• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATARAN AKSI PENGEMBANGAN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI LAHAN KERING NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TATARAN AKSI PENGEMBANGAN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI LAHAN KERING NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TATARAN AKSI PENGEMBANGAN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI LAHAN KERING NUSA TENGGARA TIMUR

Rachmat Hendayana

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, ABSTRAK

Makalah ini bertujuan membahas tataran aksi pengembangan Sistem Usaha Agribisnis (SUA) di lahan kering. Makalah dikembangkan dari hasil pengkajian SUA yang dilakukan di desa Watumbaka Kecamatan Pandawai, Sumba Timur tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan melalui survai terhadap 60 orang petani responden yang dipilih secara acak sederhana. Bahasan dilengkapi pula dari kajian data sekunder dari berbagai instansi. Melalui analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif serta dipertajam dengan analisis SWOT, hasil pengkajian menunjukkan kondisi sebagai berikut: (a) Pasar produk pertanian dari Wilayah Sumba Timur tidak terbatas di tingkat kabupaten Sumba Timur, saja tetapi juga terbuka sampai luar wilayah kabupaten sehingga hal itu dapat menjadi pendorong pengembangan agribisnis yang lebih besar, (b) Pengembangan agribisnis di lahan kering harus didukung intervensi inovasi teknologi yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki keunggulan komparatif, komptabilitas dengan teknologi petani relatif baik, mudah dilakukan petani, bisa dicoba (triabilitas) dengan risiko minimal, dan bisa diamati oleh petani, (c) Untuk mempercepat adopsi inovasi diperlukan tidak hanya rekayasa kelembagaan sosial berupa dinamika kelompok tani akan tetapi juga diperlukan rekayasa kelembagaan ekonomi untuk memperlancar implementasi teknologi introduksi. (d) Salah satu alternatif kelembagaan ekonomi yang dapat dikembangkan di Sumba Timur adalah mendorong terbentuknya lembaga pelayanan jasa keuangan bagi petani dalam wujud penyediaan Skim Kredit Keuangan Mikro. Untuk menjamin keberhasilan di dalam penerapan Sistem Usaha Agribisnis di lapangan, upaya pemberian bimbingan dan pendampingan dari petugas masih tetap diperlukan.

Kata Kunci: Lahan kering, Agribisnis, Tataran Aksi, Inovasi Teknologi, Rekayasa Social, Skim Kredit.

PENDAHULUAN

Di dalam mengartikan pertanian, biasanya cenderung selalu diidentikkan dengan proses budidaya atau agronomi saja, sehingga implementasi pembangunan pertanian sering diarahkan hanya pada upaya peningkatan produksi suatu komoditas. Pemahaman tersebut membawa akibat dipersepsikannya pembangunan pertanian yang seakan terlepas dari upaya pembangunan pertanian yang terpadu dengan sektor-sektor lainnya dan pembangunan wilayah/pedesaan. Kondisi demikian pada akhirnya dapat membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi pembangunan pertanian itu sendiri, karena menjadikan pembangunan sektor pertanian berjalan sendiri tanpa dukungan dan koordinasi secara memadai dengan sektor lain.

Secara empiris hal itu dapat diamati misalnya dari kebijakan pembangunan secara makro yang belum sepenuhnya berpihak pada sektor pertanian, sehingga kinerja pembangunan pertanian tidak berjalan dengan semestinya.

Atas dasar pemikiran tersebut, paradigma baru pembangunan pertanian melalui pembangunan sistem agribisnis, eksistensinya sangat relevan. Dengan menerapkan paradigma tersebut, pembangunan pertanian akan berlangsung dengan memberikan tekanan pada tiga aspek, yaitu : (1) pendekatan pembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan faktor produksi ke pendapatan, keuntungan, daya saing dan teknologi (2) pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral akan tetapi juga terkait dengan lintas/inter-sektoral, yang juga ditentukan oleh agroindustri hulu dan lembaga jasa penunjang, dan (3) pembangunan pertanian tidak lagi parsial ke arah pengembangan komoditas, akan tetapi terkait dengan

(2)

pembangunan wilayah, khususnya pedesaan yang berkaitan erat dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan masyarakat pertanian (Departemen Pertanian, 2000).

Permasalahannya adalah, (a) sejauhmanakah potensi sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya lahan (SDL) dapat mendukung pengembangan agribisnis di agroekosistem lahan kering? (b) faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal dalam upaya mengimplementasikan agribisnis di agroekosistem lahan kering, dan (c) bagaimanakah langkah operasional yang strategis untuk mengimplementasikan konsep agribisnis di dalam tataran aksinya di lapangan. Untuk dapat menerapkan konsep agribisnis di lahan kering, diperlukan investigasi dan elaborasi terhadap permasalahan tersebut, sehingga konsep agribisnis di dalam tataran aksinya dapat berhasil.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, makalah bertujuan (a) mengidentifikasi potensi sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya lahan (SDL) yang dapat mendukung pengembangan agribisnis di agroekosistem lahan kering, (b) membahas faktor-faktor yang diduga menjadi kekuatan dan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal dalam upaya mengimplementasikan agribisnis di agroekosistem lahan kering, dan (c) menyusun langkah-langkah operasional yang strategis untuk dalam tataran aksi agribisnis di lapangan

Hasil studi ini akan menjadi masukan berharga bagi aparat Pemerintah Daerah setempat dalam membuat kebijakan terkait dengan pengembangan agribisnis di lahan kering.

KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE STUDI Kerangka Pemikiran

Secara umum agribisnis mencakup bidang-bidang usaha yang sangat luas yang pada prinsipnya dikelompokkan ke dalam lima komponen yaitu : (1) bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan sarana produksi, alat-alat dan mesin-mesin pertanian, (2) bidang usaha dalam produksi komoditas pertanian (komoditas primer yang belum mengalami proses pengolahan sama sekali), (3) bidang usaha industri pengolahan hasil pertanian (agro industri), (4) bidang usaha pemasaran hasil-hasil pertanian, dan (5) bidang usaha pelayanan seperti perbankan, angkutan, asuransi, atau penyimpanan.

Sebagai bagian dari sistem agribisnis, dukungan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam sub sistem produksi sangat penting mengingat keberhasilan dalam berproduksi akan sangat tergantung pada eksistensi kedua unsur itu. Pada Gambar 1. ditunjukkan bahwa titik tumpu sistem dan usaha agribisnis terletak pada pada komponen produksi komoditas pertanian.

(3)

Gambar 1. Keterkaitan Antar Sub-sistem dalam Agribisnis (Sudaryanto et al,1993)

Jika ditelusuri lebih jauh, komponen produksi pertanian itu tidak lain didukung aktivitas sistem usahatani, yang keberhasilannya juga ditentukan kelembagaan penunjangnya seperti kelembagaan pelayanan jasa keuangan, penyedia sarana produksi pertanian (saprotan), dan jasa tenaga kerja. Kelembagaan yang juga besar perannya adalah kelembagaan pasar yang kondusif sehingga hasil usahatani dapat dipasarkan. Pada akhirnya tujuan dari semua aktivitas tersebut bertumpu pendapatan petani (Gambar 2).

Gambar 2. Status Pengembangan SUT Di Lahan Kering dalam Agribisnis

Kadar pendapatan petani akan sangat dipengaruhi selain faktor harga juga produktivitas usahatani. Dalam hal ini produktivitas usahatani terkait dengan masalah inovasi teknologi. Inovasi merupakan istilah yang telah dipakai secara luas dalam berbagai bidang, baik industri,

Pemasaran

Pengolahan

Produksi komoditas Pertanian

Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi, Alat dan Mesin Pertanian Jasa Lain (Perbankan,

Penyimpanan, Asuransi, angkutan, dll) Pelayanan Pemerintah : Penelitian, Penyuluhan, Pengaturan dan Kebijaksanaan Pertanian Pemasaran Sistem Usahatani Lingkungan Fisik Lingkungan Sosial Ekonom

i

Lembaga Pemasaran Lembaga Jasa Keuangan Lembaga Penyedia Saprotan Lembaga Jasa Tenaga Kerja Pendapatan Usahatani

(4)

pemasaran, jasa, termasuk pertanian. Secara sederhana, Adams (1988) menyatakan, an innovation is an idea or object perceived as new by an individual. Selanjutnya pakar-pakar lainnya seperti Van Den Ban dan Hawkins (1996), Simamora (2003), menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grup yang relevan. Inovasi itu tidak selalu dihasilkan dari penelitian yang mutakhir. Pada tataran pemahaman yang lebih operasional, inovasi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dapat berwujud teknologi, kelembagaan, dan kebijakan.

Inovasi yang diintroduksikan harus dapat diadopsi agar petani memperoleh hasil lebihbaik. Adopsi inovasi itu sendiri merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang sejak ia mengenal inovasi sampai memutuskan untuk mengadopsinya setelah menerima inovasi (Rogers and Shoemaker, 1971 dan Soekartawi,1988)

Adopsi akan berlangsung melalui beberapa tahapan, sebagaimana juga telah dijelaskan Mundy (2000) yaitu kesadaran (awareness), perhatian (interest), penaksiran (evaluation), percobaan (trial), adopsi (adopsi), dan terakhir konfirmasi (confirmation).

Agar inovasi tersebut dapat diadopsi petani, menurut Rogers dan Schoemaker (1971), dipersyaratkan untuk memenuhi 5 kriteria seperti yaitu (a) Inovasi teknologi harus memiliki keunggulan komparatif; (b) Memiliki komptabilitas dengan teknologi petani relatif baik, artinya harus sesuai dengan budaya/kebiasaan setempat; (c) Teknologi yang diintroduksikan harus mudah dilakukan petani; (d) Bisa dicoba (triabilitas) dengan risiko minimal, dan (5) Bisa diamati oleh petani, artinya perubahan yang yang terjadi akibat menerapkan teknologi itu dengan jelas dapat dibedakan dari teknologi sebelumnya.

Di dalam prakteknya yang diperlukan petani bukan hanya inovasi teknologi saja, rekayasa kelembagaan juga sangat menentukan dan diperlukan eksistensinya. Oleh karena itu di dalam melakukan introduksi diperlakukan keseimbangan antara introduksi inovaswi teknologi dan kelembagaan.

Data dan Sumber Data

Makalah dikembangkan dari hasil studi Sistem dan Usaha Agribisnis (SUA) tahun 2005 yang dilakukan di Kabupaten Sumba Timur, dengan fokus di desa Watumbaka Kecamatan Pandawai. Pengumpulan data primer dilakukan selain menggunakan pendekatan survey terhadap 60 orang masyarakat tani yang terpilih sebagai responden, juga dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) yang melibatkan beberapa orang tokoh masyarakat. Jenis data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, penguasaan aset, penggunaan teknologi usahatani, dll.

Untuk memperkaya bahasan, dikemukakan juga data dan informasi sekunder dari beberapa instansi terkait yang diperoleh melalui penelusuran dokumentasi dan laporan kegiatan, antara lain kebijakan pembangunan pertanian, perkembangan produksi pertanian, informasi pasar, dan informasi lainnya yang relevan.

Analisis Data

Terhadap informasi kualitatif dilakukan analisis dekriptif kualitatif sedangkan terhadap data kuantitatif dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan statistik sederhana dengan parameter-parameter nilai rataan, maksimum, minimum, persentase. Untuk mempertajam analisis digunakan pendekatan SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity dan Threats) mengikuti caracara yang dilakukan (Fardiaz, 1999 dan Rangkuti, 1998). Analisis SWOT diawali dengan identifikasi faktor internal meliputi aspek kekuatan (stength) dan kelemahan (weaknesses) dan faktor eksternal berupa peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Masing-masing aspek dikuantifikasi (dinilai) dengan perhitungan bobot, peringkat (rating), dan skor, kemudian dieksplanasikan atau diberi komentar.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya Lahan dan Sumberdaya Manusia

Letak Watumbaka yang menjadi lokasi studi di Kabupaten Sumba Timur berada di Pulau Sumba. Aksesibilitas desa ini di Kecamatan Pandawai Sumba Timur relatif baik, karena letak wilayahnya berada di pinggir jalan raya beraspal yang terhubung oleh jalan raya sepanjang + 17 km yang dapat ditempuh sekitar 20 menit dari ibu kota kabupaten Sumba Timur. Tingginya aksesibilitas wilayah tersebut juga didukung kondisi sarana dan prasarana transportasi yang relatif memadai dan kondusif sehingga semua jenis kendaraan roda dua maupun roda empat dapat masuk ke wilayah ini tanpa hambatan.

Partisipasi kepemilikan lahan oleh responden di daerah studi di Sumba Timur terhadap kebun, tegalan/ladang, pekarangan rumah dan lainnya (tanah “mondu”) masing-masing adalah sebesar 50,47%, 34,33%, 10,45%, dan 4,48% dengan pemilikan berkisar antara 0.001 - 2,5 hektar. Menurut Utomo, dkk., (1993) lahan kering itu cukup potensial dalam memberikan kontribusi pembangunan pertanian terutama sebagai wilayah pertumbuhan baru dalam program ketahanan pangan.

Hal yang menarik dari penguasaan lahan ini adalah adanya tanah “mondu” yakni lahan yang berada di bantaran sungai. Disamping produktivitasnya relatif tinggi, intensitas tanamnya juga cukup tinggi terutama untuk sayuran.

Jika di lihat dari penyebarannya, penguasaan lahan di lokasi studi menunjukkan keragaan yang relatif merata dengan Indeks Gini sebesar 0,276. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa 40 % responden terendah menguasai sekitar 21,12 % luas lahan. Angka presentase tersebut relatif lebih tinggi dari ketetapan Bank Dunia yakni sebesar 17%, sehingga dapat dikategorikan relatif rendah (Emil Salim,1984)

Tabel 1. Distribusi Luas Lahan Responden di Lokasi Studi

No. Tingkat Luas Lahan Persentase Persentase Luas Lahan (%)Kumulatif

1. 20% terendah 7,73 7,73

2. 20% rendah 13,39 21,12

3. 20% sedang 19,91 41,02

4. 20% tinggi 20,05 61,07

5. 20% tertinggi 38,92 100

Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)

Di level kabupaten, total areal lahan kering yang potensial untuk dikembangkan mencapai lebih dari 500 ribu hektar, meliputi lahan tegalan/kebun, ladang/huma, lahan penggembalaan, lahan yang sementara tidak diusahakan dan hutan rakyat (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Lahan Kering Menurut Penggunaan (Ha) Di Sumba Timur Dan Proporsinya Terhadap NTT

Uraian Sumba Timur NTT Persentase (%)

a. Pekarangan (bangunan dan

halaman) 30730 189543 16,2

(6)

c. Ladang/huma 12588 321523 3,9 d. Ladang penggembalaan/padang

rumput 200649 793533 25,3

e. Rawa yang tidak ditanami padi 345 4028 8,6

f. Tambak 218 2929 7,4

g. Empang/kolam lebat 233 1935 12,0

h. Lahan sementara tidak diusahakan 139411 763852 18,3

I. Hutan rakyat 32844 369191 8,9

j. Perkebunan negara/swasta 40581 354514 11,5

k. Hutan negara 86265 585038 14,7

l. Tanah kering lainnya 86565 733064 11,8

Sumber : NTT dalam Angka 2003, diolah

Dalam hal sumberdaya manusia yang eksistensinya direpresentasikan oleh responden, menunjukkan bahwa setiap anggota rumah tangga, memiliki anggota antara 1 - 5 orang meliputi istri dan anak-anak. Kisaran umurnya berada pada usia produktif yakni antara 15 – 55 th (Tabel 3).

Tabel 3. Struktur Anggota Rumah Tangga Responden Menurut Kelompok Umur dan Kegiatan (dalampersentase)

Uraian JiwaLaki-laki(%) JiwaPerempuan(%) Jiwa Jumlah(%) 1. < 15 th - Bekerja 0,02 0,37 0,04 0,74 0,06 1,11 - Tidak bekerja 1,22 22,51 0,84 15,49 2,06 38 2. 15-55 th - Bekerja 1,55 28,59 1,18 21,77 2,73 50,36 - Tidak bekerja 0,24 4,43 0,2 3,69 0,44 8,12 3. > 55 th - Bekerja 0,07 1,29 0,04 0,74 0,11 2,03 - Tidak bekerja 0 0 0,02 0,37 0,02 0,02

Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)

Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis (SUA) di lahan kering di Sumba Timur dipengaruhi tidak saja oleh unsur kekuatan dan kelemahan internal, akan tetapi juga dipengaruhi unsur peluang dan ancaman eksternal. Hasil wawancara dengan petani dan pengamatan di lapangan teridentifikasi paling tidak terdapat 9 unsur internal. Dari unsur-unsur internal tersebut, 6 unsur di antaranya merupakan kekuatan dan sisanya menjadi kelemahan (Tabel 4). Tabel 4. Analisis Lingkungan Internal (ALI) Pengembangan SUA di Lahan Kering

No Faktor Internal Keterangan S W

1. Motivasi petani untuk berusahatani Relatif baik v

2. Pemilikan Lahan Relatif sempit v

3. Kondisi lahan Kurang subur v

4. Keragaan Umur Responden Produktif v

4. Ketersediaan tenaga kerja keluarga Relatif cukup v

5. Sifat gotong royong Kondusif v

6. Jalinan kerjasama antar sesama Kondusif v

(7)

8. Kemampuan menyerap teknologi Rendah v

9. Akses petani terhadap sumber modal Rendah v

Dari sisi faktor eksternal yang diduga berpengaruh teridentifikasi sekitar 11 unsur, dimana 7 unsur diantaranya termasuk peluang dan sisanya menjadi ancaman (Tabel 5)

Tabel 5. Analisis Lingkungan Eksternal (ALE) Pengembangan SUA di Lahan Kering

No Faktor Eksternal Keterangan O T

1. Kebijakan Pemda Mendukung v

2. Komitment aparat Pemda Kondusif v

3. Aksesibilitas wilayah Relatif baik v

4. Ketersediaan pasar input Baik v

5. Permintaan pasar Relatif baik v

6. Keamanan lingkungan Relatif baik v

7. Cekaman lingkungan Kurang kondusif v

8. Outbreak hama Relatif tinggi v

9. Ketersediaan teknologi Relatif tersedia v

10. Karakteristik lahan kering Kurang kondusif v

11. Agroklimat Kurang kondusif v

Dari analisis lingkungan internal dan eksternal tersebut, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa peluang pengembangan SUA di lahan kering Sumba Timur memiliki perspektif pengembangan yang relatif baik, karena didukung banyak unsur kekuatan internal dan peluang eksternal.

Langkah Operasional Pengembangan Agribisnis

Adanya unsur-unsur yang menjadi kekuatan dan kelemahan petani di satu sisi dan adanya peluang serta ancaman di pihak lain, menuntut langkah operasional yang strategis dan mampu mengakomodasi kondisi tersebut. Langkah-langkah operasional yang diperlukan adalah: (a) introduksi inovasi teknologi, (b) rekayasa kelembagaan, (c) percepatan diseminasi inovasi, dan (d) pendampingan.

ntroduksi Inovasi Teknologi

Inovasi yang masih lemah dan diperlukan di lokasi lahan kering adalah: Pertama, terkait dengan diversifikasi usaha (multi enterprises). Kegiatan usahatani di lahan kering perlu diikuti kegiatan lain yang ekonomis sehingga jika petani gagal dalam usahatani, masih tetap survive

karena masih ada sumber pendapatan dari usaha lainnya. Kedua, integrasi ternak dan tanaman. Pola ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan petani. Melalui pola integrasi, petani dapat menghemat biaya input karena hasil samping dari komoditas yang satu akan menjadi substitusi input bagi usaha komoditas lainnya.

Rekayasa Kelembagaan

Rekayasa kelembagaan yang diperlukan dalam mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis di lahan kering dapat berupa dinamika kelompok tani dan kelembagaan pelayanan jasa keuangan desa. Keberadaan kedua kelembagaan tersebut akan mempercepat adopsi inovasi teknologi. Kelompok tani yang dinamis akan mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat tani dan pelayanan jasa keuangan desa menjadi solusi permodalan petani.

Salah satu alternatif kelembagaan pelayanan jasa keuangan bagi petani dapat dikembangkan dalam wujud penyediaan Skim Kredit Keuangan Mikro. Usulan ini klasik, tetapi tetap perlu karena secara empiris kemampuan modal petani relatif lemah. Skim Kredit Keuangan Mikro bisa mengacu pada pola Grameen Bank sebagaimana telah diterapkan di Nanggung Bogor dan di Sumatera Selatan yang terbukti telah berhasil. Alternatif lainnya bisa juga ditempuh

(8)

melalui peningkatan peran kelembagaan kelompok usaha bersama (KUB) bermitra dengan lembaga keuangan formal di desa misalnya BRI-UD.

Selain dua bentuk rekayasa kelembagaan tersebut, diperlukan juga upaya untuk mendorong tumbuhnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha baik secara horizontal maupun vertikal.

Percepatan diseminasi teknologi.

Percepatan diseminasi akan sangat membantu di dalam mempercepat tingkat adopsi. Kegiatan ini bisa dilakukan melalui gelar teknologi, demplot, penyebaran informasi melalui media tercetak, terproyeksi dan media elektronik lainnya. Sebagai mediasi semua kegiatan diseminasi tersebut dapat dilakukan melalui eksistensi laboratorium agribisnis atau klinik teknologi. Semua materi inovasi dapat disediakan di laboratorium tersebut, sehingga memudahkan bagi petani yang memerlukan untuk memperolehnya.

Pendampingan

Untuk menjamin keberhasilan di dalam penerapan Sistem dan Usaha Agribisnis di lapangan, upaya pemberian bimbingan dan pendampingan dari petugas tetap diperlukan, sehingga penyampaian teknologi kepada petani tidak mengalami hambatan.

KESIMPULAN DAN SARAN

• Pengembangan sistem dan usaha agribisnis di lahan kering harus didukung intervensi inovasi teknologi yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki keunggulan komparatif, komptabilitas dengan teknologi petani relatif baik, mudah dilakukan petani, bisa dicoba (triabilitas) dengan risiko minimal, dan bisa diamati oleh petani,

• Untuk mempercepat adopsi inovasi diperlukan tidak hanya rekayasa kelembagaan sosial berupa dinamika kelompok tani akan tetapi juga diperlukan rekayasa kelembagaan ekonomi untuk memperlancar implementasi teknologi introduksi.

• Salah satu alternatif kelembagaan ekonomi yang dapat dikembangkan di Sumba Timur adalah mendorong terbentuknya lembaga pelayanan jasa keuangan bagi petani dalam wujud penyediaan Skim Kredit Keuangan Mikro.

• Untuk menjamin keberhasilan di dalam penerapan Sistem Usaha Agribisnis di lapangan, upaya pemberian bimbingan dan pendampingan dari petugas masih tetap diperlukan.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.E. 1988. Agricultural Extension in Developing Countries. First Edition. Longman Singapore Publisher Pte Ltd. Singapore

BPS. 2003. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur.

BPS. 2003. Sumba Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPS Sumba Timur NTT. BPS. 2003. Kecamatan Pandawai dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba

Timur dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur.

Departemen Pertanian. 2000. Memposisikan Pertanian Sebagai Poros Penggerak Perekonomian Nasional. Penajaman Kebijakan dan Program Pembangunan.2000-2004.

Emil Salim. 1984. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Inti I…Press. Jakarta.

Fardiaz, D., Joerg Hartmann. 1999. Lokakarya partisipatif: Modul Analisis SWOT. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Mundy, Paul. 2000. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP3. Bogor

Rangkuti, F., 1998. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Knsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Roger, E.M. and F.F. Shoemaker. 1971. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach. The Free Press. New York

Simamora, Bilson. 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen. PT. Gramedia. Jakarta Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar: Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta

Sudaryanto, T. dan E. Pasandaran. 1993. Agribisnis Dalam Perspektif : Konsepsi, Cakupan Analisis dan Rangkuman Hasil Pembahasan dalam Prosiding Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Utomo, M. 2000. Teknologi Olah Konservasi Untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan Berwawasan Agribisnis. Seminar Nasional Olah Tanah Konservasi VII. 23-24 Agustus 2000. Samarinda.

Van den ban, A.W. and Hawkins, H.S. 1996. Agricultural Extension. Second Edition. John Wiley & Son, Inc. New York

Gambar

Gambar 2. Status Pengembangan SUT Di Lahan Kering  dalam Agribisnis
Tabel   2.   Luas   Lahan   Kering   Menurut   Penggunaan   (Ha)   Di   Sumba   Timur   Dan   Proporsinya  Terhadap NTT
Tabel 3. Struktur Anggota Rumah Tangga   Responden Menurut Kelompok Umur dan Kegiatan  (dalampersentase)
Tabel 5. Analisis Lingkungan Eksternal (ALE) Pengembangan SUA di Lahan Kering

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya penelitian ini menargetkan jumlah sampel dilebihkan 10% dari hasil perhitungan, namun pasien yang bersedia menjadi peserta penelitian sebanyak 70 orang

Kemudian pemilihan media dilakukan dengan cara menentukan beberapa jenis media yang terdiri dari tulisan (teks), gambar, video, link website dan file tulisan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya: (1) biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi bersertifikat organik per hektar per satu musim tanam pada Kelompok Tani

Berdasarkan gambar tersebut, sistem terdiri dari keluaran boost converter , kapasitor, dual buck converter , full bridge inverter , beban rumah tangga, filter induktor dan sumber

Cacat ini dapat diminimalkan dengan cara memperhitungkan temperatur penuangan yang sesuai serta meningkatkan ketahanan panas dari pasir cetak itu sendiri, lalu harus

Jenis fan ini cocok digunakan untuk tekanan sedang sampai tinggi karena efisiensi energinya tinggi dan jika dilengkapi dengan tipe airfoil blade efisiensinya

Judul penulisan tugas akhir ini adalah Potensi Pembentukan Asam Asetat sebagai Senyawa Antara pada Proses Asidogenesis Limbah Pulp Kakao untuk Dimanfaatkan Kembali yang

Ahmad Falih Mahruz dalam penelitiannya yang berjudul “kekuatan hukum penyelesaian sengketa waris melalui mediator tokoh masyarakat di desa wonosalam kecamatan