tssN
208742s6
SMATIKA
Jurnal
STIKI
Informatika
Jurnal
Volume0l
Nomor
01 Tahun 201 ISlstem
lnformasi
Peramalan
PersediaanObat
padaApotik
Sidoarjo dengan
MetodeSlinter
RudySetiawanNordrassil ProjectWeb
Pembangkit
DDLdan
Kode SumberAplikasi
BasisData
Go Frendi Gunawan,TriY Evelina, Hendro Suprayogi
Perband in ga n Algo
ritma
Sca nli ne danAlgoritma
Ray Tracin gterhada
pAkurasi
Pencahayaan pada
Piranti Lunak3ds
Max
Eva
Handriantini
Perbandingan
Reduksi Data Menggunakan Transformasi Cosinus Diskrit dan
Analisis Komponen Utama
Laila lsyriyah, Evy Poerbaningtyas Desain
Tutorial lbadah Haji
BerbasisMultimedia
sebagaiPanduan
bagiCalon
Jamaah
Haji
Anu
ng
Adhi Nug raha, Eva Handriyantini
Lembaga Penelitian & Pengabdian kepada
Masyarakat
SEKOIAII
TINGGI
INFOruUAflI{A
&
lssN 2087-0256
SMATII(A
Jurnal
STIKI
lnformatika
Jurnal
Volume 01,Nomor0l
Tahun 2011Yayasan
*"**Iitiln;J,-;*
*
Nusantara Penasehat:Ketua STIKI
,
Pembina:Pembantu Kerua Bidang Akademik STIKI
Mitra
BestariProf. Dr. Iping Supriana Suwardi (tlrstitut Teknologi Bandung) Prof. Dr. Ir. Kuswara setiawan" MT (universitas pelita Harapan surabaya) Dr.
k
Joko Lianto Buliati, M.sc (Institut Teknologil0
Nopember,surabaya)Dr. Setyawan P- Sakti, Ing. M.Eng (Universitas Brawijaya) Ketua Redaksi:
Tii
Y. Evelinq SE,MM
Section
Editor:
Jozua F. Palandi, M.Kom
Copy,Editor
&
proof Reader:Zusana E. Pudyastuti, SS
,,
,
L-ayoul,pditgt Saiful yahya, S.SnIhta, Usaha /
Administrasi:,
tndah:Wulandari,,SE ,
SEKRETARIAT
Lembagq,Penelitian,& Pengabdian t<epaOa Masyarakat Sekolah ringgi
tgfrgatl5i
_{
I:yl1qr
indtnesia(sTm)
- rraatansSMATIKAJurnal
JL Raya
Tidar
100 Malang 65146TeL +62-341 564006, 560823 Fax. +62-341562525 Website: www.stiki.ac.id E-mail:
[email protected]
J
lssN
2087-0256
Volume
01,
Nomor
01
Tahun
201
1DAFTAR
TSI
Sistem lnformasi Peramalan Persediaan Obat pada
ApotikSidoarjo
denganMetodeWnter
RudySetiowon
Nordrassll Project:Web Pembangkit DDL dan Kode Sumber Aplikasi
Basis Data
8-15
Go Frendi Gunawan, Tri Y. Evelina, Hendra Suprayogi
Perbandingan
Algoritma
Scanline danAlgoritma
RayTracingterhadap
Akurasi Pencahayaan pada PirantiLunak 3ds Max
16-23
EvaHandriyantiniperba ndinga n Red uksi Data Mengg u naka n Transformasi Cosi nus Diskrit da n
Analisis Komponen
Utama
24'34
Laila lsyriyah, Evy Poe rbani ngtyas
Desain Tutorial
lbadah
Haji BerbasisMultimedia
sebagai Panduan bagiCalon Jamaan Haji ... 35
-40
Anung
Adhi Nug raha, Eva Handriyantini1-7
Undangan Makalah
PENGANTARREDAKSI
STIKI
Informatika
Jurnal(SIVIATIKA
Jurnal) merupakanjurnal
yangditerbitkan
otehLembaga
Penetitian
&
Pengabdian kepada lvlasyarakat
(LPPM), Sekolah
Tinggi
Informatika
&
Komputer Indonesia(STIKI)
Idalang.Pada
edisi
ini,
SMATIKA
Jurnal menyajikan
5
Qima)
naskahdalam
bidang
SistemInformasi, data
base, pengolahancifa
danmultimedia.
Redaksi mengucapkan terimakasih dan
selamat kepada Pemakalahyang diterima dan diterbitkan
dalam edisi ini,
karena telah memberikankonfibusi
penting pada pengembangan ilmu danteknologi.
Sejumlah
pakar
dari
luar
STIKI (Mitra
Bestari)telah
memberikankontribusinya
yang sangat berharga dalam menilai naskah yangdimuat.
Urtuk
itu
Redaksi menyampaikan banyak terima kasih kepada para Penilai @eveiwer) tersebut.Pada kesempatan
ini,
Redaksikembali
mengundangdan
memberi kesempatan kepadapam Peneliti
di
bidang Teknologi Informasi
untuk
mempublikasikan
hasil-hasil penelitiannyamelalui jurnal
ini.
Bagr para pembaca yang berminag Redaksi memberi kesempatan untuk berlangganan.Aktrirnya Redaksi berharap semoga
artikel-artikel
dalamjurnal ini
bermanfaatbagi
para pembaca khususnya danbagi
perkembanganilmu
danteknologi
di
bidang
Teknologi Informasi pada umumnya.SMATIKA JURNAL 1
PERBANDINGAN ALGORITMA SCANLINE DAN
ALGORITMA RAY TRACING TERHADAP AKURASI
PENCAHAYAAN
PADA PIRANTI LUNAK 3ds MAX
Eva Handriyantini
Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer Indonesia (STIKI) Malang email: [email protected]
ABSTRAK
Proses pembuatan suatu karya animasi dibagi menjadi modeling, animating, dan lighting. Proses lighting (pencahayaan) merupakan proses terakhir dan merupakan bagian proses yang menentu-kan ke-realistis-an suatu animasi. Tanpa didukung dengan teknik modelling dan animating yang baik pun, suatu karya animasi tetap bisa menjadi terlihat realistis jika disempurnakan dengan teknik pencahayaan yang baik. Scanline rendering adalah metode yang digunakan dalam menghasilkan grafik pada motion pictures dalam komputer grafik, selain juga digunakan untuk video game dan pada kebanyakan sebagai visualisasi model pada berbagai teknik terapan.
Raycasting adalah metode dimana gambar dari seluruh permukaan obyek yang terlihat diperoleh dengan cara memancarkan garis sinar dari kamera / viewer menuju scene. Melalui peneliti melakukan perbandingan antara algorthma Scanline dan algorithma raytracing didalam proses rendering pada software 3DS MAX.
Kata kunci : Ray tracing Algorithm, Scanline Algorithm, Rendering
1. PENDAHULUAN
Computer Graphic (CG) atau yang biasa
disebut dengan animasi, telah terbukti mampu membawa revolusi baru dalam industri visual entertainment, baik dalam dunia perfilman, computer games, hingga periklanan. Proses pembuatan suatu karya animasi dibagi menjadi
designing, modeling, animating, dan lighting.
Proses lighting (pencahayaan) merupakan proses terakhir dan merupakan bagian proses yang menentukan ke-realistis-an suatu animasi. Piranti lunak 3ds Max merupakan piranti lunak yang dapat digunakan untuk membuat animasi, yang memiliki kemampuan merata dalam segala aspek desain 3D, baik gambar bergerak (animate image) maupun gambar diam (still life image). Pada Piranti lunak 3ds Max, dimungkinkan untuk menambahkan suatu algoritma tertentu pada proses pencaha-yaan dan rendering untuk menghasilkan ting-kat keakuratan pencahayaan yang lebih baik, khususnya dalam menampikan bayangan ter-hadap objek sehingga dapat memantulkan ca-haya.
Algoritma scanline ialah metode yang digunakan dalam menghasilkan grafik pada
motion pictures dalam komputer grafik, selain
juga digunakan untuk video game dan pada ke-banyakan sebagai visualisasi model pada berba-gai teknik terapan. bekerja pada sebuah baris-demi-baris dasar bukan poligon -by-poligon atau pixel demi pixel-dasar. Semua poligon yang akan diberikan pertama-tama diurutkan berdasarkan koordinat y atas di mana mereka pertama kali muncul, maka setiap baris atau garis scan gambar dihitung dengan mengguna-kan menentumengguna-kan nilai persimpangan dari garis scan dengan poligon yang memiliki urutan ter-depan, sedangkan daftar urutan terdepan akan diperbarui terus supaya polygon yang telah ter-lihat tidak hilang membentuk garis scan, demikian seterusnya [Wylie, C, Romney, GW,
Evans, DC, dan Erdahl, A, 1967, "Gambar Per-spektif Halftone oleh Komputer," Proc. AFIPS FJCC Vol. 31, 49]. Ray tracing merupakan
pengembangan dari algoritma sebelumnya yaitu algoritma scanline. Ray Tracing adalah teknik untuk menghasilkan sebuah gambar dengan menelusuri jalur cahaya melalui pixel dalam suatu obyek gambar kemudian membuat simu-lasi efek dari pertemuan pixel menjadi sebuah obyek yang tampak realistic. [Watt, Alan, 1992,
Advanced Animation and Rendering Tech-niques. Advanced Animasi dan Teknik Render-ing. New York, NY: ACM Press, 1992.]
Melakukan perbandingan algoritma
scanline dan algoritma ray tracing diharapkan
dapat diperoleh perbandingan kualitas suatu obyek yang fotorealistik setelah proses rendering obyek 3D yang dilakukan pada piranti lunak 3ds Max. Dengan demikian diperoleh kesimpulan algorithma apa yang sebaiknya dipergunakan dalam komputer grafik 3D untuk proses render suatu obyek, dengan akurasi pencahayaan paling optimal.
2. KAJIAN PUSTAKA
a) 3 Dimensi (3D)
3D ialah dimensi yang menggunakan 3 bi-langan untuk menunjukkan posisi suatu titik (node). 3 bilangan tersebut dikenal dengan sumbu X, sumbu Y, dan sumbu Z. atau pan-jang, lebar dan tinggi. Semua obyek didunia nyata merupakan obyek 3 dimensi, karena obyek tersebut memiliki panjang lebar dan tinggi. Obyek 3 dimensi memiliki sudut per-spektif dari segala arah, sehingga bisa dilihat dari sudut pandang mana saja. Gambar yang terdiri dari 3 dimensi membantu memperje-las maksud dari rancangan obyek karena bentuk sesungguhnya dari obyek yang akan diciptakan, divisualisasikan secara nyata.
Gambar 1. sumbu kordinat 3 Dimensi
b) Scene 3D
Scene adalah ruang / lembar kerja dari seo-rang designer dalam menciptakan sebuah karya 3D baik image maupun animasi. Scene terdiri dari 3 komponen utama yaitu ; Obyek, sumber cahaya, dan kamera/viewpoint.
[Foley, James D. Grafik Komputer: Prinsip dan Praktek. Reading, Mass.: Addison-Wesley, 1990.]
Secara keseluruhan, sebuah obyek adalah segala sesuatu, baik itu bersifat solid, cair atau gas yang kesemuanya ditampilkan dalam suatu ruang (scene). Sebuah lampu, segelas air, planet atau awan, semuanya bisa disebut sebagai obyek. Obyek memiliki permukaan yang disebut dengan tekstur,
se-buah tampilan dari permukaan yang akan menampilkan detail lebih jauh bentuk dari obyek tersebut. Tekstur memiliki bentuk yang bervariasi, seperti bentuk gelombang pada permukaan kulit kayu, bentuk kasar pada permukaan jalan, maupun halus pada permukaan obyek gelas. Tekstur juga terdiri dari warna. Sebagai contoh, obyek yang berwarna merah, hanya memantulkan warna merah saja dan menyerap warna biru serta kuning. Tampilan tekstur yang bervariasi juga mempengaruhi pantulan cahaya yang datang, makin halus permukaan dari suatu obyek, maka makin besar pula intensitas ca-haya yang dipantulkan oleh obyek tersebut. Faktor pendukung lain dari obyek yaitu intensitas kesolidan. Dimana tingkat kesolidan dari sebuah obyek juga akan mempengaruhi pantulan dari cahaya yang datang. Sebagai contoh, obyek dengan intensitas yang rendah (transparan), seperti gelas ataupun air, akan memantulkan sedikit cahaya yang datang, sementara sebagian besar dari cahaya tersebut akan dibiaskan sesuai dengan kepadatan obyek tersebut. 1. Light sources / cahaya
Berbeda dengan obyek, sumber cahaya memiliki kemampuan untuk memancar-kan cahaya. Sumber cahaya seperti lampu, matahari, lilin, obor dan lain se-bagainya. Selain sumber cahaya utama, juga terdapat sumber cahaya tambahan, seperti cahaya yang merupakan hasil pantulan dari sebuah obyek ataupun ha-sil dari pembiasan. Cahaya juga meru-pakan faktor utama dalam pembuatan suatu image, karena cahaya memiliki kemampuan untuk menjadikan image tersebut terkesan hidup dan nyata.
[Glassner, Andrew S. An Introduction to Ray-Tracing. San Diego: Academic, 1989]
Sebuah sumber cahaya memancarkan garis ca-haya yang merupakan aliran Photon yang ber-gerak secara garis lurus hingga membentur se-buah obyek. Ketika terbentur dengan sese-buah sembarang obyek, sinar tersebut akan men-galami reflection (pemantulan), absorption (penyerapan), dan refraction (Pembiasan). Se-buah permukaan bisa memantulkan sebagian atau keseluruhan dari cahaya yang datang, menuju satu atau lebih arah pantulan, tergan-tung pada tekstur dan bentuk permukaan dari obyek tersebut.
Obyek juga bisa menyerap (absorption) se-bagian cahaya yang datang, yang menyebabkan berkurangnya intensitas dari cahaya yang dipan-tulkan ataupun yang dibiaskan. Sebuah cermin yang bening memiliki kemampuan memantul-kan cahaya yang paling tinggi karena memiliki nilai absorpsi yang paling rendah dibandingkan dengan obyek lain. Jika sebuah obyek memiliki kemampuan untuk menembuskan cahaya
(trans-lucent) atau transparan (transparent), maka
obyek tersebut memiliki kemampuan untuk membiaskan sebagian dari sinar, sementara obyek tersebut menyerap sebagian atau keselu-ruhan dari spektrum cahaya (seperti contoh ka-sus pelangi, dimana cahaya yang datang terbi-askan menjadi beberapa spektrum yang terpisah).
Cahaya yang merupakan hasil dari refleksi, ab-sorpsi, maupun bias akan menjadi cahaya baru yang intensitasnya diperoleh dari hasil kalkulasi proses cahaya sebelumnya, misal obyek memiliki tingkat refleksi sebesar 50% dan re-fraksi 20%, maka intensitas cahaya yang baru sebesar 30% dari besarnya intensitas cahaya sebelum membentur obyek tersebut.
Gambar 2. Refleksi, Refraksi, dan Absorbsi
2. Kamera
Kamera dalam scene bisa disebut juga dengan mata atau viewpoint, dimana kamera merupakan titik dan sudut pandang dari penikmat desain tersebut. Salah satu contoh kamera yang sederhana adalah kamera Pin-hole, dimana kamera tersebut dibuat dengan meletakkan beberapa film dalam kotak yang anti – cahaya. Sebuah lubang kecil yang ditutup, berada didepan kotak yang berfungsi untuk memasukkan cahaya dari luar. Untuk mengambil gambar, kotak diletakkan menghadap obyek, dan lubang kecil tersebut dibuka.
Tidak seperti teknologi kamera yang modern, kamera pin-hole harus tetap dibuka untuk sementara waktu agar cahaya yang masuk cukup untuk membentuk image difilm dalam kotak. Lubang dari kamera pin-hole harus kecil agar hanya sedikit saja cahaya yang masuk, karena cahaya yang terlalu banyak masuk dapat menyebabkan saturate dan bahkan dapat menghasilkan overexposing yang terjadi pada film [A. Gooch, B. Gooch, P. Shirley,
E. Cohen. 1998].
Meskipun sederhana, kamera jenis ini efektif, karena bekerja dengan menerima cahaya yang berasal dari obyek hanya datang dari satu arah dan hanya membentur satu sisi dari film. Jika lubang kamera lebih besar, gambar yang dihasilkan pada film akan menjadi kabur karena terlalu banyaknya cahaya yang masuk yang membentur tiap titik dari film.
Gambar 3. Kamera pin-hole (Glassner, 1989)
c) Rendering
Proses konversi dari sebuah deskripsi tingkat tinggi berbasis objek kedalam sebuah tampi-lan gambar grafis [Http:/
/www.webopedia.com/TERM/A/animation.ht ml]. Oleh karena itu proses rendering akan
mengubah scene 3D menjadi sebuah image
2D. Sebagai contoh, proses ray tracing
mengambil model matematika dari sebuah obyek atau scene 3 dimensi dan merubahnya menjadi sebuah gambar bitmap.
Berbeda dengan pemodelan, hasil pencahayaan hanya bisa dilihat pada hasil rendering. Sehingga user terkadang kesulitan dalam menentukan parameter cahaya ketika berada dalam ruang kerja 3D.
d) Algoritma Scanline
Scanline rendering adalah sebuah teknik
rendering dalam komputer grafik 3D yang bekerja berdasarkan baris per baris dari poligon dan pixel. Setiap polygon yang akan dirender pertama akan disusun dari puncak atas kordinat Y dimana pertama kali muncul,
kemudian tiap tiap baris atau scanline dari image dikomputasikan dengan menggunakan perpotongan antara scanline dengan polygon yang terdaftar, dimana scanline bergerak secara berurutan menuju kebawah gambar [Morein S. 2000].
Scanline rendering lebih merupakan metode
yang digunakan dalam menghasilkan grafik pada motion pictures dalam komputer grafik, selain juga digunakan untuk video game dan pada kebanyakan sebagai visualisasi model pada berbagai teknik terapan.
Dalam scanline rendering, penggambaran dihasilkan dengan melakukan iterasi melalui bagian komponen dari geometri sederhana. Jika jumlah dari pixel yang keluar relatif konstan, maka waktu render cenderung meningkat dalam proporsi liner berdasarkan dari jumlah geometri sederhana tersebut.
e) Algoritma Raycasting
(Hearn, 1994) Raycasting adalah metode dimana gambar dari seluruh permukaan obyek yang terlihat (serta semua bagian dari scene yang terlihat oleh kamera) diperoleh dengan cara memancarkan garis sinar dari kamera / viewer menuju scene. Karena
ray-casting merupakan metode yang diterapkan
dalam dunia komputasi, maka film dari kamera pinhole adalah layar monitor (screen), dan lubang kecil dari kamera terse-but adalah “viewpoint”, serta proses dilak-sanakan dalam tiap pixel dari layar monitor.
Gambar 4. Dasar Raycasting
Pada algoritma raycasting, proses pencaha-yaan dilakukan dengan cara menembakkan sebuah garis sinar dalam tiap-tiap pixel dari screen tergantung dari banyaknya pixel dalam screen tersebut. Selanjutnya, garis si-nar akan bergerak lurus satu arah (garis sisi-nar juga merupakan alur pandang dari viewer) hingga menemukan atau membentur sebuah obyek terdekat yang menghalangi jalur sinar tersebut. Melalui garis sinar inilah obyek yang menghalanginya dapat dilihat oleh mata.
Dengan menggunakan beberapa material, tekstur dan efek cahaya dalam scene, algoritma dari raycasting dapat menentukan bayangan obyek
tersebut. Asumsi yang sederhana seperti jika permukaan obyek menghadap dan menghalangi cahaya, maka permukaan tersebut akan tidak terhalangi atau tidak berada dalam pembayangan
(shading). Proses pembayangan dari permukaan
obyek dikomputasikan dengan menggunakan metode shading standar dalam komputer grafik 3D. Salah satu kelebihan dari raycasting jika dibandingkan dengan metode lama dari algoritma scanline adalah kemampuan untuk bekerja dengan permukaan non-planar dan solid, seperti kerucut dan bulatan. Jika sebuah permukaan dapat ditembus oleh garis sinar, maka raycasting bisa merender obyek dibelakangnya dengan mudah.
Gambar 5. Proses pencahayaan pada raycasting
f) Algoritma Ray tracing
Metode ini memberikan hasil yang hampir sama dengan raycasting dan scanline rendering, tetapi mampu memberikan efek optik yang lebih baik, seperti simulasi dari refleksi dan refraksi yang lebih akurat dengan hasil output yang lebih baik. Perbe-daannya yaitu ray tracing mengikuti sinar yang diawali dari titik mata, dan merupakan pengemban-gan dari raycasting, bukan dari sumber cahaya seperti yang digunakan oleh scanline rendering
[Klein, W. Li, M. Kazhdan, W. Corrka, A. Finkel-stein, T. Funkhouser. 2000].
Ray tracing bekerja dengan mencari jejak
(Tracing) sebuah garis cahaya yang berpotongan (intersect) dengan lensa kamera. Karena bekerja dengan mengikuti arah garis sinar yang berlawanan, berbagai informasi visual dari seluruh scene dikumpulkan dan dihasilkan pada titik pandang dari kamera / mata. Tetapi hasil dari refleksi dan refraksi dari absorpsi dikalkulasikan ketika sinar tersebut berinteraksi / berpotongan dengan obyek serta media lainnya dalam scene, dimana scene dalam ray tracing ditampilkan baik oleh para programmer maupun visual artist dengan menggunakan tool – tool perantara. Scene juga
bisa mengandung data dari berbagai gambar maupun model yang diperoleh dari peralatan lain seperti digital fotografi.
Gambar 6. Hasil Pencahayaan dengan Algoritma Raycasting & Algoritma
Ray tracing
3. METODE PENELITIAN
Untuk melakukan pengujian untuk membandingkan antara Algoritma Scanline dan algoritma Ray tracing, metode penelitian yang dipergunakan mengacu kepada teknik pengujian piranti lunak. Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan obyek 3D. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu :
a. Scene
Scene atau ruang kerja dalam pembuatan obyek 3D harus dilakukan pengaturan terlebih dahulu.
Yang perlu di tentukan adalah : ukuran dari scene, penentuan koordinat dimana obyek akan diletakkan, bentuk back-ground untuk obyek 3D
b. Material
Pada bagian ini, obyek 3D akan mulai ditentukan materialnya. Material ialah bentuk ”kulit” dari suatu obyek. Pemili-han material untuk suatu obyek akan memberikan berbagai efek baik tekstur,
opacity, diffuse dan berbagai efek
lain-nya pada permukaan obyek, sehingga obyek bisa lebih realistis.
2. Melakukan rendering dari Obyek 3D dengan Algoritma Ray tracing dan Algoritma
Scanline. Pada tahap ini dilakukan beberapa
kegiatan yaitu :
a. Light Source
Pada tahap rendering awal ini, yang perlu dilakukan adalah pengaturan pen-cahayaan pada suatu obyek 3D. Cahaya dihasilkan dari sebuah light sources (sumber cahaya) yang ditempatkan se-cara acak pada scene. Perjalanan cahaya dimulai dari sumber cahaya dan bergerak
secara garis lurus menuju keberbagai sudut scene.
b. Rendering
Rendering berfungsi untuk mengubah scene 3D menjadi sebuah image 2D. Berbeda dengan pemodelan, hasil pencahayaan hanya bisa dilihat pada hasil rendering. Pada tahap ini akan ditambahkan algoritma scanline maupun algoritma ray tracing untuk melihat hasil fotorealistik berdasarkan kemampuan akurasi pencahayaannya.
3. Membanding hasil rendering obyek 3D, dengan melakukan evaluasi serta menarik kesimpulan terhadap hasil rendering dengan algoritma scanline dan algortima ray tracing. a. Membandingkan hasil akhir suatu obyek
berdasarkan kemampuan akurasi pencahayaan untuk menghasilkan fotorealistik pada proses rendering dengan menggunakan algoritma ray tracing dengan algoritma scanline.
b. Identifikasi perbedaan hasil rendering
4. HASIL & PEMBAHASAN
Pada pembahasan pe algoritma scanline dan algoritma ray tracing, tahapan rendering hanya digunakan algoritma ray tracing. Kegiatan ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pembuatan obyek 3D. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu :
a. Scene
Pada scene, ditambahkan 3 buah obyek bulatan (sphere) sebagai obyek dasar (primitive obyek).
Pengaturan scene yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Sphere a, radius r = 8.0, koordinat XYZ(-21.80, 0.00, 7.45) 2) Sphere b, radius r = 6.3, koordinat XYZ (-8.80, 8.03, 6.37) 3) Sphere c, radius r = 5.8, koordinat XYZ (-1.17, -5.17, 4.61) Selain 3 buah obyek bulatan (sphere) sebagai obyek dasar (primitive obyek), pada scene ditambahkan sebuah penampang (plane) berbentuk bujur sangkar berfungsi sebagai lantai dasar pada scene. Pengaturan yang dilakukan adalah: Ukuran bujursangkar pada koordinat (36.44, 379.69, 0.00) dan Posisi : horisontal.
Gambar 7. Penempatan Obyek pada penampang
b. Material
Pada software 3ds Max, pengaturan material seluruhnya dikendalikan pada window Material Editor yang ditampilkan dari panel Rendering >
Material Editor atau dengan menekan
tombol shortcut- M. Pada Material
Editor, dibuat 4 buah material dengan
nama; bolaA, bolaB, bolaC dan
Penampang yang masing masing
memiliki propertis sebagai berikut :
1) Bola A, pengaturan yang dilakukan :
a. Shader basic parameters, option 2-sided, tipe Phong
b. Phong basic parameters; ambient
dan diffuse dengan nilai : R:0, G:0, B:255.
c. specular highlights; Specular
level : 300, Glossines : 60. d. Maps; reflection,dengan amount
80,
e. map: raytrace, refraction aktif dengan amount 30,
f. map: raytrace, material bola A
berada pada sphere a.
2) Bola B, pengaturan yang dilakukan :
a) Shader basic parameters; option 2-sided, tipe Phong
b) Phong basic parameters; ambient
dan diffuse dengan R:0, G:255, B:0
c) Specular highlights; Specular
level : 280, Glossines : 55. d) Maps; reflection aktif dengan
amount 75,
e) Map: raytrace, refractionaktif dengan amount 25,
f) Mmap: raytrace, material bola B
berada pada sphere b.
3) Bola C, pengaturan yang dilakukan:
Shader basic parameters; tipe Phong a) Phong basic parameters; Ambient
dan Diffuse dengan R:255, G:255, B:0
b) Specular highlights; Specular
level : 300, Glossines : 50
c) Maps; Reflection aktif dengan Amount 70,
d) Map: Raytrace, Refraction
ak-tif dengan Amount 25,
e) Map: Raytrace, material bola
C berada pada sphere c.
4) Penampang, pengaturan yang
dilakukan :
a) Shader basic parameters; tipe Blinn
b) Blinn basic parameters; Am-bient dan Diffuse dengan
R:255, G:255, B:255
c) Specular highlights; Specular level : Glossines : 0
d) Maps; Diffuse aktif dengan
coordinates>Tiling U= 70, V=
70, Reflection aktif dengan
Amount 50,
e) Map: Ray-trace>Attenuation:Falloff Type : Linear, Range : 0 – 17,
material Penampang berada pada obyek plane.
Gambar 8. Material Editor pada 3ds MAX
Gambar 9. Diffuse Map pada Penampang (plane)
2. Melakukan rendering dari obyek 3D dengan algoritma ray tracing. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu :
Sumber cahaya pada 3ds Max diperoleh dari panel Create > Lights, didalamnya terdapat berbagai macam pilihan sumber cahaya yang masing masing mewakili sumber cahaya secara umum didunia nyata. Digunakannya sumber cahaya
Omni karena sumber cahaya tersebut
memiliki sifat yang lebih mirip dengan cahaya matahari. Sumber cahaya Omni tersebut ditempatkan pada koordinat (-14.07, 19.43, 54.00), seperti dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Light Souces dan penempatannya
Pengatuan parameter yang dilakukan dari
Omni light adalah sebagai berikut:
a) Pada group shadow aktif ; tipe raytraced
shadow .
b) Pada Intensity/ Color/ Attenuation, Group
near attenuation; Use dan Show aktif, start
: 0, End : 40. Group Far attenuation; Use dan Show aktif, start : 77, End : 160 c) Pada Shadow parameter; Object Shadow;
Dens: 0.8
Gambar 10. Lights Parameters
b.Rendering
Dalam 3ds Max, setelah window ren-dering aktif, pengaturan yang dilaku-kan pada windows rendering, adalah sebagai berikut :
a) Panel Common. Common
parame-ter adalah :
1. Time output; single aktif dengan
Out-put Size; 640 x 480 pixel
2. Option aktif , atmospherics, effects,
displacements
3. Advanced lighting: Use advanced
lighting aktif.
4. Assign renderer :Production dengan menggunakan Mental ray renderer. b) Panel renderer :
1. Rendering algorithm: ray tracing aktif dengan men-checklist enabled 2. Pilih viewport : camera01.
Gambar 11. Window Rendering
Gambar 12. Proses Rendering dengan viewport Camera01
3. Membanding hasil rendering obyek 3D, dengan melakukan melakukan evaluasi serta menarik kesimpulan terhadap hasil rendering dengan algoritma scanline dan algortima ray tracing.
a. Membandingkan hasil rendering algoritma ray tracing dengan algoritma
scanline. Dari hasil perbandingan,
dida-patkan hasil sebagai berikut:
1. Efek yang disimulasikan oleh metode algoritma scanline seperti refleksi dan bayangan, mampu ditampilkan dengan lebih natural oleh algoritma ray tracing.
2. Kemampuan untuk menghasilkan image yang lebih fotorealistik pada
algoritma ray tracing. Hal ini disebabkan kemampuan algoritma
ray tracing dalam melepas sinar lebih
banyak dari algoritma scanline,
sehingga mampu menampilkan image dengan efek optik lebih akurat seperti pemantulan, pembiasan, multiple light, bayangan serta area light 3. Pemodelan geometri yang lebih rumit
dan komplek baik secara kuantitas maupun kualitas bisa dilakukan dan ditampilkan dengan baik karena algoritma ray tracing memiliki kemampuan membedakan intensitas cahaya.
4. Berdasarkan pada runtutan cahaya yang berawal dari titik pandang (kamera / mata), sinar yang dilepaskan pada algoritma ray tracing lebih banyak dari algoritma scanline. Selain itu, tidak semua sinar
yang dilepaskan bisa digunakan sebagai source untuk mengkalkulasi efek optik. Ketika proses rendering melibatkan semua sinar termasuk yang tidak berguna (sinar yang tidak mengalami interseksi dengan geometri), berakibat kalkulasi dan proses rendering yang dilakukan komputer menjadi lebih lama pada algoritma ray tracing.
5. Algoritma Ray tracing berjalan dengan proses baru setiap kali titik sinar dijalankan secara berbeda. Sedangkan algoritma scanline
menggunakan data yang saling berhubungan untuk proses komputasi secara bersamaan antara pixel. Se-hingga kinerja algoritma ray tracing dalam proses rendering berjalan lebih lambat dibandingkan algoritma
scanline.
6. Untuk menghasilkan image yang fotorealistik, dibutuhkan persamaan rendering yang hampir mendekati kenyataan atau penerapan secara keseluruhan. Algoritma Ray tracing memerlukan resource dari komputer yang sangat besar untuk menghasilkan image yang fotorealistik dibanding algoritma
Scanline.
b. Identifikasi perbedaan hasil rendering Dengan menggunakan sudut pandang dari
camera01 seperti pada gambar 11, scene
dirender satu persatu dengan menggunakan
algoritma scanline dan algoritma ray
tracing. Indentifikasi perbedaan hasil
rendering, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Hasil rendering dengan algoritma
scanline.
a. Algoritma scanline mampu menampilkan daerah yang seharusnya terkena cahaya dan daerah yang tidak terkena cahaya berada dalam tampilan shading, seperti yang terlihat pada obyek bulatan.
b. Algoritma scanline tidak mampu melakukan kalkulasi pemantulan dan pembiasan serta pembayangan pada scene tersebut. Sehingga gambar hasil rendering terkesan kurang realistis.
Gambar 13. Hasil Rendering dengan Algoritma Scanline
2. Hasil rendering dengan algoritma
raytracing
a. Algoritma Ray tracing mampu menampilkan daerah yang seharusnya terkena cahaya dan tidak terkena cahaya dengan tampilan shading.
b. Algoritma Ray tracing mampu melakukan kalkulasi sinar yang dipantulkan dan dibiaskan serta pembayangan yang seharusnya terjadi pada scene tersebut.
Gambar 14. Hasil Rendering dengan Algoritma Ray tracing
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Algoritma Raytracing memiliki proses
rendering yang berbanding terbalik
dibandingkan dengan algoritma scanline. Pada algoritma scanline, proses rendering dilakukan dengan melepaskan garis sinar dari titik sumber cahaya yang menuju ke kamera, sedangkan algoritma ray tracing malah melakukan proses yang berlawanan yaitu dengan melepaskan garis sinar justru dari titik kamera dan bergerak secara garis lurus kearah sumber cahaya. 1. Algoritma ray tracing memiliki
kemampuan refleksi, refraksi dan shadow yang membuat image tampak lebih natural dan realistis dibandingkan algoritma
scanline.
2. Algoritma ray tracing melakukan proses rendering lebih kompleks dibandingkan algoritma scanline, sehingga algoritma ray
tracing membutuhkan waktu bekerja yang
jauh lebih lama serta sumber daya yang lebih besar dibandingkan algoritma
scanline.
6. DAFTAR PUSTAKA
1) A. Klein, W. Li, M. Kazhdan, W. Corrka, A. Finkelstein, T. Funkhouser.,2000,
"Non-photorealistic virtual environments",
SIGGRAPH
2) A. Gooch, B. Gooch, P. Shirley, E. Cohen, 1998, "A Non-Photorealistic Lighting
Model for Automatic Technical Illustra-tion", SIGGRAPH.
3) Foley, James D. 1990, Grafik Komputer:
Prinsip dan Praktek. Reading, Mass.: Addi-son-Wesley, 1990.
4) Glassner, Andrew S. 1989, An Introduction to Ray-Tracing. San Diego: Academic 5) Http://www.webopedia.com/TERM/A/anim
ation.htm
6) Morein S. ATI Radeon HyperZ, 2000,
Technology In Workshop on Graphics Hardware, Hot3D Proceedings, ACM
SIG-GRAPH. Eurographics
7) Watt, Alan, 1992, Advanced Animation
and Rendering Techniques. New York, N.Y.: ACM Press.
8) Wylie, C, Romney, GW, Evans, DC, dan
Erdahl, A, 1967, "Gambar Perspektif Half-tone oleh Komputer," Proc. AFIPS FJCC Vol. 31, 49
EVA HANDRIYANTINI
Staf pengajar di STIKI untuk matakuliah: Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi Manajemen, Sistem Penunjang Keputusan dan Analisa Sistem Informasi. Latar Belakang Pendidikan: Sarjana Tek-nik Informatika – STIKI (1998), Magister Manaj-men Teknologi Informasi – ITS (2008). Penghagaan yang pernah diterima : The Best IT of Entertainment Application - APICTA Indonesia (2003), Juara II Kontes Game Edukasi (2007). Penelitian yang per-nah dilakukan: Program katalis - Kemenristek, tahun 2004, Program Beasiswa Unggulan - BKLN DIKTI, tahun 2007, Penelitian Dosen Muda - DIKTI, 2009. .