjeng Susuh unan ing kalijogo makaten: Wajibing tiyang dados Guru punika

I

bab:

1.

Nastitr, boten tumpang suh ing wewarah.

2.

Nastopo, ingkang wani dhateng laku brata.

3.

Kulina, ingkang wani lebeg dhateng pakarti sae.

4.

Diwasa, ingkang sampung sepuh umuripun.

5.

Santosa, ingkang ieieg tabiyatipun.

6.

Engetan, ingkang boten mawi gaieg.

7.

Santika, bregas patraping sarira.

8.

Lana, ingkang boten molah-malih ujar.

Cacade tiyang dados Guru punika 8 bab:

1.

Tiyang sepuh ingkang lumuwih.

2.

Tiyang sepuh, sakit sampun kerep supe.

3.

Tiyang cacad wuta.

4.

Tiyang cacad tuli.

5.

Tiyang cacad sumpet irungipun.

6.

Tiyang groyok, bisu, pelo

7.

Tiyang lun kelakuwan sampun awon.

8.

Tiyang

taliti

sudra,

punika

boten wajib

kaangge seserepanipun.

Utaminetiyang dados Guru punika 8 bab:

1.

Parama sastra, tegesipun

limpat

ing

kasusastran mawarni-warni.

2.

Parama

Kawi, tegesipun

ingkang

putus dhateng

rahsani ng tembung kawi sajarwanipun.'

Kawi

-

kawya

:

peprentahan nagari

(30)

1.

Orang mendengarkan petunjuk yang baik, tidaklah mudah difahami.

2.

Hanya beberapa

orang

pendengar saia yang

dapat memahaminya, mahkan mendengarkan saia wallahu a'lam.

Karena sudah termasuk dalam kepastian. Bahwa manusia itu

asnapun bermacam-macam. Jadi sudahlah jelas tidak dapat

di sama ratakan, sudah menjadisifat bagi orang hidup itu tidak mau dikalahkan, maka wasiat Kanjeng Susuhunan lGlijogo sebagai berikut ini:

Syarat Mutlak Bagi Seorang Guru ada 8 bab:

1.

Nastiti, artinya tidak simpang siur aiarannya.

2.

Naqlqpa, artinya harus berani dalam lampah brata.

3

Kqlina, artinya yang berani dalam segala perbuatan baik.

4.

Diwasa, artinya yang sudah tua umurnya.

5.

Santosa, artinya yang lurus tabiatnya.

O.

Enggtan, artinya yang tidak ragu-ragu.

7,

Santilra, artinya yang mempunyai keserasian tUbuh dan wajah cqkap.

8.

lana,

artinya

"endgpt. Cirinya Orang M

1.

Orang tua yang

meras

i Yang lain.

2.

Orang tua yang sakit d

3.

Orang Cacad buta. Sirikan.

4.

Orang Cacat tuli.

5.

Orang yang cacat hidungnya sengau.

6.

Orang gagap, bisu, dan pelat.

7.

Orang yang wataknya sudah ielek.

8.

Orang keturunan sudra,

tidak

dapat

dipakai

pengetahuannya.

Uta'manya iadi Guru ada 8 bab:

1.

Peramasatra, pandai dalam bidang kesusastraan apa

saja.

2.

Paramakawi,

pandai

berbahasa

kawi

dan

mengartikannya.

kawi

:

kawya

:

peprentahan

negeri

*

(31)

:

kraton

:

Kasarjanan.

Tembung kawi

-

tempung resmi

:

cara kraton.

-

tetembunganing para

Sarjana

:

(Pandhitaning Praja).

3.

Mardi Basa,

teges

ipun

ingkang

saget

memantes

tem bung tatakram i n i ng P raia.

4-

Mardawa

Lagu, feges

ipun

ingkang

saget

angulur lelagoning tembang tembung tepa.

5.

Hawi Carita, tegesipun apit dhateng ganearing carita, aluraning nagari.

6.

Mandra guna, tegesipun sugih kawagedan ingkang kaanggep ing akathah.

7.

Nawung Kridha, tegesipun

ingkang

lantip dhateng kelepasaning budi.

8.

Samb egana, ingkang

sanget

boten kenging supe.

Sadaya punika sampun kalebet nugrahaning Guru, mila kedah awas angupados Guru ingkang sae martabatipun. Mokaling tiyang dados Murid punika inggih

I

prakawis:

1.

Edan, awis saking ewah dzatipun.

2.

Ayan, sampun kenger engetanipun.

3.

Picak, margi saking bqten pana.

4.

Budheg, awit kirang pangrungunipun.

5,

Rare ingkang dereng wanci, mindhak lancang wicara.

6.

Tiyang ingkang sampun supe, tanpa damel.

7.

Tiyang sakit sanget ingkang sampun supe.

8.

Tiyang bregudul, inggih punikatiyang bodho andruwolo, anggega pikaiengipun piyambak. Sadaya wau bebas an: tiwas-tiwas tanpa tuwas wekasan tanpd guna.

Dene sesanggening dados

Murid 8

prakawis:

1.

Angimanaken kados wewarahing guru, sirik yen maidowa.

2.

Angatingalaken wewejanging

guru,

sirik yen anam-pekna, tegtes ipun angorakaken

3.

Anastitekaken wewedharing Guru, sirik yen anglirwakna.

4.

Anerangaken, sirik yen anyu ala.

5.

Amusawarataken, sirik yen amiyagaha.

6.

Anggelaraken, sirik yen angumpetna.

7.

Anglulusaken, sirik yen ambatalna.

8.

Anglamp'ahaken, sirik yen angendelna.

28

sERAr Kekiyasaning pangracutan

(32)

--

kraton

--

kesarianaan

Bahasa

kawi

-

bahasa resmi

:

cara keraton

:

Kata-katanya para sariana,

(pendetanya praia).

3.

Mardibasa, artinya pandai mengolah kata-kata.

4.

Mardawalagu, artinya pandai memperindah irama lagu.

5.

Hawicarita, artinya mempunyai perbendaharaan carita

banyak.

6.

Mandraguna, artinya mempunyai banyak kepandaian yang dianggap dalam lingkungan maqyarakat.

7.

Nawungkrida, artinya tajam mata batinnya.

8.

Sambegana, artinya mempunyai fikiran

yang

kuat. Semua

itu

sudah termasuk Nugerahnya Guru. Maka harus berhati-hati dalam memilih seorang guru yang berjiwa baik dan jujur.

Yang Tidak Dapat Diterima Sebagai Murid ada 8 bab:

t.

Gila.

2.

Sakit ayan (epilepsi).

3.

Buta.

4.

Tuli.

5.

Anak yang belum saatnya, dikhawatirkan kalau salah

omong.

6.

Orang yang sudah pelupa.

7.

Orang yang sakit parah yang sudah pelupa.

8.

Orang yang menurut kehendak hati sendiri.

Kewajiban bagi Murid ada 8 bab :

1.

Mengimankan, pantang mendustakan.

2.

Memperlihatkan, pantang menafikan.

3.

Memperhatikan, pantang mengabaikan

4.

Menerangkan, pantang bertanya .

5.

Memusyawarahkan, pantang bertindakgegabah.

6.

Membentangkan, pantang menyembunyikannya.

7.

Meluluskan, pantang membatalkan.

8.

Melaksanakon, pantang mendiamkan.

(33)

Wajibing tiyang dados Murid punika inggih

8

prakauris;

1.

Bangsaning Awirya, feges ipun talitining aluhu4 ingkang taksih kawahyon.

2.

Bangs aning Atapa, tegesrp un trahing Pandhita, ingkang taksih mratandhani ulah pudya.

3.

Bangsaning Sujana, tegesipun bangsa linuwih, ingkang

taksi h mratand hani wewataki pun.

4.

Bangsaning Aguna, teEtesipun bangsa akhlikasagedan, ingkang taks ih marsudi dhateng kabangkitan.

5.

Bangsaning Prawira,

tegesipun

bangsa prajurid, ingkang taks ih kasub ing kahendelaning adilaga.

6.

Bangsaning Supnya, tegesipun bangsa dunya, ingkang taksih mratad hani kasug i hanipun.

7.

Bangsaning Susatya, tegesipun bangsa tani, ingkang taksih mratandhani temen mungkul ing sesawah.

8.

Bangsaning Kawula, tegesipun talitining abdi dalem, ingkang faksih katawis angajeni, ajrih dhateng Trahing

, ,

.Guspi.

Menqgflh

$e$phqfAn malcatqn

wau,

saking

dhawuh RAlem, Ing|<nng, Sinuwun Kanjeng Susuhunan ing gnqgqang punika,

boten

kenging

dipun

regem $Upados anggega, sayekti yen boten kening. Awit wewataking tiyang punika upami siti kathah barenjulipun, dados

tetela

hgten,,[enging kinaya ngapa. Sampun

dados

a

pgpacqnggning manah piyambah-piyambak paduk panduming

Qgma(i, milA kpdah waspada nadyan badhe amedharaken kekgraning Pangeran, manawi kirang awas titikaning taliti, tiwas tuna

tan

katarima, temahan antuk druhaka, karanten kathah kemawon tiyang gewang maleset saking tekading manungsa, wonten ingkang kados kewan, trekadhang anggadhahi watak saengga kodheng, saweneh linglung kadi bingung, ing wuwus kumalungkung, pengung tansedya luhung, sadaya wau tandha tinitah buntu, tegesipun ing dalem lokhil makfulipun pancen tanpa wewengan.

Sasampunipun angraosaken aturupun Kyai Pengulu Akhmad Kategang, lngkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung amung ngideni sarta anjenengi, Panembahan Puruboyo sakancanipun amung kadhawuhan dados saksi amiridaken.

(34)

Syaratnya sebagai Murid ada 8 bab:

1.

Golongan Awirya, artinya

dari

golongan luhur dan mempunyai derajad.

2.

Golongan Petapa, artinya dari keturunan Pendeta, yang masih menjalankan ulah puia.

3.

Golongan Suiana, artinya dari golongan

yang mempunyai kelebihan dan menjadi orang baik-baik.

4.

Golongan Aguna, artinya dari golongan orang pandai dan yang masih menekuni llmu.

5.

Golongan Prawira, artinya dari golongan Prajurid yang masih terkenal keberaniannya dalam perang.

Golongan Supnya, artinya dari gongan kehartaan, yang masih mempunyai tanda-tanda kekayaannya.

Golongan Susatya, artinya dari golongan Petani, yang

masih terbukti tekun mengeriakan sawah ladang. Golongan Kawula, artinya

dari

golongan keturunan Pegawai Keraton, yang masih terlihat tanda-tanda tata susila dan masih takut kepada keturunan Raja.

Semua yang diutarakan

tadi

adalah

dari

sabda Beliau,

Baginda Susuhunan

di

Kalijogo. Hidup ini tidak dapat saling memaksakan supaya mau percaya, kenyataannya tidak akan lnau.

Karena sudah menjadi sifat manusia itu, umpama tanah banyak berenjulnya. Jadi tidak dapat terduga-duga. Sudah menjadi bagiannya masing-masing sejak tedahif maka haruslah waspada

walaupun

akan

mewedarkan

suatu

rahasia Tuhan,

bila sembarangan dan kurang pada tempatnya, maka akan percuma bahkan dapat mendatangkan hal-hal yang kurang baik. lGrena ada orang yang menyimpang dari sifatnya kemanusiaan, bahkan ibarat hewan, ada yang bingung, bahkan ada pula yang masa

bodoh, ada pula yang sombong, bahkan ada yang soktahu, tanda-tanda tadi suatu petunjuk bahwa terlahir mentok, artinya memang tidak mengetahui dalam Lokhil Makfulnya.

Setelah

mendengarkan segala keterangan

dari

Kyai Penghulu Akhmad Kategan, Sri Baginda Sultan Agung yang hadir

dan mendukung sarasehan

itu

berkenan

di

hati. Sedangkan Panembahan Purubaya dan yang lainnya diperintahkan untuk menjadi saksi dalam musawarah ngelmu itu.

6. 7. 8.

(35)

7.

Trap-Traping Pati

Menggah ingkang makaten wau, sajatinipun punika Guru

Dalem, mila para Panembahan sadaya amung jumurung ing karsa Dalem. lng mangke wonten pandangu Dalem malih dhateng Kyai Pengulu Akhmad Kategan, prakawis trap-trapaning pati, bedanipun kaliyan pakartining panuwunan.

Aturipun Kyai Pengulu Akhmad kategan: "Ugi boten wonten bedanipun, awit sanadyan panuwunan ingkang dipun ambah inggih laladan pati, saupami kasliring ugi lajeng terus akhiripun, menggah patrapipun ing dalem sapangkating sedya makaten:

Sidhakep

suku tunggal, nutupi babahan

nawasanga, darijining asta sami antuk selaning dariji, jempolan den adu ganthuk sami jempolan. Lajeng tumumpang ing iaia. Suku

kalih

pisan

kas

elonioraken,

iempolaning

suku

kepanggihaken samining jempolaning suku wau. Konthol katarik manginggil, dalah paialeranipun, sampun ngantos katindhihan pupu, lajeng mawas pucuking grana, den sipat /eres iaia. Stpat

ing

puser sageda /eres kaliyan jempolan suku, sasamp unipun matrapaken sadaya kencefrg, lajeng wiwit anarik napas ingkang sareh. sampun ngantos tumpang suh panariking napas wau. Saking kiwa kacipta mubeng manengefr, saking tengen mubeng mangiwa, kumpulipun dados satunggal dumunung ing puser, manawi ing antawis

dangunipun,

lajeng

katarik manginggil

rnalih

sampun ngantos kasesa, kumpuling napas, tanapas, anpas, nupus,

kacipta

dados

nukat

gaib.

Lajeng ngeremaken netra ingkang alon, angingkemaken lathi ingkang dhamis. Waja

gathuk

sami waja

ingkang

waradin,

ing

ngriku

lajeng ngeningaken cipta, pasrah analangsa dhateng Pangeran kita

pribadhi.

Sasam

puning

makaten,

lajeng

amatrapaken panjenenganing Dzat kados makaten patrapipun :

l,ajeng anjume ne ng ake

n

Dzat:

"lngsung ngumpulake Kawula Gusti Kang Asipat Esa,

anglimputi ing kawulaningsun, tunggal dadi sakahanan

saka kodratingsun. "

lajeng

maha-sucikaken Dzat:

,

lngsun sajatining Dzat Kang Amaha Suci,

Asipat

Lang-geng, Kang MurfuArnises, Kutg

kawa

, mulyasanpunn

waluya jati ing kahananingsung, kalawan kodratingsun."

(36)

7.

Urutan Dalam Kematian dan Apa Yang harus Dilakukan Mengapa sampai sedernikian itu, karena sebenarnya adalah

Guru Baginda, oleh karenanya segenap Panembahan hanya menurut atas keputusan Beliau. Sekarang ada pertanyaan lagt dari

Sri

Baginda Sultan kepada Kyai Penghulu Akhmad lGtegan tentang Trap-trapan dalam kematian, perbedaannya dengan panuwunan.

Kyai Penghulu Akhmad lGtegan menjawab: 'Tidak ada perbedaannya, karena walaupun hanya penrruunan, yang dilewati iuga alam kematian, kalau sampai lengah juga berakhir atau mati

benar-benar. Adapun cara dan tatacaranya begini:

Sedakep dengan kaki lurus berdempet,

menfiup

semua kesembilan lubang, jari-jemari ke dua belah tangan saling bersilang, ibu jari bertemu keduaduanya, lalu.ditumpangkan di dada. Dalam sikap tidur itu, kedua belah kaki diluruskan, ibujari kedua belah kaki saling bertemu. Kontol ditarik ke atas dan zakarnya sekalian, jangan sampai terhimpit paha. Lalu

memandang berusahalah untuk memandang ujung hidung lurus ke dada. Hingga tampak lurus melalui pusar hingga ujung ibujari kaki. Setelah semuanya dapat terlihat lurus, lalu mulai rnenarik nafas tadi. Dari kiri tariklah ke kanan, begitu pula dari kanan putarlah ke kiri. Kumpulnya menjadi satu berada

di

pusr,

bila telah berada

di

pusar beberapa saat

lamanya,

maka

tariklah ke atas

pelan-pelan

jangan tergesa-gesa. Kumpulkan nafas, tanafas, anafas, nupus, diciptakan menjadi perkara gaib. Lalu memejamkan rnata

dengan perlahan-lahan. Mengatupkan bibir (mulut) dengan rapat. Gigi rapat dengan gigi. Pada saat itulah lalu menghe-ningkan cipta. Menyerah dengan segenap perasaan yang telah menyatu, pasrah kepada Pangeran kita pribadi. Setelah itu, lalu mematrapkan adanya Dzat, seperti ini patrapnya: Anjumenengkan Dzat:

"Aku mengumpulkan lGwula Gusti yang bersifat Esa,

meliputi dalam kawulaku, satu dalam satu keadaan dari kodrat-Ku".

Mensucikan Dzat:

"Aku sebenarnya Dzat Yang Maha Suci, bersifat kekal,

menguasai segala sesuatu, seimpurna tanpa cacad, kembali pada hakekat-Ku, karena Kodrat-Ku".

(37)

lajeng

mahaAmisesa

"lngsun Dzat Kang Maha LuhuG jumeneig Ratu Agung,

Kang

Murba

Amisesd,

Kang

Kuwasa Andadekake karatoningsun, kang agung maha mulya. lngsun wengku sampurna sakaprabontingsun, jangkep sarsen-isene karatoningsun, pepak sabalaningsung kabeh, ora ana

kang kekurangan, byar gumebyar dadi saciptaningsun,

ana sasedyaningsun, teka sakarsaningsun, saka ing kodratingsun. "

Lajeng Angracut Jisim :

"lngsun angracut jisimingsun kang kari ana ing Alam Dunya, yen wus tumeka ing jaman karamatullah kang amaha mulya, wulu, kuku, kulit, getih, daging, balung,

sungs um sapanunggalane kabeh, kang asa/ saka cahya muliha marang cahya, kang asa/ saka bumi, geni, angin,

banyu,

yefr

wtts

mulih

marang asa/e anasiringsun

dhewe4hewe,

nuli

lngsun racut tunggal

dadi

sawiji kalawan kahanan jatiningsun, saka ing kodratingsun."

l-^ajeng Anarik Yoga :

"lngsun anarik yoganings'un kang wus padha mulih ana

ing kara-matu'llah, kaki, nini, bapa, biyung, anak, bojo, sarupaning darahingsun, srng pancen kaliru dununge,

padha Sun tarik manunggal kahananingsun, mulya sampurna saka ing kudratingsun."

lajeng

Angukud Kahanan Dunya :

"lngsun angukud kahanan dunya, lngsun dadekake kahanan jatiningsun, kalawan ing kudratingsun."

l,ajeng Ambabar Turas :

"Ambabar turasingsun kang padha kari ana ing Alam Dunya, padha anemu sugih singgih, suka bungah, aia

ana kekurangan, saka kudratingsun. "

lajeng

amasang Pangasihan :

"lngsun

masang

pengasihan, marang

sakehe

titahingsun, gedhe, cilik, tuwa, anom, lanang, wadon, kang padha ngrungu, padha andulu,welas asiha marang

I ngsun, kalawan kud ratingsun."

lajeng

Amasang Kemayan :

rr

lngsun amasang kemayan, marang makhluk ingsun

kabeh,

sing

sapa

kang ora

angendahake marang

(38)

Mengatur Istana:

"Aku Dzat yang Maha Luhur, yang menjadi Raja Agung, yang menguasai segala sesuatu, yang kuasa menjadikan lstana-Ku, yang Agung maha Mulya, Ku Kuasai dengan sempurna dari kebesaran-Ku, lengkap dengan segala

isinya Keraton-Ku, lengkap dengan bala tentara-Ku, tidak ada kekurangan, terbentang iadilah semua ciptaan Ku,

ada segala yang Ku-inginkan, karena Kodrat-Ku".

Meracut Jisim:

"Aku meracut jisim-Ku yang masih tertinggal

di

alam Dunia, bila telah tiba di Zaman keramatullah yang Maha

Muliya, bulu, kuku, kulit, darah, daging, tulang, sungsum keseluruhannya, yang berasal dari cahaya, yang berasal

dari bumi, apa, angin, bayu, kalau sudah kembali kepada anasir-Ku sendiri-sendiri, lalu Aku racut menjadi Satu

dengan sempurna kembali

kepada-Ku,

karena kodrat-Ku".

Menarik Anak:

"Aku menarik anak-Ku yang sudah pulang keramatullah, kaki, nini, ayah, ibu, ,ohak, dan isteri, semua darah-Ku,

yang memang salah tempatnya, semuanya Aku tarik menjadi satu dengan keadaan-Ku, mulia sempurna, karena

kodrat-Ku".

'

Mengukut Keadaan Dunia:

"Aku mengukut keadaan dunia, Aku iadikan satu dengan

keadaan-Ku, karena Kod rat-Ku".

Mendo'akan Kepada Keturunan:

"Keturunan-Ku yang masih tertinggal

di

alam dunia, semuanya semoga mendapatkan kebahagiaan, kaya, dan terhormat, jangan sampai ada yang kekurangan, dari kodrat-Ku".

Mengamalkan Aji Pengasihan:

"Aku

mengamalkan

Aii

Pengasih,

kepada

semua makhluk-Ku, besar, kecil, tua, muda, laki-laki, perempuan, yang mendengar dan melihat, semoga belas kasih

pada-Ku, karena kodrat-Ku". Menerapkan Daya Kesaktian:

"Aku menerapkan Daya Kesaktian, kepada semua makhluk-Ku, barang siapa yang tidak mengindahkan

(39)

lngsun, padha kaprabawa

ing

kamayan, saka kudrat ingsun."

Sasampunipun makaten, maras tumangkep

ing

manah, andadosaken seseging napas, mila ing ngriku kedah enget sarta santosa, sampun ngantos tumpang suh kumpuling napas, nupus wau, awit napas punika tetangsuling jisim, dumunung ing manah suweddha, tegesipun woding panggalih Suci, wahananipun dados angin kang medal kemawon.

Tanapas punika tetangsuling

ati

siri,

dumunungipun ing puser, wahananipun dados angin kang maniing

ing

badan kemavvon.

Anpas punika tetangsuling roh, dumunung wonten ing jejantutrg, wahananipun dados angin ing lebet kemaworl.

Nupus

punika tetangsuling rahsa, tegesipun geganthe-nganing atma, dumunung wonten ing manah puat kang apethak, inggih punika wonten ing woding jejantung, wahananipun dados

angin

kang

ngiwa nengen, saking jasad pakartinipun saged

anglimputi sakalwiring jasmani kaliyan rohani.

Yen sampun makaten

roh

larut lajeng karaos walikaten sakawliring anggota sadaya, andadosaken bawuring netra, telingan pengloh, grana mingkup, lidhah mangkeret, ing wekasan

cahya sureng, swara sirna, amung kantun gesanging cipta kemawor, amargi sampun kinukud tataning sarengat, hakekat,

tarekat, ma'rifat.

Saran gat punika lampahing badan, dumunungipun wonten ing lesan:

Hakekat punika lampahing nyaw?, dumunung wonten ing talingan.

Tarekat punika lampahing grane.

Ma'rifat punika lampahing netra.

manah, dumunung wonten ing.

rahsa, dumunung wonten ing

Dena ingkang kinukud rumiyin punika panduluning netra

kaupamekaken bawuriqg kaca Wirangi, utawi asatilg toya Zamzam.

Nunten Pangraosing lesan, kaumpamekaken bibrahing wot Siratalmustakim, utawi risaking Ka'batullah.

Nunten panggandaning grana, kaupamekaken guguring wukir Tursina, utawi rubuhing wukir lkrap.

(40)

Aku, akan terkena . akibat

dari

kesaktian-Ku, karena

kodrat-Ku."

Setelah begitu, maras menutup

di

hati, menimbulkan rasa

sesak nafas, oleh karenanya harus selalu ingat dan sentosa,

jangan sampai kacau balau pernafasannya, tanafas, anpas, nuppus tadi, karena nafas itu adalah ikatannya jisim, berada di hati suweddha, artinya menjabatani likiran yang suci, keadaannya iadilah angin yang ke luar saja.

Tannapas itu talinya hati siri, letaknya di pusaf keadaannya menjadi hawa yang berada di dalam tubuh saja.

Anpas itu adalah talinya Roh, berada

di

dalam jantung, keadaannya hanyalah menjadi angin di dalam saja.

Nupus itu talinya Rahsa, artinya berkaitan dengan Atma, berada di dalam hati puat yang putih, iyalah berada di pembuluh jantung, keadaannya menjadi angin yang ke kiri kanan, dari ulah

perbuatannya itu dapat meliputi segenap organ tubuh dan rokhani.

Bila telah begitu, rokh larut lalu terasalah kram seluruh organ tubuh, mengakibatkan mata meniadi kabuf telinga menjadi lemas, hidungpun lemah lubang hidung menciut,

lidah

mengerut, akhirnya cahaya suram, suara hilang, yang tinggal hanyalah hidupnya fikir saia, karena sudah dikumpulkan urutannya sare'at, hakekat, tarekat, dan ma'rifat.

Sare'at itu lampahnya badan, berada di mulut. Hakekat itu lampahnya nyawa, berada di telinga.

Tarekat itu Iampahnya hari, berada di

hidung.

'

Ma'rifat itu lampahnya rahsa, berada di mata.

Adapun yang ditarik terlebih dahulu adalah penglihatannya mata, diupamakan kaburnya kaca Wirangi, atau asalnya alr Zamzam.

Lalu rasanya mulut, diumpamakan rusaknya iembatan

Siratalmusstakim, atau rusaknya lG'batullah.

Lalu penciumnya hidung, yang diupamakan gugurnya gunung Tursina, atau robohnya gunung lkrap.

(41)

8.

Bedanipun wekdal ing Alam akhirat lawan Alam Dunya Aturipun Kyai Pengulu Akhmad lGtegan sampun kacathet ing

panggalih Dalem sadaya, wasana andangu, "antaraning Alam Dunya lawan kahananing Alam Akerat enggal lawase."

Aturipun: "lng Dunya sadinten, ing Akerat sawulan, ing Dunya

sawul€lr,

ing

Akerat sataun,

ing

Dunya sataun

ing

Akerat wewindonan. Saksinipun kados salebeting supena."

9.

Alam Salrwesing Pati

Sasampuning makaten, lngkang Sinuwun Sultan Agung andangu malih: "Laladaning gesang malih dumugining Alam Akerat ingkang kaambah Alam punapa, rambah kaping pinten?"

Aturipun Kyai Pengulu Akhmad Kategan makaten:

7.

Sirah, punika kahananing Baitalmakmur.

2.

Utek, kahananing kanto anarik wahananing cahya, dados pembukaning Nitya.

3

Manik, khananing pramana, anarikwahananing warna, dados pambukaning paningal.

4.

Budi, kahananing pranawa, anarik wahananing karsa, dados pambukaning pamicara.

5,

Napsu, kahananing hawa, anarik wahananing swara. Dados

pam b u kan i n g pam iyarsa.

6,

Sukma, kahananing nyawa, anarik wahaning cipta. Dados

pambukan i ng panggand a.

7.

Bahsa, kahananing atma, anarik wahananing wrsesa. Dados pambukaning pangrasa.

Mila wasiyating guru ingkang amedharaken pambukaning tata mahligai ing dalem Baitalmakmur, asring dipuqawisi dhahar ulam utak. madyanipun boten kenging mastani utek, utawi boten mastani manik.

Manawi wewedharan pambukaning tata mahligai ing dalem ;

Baitalmuharam, boten kenging dhahar ulam jantung, ulam ati,

madyanipun boten ngucapaken angen-angen.

(42)

8.

Perbedaan Waktu di Alam Akhirat dan dl Alam Dunla:

Apa yang disampaikan Kyai Penghulu Akhmad lGtegan telah meresap dalam fikiran

Sri

Baginda Sultan Agung, kemudhn bettanya: "Diantara Alam Dunia dengan Alam Akhirat perbedaan dan keadaan waktunya bagaimana?"

Jautabannya: "Di Dunia sehari, diAkhiran sebulan. Didunia sebulan di Akhirat satu tahun. Sedangkan

di

Dunla setahun, di Akhirat sewindu. Saksinla seBerti orang pada waktu bermimpi."

9.

Alam Setelah Kematian:

Kemudian Baginda Sultan Agung bertanya

lagi:

"Dari kehklupan lagi sesampainya

di

Akhirat, yang dilalui dam apa,

berapa kali?"

Jawab Kyai Penghulu Akhmad Kategan:

1.

Kepala, adalah keadaan Baitalmakmur.

2.

Otak, keadaannya kanto, menyebabkan adanya Cahaya, menjad i terbukanya wajah.

3.

Manik, keadaannya pramana, menyebabkan adanya warna, menjadi terbukanya penglihatan.

4.

Budi, keadannya pranawa, menyebabkan adanya karsa, meniadi terbukanya bicara.

5.

Nafsu, keadaannya hawa, menyebabkan adanya suwara,

menjadi terbukanya pendengaran.

6.

Sukma,

keadannya

nyawa,

medanya

cipta,

menjadi terbukanya penciuman.

7.

Rahsa, keadannya atma, menyebabkan adanya wisesa, menjadi terbukanya perasa.

Maka wasiatnya Guru yang mengajarkan terbukanya rahasla

tata mahligai dalam Baitalmakmur, dilarang makan ikan otak.

Setidaknya

tidak boleh

menyebutkan

otak, atau

tidak

mengucapkan rnanlk.

Bila medarkan rahasia mahligai

di

dalam Baitialmuharan,

tidak diperbolehkan makan ikan jantung, hati, setidaknya tkJak

boleh mengucapkan angan€ngan.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Universitas penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dengan terus berinovasi ketika mengadakan kegiatan kemahasiswaan, khususnya LKMM, yang berguna untuk

Individu seniman Tayub sebagai anggota komunitas penggemar Langen Tayub dan sebagai anggota masyarakat melakukan ak - tivitas fisik yang berhubungan dengan pagelar- an Langen

Uji patogenitas dilakukan dengan cara penginfeksian bakteri Edwardsiella tarda yang berasal dari tubuh ikan lele dumbo terinfeksi bakteri Edwardsiella tarda beku

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Perubahan merupakan pedoman untuk memberikan arah terhadap kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,

Pada kasus terjadi pada Mu. Saat itu pada tanggal 19 Juni 2007, ia dan temannya berjalan-jalan di Duta Mall sambil melihat-lihat barang yang dijual. Saat itu datanglah seorang

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan kemampuan menulis cerpen antara siswa yang mengikuti pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan strategi

1 Politeknik Harapan Bersama. Jalan Mataram No 9 Pesurungan Kota Tegal, Indonesia. Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu memperoleh efektifitas pembelajaran

Uji fermentasi substrat glukosa dilakukan dengan menginokulasi sebanyak 10% (w/v) isolat yeast yang telah berumur 48 jam kedalam medium yang sudah siap