• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA M I L I K. ferpustakaan WWITERSITAS AIR LANOOA' PIEPJET WOERI YUNARNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA M I L I K. ferpustakaan WWITERSITAS AIR LANOOA' PIEPJET WOERI YUNARNI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KKC « K

FF 7> r

Wvv\

P

PIEPJET WOERI YUNARNI

PENENTUAN NILAI EFEK ELEKTRONIK (

a P

) GUGUS

HIDROKSI DARI AMPISILIN • AMOKSISILIN DAN

SEFALEKSIN-SEFADROKSIL MELALUI PENDEKATAN SIGMA HAMMETT

FAKULTAS FAftMASI UNIVERSlTAS AIRLANGGA S U R A B A Y A

S K R I P S I

M I L I

K

fERPUSTAKAAN WWITERSITAS A IR L A N O O A ' S U R A B A Y A

(2)

PENENTUAN NILAI EFEK ELEKTRONIK C )

GUGUS HIDROKSI DARI AMPISILIN - AMOKSISILIN DAN

SEFALEKSIN - SEFADROKSIL MELALUI PENDEKATAN SIGMA HAMMETT

SKRIPSI

DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT

MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS PADA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

1 9 9 5

Oleh

PIEPIET WOERI YUNARNX

059011216

disetuiui oleh .-Dembimbing

DR.Bambang Soekardio, SU.

/ Pembimbing Utama

D r s . Robby Sondakh, MS Pembimbing Serta

Ir. Hi. Rullv Susilouati, MS Pembimbing Serta

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini dibuat untuk

memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana Farmasi pada

Fakultas Farnasi Universitas Airlangga.

Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak DR. Bambang Soekardjo, SU, Bapak Drs. Robby

Sondakh, MS dan Ibu Ir. Hj . Rully Susilowati, MS. atas

segala bimbingan, saran-saran dan bantuan yang telah

diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Kepala Laboratorium Kimia Medisinal Fakultas Farmasi

Universitas Airlangga, beserta staf dan karyawan.

3. Ketua Jurusan Kimia Farnasi Fakultas Farnasi Universitas

Airlangga, beserta staf dan karyawan.

4. Tim penilai skripsi yang telah berkenan memeriksa skripsi

ini.

5. Orang tua, kedua kakak dan adik penulis tercinta yang

telah menbantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

6. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang baik secara

(4)

skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian

ini bernanfaat bagi perkembangan ilmu kefarnasian dimasa

nrendatang, neskipun penulis menyadari skripsi ini masih jauh

dari sespurna.

Surabaya, Januari 1995

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA P E N G A N T A R ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang masalah ... 1

2. Perumusan masalah ... 5

3. Tujuan penelitian ... 5

4 . Hipotesis ... ... 6

5. Manfaat penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

1. Tinjauan tentang hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis ... 7

2. Tinjauan tentang pengaruh sifat fisika-kimia terhadap aktivitas biologis ... 8

3. Tinjauan tentang efek elektronik ... 12

3.1 Tetapan sigma (c r ) Hammett ... 13

3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai efek elektronik ... 15

3.2.1 Pengaruh suhu terhadap nilai efek elektronik ... 15

(6)

3.2.2 Pengaruh pH terhadap nilai efek

elektronik ... 15

3.3 Pengaruh nilai efek elektronik ter­ hadap aktivitas biologis ... 16

4. Tinjauan tentang spektrofotometri ... 19

4.1 Tinjauan umum . ... 19

4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi secara spektrofotometri .... 20

5. Tinjauan tentang sifat-sifat fisika- kimia dari ampisilin, amoksisilin, sefaleksin dan sefadroksil ... 24

5.1 Sifat fisika-kimia ampisilin .... 24

5.2 Sifat fisika-kimia amoksisilin ... 25

5.3 Sifat fisika-kimia sefaleksin .... 26

5.4 Sifat fisika-kimia sefadroksil ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

1. Bahan penelitian yang digunakan ... 28

2. Alat penelitian yang digunakan ... 28

3. Cara pengerjaan ... 29

3.1 Analisis kualitatif terhadap bahan penelitian ... 29

3.1.1 Pemeriksaan organolep.tis ... 29

3.1.2 Reaksi warna ... 29

3.1.2.1 Reaksi warna untuk ampisilin 29

3.1.2.2 Reaksi warna untuk amoksisilin 29

(7)

3.1.2.4 Reaksi warna untuk sefadroksil 30

3.1.3 Penentuan titik lebur... 31

3.2 Penentuan nilai pK ... 31

3.2.1 Pembuatan larutan dapar pada pH

yang diperlukan ... 31

3.2.2 Penentuan panjang gelombang

terpilih ... 33

3.2.3 Penentuan pK secara

spektro-fotometr i ... ... 35

3.3 Perhitungan nilai efek elektronik .... 37

3.4 Analisis data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

1. Analisis kualitatif terhadap bahan

penelitian ... ... 41

2. Penentuan nilai pK ... 42

2.1. Pembuatan larutan dapar pada pH yang

diperlukan ... 42

2.2 Ponentuan panjang gelombang terpilih 44

2.3 Penentuan nilai pK ampisilin, amoksi­

silin, sefaleksin dan sefadroksil

secara spektrofotometri ... 51

2.3.1 Nilai pK ampisilin pada pH 4,20;

7,20; dan 9,20 ... 53

2.3.2 Nilai pK amoksisilin pada pH

4,00; 7,00 dan 8,00 ... 54

2.3.3 Nilai pK sefaleksin pada pH

(8)

4,50; 7,50 dan 10,50 ... 55

2.3.4 Nilai pK sefadroksil pada pH 3,30; 7,30 dan 9,30 ... 56

3. Perhitungan nilai efek elektronik (nilai sigma (o') Hammett) ... 57

3.1 Penentuan nilai sigma (o ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin .... 57

3.2 Penentuan nilai sigma (o’) Hammett dari gugus hidroksi(-OH) pada posisi para dari sefaleksin-sefadroksil .... 58

4. Analisis data ... 59

BAB V PEMBAHASAN ... 61

BAB VI KESIMPULAN ... tS9 BAB VII SARAN ... 70

BAB VIII RINGKASAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA... 75

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil analisis kualitatif bahan

penelitian ... 41

Tabel II. Larutan dapar untuk ampisilin,

dengan volume 200 ml ... 42

Tabel III. Larutan dapar untuk amoksisilin

dengan volume 200 ml ... 43

Tabel IV. Larutan dapar untuk sefaleksin dengan

volume 200 ml ... 43

Tabel V. Larutan dapar untuk sefadroksil

dengan volume 200 ml ... 43

Tabel VI. Nilai serapan larutan ampisilin

konsentrasi 600 ppm pada pH 7,20 dan

dalam suasana asam (pH 4,20), suasana

basa (pH 9,20) untuk penentuan

panjang gelombang (X.) terpilih ... 45

Tabel VII. Nilai serapan l a r ut an amoksisilin

konsentrasi 207,9 ppm pada pH 7,00

dan dalam suasana asam (pH 4,00),

'suasana basa (pH 8,00) untuk

penentuan panjang gelombang (\)

terpilih ... 47

Tabel VIII. Nilai serapan larutan sefaleksin

konsentrasi 30 ppm pada pH 7,50 dan

(10)

Tabel

Tabel

Tabel

* Tabel

basa (pH 10,50) untuk penentuan

panjang gelombang (X) terpilih ... 49

IX. Nilai serapan larutan sefadroksil

konsentrasi 31,3 ppm pada pH 7,30 dan

dalam suasana asam (pH 3,30), suasana

basa (pH 9,30) untuk penen- tuan

panjang gelombang (X) terpilih ... 51

X. Serapan larutan ampisilin konsentrasi

600 ppm pada pH larutan yang terpilih

(pH 7,20) dan dalam pH 4,20 (suasana

asam ) pH 9,20 (suasana basa) pada

panjang gelombang terpilih 256 nm

untuk penentuan nilai pK ... 53

XI. Serapan larutan amoksisilin konsen­

trasi 207,9 ppm pada pH larutan yang

terpilih (pH 7,00) dan dalam pH 4,00

(suasana asam), pH 6,00 (suasana

(basa) pada panjang gelombang terpilih

272 nm untuk penentuan nilai pK ... 54

XII. Serapan larutan sefaleksin konsen­

trasi 30 ppm pada pH larutan yang

terpilih (pH 7,50) dan dalam pH 4,50

(suasana asam), pH 10,50 (suasana

basa) pada panjang gelombang terpilih

(11)

ix

Tabel XIII. Serapan larutan sefadroksil konsen­

trasi 31,3 ppm pada pH larutan yang

terpilih (pH 7,30) dan dalam pH 3,30

(suasana asam), pH 9,30 (suasana

basa) pada panjang gelombang terpilih

262 nm untuk penentuan nilai pK .... 56

Tabel XIV. Penentuan nilai sigma (c r ) Hammett dari

gugus hidroksi (-0H) pada posisi para

dari ampisilin-amoksisilin ... 57

Tabel XV. Penentuan nilai sigma ( & ) Hammett dari

gugus hidroksi (-0H) pada posisi para

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva serapan dari larutan ampisilin

600 ppm dalam pH 1,20 - pH 11,20 pada

panjang gelombang terpilih 256 n m ... 46

Gambar 2. Kurva serapan dari larutan amoksisilin

207,9 ppm dalam pH 1,00 - pH 11,00 pada

panjang gelombang terpilih 272 n m ... 48

Gambar 3. Kurva serapan dari larutan sefaleksin

30 ppm dalam pH 1,50 - pH 11,50 pada

panjang gelombang terpilih 261 n m ... 50

Gambar 4. Kurva serapan dari larutan sefadroksil

31,3 ppm dalam pH 1,30 - pH 11,30 pada

panjang gelombang terpilih 262 n m ... 52

Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lamp i ran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran 6 Lampiran Lampiran Hal

Sertif ikat analisis dari ampisi1 in

Sertif ikat analisis dari amoksisilin

Sertif ikat analisis' dari sefaleksin

Sertifikat analisis dari sefadroksil

Perhitungan standart deviasi (SD)

nilai sigma (c r ) Hammett dari gugus

hidroksi (-0H) pada posisi para dari

ampisilin-amoksisilin ...

Perhitungan standart deviasi ( S D )

nilai sigma (c r ) Hammett dari gugus

hidroksi (-0H) pada posisi para dari

sefaleksin- sefadroksil ...

Uji "t pooled dua pihak" antara

nilai sigma (c r ) Hammett dari gugus

hidroksi (-0H) pada posisi para dari

ampisilin-amoksisilin dan sefaleksin

-sefadroksil ...

Uji "t satu pihak" antara nialai

sigma (o') Hammett dari gugus

hidroksi (-0H) pada posisi para dari

ampisisilin-amoksisilin dan nilai

(14)

Lampiran 9. Uji "t satu pihak*' antara nilai

sigma (o-) Hammett dari gugus

hidroksi (-0H) pada posisi para dari

sefaleksin-sefadroksil dan nilai

sigma (o') Hammett pada tabel ... 86

Lampiran 10. Tabel nilai sigma (a) Hammett ... 87

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1 . L a l a r B e la lca n g M a s a la h

Struktur kimia memberikan ciri-ciri sifat fisika-

kimia yang khas dari suatu senyawa, yang dapat berubah

apabila struktur senyawa tersebut mengalami perubahan.

Perubahan gugus pada senyawa induk dapat menyebabkan

perubahan dalam hal kelarutan senyawa tersebut dalam

pelarut polar atau non polar, distribusi muatan molekul

dan kekuatan elektrostatik atau dalam pengaturan ruang

gugus-gugus dalam molekul senyawa tersebut- Perubahan

gugus pada senyawa induk akhirnya dapat mengakibatkan

perubahan aktivitas biologis yang dihasilkan (1).

Aktivitas biologis dari suatu senyawa dipengaruhi

oleh sifat fisika-kimia, struktur sistem reseptor dan

letak suatu gugus dalam struktur molekul senyawa

tersebut. Berdasarkan hubungan antara struktur kimia dan

aktivitas biologis, obat-obatan dapat dibagi dalam dua

golongan utama yaitu obat yang berstruktur spesifik dan

obat yang berstruktur tidak spesifik.

Struktur kimia sangat menentukan aktivitas biologis dari

obat-obat yang berstruktur spesifik, sedangkan sifat-sifat

fisika-kimia lebih menentukan aktivitas biologis dari obat

(16)

Dalam mencari hubungan antara struktur kimia dan

aktivitas biologis dapat dilakukan pendekatan-pendekatan

dengan menggunakan parameter fisika-kimia. Dengan

mengetahui hubungan kuantitatif antara parameter

fisika-kimia dan aktivitas biologis, maka dapat diketahui

peranan dari gugus yang menyebabkan perubahan sifat

fisika-kimia yang berhubungan dengan aktivitas

biologisnya. Disamping itu, dapat digunakan untuk

merancang suatu obat baru yang lebih aktif dari senyawa

induknya dan menyimpulkan cara kerja untuk macam-macam

obat yang berbeda (3,4).

Parameter fisika-kimia meliputi parameter hidrofobik,

elektronik dan sterik. Parameter hidrofobik yaitu

parameter yang berhubungan dengan kelarutan suatu senyawa

dalam pelarut nonpolar dan polar, antara lain koefisien

partisi lemak-air, tetapan pi ( n ) dari Hansch, dan

tetapan f dari Rekker ( 5 ). Parameter elektronik yaitu

parameter yang berhubungan dengan distribusi muatan

listrik dari substituen, antara lain tetapan sigma ( cr )

Hammett untuk senyawa aromatik, tetapan sigma bintang

(o'*) dari Taft untuk senyawa alifatik dan pKa. Parameter

sterik yaitu parameter yang menggambarkan konformasi dalam

ruang dari berbagai gugus dalam molekul dan memainkan

peranan dalam halangan ruang pada tingkat intra molekul,

(17)

Charton dan molar refraksi ( MR ) ( 1 ).

Parameter elektronik memberikan nilai yang merupakan

ukuran tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau

menarik elektron.

Dari parameter-parameter elektronik yang ada, yang banyak

dipakai untuk menghubungkan struktur kimia dan aktivitas

biologis adalah tetapan sigma ( cr ) dari Hammett. Tetapan

sigma ( cr ) Hammett merupakan ukuran dukungan substituen

terhadap efek elektronik senyawa induk. Tetapan substituen

Hammett digunakan untuk memprediksi tetapan keseimbangan

dan tetapan laju reaksi kimia. Nilai sigma (cr) tergantung

pada sifat dan posisi substituen pada senyawa induk ( 1,

2, 4 ).

Hubungan nilai efek elektronik dengan aktivitas

biologis dinyatakan dengan persamaan Kopecky et.al, dimana

dengan ditentukannya nilai sigma ( cr ) Hammett dari suatu

gugus yang tersubtitusi pada senyawa induk, dapat

digunakan untuk menentukan konsentrasi obat yang

diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis ( 6 ).

Pada penelitian ini akan ditentukan nilai sigma ( cr )

Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para.

Hidrogen mempunyai nilai sigma ( cr ) = 0,00. Nilai sigma

(o') Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para

pada tabel yaitu -0,37 ( 7 ). Dalam hal ini, nilai sigma

(18)

bernilai negatif menunjukkan bahwa substituen atau gugus

hidroksi tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih

kuat daripada hidrogen ( elektron donor ). Jika nilai

sigma ( cr ) positif berarti bahwa substituen atau gugus

tersebut merupakan penarik elektron yang lebih kuat

daripada hidrogen (elektron aseptor) (8). Nilai sigma (o')

Hammett pada tabel digunakan sebagai pembanding terhadap

nilai sigma ( cr ) Hammett dari hasil penelitian.

Penentuan nilai efek elektronik dilakukan dengan

menentukan nilai tetapan disosiasi (pK) senyawa induk dan

senyawa dengan gugus hidroksi pada posisi para. Nilai

tetapan disosiasi ( pK ) ditentukan dengan menggunakan

alat spektrofotometri ultra lembayung dan pH diatur dengan

penambahan larutan dapar. Karena metode spektro- fotometri

ultra lembayung mempunyai ketelitian yang cukup tinggi (9,

10 }.

Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan yang

merupakan senyawa induk ( tak tersubstitusi ) dan senyawa

yang mempunyai gugus hidroksi (-0H) pada posisi para

(seyawa tersubtitusi).

Pada penelitian ini digunakan dua pasang senyawa, yaitu

ampisilin ( sebagai senyawa induk ) dengan amoksisilin

(sebagai senyawa tersubtitusi ) dan sefaleksin ( sebagai

senyawa induk ) dengan sefadroksil (sebagai senyawa

(19)

golongan antibiotika berspektrum luas yang banyak

digunakan dalam masyarakat.

2. Perumusan Kasalah

Berdasarkan masalah di atas, maka dapat dirumuskan

sebagai berikut. :

1. Berapa nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus hidroksi

(-0H) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksi—

silin dan sefaleksin dengan sefadroksil ?

2. Apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

(c r ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para

dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan

sefadroksil ?

3. Apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

(c r ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi

para yang diperoleh dari hasil penelitian (ampisilin

dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil)

dan nilai sigma ( cr ) Hammet pada tabel ?

3. Tu j u a n Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus

hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin

dengan amoksilin dan sefaleksin dengan sefadroksil.

(20)

hidroksi pada posisi para dari ampi3ilin dengan

amoksisilin terhadap nilai sigma ( cr ) Hammett dari

sefaleksin dengan sefadroksil.

3. Membandingkan nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus

hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh

dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin

dengan sefadroksil ( hasil penelitian ) terhadap

nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel.

4. Hipotesis

1. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

(cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi

para dari ampisilin dengan amoksisilin dan

sefaleksin dengan sefadroksil.

2. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

(cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi

para yang diperoleh dari hasil penelitian (ampisilin

dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan

sefadroksil) dan nilai sigma (cr) Hammett pada tabel.

5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk menunjukkan cara mem—

peroleh nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel dan dengan di

ketahuinya nilai sigma (c r) Hammett, maka dapat dipakai

dalam menilai ukuran tingkat elektronik dari suatu

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan tentang hubungan antara struktur kimia dan

aktivitas biologis

Penyelidikan tentang hubungan antara sifat fisika-

kimia dari suatu senyawa kimia dan aktivitas biologis

yang ditimbulkannya telah dilakukan oleh Troube pada tahun

1904. Sampai kira-kira pertengahan abad ke 20 masih banyak

dipelaoari hubungan tersebut secara empirik dan

kualitatif (2).

Kemudian dengan berkembangnya kimia medisinal,

berbagai prosedur hubungan kuantitatif struktur dengan

aktivitas telah dikembangkan dari senyawa yang aktif

secara biologis. Kimia medisinal menguraikan hubungan

antara struktur kimia dan aktivitas biologis, identifikasi

metabolit obat dan penoelasan biokimia dari transport dan

aksi obat (6).

Diantara prosedur tersebut, pendekatan Hansch yang

terbanyak telah digunakan secara luas dan efektif. Menurut

pendekatan Hansch, hubungan strukutur kimia dengan

aktivitas biologis dapat dinyatakan secara kuantitatif

melalui parameter fisika-kimia. Sifat-sifat fisika-kimia

yang menguntungkan aktivitas, modifikasi struktur yang

(22)

menghasilkan senyawa yang aktivitasnya kuat. Jadi,

seoumlah usaha telah dibuat untuk menerapkan pendekatan

Hansch untuk merancang- senyawa yang mempunyai struktur

optimal diantara senyawa seturunan (11).

Hubungan matematik antara struktur kimia dan aktivitas

biologis pada suatu seri obat dapat dituliskan sebagai

berikut :

# = f (C) ... Cl]

dimana $ adalah ukuran efek biologis dan C menggolongkan

ciri-ciri struktural obat. Jadi aktivitas biologis suatu

obat merupakan fungsi dari struktur kimianya. Hubungan

tersebut dapat digunakan untuk merancang suatu senyawa

baru (3,10).

3. Tinjauan tentang pengaruh sifat fisika-kimia terhadap aktivitas biologis

Aktivitas biologis dari suatu senyawa dipengaruhi

oleh sifat fisika-kimia senyawa itu, struktur sistem resep

tor ( tempat aktif obat tersebut bekerja ) dan pengaruh

letak suatu gugus dalam struktur molekul. Berdasarkan

hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis,

obat-obat dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu obat

yang berstruktur tidak spesifik dan obat yang berstruktur

spesifik.

(23)

aksi farmakologisnya tidak secara langsung dipengaruhi

oleh struktur kimia, tetapi dipengaruhi oleh sifat-sifat

fisika-kimia. Diantara sifat-sifat ini dapat disebutkan

antara lain : kelarutan, pKa, potensial reduksi-oksidasi

yang dapat mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi

membran, koagulasi protein dan pembentukan komplek.

Obat yang berstruktur spesifik adalah obat yang aksi

biologisnya pada dasarnya diakibatkan oleh struktur

kimianya, yang akan menyesuaikan diri menjadi struktur

reseptor tiga dimensi melalui pembentukan kompleks dengan

reseptor. Oleh karena itu di dalam reaktivitas kimia

obat-obat ini, bentuk, ukuran, pengaturan stereokimia

molekul dan distribusi gugus fungsional, juga efek induksi

dan resonansi, distribusi elektronik, interaksi dengan

reseptor memegang peranan penting dalam aksi biologis (7).

Ada dua pendekatan dalam hubungan kuantitatif

struktur-aktivitas (QSAR = Quantitative Sturture Activity

Relationship), yaitu :

1. Model De Novo atau model Free-Wilson, yang merupakan

pendekatan statistik, tidak tergantung pada sifat-sifat

fisika-kimia untuk menggolongkan sumbangan gugus

substituen kepada aktivitas biologis.

2. Model Linear Free Energy Relationship (LFER) atau model

extratermodinamik disebut juga model Hansch, yang meng—

(24)

aktivitas biologisnya.

Model De Novo mendefinisikan respon biologis ( BR =

Biological Response ) sama dengan jumlah sumbangan gugus

substituen kepada aktivitas ditambah dengan aktivitas

rata-rata keseluruhan ( fj ) yang dapat dihubungkan dengan

sumbangan aktivitas senyawa struktur induk (3).

BR = Z (sumbangan gugus substituen) + (j ... [2]

dimana BR adalah respon biologis.

Model Linear Free Energy Relationship (LFER)

merupakan penerapan model matematik hubungan kuantitatif

struktur aktivitas yang didasarkan pada persamaan Hammett

untuk laju hidrolisa turunan asam benzoat, sebagai

berikut :

Log K = p cr + log Kq ... [3]

dimana K dan Ko adalah tetapan keseimbangan reaksi senyawa

tersubstitusi dan senyawa tak tersubstitusi. Sigma (o’)

adalah tetapan elektronik yang sepenuhnya tergantung pada

sifat dan posisi substituen. Rho ( p ) adalah tetapan

reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap

efek substitusi yang tergantung pada jenis dan kondisi

reaksi maupun sifat senyawa. Hal ini menggambarkan

hubungan yang linier antara tetapan substituen sigma ( cr )

dan logaritma dari reaktivitas senyawa (K). Karena

logaritma suatu tetapan keseimbangan berbanding lurus

(25)

A G° = - 2,303 R T log K ... C43

Maka dengan demikian persamaan log K = P <r + log KQ

dapat dikatakan berkaitan dengan energi bebas atau sering

disebut Linear Free Energy Relationship (LFER).

AG° adalah perubahan energi bebas Gibbs, R adalah tetapan

gas ideal, T adalah temperatur absolut dan K adalah

tetapan keseimbangan reaksi (3).

Model Linear Free Energy Relationship (LFER) ternyata

lebih berkembang dan banyak dipakai oleh para peneliti.

Untuk menghubungkan struktur molekul dengan aktivitas

biologis, model Linear Free Energy Relationship (LFER)

ini menggunakan beberapa parameter fisika-kimia antara

lain (3,4) :

1. Parameter hidrofobik

Yaitu parameter yang berhubungan dengan kelarutan

suatu senyawa dalam pelarut non polar dan polar.

Antara lain : koefisien partisi (P), tetapan n

dari Hansch-Fujita, tetapan fragmentasi (f) dari

Rekker, tetapan kromatografi (R ) m 2. Parameter elektronik

Yaitu parameter yang berhubungan dengan distribusi

muatan listrik dari substituen. Antara lain :

tetapan sigma ( o' ) dari Hammett, tetapan sigma

bintang ( cr* ) dari Taft, pKa.

3. Parameter sterik

(26)

Yaitu parameter yang menggambarkan konformasi

spesial dari berbagai gugus dalam molekul dan

memainkan peranan dalam halangan ruang pada

tingkat intramolekul. Lokasi, ukuran, volume dan

muatan gugus-gugus yang khusus mempunyai peranan

dlaini. Antara lain : berat molekul (BM), molar

refraksi (MR), parachor (P), tetapan Es dari Taft,

dimensi Van der Waals, konnektivitas molekul,

tetapan sterik dari Charton, parameter sterimol.

3. Tinjauan Tentang Efek Elektronik

Pada tahun 1930, Hammett telah mempelajari hubungan

antara struktur dan aktivitas biologik dari suatu senyawa

seturunan. Ternyata, adanya perubahan gugus pada senyawa

induk dapat menyebabkan perubahan pada lipofilitas,

elektronik atau sterik suatu senyawa, sehingga dapat

menyebabkan perubahan pada aktivitas biologik yang

ditimbulkannya (1,4).

Hammett mengemukakan bahwa efek elektronik dari suatu

gugus dapat mempengaruhi tetapan kesetimbangan atau

tetapan kecepatan reaksi suatu senyawa. Parameter

elektronik memberikan sebuah nilai yang merupakan ukuran

tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau tnenarik

elektron.

(27)

13

kekuatan elektronik pada pusat reaksi (4).

3.1. Tetapan sigma CoO Hammett

Parameter elektronik yang digunakan secara luas

adalah konstanta substituen Hammett ( cr ). Tetapan sigma

(c r ) adalah ukuran efek elektronik dari substituen tertentu

pada pusat reaksi dari molekul dalam sebuah seri

senyawa yang berhubungan secara struktural. Nilai sigma

(o’) ini dapat digunakan untuk menghubungkan struktur kimia

dengan aktivitas biologis (3,4).

Hammett memperkenalkan tetapan substituennya untuk

memprediksi tetapan keseimbangan dan tetapan laju reaksi

kimia. Persamaan yang digunakan untuk menyatakan nilai

efek elektronik ini dirumuskan oleh Hammett, sebagai

berikut :

p <y ~ pKo - pK ... [5]

Dimana pK dan pKQ adalah negatif logaritma dari K (tetapan

keseimbangan reaksi senyawa tersubstitusi) dan Kq (tetapan

keseimbangan reaksi senyawa tak tersubstitusi).Sigma {c r )

adalah tetapan elektronik yang sepenuhnya tergantung pada

sifat dan posisi substituen. Rho ( p ) adalah tetapan

reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap

efek substitusi yang tergantung pada jenis dan kondisi

reaksi maupun sifat senyawa.

(28)

suhu 25° C adalah 1,00. Oleh karena itu reaksi ini

digunakan sebagai standart untuk menetapkan nilai sigma

(c r) dari substituen baru (1).

Pada umumnya persamaan Hammett berlaku untuk sistem

aromatis hanya untuk reaksi-reaksi dimana substituen dan

pusat reaksi terisolasi, sehingga tidak terjadi interaksi

resonansi. K adalah tetapan keseimbangan reaksi yang

menunjuk kepada turunan meta atau para, sedangkan Kq

menunjuk ke senyawa induk. Karena pada turunan orto lazim

terjadi interaksi sterik, maka persamaan Hammett tidak

berlaku untuk senyawa-senyawa turunan orto (4).

Sesuai dengan persamaan [5], yang merupakan persamaan

Hammett, maka nilai sigma ( cr ) positif nenunjukkan bahwa

substituen atau gugus tersebut merupakan penarik elektron

yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron aseptor),

sedangkan nilai sigma ( cr ) negatif menunjukkan substituen

atau gugus tersebut merupakan pendorong elektron yang

lebih kuat daripada hidrogen (elektron donor). Hidrogen

mempunyai nilai sigma( c ) = 0,00 (3,7,11).

Nilai sigma ( a ) Hammett tergantung pada sifat gugus

pengganti dan posisinya pada senyawa induk (5,12).

Nilainya tidak tergantung pada sifat reaksi (12) serta

(29)

3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhti riilai efek elektronik 3.2.1. Pengaruh suhu terhadap nilai efek elektronik.

Nilai efek elektronik diperoleh dari persamaan

[3] yang merupakan persamaan Hammett. Tetapan disosiasi K

dan Kq memepunyai nilai yang tetap pada suhu yang tetap.

Dengan kata lain, apabila suhu berubah maka nilai K dan Kq

akan berubah. Akibatnya nilai efek elektronik yang

diperoleh melalui nilai K juga akan berubah.

Pengaruh suhu terhadap nilai K tidak dinyatakan

menjadi aturan yang sederhana. Sebagai contoh adalah nilai

K dari senyawa yang bersifat basa kuat cenderung naik

sekitar 0,1 unit setiap kenaikan suhu 10° C. Sebaliknya

menurut Krahl, asam barbiturat yang bersifat asam lemah

nilai K nya akan berkurang 0,1 unit apabila suhu

bertambah 5° C (14).

3.2.2. P e ngaruh pH terhadap nilai efek elektronik

Nilai efek elektronik diperoleh dari persamaan

Hammett yang melibatkan nilai K. Oleh karena itu, hubungan

antara pH dan nilai K sama dengan hubungan antara pH dan

nilai efek elektronik.

Suatu senyawa asam lemah HA apabila terion, menjadi :

HA + H O tc* — H 0+ + A"3

(30)

Tetapan disosiasinya : ,

( H 0+ ) (A" )

K = --- — ... [6]

(HA)

Pada nilai K tertentu perubahan pH dapat

mengakibatkan jumlah senyawa yang terion dan tidak terion

akan berubah pula. Demikian juga pada nilai efek

elektronik tertentu bila pH berubah, maka jumlah senyawa

yang terion dan yang tidak terion akan berubah pula.

Apabila nilai efek elektronik suatu gugus negatif,

maka senyawa dengan gugus R bersifat kurang asam daripada

senyawa induknya. Pada pH asam, maka jumlah yang terion

dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari jumlah yang

tidak terionkan. Pada pH basa jumlah yang tidak terion

lebih banyak dari jumlah yang tidak terionkan.

Suatu gugus yang mempunyai nilai efek elektronik

positif berarti senyawa dengan gugus R tersebut bersifat

lebih asam dari senyawa induknya. Pada pH asam jumlah yang

tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan

tetapi pada pH basa jumlah yang terion lebih banyak dari

jumlah yang tidak terion (15).

3.3. P engaruh nilai efek elektronik terhadap aktivitas

Biologis

(31)

IT

suatu senyawa tergantung pada nilai efek elektroniknya

sesuai dengan persamaan di bawah ini (6) :

Log 1/C = p <7 + c ... C73

dimana C adalah konsentrasi obat yang diperlukan untuk

menimbulkan aktivitas biologis. Sigma (<?) adalah nilai

efek-elektronik. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang

merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek

substitusi, sedangkan c adalah suatu tetapan reaksi.

Sebagian besar obat merupakan suatu senyawa yang

bersifat asam lemah atau basa lemah, yang diabsorbsi

melalui proses difusi pasif, dimana bentuk tidak terionkan

lebih mudah menembus membran biologis daripada bentuk

terionnya (16). Jumlah yang terionkan dan tidak terionkan

dari suatu senyawa ditentukan oleh pH disekitar membran

biologik dan pKa senyawa tersebut, yang akan mempengaruhi

absorbsinya melalui membran biologik (16). Suatu obat

yang bersifat asam lemah, lebih aktif pada pH yang rendah,

karena pada pH rendah jumlah yang tidak terion lebih

banyak dari jumlah yang terionkan, sehingga lebih mudah

menembus membran biologik. Untuk obat yang bersifat basa

lemah lebih aktif pada pH yang tinggi karena jumlah yang

tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan,

sehingga lebih mudah menembus membran biologik (16).

Apabila suatu gugus R mempunyai nilai efek elektronik

(32)

daripada hidrogen) maka senyawa dengan gugus R tersebut

bersifat kurang asam daripada senyawa induknya. Pada pH

tertentu, misal pada pH asam maka jumlah yang terionkan

dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari jumlah yang

tidak terionkan dibandingkan dengan senyawa induknya.

Sedangkan pada pH basa, oumlah yang tidak terionkan lebih

banyak dari jumlah yang terionkan dibandingkan dengan

senyawa induknya. Apabila aktivitas biologiknya diakibat-

kan oleh bentuk terionnya, maka pada pH asam senyawa

dengan gugus R lebih aktif dari senyawa induknya. Pada pH

basa senyawa dengan gugus R kurang aktif dari senyawa

induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh

bentuk yang tidak terionkan maka pada pH asam senyawa

dengan gugus R kurang aktif dari senyawa induknya.

Sedangkan pada pH basa senyawa dengan gugus R menjadi

lebih aktif dari senyawa induknya (7).

Suatu gugus R yang mempunyai nilai efek elektronik

positif (merupakan penarik elektron yang lebih kuat

daripada hidrogen) berarti senyawa dengan gugus R tersebut

lebih asam dari senyawa induknya. Pada pH asam jumlah yang

tidak terionkan lebih banyak dari senyawa induknya

sedangkan pada pH basa jumlah yang terionkan dari senyawa

dengan gugus R lebih banyak dari senyawa induknya. Apabila

aktivitas biologisnya diakibatkan oleh bentuk yang

(33)

aktif dari senyawa induknya, sedangkan pada pH basa

senyawa dengan gugus R menjadi lebih aktif dari senyawa

induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh

bentuk tidak terionnya, maka pada pH asam senyawa dengan

gugus R lebih aktif dari senyawa induknya sedangkan pada

pH basa senyawa dengan gugus R menjadi kurang aktif dari

senyawa induknya

(7).-4. Tinjauan Tentang Spektrofotometri 4.1. Tinjauan umum

Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan

suatu pemeriksaan visual yang lebih mendalam dari absorbsi

energi radiasi oleh macam-macam zat kimia memperkenankan

dilakukannya pengukuran ciri-cirinya serta kuantitatifnya

dengan ketelitian yang besar. Semua atom dan molekul mampu

menyerap energi sesuai dengan pembatasan tertentu, batasan

ini tergantung pada struktur zat. Energi disediakan dalam

bentuk radiasi elektromagnetik (cahaya). Cahaya yang

dipakai sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer adalah

sinar ultra violet (uv) dan sinar tampak (visibel), yang

keduanya merupakan radiasi elektromagnetik.

Macam dan jumlah radiasi yang diabsorbsi oleh molekul

tergantung pada jumlah molekul yang berinteraksi dengan

radiasi (9,17).

Spektrofotometri adalah suatu metode yang menggunakan

(34)

spektrofotometer untuk menganalisa zat, baik secara

kuaiitatif maupun kuantitatif. Analisa kuantitatif dengan

spektrofotometer berdasarkan pemakaian hukum Lambert Beer

yang menyatakan : Jika cahaya radiasi monokromatis

dilewatkan melalui medium penyerap yang homogen yakni

sebuah lapisan larutan yang tebalnya db, tnaka pengurangan

intensitaf cahaya (dl), sebagai akibat melewati lapisan

larutan, berbanding lurus dengan intensitas radiasi (I)

konsentrasi zat pengabsorbsi (c) dan tebalnya lapisan

larutan (db), dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

- dl = kl c db ... C8]

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk :

A = a b c ... [93

dimana A adalah absorbansi, a adalah absorpsivitas, b

adalah tebalnya lapisan larutan dan c adalah

konsentrasi.(17).

4.2. Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi secara spektro fotometri

Tetapan kesetimbangan reaksi dapat ditentukan secara

spektrofotometri dimana prinsip penentuan tetapan

kesetimbangan reaksi tersebut adalah aplikasi dari hukum

Lambert Beer yang dinyatakan dengan kesetimbangan asam

basa, tetapi prinsip ini dapat dipakai pada kesetimbangan

(35)

21

Dissosiasi asam lemah (HA) dalam larutan air adalah :

Tetapan kesetimbangan termodinamik dari reaksi ini

dapat ditulis sebagai tetapan kesetimbangan reaksi (K) :

pH larutan dikontrol dengan penambahan larutan dapar dan

dapat diukur secara potensiometri, perbandingan [A 3/[HA]

dapat ditentukan secara spektrofotometri jika spektra

absorbs! A dan HA berbeda. Hal ini disebabkan karena

sensitivitas analisa spektra yang besar sangat tergantung

pada konsentrasi dari asam dan basa konyugasi yang

digunakan.

Andaikata A dan HA mempunyai spektra absorbsi yang

berbeda bermakna dan panjang gelombang yang dipilih yaitu

pada panjang gelombang analitik dimana absorbsivitas ke

dua zat itu berbeda. Menurut hukum Beer : HA *

aH+ . [A~

3

K = [10]

[HA

3

Bentuk logaritma persamaan tersebut adalah :

pK = pH - log

[113

C, HA

AHA “ aHA b °HA

V

= aA~ b CA"

[12] [133

(36)

dimana persamaan ini menunjuk pada panjang gelombang yang

sama.

a h a adalah serapan dari larutan HA

V

adalah serapan dari larutan A"

CHA adalah konsentrasi larutan HA

c a- adalah konsentrasi larutan A"

Serapan yang terlihat dari larutan yang mengandung HA dan

A diberikan oleh persamaan berikut :

Aobs = AHA + AA~ = b (aHA CHA + aA~ CA_) ... C14:i

Dengan demikian dapat ditetapkan absorbsivitas nyata a0k s

dari campuran zat sesuai dengan :

dimana c adalah :

Karena serapan yang diberikan oleh persamaan [14] sama

dengan persamaan [15], maka mereka dapat dibuat sama dan

digabungkan dengan persamaan [163 untuk memberikan

persamaan berikut ini :

aobs (CHA + CA _) = aHA CHA + aA~ CA~ ... C17;1

(37)

23

cfl _ aoba ~ aHfl [18j

°HA aA~ " aHA

CA~ _ aHA aobs flgj

CHA aobs aA

Persamaan [18] digunakan bila a^- lebih besar dari a ^ ,

sedangkan bila a ^ lebih besar dari a^- maka digunakan

persamaan [19]. Kedua persamaan tersebut bila masing-

masing disubstitusikan pada persamaan [11] maka akan

terjadi : PK = pH - log - -~°- s---- ... ... [20] aA _ “ aobs atau pK = pH - log - ^ ---- a?bs- ... C21] aobs " aA “

Bila konsentrasi total zat terlarut (c) dibuat tetap dalam

semua pengukuran ini, maka serapan A^A , A^- dan Aobs

adalah sama dengan absorbsivitas a ^ , a^~ dan dalam

persamaan [20] atau [21]. Jadi pada persamaan [20] atau

[21] tersebut : pK adalah negatif logaritma dari tetapan

keseimbangan reaksi, a obs adalah serapan zat pada pH

larutan dalam air, adalah serapan zat pada asam,

adalah serapan zat pada pH basa.

(38)

penentuan tetapan keseimbangan reaksi (K) secara spektro-

fotometri. Nilai logaritma dari tetapan keseimbangan

reaksi (pK) dapat digunakan untuk menentukan nilai sigma

(cr) Hammett dengan menggunakan persamaan [5]. Untuk pH

asam ditentukan dengan jalan sekurang-kurangnya 2 (dua)

unit pH di bawah pH larutan dalam air, sedangkan pH basa

ditentukan dengan jalan sekurang-kurangnya 2 (dua) unit

pH di atas pH larutan dalam air. Sedangkan panjang

gelombang terpilih yaitu pada panjang gelombang dimana

terdapat perbedaan serapan terbesar antara larutan zat

dalam suasana asam dan basa.

S. Tinjauan Tentang Sifat Fisika-Kimia dari Ampisilin,

Amoksisilin, Sefaleksin dan Sefadroksil

5.1. Sifat fisika-kimia ampisilin C ampisilin trihidrat } Cl8, 19, 20, 24)

Ampisilin dikenal juga sebagai aminobensil penisilin,

mempunyai struktur molekul sebagai berikut :

COOH

Rumus molekul : C lg H ig N30 4S.3H20

Berat molekul : 403, 4

(39)

25 Ampisilin adalah serbuk hablur sangat halus, putih

yang hampir tidak berbau dan berasa pahit.

Kelarutan : 1 bagian dalam 150 bagian air, praktis tidak

larut dalam alkohol, aseton, kloroform, eter, karbontetra-

klorida dan minyak. Larutan 0,25% dalam air mempunyai pH 3,5

sampai 5,5.

1,15 g apisilin trihidrat setara dengan 1 g ampisilin.

pKa : 2,5 ( - COOH ) pada 25° C

7,3 ( - NH2 ) pada 25° C

Khasiat dan penggunaan ampisilin sebagai antibiotik.

5.2. Sifat fisika-kimia amoksisilin Camoksisilin trihidrat!) CIS, 20, 243

Amoksisilin dikenal juga sebagai D(-) amino hidroksil

bensil penisilin. Mempunyai struktur molekul sebagai

berikut :

Rumus molekul : C^gH^gNgO^S.3H20

Berat molekul : 419,4

Amoksisilin adalah serbuk hablur sangat halus, warna putih

yang hampir tidak berbau dan berasa pahit.

H 0 H H H

2

(40)

Kelarutan : 1 bagian dalam 400 bagian air, 1 bagian dalam

1000 bagian alkohol, 1 bagian dalam 200 bagian metil alko-

hol dan praktis tidak larut dalam kloroform, eter, karbon

tetraklorida dan minyak. Larutan 0,2 % dalam air mempunyai

pH 3,5 - 5,5

1,15 g amoksisilin trihidrat setara dengan 1 g amoksisilin

pKa : 2,4 ; 7,4 ; 9,6

Khasiat dan penggunaan amoksisilin sebagai antibiotik.

5.3. Sifat fisika kimia sefaleksin C19,20, 24)

Sefaleksin mempunyai struktur molekul sebagai berikut :

H 0 H H H 0 C C00H Rumus molekul : C 16H 17N30 4S.H20 Berat molekul : 365,4 Titik lebur : 190° C

Sefaleksin adalah serbuk hablur putih sampai putih

kuning gading, sedikit higroskopis, berbau khas.

Kelarutan : larut dalam 100 bagian air, larut dalam 30

bagian asam klorida 0,2%,sukar larut dalam dioxan, dimeti

(41)

etanol (95%)P, kloroform dan eter, larut dalam alkal

encer.

Larutan 0,5% dalam air mempunyai pH 3,5-5,5.

pKa : 5,2 ; 7,3

Khasiat dan penggunaan sefaleksin sebagai antibiotik.

5.4. Sifat fisika kimia sefadroksil 0 8 , 2 1 ) Mempunyai struktur molekul sebagai berikut :

Larutan 5% dalam air mempunyai pH 4 - 6

Khasiat dan penggunaan sefadroksil sebagai antibiotik.

H 0 H H H W | I I i NH2 c n 0 COOH Rumus molekul : Berat molekul : 399,4 Titik lebur : 197° C

Sefadroksil adalah serbuk kristal warna putih.

(42)

M ETODE PENEL.ITIAN

1. Bahan penelltian yang digunakan :

- Atnpisilin trihidrat (P.T. Medifarma

Laboratories.Inc.)

- Amoksisilin trihidrat (P.T. Sandoz Biochemic

Farma Indonesia )

- Sefaleksin monohidrat (P.T Meiji Indonesian

Pharmaceutical Industries)

- Sefadroksil monohidrat (P.T. Dankos

Laboratories)

- Asam klorida (HC1) p.a (E.Merck)

- Asam borat (H3B03> p.a (E.Merck)

- Natrium klorida (NaCl) p.a (E.Merck)

- Natrium borat dekahidrat (Na B O .10 H O ) p.a2 4 ? 2

E.Merck)

- Natrium karbonat (Na CO.) p.a (E.Merck) mm

- Natrium hidroksida (NaOH) p.a (E.Merck)

- Aquadest

2* Alat penel l t i a n yang digunakan :

- Spektrofotometer UV ''Hitachi'* dual wavelength

double beam type 557

- Fischer melting point apparatus

(43)

- Neraca analitik Sartorius-Werke GMBH Type 2472

- Aiat-alat gelas

29

3. Cara pengerjaan

3.1. Pemeriksaan kualitatif terhadap bahan perielitian 3.1.1. Pemeriksaan organoleptis

Meliputi pemeriksaan bentuk, warna,bau dan rasa (20)

3. 1.2. Reaksi warna

3. 1.2.1. Reaksi warna untuk a m p i s l l i h C19, 23!) s

1. Ke dalam suspensi 10 mg zat dalam 1 ml air

ditambahkan 2 ml larutan Fehling encer (2 : 6)

2. Larutkan 15 mg zat ke dalam 3,0 ml 1 N NaOH

ditambahkan 0,3 g hidroksilamin hidroklorida

dan dibiarkan selama 5 menit. Larutan

diasamkan dengan beberapa tetes 6 N

HCl,kemudian ditambahkan 1,0 ml besi (III)

klorida 1%.

3. Larutkan 10 mg bahan dalam 1,0 ml air dan

ditambah 2 ml dari campuran yang terdiri dari

2 ml larutan kalium kupritatrat dan 6,0 ml

air.

3.1.2.2. Reaksi warna untuk a m o k s i s i l i n C21D s

(44)

ditambah 2,0 ml campuran yang terdiri dari 2,0

ml larutan kalium kupritatrat 6,0 ml air.

3.1.2.3. Reaksi warna untuk sefaleksin C23)

1. 5 mg bahan dilarutkan dalam 3,0 ml air,

difcambahkan 0,1 g hidroksilamin hidroklorida

dan 1,0 ml natrium hidroksida (80 g/1) dan

dibiarkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan

1,3 ml asam klorida (70 g/1) dan 10 tetes besi

(III) klorida (25 g/1).

2. 10 mg bahan dilarutkan dalam 1,0 ml air dan

ditambahkan 2,0 ml campuran yang terdiri dari

2,0 ml kalium kupritatrat dan 6 ml air.

3. 5 mg bahan dilarutkan dalam 1,0 ml air dan

ditambahkan 1-2 tetes besi (III) klorida (25

g/l>.

4. 20 mg bahan ditambah 5 tetes larutan asam

asetat glasial 1% (v/v) lalu ditambah 2 tetes

larutan tembaga (XI) sulfat 1% (b/v) dan 1

tetes natrium hidroksida 2 N.

3.1.2.4. Reaksi warna untuk sefadroksil C21}

- 10 mg bahan dilarutkan dalam 1 ml air dan

ditambahkan 2 ml campuran yang terdiri 2,0 ml

(45)

3.1.3. Penentuan titik lebur

Bahan berbentuk serbuk sekitar 1 mg dimasukkan ke

dalam pipa kapiler gelas dengan diameter kurang lebih 1

mm, tinggi 8 cm dan tertutup ujung lainnya. Usahakan

sampel dapat mencapai ujung pipa yang tertutup dengan cara

diketuk-ketuk.Pasang pipa kapiler, panaskan

perlahan-lahan. Pada suhu kurang lebih 15°C dibawah titik

lebur yang tercantum pada pustaka, atur laju kenaikan suhu

sampai 1-2° C permenit (24).

3* 2. Penentuan nilai pK

3.2.1. P e m buatan larutan dapar pada pH yang diperlukan : Penentuan pH dilakukan dengan jalan mengurangi

minimum dua satuan pH dibawah nilai pH larutan dalam air

untuk pH suasana asam dan menambah minimum dua satuan pH

diatas nilai pH larutan dalam air untuk pH suasana basa

pada masing-masing bahan penelitian.

Konsentrasi yang dibuat untuk masing-masing bahan

adalah ekuimolar dan tetap untuk berbagai pH. Larutan

ampisilin dibuat konsentrasi 600 ppm sedangkan larutan

amoksisilin dibuat konsentrasi 207,9 ppm, larutan

sefaleksin dibuat konsentrasi 30 ppm sedangkan larutan

sefadroksil dibuat konsentrasi 31,3 ppm.

Cara pembuatan larutan ini adalah sebagai berikut :

ditimbang serbuk ampisilin seberat 0,1000 g, kemudian

(46)

dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai tepat 50,0 ml dalam

labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen.

Dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah aqua bebas C02

sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai

homogen lalu diukur pH larutan ini. Untuk larutan

amoksisilin, ditimbang serbuk amoksisilin seberat 0,0520

g. Kemudian dilarutkan dalam aqua bebas C02sampai tepat

50,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai

homogen. Dipipet 2,0 ml larutan induk, ditambah aqua

bebas C02sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur, dikocok

sampai homogen, lalu diukur pH larutan ini.Sedangkan

untuk sefaleksin dan sefadroksil masing-masing ditimbang

seberat 0,0500 g dan 0,0522 g. Kemudian masing-masing

bahan dilarutkan dalam aqua bebas C02sampai tepat 500,0

ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai

homogen. Dipipet 3,0 ml larutan induk ditambah aqua bebas

C02sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur dan dikocok

sampai homogen, lalu diukur pH larutan ini.

Hasil pengukuran pH larutan ampisilin, amoksisilin,

sefaleksin dan sefadroksil dengan konsentrasi

masing-masing : 600 ppm, 207,9 ppm, 30 ppm dan 31,3 ppm

dalam aqua bebas C0zadalah: pH 6,20; pH 6 ?00; pH 6,50 dan

pH 6,30.

. Sedangkan pH terpilih pengganti pH larutan dalam air yang

(47)

masing-masing bahan penelitian tersebut adalah pH 7,20;

7,00; 7,50 dan 7,30. Sehingga pH yang dibutuhkan

untuk penentuan nilai pK adalah : 4,20; 7,20; 9,20 untuk

ampisilin, 4,00; 7,00; 8,00 untuk amoksisilin, 4,50; 7,50;

10,50 untuk sefaleksin dan 3,30; 7,30; 9,30 untuk

sefadroksil. Untuk pembuatan larutan dapar adalah sebagai

berikut: ditimbang bahan dapar sesuai dengan pH yang akan

dibuat (lihat tabel II, III, IV dan V). Kemudian dilarutkan

dalam aqua bebas C0z sampai volume 200 ml, lalu diaduk

sampai homogen. Sebelum digunakan pH larutan diperiksa dulu

dengan pH meter.

3.2.2. Penentuan panjang gelombang terpilih

Konsentrasi yang dibuat untuk masing-masing bahan

adalah ekuimolar dan tetap untuk berbagai pH. Larutan

ampisilin dibuat konsentrasi 600 ppm sedangkan larutan

amoksisilin dibuat konsentrasi 207,9 ppm, larutan

sefaleksin dibuat konsentrasi 30 ppm sedangkan larutan

sefadroksil dibuat konsentrasi 31,3 ppm.

Cara pembuatan larutan ini adalah sebagai berikut :

ditimbang serbuk ampisilin seberat 0,1000 g, kemudian

dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai tepat 50,0 ml dalam

labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen.

Dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah larutan dapar

sesuai pH yang ditentukan sebagai penggganti pH larutan 33

(48)

dalam air yaitu pH 7,20 sampai tepat 10,0 ml dalam labu

ukur, dikocok sampai homogen.

Untuk larutan ampisilin pH asam : dipipet 3,0 ml

larutan induk, ditambah larutan dapar pH 4,20 sampai tepat

10.0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk

larutan pH basa : dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah

larutan dapar pH 9,20 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur

dan dikocok sampai homogen.

Untuk larutan amoksisilin, ditimbang serbuk

amoksisilin seberat 0,0520 g kemudian dilarutkan dalam

aq.ua bebas C02 sampai tepat 50,0 ml dalam labu ukur

(larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Dipipet 2,0 ml

larutan induk, ditambah larutan dapar pH 7,00 sampai tepat

10.0 ml dalam labu ukur dikocok sampai homogen. Untuk

larutan amoksisilin pH asam dan pH basa dilarutkan dengan

cara yang sama dan larutan dapar yang digunakan adalah pH

4.00 dan pH 8,00. Sedangkan sefaleksin ditimbang seberat

0,0500 g dan sefadroksil seberat 0,0522 g dengan seksama.

Kemudian masing-masing bahan dilarutkan dalam aqua bebas

C02 sampai tepat 500,0 ml dalam labu ukur (larutan induk)

dan dikocok sampai homogen. Dipipet 3,0 ml larutan induk

ditambah larutan dapar pH 7,50 sampai tepat 10,0 ml dalam

labu ukur dan dikocok sampai homogen.

Untuk larutan sefaleksin pH asam : dipipet 3,0 ml

(49)

10,50 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk

larutan pH basa : dipipet 3,0 ml larutan induk ditambah

larutan dapar ph 9,30 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur

dan dikocok sampai homogen. Untuk larutan sefadroksil pH

asam dan pH basa dilakukan dengan cara yang sama dan

larutan dapar yang digunakan adalah pH 3,30 dan pH 9,30.

Masing-masing larutan diatas diamati serapannya pada

panjang gelombang 250 nm - 270 nm untuk ampisilin,

sefaleksin dan sefadroksil. Sedangkan larutan amoksisilin

diamati serapannya pada panjang gelombang 260 nm - 280 nm.

Sehingga diperoleh serapan antara 0,2 - 0,8. Suhu yang

dipergunakan adalah suhu 25,0°C. Panjang gelombang

terpilih adalah panjang gelombang dimana terdapat

perbedaan serapan terbesar antara larutan zat dalam

suasana asam dan basa. Blangko yang digunakan adalah

larutan daparnya masing-masing untuk larutan zat dalam

suasana asam, suasana netral ( larutan zat dalam air) dan

suasana basa.

3.2.3. Penentuan pK secara spektrofotometri

Konsentrasi larutan yang dibuat untuk masing-masing

bahan adalah ekuimolar dan tetap untuk masing-masing pH.

Jadi untuk masing-masing bahan konsentrasinya adalah

ampisilin 600 ppm, amoksisilin 207,9 ppm sedangkan

sefaleksin 30 ppm dan sefadroksil 31,3 ppm. Cara pembuatan 35

(50)

larutan ini adalah sebagai berikut : Untuk ampisilin dan

amoksisilin masing-masing ditimbang seberat 0,1000 g dan

0,0520 g. Kemudian dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai

tepat 50,0 ml dalam labu ukur(larutan induk) dan dikocok

sampai homogen. Untuk ampisilin dipipet 3,0 ml larutan

indukditambah larutan dapar pH 7,20 sampai tepat 10,6 ml

dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk pH

asamdan basa dilakukan cara yang sama dan larutan dapar

yang digunakan adalah pH 4,20 dan pH 9,20.

Sedangkan untuk amoksisilin dipipet 2,0 ml dari

larutan induk ditambah larutan dapar pH 7,00 sampai tepat

10,0 ml dalan labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk

pH asam dan pH basa dilakukan cara yang sama dan larutan

dapar yang digunakan adalah pH 4,00 dan pH 8,00.

Untuk sefaleksin dan sefadroksil masing-masing

ditimbang seberat 0,0500 g dan 0,0522 g. Kemudian

dilarutkan dalam agua bebas C02 sampai tepat 500,0 ml

dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai

homogen. Untuk sefaleksin dipipet 3,0 ml larutan induk,

ditambah larutan dapar pH 7,50 sampai tepat 10,0 ml dalam

labu ukur yang dikocok sampai homogen. Untuk pH asam dan

pH basa dilakukan cara yang sama dan larutan dapar yan

digunakan adalah pH 4,50 dan 10,50.

Untuk larutan sefadroksil dipipet 3,0 ml dari larutan

(51)

dalam labu ukur yang dikocok sampai homogen. Untuk pH

asam dan pH basa dilakukan cara yang sama dan larutan

dapar yang digunakan adalah pH 3,30 dan pH 9,30.

Pada penentuan pK secara spektrofotometri, serapan

masing-masing larutan bahan diatas diamati pada panjang

gelombang terpilih dan pada suhu 25,0°C. Blangko yang

digunakan adalah larutan daparnya masing-masing untuk

larutan zat dalam suasana asam, suasana netral (larutan

dalam air) dan suasana basa. Nilai pK dapat diperoleh

dengan menggunakan persamaan [20] bila a^->aHA dan

persamaan [21] bila a^A >aA~. Masing-masing larutan

diamati dua kali pengamatan dan dilakukan

replikasisebanyak empat kali.

37

3.3. Perhitungan nilai efek elektronik

Nilai efek elektronik dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan [5]. Dari nilai pK ampisilin

(senyawa induk(pKo >) dan pK amoksisilin (senyawa

tersubstitusi (pK)) serta nilai pK sefaleksin (senyawa

induk (pKQ )) dan pK sefadroksil (senyawa tersubstitusi

(pK)>, dapat diketahui nilai efek elektronik gugus

hidroksi (-0H) pada posisi para dengan memasukkan

masing-masing harga pK pada persamaan diatas.

I- *** I - PK ampisilin - pK amoksisilin ... [22]

(52)

3. 4. Analisis data

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang

bermakna atau tidak antara nilai sigma (& ) Hammet dari

gugus -OH pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan

dari sefaleksin-sefadroksil yang dilakukan pada kondisi

yang sama, maka data yang diperoleh dianalisis dengan

menggunakan uji "t" pooled dua pihak.

Dengan rumus sebagai berikut :

t = 2 2 sp sp n. n. [24] Sp2 =

s =

1

s =

2 (n± - 1 > S * + < n 2 " l > S 2 n i + n, - 2 n L i= l (x. -v 2 n t -1 n E i= l (x. -V 2 n2 ~ 1 [25] [26] [27]

(53)

39

Derajat bebas (d.b) = (n -1) + (n2-l) ... C281

dimana x = nilai rata-rata dari p er I

_ P

xz = nilai rata-rata dari per II

St = simpangan baku dari per I

S2 = simpangan baku dari per II

nt = jumlah sampel I

n2 = oumlah sampel II

Sp = Simpangan baku pooled "t"

Apabila "t" percobaan lebih besar dari pada "t" tabel

pada a = 0,05 (dua sisi) maka nilai efek elektronik dari

gugus - OH pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan

dari sefaleksin- sefadroksil yang dilakukan pada kondisi

yang sama tersebut mempunyai perbedaan yang bermakna.

Sebaliknya apabila "t" percobaan lebih kecil dari pada *'t”

tabel maka perbedaan kedua nilai tersebut tidak bermakna.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang

bermakna antara harga sigma Hammet gugus hidroksi pada

posisi para ( cr ) dari hasil penelitian dengan harga sigma

Hammett gugus hidroksi pada posisi para (cr ) yang ada

p

dalam tabel, maka data yang diperoleh dianalisis dengan

uoi "t” satu sampel dengan rumus sebagai berikut :

(x - <i)

t = ... C29]

(54)

S = i n __ . L U.- x)' i=l n - 1 C30] Derajat bebas (d.b) = n~l ... C31]

dimana x = nilai rata-rata dari per

= nilai per pada tabel

s = simpangan baku dari per

n = oumlah sampel

Apabila harga "t” penelitian lebih besar dari harga

"t" tabel pada a = 0.05 (satu sisi) maka terdapat

perbedaan yang bermakna antara nilai sigma Hammett gugus

hidroksi pada posisi para (o' ) hasil penelitian dengan

nilai sigma (cr ) yang ada pada tabel. Sebaliknya apabila

harga "t" penelitian lebih kecil dari "t" tabel, maka

tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma ( cr )

p

Hammett hasil penelitian dengan nilai sigma (cr ) Hammett

p yang ada pada tabel.

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

1. Analisis Kualitatif terhadap Bahan Penelitian

(19,20,21,23).

Tabel I

Hasil Analisis Rualitatif Bahan Penelitian

If.

P eieri^ sa fi r «‘ &*

fapisilin Trihidro 2*c*5i5iliri trifcidrat Sefaleksin aonofcidret fefa d ra isi! asn h i'ira t Plistsfcs ffesii Pusta<a Basil Pustaka Hasil ft e U U Hasil Orgsfioieptis 3. BentiiJ Bcii C. WS.TIS i. - serisjk hablur - tidsk feer bSli - putih - pahit - serbuk ha&iur - tidsk terfcci; - pctin - w h it - ssrtok (*c« *gf - f:s r b a u ♦*j t i r - serbufc habicr - t'berfeaii - ju tih - sar.ii - serbuk hablur - t'3'j khas - putih - pahit - Serbufc hablur * isau ktes puiih gating - pahit - seris.li t o l a r - ftert-au p jtih - pahit - sertak h c s ljr * t K 'b 3 u 3iitih - pa'ut •y Resfisi Wofr.i ;

i . + fe M ir^ er.c^r STidwy-iin « r a h feta sftdspsn » r a h b it a - - - -x JfeSH 4 * L - FsCLS •-* * U n jt i'; sfiiim kupritsrtrst w csr * a ir saling '2 ;6 ; eers1; ungi; ur^u ■Jterafc J/igU UTiQU iiiijtj kf a^'shars itfsgu ke aerahan Kf&fc ufiga hijau ku rung dari coU at se teU h 30* serah un §u hi j&i ku dan coklat setelah 30 biru *id i bird au va

4. * Hfic c:a si£ l -A r-Aj

- - - . iu j ali Mjait -

(56)

2. P e n e ntuan nilai pK

2.1. Pembuatan larutan dapar pada pH yang diperlukan

Larutan dapar yang dibuat ditentukan dua satuan unit

dibawah pH larutan zat dalam air (pH terpilih) dan dua

satuan unit diatas pH larutan zat dalam air untuk pH basa.

Larutan dapar yang diperlukan adalah : pH 4,20; 7,20; 9,20

untuk ampisilin, pH 4,00; 7,00; 8,00 untuk amoksisilin, pH

4,50; 7,50; 10,50 untuk sefaleksin dan pH 3,30; 7,30; 9,30

untuk sefadroksil. Penimbangan komponen-komponen dapar yang

dibutuhkan untuk pembuatan pH diatas dapat dilihat pada

tabel II, III, IV, dan V.

TABEL II

Larutan dapar untuk ampisilin dengan volume 200 ml

No Komponen dapar pH 4,20 pH 7,20 pH 9,20 1. Larutan HC1 10,5 ml 0,0012 N 2- NaCl 0,5441 g 0,8460 g 3. H3B03 2,3004 g 1,3993 g 4. Na2B4°7'l0H2° 0,2670 g 5. Na2c° 3 1,8486 g

(57)

43

TABEL III

Larutan dapar untuk amoksisilin dengan volume 200 ml

No Komponen dapar pH 4,00 pH 7,00 pH 8,00 1. Larutan HC1 16,7 ml 0,0012 N 2- NaCl 0,5558 g 0,4271 g 3. 2,3499 g 1.8057 g 4. Na2B407 .10H20 0,1907 g 1,0298 g TABEL IV

Larutan dapar untuk sefaleksin dengan volume 200 ml

No Komponen dapar pH 4,50 PH 7,50 pH 10,50 1. Larutan HC1 5,3 ml 0,0012 N 2. NaCl 0,5089 g 0,1890 g 3. 2,1520 g 0,3126 g 4. Na2B40? .10H20 0,4958 g 5. Na2c°3 3,7058 g TABEL V

Larutan dapar untuk sefadroksil dengan volume 200 ml

No Komponen dapar pH 3,30 pH 7,30 pH 9,30 1. Larutan HC1 83,53 ml 0,0012 N 2. NaCl 0,5324 g 0,7958 g 3. 2,2509 g 1,3162 g 4. Na2B40? .10H20 0,3433 g 5. Na2c°3 1,9907 g

(58)

2.2 Penentuan panjang gelombang terpilih

Panjang gelombang terpilih ditentukan pada panjang

gelombang dimana terdapat perbedaan serapan terbesar antara

larutan zat dalam suasana asam dan basa.

Data yang diperoleh dari percobaan dapat dilihat pada

tabel VI, VII, VIII dan IX, sedangkan kurva serapannya dapat

dilihat pada gambar 1, 2, 3 dan 4.

Dari kurva serapan terhadap panjang gelombang diperoleh

hasil sebagai berikut : panjang gelombang terpilih dari

larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH 4,20; 7,20;

9,20 adalah 256 nm, panjang gelombang terpilih dari larutan

amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm pada pH 4,00; 7,00; 8,00

adalah 272 nm. Sedangkan panjang gelombang terpilih da£i

larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH 4,50; 7,50;

10,50 adalah 261 nm, panjang gelombang terpilih dari larutan

sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm pada pH 3,30; 7,30; 9,30

adalah 262 nm. Selanjutnya serapan zat untuk penentuan nilai

pK masing-masing zat diamati pada panjang gelombang terpilih

(59)

45 TABEL VI

Nilai serapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH 7,20 dan dalam suasana asam (pH 4,20), suasana basa (pH 9,20) untuk penentuan panjang gelombang (X) terpilih.

Panjang ge­ lombang (X) nm serapan pH 4,20 pH 7,20 pH 9,20 ■ 250 0,641 0,584 0,560 251 0,601 0,544 0,520 252 0,557 0,500 0,476 253 0,520 0,463 0,439 254 0,510 0,453 0,429 255 0,518 0,443 0,414 256 * 0,519 0,445 0,417 257 0,499 0,437 0,413 258 0,457 0,408 0,389 259 0,427 0,374 0,352 260 0,430 0,377 0,355 261 0,453 0,400 0,378 262 0,445 0,392 0,370 263 0,405 0,352 0,330 264 0,346 0,293 0,271 265 0,285 0,232 0,210 266 0,264 0,211 0,189 267 0,292 0,239 0,217 268 0,289 0,236 0,214 269 0,220 0,167 0,145 270 0.142 0,089 0,067

(60)

Gambar 1 : Kurva serapan dari larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH 1,20-11,20

(61)

47

TABEL VII

Nilai 3erapan larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm

pH 7,00 dan dalam suasana asam (pH 4,00), suasana basa

8,00} untuk penentuan panjang gelombang ( M terpilih.

Panjang ge­ lombang (7\) nm serapan pH 4,00 pH 7,00 pH 8,00 260 0,416 0,449 0,518 261 0,426 0,459 0,528 262 0,440 0,473 0,542 263 0,454 0,487 0,556 264 0,470 0,503 0,572 265 0,484 0,517 0,586 266 0,498 0,531 0,600 267 0,511 0,544 0,611 268 0,520 0,553 0,620 269 0,534 0,567 0,634 270 0,550 0,583 0,650 271 0,560 0,605 0,668 272 » 0,562 0,613- 0,678 273 0,555 0,610 0,678 274 0,527 0,605 0,674 275 0,500 0,578 0,660 276 0,480 0,558 0,640 277 0,474 0,552 0,634 278 0,468 0,546 0,628 279 0,455 0,533 0,615 . 280 0,420 0,498 0,580 pada (pH

(62)

Gambar 2 : Kurva serapan dari larutan amoksisilin konsetrasi 207,9 ppm pada pH 1,00-11,00

(63)

49

TABEL VIII

Nilai serapan larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH

7,50 dan dalam suasana asam (pH 4,50), suasana basa (pH

10,50) untuk penentuan panjang gelombang (X) terpilih

Panjang ge­ lombang (X j nm serapan pH 4,50 pH 7,50 pH 10,50 0,540 0.531 0,506 251 0,589 0,578 0,546 252 0,598 0,587 0,557 253 0,617 0,607 0,577 254 0,621 0,613 0,587 255 0,632 0,621 0,595 256 0,641 0,630 0,605 257 0,646 0,633 0,607 258 0,649 0,635 0,609 259 0,651 0,637 0,612 260 0,654 0,639 0,613 261 * 0,656 0,642 0,614 262 0,649 0,640 0,613 263 0,641 0,634 0,609 264 0,630 0,622 0,600 265 0,622 0,614 0,595 266 0,616 0,608 0,582 267 0,609 0,593 0,570 268 0,588 0,577 0,552 269 0,567 0,552 0,531 270 0,552 0,548 0,522

(64)

•Panjanj greloxbansr <>■) nn

Gambar 3 : Kurva serap a n dari larutan sefaleksin

konsentrasi 30 ppm pada pH 1,50-11,50 pada panjang gelombang (X) terpilih 261 n m .

Gambar

Gambar  1.  Kurva  serapan  dari  larutan  ampisilin  600  ppm dalam  pH  1,20  -  pH  11,20  pada
tabel maka  perbedaan kedua nilai  tersebut  tidak bermakna.
TABEL  II
TABEL  III
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, terbukti bahwa ada pengaruh yang bermakna (signifikan) antara variabel bebas, yaitu variabel pelatihan yang terdiri atas

Dari apa yang diuraikan di atas, maka yang menjadi masalah pokok pada tulisan ini adalah: Apakah daya dukung wilayah berpotensi untuk pengembangan industri hilir berbasis kelapa

Namun sebagai teori sastra yang berkaitan dengan penafsiran sebagai telaah untuk memahami karya sastra, penafsiran tidak harus diarahkan pada fenomena makna ganda simbol tetapi

Berdasarkan informasi diatas, indikasikan tingkat resiko kecurangan yang Bapak / Ibu / Saudara miliki atas klien dengan memberikan tanda (√) pada salah satu alternatif jawaban

Based on the research result, it showed that herringbone technique was effective for teaching reading recount text at the eight grade students in one of Junior

This research was designed to investigate the students’ perceptions toward teacher’s written feedback on their writing at the Eighth Grade of SMP Muhammadiyah Ajibarang

The use of clue words game in English language learning especially in teaching writing skill has special contribution in making the students active and the class more

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan teknik wacana rumpang dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar bahasa